Makalah Langkah Apn - Makalah
10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asuhan Persalinan Normal (APN)
Pengertian asuhan persalinan normal (APN) adalah asuhan yang bersih dan
aman dari setiap tahapan persalinan yaitu mulai dari kala satu sampai dengan kala
empat
dan upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan,
hipotermi serta asfiksia pada bayi baru lahir (JNPK-KR, 2013)
Tahun 2000 ditetapkan langkah-langkah APN yaitu 60 langkah, tahun 2001
langkah APN ditambah dengan tindakan resusitasi. Tahun 2004 APN ditambah
dengan inisiasi menyusu dini (IMD), pengambilan keputusan klinik
(PKK),
pemberian tetes mata profilaksis, pemberian vitamin K1 dan imunisasi HBo. Langkah
APN pada tahun 2007 tidak mengalami perubahan, namun pada tahun 2008 langkah
APN dilakukan perubahan dari 60 langkah menjadi 58 langkah (JNPK-KR, 2008).
Menurut JNPK-KR (2013), asuhan persalinan normal memiliki tujuan yaitu
mengupayakan kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi
bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta
dengan intervensi yang minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan
tetap terjaga pada tingkat yang optimal.
Rohani, dkk. (2011) menyatakan bahwa tujuan asuhan persalinan adalah
memberikan asuhan yang memadai selama proses persalinan berlangsung, dalam
10
11
upaya mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman dengan memperhatikan
aspek sayang ibu dan sayang bayi.
Menurut Astuti (2012), dalam asuhan persalinan normal mengalami
pergeseran paradigma dari menunggu terjadinya dan menangani komplikasi, menjadi
pencegahan komplikasi. Beberapa contoh yang menunjukkan adanya pergeseran
paradigma tersebut adalah:
1. Mencegah perdarahan pascapersalinan yang disebabkan oleh atonia uteri (tidak
adanya kontraksi uterus)
a. Pencegahan perdarahan pascapersalinan dilakukan pada tahap paling dini
b. Setiap pertolongan persalinan harus menerapkan upaya pencegahan perdarahan
pascapersalinan
diantaranya:
manipulasi
minimal
proses
persalinan,
penatalaksanaan aktif kala III dan pengamatan dengan seksama terhadap
kontraksi uterus pascapersalinan.
c. Upaya rujukan obstetrik dimulai dari pengenalan dini terhadap persalinan
patologis dan dilakukan saat ibu masih dalam kondisi yang optimal.
2. Laserasi (robekan jalan lahir)/Episiotomi (tindakan memperlebar jalan lahir
dengan menggunting perineum)
a. Dengan paradigma pencegahan, episiotomi tidak lagi dilakukan secara rutin.
b. Dilakukan perasat khusus yaitu penolong persalinan akan mengatur ekspulsi
kepala, bahu dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau hanya terjadi
robekan minimal pada perineum.
12
3. Retensio Plasenta (tidak lepasnya plasenta setelah 30 menit bayi lahir)
a. Penatalaksanaan aktif kala tiga dilakukan untuk mencegah perdarahan,
mempercepat proses pelepasan plasenta dan melahirkan plasenta, dengan
pemberian uterotonika segera setelah bayi lahir dan melakukan penegangan tali
pusat terkendali.
4. Partus Lama (persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primigravida
atau lebih dari 18 jam pada multigravida).
a. Asuhan persalinan normal untuk mencegah partus lama dengan mengandalkan
partograf untuk memantau kondisi ibu dan janin serta kemajuan proses
persalinan
b. Dukungan suami atau kerabat diharapkan dapat memberikan rasa tenang dan
aman selama proses persalinan berlangsung.
c. Pendampingan diharapkan dapat mendukung kelancaran proses persalinan,
menjalin kebersamaan, berbagi tanggung jawab antara penolong dan keluarga
klien.
5. Asfiksia Bayi Baru Lahir
Pencegahan Asfiksia pada BBL dilakukan melalui upaya pengenalan penanganan
sedini mungkin misalnya:
a. Memantau secara baik dan teratur denyut jantung janin selama proses
persalinan.
b. Mengatur posisi tubuh untuk memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah
gangguan sirkulasi utero plasenta terhadap bayi.
13
c. Tehnik meneran dan bernafas yang menguntungkan bagi ibu dan bayi
Bila terjadi asfiksia maka dilakukan:
a. Menjaga suhu tubuh bayi tetap hangat
b. Menempatkan bayi dalam posisi yang tepat
c. Penghisapan lendir secara benar
d. Memberikan rangsangan taktil dan melakukan pernafasan buatan (bila perlu)
Kajian kinerja petugas pelaksana pertolongan persalinan di jenjang pelayanan
dasar yang dilakukan oleh Depkes RI bekerjasama dengan POGI (Perkumpulan
Obstetri Ginekologi Indonesia), IBI, JNPK-KR dengan bantuan teknis dari JHPIEGO
dan PRIME menunjukkan adanya kesenjangan kinerja yang dapat mempengaruhi
kualitas pelayanan bagi ibu hamil dan bersalin. Temuan ini berlanjut menjadi
kerjasama untuk merancang pelatihan klinik yang diharapkan mampu untuk
memperbaiki kinerja penolong persalinan. Dalam meningkatkan kemampuan
pelaksanaan asuhan persalinan normal bidan terlebih dahulu diharapkan memiliki
pengetahuan dan juga sikap yang baik (JNPK-KR, 2013).
Menurut APN (JNPK-KR 2013), tindakan pencegahan komplikasi yang
dilakukan selama proses persalinana adalah:
a. Secara konsisten dan sistematis menggunakan praktik pencegahan infeksi seperti
cuci tangan, penggunaan sarung tangan, menjaga sanitasi lingkungan yang sesuai
bagi proses persalinan, kebutuhan bayi dan proses dekontaminasi serta sterilisasi
peralatan bekas pakai.
14
b. Memberikan asuhan yang diperlukan, memantau kemajuan dan menolong
persalinan serta kelahiran bayi. Menggunakan partograf untuk membuat
keputusan klinik, sebagai upaya pengenalan adanya gangguan proses persalinan
atau komplikasi dini agar dapat memberikan tindakan paling tepat dan memadai.
c. Memberikan asuhan sayang ibu di setiap tahapan persalinan, kelahiran bayi dan
masa nifas, termasuk memberikan penjelasan bagi ibu dan keluarga tentang
proses persalinan dan kelahiran bayi serta menganjurkan suami atau anggota
keluarga untuk berpartisipasi dalam proses persalinan dan kelahiran bayi.
d. Merencanakan persiapan dan melakukan rujukan tepat waktu dan optimal bagi
ibu di setiap tahapan persalinan dan tahapan baru bagi bayi baru lahir.
e. Menghindar berbagai tindakan yang tidak perlu dan atau berbahaya seperti
misalnya kateterisasi urin atau episiotomi secara rutin, amniotomi sebelum terjadi
pembukaan lengkap, meminta ibu untuk meneran secara terus-menerus,
penghisapan lendir secara rutin pada bayi baru lahir.
f. Melaksanakan penatalaksanaan aktif kala tiga untuk mencegah perdarahan pasca
persalinan.
g. Memberikan asuhan segera pada bayi baru lahir termasuk mengeringkan dan
menghangatkan bayi, pemberian ASI sedini mungkin dan eksklusif, mengenali
tanda-tanda komplikasi dan mengambil tindakan-tindakan yang sesuai untuk
menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.
h. Memberikan asuhan dan pemantauan pada masa awal nifas untuk memastikan
kesehatan, keamanan dan kenyamanan ibu dan bayi baru lahir, mengenali secara
15
dini gejala dan tanda bahaya komplikasi pasca persalinan/bayi baru lahir dan
mengambil tindakan yang sesuai .
i. Mengajarkan pada ibu dan keluarganya untuk mengenali gejala dan tanda bahaya
pada masa nifas pada ibu dan bayi baru lahir.
j.
Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan.
Tahapan asuhan persalinan normal terdiri dari 58 langkah (JNPK-KR 2013) adalah:
I. Mengenali gejala dan tanda kala dua
1. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan Kala Dua
a. Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran (desakan janin)
b. Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan vaginanya.
c. Perineum tampak menonjol
d. Vulva-vagina dan sfingter ani membuka
II. Menyiapkan pertolongan persalinan
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong
persalinan dan penatalaksanaan komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk bayi
asfiksia persiapkan: tempat datar dan keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan
kering, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi
a. Menggelar kain di atas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal bahu bayi.
Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus
set steril atau DTT.
b. Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih
16
3. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku. Mencuci kedua tangan
dengan sabun dan air bersih yg mengalir dan mengeringkan tangan dengan
handuk satu kali pakai/handuk pribadi yang bersih.
4. Memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk semua
pemeriksaan dalam.
5. Memasukkan oksitosin ke dalam tabung suntik dengan memakai sarung tangan
DTT atau steril (pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik).
III. Memastikan pembukaan lengkap & keadaan janin baik.
6. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke
belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT.
a. Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan
dengan seksama dari arah depan ke belakang
b. Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia
c. Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan rendam
dalam larutan klorin 0,5% ).
7. Lakukan pemeriksaan dalam
untuk memastikan bahwa pembukaan
sudah
lengkap.
a. Bila selaput ketuban belum pecah, dan pembukaan
lakukan amniotomi.
sudah lengkap, maka
17
8. Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan
yang masih
memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, kemudian lepaskan dan
rendam dalam keadaan terbalik di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
9. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/saat relaksasi uterus untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160 x/menit).
a. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
b. Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil
penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.
IV. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses bimbingan meneran
11. Beritahukan pada ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
serta bantu ibu berada dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan
keinginannya.
a. Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan
kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif) serta
dokumentasikan semua temuan yang ada.
b. Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaiman peran mereka untuk
mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar.
12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran. (Bila ada rasa ingin
meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau
posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).
18
13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat untuk
meneran :
a. Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif.
b. Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran
apabila caranya tidak sesuai.
c. Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi
berbaring terlentang dalam waktu yang lama).
d. Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi.
e. Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu. Berikan
asupan cairan per-oral (minum) yang cukup.
f. Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.
g. Segera rujuk jika bayi belum atau tidak segera lahir setelah 2 jam meneran
pada primigravida atau setelah 1 jam meneran pada multigravida.
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman,
jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
V. Persiapan pertolongan kelahiran bayi
15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi
telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.
17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat & bahan.
18. Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19
VI. Persiapan pertolongan kelahiran bayi.
19. Setelah tampak
kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka
lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan
kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan
membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bernafas
cepat dan dangkal.
20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat & ambil tindakan yang sesuai jika
hal itu terjadi dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi :
a. Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala
bayi.
b. Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat, dan
potong diantara dua klem tersebut.
21. Tunggu kepala bayi melakukan paksi luar secara spontan
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental, anjurkan
ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah
dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian
gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan
bawah ke arah perineum ibu untuk
menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk
menelusuri & memegang lengan dan siku sebelah atas.
20
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung,
bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara
kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya)
VII. Penanganan bayi baru lahir
25. Lakukan penilaian (selintas)
a. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan ?
b. Apakah bayi bergerak dengan aktif ?
Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas atau mengap-mengap lakukan langkah
resusitasi (lanjut ke langkah resusitasi pada asfiksia bayi baru lahir).
26. Keringkan tubuh bayi
a. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali
bagian tangan tanpa membersihkan verniks.
b. Ganti handuk basah dengan handuk atau kain yang kering. Biarkan bayi di atas
perut ibu.
27. Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil
tunggal).
28. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit IM
(intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum
menyuntikkan oksitosin).
21
30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari
pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali
pusat 2 cm bagian distal dari klem pertama.
31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat
a. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi),
lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem.
b. Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian
melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci
pada sisi lainnya.
c. Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan.
32. Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi.
Letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi
menempel di dada/perut ibu. Usahakan kepala berada diantara payudara ibu
dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.
33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.
VIII. Penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga
34. Pindahkan klem pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva.
35. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis untuk
mendeteksi, sedangkan tangan lain memegang tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan
yang lain mendorong uterus ke arah belakang atas (dorso-kranial) secara hatihati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik,
22
hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya
dan ulangi prosedur di atas.
a. Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu atau anggota keluarga untuk
melakukan stimulasi puting susu.
37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta
ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan
kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorsokranial).
a. Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 510 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.
b. Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat :
1) Berikan dosis ulangan oksitosin 10 unit IM.
2) Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh.
3) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
4) Ulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya.
5) Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau bila terjadi
perdarahan, segera lakukan plasenta manual.
38. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan.
Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin, kemudian lahirkan
dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.
23
a. Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk
melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem
DTT untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
39. Segera setelah plasenta & selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan
telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan
lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).
IX.Menilai perdarahan
40. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi pastikan selaput ketuban
lengkap & utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan
bila laserasi menyebabkan perdarahan. Bila ada robekan yang menimbulkan
perdarahan aktif, segera lakukan penjahitan.
X. Melakukan prosedur pasca persalinan
42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan per
vaginam.
43. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
a. Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam
waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15
menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara.
b. Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil
menyusu.
24
44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata
antibiotik profilaksis dan vitamin K1 1 mg intramuskular di paha kiri
anterolateral.
45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di
paha kanan anterolateral.
a. Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan.
Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di
dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.
46. Lanjutkan pemantauan kontraksi & mencegah perdarahan pervaginam
a. 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
b. Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
c. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan
d. Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, maka lakukan asuhan yang sesuai
untuk menangani antonia uteri.
47. Ajarkan ibu / keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Memeriksa nadi ibu & keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam
pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
a. Memeriksa temperatur tubuh ibu setiap jam selama 2 jam pertama pasca
persalinan.
b. Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
25
50. Periksa kembali bayi untuk pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-60
kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5 – 37,5 0C).
51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yg terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban,
lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
54. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga
untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.
55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian
dalam ke luar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan
kala IV.
2.2 Persalinan
Pengertian persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan
lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan
sendiri). Proses ini dimulai dengan adanya kontraksi persalinan sejati, yang ditandai
26
dengan perubahan serviks secara progresif dan diakhiri dengan kelahiran plasenta
(Sulistyawati dan Nugraheny, 2010). Rohani, dkk. (2011), menyatakan bahwa
persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup
bulan dan dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain
dengan batuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal dalam
kehidupan. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial bagi ibu dan
keluarga. Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun
ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong
keluar atau melalui jalan lahir (Sumarah, dkk, 2009).
2.2.1 Kala Satu Persalinan
Menurut Rohani, dkk. (2011), inpartu ditandai dengan keluarnya lendir
bercampur darah (bloody show) melalui vagina, penipisan dan pembukaan serviks
dan kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2
kali dalam 10 menit).
JNPK-KR (2013), menyatakan bahwa kala satu persalinan dimulai sejak
terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya)
hingga serviks membuka dengan lengkap (10 cm).
Tanda dan gejala inpartu adalah adanya penipisan dan pembukaan serviks,
terjadi kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2
kali dalam 10 menit) serta keluarnya cairan lendir bercampur darah (“show”) melauli
vagina (JNPK-KR, 2008).
27
1. Fase-fase dalam persalinan kala satu
Menurut Rohani, dkk.(2011), persalinan kala satu dibagi dalam 2 fase:
a. Fase laten, pembukaan serviks berlangsung lambat dimulai sejak awal
kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan secara bertahap
sampai pembukaan 3 cm, fase laten berlangsung dalam 7- 8 jam.
b. Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung selama 6 jam dan di
bagi dalam 3 subfase yaitu:
1) Periode akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm
2) Periode dilatasi, yaitu dalam waktu 2 jam pembukaan sangat cepat dari
4 cm menjadi 9 cm.
3) Periode deselerasi yaitu pembukaan berlangsung lambat kembali, dalam
2 jam pembukaan 10 cm atau lengkap.
Pada fase aktif frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara
bertahap (kontraksi dianggap adekuat/memadai jika tiga kali atau lebih dalam
waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih). Dari pembukaan 4
cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan
kecepatan rata-rata 1 cm perjam (primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm
perjam (multipara). Pada fase aktif terjadi penurunan bagian terbawah janin.
2. Persiapan Asuhan Persalinan Kala I
a. Mempersiapkan ruangan untuk persalinan dan kelahiran bayi
28
Persalinan
dan
kelahiran
bayi
baik
di
rumah,
di
tempat
bidan
puskesmas,polindes atau rumah sakit. Pastikan ketersediaan bahan-bahan dan
sarana yang memadai.
Hal-hal pokok yang diperlukan dalam persalinan dan kelahiran bayi yaitu:
1) Ruangan yang hangat dan bersih, memiliki sirkulasi udara yang baik dan
terlindung dari tiupan angin.
2) Sumber air bersih dan mengalir untuk cuci tangan.
3) Air desinfektan tingkat tinggi untuk membersihkan perineum, serta
terdapat air bersih, klorin, deterjen, kain pembersih, kain pel dan sarung
tangan karet untuk membersihkan ruangan.
4) Penerangan yang cukup, baik siang maupun malam hari.
5) Meja untuk meletakkan peralatan persalinan.
6) Meja untuk tindakan resusitasi bayi baru lahir.
b. Memberikan asuhan sayang ibu
Persalinan adalah suatu yang menegangkan atau bahkan dapat menggugah
emosi ibu dan keluarganya atau bahkan dapat terjadi saat yang menyakitkan
dan menakutkan bagi ibu. Upaya untuk mengatasi gangguan emosional dan
pengalaman yang menegangkan tersebut sebaiknya dilakukan melalui asuhan
sayang ibu selama persalinan dan proses kelahiran bayi.
Prinsip-prinsip umum asuhan sayang ibu adalah:
1) Menyapa ibu dengan ramah dan sopan, bersikap dan bertindak tenang,
serta berikan dukungan penuh selama persalinan dan kelahiran.
29
2) Menganjurkan suami dan anggota keluarga untuk memberikan dukungan.
3) Waspadai gejala dan tanda penyakit selama proses persalinan dan lakukan
tindakan yang sesuai jika diperlukan.
Asuhan sayang ibu selama persalinan termasuk:
a) Memberikan dukungan emosional.
b) Membantu pengaturan posisi ibu.
c) Memberikan cairan dan nutrisi.
d) Keleluasaan untuk menggunakan kamar mandi secara teratur.
e) Pencegahan infeksi
2.2.2 Kala Dua Persalinan
Kala dua persalinan adalah kala pengeluaran bayi, yang dimulai
dari
pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi
(JNPK-KR, 2013). Kala dua persalinan dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm)
sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam
pada multigravida (Saifuddin, 2008).
1. Gejala dan tanda kala dua persalinan adalah :
a. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
b. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan vagina.
c. Perineum tampak menonjol.
d. Vulva vagina dan sfingter ani membuka.
e. Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah (JNPK-KR, 2013).
30
2. Tanda pasti kala dua adalah:
a. Pembukaan serviks telah lengkap.
b. Terlihat bagian kepala bayi melalui introitus vagina.
3. Penatalaksanaan fisiologis kala dua
Proses fisiologis kala dua persalinan merupakan serangkaian peristiwa alamiah
yang terjadi pada saat lahirnya bayi secara normal (dengan kekuatan ibu sendiri dan
kepala sudah di dasar panggul). Setelah terjadi pembukaan lengkap apabila selaput
ketuban belum pecah maka perlu dilakukan tindakan amniotomi pada persalinan.
Pada penatalaksanaan fisiologis kala dua. ibu memegang kendali dan mengatur saat
meneran. Penolong hanya memberikan bimbingan tentang cara meneran yang efektif
dan benar. Ibu dilarang untuk meneran jika pembukaan belum lengkap (10 cm),
belum muncul kontraksi uterus atau belum ada keinginan meneran.
4. Membimbing ibu untuk meneran
Jika ibu merasa ingin meneran, bantu ibu mengambil posisi yang nyaman.
Bimbing ibu untuk meneran secara efektif dan benar dan mengikuti dorongan alamiah
yang terjadi. Anjurkan keluarga untuk membantu dan mendukung usahanya. Pantau
kondisi ibu dan bayi, beri cukup minum dan pantau denyut jantung janin setiap 15
menit. Pastikan ibu dapat beristirahat diantara kontraksi.
a. Jika ibu tetap ada dorongan untuk meneran setelah 60 menit pembukaan
lengkap, anjurkan ibu untuk mulai meneran di setiap puncak kontraksi.
Anjurkan ibu mengubah posisi secara teratur, tawarkan untuk minum dan
31
pantau denyut jantung janin setiap 5-10 menit. Lakukan stimulasi puting susu
untuk memperkuat kontraksi.
b. Jika bayi tidak lahir setelah 60 menit pada multipara dan 120 menit pada
primigravida, rujuk ibu segera.
5. Pencegahan robekan perineum
Robekan spontan pada vagina dan perineum dapat terjadi saat kepala baru
dilahirkan. Kejadian robekan akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan
tidak terkendali. Bimbing ibu untuk meneran dan beristirahat atau bernafas dengan
cepat pada waktu kepala baru dilahirkan.
Menurut JNPK-KR (2008), yang mengutip pendapat Enkin dan wooley,
sebelumnya episiotomi dinjurkan secara rutin yang tujuannya adalah untuk mencegah
robekan berlebihan pada perineum terutama pada ibu primigravida, membuat tepi
luka rata sehingga mudah dilakukan penjahitan, mencegah penyulit atau tahanan pada
kepala dan infeksi, tetapi hal tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah.
Hal ini tidak boleh diartikan bahwa episiotomi tidak diperbolehkan, tetapi
karena indikasi tertentu maka harus dilakukan episiotomi pada saat kelahiran bayi
bila didapatkan:
a. Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan.
b. Penyulit kelahiran pervaginam (sungsang, distosia bahu, ekstraksi vakum).
c. Jaringan parut pada perineum dan vagina yang memperlambat kemajuan
persalinan.
32
6. Melahirkan kepala
Saat kepala bayi membuka (5-6 cm), letakkan kain yang bersih dan kering
yang dilipat 1/3 di bawah bokong ibu dan siapkan handuk bersih di atas perut ibu
(untuk mengeringkan bayi segera setelah lahir). Lindungi perineum dengan satu
tangan di bawah dengan kain bersih dan kering, ibu jari pada salah sisi perineum dan
4 jari tangan pada sisi yang lain, sedangkan tangan yang lain pada belakang kepala
bayi.
Tekan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar
secara bertahap melewati introitus dan perineum. Setelah kepala bayi lahir, minta ibu
untuk berhenti meneran dan bernafas cepat. Periksa leher bayi apakah terlilit oleh tali
pusat. Jika ada lilitan di leher bayi cukup longgar maka lepaskan lilitan tersebut
dengan melewati kepala bayi. Jika lilitan tali pusat sangat erat maka jepit tali pusat
dengan klem pada 2 tempat dengan jarak 3 cm, kemudian dipotong.
7. Melahirkan bahu
a. Setelah memeriksa tali pusat, tunggu kontraksi berikut sehingga putaran paksi
luar secara spontan.
b. Letakkan tangan pada sisi kiri dan kanan kepala bayi.
Minta ibu meneran sambil menekan kepala ke arah bawah dan lateral tubuh bayi
hingga bahu depan melewati simfisis.
c. Setelah bahu depan lahir gerakan kepala ke atas dan leteral tubuh bayi sehingga
bahu bawah dan seluruh dada dapat dilahirkan.
33
8. Melahirkan seluruh tubuh bayi
a. Saat bahu posterior lahir, geser tangan bawah (posterior) ke arah perineum dan
sanggah bahu dan lengan atas bayi pada tangan tersebut.
b. Tangan (bawah posterior menopang samping leteral tubuh bayi saat lahir).
c. Tangan atas (anterior) untuk menelurusi dan memegang bahu, siku dan lengan
bagian anterior.
d. Lanjutkan penelusuran dan memegang tubuh bayi ke bagian punggung, bokong
dan kaki.
e. Letakkan bayi di atas kain atau handuk yang telah disiapkan pada perut ibu dan
posisikan kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya.
f. Lakukan penjepitan tali pusat dengan klem sekitar 3 cm dari pangkal pusat bayi,
kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu (agar darah tidak terpancar pada saat
dilakukan pemotongan). Lakukan penjepitan kedua jarak 2 cm dari tempat
jepitan pertama. Satu tangan menjadi landasan tali pusat melindungi bayi,
tangan yang lain memotong tali pusat.
2.2.3 Perawatan Bayi Baru Lahir
1. Penilaian
Segera setelah lahir, lakukan penilaian awal dengan menjawab 2 pertanyaan:
a. Apakah bayi menangis dan bernafas tanpa kesulitan?
b. Apakah bayi bergerak dengan aktif atau lemas?
34
2. Pencegahan kehilangan panas
Mekanisme pengaturan temperatur tubuh pada bayi baru lahir, belum
berfungsi sempurna, oleh karena itu segera dilakukan pencegahan kehilangan panas
tubuh pada bayi baru lahir agar tidak mengalami hipotermi. Hipotermi mudah terjadi
pada bayi yang tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak segera dikeringkan dan
diselimuti walaupun berada di dalam ruangan yang relatif hangat.
3. Mekanisme kehilangan panas
Bayi baru lahir dapat kehilangan panas tubuhnya dengan cara-cara berikut:
a. Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas. Kehilangan panas dapat
terjadi karena penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas
tubuh bayi sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan.
b. Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi jika bayi ditempatkan di
dalam ruangan yang dingin akan cepat mengalami kehilangan panas.
c. Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh
bayi dengan permukaan yang dingin.
d. Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat
benda-benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh bayi.
4. Mencegah kehilangan panas
a. Keringkan bayi dengan seksama.
b. Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat.
c. Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayi.
d. Jangan memandikan bayi setidak-tidaknya 6 jam setelah lahir.
35
e. Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat.
5. Pemberian ASI
Pemberian ASI adalah sedini mungkin dan ekslusif. Bayi baru lahir harus
mendapat ASI dalam satu jam setelah lahir. Anjurkan ibu untuk memeluk bayinya
dan mencoba segera menyusukan bayi.
6. Pencegahan infeksi pada mata
Tetes mata untuk pencegahan infeksi mata dapat diberikan setelah bayi
menyusu.
Pencegahan infeksi tersebut menggunakan salep mata tetrasiklin 1%. Salep antibiotik
tersebut harus diberikan dalam waktu satu jam setelah kelahiran. Upaya profilaksis
infeksi mata tidak efektif jika diberikan lebih dari satu jam setelah kelahiran.
7. Profilaksis perdarahan bayi baru lahir (BBL)
Semua BBL harus diberikan vitamin K1 injeksi 1 mg intra muskuler di paha
kiri sesegera mungkin. Tujuannya untuk mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi
vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian bayi baru lahir.
2.2.4 Kala Tiga Persalinan
Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban.
1. Fisiologi persalinan kala tiga
Pada kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti
penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi.
36
Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan
plasenta, karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta
tidak berubah maka plasenta akan berlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding
uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bawah uterus atau ke dalam vagina.
Menurut Prawihardjo (2008), kala III adalah kala Uri yaitu dimulai segera
setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak boleh lebih dari
30 menit. Lepasnya plasenta sudah dapat di perkirakan tanda–tanda di bawah ini:
a. Uterus menjadi bundar
b. Uterus terdorong ke atas karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim
c. Tali pusat bertambah panjang
d. Terjadi perdarahan kira-kira 100-200 cc.
Tujuan manajemen kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang
lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan
mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan jika dibandingkan dengan
penatalaksanaan fisiologis.
Manajemen aktif kala tiga terdiri dari tiga langkah utama adalah:
a. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir.
b. Melakukan penegangan tali pusat terkendali.
c. Masase fundus uteri.
37
2. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah kondisi miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini
terjadi maka darah yang keluar dari bekas melekat plasenta menjadi tidak terkendali.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan postpartum dini sebesar
50%, dan merupakan alasan paling sering untuk dilakukan histerektomi peripartum.
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah
melahirkan (Maizar, 2011).
Menurut pendapat JNPK-KR (2013), dapat disimpulkan bahwa patofisiologi
terjadinya atonia uteri yaitu pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus
sebanyak 500-800 ml/menit. Jika uterus tidak berkontraksi atau kontraksi tidak
terkoordinasi segera setelah plasenta keluar, maka miometrium tidak dapat menjepit
anyaman pembuluh darah di tempat implantasi plasenta sehingga perdarahan tidak
terkendali. Bila uterus tidak berkontraksi maka ibu bisa kehilangan darah 350-500
ml/menit.
Berdasarkan patofisiogis ini maka penerapan manajemen aktif kala tiga harus
sesuai standar. Penerapan manajemen aktif kala tiga merupakan cara terbaik dan
sangat penting untuk mengurangi kematian ibu (JNPK-KR, 2008).
2.2.5 Kala Empat Persalinan
Menurut Sumarah, dkk (2009), kala IV adalah dimulai dari saat lahirnya
plasenta sampai 2 jam pertama post partum. Setyorini (2013), menyatakan bahwa
kala empat merupakan masa 1-2 jam setelah melahirkan. Ibu masih tetap harus ada di
38
dalam kamar bersalin dan tidak boleh dipindahkan ke ruang nifas agar dapat diawasi
dengan baik.
1. Asuhan dan pemantauan pada kala empat
a. Memperkirakan kehilangan darah
Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darah ibu bersalin secara
tepat. Penilaian kehilangan darah sukar dilakukan karena darah seringkali
bercampur dengan cairan atau urin dan mungkin terserap handuk, kain atau sarung.
Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan melihat volume darah
yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500 ml dapat
menampung semua darah tersebut. Jika darah bisa mengisi dua botol, ibu telah
kehilangan satu liter darah. Jika darah bisa mengisi setengah botol ibu kehilangan
250 ml darah. Cara tidak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah
melalui pemeriksaan tekanan darah (JNPK-KR, 2013).
b. Memeriksa perdarahan dari perineum
Penyebab perdarahan dari laserasi atau robekan perineum dan vagina.
Klasifikasi laserasi berdasarkan luasnya robekan:
1) Derajat satu
Terjadi robekan pada mukosa, komisura posterior dan kulit perineum.
2) Derajat dua
Robekan terjadi pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum dan
otot perineum.
39
3) Derajat tiga
Terjadi robekan pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot
perineum dan otot sfingter ani
4) Derajat empat
Terjadi robekan pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot
perineum dan otot sfingter ani dan dinding depan rectum.
Tujuan menjahit laserasi adalah menyatukan kembali jaringan tubuh dan
mencegah kehilangan darah. Penjahitan laserasi tingkat 1 dan 2 pada perineum,
jahitan pertama kurang lebih 1 cm dari ujung laserasi bagian atas dalam vagina
dengan menggunakan jahitan jelujur hingga mencapai bagian bawah laserasi.
Arahkan jarum ke atas dan teruskan penjahitan menggunakan jahitan jelujur untuk
menutup lapisan subtikuler.
2.2.6 Pencegahan Infeksi
Menurut Hidayat dan Sujiyatini (2010), tujuan pencegahan infeksi adalah
untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga
kesehatan lainnya, sehingga mengurangi infeksi karena bakteri, virus dan jamur.
Pencegahan infeksi juga bertujuan untuk menurunkan risiko penularan
penyakit-penyakit berbahaya yang hingga kini belum ditemukan pengobatannya,
seperti Hepatitis dan HIV/AIDS.
1. Prinsip-prinsip pencegahan infeksi
Menurut JNPK-KR (2013), Pencegahan Infeksi yang efektif didasarkan pada
prinsip-prinsip berikut :
40
a. Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus dianggap dapat
menularkan penyakit karena infeksi dapat bersifat asimptomatik (tanpa gejala)
b. Setiap orang dianggap beresiko terkena penyakit.
c. Permukaan benda yang akan dan telah bersentuhan dengan permukaan kulit
yang tidak utuh, lecet selaput mukosa atau darah harus dianggap terkontaminasi,
setelah digunakan harus diproses secara benar.
d. Jika ragu dengan peralatan atau benda lainnya yang telah diproses dengan baik
maka semua itu harus dianggap terkontaminasi.
e. Risiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tapi dapat dikurangi hingga
sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan pencegahan infeksi
secara benar dan konsisten.
Tindakan-tindakan pencegahan infeksi termasuk hal-hal berikut:
a. Cuci tangan
Cuci tangan adalah prosedur paling penting dari pencegahan penyebaran
infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir.
Mikroorganisme tumbuh dan berkembang di lingkungan yang lembab dan air tidak
mengalir, maka perlu pedoman pada saat mencuci tangan yaitu:
1) Bila menggunakan sabun padat, gunakan potongan-potongan kecil dan
tempatkan dalam wadah berlubang agar air tidak menggenangi sabun.
2) Jangan mencuci tangan dengan mencelupkan ke dalam wadah berisi air
meskipun sudah diberi antiseptik (seperti dettol atau savlon).
41
3) Bila tidak tersedia air mengalir:
a) Gunakan ember tertutup dengan keran yang bisa ditutup pada saat mencuci
tangan dan dibuka kembali jika akan membilas.
b) Gunakan botol yang sudah diberi lubang agar air bisa mengalir.
c) Minta orang lain menyiram ke tangan.
d) Gunakan larutan pencuci tangan yang mengandung alcohol 100 ml 60-90%
dengan 2 ml gliserin.
b. Memakai sarung tangan
Pakai sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah (kulit tak utuh,
selaput mukosa darah, cairan tubuh lainnya), peralatan atau
sampah
terkontaminasi.
c. Menggunakan teknik aseptik
Tehnik aseptik membuat prosedur menjadi lebih aman bagi ibu, bayi baru
lahir dan penolong persalinan. Teknik aseptik meliputi aspek:
1) Memakai perlengkapan pelindung diri.
Perlengkapan pelindung pribadi seperti kaca mata pelindung, masker
wajah, sepatu boot atau sepatu tertutup dan celemek plastik, untuk mencegah
petugas terpapar mikroorganisme penyebab infeksi dengan cara menghalangi
dari percikan cairan tubuh, darah atau cidera.
2) Antisepsis.
Antisepsis adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi dengan
cara membunuh atau mengurangi mikroorganisme pada jaringan tubuh atau
42
kulit. Larutan antiseptik berikut bisa diterima adalah: alkohol 60-90% : etil
isopropyl atau metel spiritus, savlon, hibiserub, dettol, iodine 1-3% dan betadine.
3) Menjaga tingkat sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi.
Disinfeksi adalah tindakan untuk mendekontaminasi peralatan atau
instrument yang digunakan dalam prosedur bedah. Larutan disinfektan berikut
bisa diterima adalah: klorin pemutih 0,5% untuk dekontaminasi permukaan dan
peralatan, klorin pemutih 0,1% untuk DTT kimiawi dan gluturaldehida 2% untuk
dekontaminasi dan DTT.
d. Memproses alat bekas pakai
Tehnik memproses peralatan dan benda-benda lain bekas pakai yang
direkomendasikan dalam upaya pencegahan infeksi terdiri dari tiga tahapan yaitu:
1) Dekontaminasi.
Dekontaminasi
adalah
langkah
penting
untuk
menangani
peralatan
perlengkapan, sarung tangan dan benda-benda lain yang terkontaminasi. Setelah
digunakan segera masukkan ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
Prosedur ini dengan cepat mematikan virus Hepatitis B dan HIV. Daya kerja larutan
klorin, cepat mengalami penurunan sehingga harus diganti paling sedikit setiap 24
jam, atau lebih cepat jika terlihat kotor dan keruh.
2) Cuci dan bilas.
Pencucian adalah cara efektif untuk menghilangkan sebagian besar
mikroorganisme pada peralatan/perlengkapan yang kotor atau yang sudah
digunakan. Baik sterilisasi maupun disinfeksi tingkat tinggi menjadi kurang efektif
43
tanpa proses pencucian sebelumnya. Setelah dekontaminasi segera bilas peralatan
dengan air untuk mencegah korosi dan menghilangkan bahan-bahan organik, lalu
cuci dengan seksama sedapat mungkin.
3) Disinfeksi tingkat tinggi
Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) adalah satu-satunya alternatif untuk
membunuh mikroorganisme. DTT dapat dilakukan dengan cara merebus, mengukus
dan kimiawi.
Perebusan dalam air merupakan cara yang efektif dan praktis untuk dapat DTT alatalat dan semua alat yang lainnya. Walaupun perebusan dalam air selama 20 menit
akan membunuh semua bakteri vegatatif, virus, ragi dan jamur, namun tidak
termasuk endospora.
Metode DTT efektif membunuh mikroorganisme 94% (tidak membunuh
beberapa endospora). DTT kateter dilakukan secara kimiawi dengan merendam
dalam klorin 0,1% selama 20 menit dan membilas kateter dengan air DTT. Kateter
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Setelah dikeringkan maka segera
digunakan atau disimpan dalam wadah DTT.
2.2.7 Partograf
Menurut JNPK-KR (2013), semua asuhan yang telah diberikan kepada ibu
dan bayi harus dicatat. Jika
tidak
dicatat
dianggap
asuhan tidak dilakukan.
Pencatatan adalah bagian penting dari proses membuat keputusan klinik karena
memungkinkan penolong persalinan untuk terus menerus memperhatikan asuhan
yang diberikan selama proses persalinan dan kelahiran bayi.
44
Mengkaji ulang catatan memungkinkan untuk menganalisa data yang telah
dikumpulkan sehingga lebih efektif dalam merumuskan suatu diagnosis dan membuat
rencana asuhan atau perawatan bagi ibu atau bayinya.
Menurut Meiliani (2008), Partograf adalah bagian terpenting dari proses
pencatatan selama persalinan. Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan
kala satu persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik.
Kegunaan Partograf adalah:
1. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan memeriksa pembukaan
serviks berdasarkan pemeriksaan dalam.
2. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal, dengan demikian
dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama.
Kondisi ibu dan bayi harus dinilai dan dicatat yaitu:
1. Denyut jantung janin setiap ½ jam.
2. Frekuensi dan lama kontraksi uterus setiap ½ jam.
3. Nadi setiap ½ jam.
4. Pembukaan serviks setiap 4 jam.
5. Penurunan bagian terbawah janin setiap 4 jam.
6. Tekanan darah dan temperatur tubuh setiap 4 jam.
7. Urine, aseton dan protein setiap 2 - 4 jam.
Pencatatan pada partograf merupakan bagian terpenting dari proses
pengambilan keputusan klinik persalinan kala I.
1. Bagian-bagian partograf
45
a. Kemajuan persalinan
1) Pembukaan serviks
2) Turunnya bagian terendah dan kepala janin
3) Kontraksi uterus
b. Kondisi janin
1) Denyut jantung janin
2) Warna dan volume air ketuban
3) Moulase kepala janin
c. Kondisi ibu
a) Tekanan darah, nadi dan suhu badan
b) Volume urine
c) Obat dan cairan
2. Cara mencatat temuan pada partograf
Observasi dimulai sejak ibu datang, apabila ibu datang masih dalam fase
laten, maka hasil observasi ditulis dilembar observasi bukan pada partograf.
Partograf dipakai setelah ibu masuk fase aktif yang meliputi :
a. Identifikasi ibu
Lengkapi bagian awal atau bagian atas lembar partograf secara teliti.
Partograf diisi pada saat mulai asuhan persalinan yang meliputi nama, umur,
gravida, para, abortus, nama rekam medis/nomor klinik , tanggal dan waktu mulai
dirawat, waktu pecahnya selaput ketuban.
46
b. kondisi janin
Kolom lajur dan skala angka pada partograf bagian atas adalah untuk
pencatatan.
1) Denyut jantung janin
DJJ dinilai setiap 30 menit ( lebih sering jika ada tanda-tanda gawat
janin). Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf diantara garis tebal angka
180 dan 100, nilai normal sekitar 120 s/d 160. Apabila ditemukan DJJ
dibawah 120 atau diatas 160, maka penolong harus waspada..
2) Warna air ketuban
Warna air ketuban dinilai setiap kali melakukan periksa dalam dan jika
selaput ketuban pecah. Semua temuan dicatat dalam kotak bawah lajur DJJ.
Gunakan lambang-lambang berikut ini:
U : Selaput ketuban masih utuh (belum pecah)
J
: Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
M : Selaput ketuban sudah pecah dan air bercampur mekonium
D : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah
K : Selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban kering.
b) Penyusupan (molase) tulang kepala janin
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi
dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang) panggul ibu. Gunakan
lambang-lambang berikut ini:
47
0 : Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat
dipalpasi.
1 : Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
2 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, masih dapat dipisahkan.
3 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat
dipisahkan.
c. Kemajuan Persalinan
a) Dilatasi serviks
Pada kolom dan lajur kedua dari partograf adalah untuk percatatan
kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera pada tepi kolom kiri adalah
besarnya dilatasi serviks. Kotak diatasnya menunjukkan penambahan dilatasi
sebesar 1 cm. Pada saat pertama kali menulis pembesaran dilatasi serviks
harus ditulis tepat pada garis waspada.
Cara pencatatan dengan memberi tanda silang (x) pada garis waspada
sesuai hasil periksa dalam. Hasil pemeriksaan dihubungkan dengan garis lurus
dengan hasil sebelumnya. Apabila dilatasi serviks melewati garis waspada,
perlu diperhatikan apa penyebabnya dan penolong harus menyiapkan ibu
untuk dirujuk.
b) Penurunan bagian terendah janin
Garis tidak terputus dari 0 s/d 5 pada garis tepi sebelah kiri ke atas
tertera di sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks dengan tulisan
48
turunnya kepala, juga untuk menunjukkan seberapa jauh penurunan kepala
janin ke dalam panggul yang diberi tanda “O” dengan penilaian mulai 5/5 s/d
0/5. Hubungkan tanda ”O” dari setiap pemeriksaan dengan garis tidak
terputus. Bagian bawah lajur kotak dilatasi serviks dan penurunan kepala
menunjukkan waktu/jam dimulainya fase aktif. Tertera kotak-kotak untuk
mencatat waktu aktual saat
pemeriksaan fase aktif dimulai, setiap kotak
menunjukkan 30 menit.
c) Kontraksi uterus/his
Bagian bawah lajur waktu pada partograf terdapat lima kotak dengan
tulisan “kontraksi” tiap 10 menit di sebelah luar kolom. Setiap kotak untuk
satu kali kontraksi. Jumlah kotak yang di isi ke arah atas menunjukkan
frekuensi kontraksi dalam 10 menit. Setiap 30 menit, periksa dan
dokumentasikan frekuensi kontraksi yang datang dalam 10 menit dan lamanya
kontraksi dalam satuan detik.
Nyatakan lamanya kontraksi dengan:
Beri titik-titik di kotak yang sesuai untuk kontraksi yang lamanya
kurang dari 20 detik.
///
Beri garis-garis di kotak yang sesuai untuk kontraksi yang lamanya 2040 detik.
Isi penuh kotak yang sesuai untuk kontraksi yang lamanya lebih
dari 40 detik.
49
d. Kondisi Ibu
Bagian terbawah lajur dan kolom pada halaman depan partograf terdapat
kotak untuk mencatat kondisi dan kenyamanan ibu selama persalinan.
1) Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh ibu
a) Nadi ibu dinilai dan dicatat setiap 30 menit selama fase persalinan, dengan
memberi tanda titik (.) pada kolom waktu yang sesuai.
b) Temperatur tubuh ibu dinilai dan dicatat pada kolom waktu yang sesuai.
2) Volume urine, protein dan aseton
Produksi urin ibu diukur dan dicatat jumlahnya, minimal setiap 2 jam (setiap
kali ibu berkemih).
50
Gambar 2.1. Partograf
51
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asuhan Persalinan Normal (APN)
Pengertian asuhan persalinan normal (APN) adalah asuhan yang bersih dan
aman dari setiap tahapan persalinan yaitu mulai dari kala satu sampai dengan kala
empat
dan upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan,
hipotermi serta asfiksia pada bayi baru lahir (JNPK-KR, 2013)
Tahun 2000 ditetapkan langkah-langkah APN yaitu 60 langkah, tahun 2001
langkah APN ditambah dengan tindakan resusitasi. Tahun 2004 APN ditambah
dengan inisiasi menyusu dini (IMD), pengambilan keputusan klinik
(PKK),
pemberian tetes mata profilaksis, pemberian vitamin K1 dan imunisasi HBo. Langkah
APN pada tahun 2007 tidak mengalami perubahan, namun pada tahun 2008 langkah
APN dilakukan perubahan dari 60 langkah menjadi 58 langkah (JNPK-KR, 2008).
Menurut JNPK-KR (2013), asuhan persalinan normal memiliki tujuan yaitu
mengupayakan kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi
bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta
dengan intervensi yang minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan
tetap terjaga pada tingkat yang optimal.
Rohani, dkk. (2011) menyatakan bahwa tujuan asuhan persalinan adalah
memberikan asuhan yang memadai selama proses persalinan berlangsung, dalam
10
11
upaya mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman dengan memperhatikan
aspek sayang ibu dan sayang bayi.
Menurut Astuti (2012), dalam asuhan persalinan normal mengalami
pergeseran paradigma dari menunggu terjadinya dan menangani komplikasi, menjadi
pencegahan komplikasi. Beberapa contoh yang menunjukkan adanya pergeseran
paradigma tersebut adalah:
1. Mencegah perdarahan pascapersalinan yang disebabkan oleh atonia uteri (tidak
adanya kontraksi uterus)
a. Pencegahan perdarahan pascapersalinan dilakukan pada tahap paling dini
b. Setiap pertolongan persalinan harus menerapkan upaya pencegahan perdarahan
pascapersalinan
diantaranya:
manipulasi
minimal
proses
persalinan,
penatalaksanaan aktif kala III dan pengamatan dengan seksama terhadap
kontraksi uterus pascapersalinan.
c. Upaya rujukan obstetrik dimulai dari pengenalan dini terhadap persalinan
patologis dan dilakukan saat ibu masih dalam kondisi yang optimal.
2. Laserasi (robekan jalan lahir)/Episiotomi (tindakan memperlebar jalan lahir
dengan menggunting perineum)
a. Dengan paradigma pencegahan, episiotomi tidak lagi dilakukan secara rutin.
b. Dilakukan perasat khusus yaitu penolong persalinan akan mengatur ekspulsi
kepala, bahu dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau hanya terjadi
robekan minimal pada perineum.
12
3. Retensio Plasenta (tidak lepasnya plasenta setelah 30 menit bayi lahir)
a. Penatalaksanaan aktif kala tiga dilakukan untuk mencegah perdarahan,
mempercepat proses pelepasan plasenta dan melahirkan plasenta, dengan
pemberian uterotonika segera setelah bayi lahir dan melakukan penegangan tali
pusat terkendali.
4. Partus Lama (persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primigravida
atau lebih dari 18 jam pada multigravida).
a. Asuhan persalinan normal untuk mencegah partus lama dengan mengandalkan
partograf untuk memantau kondisi ibu dan janin serta kemajuan proses
persalinan
b. Dukungan suami atau kerabat diharapkan dapat memberikan rasa tenang dan
aman selama proses persalinan berlangsung.
c. Pendampingan diharapkan dapat mendukung kelancaran proses persalinan,
menjalin kebersamaan, berbagi tanggung jawab antara penolong dan keluarga
klien.
5. Asfiksia Bayi Baru Lahir
Pencegahan Asfiksia pada BBL dilakukan melalui upaya pengenalan penanganan
sedini mungkin misalnya:
a. Memantau secara baik dan teratur denyut jantung janin selama proses
persalinan.
b. Mengatur posisi tubuh untuk memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah
gangguan sirkulasi utero plasenta terhadap bayi.
13
c. Tehnik meneran dan bernafas yang menguntungkan bagi ibu dan bayi
Bila terjadi asfiksia maka dilakukan:
a. Menjaga suhu tubuh bayi tetap hangat
b. Menempatkan bayi dalam posisi yang tepat
c. Penghisapan lendir secara benar
d. Memberikan rangsangan taktil dan melakukan pernafasan buatan (bila perlu)
Kajian kinerja petugas pelaksana pertolongan persalinan di jenjang pelayanan
dasar yang dilakukan oleh Depkes RI bekerjasama dengan POGI (Perkumpulan
Obstetri Ginekologi Indonesia), IBI, JNPK-KR dengan bantuan teknis dari JHPIEGO
dan PRIME menunjukkan adanya kesenjangan kinerja yang dapat mempengaruhi
kualitas pelayanan bagi ibu hamil dan bersalin. Temuan ini berlanjut menjadi
kerjasama untuk merancang pelatihan klinik yang diharapkan mampu untuk
memperbaiki kinerja penolong persalinan. Dalam meningkatkan kemampuan
pelaksanaan asuhan persalinan normal bidan terlebih dahulu diharapkan memiliki
pengetahuan dan juga sikap yang baik (JNPK-KR, 2013).
Menurut APN (JNPK-KR 2013), tindakan pencegahan komplikasi yang
dilakukan selama proses persalinana adalah:
a. Secara konsisten dan sistematis menggunakan praktik pencegahan infeksi seperti
cuci tangan, penggunaan sarung tangan, menjaga sanitasi lingkungan yang sesuai
bagi proses persalinan, kebutuhan bayi dan proses dekontaminasi serta sterilisasi
peralatan bekas pakai.
14
b. Memberikan asuhan yang diperlukan, memantau kemajuan dan menolong
persalinan serta kelahiran bayi. Menggunakan partograf untuk membuat
keputusan klinik, sebagai upaya pengenalan adanya gangguan proses persalinan
atau komplikasi dini agar dapat memberikan tindakan paling tepat dan memadai.
c. Memberikan asuhan sayang ibu di setiap tahapan persalinan, kelahiran bayi dan
masa nifas, termasuk memberikan penjelasan bagi ibu dan keluarga tentang
proses persalinan dan kelahiran bayi serta menganjurkan suami atau anggota
keluarga untuk berpartisipasi dalam proses persalinan dan kelahiran bayi.
d. Merencanakan persiapan dan melakukan rujukan tepat waktu dan optimal bagi
ibu di setiap tahapan persalinan dan tahapan baru bagi bayi baru lahir.
e. Menghindar berbagai tindakan yang tidak perlu dan atau berbahaya seperti
misalnya kateterisasi urin atau episiotomi secara rutin, amniotomi sebelum terjadi
pembukaan lengkap, meminta ibu untuk meneran secara terus-menerus,
penghisapan lendir secara rutin pada bayi baru lahir.
f. Melaksanakan penatalaksanaan aktif kala tiga untuk mencegah perdarahan pasca
persalinan.
g. Memberikan asuhan segera pada bayi baru lahir termasuk mengeringkan dan
menghangatkan bayi, pemberian ASI sedini mungkin dan eksklusif, mengenali
tanda-tanda komplikasi dan mengambil tindakan-tindakan yang sesuai untuk
menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.
h. Memberikan asuhan dan pemantauan pada masa awal nifas untuk memastikan
kesehatan, keamanan dan kenyamanan ibu dan bayi baru lahir, mengenali secara
15
dini gejala dan tanda bahaya komplikasi pasca persalinan/bayi baru lahir dan
mengambil tindakan yang sesuai .
i. Mengajarkan pada ibu dan keluarganya untuk mengenali gejala dan tanda bahaya
pada masa nifas pada ibu dan bayi baru lahir.
j.
Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan.
Tahapan asuhan persalinan normal terdiri dari 58 langkah (JNPK-KR 2013) adalah:
I. Mengenali gejala dan tanda kala dua
1. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan Kala Dua
a. Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran (desakan janin)
b. Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan vaginanya.
c. Perineum tampak menonjol
d. Vulva-vagina dan sfingter ani membuka
II. Menyiapkan pertolongan persalinan
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong
persalinan dan penatalaksanaan komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk bayi
asfiksia persiapkan: tempat datar dan keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan
kering, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi
a. Menggelar kain di atas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal bahu bayi.
Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus
set steril atau DTT.
b. Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih
16
3. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku. Mencuci kedua tangan
dengan sabun dan air bersih yg mengalir dan mengeringkan tangan dengan
handuk satu kali pakai/handuk pribadi yang bersih.
4. Memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk semua
pemeriksaan dalam.
5. Memasukkan oksitosin ke dalam tabung suntik dengan memakai sarung tangan
DTT atau steril (pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik).
III. Memastikan pembukaan lengkap & keadaan janin baik.
6. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke
belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT.
a. Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan
dengan seksama dari arah depan ke belakang
b. Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia
c. Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan rendam
dalam larutan klorin 0,5% ).
7. Lakukan pemeriksaan dalam
untuk memastikan bahwa pembukaan
sudah
lengkap.
a. Bila selaput ketuban belum pecah, dan pembukaan
lakukan amniotomi.
sudah lengkap, maka
17
8. Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan
yang masih
memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, kemudian lepaskan dan
rendam dalam keadaan terbalik di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
9. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/saat relaksasi uterus untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160 x/menit).
a. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
b. Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil
penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.
IV. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses bimbingan meneran
11. Beritahukan pada ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
serta bantu ibu berada dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan
keinginannya.
a. Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan
kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif) serta
dokumentasikan semua temuan yang ada.
b. Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaiman peran mereka untuk
mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar.
12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran. (Bila ada rasa ingin
meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau
posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).
18
13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat untuk
meneran :
a. Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif.
b. Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran
apabila caranya tidak sesuai.
c. Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi
berbaring terlentang dalam waktu yang lama).
d. Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi.
e. Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu. Berikan
asupan cairan per-oral (minum) yang cukup.
f. Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.
g. Segera rujuk jika bayi belum atau tidak segera lahir setelah 2 jam meneran
pada primigravida atau setelah 1 jam meneran pada multigravida.
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman,
jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
V. Persiapan pertolongan kelahiran bayi
15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi
telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.
17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat & bahan.
18. Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19
VI. Persiapan pertolongan kelahiran bayi.
19. Setelah tampak
kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka
lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan
kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan
membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bernafas
cepat dan dangkal.
20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat & ambil tindakan yang sesuai jika
hal itu terjadi dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi :
a. Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala
bayi.
b. Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat, dan
potong diantara dua klem tersebut.
21. Tunggu kepala bayi melakukan paksi luar secara spontan
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental, anjurkan
ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah
dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian
gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan
bawah ke arah perineum ibu untuk
menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk
menelusuri & memegang lengan dan siku sebelah atas.
20
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung,
bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara
kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya)
VII. Penanganan bayi baru lahir
25. Lakukan penilaian (selintas)
a. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan ?
b. Apakah bayi bergerak dengan aktif ?
Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas atau mengap-mengap lakukan langkah
resusitasi (lanjut ke langkah resusitasi pada asfiksia bayi baru lahir).
26. Keringkan tubuh bayi
a. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali
bagian tangan tanpa membersihkan verniks.
b. Ganti handuk basah dengan handuk atau kain yang kering. Biarkan bayi di atas
perut ibu.
27. Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil
tunggal).
28. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit IM
(intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum
menyuntikkan oksitosin).
21
30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari
pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali
pusat 2 cm bagian distal dari klem pertama.
31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat
a. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi),
lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem.
b. Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian
melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci
pada sisi lainnya.
c. Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan.
32. Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi.
Letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi
menempel di dada/perut ibu. Usahakan kepala berada diantara payudara ibu
dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.
33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.
VIII. Penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga
34. Pindahkan klem pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva.
35. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis untuk
mendeteksi, sedangkan tangan lain memegang tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan
yang lain mendorong uterus ke arah belakang atas (dorso-kranial) secara hatihati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik,
22
hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya
dan ulangi prosedur di atas.
a. Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu atau anggota keluarga untuk
melakukan stimulasi puting susu.
37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta
ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan
kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorsokranial).
a. Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 510 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.
b. Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat :
1) Berikan dosis ulangan oksitosin 10 unit IM.
2) Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh.
3) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
4) Ulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya.
5) Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau bila terjadi
perdarahan, segera lakukan plasenta manual.
38. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan.
Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin, kemudian lahirkan
dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.
23
a. Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk
melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem
DTT untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
39. Segera setelah plasenta & selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan
telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan
lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).
IX.Menilai perdarahan
40. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi pastikan selaput ketuban
lengkap & utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan
bila laserasi menyebabkan perdarahan. Bila ada robekan yang menimbulkan
perdarahan aktif, segera lakukan penjahitan.
X. Melakukan prosedur pasca persalinan
42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan per
vaginam.
43. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
a. Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam
waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15
menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara.
b. Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil
menyusu.
24
44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata
antibiotik profilaksis dan vitamin K1 1 mg intramuskular di paha kiri
anterolateral.
45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di
paha kanan anterolateral.
a. Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan.
Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di
dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.
46. Lanjutkan pemantauan kontraksi & mencegah perdarahan pervaginam
a. 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
b. Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
c. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan
d. Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, maka lakukan asuhan yang sesuai
untuk menangani antonia uteri.
47. Ajarkan ibu / keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Memeriksa nadi ibu & keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam
pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
a. Memeriksa temperatur tubuh ibu setiap jam selama 2 jam pertama pasca
persalinan.
b. Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
25
50. Periksa kembali bayi untuk pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-60
kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5 – 37,5 0C).
51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yg terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban,
lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
54. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga
untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.
55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian
dalam ke luar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan
kala IV.
2.2 Persalinan
Pengertian persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan
lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan
sendiri). Proses ini dimulai dengan adanya kontraksi persalinan sejati, yang ditandai
26
dengan perubahan serviks secara progresif dan diakhiri dengan kelahiran plasenta
(Sulistyawati dan Nugraheny, 2010). Rohani, dkk. (2011), menyatakan bahwa
persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup
bulan dan dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain
dengan batuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal dalam
kehidupan. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial bagi ibu dan
keluarga. Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun
ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong
keluar atau melalui jalan lahir (Sumarah, dkk, 2009).
2.2.1 Kala Satu Persalinan
Menurut Rohani, dkk. (2011), inpartu ditandai dengan keluarnya lendir
bercampur darah (bloody show) melalui vagina, penipisan dan pembukaan serviks
dan kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2
kali dalam 10 menit).
JNPK-KR (2013), menyatakan bahwa kala satu persalinan dimulai sejak
terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya)
hingga serviks membuka dengan lengkap (10 cm).
Tanda dan gejala inpartu adalah adanya penipisan dan pembukaan serviks,
terjadi kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2
kali dalam 10 menit) serta keluarnya cairan lendir bercampur darah (“show”) melauli
vagina (JNPK-KR, 2008).
27
1. Fase-fase dalam persalinan kala satu
Menurut Rohani, dkk.(2011), persalinan kala satu dibagi dalam 2 fase:
a. Fase laten, pembukaan serviks berlangsung lambat dimulai sejak awal
kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan secara bertahap
sampai pembukaan 3 cm, fase laten berlangsung dalam 7- 8 jam.
b. Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung selama 6 jam dan di
bagi dalam 3 subfase yaitu:
1) Periode akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm
2) Periode dilatasi, yaitu dalam waktu 2 jam pembukaan sangat cepat dari
4 cm menjadi 9 cm.
3) Periode deselerasi yaitu pembukaan berlangsung lambat kembali, dalam
2 jam pembukaan 10 cm atau lengkap.
Pada fase aktif frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara
bertahap (kontraksi dianggap adekuat/memadai jika tiga kali atau lebih dalam
waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih). Dari pembukaan 4
cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan
kecepatan rata-rata 1 cm perjam (primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm
perjam (multipara). Pada fase aktif terjadi penurunan bagian terbawah janin.
2. Persiapan Asuhan Persalinan Kala I
a. Mempersiapkan ruangan untuk persalinan dan kelahiran bayi
28
Persalinan
dan
kelahiran
bayi
baik
di
rumah,
di
tempat
bidan
puskesmas,polindes atau rumah sakit. Pastikan ketersediaan bahan-bahan dan
sarana yang memadai.
Hal-hal pokok yang diperlukan dalam persalinan dan kelahiran bayi yaitu:
1) Ruangan yang hangat dan bersih, memiliki sirkulasi udara yang baik dan
terlindung dari tiupan angin.
2) Sumber air bersih dan mengalir untuk cuci tangan.
3) Air desinfektan tingkat tinggi untuk membersihkan perineum, serta
terdapat air bersih, klorin, deterjen, kain pembersih, kain pel dan sarung
tangan karet untuk membersihkan ruangan.
4) Penerangan yang cukup, baik siang maupun malam hari.
5) Meja untuk meletakkan peralatan persalinan.
6) Meja untuk tindakan resusitasi bayi baru lahir.
b. Memberikan asuhan sayang ibu
Persalinan adalah suatu yang menegangkan atau bahkan dapat menggugah
emosi ibu dan keluarganya atau bahkan dapat terjadi saat yang menyakitkan
dan menakutkan bagi ibu. Upaya untuk mengatasi gangguan emosional dan
pengalaman yang menegangkan tersebut sebaiknya dilakukan melalui asuhan
sayang ibu selama persalinan dan proses kelahiran bayi.
Prinsip-prinsip umum asuhan sayang ibu adalah:
1) Menyapa ibu dengan ramah dan sopan, bersikap dan bertindak tenang,
serta berikan dukungan penuh selama persalinan dan kelahiran.
29
2) Menganjurkan suami dan anggota keluarga untuk memberikan dukungan.
3) Waspadai gejala dan tanda penyakit selama proses persalinan dan lakukan
tindakan yang sesuai jika diperlukan.
Asuhan sayang ibu selama persalinan termasuk:
a) Memberikan dukungan emosional.
b) Membantu pengaturan posisi ibu.
c) Memberikan cairan dan nutrisi.
d) Keleluasaan untuk menggunakan kamar mandi secara teratur.
e) Pencegahan infeksi
2.2.2 Kala Dua Persalinan
Kala dua persalinan adalah kala pengeluaran bayi, yang dimulai
dari
pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi
(JNPK-KR, 2013). Kala dua persalinan dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm)
sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam
pada multigravida (Saifuddin, 2008).
1. Gejala dan tanda kala dua persalinan adalah :
a. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
b. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan vagina.
c. Perineum tampak menonjol.
d. Vulva vagina dan sfingter ani membuka.
e. Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah (JNPK-KR, 2013).
30
2. Tanda pasti kala dua adalah:
a. Pembukaan serviks telah lengkap.
b. Terlihat bagian kepala bayi melalui introitus vagina.
3. Penatalaksanaan fisiologis kala dua
Proses fisiologis kala dua persalinan merupakan serangkaian peristiwa alamiah
yang terjadi pada saat lahirnya bayi secara normal (dengan kekuatan ibu sendiri dan
kepala sudah di dasar panggul). Setelah terjadi pembukaan lengkap apabila selaput
ketuban belum pecah maka perlu dilakukan tindakan amniotomi pada persalinan.
Pada penatalaksanaan fisiologis kala dua. ibu memegang kendali dan mengatur saat
meneran. Penolong hanya memberikan bimbingan tentang cara meneran yang efektif
dan benar. Ibu dilarang untuk meneran jika pembukaan belum lengkap (10 cm),
belum muncul kontraksi uterus atau belum ada keinginan meneran.
4. Membimbing ibu untuk meneran
Jika ibu merasa ingin meneran, bantu ibu mengambil posisi yang nyaman.
Bimbing ibu untuk meneran secara efektif dan benar dan mengikuti dorongan alamiah
yang terjadi. Anjurkan keluarga untuk membantu dan mendukung usahanya. Pantau
kondisi ibu dan bayi, beri cukup minum dan pantau denyut jantung janin setiap 15
menit. Pastikan ibu dapat beristirahat diantara kontraksi.
a. Jika ibu tetap ada dorongan untuk meneran setelah 60 menit pembukaan
lengkap, anjurkan ibu untuk mulai meneran di setiap puncak kontraksi.
Anjurkan ibu mengubah posisi secara teratur, tawarkan untuk minum dan
31
pantau denyut jantung janin setiap 5-10 menit. Lakukan stimulasi puting susu
untuk memperkuat kontraksi.
b. Jika bayi tidak lahir setelah 60 menit pada multipara dan 120 menit pada
primigravida, rujuk ibu segera.
5. Pencegahan robekan perineum
Robekan spontan pada vagina dan perineum dapat terjadi saat kepala baru
dilahirkan. Kejadian robekan akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan
tidak terkendali. Bimbing ibu untuk meneran dan beristirahat atau bernafas dengan
cepat pada waktu kepala baru dilahirkan.
Menurut JNPK-KR (2008), yang mengutip pendapat Enkin dan wooley,
sebelumnya episiotomi dinjurkan secara rutin yang tujuannya adalah untuk mencegah
robekan berlebihan pada perineum terutama pada ibu primigravida, membuat tepi
luka rata sehingga mudah dilakukan penjahitan, mencegah penyulit atau tahanan pada
kepala dan infeksi, tetapi hal tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah.
Hal ini tidak boleh diartikan bahwa episiotomi tidak diperbolehkan, tetapi
karena indikasi tertentu maka harus dilakukan episiotomi pada saat kelahiran bayi
bila didapatkan:
a. Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan.
b. Penyulit kelahiran pervaginam (sungsang, distosia bahu, ekstraksi vakum).
c. Jaringan parut pada perineum dan vagina yang memperlambat kemajuan
persalinan.
32
6. Melahirkan kepala
Saat kepala bayi membuka (5-6 cm), letakkan kain yang bersih dan kering
yang dilipat 1/3 di bawah bokong ibu dan siapkan handuk bersih di atas perut ibu
(untuk mengeringkan bayi segera setelah lahir). Lindungi perineum dengan satu
tangan di bawah dengan kain bersih dan kering, ibu jari pada salah sisi perineum dan
4 jari tangan pada sisi yang lain, sedangkan tangan yang lain pada belakang kepala
bayi.
Tekan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar
secara bertahap melewati introitus dan perineum. Setelah kepala bayi lahir, minta ibu
untuk berhenti meneran dan bernafas cepat. Periksa leher bayi apakah terlilit oleh tali
pusat. Jika ada lilitan di leher bayi cukup longgar maka lepaskan lilitan tersebut
dengan melewati kepala bayi. Jika lilitan tali pusat sangat erat maka jepit tali pusat
dengan klem pada 2 tempat dengan jarak 3 cm, kemudian dipotong.
7. Melahirkan bahu
a. Setelah memeriksa tali pusat, tunggu kontraksi berikut sehingga putaran paksi
luar secara spontan.
b. Letakkan tangan pada sisi kiri dan kanan kepala bayi.
Minta ibu meneran sambil menekan kepala ke arah bawah dan lateral tubuh bayi
hingga bahu depan melewati simfisis.
c. Setelah bahu depan lahir gerakan kepala ke atas dan leteral tubuh bayi sehingga
bahu bawah dan seluruh dada dapat dilahirkan.
33
8. Melahirkan seluruh tubuh bayi
a. Saat bahu posterior lahir, geser tangan bawah (posterior) ke arah perineum dan
sanggah bahu dan lengan atas bayi pada tangan tersebut.
b. Tangan (bawah posterior menopang samping leteral tubuh bayi saat lahir).
c. Tangan atas (anterior) untuk menelurusi dan memegang bahu, siku dan lengan
bagian anterior.
d. Lanjutkan penelusuran dan memegang tubuh bayi ke bagian punggung, bokong
dan kaki.
e. Letakkan bayi di atas kain atau handuk yang telah disiapkan pada perut ibu dan
posisikan kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya.
f. Lakukan penjepitan tali pusat dengan klem sekitar 3 cm dari pangkal pusat bayi,
kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu (agar darah tidak terpancar pada saat
dilakukan pemotongan). Lakukan penjepitan kedua jarak 2 cm dari tempat
jepitan pertama. Satu tangan menjadi landasan tali pusat melindungi bayi,
tangan yang lain memotong tali pusat.
2.2.3 Perawatan Bayi Baru Lahir
1. Penilaian
Segera setelah lahir, lakukan penilaian awal dengan menjawab 2 pertanyaan:
a. Apakah bayi menangis dan bernafas tanpa kesulitan?
b. Apakah bayi bergerak dengan aktif atau lemas?
34
2. Pencegahan kehilangan panas
Mekanisme pengaturan temperatur tubuh pada bayi baru lahir, belum
berfungsi sempurna, oleh karena itu segera dilakukan pencegahan kehilangan panas
tubuh pada bayi baru lahir agar tidak mengalami hipotermi. Hipotermi mudah terjadi
pada bayi yang tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak segera dikeringkan dan
diselimuti walaupun berada di dalam ruangan yang relatif hangat.
3. Mekanisme kehilangan panas
Bayi baru lahir dapat kehilangan panas tubuhnya dengan cara-cara berikut:
a. Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas. Kehilangan panas dapat
terjadi karena penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas
tubuh bayi sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan.
b. Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi jika bayi ditempatkan di
dalam ruangan yang dingin akan cepat mengalami kehilangan panas.
c. Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh
bayi dengan permukaan yang dingin.
d. Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat
benda-benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh bayi.
4. Mencegah kehilangan panas
a. Keringkan bayi dengan seksama.
b. Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat.
c. Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayi.
d. Jangan memandikan bayi setidak-tidaknya 6 jam setelah lahir.
35
e. Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat.
5. Pemberian ASI
Pemberian ASI adalah sedini mungkin dan ekslusif. Bayi baru lahir harus
mendapat ASI dalam satu jam setelah lahir. Anjurkan ibu untuk memeluk bayinya
dan mencoba segera menyusukan bayi.
6. Pencegahan infeksi pada mata
Tetes mata untuk pencegahan infeksi mata dapat diberikan setelah bayi
menyusu.
Pencegahan infeksi tersebut menggunakan salep mata tetrasiklin 1%. Salep antibiotik
tersebut harus diberikan dalam waktu satu jam setelah kelahiran. Upaya profilaksis
infeksi mata tidak efektif jika diberikan lebih dari satu jam setelah kelahiran.
7. Profilaksis perdarahan bayi baru lahir (BBL)
Semua BBL harus diberikan vitamin K1 injeksi 1 mg intra muskuler di paha
kiri sesegera mungkin. Tujuannya untuk mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi
vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian bayi baru lahir.
2.2.4 Kala Tiga Persalinan
Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban.
1. Fisiologi persalinan kala tiga
Pada kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti
penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi.
36
Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan
plasenta, karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta
tidak berubah maka plasenta akan berlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding
uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bawah uterus atau ke dalam vagina.
Menurut Prawihardjo (2008), kala III adalah kala Uri yaitu dimulai segera
setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak boleh lebih dari
30 menit. Lepasnya plasenta sudah dapat di perkirakan tanda–tanda di bawah ini:
a. Uterus menjadi bundar
b. Uterus terdorong ke atas karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim
c. Tali pusat bertambah panjang
d. Terjadi perdarahan kira-kira 100-200 cc.
Tujuan manajemen kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang
lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan
mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan jika dibandingkan dengan
penatalaksanaan fisiologis.
Manajemen aktif kala tiga terdiri dari tiga langkah utama adalah:
a. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir.
b. Melakukan penegangan tali pusat terkendali.
c. Masase fundus uteri.
37
2. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah kondisi miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini
terjadi maka darah yang keluar dari bekas melekat plasenta menjadi tidak terkendali.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan postpartum dini sebesar
50%, dan merupakan alasan paling sering untuk dilakukan histerektomi peripartum.
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah
melahirkan (Maizar, 2011).
Menurut pendapat JNPK-KR (2013), dapat disimpulkan bahwa patofisiologi
terjadinya atonia uteri yaitu pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus
sebanyak 500-800 ml/menit. Jika uterus tidak berkontraksi atau kontraksi tidak
terkoordinasi segera setelah plasenta keluar, maka miometrium tidak dapat menjepit
anyaman pembuluh darah di tempat implantasi plasenta sehingga perdarahan tidak
terkendali. Bila uterus tidak berkontraksi maka ibu bisa kehilangan darah 350-500
ml/menit.
Berdasarkan patofisiogis ini maka penerapan manajemen aktif kala tiga harus
sesuai standar. Penerapan manajemen aktif kala tiga merupakan cara terbaik dan
sangat penting untuk mengurangi kematian ibu (JNPK-KR, 2008).
2.2.5 Kala Empat Persalinan
Menurut Sumarah, dkk (2009), kala IV adalah dimulai dari saat lahirnya
plasenta sampai 2 jam pertama post partum. Setyorini (2013), menyatakan bahwa
kala empat merupakan masa 1-2 jam setelah melahirkan. Ibu masih tetap harus ada di
38
dalam kamar bersalin dan tidak boleh dipindahkan ke ruang nifas agar dapat diawasi
dengan baik.
1. Asuhan dan pemantauan pada kala empat
a. Memperkirakan kehilangan darah
Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darah ibu bersalin secara
tepat. Penilaian kehilangan darah sukar dilakukan karena darah seringkali
bercampur dengan cairan atau urin dan mungkin terserap handuk, kain atau sarung.
Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan melihat volume darah
yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500 ml dapat
menampung semua darah tersebut. Jika darah bisa mengisi dua botol, ibu telah
kehilangan satu liter darah. Jika darah bisa mengisi setengah botol ibu kehilangan
250 ml darah. Cara tidak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah
melalui pemeriksaan tekanan darah (JNPK-KR, 2013).
b. Memeriksa perdarahan dari perineum
Penyebab perdarahan dari laserasi atau robekan perineum dan vagina.
Klasifikasi laserasi berdasarkan luasnya robekan:
1) Derajat satu
Terjadi robekan pada mukosa, komisura posterior dan kulit perineum.
2) Derajat dua
Robekan terjadi pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum dan
otot perineum.
39
3) Derajat tiga
Terjadi robekan pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot
perineum dan otot sfingter ani
4) Derajat empat
Terjadi robekan pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot
perineum dan otot sfingter ani dan dinding depan rectum.
Tujuan menjahit laserasi adalah menyatukan kembali jaringan tubuh dan
mencegah kehilangan darah. Penjahitan laserasi tingkat 1 dan 2 pada perineum,
jahitan pertama kurang lebih 1 cm dari ujung laserasi bagian atas dalam vagina
dengan menggunakan jahitan jelujur hingga mencapai bagian bawah laserasi.
Arahkan jarum ke atas dan teruskan penjahitan menggunakan jahitan jelujur untuk
menutup lapisan subtikuler.
2.2.6 Pencegahan Infeksi
Menurut Hidayat dan Sujiyatini (2010), tujuan pencegahan infeksi adalah
untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga
kesehatan lainnya, sehingga mengurangi infeksi karena bakteri, virus dan jamur.
Pencegahan infeksi juga bertujuan untuk menurunkan risiko penularan
penyakit-penyakit berbahaya yang hingga kini belum ditemukan pengobatannya,
seperti Hepatitis dan HIV/AIDS.
1. Prinsip-prinsip pencegahan infeksi
Menurut JNPK-KR (2013), Pencegahan Infeksi yang efektif didasarkan pada
prinsip-prinsip berikut :
40
a. Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus dianggap dapat
menularkan penyakit karena infeksi dapat bersifat asimptomatik (tanpa gejala)
b. Setiap orang dianggap beresiko terkena penyakit.
c. Permukaan benda yang akan dan telah bersentuhan dengan permukaan kulit
yang tidak utuh, lecet selaput mukosa atau darah harus dianggap terkontaminasi,
setelah digunakan harus diproses secara benar.
d. Jika ragu dengan peralatan atau benda lainnya yang telah diproses dengan baik
maka semua itu harus dianggap terkontaminasi.
e. Risiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tapi dapat dikurangi hingga
sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan pencegahan infeksi
secara benar dan konsisten.
Tindakan-tindakan pencegahan infeksi termasuk hal-hal berikut:
a. Cuci tangan
Cuci tangan adalah prosedur paling penting dari pencegahan penyebaran
infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir.
Mikroorganisme tumbuh dan berkembang di lingkungan yang lembab dan air tidak
mengalir, maka perlu pedoman pada saat mencuci tangan yaitu:
1) Bila menggunakan sabun padat, gunakan potongan-potongan kecil dan
tempatkan dalam wadah berlubang agar air tidak menggenangi sabun.
2) Jangan mencuci tangan dengan mencelupkan ke dalam wadah berisi air
meskipun sudah diberi antiseptik (seperti dettol atau savlon).
41
3) Bila tidak tersedia air mengalir:
a) Gunakan ember tertutup dengan keran yang bisa ditutup pada saat mencuci
tangan dan dibuka kembali jika akan membilas.
b) Gunakan botol yang sudah diberi lubang agar air bisa mengalir.
c) Minta orang lain menyiram ke tangan.
d) Gunakan larutan pencuci tangan yang mengandung alcohol 100 ml 60-90%
dengan 2 ml gliserin.
b. Memakai sarung tangan
Pakai sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah (kulit tak utuh,
selaput mukosa darah, cairan tubuh lainnya), peralatan atau
sampah
terkontaminasi.
c. Menggunakan teknik aseptik
Tehnik aseptik membuat prosedur menjadi lebih aman bagi ibu, bayi baru
lahir dan penolong persalinan. Teknik aseptik meliputi aspek:
1) Memakai perlengkapan pelindung diri.
Perlengkapan pelindung pribadi seperti kaca mata pelindung, masker
wajah, sepatu boot atau sepatu tertutup dan celemek plastik, untuk mencegah
petugas terpapar mikroorganisme penyebab infeksi dengan cara menghalangi
dari percikan cairan tubuh, darah atau cidera.
2) Antisepsis.
Antisepsis adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi dengan
cara membunuh atau mengurangi mikroorganisme pada jaringan tubuh atau
42
kulit. Larutan antiseptik berikut bisa diterima adalah: alkohol 60-90% : etil
isopropyl atau metel spiritus, savlon, hibiserub, dettol, iodine 1-3% dan betadine.
3) Menjaga tingkat sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi.
Disinfeksi adalah tindakan untuk mendekontaminasi peralatan atau
instrument yang digunakan dalam prosedur bedah. Larutan disinfektan berikut
bisa diterima adalah: klorin pemutih 0,5% untuk dekontaminasi permukaan dan
peralatan, klorin pemutih 0,1% untuk DTT kimiawi dan gluturaldehida 2% untuk
dekontaminasi dan DTT.
d. Memproses alat bekas pakai
Tehnik memproses peralatan dan benda-benda lain bekas pakai yang
direkomendasikan dalam upaya pencegahan infeksi terdiri dari tiga tahapan yaitu:
1) Dekontaminasi.
Dekontaminasi
adalah
langkah
penting
untuk
menangani
peralatan
perlengkapan, sarung tangan dan benda-benda lain yang terkontaminasi. Setelah
digunakan segera masukkan ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
Prosedur ini dengan cepat mematikan virus Hepatitis B dan HIV. Daya kerja larutan
klorin, cepat mengalami penurunan sehingga harus diganti paling sedikit setiap 24
jam, atau lebih cepat jika terlihat kotor dan keruh.
2) Cuci dan bilas.
Pencucian adalah cara efektif untuk menghilangkan sebagian besar
mikroorganisme pada peralatan/perlengkapan yang kotor atau yang sudah
digunakan. Baik sterilisasi maupun disinfeksi tingkat tinggi menjadi kurang efektif
43
tanpa proses pencucian sebelumnya. Setelah dekontaminasi segera bilas peralatan
dengan air untuk mencegah korosi dan menghilangkan bahan-bahan organik, lalu
cuci dengan seksama sedapat mungkin.
3) Disinfeksi tingkat tinggi
Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) adalah satu-satunya alternatif untuk
membunuh mikroorganisme. DTT dapat dilakukan dengan cara merebus, mengukus
dan kimiawi.
Perebusan dalam air merupakan cara yang efektif dan praktis untuk dapat DTT alatalat dan semua alat yang lainnya. Walaupun perebusan dalam air selama 20 menit
akan membunuh semua bakteri vegatatif, virus, ragi dan jamur, namun tidak
termasuk endospora.
Metode DTT efektif membunuh mikroorganisme 94% (tidak membunuh
beberapa endospora). DTT kateter dilakukan secara kimiawi dengan merendam
dalam klorin 0,1% selama 20 menit dan membilas kateter dengan air DTT. Kateter
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Setelah dikeringkan maka segera
digunakan atau disimpan dalam wadah DTT.
2.2.7 Partograf
Menurut JNPK-KR (2013), semua asuhan yang telah diberikan kepada ibu
dan bayi harus dicatat. Jika
tidak
dicatat
dianggap
asuhan tidak dilakukan.
Pencatatan adalah bagian penting dari proses membuat keputusan klinik karena
memungkinkan penolong persalinan untuk terus menerus memperhatikan asuhan
yang diberikan selama proses persalinan dan kelahiran bayi.
44
Mengkaji ulang catatan memungkinkan untuk menganalisa data yang telah
dikumpulkan sehingga lebih efektif dalam merumuskan suatu diagnosis dan membuat
rencana asuhan atau perawatan bagi ibu atau bayinya.
Menurut Meiliani (2008), Partograf adalah bagian terpenting dari proses
pencatatan selama persalinan. Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan
kala satu persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik.
Kegunaan Partograf adalah:
1. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan memeriksa pembukaan
serviks berdasarkan pemeriksaan dalam.
2. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal, dengan demikian
dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama.
Kondisi ibu dan bayi harus dinilai dan dicatat yaitu:
1. Denyut jantung janin setiap ½ jam.
2. Frekuensi dan lama kontraksi uterus setiap ½ jam.
3. Nadi setiap ½ jam.
4. Pembukaan serviks setiap 4 jam.
5. Penurunan bagian terbawah janin setiap 4 jam.
6. Tekanan darah dan temperatur tubuh setiap 4 jam.
7. Urine, aseton dan protein setiap 2 - 4 jam.
Pencatatan pada partograf merupakan bagian terpenting dari proses
pengambilan keputusan klinik persalinan kala I.
1. Bagian-bagian partograf
45
a. Kemajuan persalinan
1) Pembukaan serviks
2) Turunnya bagian terendah dan kepala janin
3) Kontraksi uterus
b. Kondisi janin
1) Denyut jantung janin
2) Warna dan volume air ketuban
3) Moulase kepala janin
c. Kondisi ibu
a) Tekanan darah, nadi dan suhu badan
b) Volume urine
c) Obat dan cairan
2. Cara mencatat temuan pada partograf
Observasi dimulai sejak ibu datang, apabila ibu datang masih dalam fase
laten, maka hasil observasi ditulis dilembar observasi bukan pada partograf.
Partograf dipakai setelah ibu masuk fase aktif yang meliputi :
a. Identifikasi ibu
Lengkapi bagian awal atau bagian atas lembar partograf secara teliti.
Partograf diisi pada saat mulai asuhan persalinan yang meliputi nama, umur,
gravida, para, abortus, nama rekam medis/nomor klinik , tanggal dan waktu mulai
dirawat, waktu pecahnya selaput ketuban.
46
b. kondisi janin
Kolom lajur dan skala angka pada partograf bagian atas adalah untuk
pencatatan.
1) Denyut jantung janin
DJJ dinilai setiap 30 menit ( lebih sering jika ada tanda-tanda gawat
janin). Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf diantara garis tebal angka
180 dan 100, nilai normal sekitar 120 s/d 160. Apabila ditemukan DJJ
dibawah 120 atau diatas 160, maka penolong harus waspada..
2) Warna air ketuban
Warna air ketuban dinilai setiap kali melakukan periksa dalam dan jika
selaput ketuban pecah. Semua temuan dicatat dalam kotak bawah lajur DJJ.
Gunakan lambang-lambang berikut ini:
U : Selaput ketuban masih utuh (belum pecah)
J
: Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
M : Selaput ketuban sudah pecah dan air bercampur mekonium
D : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah
K : Selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban kering.
b) Penyusupan (molase) tulang kepala janin
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi
dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang) panggul ibu. Gunakan
lambang-lambang berikut ini:
47
0 : Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat
dipalpasi.
1 : Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
2 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, masih dapat dipisahkan.
3 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat
dipisahkan.
c. Kemajuan Persalinan
a) Dilatasi serviks
Pada kolom dan lajur kedua dari partograf adalah untuk percatatan
kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera pada tepi kolom kiri adalah
besarnya dilatasi serviks. Kotak diatasnya menunjukkan penambahan dilatasi
sebesar 1 cm. Pada saat pertama kali menulis pembesaran dilatasi serviks
harus ditulis tepat pada garis waspada.
Cara pencatatan dengan memberi tanda silang (x) pada garis waspada
sesuai hasil periksa dalam. Hasil pemeriksaan dihubungkan dengan garis lurus
dengan hasil sebelumnya. Apabila dilatasi serviks melewati garis waspada,
perlu diperhatikan apa penyebabnya dan penolong harus menyiapkan ibu
untuk dirujuk.
b) Penurunan bagian terendah janin
Garis tidak terputus dari 0 s/d 5 pada garis tepi sebelah kiri ke atas
tertera di sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks dengan tulisan
48
turunnya kepala, juga untuk menunjukkan seberapa jauh penurunan kepala
janin ke dalam panggul yang diberi tanda “O” dengan penilaian mulai 5/5 s/d
0/5. Hubungkan tanda ”O” dari setiap pemeriksaan dengan garis tidak
terputus. Bagian bawah lajur kotak dilatasi serviks dan penurunan kepala
menunjukkan waktu/jam dimulainya fase aktif. Tertera kotak-kotak untuk
mencatat waktu aktual saat
pemeriksaan fase aktif dimulai, setiap kotak
menunjukkan 30 menit.
c) Kontraksi uterus/his
Bagian bawah lajur waktu pada partograf terdapat lima kotak dengan
tulisan “kontraksi” tiap 10 menit di sebelah luar kolom. Setiap kotak untuk
satu kali kontraksi. Jumlah kotak yang di isi ke arah atas menunjukkan
frekuensi kontraksi dalam 10 menit. Setiap 30 menit, periksa dan
dokumentasikan frekuensi kontraksi yang datang dalam 10 menit dan lamanya
kontraksi dalam satuan detik.
Nyatakan lamanya kontraksi dengan:
Beri titik-titik di kotak yang sesuai untuk kontraksi yang lamanya
kurang dari 20 detik.
///
Beri garis-garis di kotak yang sesuai untuk kontraksi yang lamanya 2040 detik.
Isi penuh kotak yang sesuai untuk kontraksi yang lamanya lebih
dari 40 detik.
49
d. Kondisi Ibu
Bagian terbawah lajur dan kolom pada halaman depan partograf terdapat
kotak untuk mencatat kondisi dan kenyamanan ibu selama persalinan.
1) Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh ibu
a) Nadi ibu dinilai dan dicatat setiap 30 menit selama fase persalinan, dengan
memberi tanda titik (.) pada kolom waktu yang sesuai.
b) Temperatur tubuh ibu dinilai dan dicatat pada kolom waktu yang sesuai.
2) Volume urine, protein dan aseton
Produksi urin ibu diukur dan dicatat jumlahnya, minimal setiap 2 jam (setiap
kali ibu berkemih).
50
Gambar 2.1. Partograf
51
2