Pengaruh Return On Assets, Net Profit Margin, Debt To Equity Ratio, Dan Firm Size Terhadap Praktik Perataan Laba Pada Perusahaan Manufaktur Terbuka Di Bursa Efek Indonesia

12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Keagenan
Teori keagenan merupakan cabang dari game theory yang mempelajari
mengenai model kontraktual yang membuat agent terdorong untuk bertindak
untuk pihak principal saat kepentingan agent bisa saja bertentangan dengan
kepentingan pihak principal tersebut (Scott, 2009:313). Masalah keagenan
(agency problems) muncul dalam dua bentuk, yaitu antara perusahaan (principal)
dengan pihak manajemen (agent) dan antara pemegang saham dan pemegang
obligasi. Principal biasanya mendelegasikan wewenangnya kepada pihak
manajemen (agent) perusahaan.
Teori keagenan menggunakan tiga asumsi sifat manusia, yaitu: (1) manusia
pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki
daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan
(3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse).
Teori keagenan memiliki asumsi bahwa masing-masing individu sematamata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik
kepentingan antara principal dan agent. Pihak principal termotivasi mengadakan
kontrak untuk mensejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu

meningkat. Agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan
ekonomi dan psikologinya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman,
maupun kontrak kompensasi. Principal tidak memiliki informasi yang cukup
tentang kinerja agent. Agent mempunyai lebih banyak informasi mengenai

12
Universitas Sumatera Utara

13

kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah
yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh
principal dan agent. Ketidakseimbangan informasi inilah yang disebut dengan
asimetri informasi.
Menurut Sumtaky (2007) dalam Iskandar (2014) pemilik dapat mengurangi
konflik kepentingan tersebut dengan memberikan intensif bagi agent dan
melakukan pengawasan. Jumlah intensif yang diberikan kepada agent diukur
berdasarkan kinerjanya didalam perusahaan dan bentuk pengawasan dapat berupa:
1) penyusunan laporan keuangan periodik,
2) adanya fungsi auditing yang bersifat independent,

3) memotivasi manajemen agar mereka bertindak lebih sesuai dengan keinginan
pemegang saham adalah dengan memberikan kompensasi manajerial.
Program ini dirancang untuk mendorong manajemen agar berupaya
memaksimumkan nilai perusahaan, dengan demikian mereka akan berusaha untuk
mencapai target kinerja yang ditetapkan agar mendapatkan kompensasi yang
besar.

2.2 Teori Asimetri
Teori asimetri terjadi dimana manajemen lebih banyak mengetahui
informasi daripada pemilik. Menurut Putranto (2012:118) dalam Iskandar (2014)
bahwa informasi asimetri adalah suatu keadaan dimana salah satu pihak atasan
mempunyai pengetahuan yang lebih dari bawahan mengenai unit tanggung jawab
bawahan. Bila kemungkinana pertama terjadi, akan muncul tuntutan yang lebih
besar dari atasan kepada bawahan mengenai pencapaian target anggaran yang

Universitas Sumatera Utara

14

menurut bawahan anggaran tersebut terlalu tinggi. Namun, bila kemungkinan

kedua terjadi bawahan akan menyatakan terget lebih rendah daripada yang
dimungkinkan untuk dicapai.
Menurut Scott (2009:13-14) terdapat dua jenis utama dari asimetri
informasi, yaitu:
1. Adverse Selection
Adverse Selection merupakan jenis asimetri informasi dimana manajer dan
orang dalam lainnya mempunyai lebih banyak informasi dibandingkan pihak
luar. Dengan informasi yang lebih tersebut akan memunculkan potensi
pengambilan keputusan yang hanya menguntungkan salah satu pihak saja.
Sementara pihak lain dirugikan.
2. Moral Hazard
Moral Hazard adalah jenis informasi dimana pemegang saham atau pemberi
pinjaman tidak dapat sepenuhnya mengamati kegiatan yang dilakukan oleh
manajer dalam menjalankan amanah yang diberikan. Sehingga manajer dapat
melakukan tindakan yang dapat berdampak tidak baik bagi perusahaan dan
pemegang saham.
Asimetri informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara principal
dan agent mendorong agent untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya
kepada principal, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran
kinerja agent. Asimetri informasi antara manajemen (agent) dengan pemilik

(principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan

Universitas Sumatera Utara

15

manajemen laba (earning management) dalam rangka menyesatkan pemilik
(pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan.

2.3 Laba
Laba merupakan salah satu informasi potensial yang terkandung di dalam
laporan keuangan dan sangat penting bagi pihak internal maupun pihak eksternal
perusahaan. Menurut Accounting Pricipal Board (APB) Statement mengartikan
laba (rugi) sebagai kelebihan (defisit) penghasilan di atas biaya selama satu
periode akuntansi. Sedangkan menurut Financial Accounting Standart Board
(FASB) mendefinisikan accounting income atau laba akuntansi sebagai perubahan
dalam equity (net asset) dari suatu entity selama suatu periode tertentu yang
diakibatkan oleh transaksi dan kejadian atau peristiwa yang berasal bukan dari
pemilik (Syafi,2002). Sedangkan menurut Mahmud M. Hanafi (2010:32) dalam
Siregar (2016) menyatakan bahwa laba merupakan ukuran keseluruhan prestasi

perusahaan, yang didefinisikan sebagai penjualan yang dikurangi biaya-biaya
perusahaan.
Menurut Belkauoi (2007:226) dalam Iskandar (2014) menyatakan bahwa
Laba adalah hal yang mendasar dan penting dari laporan keuangan dan memiliki
banyak kegunaan di berbagai konteks. Laba umumnya dipandang sebagai dasar
untuk perpajakan, penentu dari kebijakan pembayaran dividen, panduan dalam
melakukan investasi dan pengambilan keputusan, dan satu elemen dalam
peramalan. Selanjutnya Belkaoui (2007:226-229) dalam Iskandar (2014)
memberikan penjelasan lanjutan mengenai laba, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

16

1. Laba adalah dasar untuk perpajakan dan redistribusi kekayaan di antara
individu-individu. Satu versi dari laba yang dikenal sebagai laba kena pajak
diperhitungkan menurut aturan-aturan yang ditentukan oleh peraturan fiskal
pemerintah.
2. Laba dipandang sebagai suatu panduan bagi kebijakan dividen dan retensi
perusahaan. Laba yang diakui adalah indikator dari jumlah maksimum yang

dapat

didistribusikan

sebagai

dividen

ditahan

untuk

ekspansi

atau

diinvestasikan kembali kedalam perusahaan.
3. Laba dipandang sebagai panduan umum investasi dan pengambilan keputusan.
4. Laba dianggap sebagai suatu sarana prediktif yang membantu dalam
meramalkan laba dan peristiwa-peristiwa ekonomi di masa depan. Bahkan

pada kenyataannya, nilai-nilai laba masa lalu, yang didasarkan pada biaya
historis dan nilai saat ini, ternyata dapat bermanfaat di dalam meramalkan
nilai-nilai masa depan dari kedua versi laba.
5. Laba dapat dilihat sebagai suatu alat ukur efisiensi. Laba adalah ukuran baik
dari keahlian kepengurusan manajemen atas sumber daya entitas maupun
efisiensinya dalam menyelenggarakan urusan-urusan perusahaan. Hal ini
dinyatakan dengan baik di dalam Laporan Kelompok Studi tentang Tujuantujuan Pelaporan Keuangan dari FASB, yang memiliki pendapat bahwa
"Tujuan dari laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi yang
bermanfaat dalam menilai kemampuan manajemen memanfaatkan sumber
daya yang dimiliki perusahaan secara efektif guna mencapai sasaran utama
perusahaan". Dan proses laba terdiri atas usaha-usaha dan pelaksanaan yang

Universitas Sumatera Utara

17

diarahkan untuk menacapai sasaran utama perusahaan berupa pengembalian,
dalam beberapa waktu, jumlah maksimum kas kepada para pemiliknya.
Sasaran utama manajemen adalah untuk memaksimalkan laba per saham.
Pada awal abad XX Fischer, Lindahl, dan Hick menjelaskan sifat-sifat laba

ekonomi mencakup tiga tahap, yaitu sebagai berikut:
1. Physical Income, yaitu konsumen barang dan jasa pribadi yang sebenarnya
memberikan kesenangan fisik dan pemenuhan kebutuhan, laba jenis ini tidak
dapat diukur.
2. Real Income adalah ungkapan kejadian yang memberikan peningkatan
terhadap kesenangan fisik. Ukuran yang dapat digunakan untuk real income ini
adalah “biaya hidup” (cost of living). Dengan perkataan lain, kepuasan timbul
karena kesenangan fisik yang timbul dari keuntungan yang diukur dengan
pembayaran uang yang dilakukan untuk membeli barang dan jasa sebelum dan
sesudah dikonsumsi.
3. Money Income merupakan hasil uang yang diterima dan dimaksudkan untuk
konsumsi dalam memenuhi kebutuhan hidup. Menurut Fischer, money income
lebih dekat pada pengertian akuntansi tentang income. Lindahl menganggap
konsep laba sebagai interest, yaitu merupakan penghargaan yang terusmenerus terhadap barang modal sepanjang waktu. Perbedaan antara interest
dengan konsumsi yang diharapkan pada periode tertentu dianggap sebagai
saving sehingga laba dianggap sebagai konsumsi ditambah saving.
Menurut Yadiati (2007: 92) dalam Ratnasari (2012) terdapat dua laba
akuntansi dari segi pragmantik, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


18

1. Laba sebagai alat prediksi
Angka laba dapat memberikan informasi sebagai alat untuk menaksir dan
menduga aliran kas untuk pembagian dividen dan sebagai alat untuk menaksir
kemampuan perusahaan dalam menaksir earning power dan nilai perusahaan di
masa mendatang.
2. Laba sebagai alat pengendalian manajemen
Laba dapat digunakan sebagai tolak ukur bagi manajemen dalam mengukur
kinerja manajer atau divisi dari suatu perusahaan.
Dapat dilihat bahwa laba merupakan salah satu komponen penting dan
patut dipertimbangkan dalam laporan keuangan, maka pihak manajer tidak jarang
yang melakukan tindakan yang tidak semestinya agar laba yang dilaporkan dapat
sesuai harapan.

2.4 Manajemen Laba
Manajemen laba atau earning management

menurut Ratnasari (2012)


merupakan suatu proses yang disengaja menurut batasan standar akuntansi
keuangan untuk mengarahkan pelaporan laba pada tingkaat tertentu. Dengan
melakukan manajemen laba, manajer mengharapkan laba yang dilaporkan sesuai
dengan harapan investor, tetapi terkadang tidak sesuai fakta yang ada. Menurut
Ratnasari (2012) manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat
mengurangi kredibilitas laporan keuangan. Manajemen laba juga menambah bias
dalam laporan keeuangan dan dapat menggangu pemakai laporan keuangan yang
mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa
rekayasa.

Universitas Sumatera Utara

19

Kepercayaan pada informasi adalah penting bagi pemakai, sebab keputusan
ini didasarkan pada informasi yang dapat mempengaruhi kesejahterahan
ekonominya. Tanggung jawab unntuk menyajikan laporan keuangan perusahaan
yang dapat dipercaya terletak pada manajernya. Tanggungjawab ini dapat
dipenuhi dengan menerapkan prinsip akuntansi yang diterima umum yang tepat

sesuai dengan keadaan perusahaan, dengan memelihara sistem yang efektif dari
perkiraan kontrol intern dan menyajikan laporan keuangan tepat.
Dalam penelitian Ayres (1994) yang dikutip Dewi (2012) menyatakan
bahwa ada tiga faktor yang dapat dikaitkan dengan munculnya praktik manajemen
laba oleh manajer demi menunjukan prestasinya, yaitu:
1. Manajemen akural (accruals management).
2. Penerapan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib (adoption of mandatory
accounting changes).
3. Perubahan akuntansi secara sekarela (voluntary accounting changes).
Sedangkan Scott (2000:320) dalam Dewi (2012) mengemukakan beberapa
terjadinya motivasi perusahaan melakukan manajemen laba, yaitu:
1. Bonus Purposes
Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak
secara oportunistik untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan
laba saat ini.
2. Political Motivation
Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada
perusahaan publik. Perusahaan cendrung mengurangi laba yang dilaporkan

Universitas Sumatera Utara

20

karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan
peraturan yang lebih ketat.
3. Taxation Motivation
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling
nyata.

Berbagai

metode

akuntansi

digunakan

dengan

tujuan

untuk

penghematan pajak pendapatan.
4. Pengantian CEO
CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikan pendapatan
untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka
akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.
5. Initial Publik Offering (IPO)
Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan
manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dengan
harapan dapat menaikan harga saham perusahaan.
6. Pentingnya memberikan informasi kepada investor
Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor
sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa
perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.
Menurut Scott (2003) dalam Ratnasari (2012), ada beberapa pola
manajemen laba yang dilakukan, antara lain:
1. Taking a Bath
Ini dapat terjadi selama periode stres organisasi atau reorganisasi. Tindakan
manajemen melaporkan biaya-biaya pada masa mendatang dari dimasa kini

Universitas Sumatera Utara

21

dan menghapuskan beberapa aktiva. Hal ini juga memberi kesempatan manjer
yang mempunyai net income dibawah bogey (tingkat laba minimum untuk
memperoleh bonus) untuk menaikan bonus dimasa yang akan datang.
2. Income Minimization
Income Minimization ini mirip dengan Taking a Bath, tetapi tidak terlalu
eksterm. Pola seperti ini dapat dapat dipilih dengan pertimbangan nyata
perusahaan selama periode profitabilitas tinggi. Tindakan untuk menghapus
modal aset, beban iklan, pengeluaran, R&D dan sebagainya dengan tujuan
mencapai suatu tingkat Return on Asset atau Return on Investmen tertentu.
Biasanya dilakukan pada periode yang tingkat profitabilitasnya tinggi.
3. Income Maximization
Manajer berusaha melaporkan net income yang tinggi dengan motivasi
mendapat bonus yang lebih besar. Pola ini juga dilakukan untuk menghindari
pelanggaran atas kontrak hutang jangka panjang.
4. Income Smoothing
Manajer mempunyai kecenderungan untuk meratakan laba bersih sehingga
berada tetap di antara bogey (laba minimum untuk mendapat bonus) dan cap
(laba maksimum untuk mendapat bonus). Lebih jauh lagi apabila manajer
mempunyai sikap menghindari resiko, mereka akan memilih untuk mengurangi
aliran bonus yang tidak berubah-ubah, sehingga perataan laba pun dipilih
sebagai jalan keluar.

Universitas Sumatera Utara

22

2.5 Perataan Laba
2.5.1 Pengertian Perataan Laba
Income smooting merupakan pola manajemen laba yang dilakukan
perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat
mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih
menyukai laba yang relatif stabil.
Berikut beberapa ahli memberikan pengertian perataan laba (income smoothing):
1. Perataan laba menurut Beidleman (1973) sebagai berikut: “meratakan earning
yang dilaporkan sebagai pengurangan secara sengaja fluktuasi disekitar tingkat
earning tertentu yang dianggap normal bagi sebuah perusahaan”. Dalam
pengertian ini perataan mempresentasikan sebuah upaya yang dilakukan oleh
manajemen perusahaan untuk mengurangi variasi tidak normal dalam earning
sepanjang diijinkan oleh prinsip akuntansi dan manajemen yang sehat.
2. Sedangkan Koch (1981) menyebutkan perataan laba dapat didefinisikan
sebagai cara yang digunakan oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba
yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan baik secara
artifisial melalui metode akuntansi, maupun secara riil melalui transaksi.
Tindakan perataan laba yang sengaja dilakukan oleh perusahaan dalam batasan
Generally Accepted Accounting Principles (GAAP), mengarah pada suatu
tingkatan yang diinginkan atas laba yang dilaporkan.
3. Menurut Belkaoui perataan laba (income smoothing) adalah “pengurangan
fluktuasi laba dari tahun ke tahun dengan memindahkan pendapatan dari tahun-

Universitas Sumatera Utara

23

tahun

yang

tinggi

pendapatannya

ke

periode-periode

yang

kurang

menguntungkan”.
4. Menurut Fuddenberg dan Tirole dalam penelitian Budileksamana dan Andriani
(2011) berpendapat bahwa perataan laba adalah suatu proses manipulasi waktu
terjadinya laba atau laporan laba agar laba yang dilaporakan terlihat stabil.
5. Dari hasil penelitian Budhijono (2009) perataan laba atau income smoothing
adalah suatu cara yang digunakan oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi
income baik secara artifisial atau ekonomi.
Tindakan ini menyebabkan pengungkapan informasi mengenai penghasilan
laba menjadi menyesatkan. Oleh karena itu, akan mengakibatkan terjadinya
kesalahan dalam pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkepentingan
dengan perusahaan, khususnya pihak eksternal (Hasanah, 2013). Tindakan ini
dilakukan dengan sengaja untuk kepentingan manajemen perusahaan dalam
mengelola laba perusahaannya. Perencanaan yang direncanakan atau disengaja
mengacu secara spesifik kepada keputusan atau pilihan yang disengaja untuk
meredam fluktuasi pendapatan ke suatu tingkat tertentu. Oleh sebab itu, perataan
yang dibuat atau disengaja ini pada dasarnya adalah suatu perataan akuntansi yang
menggunakan fleksibilitas yang ada dalam prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum dan pilihan-pilihan serta kombinasi-kombinasi yang tersedia untuk
meratakan laba.
Dari berbagai definisi perataan laba diatas, dapat diambil kesimpulan
bahwa perataan laba adalah suatu tindakan manajemen untuk mengurangi
fluktuasi laba agar laba yang dilaporkan terlihat stabil. Dengan kata lain perataan

Universitas Sumatera Utara

24

laba adalah suatu tindakan manipulasi yang sengaja, yang dilakukan oleh
manajemen terhadap fluktuasi laba yang dilaporkan agar laba perusahaan berada
di tingkat yang dianggap normal oleh perusahaan atau dengan kata lain agar laba
yang dilaporkan perusahaan terlihat stabil sepanjang diijinkan oleh prinsip
akuntansi dan manajemen yang sehat.
2.5.2.Klasifikasi dan Jenis Perataan Laba
Berdasarkan penelitian Eckel (1981) dalam Dewi dan Zulaikha (2011)
perataan laba digolongkan kedalam dua tipe yaitu perataan alami (naturally
smoothing) dan perataan yang disengaja (intentionally smoothing). Perataan laba
berdasarkan tipe disengaja (intentionally smoothing) terbagi atas artifical
smoothing dan real smoothing.

SMOOTH INCOME STREAM

Intentionally Being
Smoothed by
Management

Artificial
Smoothing

Naturally Smooth

Real Smoothing

Sumber: Nom Eckel (1981) The Income Smoothing Hypothesis Revisited, Abacus Vol 17, No
(dalam Dewi dan Zulaikha, 2011)

Gambar 2.1 Tipe Perataan Laba

Universitas Sumatera Utara

25

Pada Gambar 2.1 dapat dijelaskan bahwa perataan laba digolongkan
kedalam dua tipe, yaitu: Naturally Smooth dan Intentionally Being Smoothed by
Management. Naturally Smooth (perataan secara alami), perataan ini mempunyai
implikasi bahwa sifat proses perataan laba itu sendiri menghasilkan suatu aliran
laba yang rata. Hal ini kita dapati pada perolehan penghasilan dari
keperluan/pelayanan umum, dimana aliran laba yang ada akan rata dengan
sendirinya tanpa ada campur tangan dari pihak lain.
Intentionally Being Smoothed by Management (perataan yang disengaja)
dikenal juga dengan designed smoothing, perataan ini berbeda dengan naturally
smoothing yang terjadi secara alami. Pada designed smoothing, perataan yang
terjadi diakibatkan adanya intervensi atau campur tangan dari pihak lain, dalam
hal ini adalah manajemen. Designed smoothing dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
Artifical smoothing (accounting smoothing) dan Real smoothing (transactional
atau economic smoothing).
Artifical smooting muncul ketika manajemen manipulasi waktu pencatatan
akuntansi untuk menghasilkan perataan laba. Artifical smoothing merupakan
implementasi prosedur-prosedur akuntansi untuk memindahkan beban dan/atau
pendapatan dari satu periode ke periode yang lain. Real smoothing muncul ketika
manajemen melakukan tindakan untuk mengendalikan kejadian ekonomi tertentu
yang mempengaruhi laba yang akan datang (Eckel, 1981).

Universitas Sumatera Utara

26

2.5.3 Tujuan Perataan Laba
Seperti halnya definisi, tujuan dari perataan laba juga mendatangkan
berbagai pendapat dari para peneliti terdahulu. Menurut Siregar (2016) tujuan
yang ingin dicapai oleh manajemen dalam perataan laba yaitu:
1. Mencapai keuntungan pajak.
2. Untuk memberikan kesan baik dari pemilik dan kreditor terhadap kinerja
manajemen.
3. Mengurangi fluktuasi pada laporan laba dan mengurangi resiko, sehingga
harga sekuritas yang tinggi menarik perhatian pasar.
4. Untuk menghasilkan pertumbuhan profit yang stabil.
5. Untuk menjaga posisi/kedudukan mereka dalam perusahaan.
Adapun tujuan perataan laba menurut Foster (1986) dalam Siregar (2016)
adalah sebagai berikut:
1. Memperbaiki citra perusahaan dimata pihak luar, bahwa perusahaan tersebut
memiliki resiko yang rendah.
2. Memberikan informasi yang relavan dalam melakukan prediksi terhadap laba
di masa mendatang.
3. Meningkatkan kepuasan relasi bisnis
4. Meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen.
5. Meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.
Menurut Hepworth (1953) dalam Iskandar (2014) tindakan perataan laba
yang dilakukan oleh manajemen pada dasarnya untuk mendapat berbagai
keuntungan ekonomis dan psikologis yaitu:

Universitas Sumatera Utara

27

1) Mengurangi total pajak.
2) Meningkatkan kepercayaan dari manajer.
3) Meningkatkan hubungan antara manajer dan karyawan.
4) Siklus peningkatan dan penurunan penghasilan dapat ditandingi dan
gelombang optimisme dan pesimisme dapat diperlunak.
2.5.4 Motivasi dan Alasan Perataan Laba
Menurut Hepworth (1953) dalam Dewi dan Zulaikha (2011) bahwa praktik
perataan laba yang dilakukan oleh manajemen merupakan suatu tindakan yang
rasional dan logis karena adanya alasan perataan laba sebagai berikut:
1) Sebagai teknik untuk mengurangi laba dan menaikan biaya pada tahun berjalan
sehingga pajak yang terhutang atas perusahaan menjadi kecil.
2) Sebagai bentuk peningkatan citra perusahaan dimata investor, karena
mendukung kestabilan penghasilan dan kebijakan dividen sesuai dengan
keinginan investor ketika perusahaan mengalami kenaikan atas laba yang
diperolehnya.
3) Sebagai jembatan penghubung antara manajemen perusahaan dengan
karyawannya. Perataan laba dapat menstabilkan adanya fluktuasi laba,
sehingga dengan dilakukannya perataan laba tersebut karyawan dapat terhindar
dari adanya penurunan upah yang diminta oleh karyawan ketika perusahaan
mengalami penurunan atas laba yang diperolehnya.
Dipihak lain, berdasarkan penelitian Dye (1988) dalam Ratnasari (2012)
pemilik mendukung perataan penghasilan karena adanya motivasi internal dan
motivasi eksternal. Motivasi internal menunjukan maksud pemilik untuk

Universitas Sumatera Utara

28

meminimalkan biaya kontrak manajer dengan membujuk manajer agar melakukan
praktik manajemen laba. Motivasi eksternal ditunjukan oleh usaha pemilik saat ini
untuk mengubah persepsi investor prospektif atau potensial terhadap nilai
perusahaan.
Alasan seseorang manajer melakukan praktik perataan laba menurut
penelitian Sitinjak (2010) dalam Siregar (2016) adalah sebagai berikut:
a. Aliran laba yang merata dapat meningkatkan keyakinan para investor karena
laba yang stabil akan mendukung kebijaksanaan dividen yang stabil pula
sebagaimana yang diinginkan para investor.
b. Penyusunan pos pendapatan dan biaya secara bijaksana yang melalui periode
beberapa metode tertentu, manajemen dapa mengurangi kewajiban perusahaan
secara keseluruhan.
c. Perataan laba dapat meningkatkan hubungan antara manajemen dan pekerja
karena kenaikan yang tajam dalam laba yang dilaporkan dapat menimbulkan
permintaan upah yang lebih tinggi bagi para karyawan.
d. Aliran laba yang merata dapat memiliki pengaruh psikologis pada ekonomi
dalam hal kenaikan atau penurunan dapat dihindari serta rasa pesimis dan
optimis dapat dikurangi.
2.5.5 Dimensi Perataan Laba
Dalam penelitian Dewi dan Zulaikha (2011) membedakan ketiga dimensi
perataan tersebut sebagai berikut:
1. Perataan melalui terjadinya peristiwa dan atau pengakuan peristiwa. Artinya,
manajemen dapat menentukan waktu transaksi aktual terjadi sehingga

Universitas Sumatera Utara

29

pengaruh transaksi tersebut terhadap laba yang dilaporkan cenderung rata
sepanjang waktu. Cara ini merupakan rekayasa laba berdasarkan pada
penetapan waktu terjadinya transaksi yang lebih fokus pada pilihan manajemen
dari pada persoalan akuntansi. Oleh karena itu, perataan jenis ini tidak hanya
dibahas pada literatur akuntansi. Disamping karena sulit untuk didentifikasi,
hal ini juga hampir dapat dikatakan menyimpang. Contoh sederhana dapat
ditunjukan dengan penentuan nilai saat penjualan. Menyadari bahwa laba
perusahaan pada tahun berjalan sudah terlalu tinggi dan mengkhawatirkan
sehingga pihak manajemen memutuskan untuk menangguhkan transaksi
penjualan yang seharusnya terjadi pada akhir tahun berjalan menjadi penjualan
awal tahun. Dengan bertambahnya laba tersebut akan mengakibatkan
penurunan laba pada periode yang akan datang.
2. Perataan melalui alokasi sepanjang waktu.Atas dasar terjadinya dan diakuinya
peristiwa tertentu, manajemen memiliki media pengendalian dalam penentuan
laba pada periode yang terpengaruh oleh kualifikasi peristiwa tersebut.
3. Perataan melalui klasifikasi (classificarity smoothing). Jika angka-angka dalam
laporan laba rugi selain laba bersih merupakan proyek dari perataan laba, maka
manajemen dapat dengan mudah mengklasifikasi elemen-elemen dalam
laporan laba rugi sehingga dapat mengurangi variasi setiap periodenya.
2.5.6 Sasaran Perataan Laba
Sasaran dalam melakukan perataan laba dapat difokuskan pada aktivitas
yang umumnya dilakukan oleh pihak manajemen untuk mempengaruhi aliran
dana atau informasi. Artinya untuk menciptakan laporan keuangan yang

Universitas Sumatera Utara

30

diinginkan, manajemen dapat memasukan informasi yang seharusnya dilaporkan
pada periode yang telah lalu atau yang akan datang kedalam periode saat ini atau
sebaliknya.
Menurut Foster (1986) dalam Hapsari (2012) mengklasifikasikan beberapa
unsur dalam laporan keuangan yang sering kali dijadikan sasaran untuk
melakukan perataan laba, antara lain:
1. Unsur penjualan
1) Pada saat pembuatan faktur penjualan, misalnya pihak manajemen
melakukan transaksi penjualan yang sebenarnya terjadi untuk periode yang
akan datang tetapi pembuatan fakturnya dilakukan dan dilaporkan sebagai
penjualan pada periode saat ini.
2) Pembuatan pesanan atau penjualan fiktif. Hal ini dilakukan dengan tujuan
agar menghasilkan perusahaan periode saat ini menjadi lebih tinggi dari
yang seharusnya dilaporkan.
3) Dengan cara downgrading (menurunkan nilai produk). Misalnya dengan
cara menuliskan dalam faktur penjualan bahwa produk yang dijual termasuk
dalam kelompok produk rusak atau cacat, sehingga harga yang tercantum
menjadi lebih rendah dari harga yang sebenarnya terjadi. Dengan hasil akhir
dalam laporan keuangan bahwa penghasilan dari penjualan perusahaan
menjadi lebih rendah dari penjualan yang seharusnya terjadi.
2. Unsur Biaya
1) Memecah faktur pembelian.

Universitas Sumatera Utara

31

Misalnya faktur untuk sebuah pembelian atau pesanan dan selanjutnya
dibuatkan beberapa faktur dengan tanggal yang berbeda, sehingga kemudian
dilaporkan kedalam beberapa periode akuntansi yang berbeda. Dengan
memecah faktur pembelian juga memungkinkan terjadinya peningkatan
biaya angkut barang dan atau peningkatan biaya administrasi yang semula
hanya satu kali menjadi beberapa kali.
2) Mencatat biaya dibayar dimuka (prepayment) sebagai biaya.
Misalnya melaporkan sewa dibayar dimuka untuk periode yang akan datang
sebagai biaya sewa untuk periode saat ini.
2.5.7 Teknik Perataan Laba
Adapun beberapa teknik yang digunakan dalam perataan laba dari
penelitian Hapsari (2012) diantaranya adalah :
1. Perataan melalui waktu terjadinya transaksi atau pengakuan transaksi melalui
kebijakan manajemen itu sendiri (accrual), misalnya: pengeluaran biaya riset
dan pengembangan. Selain itu banyak juga perusahaan yang menerapkan
kebijakan diskon dan kredit sehingga hal ini dapat menyebabkan meningkatnya
jumlah piutang dan penjualan pada akhir bulan terakhir tiap kwartil, sehingga
laba kelihatan stabil pada periode tertentu.
2. Perataan melalui alokasi untuk beberapa periode tertentu. Manajer memiliki
kewenangan untuk mengalokasikan pendapatan ada atau beban untuk periode
tertentu. Misalnya, jika penjualan meningkat maka manjemen dapat
membebankan biaya riset dan penelitian serta amortisasi goodwill pada periode
itu untuk menstabilkan laba.

Universitas Sumatera Utara

32

3. Perataan melalui klasifikasi. Manajemen memilki kewenangan dan kebijakan
sendiri untuk mengklasifikasikan pos-pos rugi laba dalam kategori yang
berbeda. Misalnya, jika pendapatan operasi sulit untuk didefinisikan maka
manajer dapat mengklasifikasikan pos itu pada pendapatan operasi. Dalam hal
ini dapat digunakan sewaktu-waktu untuk meratakan laba melihat kondisi
pendapatan periode itu.
Teknik-teknik itu memang mungkin untuk dilakukan karena Prinsip
Akuntansi Berterima Umum (PABU) memberikan berbagai pilihan dalam
mencatat berbagai peristiwa keuangan. Manajemen memiliki keleluasan untuk
menganti satu metode ke metode yang lain. Keleluasan untuk memakai teknikteknik akuntansi dalam mencatat terbukti telah disalahgunakan oleh manajemen
untuk melakukan perataan laba. Bahkan Koch (1981) dalam Hapsari (2012)
mensinyalir bahwa perataan laba banyak dilakukan dengan menggunakan teknikteknik akuntansi yaitu dengan merubah kebijakan akuntansi.

2.6 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Perataan Laba
2.6.1 Return on Assets (ROA)
Menurut Brigham dan Houston (2010:148), “Rasio laba bersih terhadap
total aktiva mengukur pengembalian atas total aktiva (ROA) setelah bunga dan
pajak”. Menurut Sitanggang (2012:30) bahwa Return on Assets (ROA) merupakan
rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba bersih dari jumlah
dana yang diinvestasikan perusahaan atau total aset perusahaan. untuk
menentukan jumlah dana yang diinvestasikan dalam beberapa literatur jumlah
investasi disamakan dengan total aset, hal ini dapat diterima selama semua aset

Universitas Sumatera Utara

33

dioperasionalkan dalam operasi utama perusahaan (core business). Artinya tidak
ada aset yang masih belum dioperasionalkan atau dioperasionalkan tetapi bukan
untuk operasional utama perusahaan.
Return

on

Investment/Assets

menunjukan

kemampuan

perusahaan

menghasilkan laba dari aset yang dipergunakan (Syahyunan, 2015:106).
Sedangkan menurut Mardiayanto (2009: 196) dalam “ROA adalah ratio yang
digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
yang berasal dari aktivitas investasi”. Return on Assets (ROA) digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen dalam memperoleh keuntungan (laba) secara
keseluruhan. ROA berfungsi untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam
menghasilkan laba melalui pengoperasian aktiva yang dimiliki. Semakin besar
ROA yang dimilki sebuah perusahaan maka semakin efesien penggunaan aktiva
sehingga akan memperbesar laba.
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Profitabilitas adalah
tingkat keuntungan bersih yang dicapai perusahaaan. Rasio profitabilitas dengan
menggunakan pengukuran. Return on Assets (ROA) merupakan rasio untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba setelah pajak dari
total aset yang dimilikinya. alat untuk mengukur sejauh mana perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan menggunakan seluruh aktiva atau aset yang diliki
perusahaan. Dengan kata lain, semakin tinggi ROA

maka semakin baik

profitabilitas assets dalam memperoleh keuntungan bersih. ROA dapat
dirumuskan sebagai berikut (Brigham dan Houston, 2010:148):
Return on Assets =

Universitas Sumatera Utara

34

2.6.2 Net Profit Margin (NPM)
Brigham dan Houston Net Profit Margin adalah rasio yang mengukur laba
bersih setelah pajak terhadap penjualan. Menurut Syahyunan, (2015:106) Net
Profit Margin (NPM) adalah rasio untuk mengukur tingkat laba operasi
dibandingkan dengan volume penjualan. NPM digunakan untuk menunjukan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih antara laba bersih
dengan penjualan.
Semakin besar Net Profit Margin menunjukan kinerja perusahaan yang
produktif untuk memperoleh laba yang tinggi melalui tingkat penjualan tertentu
serta kemampuan perusahaan yang baik dalam menekan biaya-biaya operasional.
Dengan kata lain, semakin besar NPM, maka kinerja perusahaan akan semakin
produktif, sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan
modalnya pada perusahaan tersebut.
Hubungan antara laba bersih sesudah pajak dan penjualan bersih
menunjukan kemampuan manajemen dalam menjalankan perusahaan perusahaan
secara cukup berhasil untuk menyisakan margin tertentu sebagai kompensasi yang
wajar bagi pemilik yang telah menyediakan modalnya untuk suatu resiko. Para
investor pasar modal perlu mengetahui kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba. Dengan mengetahui hal tersebut investor dapat menilai
apakah perusahaan itu profitabel atau tidak. Pengukuran Net Profit Margin yang
digunakan adalah (Brigham dan Houston, 2010:146):
Net Profit Margin =

Universitas Sumatera Utara

35

2.6.3 Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to Equity Ratio (DER) merupakan perhitungan leverage sederhana
yang membandingkan total utang yang dimiliki perusahaan dengan total ekuitas
(modal sendiri) dalam menanggung resiko. Ratio ini menggambarkanMenurut
Syahyunan (2015:105) Debt to Equity Ratio (DER) adalah perbandingan hutang
dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukan kemampuan modal
sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Total hutang
merupakan total kewajiban (baik utang jangka pendek maupun jangka panjang).
Sedangkan total ekuitas merupakan total modal sendiri (meliputi total modal
saham yang disetor dan laba yang ditahan) yang dimiliki oleh perusahaan.
Menurut Sitanggang (2012:25) Debt to Equity Ratio (DER), yaitu ratio
antara total utang dengan total ekuitas dalam perusahaan yang memberi gambaran
perbandingan antara total utang dengan modal sendiri (equity) perusahaan. Debt
to Equity Ratio menunjukan proporsi hutang terhadap modal yang dimiliki. DER
sering digunakan dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan yang dilakukan
berdasarkan pada laba yang diperoleh perusahaan. Seorang kreditur akan
memberikan kredit pada perusahaan yang mempunyai laba yang stabil karena laba
yang stabil memberikan keyakinan pada kreditur bahwa perusahaan akan mampu
membayar hutangnya.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa semakin rendah DER
semakin baik. DER yang tinggi menunjukan nilai resiko semakin tinggi yang
menunjukan peningkatan dari resiko pada kreditur berupa ketidakmampuan
perusahaan dalam membayar semua kewajibannya. Dengan kata lain, semakin

Universitas Sumatera Utara

36

besar rasio ini berarti semakin besar peranan utang dalam membiayai aset
perusahaan. Pengukuran Debt to Equity Ratio yang digunakan adalah (Brigham
dan Houston, 2010:143):
Debt to Equity Ratio =
2.6.4 Firm Size (Ukuran Perusahaan)
Menurut Iskandar (2014), bahwa Firm Size atau ukuran perusahaan adalah
sebagai suatu perbandingan besar atau kecilnya bagi suatu objek yang berupa aset
perusahaan. Menurut ukurannya perusahaan dapat diklasifikasi menjadi tiga jenis,
yaitu: besar, menengah, dan kecil.
Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar
kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, long Size, nilai
pasar saham dan lain-lain (Andriani , 2011). Ukuran perusahaan menunjukan
besar atau kecilnya kekayaan (assets) yang dimiliki oleh perusahaan. Besar atau
kecilnya perusahaan dapat dilihat dari total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata
penjualan, nilai pasar atas saham perusahaan tersebut, dan lain-lain. Besar
kecilnya suatu perusahaan dapat mempengaruhi kemampuan manajemen untuk
mengoperasikan perusahaan dengan berbagai situasi dan kondisi yang
dihadapinya.

Kemampuan

suatu

perusahaan

untuk

beroperasi

dapat

mempengaruhi pendapatan saham perusahaannya.
Jika perusahaan memiliki total aktiva (assets) yang besar, pihak manajemen
lebih leluasa dalam mempergunakan aktiva yang ada diperusahaan terrsebut.
Kebebasan yang dimiliki manajemen ini sebanding dengan kekhawatiran yang
dirasakan oleh pemilik atas asetnya. Ukuran perusahaan yang besar memudahkan

Universitas Sumatera Utara

37

perusahaan

dalam

masalah

pendanaan.

Perusahaan

umumnya

memiliki

fleksibilitas dan aksebilitas yang tinggi dalam masalah pendanaan melalui pasar
modal. Kemudahan ini bisa ditangkap sebagai informasi yang baik. Firm Size
dapat dirumuskan sebagai berikut (Ashari, 1994):
Firm Size = Ln Total Assets

2.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan perataan laba yang
dapat digunakan sebagai bahan referensi antara lain sebagai berikut:
1. Siregar (2016)
Siregar (2016) melakukan penelitian dengan judul Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Perataan Laba pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (2011-2014). Analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruhi positif terhadap terjadinya
praktik perataan laba, Return on Assets berpengaruhi positif

terhadap

terjadinya praktik perataaan laba, dan Net Profit Margin berpengaruhi positif
terhadap terjadinya perataan laba. Sedangkan, Financial Leverage berpengaruh
negatif terhadap perataan laba.
2. Iskandar (2014)
Iskandar (2014) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Faktor Financial
Perusahaan Terhadap Indeks Perataan Laba pada Perusahaan Properti, Real
Estate, dan Konstruksi Bangunan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
metode penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian

Universitas Sumatera Utara

38

ini menyatakan bahwa ukuran perusahaan, Net Profit Margin, Profitabilitas
dan Financial leverage berpengaruh negatif terhadap perataan laba.
3. Dewi (2012)
Dewi (2012) melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh ROA,
NPM, dan Size terhadap Praktik Perataan Laba. Analisis yang digunakan
adalah regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukan ROA, NPM, DER,
dan Size bersama-sama berpengaruh terhadap perataan laba. Sedangkan secara
individu NPM dan Size berpengaruh positif dan signifikan terhadap perataan
laba, sedangkan ROA dan DER berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
perataan laba.
4. Ratnasari (2012)
Ratnasari (2012) melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur yang
Tercatat di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2007-2010. Analisis dalam
penelitian ini menggunakan regresi logistik. Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa profitabilitas, ukuran perusahaan dan leverage operation berpengaruhi
positif terhadap terjadinya praktik perataan laba. Sedangkan Debt to Equity
Ratio berpengaruh negatif terhadap praktik perataan laba.
5. Andriani (2011)
Andriani (2011) melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur dan Lembaga
Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2009. Metode
digunakan penelitian ini adalah regresi logistik. Hasil penelitian ini bahwa

Universitas Sumatera Utara

39

Profitabilitas dan Leverage Operation berpengaruh positif dan signifikan
terhadap perataan laba, dan ukuran perusahaan dan Industri Tipe tberpengaruh
positif namun tidak signifikan terhadap praktik perataan laba, sedangkan
Struktur Kepemilikan Publik berpengaruh negatif terhadap perataan laba.
6. Chi-Yih Yang, et al (2010)
Chi-Yih Yang, et al (2010) melakukan penelitian dengan judul Ownership
Structue, Corporate Governance and Income Smoothing in China. Analisis
yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini
menunjukan Independent Directors in The Board berpengaruh positif
signifikan terhadap perataan laba. Ownweship Structure berpengaruh positif
namun tidak signifikan terhadap perataan laba. Debt to Equity Ratio
berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap perataan laba. Firm Size
berpengaruh negatif signifikan terhadap perataan laba.
7. Prabayanti dan Yasa (2010)
Prabayanti dan Yasa (2010) melakukan penelitian dengan judul Perataan Laba
(Income Smoothing) dan Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhinya (Studi
pada Perusahaan Manufaktur yang Terbuka di Bursa Efek Indonesia. Analisis
yang digunakan adalah regresi logistik. Hasil penelitian ini menunjukan
profitabilitas dan Financial leverage berpengaruh positif dan signifikan
terhadap perataan laba,sedangkan ukuran perusahaan, kepemilikan institusional
dan kualitas audit berpengaruh negatif signifikan terhadap perataan laba.
8. Hejezi, et al. (2010)

Universitas Sumatera Utara

40

Hejezi, et al. (2010) melakukan penelitian dengan judul The Impact of
Earnings Quality and Income Smoothing on the Performance of Companies
Listed in Tehran Stock Exchange. Analisis yang digunakan adalah regresi linier
berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Earning Quality berpengaruh
positif terhadap perataan laba, sedangkan kinerja perusahaan dipengaruhi
negatif oleh perataan laba.
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No.
1.

2.

Peneliti
Siregar
(2016)

Iskandar
(2014)

Judul

Variabel

Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Perataan Laba
pada
Perusahaan
Pertambangan
yang Terdaftar
di Bursa Efek
Indonesia
(2011-2014)

Dependen:
Perataan Laba

Pengaruh
Faktor Finansial
Perusahaan
Terhadap
Indeks Perataan
Laba pada
Perusahaan
Properti, Real
Estate, dan
Konstruksi
Bangunan yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia

Dependen:
Perataan Laba

Metode
Analisis
Regresi
Linear
berganda

Independen:
1. Ukuran
Perusahaan
2. ROA
3. NPM
4. Financial
Leverage
(DAR)

Independen:
1. Ukuran
Perusahan
2. Net Profit
Margin
3. Profitabilitas
4. Financial
Leverage

Regersi
berganda

Hasil Penelitian
1. Ukuran perusahaan
berpengaruh positif
terhadap terjadinya
praktik perataan
laba
2. ROA berpengaruh
positif terhadap
terjadinya praktik
perataan laba
3. NPM berpengaruh
positif terhadap
terjadinya praktik
perataan laba
4. DAR berpengaruh
negatif praktik
perataan laba
1. Ukuran perusahaan
berpengaruh
negatif terhadap
praktik perataan
laba
2. Net Profit Margin
berpengaruh
negatif terhadap
praktik perataan
3. Profitabilitas
berpengaruh
negatif terhadap
praktik perataan
laba.
4. Financial Leverage
berpengaruh
negatif terhadap
praktik perataan
laba.

Universitas Sumatera Utara

41

Lanjutan Tabel 2.1
No.
3.

4.

Peneliti
Dewi
(2012)

Ratnasari
(2012)

Judul

Variabel

Analisis
Pengaruh ROA,
NPM, DER dan
SIZE terhadap
Praktik Perataan
Laba

Dependen:
Perataan Laba

Analisis Faktorfaktor yang
Mempengaruhi
Perataan Laba
pada
Perusahaan
Manufaktur
yang Tercatat di
Bursa Efek
Indonesia
Periode Tahun
2007-2010

Dependen:
Perataan Laba

Metode
Analisis
Regersi
berganda

Independen:
1. ROA
2. NPM
3. DER
4. Size

Independen:
1. Debt to
Equity Ratio
2. Profitabilitas
3. Ukuran
Perusahaan
4. Leverage
Operation.

Regresi
Logistik

Hasil Penelitian
1. ROA berpengaruh
negatif terhadap
perataan laba .
2. NPM berpengaruh
positif dan
signifikan terhadap
perataan laba.
3. DER berpengaruh
negatif terhadap
perataan laba
4. Size berpengaruh
positif dan
signifikan terhadap
perataan laba.

1. Profitabilitas
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap terjadinya
praktik perataan
laba.
2. Ukuran
Perusahaan
berpengaruhi
positf dan signifikan
terhadap terjadinya
praktik perataan
laba.
3. Leverage operation
berpengaruhi
positif terjadinya
praktik perataan
laba.
4. Debt to Equity
Ratio tidak
berpengaruh
praktik perataan
laba.

Universitas Sumatera Utara

42

Lanjutan Tabel 2.1
No
5.

Peneliti
Andriani
(2011)

Judul
Analisis Faktorfaktor yang
Mempengaruhi
Perataan Laba
pada
Perusahaan
Manufaktur dan
Lembaga
Keuangan yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia Tahun
2005-2009

Variabel
Dependen:
Perataan Laba

Metode
Analisis
Regresi
Logistik

Independen:
1. Ukuran
Perusahaan
2. Profitabilitas
3. Tipe
Industri,
4. Leverage
Operation,
5. Struktur
Kepemilikan
Publik.

Hasil Penelitian
1.

2.

3.

4.

5.

6.

Chi-Yih
Yang, et all
(2010)

Ownership
Structue,
Corporate
Governance and
Income
Smoothing in
China

Dependen:
Perataan Laba
Independen:
1. Independent
Directors in
The Board
2. Ownership
Structure
3. Debt to
Equity
4. Firm Size

Analisis
Linear
Bergand
a

1.

2.

3.

4.

Profitabilitas
berpengaruh positif
signifikan terhadap
perataan laba,
Leverage Operation
berpengaruh positif
signifikan terhadap
perataan laba.
Ukuran
Perusahaan
berpengaruh
negatif terhadap
perataan laba.
Tipe Industri
berpengaruh
negatif terhadap
perataan laba.
Struktur
Kepemilikan Publik
berpengaruh
negatif terhadap
perataan laba.
Independent
Directors in The
Board berpengaruh
positif signifikan
terhadap perataan
laba.
Ownership
Structure
berpengaruh positif
namun tidak
signifikan terhadap
perataan laba.
Debt to Equity
Ratio berpengaruh
positif namun tidak
signifikan terhadap
perataan laba.
Firm Size
berpengaruh
negatif signifikan
terhadap perataan
laba.

Universitas Sumatera Utara

43

Lanjutan Tabel 2.1
No.
7.

Peneliti

Judul

Prabayanti
dan Yasa
(2010)

Perataan Laba
(Income
Smoothing) dan
Analisis Faktorfaktor yang
mempengaruhi
nya (Studi pada
Perusahaan
Manufaktur
Terbukadi
Bursa
Efek
Indonesia (BEI).

Variabel
Dependen:
Perataan laba

Metode
Analisis
Regresi
Logistik

Independen:
1.
Ukuran
Perusahaan
2.
Profitabilitas
3.
Financial
Leverage
4.
Kepemilikan
Institusional
5.
Kualitas
Audit.

Hasil Penelitian
1.

2.

3.

4.

5.

8.

Rezvan
Hejezi, et
al. (2010)

The Impact of
Earnings
Quality
and
Income
Smoothing on
the
Performance of
Companies
Listed in Tehran
Stock Exchange

Dependen:
Perataan laba
Independen:
1. Earning
Quality
2. Kinerja

Regresi
Linier
Berganda

1.

2.

Profitabilitas
berpengaruh
positif signifikan
terhadap
perataan laba
Financial
leverage
berpengaruh
positif signifikan
terhadap
perataan laba
Ukuran
perusahaan
berpengaruh
negatif
signifikan
terhadap
perataan laba.
Kepemilikan
institusional
berpengaruh
negatif
signifikan
terhadap
perataan laba.
Kualitas audit
berpengaruh
negatif
terhadap
perataan laba.

Earning Quality
berpengaruh
positif terhadap
praktik
perataan laba.
Kinerja
perusahaan
berpengaruh
negatif pada
praktik
perataan laba.

Universitas Sumatera Utara

44

2.9 Kerangka Konseptual
2.9.1 Pengaruh Return on Assets
Profitabilitas adalah tingkat keuntungan bersih yang dicapai perusahaaan.
Return on Assets (ROA) merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk
mendapatkan laba dalam suatu waktu tententu. ROA berfungsi untuk mengukur
efektivitas perusahaan dalam menghasilkan laba melalui pengoperasian aktiva
yang dimiliki. Semakin tinggi ROA maka semakin baik profitabilitas assets dalam
memperoleh keuntungan bersih. Perhatian investor yang besar pada tingkat
profitabilitas perusahaan dapat mendorong manajer untuk melakukan perataan
laba. Laba yang besar akan menarik investor karena perusahaan memiliki tingkat
pengembalian yang semakin tinggi. Hal ini berkaitan erat dengan usaha manajer
perusahaan untuk menampilkan performa terbaik dari perusahaan yang
dipimpinnya. Salah satu tolok ukur performa terbaik dari perusahaan yang baik
adalah adanya kestabilan laba, sehingga laba selalu menjadi pusat perhatian dalam
laporan keuangan.
Hal ini sesuai dengan teori the political cost hypothesis dalam positive
accounting theory yang dikutip oleh Ratnasari (2012)

menyatakan bahwa

manajer perusahaan akan memilih prosedur-prosedur akuntansi yang dapat
menunda peloporan laba periode sekarang ke periode yang akan datang. Hal ini
bertujuan untuk menghindari kewajiban pajak dan berbagai aturan yang kurang
menguntungkan bagi perusahaan. Semakin besar biaya politik yang dihadapi oleh
perusahaan menyebabkan semakin besarnya usaha manajer untuk memilih

Universitas Sumatera Utara

45

kebijakan akutansi yang dapat menunda peloporan laba dari periode sekarang ke
periode yang akan datang.
2.9.2 Pengaruh Net Profit Margin
Net Profit Margin (NPM) dapat memperlihatkan seberapa besarnya laba
bersih perusahaan diperoleh pada setiap penjualan. Net Profit Margin (NPM)
diduga mempengaruhi praktik perataan laba, karena secara logis margin ini terkait
langsung dengan objek perataan penghasilan. NPM yang besar menunjukan
kinerja perusahaan dalam kondisi yang baik. Hal ini tentu akan meningkatkan
kepercayaan investor untuk melakukan investasi pada perusahaan. Sehingga
diduga rata-rata perusahaan dalam sampel penelitian belum memiliki kinerja yang
cukup baik, sehingga manajemen melakukan praktik perataan laba untuk
memperbaiki kinerja perusahaan agar terlihat efektif dimata investor.
2.9.3 Pengaruh Debt to Equity Ratio
Debt to Equity Ratio (DER) adalah perbandingan hutang dan ekuitas dalam
pendanaan perusahaan dan menunjukan kemampuan modal sendiri perusahaan
untuk memenuhi seluruh kewajibannya. DER menggambarkan komposisi/struktur
modal perusahaan yang digunakan sebagai sumber pendanaan usaha. Semakin
tinggi DER menunjukkan semakin tinggi komposisi utang perusahaan
dibandingkan dengan modal sendiri sehingga berdampak besar pada beban
perusahaan terhadap pihak luar. Diduga bahwa semakin besar DER maka semakin
tinggi tingkat hutang, sehingga semakin besar resiko yang harus ditanggung oleh
investor.

Universitas Sumatera Utara

46

Oleh karena itu, untuk mengimbangkan tingkat resiko yang tinggi, maka
pihak manajemen akan melakukan praktik perataan laba agar dapat menarik minat
investor untuk berinvestasi. Tindakan manajer melakukan praktik perataan laba
disebabkan karena manajer ingin menunjukan bahwa perusahaan yang
dipimpinnya mempunyai resiko yang rendah dan merupakan lahan yang menarik
untuk menanamkan modal bagi investor. Teori the debt covenant hypothesis
menyebutkan bahwa manajer perusahaan yang mempunyai berbagai perjanjian
hutang akan cenderung menggunkan metode akuntansi yang dapat memindahkan
pelaporan laba pada masa yang akan datang menjadi laba masa kini. Hal ini
bertujuan untuk mengurangi kemungkinan technical default dan mememuhi
persyaratan kredit yang diajukan oleh kreditur.
2.9.4 Pengaruh Firm Size
Firm Size

(Ukuran Perusahaan) adalah salah satu skala

untuk

mengklasifikasikan perusahaan. Ukuran perusahan adalah sebagai suat

Dokumen yang terkait

Pengaruh Return On Assets (Roa), Debt To Equity Ratio (Der) Dan Earning Per Share (Eps) Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Bei) Tahun 2010-2013

8 121 96

Analisis Pengaruh Return On Equity, Return On Assets Dan Net Profit Margin Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Retail Di Bursa Efek Indonesia

1 79 97

Pengaruh Return On Assets, Net Profit Margin, Debt To Equity Ratio, Dan Firm Size Terhadap Praktik Perataan Laba Pada Perusahaan Manufaktur Terbuka Di Bursa Efek Indonesia

2 43 148

PENGARUH DEBT TO EQUITY RATIO, NET PROFIT MARGIN DAN RETURN ON ASSETS TERHADAP RENTABILITAS MODAL SENDIRI Pengaruh Debt To Equity Ratio, Net Profit Margin Dan Return On Assets Terhadap Rentabilitas Modal Sendiri Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek I

0 3 16

PENGARUH DEBT TO EQUITY RATIO, NET PROFIT MARGIN DAN RETURN ON ASSETS TERHADAP RENTABILITAS MODAL SENDIRI Pengaruh Debt To Equity Ratio, Net Profit Margin Dan Return On Assets Terhadap Rentabilitas Modal Sendiri Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek I

0 2 14

Pengaruh Return On Assets, Net Profit Margin, Debt To Equity Ratio, Dan Firm Size Terhadap Praktik Perataan Laba Pada Perusahaan Manufaktur Terbuka Di Bursa Efek Indonesia

0 0 10

Pengaruh Return On Assets, Net Profit Margin, Debt To Equity Ratio, Dan Firm Size Terhadap Praktik Perataan Laba Pada Perusahaan Manufaktur Terbuka Di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Pengaruh Return On Assets, Net Profit Margin, Debt To Equity Ratio, Dan Firm Size Terhadap Praktik Perataan Laba Pada Perusahaan Manufaktur Terbuka Di Bursa Efek Indonesia

0 0 11

Pengaruh Return On Assets, Net Profit Margin, Debt To Equity Ratio, Dan Firm Size Terhadap Praktik Perataan Laba Pada Perusahaan Manufaktur Terbuka Di Bursa Efek Indonesia

0 2 4

Pengaruh Return On Assets, Net Profit Margin, Debt To Equity Ratio, Dan Firm Size Terhadap Praktik Perataan Laba Pada Perusahaan Manufaktur Terbuka Di Bursa Efek Indonesia

0 0 21