Studi Deskriptif Teknik Permainan Sarune Karo Chapter III V
BAB III
EKSISTENSI DAN PERKEMBANGAN PENGGUNAAN SARUNE DALAM
MASYARAKAT KARO
3.1
Penggunaan Sarune Karo
Sarune Karo merupakan alat musik tiup berklasifikasi double reed aerofon. Sarune
Karo berperan penting dalam kebudayaan musik Karo. Karena sarune Karo adalah pembawa
melodi tunggal di dalam ensambel gendang lima sendalanen didalam prosesi mengiringi
suatu upacara di dalam masyarakat Karo, baik itu upacara kematian, upacara pernikahan dan
pesta rakyat (gendang guro-guro aron).
Seorang yang mampu menguasai dan memainkan sarune Karo disebut sebagai
penarune. Untuk menjadi seorang penarune dulunya harus melalui beberapa tahapan didalam
memainkan alat musik Karo. Yang pertama dimainkan terlebih dahulu adalah Gung dan
penganak
Karo, setelah menguasai gung dan penganak maka dia baru di perbolehkan
memainkan gendang singanaki. Dan tahapan selanjutnya dia memainkan gendang
singindungi yang berfungsi sebagai pemberi improvisari rytem didalam permainan gendang
lima sendalanen. Setelah dia menguasai ke empat alat musik tersebut, maka dia sudah di
perbolehkan memainkan sarune karo di dalam mengiringi upacara adat.
Gendang lima sendalanen tidak pernah terlepas dari berbagai upacara adat karo, dan
berikut adalah berbagai upacara adat yang menggunakan gendang lima sendalanen sebagai
musik pengiring didalam berjalannya upacara adat tersebut.
3.1.1
Upacara pernikahan
3.1.1.1 Jenis-Jenis Pernikahan Suku Karo
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan status dari pihak yang nikah maka pernikahan dalam masyarakat karo
dapat dibagi yaitu
a. Gancih Abu, gancih abu adalah sebuah pernikahan bila seorang perempuan menikah dengan
seorang laki-laki menggantikan kedudukan saudaranya yang telah meninggal sebagai istri.
Hal ini biasanya terjadi untuk meneruskan hubungan kekeluargaan, melindungi kepentingan
anak yang telah dilahirkan pada pernikahan pertama dan menjaga keutuhan harta dari
pernikahan pertama.
b. Lako man, lako man adalah pernikahan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan
yang dahulunya adalah isteri abang kandungnya sendiri ataupun saudara dari ayahnya yang
dikarenakan abang atau saudara ayahnya tersebut meninggal dunia.
c. Piher Tendi, piher tendi adalah pernikahan seorang perempuan kepada seorang laki-laki yang
seharusnya adalah bengkilanya (bapak dari suaminya).
d. Petuturken, petuturken adalah perkawinan yang dilangsungkan antara seorang lelaki dengan
seorang perempuan, dimana mereka bukan rimpal ( ayah si perempuan bersaudara dengan ibu
si pria).
e. Erdemu Bayu, erdemu bayu adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan dimana ayah si perempuan bersaudara dengan ibu si laki-laki. Hubungan antara
mereka yang nikah dalam hal ini disebut rimpal.
3.1.1.2 Tahapan Pernikahan Suku Karo
Pernikahan adat Karo merupakan bagian dalam kehidupan orang Karo. Pernikahan
dalam adat Karo merupakan tradisi yang dilakukan turun-temurun dan dilakukan secara
sakral maka pernikahan didalam suku karo juga mempunyai beberapa tahapan.
3.1.1.2.1
Pesiapan kerja adat
a. Nangkih
Universitas Sumatera Utara
Disini si pemuda membawa kekasihnya ke rumahnya atau ke rumah anak berunya untuk
menyampaikan tujuan mereka berdua untuk melakukan pernikahan. Dan disini pihak anak
beru akan mengatur jadwal pertemuan bersama kalimbubunya.
b. Sitandan ras keluarga pekepar
Tahapan ini adalah tahapan perkenalan antara keluarga kedua belah pihak yang akan
melaksanakan upacara pernikahan, sekaligus menyampaikan kepada anak beru masingmasing untuk menentukan hari yang baik untuk pertemuan di rumah pihak kalimbubu yang
sering disebut dengan maba belo selambar.
c. Maba belo selambar
Dalam tahapan ini, keluarga dan calon pengantin laki-laki datang melamar calon
pengantin perempuan. Di saat ini pula, keluarga, calon pengantin, dan kalimbubu menentukan
tanggal nganting manuk.
d. Nganting Manuk
Dalam tahapan ini, para pelaksana pernikahan akan membicarakan tentang hutang adat
pada pesta pernikahan dan merencanakan hari yang baik untuk melangsungkan pernikahan.
Namun, hari pernikahan tidak boleh lebih 1 bulan sesudah melaksanakan tahapan ini.
3.1.1.2.2 Hari Pesta Adat
a. Kerja Adat
Tahap ini adalah pelaksanaan pernikahan adat kedua mempelai. Pelaksanaan tahap ini
biasanya dilakukan selama seharian penuh di kampung pihak perempuan. Dalam tahap ini,
para mempelai diwajibkan untuk landek (menari). Dan disini lah peran gendang lima
sendalanen untuk mengiringi proses perjalanan kerja adat tersebut. Sarune Karo berperan
Universitas Sumatera Utara
penting sebagai pembawa melodi untuk mengiringi tarian yang dilakukan oleh pihak
mempelai laki-laki dan pihak mempelai perempuan, tetapi akhir-akhir ini fungsi gendang
lima sendalanen sudah mulai di alih fungsikan oleh keyboard karo.
b. Persadan Tendi
Pelaksanaan tahapan ini dilakukan pada saat makan malam sesudah kerja adat bagi para
mempelai. Dalam pelaksaan tahap ini, para anak beru telah menyiapkan makanan bagi kedua
pengantin. Tujuannya adalah memberi semangat baru bagi kedua mempelai.
3.1.1.2.3
Sesudah Pesta Adat
a. Ngulihi Tudung
Ngulih tudung dilaksanakan setelah 2-4 hari setelah hari kerja adat berlalu. Orang tua pihak
laki-laki kembali datang ke rumah orang tua pihak perempuan. Orang tua pihak laki-laki
datang membawa lauk-pauk berisi ikan dan ayam.
b. Ertaktak
Pelaksanaan tahap ini dilakukan di rumah pihak kalimbubu (pihak perempuan) pada
waktu yang sudah ditentukan. Tahap ini biasanya seminggu setelah kerja adat. Pada tahap ini,
dibicarakanlah uang keluar saat pergelaraan kerja adat dilaksanakan.
3.1.2
Upacara Si mate-mate ( upacara pemakaman)
Berdasarkan status saat seseorang meninggal dunia
Cawir metua, dalam masyarakat Karo, meninggal dunia di usia lanjut dan semua
anaknya telah menikah, juga dihargai sebagai prestasi tersendiri yang disebut dengan cawir
metua. Kriteria cawir metua ini adalah bila semua anak-anak kandungnya sudah menikah dan
telah memenuhi seluruh kewajiban. Bila ada seseorang meninggal dalam kondisi cawir, maka
semua kerabat dari pihak kalimbubu nya (pihak mertua dari istri anak-anaknya yang laki-laki)
Universitas Sumatera Utara
harus menyediakan ose yaitu menyediakan perhiasan emas, kain serta pakaian yang indahindah (kain adat), untuk dikenakan oleh saudara laki-laki serta anak laki-laki beserta istri
serta janda almarhum (kalau yang meninggal dunia laki-laki). Perhiasan dan pakaian yang
indah ini, sebagai suatu tanda kehormatan dari pihak kalimbubunya kepada yang meninggal
(almarhum).
Perbedaan dengan jenis kematian yang lain, kematian cawir metua ini biasanya tidak
ditangisi, para kaum kerabat tidak menunjukkan kesedihan, bahkan malah sebaliknya bersuka
ria. Kematian seperti ini, dianggap mulia dan sangat dihargai. Acara pemakamannya disebut
dengan istilahnurun disertai dengan gendang (tari dan nyanyi), dan para kaum kerabat larut
menari bersama. Disinilah musik memberikan peranan selama berlangsungnya upacara adat.
Tabah-tabah galuh, Tabah – tabah galuh jenis kematian ini adalah jenis kematian yang
terjadi saat seorang sudah berkeluarga namun usia belum lanjut.
Mate nguda adalah kematian dalam usia muda dan belum berumah tangga ataupu usia
orang tersebut masih muda.
3.1.2.1 Berdasarkan sebab kematian
Selain tiga jenis kematian yang disebutkan diatas orang Karo juga membagi jenis kematian
berdasarkan sebab-sebab kematian yaitu:
1. Batara guru (meninggal saat masih berada dalam kandungan)
2. Bicara guru (meninggal sesudah lahir)
3. Lenga ripen (seorang anak yang meninggal saat gigi belum tumbuh)
4. Enggo ripen (seorang anak yang meninggal saat gigi sudah tumbuh)
5. Meninggal perjaka/gadis
Universitas Sumatera Utara
6. Meninggal pada saat melahirkan
7. Kayat-kayaten (Meninggal karena penyakit)
8. Mate sada wari (meninggal secara tiba-tiba)
3.1.2.2 Musik Pengiring
Terdapat 3 jenis gendang dalam upacara kematian. Pemakaian salah satu jenis ini biasanya
dilakukan berdasarkan jenis kematian. Adapaun jenis gendang tersebut adalah sebagai berikut
a. Gendang mentas.
Gendang dilaksanakan hanya pada siang hari, yaitu pada hari saat dilangsungkannya
upacara adat penguburan. Gendang ini biasanya mulai dimainkan bersamaan dengan
dimulainya upacara adat sekitar jam 09.00 pagi dan selesai pada sore hari.
b. Nangkih gendang.
Gendang ini dimainkan mulai dari malam hari disebut dengan gendang erjagajaga agar yang menjaga jenasah tidak tertidur dimulai 1 hari sebelum dilangsungkannya
upacara adat penguburan sampai dengan diakhirinya upacara adat tersebut.
c. Erkata gendang.
Gendang ini hanya dilaksanakan pada saat upacara adat penguburan sampai dengan
diakhirinya upacara adat tersebut.
3.1.3
Gendang Guro-Guro Aron
Universitas Sumatera Utara
Gendang Guro-guro Aron adalah salah satu kesenian tradisional masyarakat Karo
yang berasal dari Datarang Tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia yang sering diadakan saat
pesta-pesta adat dan acara syukuran seusai panen. Seni tradisional ini digelar sebagai
ungkapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa (menurut kepercayaan masing-masing) atas
kecukupan rezeki atau hasil panen yang berlimpah atau pun juga perayaan atas kegembiraan
yang dirasakan. Pada Gendang Guro-guro Aron tersebut masyarakat karo bernyanyi dan
menari bersukaria ,yang biasanya dilakukan sepanjang malam, dibawah cahaya bulan
purnama.
3.1.3.1 Tata cara Gendang Guro-Guro Aron
Penyanyi terdiri dari pria dan wanita (sepasang) yang disebut perkolong-kolong.
Biduan ini mengenakan pakaian adat karo dan biasanya memiliki suara yang enak didengar
serta pintar saling beradu pantun atau "ejekan" dalam konteks halus dan canda. Lagu-lagu
yang dinyanyikan disesuaikan dengan acara yang telah tertata oleh kelaziman yang ada. Lagu
pertama biasanya adalah lagu Pemasu-masun dengan lirik mendoakan agar segenap
masyarakat yang ada pada acara tersebut diberikan kelimpahan rahmat, rezeki, kesehatan dan
umur panjang serta kedamaian dari Yang Maha Kuasa. Sembari biduan bernyanyi ; semua
panitia dan tamu undangan diajak menari di atas panggung. Lagu pembukaan bernada
sentimentil ini diringi serunai, penganak, gong dan anak gung (semacam gamelan) membuat
suasana menjadi khidmat dan syahdu. Seusai lagu "Pemasu-masun Simalungun Rakyat",
selanjutnya biduan menyanyikan lagu-lagu permintaan yang diikuti dengan tarian dari
masing-masing marga yang hadir. Para penari harus berpasangan dengan istrinya atau jika
belum menikah berpasangan dengan impalnya. Kesempatan ini biasanya digunakan mudamudi untuk berkenalan atau lebih mengintensifkan perkenalan yang telah dijalin.
Universitas Sumatera Utara
Setelah semua marga (ada lima marga dalam masyarakat Karo), panitia, petugas
keamanan dan kelompok-kelompok lain yang ada pada acara usai mendapat giliran menari
maka kedua biduan diadu bernyanyi dengan saling membalas pantun atau "ejekan" sambil
mengerahkan kemampuan menari
yang dimiliki. Adegan ini
biasanya diadakan
menjelang tengah malam, yang merupakan puncak acara.
Gendang
Guro-guro
Aron sejak
dahulu
juga
sering
dimanfaatkan
oleh
para penguasa (pemimpin/tokoh adat) masyarakat Karo untuk menyampaikan pesan-pesan,
biasanya pesan perdamaian dan semangat kerja kepada masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya lagu-lagu Karo yang tercipta dengan nada riang penuh semangat mengajak
masyarakat bekerja keras . Pada masa revolusi seni tradisional ini dijadikan pula sebagai
penggelora semangat perjuangankemerdekaan. Hal ini tercermin dari lagu-lagu perjuangan
yang bernada heroik
3.1.4
Upacara mengket rumah
Mengket rumah mbaru berasal dari kata mengket artinya memasuki, rumah artinya
rumah dan mbaru berarti baru. Jadi upacara mengket rumah mbaru berarti upacara memasuki
rumah baru. Untuk melaksanakan mengket rumah, maka orang pertama yang ditanya guru si
niktik wari kapan hari baik untuk itu. Biasanya dilakukan pada nggara sepuluh atau beras
pati atau cukra dua puluh.
Semalam sebelum mengket rumah, maka diadakan acara ngosei tekang. Pada malam
itu guru si meteh gerek-gereken tidur didalam rumah tersebut. Ada kalanya yang tidur disitu
adalah anak beru. Pada malam hari benangun rumah dan tunjuk langit iosei dengan uis adat.
Dan pada jam 6 (enam) pagi pemilik rumah dan keluarga terdekatnya berkumpul pada tempat
tertentu untuk berangkat menuju rumah baru. Ada kalanya barisan paling depan adalah yang
membawa batu penggilingen ( yang membawa sebuah batu berbentuk pipih di letakkan di
Universitas Sumatera Utara
atas kepala) dan anak batunya. Setelah acara tersebut selesai maka di lanjutkan dengan
memainkan gendang lima sendalanen.
3.1.4.1 Gendang Mengket Rumah
Bentuk gendang dalam pesta mengket rumah ada dua, yaitu:
a. Gendang sintua, Gendang sintua dilakukan di kesaint atau sekarang jambur. Adapun urutan
menari dalam gendang sintua yaitu sebagai berikut:
1. Menari pande, guru dan sierjabaten
2. Menari sukut (pemilik rumah)
3. Menari sembuyak
4. Menari senina/sipemeren/siparibanen/sipengalon/sindalanen
5. Menari kalimbubu taneh
6. Menari kalimbubu bena-bena
7. Menari kalimbubu si mada dareh
8. Menari kalimbubu si erkimbang
9. Menari puang kalimbubu
10. Menari anak beru dan yang terakhir,
11. Menari serayaan
b. Gendang Rumah, bila pesta mengket rumah diadakan di rumah tersebut, maka urutan menari
adalah sebagai berikut
1.
Gendang sukut, disini yang menari adalah sukut, sembuyak, senina sipemeren, siparibanen,
dan sendalanen.
2.
Kemudian di lanjutkan dengan gendang lima puluh kurang dua (50-2) atau gendang ngerencit
atau ngeraksami. Selesai gendang lima puluh kurang dua (50-2), baru gendang adat
diteruskan kembali. Gendang lima puluh kurang dua di gunakan untuk menyatukan semua
Universitas Sumatera Utara
roh-roh yang ada didalam rumah tersebut, karena dianggap semua kayu yang sudah di
pasangkan menjadi rumh tersebut memiliki roh-roh yang berbeda.
3.
Gendang kalimbubu, disini yang menari adalah kalimbubu si erkimbang, kalimbubu si mada
dareh, kalimbubu tua dan kalimbubu iperdemui.
4.
Gendang puang kalimbubu
5.
Gendang anak beru, disini yang menari adalah anak beru tua, anak beru cekuh baka, anak
beru dareh, anak beru angkip dan yang terakhir menari adalah anak beru menteri.
Pada malam pesta mengket rumah, biasanya diadakan upacara perumah begu, yaitu
memanggil roh-roh leluhur melalui mediator guru sibaso dan lagu yang dibawakan biasanya
adalah lagu peselukken atau lagu perang-perang.
3.1.5
Upacara Erpangir Kulau
Erpangir berasal dari kata pangir, yang berarti langir. Oleh sebab itu erpangir, artinya
adalah erlangir. Pada tulisan ini penulis tidak membahas pengertian berlangir dalam keadaan
biasa, misalnya: seperti menyampo rambut. Akan tetapi erpangir dalam arti upacara religius
menurut kepercayaan tradisional Karo.
Berbeda dengan agama-agama modern, dimana sudah diatur secara tegas upacara
ibadahnya. Penganut kepercayan tradisional suku Karo tidak mengenal kewajiban demikian.
Mereka hanya mengadakan upacara religi ini apabila diperlukan saja. Misalnya pada waktu
mendapat nasib baik, ditimpa kemalangan, kelahiran, perkawinan dan lain-lainnya. Jadi
erpangirrr adalah suatu upacara religius berdasarkan kepercayaan tradisional karo ( pemena),
dimana seseorang atau keluarga tertentu melakukan upacara erlangir dengan/tanpa bantuan
dari guru.
3.1.5.1 Jenis-jenis Pangir
Universitas Sumatera Utara
Pangir menurut bobotnya dapat dibagi atas :
a. Pangir selamsam, Pangir selamsam adalah suatu pangir yang paling kecil bobotnya.
Dimana peralatannya hanya terdiri dari : sebuah jeruk purut, baja (getah kayu besi),
minyak kelapa, dan sebuah mangkuk putih tempat untuk erpangir.
b. Pangir sintengah, pangir ini terdiri dari penguras (ramuan air kelapa, jeruk purut,
baja, minyak kelapa dan jera), empat jenis jeruk tetapi jeruk purut (rimo mukur) harus
ada, dilakukan di sungai yang alirannya membelah dua menjadi dua aliran dan
memakai pertolongan guru.
c. Pangir mbelin (agung), pangir mbelin memerlukan peralatan seperti penguras, tujuh
jenis jeruk (jeruk purut harus ada, wajan (belanga) sebagai tempat erpangir dan
dilakukan di lau sirang (sungai yang membelah dua). Pangir ini di letakkan di atas
sagak (corong bambu) dan di pinggirnya dihiasi janur kuning (lambe), pada erpangir
ini lah di pergunakan alat musik Karo dan lagu-lagu yang digunakan adalah perang
empat kali (alep empat kali), gendang peselukken, gendang pemindon guru
(permintaan guru), gendang adat (gendang perang-perang, simalungen rayat) dan lagu
yang terakhir gendang pendungi (kalau diadakan pemuang-pemuang).
3.2 Perubahan Alat Musik Dalam Kesenian Tradisional Karo
Terakhir ini sudah terlihat perubahan alat musik tradisional Karo yang cukup signifikan.
Perubahan yang paling nyata dapat dilihat adalah perubahan pemakaian alat musik Karo
dalam upacara adat. Terjadinya perubahan alat musik dalam kesenian tradisional karo
memiliki proses dan tahapan-tahapan tertentu.
3.2.1
Gendang lima sendalanen dan kulcapi di dalam guro-guro aron
Pada awalnya kulcapi dan sarune digunakan pada ensambel yang berbeda. Sarune
digunakan pada gendang lima sendalanen dan kulcapi di pergunakan dalam ensambel
Universitas Sumatera Utara
gendang telu sendalanen. Pada tahun 1980 sudah terjadi perubahan yaitu penambahan
kulcapi dalam ensambel gendang lima sendalanen di dalam upacara gendang guro-guro aron
yang dilakukan oleh musisi tradisional Karo yang bernama Jasa Tarigan.
Selanjutnya, dengan kemampuan dan kreativitas yang dimilikinya, Jasa Tarigan
menggabungkan instrumen Kulcapi dengan Gendang Lima Sendalanen dalam konteks
Gendang guro-guro aron. Dalam hal ini Kulcapi dimainkan secara bergantian dengan Sarune
sebagai alat musik pembawa melodi. Pergantian alat musik ini juga tidak bersifat permanen
dalam satu pertunjukan Gendang guro-guro aron, karena dalam setiap pertunjukannya, kedua
instrumen tersebut tetap akan dibawa dan penggunaannya dimainkan secara berganti-gantian
dalam membawakan melodi lagu.
Dengan digunakannya Kulcapi sebagai pembawa melodi dalam Gendang Lima
Sendalanen, maka konsep atau terminologi Gendang Lima Sendalanen sebagai suatu
ensambel musik tradisional Karo menjadi rancu, karena di depan telah dijelaskan bahwa
Gendang Lima Sendalanen terdiri dari instrumen: Sarune, Gendang singanaki, Gendang
singindungi, Penganak dan Gung, sementara Kulcapi memiliki ensembel dan konteks
tersendiri, yaitu Gendang telu sendalanen dan konteksnya adalah Erpangir ku lau. Agar lebih
memudahkan penulisan, dalam tulisan ini penulis menggunakan istilah Gendang Lima
Sendalanen Plus Kulcapi untuk menyebutkan percampuran antara Kulcapi dengan Gendang
singanaki, gendang singindungi, Penganak dan Gung (Gendang Lima Sendalanen). Artinya,
secara ensambel tetap merupakan ensambel Gendang Lima Sendalanen sementara Kulcapi
hanya sebagai tambahan instrumen. Kemudian, sekitar tahun 1970an, sebelum Kulcapi
digabungkan dengan Gendang Lima Sendalanen dalam konteks Gendang guro-guro aron,
lagu-lagu diluar lagu tradisi Karo sudah mulai digunakan, seperti lagu: Seringgit si dua
Kupang, Mak Inang (lagu tradisi melayu) dan lain-lain. Selanjutnya ketika Gendang Lima
Sendalanen Plus Kulcapi hadir dan memainkan lagu-lagu tersebut, orang-orang yang
Universitas Sumatera Utara
mendengar merasa lebih senang. Selain itu lagu-lagu pop daerah Karo yang biasanya
dimainkan group band Karo, juga dapat dimainkan dengan baik menggunakan Kulcapi
sebagai pembawa melodi. Secara tidak langsung penggunaan Kulcapi tersebut mendapat
perhatian lebih dari masyarakat Karo, khususnya kalangan muda-mudi. Oleh karena itu,
Gendang guro-guro aron dengan iringan Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi menjadi
semakin sering dipertunjukkan oleh masyarakat Karo, dari kelompok singuda-nguda dan
anak perana yang berada di pedesaan, sampai anak perana singuda-nguda yang berada di kota
Medan.
Di sisi lain, peran Sarune dan Kulcapi (dalam Gendang Lima Sendalanen Plus
Kulcapi) dalam membawakan melodi lagu (komposisi) tradisional Karo merupakan suatu
fenomena baru, hal itu disebabkan antara lain karena kedua alat tersebut memiliki karakter
yang berbeda, Sarune adalah alat tiup sementara Kulcapi alat musik petik. Sarune tidak dapat
di-tuning tinggi rendah nadanya, sementara Kulcapi dapat dengan mudah di-tuning, oleh
karena itu secara tidak langsung hal itu menyebabkan keterbatasan Sarune dalam
membawakan lagu-lagu pop Karo dibandingkan Kulcapi.
3.2.2
Gendang keyboard dengan ensambel gendang lima sendalanen plus
kulcapi
Setelah lebih kurang sepuluh tahun (1980-1990) Gendang Lima Sendalanen Plus
Kulcapi digunakan sebagai ensambel yang umum dalam Gendang guro-guro aron, di awal
tahun 1991 Jasa Tarigan kembali melakukan eksperimen pada musik pengiring Gendang
guro-guro aron, Ia menghadirkan alat musik Keyboard dan dimainkan secara bersama-sama
dengan Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi dalam setiap pertunjukannya. Berbeda
dengan Kulcapi yang secara langsung digunakan secara berganti-ganti dengan sarune
sebagai pembawa melodi lagu, di sini Keyboard pada hanya dimanfaatkan sebagai alat musik
tambahan (musik pengiring) melalui bunyi-bunyi perkusif (ritmis) pada bagian akhir
Universitas Sumatera Utara
komposisi Gendang salih yang dimainkan Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi. Bunyibunyi ritmis yang dimunculkan melalui alat musik Keyboard ini hanya pada saat tertentu saja
dalam keseluruhan bagian Gendang salih tersebut. Pola-pola ritem yang dimainkan melalui
tombol Drum pad yang terdapat pada keyboard sama dengan pola ritem yang dimainkan Jasa
Tarigan melalui resonator Kulcapi atau box Kulcapi sebelumnya. Jadi, pada awalnya
Keyboard seolah-olah digunakan untuk menggantikan efek-efek bunyi ritem yang yang
dimainkan Jasa Tarigan tersebut.
Semakin lama, peranan Keyboard dalam gabungannya dengan Gendang Lima
Sendalanen semakin menonjol atau dominan. Jika pada awalnya Keyboard mulai dimainkan
pada setiap bagian Gendang salih (bergabung dengan Gendang Lima Sendalanen yang
mengiringi dari awal sampai akhir), belakangan mulai dimainkan secara bersama dari awal
sampai akhir komposisi musik. Pemain Keyboard mulai memainkan melodi lagu, yang mana
peran tersebut biasanya dilakukan oleh pemain Sarune atau Kulcapi. Dengan demikian
peranan pemain Sarune mulai berkurang karena sudah bisa digantikan Keyboard. Ketika
Keyboard sudah digunakan sebagai pembawa melodi dan sekaligus juga sebagai pengiring
irama musik, maka lagu-lagu populer Indonesia (non lagu Karo) mulai dimainkan dalam
mengiringi tarian Karo. Lagu Kopi Dangdut, Hujan Di malam Minggu, Rindu, dan berbagai
lagu terkenal lainnya sering dimainkan Keyboard dalam mengiringi tarian dalam konteks
Gendang guro-guro aron. Kadang-kadang, lagu-lagu Indonesia populer tersebut juga
sekaligus dinyanyikan oleh Perkolong-kolong.
3.2.3
Gendang keyboard dalam upacara adat Karo
Lahirnya Gendang Keyboard dalam kebudayaan masyarakat Karo mengakibatkan
perubahan alat musik pengiring di dalam upacara adat masyarakat Karo. Dahulunya gendang
lima sendalanen yang mengiringi upacara pernikahan, nurun-nurun, dan gendang guro- guro
Universitas Sumatera Utara
aron sudah di alih fungsikan ke keyboard Karo. Karena di dalam keyboard Karo sudah ada
program yang mewakili keseluruhan alat musik tersebut. Dilihat dari fenomena di atas
keberadaan pemain gendang lima sendalanen dan gendang telu sendalanen semakin
tersingkirkan oleh keyboard. Dan pada akhir-akhir ini sudah mulai terjadi perubahan di dalam
gendang lima sendalanen dalam mengiringi upacara nurun-nurun kalak mate (upacara
pemakaman). Dimana dahulunya gendang lima sendalanen lengkap untuk mengiringi upacara
adat tersebut, lengkap dalam arti terdiri atas gung, penganak, gendang singanaki, gendang
singindungi dan sarune. Dan sekarang sudah berubah menjadi keyboard dan sarune, dimana
sarune sebagai pembawa melodi dan keyboard sebagai pembawa ritem, rytem dalam arti pola
rytem tradisional karo yang sudah di program ke keyboard. Perubahan juga terjadi dalam
upacara yang di iringi, dahulunya upacara yang di iringi adalah gendang guro-guro aron,
pernikahan, dan upacara nurun-nurun. Tetapi sekarang gendang lima sedalanen juga sudah
mengiringi dalam ibadah kebaktian natal di dalam gereja terutama gereja GBKP dan sebagian
gereja Khatolik di daerah Medan dan Tanah Karo. Lagu-lagu yang dibawakan adalah lagulagu gereja seperti siberitaken berita simeriah, senang ukurku jumpa ras yesus dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
DESKRIPSI TEKNIK PERMAINAN SARUNE KARO
4.1 Struktur Sarune
Sarune adalah jenis alat musik tiup berlidah ganda (doble reed), Sarune memakai lidah
sebagai penggetar udara untuk menghasilkan bunyi. Alat musik ini termasuk keluarga
aerophone, yang sumber bunyinya berasal dari udara yang ditiupkan ke dalam alat musik itu
sendiri. Sarune Karo biasanya terbuat dari kayu selantam dan sarune Karo terdiri dari lima
bagian yang dapat dilepas,
1. Anak-anak sarune, terbuat dari daun kelapa dan embulu-mbulu (pipa kecil yang terbuat
dari pemutar jam tangan) yang berdiameter 1mm dan panjang 3-4 mm. Cara
pembuatannya yaitu dengan mengambil daun kelapa yang sudah tua dan kering dan daun
dibentuk triangel sebanyak dua lembar, salah satu sudut dari kedua lembaran daun yang
sudah dibentuk diikatkan pada embulu-embulu dan fungsi anak sarune ini adalah
penggetar utama untuk menghasilkan bunyi dari sarune tersebut.
2. Tongkeh sarune, bagian ini berguna untuk menghubungkan anak-anak sarune. Biasanya
dibuat dari timah, panjangnya sama dengan jarak antara satu lobang nada dengan nada
yang lain pada lobang sarune.
3. Ampang-ampang sarune, bagian ini ditempatkan pada tongkeh sarune yang berguna
untuk penumpang bibir pada saat meniup sarune. Bentuknya melingkar dengan diamter 3
cm dan ketebalan 2 mm. dibuat dari bahan tulang (hewan), tempurung, atau perak.
4. Batang sarune, bagian ini adalah tempat lobang nada sarune, bentuknya konis baik
bagian dalam maupun luar. Sarune mempunyai delapan buah lobang nada. Tujuh di sisi
Universitas Sumatera Utara
atas dan satu di belakang. Jarak antara tiap-tiap lobang nada adalah 2 cm, dan jarak
lubang bagian belakang ke lempengan 5,6cm.
5. Gundal sarune, letaknya pada bagian bawah batang sarune. Gundal sarune terbuat dari
bahan yang sama dengan batang sarune. Bentuk bagian dalamnya barel, sedangkan
bentuk bagian luarnya konis. Ukuran panjang gundal sarune tergantung panjang batang
sarune.
Gambar 4.1: Anak sarune (kiri), Ampang-ampang sarune (sebelah kanan anak sarune berwarna hitam dan
putih), Batang dan Gundal sarune (bagian paling atas gambar) dan Tongkeh sarune (terletak di bawah gundal
dan batang sarune).
4.2
Proses Belajar Memainkan Sarune
Sierjabaten adalah sebutan umum bagi pemain musik Karo dan penarune adalah
sebutan khusus bagi pemain sarune Karo. Untuk memainkan Sarune Karo banyak tahapan
yang harus dilakukan. Seperti penuturan dari bapak Mbantu Ginting dan Anto sembiring
(penarune Karo), untuk menjadi seorang penarune dulunya dia harus mengikuti gurunya ke
ladang, ikut membajak sawah dan mengikuti kegiatan sehari-hari sang guru tersebut. Dan
untuk dapat meengiringi di dalam upacara adat si pemain musik harus melewati beberapa
tahapan, mulai dari bermain gung dan penganak selanjutnya memainkan gendang singanaki
setelah itu memainkan gendang singindungi, setelah semua tahapan dapat di lakukan baru
Universitas Sumatera Utara
bisa memainkan sarune Karo di dalam mengiringi upacara adat. Tapi sekarang tidak lagi
seperti aturan diatas, seseorang dapat saja bermain sarune dan mengiringi upacara adat
apabila dia sudah mahir memainkannya.
Sesuai wawancara dengan penarune Mbantu Ginting, Anto Sembiring dan Raja
Hemat Karo sekali tahapan pertama yang harus dilakukan sebelum memainkan sarune adalah
dengan cara melihat permainan sarune, mendengarkan permainan sarune, menghafalkan
bunyi sarune, lalu kemudian menirukan apa yang dilihat,didengarkan, dan dihafalkan. Tetapi
menurut beliau sebelum memainkan sarune, orang yang ingin belajar dan ingin mendapatkan
hasil yang maksimal harus melalui proses, proses pertama yang harus dipelajari adalah teknik
meniup pulunama.
Pulunama, yang berarti nafas yang berulang. Pulunama adalah teknik memainkan
sarune Karo dengan cara menghirup udara melalui rongga hidung dan memasukkan udara ke
rongga perut (diafragma), lalu mengeluarkan udara tersebut dengan tekanan tiupan dari
mulut. Pada saat meniup, kedua pipi cenderung selalu dipertahankan menggelembung
terutama pada saat porsi udara terakhir yang dihirup sedang dikeluarkan dari paru-paru
menuju rongga mulut kemudian pada saat udara dihirup masuk melalui hidung, cadangan
udara yang tersimpan pada kedua rongga pipi ditiupkan kedalam sarune sampai dapat
mengisinya kembali dengan pasokan udara yang baru dihirup.
Untuk latihan pulunama, seorang yang ingin belajar sarune dapat melakukan latihan
di gelas yang berisi air dan menggunakan pipet sebagai alat untuk meniup air tersebut. Air
ditiup menggunakan pipet menghasilkan gelembung-gelembung kecil dan gelembung yang
dihasilkan harus stabil dan tidak boleh berhenti. Cara lain juga dapat dilakukan yaitu dengan
menggunakan sarune karo secara langsung. Tiup sarune karo dengan nada yang tidak pernah
putus dan volume suara sarune tersebut harus tetap stabil.
Universitas Sumatera Utara
4.3
Posisi dan Penjarian Dalam Memainkan Sarune Karo
Posisi memainkan sarune adalah dengan duduk bersila dan agak membungkuk,
dengan kedua tangan dan jari-jari berfungsi untuk menutup dan membuka lobang-lobang
nada pada badan sarune. Posisi jari tangan kanan menekan lubang jari dibagian belakang
dengan ibu jari, dan posisi tangan kiri menekan lubang jari dibagian depan bila dilihat dari
arah depan. Ketujuh lubang suara pada sarune ditutup dengan jari tangan dan satu lobang
nada dibiarkan tetap terbuka. Lobang 2 ditutup dengan jari manis tangan kiri, lobang 3
ditutup dengan jari tengah tangan kiri, lobang 4 ditutup dengan jari telunjuk tangan kiri.
Lobang ke 5 ditutup dengan jari manis tangan kanan, Lobang ke 6 ditutup dengan jari
telunjuk tangan kanan, lobang ke 7 ditutup dengan jari telunjuk tangan kanan, lobang ke 8
ditutup menggunakan ibu jari tangan kanan. Penggunaan tangan kanan dan tangan kiri pada
sarune tidak menjadi aturan yang baku, ada beberapa pemain sarune yang memainkan
dengan posisi sebaliknya yakni tangan kiri diatas dan tangan kanan di bawah.
Lobang 7
Lobang 8
Lobang 6
Lobang 5
Lobang 4
Lobang 3
Lobang 2
Lobang 1
Gambar 4.2: Tampilan depan sarune dan tampilan belakang
(sumber dok: Egi Sinulingga)
Universitas Sumatera Utara
4.3.1
Penjarian Sarune Karo bagian I
Sarune Karo memiliki memiliki penjarian untuk menghasilkan nada-nada pada sarune
Karo dan sebelum kita membahas tentang penjarian sarune Karo, kita harus mengetahui
bahwa sarune Karo memiliki nada dasar yang berbeda-beda. Tinggi rendahnya nada pada
sarune ditentukan oleh besar dan panjangnya dari ukuran sarune dan berikutlah penjelasan
tentang penjarian pada sarune Karo tersebut:
a) Pertama-tama kita menutup ketujuh lobang nada dan membiarkan satu lobang nada
yang berada di dekat gundal sarune tetap terbuka dan posisi gundal sarune menempel
pada kaki si pemain. Setelah kitra menutup ketujuh lobang nada dan kita tiup maka
nada yang dihasilkan adalah nada B, dan posisi pemain seperti gambar dibawah.
Gambar 4.3: Posisi Jari pada nada B (Sumber Dok: Egi Sinulingga).
b) Untuk menghasilkan nada C maka kita harus membuka lobang yang ke tiga dengan
jari manis tangan kanan dan membiarkan dua lobang nada bagian bawah tetap terbuka.
Disini posisi jari tangan saya, jari tangan kanan menutup lobang nada bagian bawah
dan jari tangan kiri saya menutup lobang nada bagian atas.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.4 Posisi jari pada nada C (Sumber dok: Egi sinulingga).
c) Untuk menghasilkan nada D kita harus membuka lobang 1,2 dan 3 serta gundal sarune
sedikit diangkat keatas ataupun tidak menempel pada kaki si pemain sarune tersebut,
disini lah diperlukan teknik tonggum.
Gambar 4.5 Posisi jari pada nada D (Sumber dok: Egi Sinulingga).
d) Untuk menghasilkan nada E, sipemain sarune tetap membuka lobang 1,2 dan 3 tetapi
gundal sarune kembali menempel pada kaki sipemain.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.6: Posisi jari pada nada E (Sumber Dok: Egi Sinulingga).
e) Untuk menghasilkan nada Fis, sipemain sarune membuka lobang 1,2,3,dan 4 tetapi
gundal sarune sudah diangkat keatas ataupun tidak menempel pada kaki si pemain.
Gambar 4.7: Penjarian Sarune nada Fis ( Sumber Dok: Egi Sinulingga).
f) Untuk menghasilkan nada G si pemain sarune harus membuka jari manis tangan kiri
atau pun lobang nada yang ke 5 (lima). Disini posisi jari tangan kanan pemain berada
pada lobang nada bagian bawah dan jari tangan kiri berada pada lobang nada bagian
atas, serta gundal sarune sudah terbuka.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.8: Posisi Jari pada nada G (Sumber Dok: Egi Sinulingga).
g) Nada A dihasilkan dengan cara membuka jari tengah tangan kiri ataupun lobang nada
ke 6 (enam) dan gundal sarune tidak menempel pada kaki si pemain dan lobang
corong yang ada pada gundal sarune dibiarkan tetap terbuka.
Gambar 4.9: Posisi jari pada nada A (Sumber Dok: Egi Sinulingga).
h) Nada B oktaf dihasilkan dengan cara membuka induk jari tangan kiri ataupun lobang
yang ke 8 (delapan) dan menutup lobang nada ke 7 (tujuh) dengan jari telunjuk tangan
kiri serta lobang corong yang ada di gundal sarune dibiarkan tetap terbuka.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.10: Posisi jari pada nada B oktaf ( Sumber Dok: Egi Sinulingga).
i) Nada C oktaf dihasilkan dengan cara membuka jari telunjuk tangan kiri ataupun
lobang nada ke 7 (tujuh) serta menutup lobang nada ke 6 (enam) dengan jari tengah
tangan kiri serta lobang corong yang ada di gundal sarune dibiarkan tetap terbuka.
Gambar 4.11: Posisi jari pada nada C oktaf ( Sumber Dok: Egi Sinulingga).
Keterangan diatas adalah posisi jari tangan untuk menghasilkan nada-nada pada
sarune Karo. Dan perlu saya jelaskan bahwa sebelum melakukan keterangan diatas si
pemain sarune mestinya sudah pada posisi duduk bersila dan jangan lupa meniup sarune
dengan nafas yang teratur. Tangga nada diatas biasanya digunakan sarune pada saat lagu
Universitas Sumatera Utara
bernada minor seperti odak-odak, piso surit dan lagu roti manis.
4.3.2 Penjarian Sarune Karo bagian II
Berikut adalah penjelasan tentang posisi jari dan bunyi nada yang dihasilkan oleh
setiap lobang nada pada sarune Karo.
a.
Pertama-tama si pemain sarune harus menutup 7 (tujuh) lobang nada pada sarune dan
membuka satu lobang nada yang terletak di dekat gundal sarune serta posisi gundal
sarune terbuka setengah dan nada yang dihasilkan adalah nada B.
Gambar 4.12: Posisi jari pada nada B (Sumber dok.Egi Sinulingga)
b. Selanjutnya si pemain sarune harus meniup sarune dan membuka lobang ketiga dan
membuka lobang nada pertama dan kedua dan gundal sarune terbuka setengah dan
nada yang dihasilkan adalah nada Cis.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.13: Posisi jari pada nada Cis (Sumber dok. Egi Sinulingga)
c. Selanjutnya pemain sarune meniup sarune dan membuka lobang sarune 1, 2, dan 3
serta lobang corong sarune yang terletak pada gundal sarune terbuka setengah dan
nada yang dihasilkan adalah nada Dis.
Gambar 4.14: Posisi jari pada nada Dis (Sumber Dok. Egi Sinulingga)
d. Selanjutnya maka si pemain sarune meniup sarune serta membuka lobang nada yang
ke 1, 2, 3 dan ke 4 dan lobang corong pada sarune ditutupkan ke kaki tetapi lobang
corong pada gundal sarune terbuka setengah maka nada yang dihasilkan adalah nada
E.
Gambar 4.15: Penjarian nada E (Sumber dok. Egi Sinulingga).
Universitas Sumatera Utara
e. Selanjutnya si pemain sarune meniup sarune dan membuka lobang nada ke 1, 2, 3
dan 4 serta corong sarune ditutupkan ke kaki pemain sarune dan nada yang dihasilkan
adalah nada Fis.
Gambar 4.16 Posisi jari pada nada fis (Sumber dok.Egi Sinulingga).
f. Selanjutnya pemain sarune meniup dan membuka lobang nada ke 1, 4 dan 5 dan
menutup lobang nada yang lainnya dengan menggunakan jari tangan kiri dan jari
tangan kanan, begitu juga dengan lobang corong sarune yang ada pada gundal sarune
di tempelkan ke kaki pemain sarune maka nada yang dihasilkan adalah nada Gis.
Gambar 4.17: Penjarian Nada Gis (Sumber dok. Egi Sinulingga)
Universitas Sumatera Utara
g. Setelah itu pemain sarune meniup dan membuka lobang nada ke 1, 4, 5, dan 6 serta
menutup lobang nada ke 2, 3, 7 dan 8. Gundal sarune di tempelkan ke kaki pemain
sarune dan nada yang dihasilkan adalah nada A.
Gambar 4.18: Penjarian Sarune Nada A (Sumber dok. Egi Sinulingga).
h. Selanjutnya maka si pemain sarune meniup dan membuka lobang nada ke 1, 2, 3, 4,
5, dan 6 serta menutup lobang nada ke 7 dan 8. Posisi gundal sarune sudah terbuka
atau tidak di tempelkan lagi ke kaki pemain sarune dan nada yang dihasilkannya
adalah nada B.
Gambar 4.19: Penjarian Sarune nada B (Sumber.dok: Egi Sinulingga)
Universitas Sumatera Utara
i. Selanjutnya si pemain sarune meniup sarune serta membuka lobang nada bagian
bawah sarune dan lobang yang lainnya, hanya lobang nada ke 7 ditutup menggunakan
jari telunjuk tangan kiri serta lobang corong pada gundal sarune sudah terbuka
ataupun tidak ditempelkan ke kaki pemain sarune dan nada yang dihasilkan adalah
nada Cis oktaf.
Gambar 4.20: Penjarian nada Cis oktaf (Sumber Egi Sinulingga).
Posisi jari I biasanya digunakan untuk lagu bersifat njungut-njunguti. Njungutnjunguti adalah ende-ende bersifat minor ataupun tangga nada bersifat minor dan Posisi jari
II biasanya digunakan untuk lagu bersifat ndendengi. Ndendengi adalah ende-ende besifat
Mayor ataupun tangga nada bersifat mayor.
4.4
Teknik Memainkan Sarune Karo
Dari wawancara yang penulis dapatkan dari informan ada beberapa teknik permainan
sarune Karo.
4.4.1
Pulunama
Pulunama ataupun didalam bahasa etnomusikologinya disebut circular breathing
adalah sebuah teknik dalam bermain sarune Karo, yaitu teknik meniup yang berarti teknik
pernafasan yang berulang. Teknik ini mengharuskan meniup sarune dilakukan sambil
menarik nafas secara bolak-balik tanpa menghentikan bunyi sarune. Prinsip dasarnya ialah
Universitas Sumatera Utara
menghirup udara melalui rongga hidung dan memasukkan udara tersebut ke dalam rongga
perut (diafragma), lalu mengeluarkan udara tersebut dengan tiupan dari mulut.
4.4.2
Rengget
Rengget merupakan suatu ciri khas kebudayaan musik karo. Rengget biasanya di
gunakan pada akhir pemenggalan kalimat didalam suatu lagu yang merupakan sejenis nada
melismatis yang sering digunakan dalam lagu karo. Didalam musik Karo rengget tidak hanya
digunakan pada musik vocal saja tetapi juga digunakan dalam alat musik Karo yang
berfungsi sebagai pembawa melodi baik itu sarune, kulcapi, belobat, dan surdam. Tetapi
dalam hal ini penulis hanya membahas tentang rengget didalam sarune Karo.
Didalam sarune Karo rengget merupakan sebuah teknik permainan sarune dalam
penyajian sebuah lagu Karo, dan rengget pada sarune selalu menggunakan dua atau tiga nada
yang diulang. Rengget dalam sarune bisa dikatakan adalah sebagai kategori improvisasi dari
seorang penarune. Berikut adalah contoh rengget pada sarune:
4.4.3
Teknik Tonggum
Didalam bermain sarune Karo ada suatu
teknik yaitu disebut dengan tonggum.
Tonggum berfungsi sebagai menaikkan satu atau setengah laras nada pada sarune. Cara
memainkan tonggum tersebut adalah dengan mengangkat setengah atau sepenuhnya lobang
corong pada sarune, lobang corong yang dimaksud adalah lobang bagian kepala sarune
ataupun sering disebut dengan gundal sarune. Didalam memainkan teknik tonggum, nada
yang sering dihasilkan adalah nada sel dan nada sol.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.21: Tonggum (Sumber Dok : Egi Sinulingga)
4.4.4
Teknik dilah-dilahi
Dilah-dilahi yaitu teknik memainkan sarune dengan cara menyentuhkan lidah ke anak sarune
untuk menghasilkan efek bunyi yang pendek-pendek. Jika pada alat musik tiup kayu modern
teknik ini digunakan untuk permainan staccato. Pada sarune teknik ini diterapkan untuk
menghasilkan tekanan pada nada-nada atau pada melodi yang terputus-putus. Dilah dalam
bahasa Karo berarti lidah.
4.5 Analisis Melodi
Odak-odak pada sarune
Universitas Sumatera Utara
4.5.1
Tangga Nada
Mendeskripsikan tangga nada menurut Malm adalah menyusun semua nada yang
dipakai dalam melodi lagu odak-odak. Maka, dengan ini penulis akan menyusun nada-nada
yang terdapat dalam melodi lagu tersebut mulai dari nada terendah hingga nada tertinggi,
termasuk juga nada-nada oktaf.
Tangga nada odak-odak
B
C
E
Fis
G
A
B
C
Dari hasil analisa pada tangga nada lagu odak-odak , maka diperoleh kesimpulan lagu
odak-odak menggunakan 8 nada, yang terdiri atas B-C-E-Fis-G-A-B-C.
Universitas Sumatera Utara
4.5.2
Nada Dasar
Nada dasar pada sebuah lagu/musik sangatlah berperan penting. Nettl (1964:147)
mengemukakan tentang metode atau pendekatan dalam menemukan nada dasar pada sebuah
lagu/musik. Ada enam yang diusulkan menjadi perhatian penting, yaitu:
a. Melihat nada mana yang sering dipakai
b. Melihat nada mana yang memiliki ritmis (harga ritmis) yang besar
c. Melihat nada awal atau akhir suatu komposisi yang dianggap mempunyai fungsi
penting dalam penentuan tonalitas (nada dasar).
d. Nada paling rendah atau posisi tepat ditengah-tengah dianggap penting
e. Adanya tekanan ritmis sebagai patokan
f. Pengenalan yang akrab dengan gaya musik
Dari hasil analisis transkripsi lagu odak-odak diatas, khususnya tangga nada dan jumlah nada
digunakan penulis sebagai acuan untuk menjawab ketujuh pendekatan untuk menemukan
nada dasar pada sebuah repotoar/lagu sehingga dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a. Nada yang sering dipakai untuk lagu odak-odak adalah nada E
b. Nada yang memiliki ritmis pada lagu odak-odak adalah nada B
c. Nada awal komposisi pada lagu odak-odak adalah nada B dan nada akhirnya adalah
nada E
d. Nada yang paling rendah pada lagu odak-odak adalah nada B dan nada tengah adalah
nada G
e. Nada yang memiliki tekanan ritmis pada lagu odak-odak adalah nada B
f. Pengenalan yang akrab dengan gaya musik pada lagu odak-odak adalah nada E
Dengan demikian disimpulkan lagu odak-odak memiliki nada dasar dari E minor, karena
nada-nada yang digunakan pada lagu odak-odak minor adalah E-B-G ( yaitu 3-6-1 dari
tangga nada E minor).
Universitas Sumatera Utara
4.5.3
Wilayah Nada (Range)
Metode untuk menentukan wilayah nada berdasarkan ambitus suara yang terdengar
secara alami, ditentukan oleh suara penghasil bunyi itu sendiri, yaitu dengan memperhatikan
nada paling rendah dan nada paling tinggi.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Ellis dalam Malm (1977:35) tentang
perhitungan frekuensi nada dengan menggunakan cent, yaitu nada-nada yang berjarak 1 laras
sama dengan 200 cent, dan nada-nada berjarak ½ laras sama dengan 100 cent.
Dengan melihat nada-nada yang telah ditranskripsikan, maka lagu odak-odak minor
memiliki wilayah nada dari nada B (terendah) dan C’ (nada paling tinggi) yang semuanya
berjarak 6 ½ lras atau sama dengan 1300 cent. Pada lagu odak-odak mayor memiliki wilayah
nada dari B (terendah) dan Gis (tertinggi) yang semuanya berjarak 4 laras atau sama dengan
800 cent. Untuk lebih jelas wilayah nada lagu odak-odak dapat dilihat dari garis para nada
dibawah ini:
Lagu Odak-odak
4.5.4
Jumlah Nada (Frequency of Note)
Netll (1964:146) menyatakan dalam mentranskripsikan modus lagu paling tidak
menyebut nada mana yang berfungsi sebagi nada dasar , nada-nada yang dianggap penting
dalam lagu tersebut, serta nada-nada pendamping lainnya. Lebih lanjut Netll mengatakan
bahwa gambaran tangga nada dan modus biasanya disampaikan lewat notasi (tangga nada)
yang ditulis diatas garis paranada dengan harga-harga yang menandai nada mana yang sering
digunakan dan yang tidak sering digunakan.
Universitas Sumatera Utara
Berikut jumlah nada-nada yang dipakai pada lagu odak-odak,
B
35
C
36
E
Fis
60
43
G
33
A
2
B’
54
C’
10
Dari gambar diatas dapat kita lihat bahwa jumlah nada B 35 buah nada, jumlah nada
C 36 buah nada, jumlah nada E 60 buah nada, jumlah nada Fis 43 buah nada, jumlah nada G
33 buah nada, jumlah nada A 2 buah nada, jumlah nada B’ 54 buah nada dan nada C’ 10 buah
nada. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa nada yang sering dipakai adalah nada E
dengan jumlah 60 buah nada dan nada yang paling sedikit digunakan adalah nada A dengan 2
buah nada.
4.5.5
Interval Nada
Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada berikutnya, naik maupun turun
(Manoff 1991 : 50). Pada suatu komposisi lagu interval adalah penggarapan melodi yang
dicapai melalui bangunan nada secara melangkah atau melompat, turun , maupun mendatar.
Manoff (1991:84) membuat pengukuran yang lebih akurat terhadap interval dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. Interval berkualitas mayor (M) bila dinaikkan setengah langkah, maka interval
tersebut akan berkualitas auqmented (Auq) dan jika diturunkan setengah langkah akan
berkualitas minor (m).
b. Interval berkualitas minor bila dinaikkan setengah langkah akan menjadi mayor dan
sebaliknya jika diturunkan setengah langkah akan menjadi diminished (dim).
Universitas Sumatera Utara
c.
Interval berkualitas perfect (P) bila dinaikkan setengah langkah akan menjadi interval
auqmented dan sebaliknya jika diturunkan setengah langkah akan menjadi interval
diminished.
Berikut ini akan penulis jelaskan beberapa contoh interval yang ada pada lagu Odak-odak
dari bar pertama ke bar ke dua.
Lagu Odak-odak
B-B
= 1P (Prime Perfect)
B-C
= 2m (Skunda Minor)
C-E
= 3M (Tets Mayor)
E-C
= 6m (Sekta Minor)
E-Fis = 2M (Skunda Mayor)
Fis-G = 2m (Skunda Minor)
G-Fis = 7m (Septime Minor)
Fis-E = 7M (Septime Mayor)
4.5.6
Pola kadens (Cadence Patterns)
Kadensa adalah nada akhir dari suatu bagian melodi lagu yang biasanya ditandai
dengan tanda istirahat. Pola kadensa dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: semi kadens
(half cadence) dan kadens penuh (full cadence). Semi kadens (half cadence) adalah suatu
bentuk istirahat yang tidak lengkap atau tidak selesai (complete) dan memberi kesan adanya
gerakan ritem yang lebih lanjut. Sedangkan kadens penuh (full cadence) adalah suatu bentuk
istirahat di akhir frasa yang terasa selesai (lengkap) sehingga pola kadensa seperti ini tidak
memberikan keinginan/ kesan untuk menambah gerakan ritem.
Berikut ini adalah pola kadensa yang terdapat pada lagu odak-odak.
Universitas Sumatera Utara
a. Pola kadensa odak-odak
1.
2.
3.
4.5.7
Formula Melodi (melodie fomula)
Dalam medeskripsikan formula melodik, ada tiga hal yang penting untuk dibahas,
yaitu bentuk, frasa, dan motif. Netll (1964:149-150) mengatakan bahwa bentuk adalah
hubungan diantara bagian-bagian dari sebuah komposisi, termasuk hubungan diantara unsurunsur melodis dan ritmis, atau dengan pemahaman sederhana, bentuk merupakan suatu aspek
yang menguraikan tentang organisasi musikal. Frasa adalah suatu unit dari melodi di dalam
komposisi. Sedangkan motif adalah ide melodi sebagai dasar pembentukan melodi. Bentuk
disimbolkan dengan huruf A, B, C, dan seterusnya, sedangkan frasa dituliskan ke dalam
angka-angka.
Ada beberapa jenis bentuk (form) menurut Malm (1976:8) antara lain :
a. Repetitive, yaitu bentuk nyanyian yang mengalami pengulangan.
b. Ireratif, yaitu suatu bentuk nyanyian yang menggunakan formula melodi yang kecil
dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan di dalam keseluruhan nyanyian
Universitas Sumatera Utara
c. Reverting, yaitu suatu bentuk nyanyian apabila di dalam nyanyian terjadi pengulangan
pada frase pertama setelah terjadi penyimpangan melodis.Namun pada lagu Odakodak tidak ditemukan bentuk (form) tersebut.
d. Strofic, yaitu bentuk nyanyian diulang dengan formalitas yang sama namun
menggunakan teks yang baru. Namun pada lagu odak-odak tidak ditemukan bentuk
tersebut.
e. Progressive, yaitu bentuk nyanyian selalu berubah dengan menggunakan materi
melodi yang selalu baru. Namun dalam lagu Odak-odak, bentuk (form) ini tidak ada,
karena bentuk melodinya mengalami pengulangan.
4.5.8
Kantur (Contour)
Kontur adalah garis atau melodi pada sebuah lagu (Malm 1964:8). Defenisi yang sama
kontur adalah alur melodi yang biasanya ditandai dengan menarik garis. Ada beberapa jenis
kontur yang dikemukakan oleh Malm (Malm dalam Jonson 2000: 76), antara lain:
a. Ascending, yaitu garis melodi yang sifatnnya naik dari nada rendah ke nada
yang lebih tinggi, seperti gambar :
b. Descending, yaitu garis melodi yang sifatnya turun dari nada yang tinggi ke
nada yang rendah, seperti gambar :
Lagu odak-odak
Universitas Sumatera Utara
c. Pendulous, yaitu garis melodi yang sifatnya melengkung dari nada yang rendah ke
nada yang tinggi, kemudian kembali ke nada yang rendah. Begitu juga sebaliknya,
seperti gambar :
d. Teracced, yaitu garis melodi yang sifatnya berjenjang seperti anak tangga dari nada
yang rendah ke nada yang lebih tinggi kemudian sejajar, seperti gambar:
Universitas Sumatera Utara
e. Statis, yaitu garis melodi yang sifatnya tetap atau apabila gerakan-gerakan intervalnya
terbatas, seperti gambar:
Universitas Sumatera Utara
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian dan pengkajian tentang teknik permainan Sarune Karo
dalam ensambel gendang lima sendalanen, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa
untuk memainkan sarune karo ada beberapa hal yang harus kita ketahui:
1. Kita harus mengetahui untuk menjadi seorang penarune didalam mengiringi suatu
upacara di dalam ensambel musik karo tidak lah mudah, banyak proses yang harus
dilalui. Mulai dari proses belajarnya hingga proses untuk mengiringi suatu
upacara adat. Didalam proses untuk mengiringi suatu upacara adat, seorang
penarune harus mampu terlebih dahulu memainkan gung dan penganak, setelah
mahir memainkan gung dan penganak maka dia di ijinkan memainkan gendang
singanaki. Setelah ketiga instrument telah mahir dimainkan, maka dia dipercayai
untuk memainkan sarune Karo tersebut untuk mengiringi upacara adat.
2. Seorang yang ingin belajar sarune terlebih dahulu harus mengenal bagian-bagian
yang terdapat pada sarune tersebut dan fungsi setiap lobang nada didalam sarune
tersebut.
3. Seorang yang ingin belajar sarune harus mampu menguasai teknik pulunama atau
circular breathing karena didalam teknik pulunama ini sanga
EKSISTENSI DAN PERKEMBANGAN PENGGUNAAN SARUNE DALAM
MASYARAKAT KARO
3.1
Penggunaan Sarune Karo
Sarune Karo merupakan alat musik tiup berklasifikasi double reed aerofon. Sarune
Karo berperan penting dalam kebudayaan musik Karo. Karena sarune Karo adalah pembawa
melodi tunggal di dalam ensambel gendang lima sendalanen didalam prosesi mengiringi
suatu upacara di dalam masyarakat Karo, baik itu upacara kematian, upacara pernikahan dan
pesta rakyat (gendang guro-guro aron).
Seorang yang mampu menguasai dan memainkan sarune Karo disebut sebagai
penarune. Untuk menjadi seorang penarune dulunya harus melalui beberapa tahapan didalam
memainkan alat musik Karo. Yang pertama dimainkan terlebih dahulu adalah Gung dan
penganak
Karo, setelah menguasai gung dan penganak maka dia baru di perbolehkan
memainkan gendang singanaki. Dan tahapan selanjutnya dia memainkan gendang
singindungi yang berfungsi sebagai pemberi improvisari rytem didalam permainan gendang
lima sendalanen. Setelah dia menguasai ke empat alat musik tersebut, maka dia sudah di
perbolehkan memainkan sarune karo di dalam mengiringi upacara adat.
Gendang lima sendalanen tidak pernah terlepas dari berbagai upacara adat karo, dan
berikut adalah berbagai upacara adat yang menggunakan gendang lima sendalanen sebagai
musik pengiring didalam berjalannya upacara adat tersebut.
3.1.1
Upacara pernikahan
3.1.1.1 Jenis-Jenis Pernikahan Suku Karo
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan status dari pihak yang nikah maka pernikahan dalam masyarakat karo
dapat dibagi yaitu
a. Gancih Abu, gancih abu adalah sebuah pernikahan bila seorang perempuan menikah dengan
seorang laki-laki menggantikan kedudukan saudaranya yang telah meninggal sebagai istri.
Hal ini biasanya terjadi untuk meneruskan hubungan kekeluargaan, melindungi kepentingan
anak yang telah dilahirkan pada pernikahan pertama dan menjaga keutuhan harta dari
pernikahan pertama.
b. Lako man, lako man adalah pernikahan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan
yang dahulunya adalah isteri abang kandungnya sendiri ataupun saudara dari ayahnya yang
dikarenakan abang atau saudara ayahnya tersebut meninggal dunia.
c. Piher Tendi, piher tendi adalah pernikahan seorang perempuan kepada seorang laki-laki yang
seharusnya adalah bengkilanya (bapak dari suaminya).
d. Petuturken, petuturken adalah perkawinan yang dilangsungkan antara seorang lelaki dengan
seorang perempuan, dimana mereka bukan rimpal ( ayah si perempuan bersaudara dengan ibu
si pria).
e. Erdemu Bayu, erdemu bayu adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan dimana ayah si perempuan bersaudara dengan ibu si laki-laki. Hubungan antara
mereka yang nikah dalam hal ini disebut rimpal.
3.1.1.2 Tahapan Pernikahan Suku Karo
Pernikahan adat Karo merupakan bagian dalam kehidupan orang Karo. Pernikahan
dalam adat Karo merupakan tradisi yang dilakukan turun-temurun dan dilakukan secara
sakral maka pernikahan didalam suku karo juga mempunyai beberapa tahapan.
3.1.1.2.1
Pesiapan kerja adat
a. Nangkih
Universitas Sumatera Utara
Disini si pemuda membawa kekasihnya ke rumahnya atau ke rumah anak berunya untuk
menyampaikan tujuan mereka berdua untuk melakukan pernikahan. Dan disini pihak anak
beru akan mengatur jadwal pertemuan bersama kalimbubunya.
b. Sitandan ras keluarga pekepar
Tahapan ini adalah tahapan perkenalan antara keluarga kedua belah pihak yang akan
melaksanakan upacara pernikahan, sekaligus menyampaikan kepada anak beru masingmasing untuk menentukan hari yang baik untuk pertemuan di rumah pihak kalimbubu yang
sering disebut dengan maba belo selambar.
c. Maba belo selambar
Dalam tahapan ini, keluarga dan calon pengantin laki-laki datang melamar calon
pengantin perempuan. Di saat ini pula, keluarga, calon pengantin, dan kalimbubu menentukan
tanggal nganting manuk.
d. Nganting Manuk
Dalam tahapan ini, para pelaksana pernikahan akan membicarakan tentang hutang adat
pada pesta pernikahan dan merencanakan hari yang baik untuk melangsungkan pernikahan.
Namun, hari pernikahan tidak boleh lebih 1 bulan sesudah melaksanakan tahapan ini.
3.1.1.2.2 Hari Pesta Adat
a. Kerja Adat
Tahap ini adalah pelaksanaan pernikahan adat kedua mempelai. Pelaksanaan tahap ini
biasanya dilakukan selama seharian penuh di kampung pihak perempuan. Dalam tahap ini,
para mempelai diwajibkan untuk landek (menari). Dan disini lah peran gendang lima
sendalanen untuk mengiringi proses perjalanan kerja adat tersebut. Sarune Karo berperan
Universitas Sumatera Utara
penting sebagai pembawa melodi untuk mengiringi tarian yang dilakukan oleh pihak
mempelai laki-laki dan pihak mempelai perempuan, tetapi akhir-akhir ini fungsi gendang
lima sendalanen sudah mulai di alih fungsikan oleh keyboard karo.
b. Persadan Tendi
Pelaksanaan tahapan ini dilakukan pada saat makan malam sesudah kerja adat bagi para
mempelai. Dalam pelaksaan tahap ini, para anak beru telah menyiapkan makanan bagi kedua
pengantin. Tujuannya adalah memberi semangat baru bagi kedua mempelai.
3.1.1.2.3
Sesudah Pesta Adat
a. Ngulihi Tudung
Ngulih tudung dilaksanakan setelah 2-4 hari setelah hari kerja adat berlalu. Orang tua pihak
laki-laki kembali datang ke rumah orang tua pihak perempuan. Orang tua pihak laki-laki
datang membawa lauk-pauk berisi ikan dan ayam.
b. Ertaktak
Pelaksanaan tahap ini dilakukan di rumah pihak kalimbubu (pihak perempuan) pada
waktu yang sudah ditentukan. Tahap ini biasanya seminggu setelah kerja adat. Pada tahap ini,
dibicarakanlah uang keluar saat pergelaraan kerja adat dilaksanakan.
3.1.2
Upacara Si mate-mate ( upacara pemakaman)
Berdasarkan status saat seseorang meninggal dunia
Cawir metua, dalam masyarakat Karo, meninggal dunia di usia lanjut dan semua
anaknya telah menikah, juga dihargai sebagai prestasi tersendiri yang disebut dengan cawir
metua. Kriteria cawir metua ini adalah bila semua anak-anak kandungnya sudah menikah dan
telah memenuhi seluruh kewajiban. Bila ada seseorang meninggal dalam kondisi cawir, maka
semua kerabat dari pihak kalimbubu nya (pihak mertua dari istri anak-anaknya yang laki-laki)
Universitas Sumatera Utara
harus menyediakan ose yaitu menyediakan perhiasan emas, kain serta pakaian yang indahindah (kain adat), untuk dikenakan oleh saudara laki-laki serta anak laki-laki beserta istri
serta janda almarhum (kalau yang meninggal dunia laki-laki). Perhiasan dan pakaian yang
indah ini, sebagai suatu tanda kehormatan dari pihak kalimbubunya kepada yang meninggal
(almarhum).
Perbedaan dengan jenis kematian yang lain, kematian cawir metua ini biasanya tidak
ditangisi, para kaum kerabat tidak menunjukkan kesedihan, bahkan malah sebaliknya bersuka
ria. Kematian seperti ini, dianggap mulia dan sangat dihargai. Acara pemakamannya disebut
dengan istilahnurun disertai dengan gendang (tari dan nyanyi), dan para kaum kerabat larut
menari bersama. Disinilah musik memberikan peranan selama berlangsungnya upacara adat.
Tabah-tabah galuh, Tabah – tabah galuh jenis kematian ini adalah jenis kematian yang
terjadi saat seorang sudah berkeluarga namun usia belum lanjut.
Mate nguda adalah kematian dalam usia muda dan belum berumah tangga ataupu usia
orang tersebut masih muda.
3.1.2.1 Berdasarkan sebab kematian
Selain tiga jenis kematian yang disebutkan diatas orang Karo juga membagi jenis kematian
berdasarkan sebab-sebab kematian yaitu:
1. Batara guru (meninggal saat masih berada dalam kandungan)
2. Bicara guru (meninggal sesudah lahir)
3. Lenga ripen (seorang anak yang meninggal saat gigi belum tumbuh)
4. Enggo ripen (seorang anak yang meninggal saat gigi sudah tumbuh)
5. Meninggal perjaka/gadis
Universitas Sumatera Utara
6. Meninggal pada saat melahirkan
7. Kayat-kayaten (Meninggal karena penyakit)
8. Mate sada wari (meninggal secara tiba-tiba)
3.1.2.2 Musik Pengiring
Terdapat 3 jenis gendang dalam upacara kematian. Pemakaian salah satu jenis ini biasanya
dilakukan berdasarkan jenis kematian. Adapaun jenis gendang tersebut adalah sebagai berikut
a. Gendang mentas.
Gendang dilaksanakan hanya pada siang hari, yaitu pada hari saat dilangsungkannya
upacara adat penguburan. Gendang ini biasanya mulai dimainkan bersamaan dengan
dimulainya upacara adat sekitar jam 09.00 pagi dan selesai pada sore hari.
b. Nangkih gendang.
Gendang ini dimainkan mulai dari malam hari disebut dengan gendang erjagajaga agar yang menjaga jenasah tidak tertidur dimulai 1 hari sebelum dilangsungkannya
upacara adat penguburan sampai dengan diakhirinya upacara adat tersebut.
c. Erkata gendang.
Gendang ini hanya dilaksanakan pada saat upacara adat penguburan sampai dengan
diakhirinya upacara adat tersebut.
3.1.3
Gendang Guro-Guro Aron
Universitas Sumatera Utara
Gendang Guro-guro Aron adalah salah satu kesenian tradisional masyarakat Karo
yang berasal dari Datarang Tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia yang sering diadakan saat
pesta-pesta adat dan acara syukuran seusai panen. Seni tradisional ini digelar sebagai
ungkapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa (menurut kepercayaan masing-masing) atas
kecukupan rezeki atau hasil panen yang berlimpah atau pun juga perayaan atas kegembiraan
yang dirasakan. Pada Gendang Guro-guro Aron tersebut masyarakat karo bernyanyi dan
menari bersukaria ,yang biasanya dilakukan sepanjang malam, dibawah cahaya bulan
purnama.
3.1.3.1 Tata cara Gendang Guro-Guro Aron
Penyanyi terdiri dari pria dan wanita (sepasang) yang disebut perkolong-kolong.
Biduan ini mengenakan pakaian adat karo dan biasanya memiliki suara yang enak didengar
serta pintar saling beradu pantun atau "ejekan" dalam konteks halus dan canda. Lagu-lagu
yang dinyanyikan disesuaikan dengan acara yang telah tertata oleh kelaziman yang ada. Lagu
pertama biasanya adalah lagu Pemasu-masun dengan lirik mendoakan agar segenap
masyarakat yang ada pada acara tersebut diberikan kelimpahan rahmat, rezeki, kesehatan dan
umur panjang serta kedamaian dari Yang Maha Kuasa. Sembari biduan bernyanyi ; semua
panitia dan tamu undangan diajak menari di atas panggung. Lagu pembukaan bernada
sentimentil ini diringi serunai, penganak, gong dan anak gung (semacam gamelan) membuat
suasana menjadi khidmat dan syahdu. Seusai lagu "Pemasu-masun Simalungun Rakyat",
selanjutnya biduan menyanyikan lagu-lagu permintaan yang diikuti dengan tarian dari
masing-masing marga yang hadir. Para penari harus berpasangan dengan istrinya atau jika
belum menikah berpasangan dengan impalnya. Kesempatan ini biasanya digunakan mudamudi untuk berkenalan atau lebih mengintensifkan perkenalan yang telah dijalin.
Universitas Sumatera Utara
Setelah semua marga (ada lima marga dalam masyarakat Karo), panitia, petugas
keamanan dan kelompok-kelompok lain yang ada pada acara usai mendapat giliran menari
maka kedua biduan diadu bernyanyi dengan saling membalas pantun atau "ejekan" sambil
mengerahkan kemampuan menari
yang dimiliki. Adegan ini
biasanya diadakan
menjelang tengah malam, yang merupakan puncak acara.
Gendang
Guro-guro
Aron sejak
dahulu
juga
sering
dimanfaatkan
oleh
para penguasa (pemimpin/tokoh adat) masyarakat Karo untuk menyampaikan pesan-pesan,
biasanya pesan perdamaian dan semangat kerja kepada masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya lagu-lagu Karo yang tercipta dengan nada riang penuh semangat mengajak
masyarakat bekerja keras . Pada masa revolusi seni tradisional ini dijadikan pula sebagai
penggelora semangat perjuangankemerdekaan. Hal ini tercermin dari lagu-lagu perjuangan
yang bernada heroik
3.1.4
Upacara mengket rumah
Mengket rumah mbaru berasal dari kata mengket artinya memasuki, rumah artinya
rumah dan mbaru berarti baru. Jadi upacara mengket rumah mbaru berarti upacara memasuki
rumah baru. Untuk melaksanakan mengket rumah, maka orang pertama yang ditanya guru si
niktik wari kapan hari baik untuk itu. Biasanya dilakukan pada nggara sepuluh atau beras
pati atau cukra dua puluh.
Semalam sebelum mengket rumah, maka diadakan acara ngosei tekang. Pada malam
itu guru si meteh gerek-gereken tidur didalam rumah tersebut. Ada kalanya yang tidur disitu
adalah anak beru. Pada malam hari benangun rumah dan tunjuk langit iosei dengan uis adat.
Dan pada jam 6 (enam) pagi pemilik rumah dan keluarga terdekatnya berkumpul pada tempat
tertentu untuk berangkat menuju rumah baru. Ada kalanya barisan paling depan adalah yang
membawa batu penggilingen ( yang membawa sebuah batu berbentuk pipih di letakkan di
Universitas Sumatera Utara
atas kepala) dan anak batunya. Setelah acara tersebut selesai maka di lanjutkan dengan
memainkan gendang lima sendalanen.
3.1.4.1 Gendang Mengket Rumah
Bentuk gendang dalam pesta mengket rumah ada dua, yaitu:
a. Gendang sintua, Gendang sintua dilakukan di kesaint atau sekarang jambur. Adapun urutan
menari dalam gendang sintua yaitu sebagai berikut:
1. Menari pande, guru dan sierjabaten
2. Menari sukut (pemilik rumah)
3. Menari sembuyak
4. Menari senina/sipemeren/siparibanen/sipengalon/sindalanen
5. Menari kalimbubu taneh
6. Menari kalimbubu bena-bena
7. Menari kalimbubu si mada dareh
8. Menari kalimbubu si erkimbang
9. Menari puang kalimbubu
10. Menari anak beru dan yang terakhir,
11. Menari serayaan
b. Gendang Rumah, bila pesta mengket rumah diadakan di rumah tersebut, maka urutan menari
adalah sebagai berikut
1.
Gendang sukut, disini yang menari adalah sukut, sembuyak, senina sipemeren, siparibanen,
dan sendalanen.
2.
Kemudian di lanjutkan dengan gendang lima puluh kurang dua (50-2) atau gendang ngerencit
atau ngeraksami. Selesai gendang lima puluh kurang dua (50-2), baru gendang adat
diteruskan kembali. Gendang lima puluh kurang dua di gunakan untuk menyatukan semua
Universitas Sumatera Utara
roh-roh yang ada didalam rumah tersebut, karena dianggap semua kayu yang sudah di
pasangkan menjadi rumh tersebut memiliki roh-roh yang berbeda.
3.
Gendang kalimbubu, disini yang menari adalah kalimbubu si erkimbang, kalimbubu si mada
dareh, kalimbubu tua dan kalimbubu iperdemui.
4.
Gendang puang kalimbubu
5.
Gendang anak beru, disini yang menari adalah anak beru tua, anak beru cekuh baka, anak
beru dareh, anak beru angkip dan yang terakhir menari adalah anak beru menteri.
Pada malam pesta mengket rumah, biasanya diadakan upacara perumah begu, yaitu
memanggil roh-roh leluhur melalui mediator guru sibaso dan lagu yang dibawakan biasanya
adalah lagu peselukken atau lagu perang-perang.
3.1.5
Upacara Erpangir Kulau
Erpangir berasal dari kata pangir, yang berarti langir. Oleh sebab itu erpangir, artinya
adalah erlangir. Pada tulisan ini penulis tidak membahas pengertian berlangir dalam keadaan
biasa, misalnya: seperti menyampo rambut. Akan tetapi erpangir dalam arti upacara religius
menurut kepercayaan tradisional Karo.
Berbeda dengan agama-agama modern, dimana sudah diatur secara tegas upacara
ibadahnya. Penganut kepercayan tradisional suku Karo tidak mengenal kewajiban demikian.
Mereka hanya mengadakan upacara religi ini apabila diperlukan saja. Misalnya pada waktu
mendapat nasib baik, ditimpa kemalangan, kelahiran, perkawinan dan lain-lainnya. Jadi
erpangirrr adalah suatu upacara religius berdasarkan kepercayaan tradisional karo ( pemena),
dimana seseorang atau keluarga tertentu melakukan upacara erlangir dengan/tanpa bantuan
dari guru.
3.1.5.1 Jenis-jenis Pangir
Universitas Sumatera Utara
Pangir menurut bobotnya dapat dibagi atas :
a. Pangir selamsam, Pangir selamsam adalah suatu pangir yang paling kecil bobotnya.
Dimana peralatannya hanya terdiri dari : sebuah jeruk purut, baja (getah kayu besi),
minyak kelapa, dan sebuah mangkuk putih tempat untuk erpangir.
b. Pangir sintengah, pangir ini terdiri dari penguras (ramuan air kelapa, jeruk purut,
baja, minyak kelapa dan jera), empat jenis jeruk tetapi jeruk purut (rimo mukur) harus
ada, dilakukan di sungai yang alirannya membelah dua menjadi dua aliran dan
memakai pertolongan guru.
c. Pangir mbelin (agung), pangir mbelin memerlukan peralatan seperti penguras, tujuh
jenis jeruk (jeruk purut harus ada, wajan (belanga) sebagai tempat erpangir dan
dilakukan di lau sirang (sungai yang membelah dua). Pangir ini di letakkan di atas
sagak (corong bambu) dan di pinggirnya dihiasi janur kuning (lambe), pada erpangir
ini lah di pergunakan alat musik Karo dan lagu-lagu yang digunakan adalah perang
empat kali (alep empat kali), gendang peselukken, gendang pemindon guru
(permintaan guru), gendang adat (gendang perang-perang, simalungen rayat) dan lagu
yang terakhir gendang pendungi (kalau diadakan pemuang-pemuang).
3.2 Perubahan Alat Musik Dalam Kesenian Tradisional Karo
Terakhir ini sudah terlihat perubahan alat musik tradisional Karo yang cukup signifikan.
Perubahan yang paling nyata dapat dilihat adalah perubahan pemakaian alat musik Karo
dalam upacara adat. Terjadinya perubahan alat musik dalam kesenian tradisional karo
memiliki proses dan tahapan-tahapan tertentu.
3.2.1
Gendang lima sendalanen dan kulcapi di dalam guro-guro aron
Pada awalnya kulcapi dan sarune digunakan pada ensambel yang berbeda. Sarune
digunakan pada gendang lima sendalanen dan kulcapi di pergunakan dalam ensambel
Universitas Sumatera Utara
gendang telu sendalanen. Pada tahun 1980 sudah terjadi perubahan yaitu penambahan
kulcapi dalam ensambel gendang lima sendalanen di dalam upacara gendang guro-guro aron
yang dilakukan oleh musisi tradisional Karo yang bernama Jasa Tarigan.
Selanjutnya, dengan kemampuan dan kreativitas yang dimilikinya, Jasa Tarigan
menggabungkan instrumen Kulcapi dengan Gendang Lima Sendalanen dalam konteks
Gendang guro-guro aron. Dalam hal ini Kulcapi dimainkan secara bergantian dengan Sarune
sebagai alat musik pembawa melodi. Pergantian alat musik ini juga tidak bersifat permanen
dalam satu pertunjukan Gendang guro-guro aron, karena dalam setiap pertunjukannya, kedua
instrumen tersebut tetap akan dibawa dan penggunaannya dimainkan secara berganti-gantian
dalam membawakan melodi lagu.
Dengan digunakannya Kulcapi sebagai pembawa melodi dalam Gendang Lima
Sendalanen, maka konsep atau terminologi Gendang Lima Sendalanen sebagai suatu
ensambel musik tradisional Karo menjadi rancu, karena di depan telah dijelaskan bahwa
Gendang Lima Sendalanen terdiri dari instrumen: Sarune, Gendang singanaki, Gendang
singindungi, Penganak dan Gung, sementara Kulcapi memiliki ensembel dan konteks
tersendiri, yaitu Gendang telu sendalanen dan konteksnya adalah Erpangir ku lau. Agar lebih
memudahkan penulisan, dalam tulisan ini penulis menggunakan istilah Gendang Lima
Sendalanen Plus Kulcapi untuk menyebutkan percampuran antara Kulcapi dengan Gendang
singanaki, gendang singindungi, Penganak dan Gung (Gendang Lima Sendalanen). Artinya,
secara ensambel tetap merupakan ensambel Gendang Lima Sendalanen sementara Kulcapi
hanya sebagai tambahan instrumen. Kemudian, sekitar tahun 1970an, sebelum Kulcapi
digabungkan dengan Gendang Lima Sendalanen dalam konteks Gendang guro-guro aron,
lagu-lagu diluar lagu tradisi Karo sudah mulai digunakan, seperti lagu: Seringgit si dua
Kupang, Mak Inang (lagu tradisi melayu) dan lain-lain. Selanjutnya ketika Gendang Lima
Sendalanen Plus Kulcapi hadir dan memainkan lagu-lagu tersebut, orang-orang yang
Universitas Sumatera Utara
mendengar merasa lebih senang. Selain itu lagu-lagu pop daerah Karo yang biasanya
dimainkan group band Karo, juga dapat dimainkan dengan baik menggunakan Kulcapi
sebagai pembawa melodi. Secara tidak langsung penggunaan Kulcapi tersebut mendapat
perhatian lebih dari masyarakat Karo, khususnya kalangan muda-mudi. Oleh karena itu,
Gendang guro-guro aron dengan iringan Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi menjadi
semakin sering dipertunjukkan oleh masyarakat Karo, dari kelompok singuda-nguda dan
anak perana yang berada di pedesaan, sampai anak perana singuda-nguda yang berada di kota
Medan.
Di sisi lain, peran Sarune dan Kulcapi (dalam Gendang Lima Sendalanen Plus
Kulcapi) dalam membawakan melodi lagu (komposisi) tradisional Karo merupakan suatu
fenomena baru, hal itu disebabkan antara lain karena kedua alat tersebut memiliki karakter
yang berbeda, Sarune adalah alat tiup sementara Kulcapi alat musik petik. Sarune tidak dapat
di-tuning tinggi rendah nadanya, sementara Kulcapi dapat dengan mudah di-tuning, oleh
karena itu secara tidak langsung hal itu menyebabkan keterbatasan Sarune dalam
membawakan lagu-lagu pop Karo dibandingkan Kulcapi.
3.2.2
Gendang keyboard dengan ensambel gendang lima sendalanen plus
kulcapi
Setelah lebih kurang sepuluh tahun (1980-1990) Gendang Lima Sendalanen Plus
Kulcapi digunakan sebagai ensambel yang umum dalam Gendang guro-guro aron, di awal
tahun 1991 Jasa Tarigan kembali melakukan eksperimen pada musik pengiring Gendang
guro-guro aron, Ia menghadirkan alat musik Keyboard dan dimainkan secara bersama-sama
dengan Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi dalam setiap pertunjukannya. Berbeda
dengan Kulcapi yang secara langsung digunakan secara berganti-ganti dengan sarune
sebagai pembawa melodi lagu, di sini Keyboard pada hanya dimanfaatkan sebagai alat musik
tambahan (musik pengiring) melalui bunyi-bunyi perkusif (ritmis) pada bagian akhir
Universitas Sumatera Utara
komposisi Gendang salih yang dimainkan Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi. Bunyibunyi ritmis yang dimunculkan melalui alat musik Keyboard ini hanya pada saat tertentu saja
dalam keseluruhan bagian Gendang salih tersebut. Pola-pola ritem yang dimainkan melalui
tombol Drum pad yang terdapat pada keyboard sama dengan pola ritem yang dimainkan Jasa
Tarigan melalui resonator Kulcapi atau box Kulcapi sebelumnya. Jadi, pada awalnya
Keyboard seolah-olah digunakan untuk menggantikan efek-efek bunyi ritem yang yang
dimainkan Jasa Tarigan tersebut.
Semakin lama, peranan Keyboard dalam gabungannya dengan Gendang Lima
Sendalanen semakin menonjol atau dominan. Jika pada awalnya Keyboard mulai dimainkan
pada setiap bagian Gendang salih (bergabung dengan Gendang Lima Sendalanen yang
mengiringi dari awal sampai akhir), belakangan mulai dimainkan secara bersama dari awal
sampai akhir komposisi musik. Pemain Keyboard mulai memainkan melodi lagu, yang mana
peran tersebut biasanya dilakukan oleh pemain Sarune atau Kulcapi. Dengan demikian
peranan pemain Sarune mulai berkurang karena sudah bisa digantikan Keyboard. Ketika
Keyboard sudah digunakan sebagai pembawa melodi dan sekaligus juga sebagai pengiring
irama musik, maka lagu-lagu populer Indonesia (non lagu Karo) mulai dimainkan dalam
mengiringi tarian Karo. Lagu Kopi Dangdut, Hujan Di malam Minggu, Rindu, dan berbagai
lagu terkenal lainnya sering dimainkan Keyboard dalam mengiringi tarian dalam konteks
Gendang guro-guro aron. Kadang-kadang, lagu-lagu Indonesia populer tersebut juga
sekaligus dinyanyikan oleh Perkolong-kolong.
3.2.3
Gendang keyboard dalam upacara adat Karo
Lahirnya Gendang Keyboard dalam kebudayaan masyarakat Karo mengakibatkan
perubahan alat musik pengiring di dalam upacara adat masyarakat Karo. Dahulunya gendang
lima sendalanen yang mengiringi upacara pernikahan, nurun-nurun, dan gendang guro- guro
Universitas Sumatera Utara
aron sudah di alih fungsikan ke keyboard Karo. Karena di dalam keyboard Karo sudah ada
program yang mewakili keseluruhan alat musik tersebut. Dilihat dari fenomena di atas
keberadaan pemain gendang lima sendalanen dan gendang telu sendalanen semakin
tersingkirkan oleh keyboard. Dan pada akhir-akhir ini sudah mulai terjadi perubahan di dalam
gendang lima sendalanen dalam mengiringi upacara nurun-nurun kalak mate (upacara
pemakaman). Dimana dahulunya gendang lima sendalanen lengkap untuk mengiringi upacara
adat tersebut, lengkap dalam arti terdiri atas gung, penganak, gendang singanaki, gendang
singindungi dan sarune. Dan sekarang sudah berubah menjadi keyboard dan sarune, dimana
sarune sebagai pembawa melodi dan keyboard sebagai pembawa ritem, rytem dalam arti pola
rytem tradisional karo yang sudah di program ke keyboard. Perubahan juga terjadi dalam
upacara yang di iringi, dahulunya upacara yang di iringi adalah gendang guro-guro aron,
pernikahan, dan upacara nurun-nurun. Tetapi sekarang gendang lima sedalanen juga sudah
mengiringi dalam ibadah kebaktian natal di dalam gereja terutama gereja GBKP dan sebagian
gereja Khatolik di daerah Medan dan Tanah Karo. Lagu-lagu yang dibawakan adalah lagulagu gereja seperti siberitaken berita simeriah, senang ukurku jumpa ras yesus dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
DESKRIPSI TEKNIK PERMAINAN SARUNE KARO
4.1 Struktur Sarune
Sarune adalah jenis alat musik tiup berlidah ganda (doble reed), Sarune memakai lidah
sebagai penggetar udara untuk menghasilkan bunyi. Alat musik ini termasuk keluarga
aerophone, yang sumber bunyinya berasal dari udara yang ditiupkan ke dalam alat musik itu
sendiri. Sarune Karo biasanya terbuat dari kayu selantam dan sarune Karo terdiri dari lima
bagian yang dapat dilepas,
1. Anak-anak sarune, terbuat dari daun kelapa dan embulu-mbulu (pipa kecil yang terbuat
dari pemutar jam tangan) yang berdiameter 1mm dan panjang 3-4 mm. Cara
pembuatannya yaitu dengan mengambil daun kelapa yang sudah tua dan kering dan daun
dibentuk triangel sebanyak dua lembar, salah satu sudut dari kedua lembaran daun yang
sudah dibentuk diikatkan pada embulu-embulu dan fungsi anak sarune ini adalah
penggetar utama untuk menghasilkan bunyi dari sarune tersebut.
2. Tongkeh sarune, bagian ini berguna untuk menghubungkan anak-anak sarune. Biasanya
dibuat dari timah, panjangnya sama dengan jarak antara satu lobang nada dengan nada
yang lain pada lobang sarune.
3. Ampang-ampang sarune, bagian ini ditempatkan pada tongkeh sarune yang berguna
untuk penumpang bibir pada saat meniup sarune. Bentuknya melingkar dengan diamter 3
cm dan ketebalan 2 mm. dibuat dari bahan tulang (hewan), tempurung, atau perak.
4. Batang sarune, bagian ini adalah tempat lobang nada sarune, bentuknya konis baik
bagian dalam maupun luar. Sarune mempunyai delapan buah lobang nada. Tujuh di sisi
Universitas Sumatera Utara
atas dan satu di belakang. Jarak antara tiap-tiap lobang nada adalah 2 cm, dan jarak
lubang bagian belakang ke lempengan 5,6cm.
5. Gundal sarune, letaknya pada bagian bawah batang sarune. Gundal sarune terbuat dari
bahan yang sama dengan batang sarune. Bentuk bagian dalamnya barel, sedangkan
bentuk bagian luarnya konis. Ukuran panjang gundal sarune tergantung panjang batang
sarune.
Gambar 4.1: Anak sarune (kiri), Ampang-ampang sarune (sebelah kanan anak sarune berwarna hitam dan
putih), Batang dan Gundal sarune (bagian paling atas gambar) dan Tongkeh sarune (terletak di bawah gundal
dan batang sarune).
4.2
Proses Belajar Memainkan Sarune
Sierjabaten adalah sebutan umum bagi pemain musik Karo dan penarune adalah
sebutan khusus bagi pemain sarune Karo. Untuk memainkan Sarune Karo banyak tahapan
yang harus dilakukan. Seperti penuturan dari bapak Mbantu Ginting dan Anto sembiring
(penarune Karo), untuk menjadi seorang penarune dulunya dia harus mengikuti gurunya ke
ladang, ikut membajak sawah dan mengikuti kegiatan sehari-hari sang guru tersebut. Dan
untuk dapat meengiringi di dalam upacara adat si pemain musik harus melewati beberapa
tahapan, mulai dari bermain gung dan penganak selanjutnya memainkan gendang singanaki
setelah itu memainkan gendang singindungi, setelah semua tahapan dapat di lakukan baru
Universitas Sumatera Utara
bisa memainkan sarune Karo di dalam mengiringi upacara adat. Tapi sekarang tidak lagi
seperti aturan diatas, seseorang dapat saja bermain sarune dan mengiringi upacara adat
apabila dia sudah mahir memainkannya.
Sesuai wawancara dengan penarune Mbantu Ginting, Anto Sembiring dan Raja
Hemat Karo sekali tahapan pertama yang harus dilakukan sebelum memainkan sarune adalah
dengan cara melihat permainan sarune, mendengarkan permainan sarune, menghafalkan
bunyi sarune, lalu kemudian menirukan apa yang dilihat,didengarkan, dan dihafalkan. Tetapi
menurut beliau sebelum memainkan sarune, orang yang ingin belajar dan ingin mendapatkan
hasil yang maksimal harus melalui proses, proses pertama yang harus dipelajari adalah teknik
meniup pulunama.
Pulunama, yang berarti nafas yang berulang. Pulunama adalah teknik memainkan
sarune Karo dengan cara menghirup udara melalui rongga hidung dan memasukkan udara ke
rongga perut (diafragma), lalu mengeluarkan udara tersebut dengan tekanan tiupan dari
mulut. Pada saat meniup, kedua pipi cenderung selalu dipertahankan menggelembung
terutama pada saat porsi udara terakhir yang dihirup sedang dikeluarkan dari paru-paru
menuju rongga mulut kemudian pada saat udara dihirup masuk melalui hidung, cadangan
udara yang tersimpan pada kedua rongga pipi ditiupkan kedalam sarune sampai dapat
mengisinya kembali dengan pasokan udara yang baru dihirup.
Untuk latihan pulunama, seorang yang ingin belajar sarune dapat melakukan latihan
di gelas yang berisi air dan menggunakan pipet sebagai alat untuk meniup air tersebut. Air
ditiup menggunakan pipet menghasilkan gelembung-gelembung kecil dan gelembung yang
dihasilkan harus stabil dan tidak boleh berhenti. Cara lain juga dapat dilakukan yaitu dengan
menggunakan sarune karo secara langsung. Tiup sarune karo dengan nada yang tidak pernah
putus dan volume suara sarune tersebut harus tetap stabil.
Universitas Sumatera Utara
4.3
Posisi dan Penjarian Dalam Memainkan Sarune Karo
Posisi memainkan sarune adalah dengan duduk bersila dan agak membungkuk,
dengan kedua tangan dan jari-jari berfungsi untuk menutup dan membuka lobang-lobang
nada pada badan sarune. Posisi jari tangan kanan menekan lubang jari dibagian belakang
dengan ibu jari, dan posisi tangan kiri menekan lubang jari dibagian depan bila dilihat dari
arah depan. Ketujuh lubang suara pada sarune ditutup dengan jari tangan dan satu lobang
nada dibiarkan tetap terbuka. Lobang 2 ditutup dengan jari manis tangan kiri, lobang 3
ditutup dengan jari tengah tangan kiri, lobang 4 ditutup dengan jari telunjuk tangan kiri.
Lobang ke 5 ditutup dengan jari manis tangan kanan, Lobang ke 6 ditutup dengan jari
telunjuk tangan kanan, lobang ke 7 ditutup dengan jari telunjuk tangan kanan, lobang ke 8
ditutup menggunakan ibu jari tangan kanan. Penggunaan tangan kanan dan tangan kiri pada
sarune tidak menjadi aturan yang baku, ada beberapa pemain sarune yang memainkan
dengan posisi sebaliknya yakni tangan kiri diatas dan tangan kanan di bawah.
Lobang 7
Lobang 8
Lobang 6
Lobang 5
Lobang 4
Lobang 3
Lobang 2
Lobang 1
Gambar 4.2: Tampilan depan sarune dan tampilan belakang
(sumber dok: Egi Sinulingga)
Universitas Sumatera Utara
4.3.1
Penjarian Sarune Karo bagian I
Sarune Karo memiliki memiliki penjarian untuk menghasilkan nada-nada pada sarune
Karo dan sebelum kita membahas tentang penjarian sarune Karo, kita harus mengetahui
bahwa sarune Karo memiliki nada dasar yang berbeda-beda. Tinggi rendahnya nada pada
sarune ditentukan oleh besar dan panjangnya dari ukuran sarune dan berikutlah penjelasan
tentang penjarian pada sarune Karo tersebut:
a) Pertama-tama kita menutup ketujuh lobang nada dan membiarkan satu lobang nada
yang berada di dekat gundal sarune tetap terbuka dan posisi gundal sarune menempel
pada kaki si pemain. Setelah kitra menutup ketujuh lobang nada dan kita tiup maka
nada yang dihasilkan adalah nada B, dan posisi pemain seperti gambar dibawah.
Gambar 4.3: Posisi Jari pada nada B (Sumber Dok: Egi Sinulingga).
b) Untuk menghasilkan nada C maka kita harus membuka lobang yang ke tiga dengan
jari manis tangan kanan dan membiarkan dua lobang nada bagian bawah tetap terbuka.
Disini posisi jari tangan saya, jari tangan kanan menutup lobang nada bagian bawah
dan jari tangan kiri saya menutup lobang nada bagian atas.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.4 Posisi jari pada nada C (Sumber dok: Egi sinulingga).
c) Untuk menghasilkan nada D kita harus membuka lobang 1,2 dan 3 serta gundal sarune
sedikit diangkat keatas ataupun tidak menempel pada kaki si pemain sarune tersebut,
disini lah diperlukan teknik tonggum.
Gambar 4.5 Posisi jari pada nada D (Sumber dok: Egi Sinulingga).
d) Untuk menghasilkan nada E, sipemain sarune tetap membuka lobang 1,2 dan 3 tetapi
gundal sarune kembali menempel pada kaki sipemain.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.6: Posisi jari pada nada E (Sumber Dok: Egi Sinulingga).
e) Untuk menghasilkan nada Fis, sipemain sarune membuka lobang 1,2,3,dan 4 tetapi
gundal sarune sudah diangkat keatas ataupun tidak menempel pada kaki si pemain.
Gambar 4.7: Penjarian Sarune nada Fis ( Sumber Dok: Egi Sinulingga).
f) Untuk menghasilkan nada G si pemain sarune harus membuka jari manis tangan kiri
atau pun lobang nada yang ke 5 (lima). Disini posisi jari tangan kanan pemain berada
pada lobang nada bagian bawah dan jari tangan kiri berada pada lobang nada bagian
atas, serta gundal sarune sudah terbuka.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.8: Posisi Jari pada nada G (Sumber Dok: Egi Sinulingga).
g) Nada A dihasilkan dengan cara membuka jari tengah tangan kiri ataupun lobang nada
ke 6 (enam) dan gundal sarune tidak menempel pada kaki si pemain dan lobang
corong yang ada pada gundal sarune dibiarkan tetap terbuka.
Gambar 4.9: Posisi jari pada nada A (Sumber Dok: Egi Sinulingga).
h) Nada B oktaf dihasilkan dengan cara membuka induk jari tangan kiri ataupun lobang
yang ke 8 (delapan) dan menutup lobang nada ke 7 (tujuh) dengan jari telunjuk tangan
kiri serta lobang corong yang ada di gundal sarune dibiarkan tetap terbuka.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.10: Posisi jari pada nada B oktaf ( Sumber Dok: Egi Sinulingga).
i) Nada C oktaf dihasilkan dengan cara membuka jari telunjuk tangan kiri ataupun
lobang nada ke 7 (tujuh) serta menutup lobang nada ke 6 (enam) dengan jari tengah
tangan kiri serta lobang corong yang ada di gundal sarune dibiarkan tetap terbuka.
Gambar 4.11: Posisi jari pada nada C oktaf ( Sumber Dok: Egi Sinulingga).
Keterangan diatas adalah posisi jari tangan untuk menghasilkan nada-nada pada
sarune Karo. Dan perlu saya jelaskan bahwa sebelum melakukan keterangan diatas si
pemain sarune mestinya sudah pada posisi duduk bersila dan jangan lupa meniup sarune
dengan nafas yang teratur. Tangga nada diatas biasanya digunakan sarune pada saat lagu
Universitas Sumatera Utara
bernada minor seperti odak-odak, piso surit dan lagu roti manis.
4.3.2 Penjarian Sarune Karo bagian II
Berikut adalah penjelasan tentang posisi jari dan bunyi nada yang dihasilkan oleh
setiap lobang nada pada sarune Karo.
a.
Pertama-tama si pemain sarune harus menutup 7 (tujuh) lobang nada pada sarune dan
membuka satu lobang nada yang terletak di dekat gundal sarune serta posisi gundal
sarune terbuka setengah dan nada yang dihasilkan adalah nada B.
Gambar 4.12: Posisi jari pada nada B (Sumber dok.Egi Sinulingga)
b. Selanjutnya si pemain sarune harus meniup sarune dan membuka lobang ketiga dan
membuka lobang nada pertama dan kedua dan gundal sarune terbuka setengah dan
nada yang dihasilkan adalah nada Cis.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.13: Posisi jari pada nada Cis (Sumber dok. Egi Sinulingga)
c. Selanjutnya pemain sarune meniup sarune dan membuka lobang sarune 1, 2, dan 3
serta lobang corong sarune yang terletak pada gundal sarune terbuka setengah dan
nada yang dihasilkan adalah nada Dis.
Gambar 4.14: Posisi jari pada nada Dis (Sumber Dok. Egi Sinulingga)
d. Selanjutnya maka si pemain sarune meniup sarune serta membuka lobang nada yang
ke 1, 2, 3 dan ke 4 dan lobang corong pada sarune ditutupkan ke kaki tetapi lobang
corong pada gundal sarune terbuka setengah maka nada yang dihasilkan adalah nada
E.
Gambar 4.15: Penjarian nada E (Sumber dok. Egi Sinulingga).
Universitas Sumatera Utara
e. Selanjutnya si pemain sarune meniup sarune dan membuka lobang nada ke 1, 2, 3
dan 4 serta corong sarune ditutupkan ke kaki pemain sarune dan nada yang dihasilkan
adalah nada Fis.
Gambar 4.16 Posisi jari pada nada fis (Sumber dok.Egi Sinulingga).
f. Selanjutnya pemain sarune meniup dan membuka lobang nada ke 1, 4 dan 5 dan
menutup lobang nada yang lainnya dengan menggunakan jari tangan kiri dan jari
tangan kanan, begitu juga dengan lobang corong sarune yang ada pada gundal sarune
di tempelkan ke kaki pemain sarune maka nada yang dihasilkan adalah nada Gis.
Gambar 4.17: Penjarian Nada Gis (Sumber dok. Egi Sinulingga)
Universitas Sumatera Utara
g. Setelah itu pemain sarune meniup dan membuka lobang nada ke 1, 4, 5, dan 6 serta
menutup lobang nada ke 2, 3, 7 dan 8. Gundal sarune di tempelkan ke kaki pemain
sarune dan nada yang dihasilkan adalah nada A.
Gambar 4.18: Penjarian Sarune Nada A (Sumber dok. Egi Sinulingga).
h. Selanjutnya maka si pemain sarune meniup dan membuka lobang nada ke 1, 2, 3, 4,
5, dan 6 serta menutup lobang nada ke 7 dan 8. Posisi gundal sarune sudah terbuka
atau tidak di tempelkan lagi ke kaki pemain sarune dan nada yang dihasilkannya
adalah nada B.
Gambar 4.19: Penjarian Sarune nada B (Sumber.dok: Egi Sinulingga)
Universitas Sumatera Utara
i. Selanjutnya si pemain sarune meniup sarune serta membuka lobang nada bagian
bawah sarune dan lobang yang lainnya, hanya lobang nada ke 7 ditutup menggunakan
jari telunjuk tangan kiri serta lobang corong pada gundal sarune sudah terbuka
ataupun tidak ditempelkan ke kaki pemain sarune dan nada yang dihasilkan adalah
nada Cis oktaf.
Gambar 4.20: Penjarian nada Cis oktaf (Sumber Egi Sinulingga).
Posisi jari I biasanya digunakan untuk lagu bersifat njungut-njunguti. Njungutnjunguti adalah ende-ende bersifat minor ataupun tangga nada bersifat minor dan Posisi jari
II biasanya digunakan untuk lagu bersifat ndendengi. Ndendengi adalah ende-ende besifat
Mayor ataupun tangga nada bersifat mayor.
4.4
Teknik Memainkan Sarune Karo
Dari wawancara yang penulis dapatkan dari informan ada beberapa teknik permainan
sarune Karo.
4.4.1
Pulunama
Pulunama ataupun didalam bahasa etnomusikologinya disebut circular breathing
adalah sebuah teknik dalam bermain sarune Karo, yaitu teknik meniup yang berarti teknik
pernafasan yang berulang. Teknik ini mengharuskan meniup sarune dilakukan sambil
menarik nafas secara bolak-balik tanpa menghentikan bunyi sarune. Prinsip dasarnya ialah
Universitas Sumatera Utara
menghirup udara melalui rongga hidung dan memasukkan udara tersebut ke dalam rongga
perut (diafragma), lalu mengeluarkan udara tersebut dengan tiupan dari mulut.
4.4.2
Rengget
Rengget merupakan suatu ciri khas kebudayaan musik karo. Rengget biasanya di
gunakan pada akhir pemenggalan kalimat didalam suatu lagu yang merupakan sejenis nada
melismatis yang sering digunakan dalam lagu karo. Didalam musik Karo rengget tidak hanya
digunakan pada musik vocal saja tetapi juga digunakan dalam alat musik Karo yang
berfungsi sebagai pembawa melodi baik itu sarune, kulcapi, belobat, dan surdam. Tetapi
dalam hal ini penulis hanya membahas tentang rengget didalam sarune Karo.
Didalam sarune Karo rengget merupakan sebuah teknik permainan sarune dalam
penyajian sebuah lagu Karo, dan rengget pada sarune selalu menggunakan dua atau tiga nada
yang diulang. Rengget dalam sarune bisa dikatakan adalah sebagai kategori improvisasi dari
seorang penarune. Berikut adalah contoh rengget pada sarune:
4.4.3
Teknik Tonggum
Didalam bermain sarune Karo ada suatu
teknik yaitu disebut dengan tonggum.
Tonggum berfungsi sebagai menaikkan satu atau setengah laras nada pada sarune. Cara
memainkan tonggum tersebut adalah dengan mengangkat setengah atau sepenuhnya lobang
corong pada sarune, lobang corong yang dimaksud adalah lobang bagian kepala sarune
ataupun sering disebut dengan gundal sarune. Didalam memainkan teknik tonggum, nada
yang sering dihasilkan adalah nada sel dan nada sol.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.21: Tonggum (Sumber Dok : Egi Sinulingga)
4.4.4
Teknik dilah-dilahi
Dilah-dilahi yaitu teknik memainkan sarune dengan cara menyentuhkan lidah ke anak sarune
untuk menghasilkan efek bunyi yang pendek-pendek. Jika pada alat musik tiup kayu modern
teknik ini digunakan untuk permainan staccato. Pada sarune teknik ini diterapkan untuk
menghasilkan tekanan pada nada-nada atau pada melodi yang terputus-putus. Dilah dalam
bahasa Karo berarti lidah.
4.5 Analisis Melodi
Odak-odak pada sarune
Universitas Sumatera Utara
4.5.1
Tangga Nada
Mendeskripsikan tangga nada menurut Malm adalah menyusun semua nada yang
dipakai dalam melodi lagu odak-odak. Maka, dengan ini penulis akan menyusun nada-nada
yang terdapat dalam melodi lagu tersebut mulai dari nada terendah hingga nada tertinggi,
termasuk juga nada-nada oktaf.
Tangga nada odak-odak
B
C
E
Fis
G
A
B
C
Dari hasil analisa pada tangga nada lagu odak-odak , maka diperoleh kesimpulan lagu
odak-odak menggunakan 8 nada, yang terdiri atas B-C-E-Fis-G-A-B-C.
Universitas Sumatera Utara
4.5.2
Nada Dasar
Nada dasar pada sebuah lagu/musik sangatlah berperan penting. Nettl (1964:147)
mengemukakan tentang metode atau pendekatan dalam menemukan nada dasar pada sebuah
lagu/musik. Ada enam yang diusulkan menjadi perhatian penting, yaitu:
a. Melihat nada mana yang sering dipakai
b. Melihat nada mana yang memiliki ritmis (harga ritmis) yang besar
c. Melihat nada awal atau akhir suatu komposisi yang dianggap mempunyai fungsi
penting dalam penentuan tonalitas (nada dasar).
d. Nada paling rendah atau posisi tepat ditengah-tengah dianggap penting
e. Adanya tekanan ritmis sebagai patokan
f. Pengenalan yang akrab dengan gaya musik
Dari hasil analisis transkripsi lagu odak-odak diatas, khususnya tangga nada dan jumlah nada
digunakan penulis sebagai acuan untuk menjawab ketujuh pendekatan untuk menemukan
nada dasar pada sebuah repotoar/lagu sehingga dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a. Nada yang sering dipakai untuk lagu odak-odak adalah nada E
b. Nada yang memiliki ritmis pada lagu odak-odak adalah nada B
c. Nada awal komposisi pada lagu odak-odak adalah nada B dan nada akhirnya adalah
nada E
d. Nada yang paling rendah pada lagu odak-odak adalah nada B dan nada tengah adalah
nada G
e. Nada yang memiliki tekanan ritmis pada lagu odak-odak adalah nada B
f. Pengenalan yang akrab dengan gaya musik pada lagu odak-odak adalah nada E
Dengan demikian disimpulkan lagu odak-odak memiliki nada dasar dari E minor, karena
nada-nada yang digunakan pada lagu odak-odak minor adalah E-B-G ( yaitu 3-6-1 dari
tangga nada E minor).
Universitas Sumatera Utara
4.5.3
Wilayah Nada (Range)
Metode untuk menentukan wilayah nada berdasarkan ambitus suara yang terdengar
secara alami, ditentukan oleh suara penghasil bunyi itu sendiri, yaitu dengan memperhatikan
nada paling rendah dan nada paling tinggi.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Ellis dalam Malm (1977:35) tentang
perhitungan frekuensi nada dengan menggunakan cent, yaitu nada-nada yang berjarak 1 laras
sama dengan 200 cent, dan nada-nada berjarak ½ laras sama dengan 100 cent.
Dengan melihat nada-nada yang telah ditranskripsikan, maka lagu odak-odak minor
memiliki wilayah nada dari nada B (terendah) dan C’ (nada paling tinggi) yang semuanya
berjarak 6 ½ lras atau sama dengan 1300 cent. Pada lagu odak-odak mayor memiliki wilayah
nada dari B (terendah) dan Gis (tertinggi) yang semuanya berjarak 4 laras atau sama dengan
800 cent. Untuk lebih jelas wilayah nada lagu odak-odak dapat dilihat dari garis para nada
dibawah ini:
Lagu Odak-odak
4.5.4
Jumlah Nada (Frequency of Note)
Netll (1964:146) menyatakan dalam mentranskripsikan modus lagu paling tidak
menyebut nada mana yang berfungsi sebagi nada dasar , nada-nada yang dianggap penting
dalam lagu tersebut, serta nada-nada pendamping lainnya. Lebih lanjut Netll mengatakan
bahwa gambaran tangga nada dan modus biasanya disampaikan lewat notasi (tangga nada)
yang ditulis diatas garis paranada dengan harga-harga yang menandai nada mana yang sering
digunakan dan yang tidak sering digunakan.
Universitas Sumatera Utara
Berikut jumlah nada-nada yang dipakai pada lagu odak-odak,
B
35
C
36
E
Fis
60
43
G
33
A
2
B’
54
C’
10
Dari gambar diatas dapat kita lihat bahwa jumlah nada B 35 buah nada, jumlah nada
C 36 buah nada, jumlah nada E 60 buah nada, jumlah nada Fis 43 buah nada, jumlah nada G
33 buah nada, jumlah nada A 2 buah nada, jumlah nada B’ 54 buah nada dan nada C’ 10 buah
nada. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa nada yang sering dipakai adalah nada E
dengan jumlah 60 buah nada dan nada yang paling sedikit digunakan adalah nada A dengan 2
buah nada.
4.5.5
Interval Nada
Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada berikutnya, naik maupun turun
(Manoff 1991 : 50). Pada suatu komposisi lagu interval adalah penggarapan melodi yang
dicapai melalui bangunan nada secara melangkah atau melompat, turun , maupun mendatar.
Manoff (1991:84) membuat pengukuran yang lebih akurat terhadap interval dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. Interval berkualitas mayor (M) bila dinaikkan setengah langkah, maka interval
tersebut akan berkualitas auqmented (Auq) dan jika diturunkan setengah langkah akan
berkualitas minor (m).
b. Interval berkualitas minor bila dinaikkan setengah langkah akan menjadi mayor dan
sebaliknya jika diturunkan setengah langkah akan menjadi diminished (dim).
Universitas Sumatera Utara
c.
Interval berkualitas perfect (P) bila dinaikkan setengah langkah akan menjadi interval
auqmented dan sebaliknya jika diturunkan setengah langkah akan menjadi interval
diminished.
Berikut ini akan penulis jelaskan beberapa contoh interval yang ada pada lagu Odak-odak
dari bar pertama ke bar ke dua.
Lagu Odak-odak
B-B
= 1P (Prime Perfect)
B-C
= 2m (Skunda Minor)
C-E
= 3M (Tets Mayor)
E-C
= 6m (Sekta Minor)
E-Fis = 2M (Skunda Mayor)
Fis-G = 2m (Skunda Minor)
G-Fis = 7m (Septime Minor)
Fis-E = 7M (Septime Mayor)
4.5.6
Pola kadens (Cadence Patterns)
Kadensa adalah nada akhir dari suatu bagian melodi lagu yang biasanya ditandai
dengan tanda istirahat. Pola kadensa dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: semi kadens
(half cadence) dan kadens penuh (full cadence). Semi kadens (half cadence) adalah suatu
bentuk istirahat yang tidak lengkap atau tidak selesai (complete) dan memberi kesan adanya
gerakan ritem yang lebih lanjut. Sedangkan kadens penuh (full cadence) adalah suatu bentuk
istirahat di akhir frasa yang terasa selesai (lengkap) sehingga pola kadensa seperti ini tidak
memberikan keinginan/ kesan untuk menambah gerakan ritem.
Berikut ini adalah pola kadensa yang terdapat pada lagu odak-odak.
Universitas Sumatera Utara
a. Pola kadensa odak-odak
1.
2.
3.
4.5.7
Formula Melodi (melodie fomula)
Dalam medeskripsikan formula melodik, ada tiga hal yang penting untuk dibahas,
yaitu bentuk, frasa, dan motif. Netll (1964:149-150) mengatakan bahwa bentuk adalah
hubungan diantara bagian-bagian dari sebuah komposisi, termasuk hubungan diantara unsurunsur melodis dan ritmis, atau dengan pemahaman sederhana, bentuk merupakan suatu aspek
yang menguraikan tentang organisasi musikal. Frasa adalah suatu unit dari melodi di dalam
komposisi. Sedangkan motif adalah ide melodi sebagai dasar pembentukan melodi. Bentuk
disimbolkan dengan huruf A, B, C, dan seterusnya, sedangkan frasa dituliskan ke dalam
angka-angka.
Ada beberapa jenis bentuk (form) menurut Malm (1976:8) antara lain :
a. Repetitive, yaitu bentuk nyanyian yang mengalami pengulangan.
b. Ireratif, yaitu suatu bentuk nyanyian yang menggunakan formula melodi yang kecil
dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan di dalam keseluruhan nyanyian
Universitas Sumatera Utara
c. Reverting, yaitu suatu bentuk nyanyian apabila di dalam nyanyian terjadi pengulangan
pada frase pertama setelah terjadi penyimpangan melodis.Namun pada lagu Odakodak tidak ditemukan bentuk (form) tersebut.
d. Strofic, yaitu bentuk nyanyian diulang dengan formalitas yang sama namun
menggunakan teks yang baru. Namun pada lagu odak-odak tidak ditemukan bentuk
tersebut.
e. Progressive, yaitu bentuk nyanyian selalu berubah dengan menggunakan materi
melodi yang selalu baru. Namun dalam lagu Odak-odak, bentuk (form) ini tidak ada,
karena bentuk melodinya mengalami pengulangan.
4.5.8
Kantur (Contour)
Kontur adalah garis atau melodi pada sebuah lagu (Malm 1964:8). Defenisi yang sama
kontur adalah alur melodi yang biasanya ditandai dengan menarik garis. Ada beberapa jenis
kontur yang dikemukakan oleh Malm (Malm dalam Jonson 2000: 76), antara lain:
a. Ascending, yaitu garis melodi yang sifatnnya naik dari nada rendah ke nada
yang lebih tinggi, seperti gambar :
b. Descending, yaitu garis melodi yang sifatnya turun dari nada yang tinggi ke
nada yang rendah, seperti gambar :
Lagu odak-odak
Universitas Sumatera Utara
c. Pendulous, yaitu garis melodi yang sifatnya melengkung dari nada yang rendah ke
nada yang tinggi, kemudian kembali ke nada yang rendah. Begitu juga sebaliknya,
seperti gambar :
d. Teracced, yaitu garis melodi yang sifatnya berjenjang seperti anak tangga dari nada
yang rendah ke nada yang lebih tinggi kemudian sejajar, seperti gambar:
Universitas Sumatera Utara
e. Statis, yaitu garis melodi yang sifatnya tetap atau apabila gerakan-gerakan intervalnya
terbatas, seperti gambar:
Universitas Sumatera Utara
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian dan pengkajian tentang teknik permainan Sarune Karo
dalam ensambel gendang lima sendalanen, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa
untuk memainkan sarune karo ada beberapa hal yang harus kita ketahui:
1. Kita harus mengetahui untuk menjadi seorang penarune didalam mengiringi suatu
upacara di dalam ensambel musik karo tidak lah mudah, banyak proses yang harus
dilalui. Mulai dari proses belajarnya hingga proses untuk mengiringi suatu
upacara adat. Didalam proses untuk mengiringi suatu upacara adat, seorang
penarune harus mampu terlebih dahulu memainkan gung dan penganak, setelah
mahir memainkan gung dan penganak maka dia di ijinkan memainkan gendang
singanaki. Setelah ketiga instrument telah mahir dimainkan, maka dia dipercayai
untuk memainkan sarune Karo tersebut untuk mengiringi upacara adat.
2. Seorang yang ingin belajar sarune terlebih dahulu harus mengenal bagian-bagian
yang terdapat pada sarune tersebut dan fungsi setiap lobang nada didalam sarune
tersebut.
3. Seorang yang ingin belajar sarune harus mampu menguasai teknik pulunama atau
circular breathing karena didalam teknik pulunama ini sanga