Pengaruh Pemberian Curcuminoid Dalam Mencegah Kerusakan Fibroblas Koklea Rattus Norvegicus Yang Diinduksi Bising Ditinjau Dari Ekspresi Activator Protein-1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf
pendengaran di telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan
getaran dari sumber bunyi atau suara. Gelombang tersebut merambat
melalui media udara atau penghantar lainnya. Ketika bunyi atau suara
tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul di luar
kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyi-bunyian atau suara
tersebut dinyatakan sebagai kebisingan. Jadi kebisingan adalah bunyi
atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted
sound) (Suma‟mur, 2009).
Sumber bising tidak hanya berasal dari lingkungan kerja saja akan
tetapi dapat juga dari bidang hiburan, olah raga, tempat rekreasi, bahkan
lingkungan

pemukiman

dapat

juga


terkontaminasi

oleh

bising

(Bashiruddin, 2009). Gangguan pendengaran akibat bising di lingkungan
kerja (Occupational Noise-Induced Hearing Loss/ONIHL) merupakan
sumber bising paling sering yang dapat menyebabkan gangguan
pendengaran dibandingkan gangguan pendengaran akibat bising di
tempat lainnya (Bashiruddin dan Soetirto, 2007). Kebisingan dapat
mengurangi

kenyamanan

dan

ketenangan,


mengganggu

indra

pendengaran, mengakibatkan penurunan daya dengar bahkan pada
akhirnya dapat mengakibatkan ketulian yang menetap (Mulia, 2005).
Gangguan pendengaran akibat bising (GPAB) adalah gangguan
pendengaran tipe sensorineural yang menyebabkan penurunan sebagian
atau seluruh daya pendengaran secara kumulatif yang berkembang
secara bertahap. Biasanya mengenai kedua telinga dan bersifat simetris,
tetapi dapat juga mengenai satu telinga. GPAB dapat menyebabkan
kerusakan berbagai struktur di koklea. Pada awalnya mempengaruhi
frekuensi yang lebih tinggi, kemudian menyebar ke frekuensi yang lebih
rendah.

GPAB

merupakan

bentuk


gangguan

pendengaran

tipe

1
Universitas Sumatera Utara

2

sensorineural didapat (akuisita) paling umum ke-2 setelah gangguan
pendengaran akibat usia (presbiakusis) (Kuntodi, 2007; Nandi and
Dhatrak, 2008; Zhao, et al., 2010).
Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) melaporkan
terdapat

250


juta (4,2%) penduduk

dunia

mengalami gangguan

pendengaran akibat dampak kebisingan dalam berbagai bentuk. Di
Amerika Serikat terdapat sekitar 5-6 juta orang terancam menderita tuli
akibat bising. Sedangkan di Belanda jumlahnya mencapai 200.000300.000 orang, di Inggris sekitar 0,2%, di Kanada dan Swedia masingmasing sekitar 0,3% dari seluruh populasi (Amalia dan Lanjani, 2012).
Berdasarkan survei multi center study di Asia Tenggara pada tahun
1998, Indonesia termasuk 4 negara dengan prevalensi ketulian yang
cukup tinggi yaitu 4,6%, sedangkan 3 negara lainnya yakni Sri Lanka
8,8%, Myanmar 8,4% dan India 6,3%. Walaupun bukan yang tertinggi
tetapi prevalensi 4,6% tergolong cukup tinggi, sehingga hal ini dapat
menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat (Haryuna, 2013).
Di Indonesia, taraf kebisingan telah diatur berdasarkan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja No.13/MEN/X/2011 yang merupakan pembaharuan
dari Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 01/MEN/1978, Keputusan
Menteri


Tenaga

Kerja

No.51/MEN/1999

dan

Keputusan

Menteri

Kesehatan No.405/Menkes/SK/XI/2002. Nilai ambang batas kebisingan
yang diperkenankan untuk batas waktu kerja terus-menerus adalah 85 dB
untuk lama pemaparan selama 8 jam sehari atau 40 jam seminggu
(Bashiruddin, 2009).
GPAB seharusnya dapat dicegah. Upaya untuk itu telah dilakukan
dengan dicanangkan suatu program strategi kebijakan WHO, Sound
Hearing 2030. Langkah selanjutnya melalui pembentukan Komite Pusat
Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (PGPKT) di

Indonesia yang menetapkan bahwa GPAB merupakan salah satu target
penurunan prevalensi kejadian gangguan pendengaran di masyarakat
(Soetjipto, 2007).

Universitas Sumatera Utara

3

Tanpa disadari hampir setiap manusia sering terpapar bising dan dapat
mengakibatkan GPAB yang merupakan suatu penyakit yang tidak dapat
dianggap remeh karena dapat mengganggu aktivitas dan produktivitas
sehari-hari. Dalam rangka pencegahan dan penanganan GPAB telah
banyak dilakukan studi epidemiologi dan eksperimental dengan tujuan
untuk mendapatkan bukti-bukti empirik serta teori yang diharapkan
mampu menjelaskan terjadinya GPAB hingga ke tingkat molekuler.
Walaupun sudah banyak diteliti, mekanisme terjadinya GPAB masih
belum dimengerti sepenuhnya dan hingga saat ini belum dijumpai
mekanisme yang lengkap sebagai panduan untuk pencegahan dan
pengobatan GPAB, mengingat banyaknya mekanisme-mekanisme yang
mendasari terjadinya GPAB secara molekuler dilihat dari perubahan yang

terjadi pada sel-sel rambut, fibroblas koklea dan struktur lainnya akibat
pajanan bising.
Penilaian tuli akibat bising secara histopatologi menunjukkan adanya
kerusakan organ Corti di koklea terutama sel-sel rambut. Kerusakan yang
terjadi pada struktur organ tertentu bergantung pada intensitas dan lama
paparan. Pada penelitian terakhir ditemukan bahwa adanya peranan
jaringan penyangga pada dinding lateral koklea yang mengakibatkan
gangguan pendengaran akibat pajanan bising walaupun tanpa disertai
kerusakan sel sensoris, sel rambut luar dan stereosilia. Dinding lateral
koklea tersusun dari jaringan matriks ekstraseluler sebagai struktur
penyangga, dimana terdapat fibroblas yang menghasilkan kolagen
(Purnami, 2009; Haryuna dan Purnami, 2012).
Pada keadaan pajanan bising yang berlebihan akan mempengaruhi
fibroblas koklea, dimana terjadi peningkatan permeabilitas membran sel
dan memicu peningkatan kalsium (Ca2+) intraseluler. Peningkatan Ca2+
yang berlebihan dalam sel tersebut akan memicu kematian sel dan
mengaktifkan jalur sinyal intraseluler (Purnami, 2009). Fibroblas akan
mengalami trauma mekanis yang menyebabkan stres. Peningkatan Ca2+
dalam sel akan memicu aktivitas protein kinase yang menyebabkan
fosforilasi protein (Purnami, 2009; Haryuna, 2013).


Universitas Sumatera Utara

4

Mitogen Activated Protein Kinases (MAPKs) adalah sinyal penting
dalam mengatur beragam fungsi seluler. Activator Protein-1 (AP-1)
diaktifkan oleh MAPK dan merupakan kompleks protein dimer yang terdiri
dari protein Jun dan Fos (Eriksson, 2005). AP-1 sangat banyak mengatur
ekspresi gen dalam berbagai jaringan dan jenis sel. AP-1 adalah
paradigma untuk faktor transkripsi yang terlibat dalam beberapa fungsi
seluler seperti apoptosis, diferensiasi, proliferasi dan transformasi (Pearce,
et al., 2008). Selain itu, jalur sinyal AP-1 juga terdapat dalam proses suatu
penyakit termasuk dalam proses inflamasi (Zenz, et al., 2008). Meskipun
banyak yang diketahui tentang peran AP-1, namun banyak fungsinya yang
belum terpecahkan (Eriksson, 2005).
AP-1 adalah faktor transkripsi yang sensitif terhadap stress seluler dan
dapat menginduksi aktivitas Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) (Gordon,
et al., 2010). Matrix Metalloproteinase (MMP) merupakan famili zinc
dependent endopeptidase, yaitu kumpulan besar enzim yang dapat

mendegradasi berbagai komponen dari matriks ekstraseluler termasuk
kolagen, elastin, gelatin, matriks glikoprotein dan proteoglikan (Verma and
Hansch, 2007). MMP juga mempunyai peranan pada embriogenesis dan
kondisi fisiologis lainnya seperti proliferasi, motilitas sel, remodelling,
penyembuhan luka dan proses reproduksi (Amalinei, Caruntu and Balan,
2007).
Sebanyak 24 MMP telah diidentifiksi pada manusia dan dapat
dikelompokkan dalam enam grup (Hugo and Gen, 2011). Dari keseluruhan
jenis MMP yang pernah ditemukan sampai sekarang ini, jenis Gelatinase
dalam hal ini MMP-2 dan MMP-9 merupakan enzim

utama untuk

mendegradasi kolagen tipe I, IV, V dan sebagainya (Petruzzeli, 2000;
Charoenrat, Rhys-Evans and Eccles, 2001). Kerusakan kolagen pada
dinding lateral koklea terjadi terutama pada tipe IV, selain tipe II. Kolagen
tipe IV diketahui paling rawan (the most vulnerable) terhadap efek bising
(Hirose and Liberman, 2003).

Universitas Sumatera Utara


5

Curcumin adalah zat pigmen kuning yang diekstrak dari rimpang yang
umumnya berasal dari spesies Curcuma longa Linnaeus (kunyit) dan
Curcuma xanthorrhiza Roxb (temulawak) (Lao, et al., 2006). Curcumin
telah terbukti mengganggu jalur sinyal beberapa sel, termasuk siklus sel
(cyclin D1 dan cyclin E), apoptosis (aktivasi caspases dan “downregulation” dari produk gen anti apoptosis), proliferasi [Human Epidermal
Growth Factor Receptor-2 (HER-2), Epidermal Growth Factor Receptor
(EGFR) dan AP-1), kelangsungan hidup [jalur Phosphatidylinositol 3Kinase (PI3K)], invasi (MMP-9 dan molekul adhesi), angiogenesis
[Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)], metastasis [Chemokine
Receptor Type-4 (CXCR-4)] dan peradangan [Nuclear Factor Kappa-Beta
(NFκB), Tumor Necrosis Factor

(TNF),

Interleukin-6 (IL-6),

IL-1,


Cyclooxygenase-2 (COX-2) dan 5-Lipoxygenase (5-LOX)] (Anand, et al.,
2008).
Peran curcumin dalam mencegah mekanisme peningkatan ekspresi
AP-1 di berbagai sel telah banyak diteliti. Namun, peran curcuminoid
dalam hal pencegahan dan pengobatan GPAB melalui mekanisme
ekspresi AP-1 pada fibroblas koklea belum pernah diteliti dan akan
menjadi fokus pada penelitian ini.
Saat ini GPAB merupakan suatu kondisi yang menjadi perhatian dan
masalah global karena tingginya angka prevalensi dan efeknya yang
dapat mengenai semua orang dari segala usia dan jenis kelamin. GPAB
juga dapat mengakibatkan gangguan fisiologis dan psikologis hingga
fungsi sosial dan penurunan produktivitas penderitanya. Oleh karena itu,
diperlukan suatu metode pencegahan dan penanganan kondisi ini dengan
harapan penurunan angka kejadian GPAB.
Untuk mencapai tujuan ini, menjadi penting untuk mengetahui
mekanisme yang mendasari proses terjadinya GPAB di tingkat seluler
melalui suatu studi eksperimental dengan melihat respon fibroblas koklea
terhadap stres berupa pajanan bising dan mendapatkan suatu pola sinyal
molekuler pada keadaan ini.

Universitas Sumatera Utara

6

Secara audiologi bising adalah campuran bunyi nada murni dengan
berbagai frekuensi. Pada penelitian ini dipilih frekuensi bising dengan
rentang 1 kHz sampai dengan 10 kHz berdasarkan pertimbangan
karakteristik bising yang dipengaruhi oleh rentang sensitivitas kemampuan
penangkapan indra pendengaran manusia dan tikus. Dosis pajanan bising
yang diberikan adalah 100 dB SPL selama 2 jam karena berdasarkan
penelitian sebelumnya dibuktikan perbedaan beberapa ekspresi protein
yang bermakna pada dosis tersebut. Protein-protein ini dijumpai dalam
jalur lainnya yang mendasari terjadinya GPAB, melalui degradasi kolagen
tipe IV hingga terjadinya kerusakan struktur fibroblas koklea Rattus
norvegicus (Bashiruddin dan Soetirto, 2007; Purnami, 2009; Haryuna,
2013).
Penelitian eksperimental ini menggunakan tikus sebagai hewan coba.
Tikus juga mempunyai kemiripan struktur telinga dalam dengan manusia
dan telah digunakan sebagai model hewan coba untuk penelitian penyakit
ketulian genetik manusia dan terbukti bermanfaat dalam membantu
mengidentifikasi gen yang sesuai pada manusia yang berperan dalam
perkembangan

sistem

auditorius

melalui

identifikasi

genetik

dan

sekuensnya (Haryuna, 2013).
Penelitian ini terdiri dari 4 kelompok tikus dimana kelompok 1
merupakan kelompok kontrol (tanpa perlakuan), kelompok 2 mendapat
perlakuan pajanan bising (100 dB selama 2 jam perhari) selama 2 minggu,
kelompok 3 mendapat perlakuan pajanan bising (100 dB selama 2 jam
perhari) bersamaan pemberian curcuminoid (50 mg perhari) selama 2
minggu dan kelompok 4 mendapat perlakuan pajanan bising (100 dB
selama 2 jam perhari) bersamaan pemberian curcuminoid (100 mg
perhari) selama 2 minggu. Perubahan molekuler yang terjadi pada
kelompok 2, 3 dan 4 dianalisis secara Imunohistokimia dan dibandingkan
dengan kelompok 1 (kontrol) yang tanpa perlakuan.

Universitas Sumatera Utara

7

Penulis mengharapkan agar hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat
dalam upaya menambah keilmuan mengenai salah satu mekanisme yang
mendasari proses terjadinya GPAB di tingkat seluler dan juga menemukan
langkah pencegahan dan pengobatan terjadinya GPAB yang pada
akhirnya ditujukan untuk menurunkan secara klinis angka prevalensi
GPAB.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diuraikan, dapat
dirumuskan

permasalahan

yang

dituangkan

sebagai

pertanyaan

penelitian, yaitu:
1. Apakah terdapat peningkatan ekspresi AP-1 pada fibroblas koklea
akibat pajanan bising frekuensi 1-10 kHz pada intensitas 100 dB SPL
selama 2 jam.
2. Apakah curcuminoid dapat mencegah kerusakan fibroblas koklea yang
diberi pajanan bising frekuensi 1-10 kHz pada intensitas 100 dB SPL
selama 2 jam berdasarkan penurunan ekspresi AP-1.
3. Apakah curcuminoid 100 mg perhari lebih baik dibandingkan
curcuminoid 50 mg perhari dalam mencegah kerusakan fibroblas
koklea yang diberi pajanan bising frekuensi 1-10 kHz pada intensitas
100 dB SPL selama 2 jam berdasarkan penurunan ekspresi AP-1.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Membuktikan curcuminoid sebagai fitofarmaka yang efektif dan aman
untuk mencegah dan memperbaiki kerusakan fibroblas koklea akibat efek
pajanan bising.

Universitas Sumatera Utara

8

1.3.2 Tujuan khusus
1. Menilai perbedaan antara ekspresi AP-1 pada fibroblas koklea akibat
pajanan bising frekuensi 1-10 kHz pada intensitas 100 dB SPL selama
2 jam dengan ekspresi AP-1 pada fibroblas koklea tanpa pajanan
bising.
2. Menilai bahwa curcuminoid dapat menurunkan ekspresi AP-1 pada
fibroblas koklea yang diberi pajanan bising frekuensi 1-10 kHz pada
intensitas 100 dB SPL selama 2 jam.
3. Menilai curcuminoid dosis 100 mg perhari lebih baik dibandingkan
curcuminoid dosis 50 mg perhari untuk menurunkan ekspresi AP-1
pada fibroblas koklea yang diberi pajanan bising frekuensi 1-10 kHz
pada intensitas 100 dB SPL selama 2 jam.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Mendapatkan

penjelasan

mekanisme

perubahan

ekspresi

molekuler fibroblas koklea akibat pajanan bising.
1.4.2 Mendapatkan

penjelasan

mekanisme

perubahan

ekspresi

molekuler fibroblas koklea akibat pajanan bising yang diterapi
dengan curcuminoid.
1.4.3 Jika

sudah

terbukti

pada

hewan

percobaan,

diharapkan

curcuminoid ini mampu mencegah dan berpotensi dalam perbaikan
fibroblas koklea manusia yang mendapat pajanan bising, sehingga
dari

hasil

tersebut

curcuminoid

dapat

dimanfaatkan

masyarakat luas sebagai fitofarmaka untuk mencegah

oleh
dan

memperbaiki GPAB.

Universitas Sumatera Utara

9

1.5 Orisinalitas
Berdasarkan

penelusuran

secara

kepustakaan,

peneliti

belum

menemukan penelitian tentang curcuminoid yang berasal dari Curcuma
longa Linnaeus dapat berpotensi mencegah dan memperbaiki kerusakan
fibroblas koklea akibat pajanan bising melalui mekanisme seluler
berdasarkan efeknya sebagai inhibitor AP-1.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Curcuminoid Dalam Mencegah Kerusakan Fibroblas Koklea Rattus Norvegicus Yang Diinduksi Bising Ditinjau Dari Ekspresi Activator Protein-1

0 0 18

Pengaruh Pemberian Curcuminoid Dalam Mencegah Kerusakan Fibroblas Koklea Rattus Norvegicus Yang Diinduksi Bising Ditinjau Dari Ekspresi Activator Protein-1

0 0 2

Pengaruh Pemberian Curcuminoid Dalam Mencegah Kerusakan Fibroblas Koklea Rattus Norvegicus Yang Diinduksi Bising Ditinjau Dari Ekspresi Activator Protein-1

0 0 20

Pengaruh Pemberian Curcuminoid Dalam Mencegah Kerusakan Fibroblas Koklea Rattus Norvegicus Yang Diinduksi Bising Ditinjau Dari Ekspresi Activator Protein-1

0 3 9

Pengaruh Pemberian Curcuminoid Dalam Mencegah Kerusakan Fibroblas Koklea Rattus Norvegicus Yang Diinduksi Bising Ditinjau Dari Ekspresi Activator Protein-1

0 0 12

Pengaruh Pemberian Curcuminoid dalam Mencegah dan Memperbaiki Kerusakan Fibroblas Koklea Rattus Norvegicus Model Diabetes Mellitus Ditinjau dari Ekspresi Kolagen Tipe IV

0 0 17

Pengaruh Pemberian Curcuminoid dalam Mencegah dan Memperbaiki Kerusakan Fibroblas Koklea Rattus Norvegicus Model Diabetes Mellitus Ditinjau dari Ekspresi Kolagen Tipe IV

1 1 8

Pengaruh Pemberian Curcuminoid dalam Mencegah dan Memperbaiki Kerusakan Fibroblas Koklea Rattus Norvegicus Model Diabetes Mellitus Ditinjau dari Ekspresi Kolagen Tipe IV

1 3 18

Pengaruh Pemberian Curcuminoid dalam Mencegah dan Memperbaiki Kerusakan Fibroblas Koklea Rattus Norvegicus Model Diabetes Mellitus Ditinjau dari Ekspresi Kolagen Tipe IV

0 0 7

Pengaruh Pemberian Curcuminoid dalam Mencegah dan Memperbaiki Kerusakan Fibroblas Koklea Rattus Norvegicus Model Diabetes Mellitus Ditinjau dari Ekspresi Kolagen Tipe IV

0 0 12