Pengaruh Obat Anti-Tuberkulosis terhadap Perubahan Enzim Transaminase Hati dalam Dua Bulan Pengobatan Tahun 2015
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sejak tahun 1995, progam Pemberantasan Tuberkulosis (TB) Paru telah
dilaksanakan dengan strategi Directly Observed Treatment Short Course (DOTS)
yang direkomendasikan WHO untuk menanggulangi masalah penyakit TB di
Indonesia yang terdiri atas lima komponen, yaitu komitmen pemerintah untuk
menjalankan progam TB nasional, penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA
mikroskopik, pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung
(DOT/Directly Observed Therapy), pengadaan OAT secara berkesinambungan,
dan monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang baik. Obat antituberkulosis
(OAT) yang biasanya digunakan adalah rifampisin (R), isoniazid (H), pirazinamid
(Z), etambutol (E), dan streptomisin (S). OAT dibagi menjadi 3 kategori, yaitu
kategori 1 adalah 2HRZE/4H3R3, kategori 2 adalah 2HRZES/HRZE/5H3R3E,
kategori 3 adalah 2HRZ/4H3R3, dan sisipan HRZE (Kemenkes Republik
Indonesia, 2014). Paduan OAT yang dilaksanakan dengan strategi DOTS ini
mempunyai efektivitas yang tinggi dalam pengobatan TB paru, tetapi angka
kesembuhan yang dihasilkan masih rendah. Ketidakberhasilan tersebut diduga
akibat kepatuhan yang rendah untuk berobat secara teratur. Oleh karena itu, dibuat
sediaan obat baru yang berisi 2 atau lebih OAT yang disebut dengan Kombinasi
Dosis Tetap (KDT). Penggunaan KDT dapat menurunkan resiko penggunaan obat
tunggal yang salah sehingga menyebabkan timbulnya Multiple Drug Resistant
Tuberculosis (MDR-TB) (Soehardiman, Soepandi, dan Nawas, 2008).
Peningkatan enzim transaminase hati tanpa gejala klinis adalah episode
yang umum setelah pengobatan OAT, tetapi hepatotoksisitas yang simtomatik
bisa berakibat fatal tanpa intervensi (Forget dan Menzies, 2006). Dari OAT lini
pertama, isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid berpotensi hepatotoksik.
Berdasarkan kriteria diagnosis hepatotoksisitas dan populasi yang diteliti,
kejadian hepatotoksisitas akibat OAT 2-28%. Konsumsi alkohol yang tinggi, usia
Universitas Sumatera Utara
2
tua, riwayat penyakit hati kronik, infeksi virus kronik akibat Hepatitis B (HBV)
dan Hepatitis C (HCV), HIV, TB yang berlanjut, ras Asia, jenis kelamin wanita,
penggunaan obat yang tidak tepat, dan status nutrisi yang buruk dapat
meningkatkan resiko hepatitis imbas OAT (Tostmann et al., 2008).
Beberapa pedoman Anti-Tuberculosis Drug Induced Liver Injury (ATLI)
telah diterbitkan dan diperbarui oleh American Thoracic Society (ATS), British
Thoracic Society (BTS) dan Task Force of European Respiratory Society
(TFERS), WHO dan International Union Against Tuberculosis and Lung Disease
(IUALTD). Sebagian besar panduan ini merekomendasikan perlunya pemantauan
fungsi hati secara teratur untuk mencegah atau mengurangi ATLI, tetapi semua
rekomendasi tersebut didasarkan pada pendapat para ahli dan/atau pengalaman
klinis yang belum diuji secara ketat. Selain itu, tidak ada konsensus yang
membahas frekuensi pemantauan fungsi hati untuk ATLI. Sebagai contoh, ATS
merekomendasikan pemantauan setiap 2 sampai 4 minggu untuk pasien dengan
kemungkinan resiko hepatotoksisitas, sedangkan BTS merekomendasikan
pemantauan setiap minggu selama 2 minggu pertama dan setiap dua minggu
selama 2 bulan (Wu et al., 2012).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui apakah OAT dapat
meningkatkan kadar enzim transaminase hati. Oleh karena itu, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang pengaruh OAT terhadap peningkatan kadar
enzim transaminase hati dalam dua bulan pengobatan.
1.2.
Rumusan Masalah
Masalah yang akan diteliti oleh peneliti adalah “Apakah terjadi perubahan
enzim transaminase hati pada pasien yang mengkonsumsi obat anti-tuberkulosis
selama dua bulan pengobatan?”.
Universitas Sumatera Utara
3
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan yang ingin dicapai peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh OAT terhadap perubahan enzim transaminase hati
selama dua bulan pengobatan.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui seberapa besar peningkatan enzim transaminase
hati pada pasien yang mengkonsumsi OAT selama dua bulan
pengobatan
2.
Untuk melihat jumlah pasien yang mengalami peningkatan nilai
enzim transaminase hati pada pasien yang mengkonsumsi OAT
3.
Untuk mengetahui nilai enzim transaminase hati pada pasien yang
mengkonsumsi OAT selama dua bulan pengobatan
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Peneliti
1.
Sebagai referensi peneliti dan peneliti lainnya untuk penelitian
selanjutnya
2.
Peneliti dapat mengetahui kelainan hasil laboratorium enzim
transaminase hati akibat OAT
1.4.2. Bagi Masyarakat
1.
Masyarakat dapat mengetahui OAT yang dapat menyebabkan
peningkatan enzim transaminase hati
2.
Bisa berupa suatu kesadaran untuk masyarakat dan juga untuk
pasien-pasien TB akan efek samping OAT supaya mereka yang
akan menjalani follow-up di rumah sakit dapat mendeteksi
komplikasi akibat OAT secara dini
Universitas Sumatera Utara
4
1.4.3. Bagi Dinas Kesehatan
1.
Sebagai pertimbangan bagi dinas kesehatan dalam membuat
startegi pemeriksaan fungsi hati sebelum dan sesudah pasien
mengkonsumsi OAT selama 2 bulan
2.
Mengetahui angka kejadian peningkatan enzim transaminase hati
pada pasien yang mengkonsumsi OAT pada tahun 2015
1.4.4. Bagi Pemerintah
1.
Pemerintah dapat mengetahui jumlah pasien yang mengalami
peningkatan enzim transaminase hati akibat OAT di RSUP H.
Adam Malik Medan
2.
Dapat merumuskan kebijakan ke depan bersama dengan dinas
kesehatan bagi pasien TB untuk mengontol dan mendeteksi efek
samping OAT secara dini bila terjadi peningkatan enzim
transaminase hati akibat OAT
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sejak tahun 1995, progam Pemberantasan Tuberkulosis (TB) Paru telah
dilaksanakan dengan strategi Directly Observed Treatment Short Course (DOTS)
yang direkomendasikan WHO untuk menanggulangi masalah penyakit TB di
Indonesia yang terdiri atas lima komponen, yaitu komitmen pemerintah untuk
menjalankan progam TB nasional, penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA
mikroskopik, pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung
(DOT/Directly Observed Therapy), pengadaan OAT secara berkesinambungan,
dan monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang baik. Obat antituberkulosis
(OAT) yang biasanya digunakan adalah rifampisin (R), isoniazid (H), pirazinamid
(Z), etambutol (E), dan streptomisin (S). OAT dibagi menjadi 3 kategori, yaitu
kategori 1 adalah 2HRZE/4H3R3, kategori 2 adalah 2HRZES/HRZE/5H3R3E,
kategori 3 adalah 2HRZ/4H3R3, dan sisipan HRZE (Kemenkes Republik
Indonesia, 2014). Paduan OAT yang dilaksanakan dengan strategi DOTS ini
mempunyai efektivitas yang tinggi dalam pengobatan TB paru, tetapi angka
kesembuhan yang dihasilkan masih rendah. Ketidakberhasilan tersebut diduga
akibat kepatuhan yang rendah untuk berobat secara teratur. Oleh karena itu, dibuat
sediaan obat baru yang berisi 2 atau lebih OAT yang disebut dengan Kombinasi
Dosis Tetap (KDT). Penggunaan KDT dapat menurunkan resiko penggunaan obat
tunggal yang salah sehingga menyebabkan timbulnya Multiple Drug Resistant
Tuberculosis (MDR-TB) (Soehardiman, Soepandi, dan Nawas, 2008).
Peningkatan enzim transaminase hati tanpa gejala klinis adalah episode
yang umum setelah pengobatan OAT, tetapi hepatotoksisitas yang simtomatik
bisa berakibat fatal tanpa intervensi (Forget dan Menzies, 2006). Dari OAT lini
pertama, isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid berpotensi hepatotoksik.
Berdasarkan kriteria diagnosis hepatotoksisitas dan populasi yang diteliti,
kejadian hepatotoksisitas akibat OAT 2-28%. Konsumsi alkohol yang tinggi, usia
Universitas Sumatera Utara
2
tua, riwayat penyakit hati kronik, infeksi virus kronik akibat Hepatitis B (HBV)
dan Hepatitis C (HCV), HIV, TB yang berlanjut, ras Asia, jenis kelamin wanita,
penggunaan obat yang tidak tepat, dan status nutrisi yang buruk dapat
meningkatkan resiko hepatitis imbas OAT (Tostmann et al., 2008).
Beberapa pedoman Anti-Tuberculosis Drug Induced Liver Injury (ATLI)
telah diterbitkan dan diperbarui oleh American Thoracic Society (ATS), British
Thoracic Society (BTS) dan Task Force of European Respiratory Society
(TFERS), WHO dan International Union Against Tuberculosis and Lung Disease
(IUALTD). Sebagian besar panduan ini merekomendasikan perlunya pemantauan
fungsi hati secara teratur untuk mencegah atau mengurangi ATLI, tetapi semua
rekomendasi tersebut didasarkan pada pendapat para ahli dan/atau pengalaman
klinis yang belum diuji secara ketat. Selain itu, tidak ada konsensus yang
membahas frekuensi pemantauan fungsi hati untuk ATLI. Sebagai contoh, ATS
merekomendasikan pemantauan setiap 2 sampai 4 minggu untuk pasien dengan
kemungkinan resiko hepatotoksisitas, sedangkan BTS merekomendasikan
pemantauan setiap minggu selama 2 minggu pertama dan setiap dua minggu
selama 2 bulan (Wu et al., 2012).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui apakah OAT dapat
meningkatkan kadar enzim transaminase hati. Oleh karena itu, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang pengaruh OAT terhadap peningkatan kadar
enzim transaminase hati dalam dua bulan pengobatan.
1.2.
Rumusan Masalah
Masalah yang akan diteliti oleh peneliti adalah “Apakah terjadi perubahan
enzim transaminase hati pada pasien yang mengkonsumsi obat anti-tuberkulosis
selama dua bulan pengobatan?”.
Universitas Sumatera Utara
3
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan yang ingin dicapai peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh OAT terhadap perubahan enzim transaminase hati
selama dua bulan pengobatan.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui seberapa besar peningkatan enzim transaminase
hati pada pasien yang mengkonsumsi OAT selama dua bulan
pengobatan
2.
Untuk melihat jumlah pasien yang mengalami peningkatan nilai
enzim transaminase hati pada pasien yang mengkonsumsi OAT
3.
Untuk mengetahui nilai enzim transaminase hati pada pasien yang
mengkonsumsi OAT selama dua bulan pengobatan
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Peneliti
1.
Sebagai referensi peneliti dan peneliti lainnya untuk penelitian
selanjutnya
2.
Peneliti dapat mengetahui kelainan hasil laboratorium enzim
transaminase hati akibat OAT
1.4.2. Bagi Masyarakat
1.
Masyarakat dapat mengetahui OAT yang dapat menyebabkan
peningkatan enzim transaminase hati
2.
Bisa berupa suatu kesadaran untuk masyarakat dan juga untuk
pasien-pasien TB akan efek samping OAT supaya mereka yang
akan menjalani follow-up di rumah sakit dapat mendeteksi
komplikasi akibat OAT secara dini
Universitas Sumatera Utara
4
1.4.3. Bagi Dinas Kesehatan
1.
Sebagai pertimbangan bagi dinas kesehatan dalam membuat
startegi pemeriksaan fungsi hati sebelum dan sesudah pasien
mengkonsumsi OAT selama 2 bulan
2.
Mengetahui angka kejadian peningkatan enzim transaminase hati
pada pasien yang mengkonsumsi OAT pada tahun 2015
1.4.4. Bagi Pemerintah
1.
Pemerintah dapat mengetahui jumlah pasien yang mengalami
peningkatan enzim transaminase hati akibat OAT di RSUP H.
Adam Malik Medan
2.
Dapat merumuskan kebijakan ke depan bersama dengan dinas
kesehatan bagi pasien TB untuk mengontol dan mendeteksi efek
samping OAT secara dini bila terjadi peningkatan enzim
transaminase hati akibat OAT
Universitas Sumatera Utara