Hubungan Menderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Pengetahuan Perawatan Kaki Diabetes di Klinik Endokrin RSUP Haji Adam Malik Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pengetahuan

2.1.1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah ilmu yang dimiliki seseorang untuk menciptakan
suatu metode atau ideologi menjadi pengetahuan baru yang dapat berkembang
menjadi berbagai ilmu seperti : musik, hukum, sastra dan falsafah (Hidayat,
2007).
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil
penggunaan panca inderanya yang berbeda seperti kepercayaan (believes), takhyul
(superstition) dan penerangan yang keliru (misinformations). Manusia sebenarnya

diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang sadar.Kesadaran
manusia dapat disimpulkan oleh kemampuannya untuk berpikir, berkehendak dan
merasa (Siregar, 2010).
2.1.2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan mempunyai 6 tingkatan :
a.

Tahu
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.Termasuk kedalam tingkatan ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

Universitas Sumatera Utara

b.

Memahami
Memahami diartikan sebagai salah satu kemampuan menjelaskan
secara


benar

tentang

objek

yang

diketahui

dan

dapat

menginterprestasikan materi-materi tersebut secara benar. Orang yang
telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
c.


Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real) dari
kasus yang diberikan.

d.

Analisis
Analisis adalah kemampuan untuk dapat menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen, tetapi masih didalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja,
dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan satu sama lain.

e.

Sintesis
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk
menyususn formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada,
misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas,
dapat menyesuaikan terhadap suatu teori.

f.

Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk penilaian terhadap
suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian berdasarkan suatu kriteria
yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada.

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Kriteria Pengetahuan
Penilaian - penilaian didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan
sendiri atau menggunakan kriteria – kriteria yang telah ada.
Menurut Notoatmodjo (2012), kriteria untuk menilai tingkat pengetahuan

dibagi menjadi tiga kategori:
a. Tingkat pengetahuan baik apabila skor atau nilai : (76-100%)
b. Tingkat pengetahuan cukup apabila skor atau nilai : (56-75%)
c. Tingkat pengetahuan kurang apabila skor atau nilai : (< 56%)
2.1.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo
(2012) :
1.

Faktor Internal
a. Pendidikan
Tokoh pendidikan abad 20 M. J. Largevelt yang dikutip oleh
Notoatmojo (2003) mendefinisikan bahwa pendidikan adalah setiap
usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada
anak yang tertuju kepada kedewasaan. Sedangkan Garis-garis
Besar Haluan Negara (GBHN)

Indonesia mendefinisikan lain,

bahwa pendidikan sebagai suatu usaha dasar untuk menjadi

kepribadian dan kemampuan didalam serta diluar sekolah dan
berlangsung seumur hidup.
b. Minat
Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang
tinggi terhadap sesuatu dengan adanya pengetahuan yang tinggi
didukung minat yang cukup dari seseorang, sangatlah mungkin
seseorang tersebut akan berperilaku sesuai dengan apa yang
diharapkan.
c. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu peristiwa yang dialami seseorang
(Middle Brook, 1974) yang dikutip oleh Azwar (2009),

Universitas Sumatera Utara

mengatakan bahwa tidak adanya suatu

pengalaman

sekali, suatu objek psikologis cenderung akan bersikap


sama
negatif

terhadap objek tersebut. Untuk menjadi dasar pembentukan sikap
pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat.
Karena itu sikap

akan

lebih

mudah

pengalaman pribadi tersebut dalam situasi

terbentuk

yang

apabila


melibatkan

emosi, penghayatan, dan pengalaman, sehingga akan lebih
mendalam dan lama membekas.
d. Usia
Usia individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang
tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi
kepercayaan masyarakat

seseorang yang lebih dewasa akan

lebih dipercaya daripada orang yang belum

cukup

tinggi

kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan

kematangan jiwanya, makin tua seseorang maka makin kondusif
dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi
(Azwar, 2009).
2. Faktor Eksternal
a.

Ekonomi
Dalam memenuhi kebutuhan primer ataupun sekunder, keluarga
dengan status ekonomi baik lebih mudah tercukupi dibanding
dengan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan
mempengaruhi kebutuhan akan
kebutuhan

sekunder.

Jadi,

informasi
dapat


disimpulkan

termasuk
bahwa

ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang
berbagai hal.
b.

Informasi
Informasi adalah keseluruhan makna, dapat diartikan sebagai
pemberitahuan seseorang adanya informasi baru mengenai suatu
hal serta memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya

Universitas Sumatera Utara

sikap terhadap hal tersebut. Pendekatan ini biasanya dilakukan
untuk menggunakan kesadaran masyarakat terhadap suatu inovasi
yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku,


biasanya

digunakan melalui media masa.
c.

Kebudayaan/Lingkungan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh besar terhadap pengetahuan kita. Apabila dalam suatu
wilayah mempunyai budaya untuk selalu menjaga kebersihan
lingkungan maka sangat mungkin berpengaruh dalam pembentukan
sikap pribadi atau sikap seseorang.

2.2.

Diabetes Melitus

2.2.1

Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolisma yang mempunyai

karekteristik kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia). Ini disebabkan oleh
kerna terdapat gangguan fungsi pankreas dalam mensekresi jumlah insulin atau
efektivitas insulin atau kedua-duanya.(G.Gardner & Shoback , 2007 dan
PERKENI,2011).
Menurut World Health Organization(WHO) 2015, Diabetes Melitus
adalah satu

penyakit kronis yang terjadi pada saat pankreas tidak mampu

memproduksi insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang dihasilkannya secara efektif.

2.2.2. Diabetes Melitus tipe 2
Diabetes Melitus Tipe 2 atau lebih dikenali sebagai Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) terjadi kerna kerusakan progresif sekretorik insulin
akibat resistensi insulin. Pada DM Tipe 2, tubuh mampu memproduksi insulin
tapi insulin yang diproduksi tidak cukup atau tubuh tidak mampu untuk merespon
pada insulin itu maka terjadinya resistensi insulin. DM tipe 2 terjadi sebanyak 9095% dari semua DM. Insidensi berlakunya DM Tipe 2 ini lebih umum pada
golongan berumur lebih dari 30 tahun. (ADA,2014 ; Smeltzer dan Bare,2010).

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Faktor Resiko Diabetes Melitus tipe 2
Faktor resiko DM tipe 2 terdiri dari faktor resiko yang tidak bisa
dimodifikasi , yang bisa dimodifikasi dan faktor lain yang terkait dengan risiko
DM Tipe 2.
a.

Faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi yaitu :
1. Ras dan etnik
2. Riwayat keluarga dengan DM
3. Umur (risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat
seiring dengan meningkatnya umur yaitu dari umur lebih dari 45
tahun harus dilakukan pemeriksaan DM).
4. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi
4000gram atau riwayat

>

pernah menderita diabetes gestational.

5. Riwayat lahir dengan berat badan kurang dari 2,5kg (bayi yang
lahir dengan berat badan rendah mempunyai risiko yang lebih
tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan berat badan normal).
b.

Faktor resiko yang dapat dimodifikasi yaitu :
1. Berat badan lebih (IMT > 23kg/m2 )
2. Kurangnya aktivitas fisik
3. Hipertensi (> 140/90mmHg)
4. Dislipidemia (HDL250mg/dL)

5. Diet yang tidak sehat (unhealthy diet), diat dengan tinggi gula dan
rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes atau
intoleransi glukosa dan DM Tipe 2.
c.

Faktor lain yang terkait dengan risiko DM tipe 2 yaitu :
1. Penderita Policystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis
lain yang terkait dengan resistensi insulin.
2. Penderita sindrom metabolik memiliki riwayat Toleransi Glukosa
Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)
sebelumnya.
3. Penderita yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti
stroke, penyakit jantung koroner (PJK) atau Peripheral Arterial
Diseases (PAD) (PERKENI, 2011).

Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Patofisiologi Diabetes Melitus tipe 2
Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan suatu kelainan metabolik dengan
karakteristik utama adalah terjadinya hiperglikemia kronik. Meskipun pola
pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat
penting dalam munculnya DM tipe 2. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan
faktor-faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas, rendahnya aktivitas fisik,
diet dan tingginya kadar asam lemak bebas.(ADA,2014)
Mekanisme terjadinya DM tipe 2 umumnya disebabkan kerna resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut maka terbentuk satu rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa
di dalam sel. Apabila terjadi penurunan reaksi intrasel ini maka berlakulah
resistensi insulin pada Diabetes Melitus tipe 2. Justeru insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi
resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terjadi
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan (ADA,2014).
Pada penderita Toleransi Glukosa Terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel β tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi DM tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang
merupakan ciri khas DM tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah
yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi bahan keton yang
menyertainya. Kerna itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM tipe 2.
Meskipun demikian, DM tipe 2 yang tidak terkontrol akan menimbulkan masalah
akut lainnya seperti sindron Hiperglikemik Hiperosmolar Non-Ketotik (NHNK).
(Smeltzerdan Bare,2010).
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahuntahun) dan progresif, maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika
gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan seperti kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama-lama sembuh, infeksi

Universitas Sumatera Utara

vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi). Salah satu
konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit DM selama bertahun-tahun adalah
terjadinya komplikasi DM jangka panjang misalnya kelainan mata neuropati
perifer, kelainan vaskuler perifer mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis
ditegakkan (Smeltzer dan Bare,2010).
Bagi kebanyakan orang faktor resiko yang paling lazim untuk menghidap
DM tipe 2 adalah obesitas. Selain itu, kecenderungan genetik untuk
mengembangkan penyakit ini lumayan. Terdapat kemungkinan bahwa kelainan
pada trait genetik menyebabkan reseptor insulin atau second messenger gagal
merespon pada insulin secara adekuat. Terdapat juga kemungkinan bahwa genetik
link ini berkait dengan obesitas dan menstimulasi secara berpanjangan pada
reseptor insulin. Stimulasi berpanjangan pada reseptor dapat menyebabkan
penurunan jumlah reseptor insulin untuk hadir pada sel-sel tubuh. Penurunan ini
disebut down regulation. (Corwin,Elizabeth J., 2008)
Penderita DM tipe 2 mampu menghasilkan insulin antibodi yang berikatan
dengan insulin dimana ia memblokir akses insulin terhadap reseptor tetapi tidak
menstimulasi aktivitas pembawa (carrier activity ). Terdapat penelitian lain yang
menunjukan defisit hormon leptin yang disebabkan oleh kekurangan produksi
leptin atau terdapat disfungsi padanya merupakan penyebab DM tipe 2 pada
beberapa individu.Tanpa gen leptin kadang–kadang disebut gen obesitas, hewan
malah manusia gagal menanggapi isyarat kenyang dan dengan demikian lebih
cenderung menjadi gemuk dan mengembangkan ketidakpekaan terhadap insulin.
(Corwin,Elizabeth J., 2008)
Meskipun obesitas merupakan faktor risiko utama untuk diabetes melitus
tipe 2, terdapat segelintir penderita DM tipe 2 yang menderita pada usia muda
walaupun mempunyai keadaan tubuh yang kurus atau berat badan normal. Salah
satu contoh dari jenis penyakit diabetes kedewasaan-onset muda (Mody), sebuah
kondisi yang berhubungan dengan efek genetik dalam sel beta pankreas
sedemikian rupa sehingga tidak dapat memproduksi insulin. Dalam keadaan ini
dan beberapa penyebab lainnya, tampaknya link genetik lebih kuat daripada di
sebagian besar jenis diabetes tipe 2. (Corwin,Elizabeth J., 2008)

Universitas Sumatera Utara

2.2.5. Gejala Klinis Diabetes Melitus Tipe 2
Penderita DM tipe 2 sering kali tidak menyadari bahwa dirinya menghidap
DM tipe 2 sehingga dicurigai mengalami gejala dan tanda–tanda DM tipe 2.
Gejala dan tanda-tanda DM tipe 2 dapat digolongkan menjadi 2 kelompok yaitu
gejala akut dan gejala kronik (PERKENI,2011) :
1.

Gejala Akut
Gejala penyakit DM tipe 2 bervariasi pada setiap penderita, bahkan
mungkin tidak menunjukkan gejala apapun sampai saat tertentu.
Gejala yang ditunjukkan merupakan serba banyak (poli) yaitu banyak
makan

(poliphagi),

banyak

minum

(polidipsi)

dan

banyak

kencing(poliuri). Keadaan tersebut jika tidak segera diobati maka akan
timbul gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan mulai
berkurang atau berat badan turun dengan cepat (turun 5-10kg dalam
waktu 2-4 minggu ), mudah lelah dan bila tidak jelas diobati akan
timbul rasa mual. (PERKENI,2011).
2.

Gejala kronik
Penderita DM melitus tipe sering mengalami kesemutan, kulit terasa
panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, kram,
mudah mengantuk, mata kabur, biasanya sering mengganti kaca mata,
pada wanita sering gatal di sekitar kemaluan, gigi mudah goyah dan
mudah lepas, kemampuan seksual menurun dan para ibu hamil sering
mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau
dengan bayi berat badan lahir lebih dari 4 kg. (PERKENI, 2011)

Universitas Sumatera Utara

2.2.6

Diagnosis Diabetes Melitus tipe 2
Pada diagnosis DM tipe 2, dianjurkan pemeriksaan glukosa dengan cara

enzimatik dengan bahan glukosa darah plasma vena. Diagnosis DM tipe 2 dapat
ditegakkan melalui :
1.

Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu ≥200 mg/dL (11.1mmol/L) sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM tipe 2.

2.

Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126mg/dL (7,0mmol/L) dengan
adanya keluhan klasik. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori
tambahan selama 8jam.

3.

Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Kadar gula plasma 2 jam pada
TTGO ≥200mg/dL(11.1mmol/L). Meskipun TTGO dengan beban 75g
glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan
glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan
tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam
praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan
khusus.

4.

Tes hemoglobin–glikosilat/HbA1C. DM tipe 2 terdiagnosis jika nilai
HbA1C ≥ 6,5%. Tes ini dilakukan di laboratorium yang menggunakan
metoda yang bersertifikat National Glycohemoglobin Standardization
Program (NGSP) dan standard untuk diuji Diabetes Control and
Complications Trial (DCCT) (ADA,2014 dan PERKENI, 2011) .

2.3

Kaki Diabetik dari komplikasi Diabetes Melitus Tipe2

2.3.1. Kaki Diabetes
Diabetes Melitus (DM) adalah sekumpulan penyakit metabolisma yang
ditandai dengan peningkatan dalam kadar gula darah. Hiperglikemia yang
berterusan dan tidak terkontrol akan menimbulkan kerusakan dan disfungsi
berbagai organ dimana akhirnya meningkatkan angka morbiditas, mortalitas dan
penurunanan kualitas hidup. Seiring dengan peningkatan jumlah penderita DM,
maka komplikasi yang terjadi juga turut meningkat dimana komplikasi yang

Universitas Sumatera Utara

sering adalah ulserasi yang mengenai tungkai bawah. Hasil pengelolaan kaki
diabetes sering mengecewakan kedua pihak baik doktor mahupun pasien kerna
sering kali berakhir dengan kecacatan ataupun kematian. Sampai saat ini kaki
diabetik masih merupakan satu hal yang rumit dan tidak dapat diatasi dengan
maksimal. Hal ini kerna sedikit kali pasien yang menangani perawatan kaki
diabetes kerna biaya yang tinggi. Selain itu tingkat pengetahuan dalam perawatan
dan cara menjaga kaki diabetik masih tidak begitu memuaskan. (Waspadji, 2009).
2.3.2

Faktor resiko kaki diabetes
Jadi ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya
mengalami masalah kaki, yaitu :
1) Berlaku pada saat pasien tidak menyadari terdapat luka kerna tidak
dirasakan

hal ini terjadi kerna berkurangnya sensasi rasa nyeri

setempat
(neuropati).
2) Pada pasien diabetes sirkulasi darah dan tungkai akan menurun dan
berlaku kerusakan endotel pembuluh darah. Hal ini mengakibatkan
luka sulit sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.
3) Oleh kerna penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi kerna
berkurangnya daya tahan tubuh. Kuman akan merebak cepat ke
seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa mengakibatkan fatal, ini
yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat). (Yuindartanto, 2008).
2.3.3

Tanda dan Gejala Kaki Diabetes
Tanda dan gejala kaki diabetes adalah
1. Sering kesemutan
2. Nyeri kaki saat istirahat
3. Sensasi rasa berkurang
4. Kerusakan jaringan (nekrosis)
5. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis
6. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal
7. Kulit kering (Washilah,2013)

Universitas Sumatera Utara

2.3.4

Patofisiologi Kaki Diabetes
Terjadinya kaki diabetes sering kali diawali dengan hiperglikemia di mana

sering terjadi kelainan neuropati. Sering pada kondisi begini, terjadi penyempitan
pada pembuluh darah disekitar arteri yang sering menyebabkan penurunan
sirkulasi yang signifikan ke bagian bawah tungkai dan kaki. Oleh kerna sirkulasi
terganggu maka suplai oksigen dan nutrisi juga turut terganggu maka apabila
timbulnya kaki diabetik keadaannya semakin memburuk karena luka tidak
sembuh. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) menimbulkan pengapuran
dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gangguan
peredaran pembuluh darah besar dan kecil yang mengakibatkan sirkulasi darah
yang kurang baik. Penyumbatan aliran darah menyebabkan kadar okisigenasi
berkurang terutama di daerah kaki. (Yuindartanto, 2008).
Keadaan kaki diabetik adalah disebabkan oleh beberapa faktor seperti
sirkulasi darah

yang buruk dan neuropati. Beberapa faktor endogen seperti

kelainan neuropati dan angiopati. Faktor eksogen seperti trauma dan infeksi
memainkan peranan penting dalam kaki diabetik. (Yuindartanto,2008)
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik,
metabolik dan faktor risiko yang lain manakala neuropati diabetes disebabkan
insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan
dingin. Pasien yang menderita neuropati lebih rentan mengalami luka kerna
tekanan akibat insensitivitas. Apabila luka ini tidak ditangani, maka komplikasi
seperti ulserasi dan mungkin juga diamputasi. Neuropati juga dapat menyebabkan
deformitas seperti Bunion, Hammer Toes (ibu jari martil), dan Charcot Foot.
(Yuindartanto, 2008).
Hal yang diberi pertimbangan berat adalah dalam pencegahan kedua kaki
agar tidak cedera. Maka harus sering mengobservasi keadaan kaki. Jika pasien
diabetes

tidak melakukan penilaian preventif perawatan kaki, maka akan

menyebabkan risiko yang serius bagi kondisi kakinya. Pada sirkulasi yang buruk
dapat menyebabkan pembengkakan dan kekeringan pada kaki. Pencegahan
komplikasi pada kaki dimestikan karena sirkulasi boleh merosakkan

proses

Universitas Sumatera Utara

penyembuhan dan dapat menyebabkan ulkus, infeksi, dan kondisi serius pada
kaki. (Yuindartanto, 2008).
Dua faktor utama yang timbulnya kaki diabetik adalah angiopati dan
neuropati dimana di ikuti dengan infeksi. Infeksi lebih sering merupakan
komplikasi yang menyertai kaki diabetik akibat iskemia atau neuropati. Secara
praktis kaki diabetik dikategorikan menjadi 2 golongan yaitu :
1.

Kaki Diabetik akibat angiopati / iskemia
Perubahan

patologi

pada

pembuluh

darah

pada

penderita

hiperglikemia menyebabkan penebalan tunika intima “hiperplasia
membran basalis arteria”,

oklusi (penyumbatan) arteria, dan

hiperkeragulabilitas

abnormilitas

atau

trombosit,

sehingga

menghantarkan pelekatan (adhesi) dan pembekuan (agregasi).
(Yuindartanto, 2008)
Kadar leukosit pada DM tipe 2 yang tidak normal mengakibatkan
fungsi khemotaksis di lokasi radang terganggu. Hal ini menyebabkan
fungsi fagositosis dan bakterisid intrasel menurun sehingga apabila
ada infeksi mikroorganisma sulit untuk dimusnahkan oleh sistem
phagositosis-bakterisid intraseluler. Akhirnya berlaku penebalan
tunika arteri yang juga diperberat oleh rheologi darah yang tidak
normal. Menurut kepustakaan, adanya peningakatan kadar fibrinogen
dan bertambahnya reaktivitas trombosit sering

mengakibatkan

tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi
lambat, dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding arteri
yang

sudah

kaku

hingga

akhirnya

terjadi

gangguan

sirkulasi. (Yuindartanto,2008)
Penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer merupakan
salah satu manifestasi angiopati yang mengenai pada bagian tungkai
bawah. Hal demikian mengakibatkan perfusi jaringan menjadi kurang
baik malah timbul ulkus yang kemudian berkembang menjadi
gangren. Sering kali gangren diamputasi kerna sulit ditangani.
(Yuindartanto,2008)

Universitas Sumatera Utara

Beberapa gejala seperti rasa nyeri pada telapak, kaki pada saat
istirahat atau pada waktu malam, tidak dirasai denyutan popliteal
ataupun tibial superior merupakan tanda penurunan aliran darah ke
kaki. Di samping itu terdapat juga tanda seperti kulit menipis,
penebalan kuku, ketiadaan rambut pada tungkai dan kaki bawah serta
pucat pada saat kaki diangkat. (Yuindartanto,2008)
2.

Kaki Diabetik akibat Neuropati
Neuropati perifer merupakan keaadan lazim terjadi pada pasien yang
tidak mengontrol kadar gula darah. Sebanyak 50% keadaan kaki
diabetes muncul adalah akibat dari lingkungan yang subur untuk
berkembangnya

patogen

anaerob

akibat

kurangnya

oksigen.

(Yuindartanto,2008)
Keadaan seperti insensitivitas dapat berkembang menjadi luka akibat
ketidaksadaran dalam memberi tekanan pada tungkai. Apabila luka
ringan

ini

tidak

ditangani

sehingga

tuntas

maka

ia

akan

mengakibatkan komplikasi yang lebih buruk seperti diamputasi.
(Yuindartanto,2008)
Secara klinis dijumpai parestesi, hiperestesi, nyeri radikuler, hilangnya
reflek tendon, hilangnya sensibilitas, anhidrosis, pembentukan kalus,
ulkus tropik, perubahan bentuk kaki karena atrofi otot ataupun
perubahan tulang dan sendi seperti Bunion, Hammer Toes (ibu jari
martil),

dan Charcot

Foot. Secara

radiologis

akan

dijumpai

demineralisasi, osteolisis atau sendi Charcot. Bagian paling sering
terjadinya ulkus pada kaki diabetik adalah bagian dorsal ibu jari,
bagian proksimal & dorsal plantar metatarsal. Neuropati perifer pada
kaki akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada saraf baik saraf
sensoris maupun otonom. Pada keadaan penurunan sensoris penderita
sulit

mendeteksi

jika

terjadi

trauma

kerna

insensitivitas.

(Yuindartanto,2008)

Universitas Sumatera Utara

Kerusakan pada serabut saraf simpatis menyebabkan gangguan saraf
otonom. Gangguan saraf otonom ini menyebabkan peningkatan aliran
darah malah produksi keringat berkurang atau hilangnya tonus
vaskuler. (Yuindartanto,2008)
Apabila terdapat peningkatan aliran darah, vena–vena kaki terdeteksi
dan meningkatnya tekanan parsial oksigen di vena. Maka neuropati
otonom menyebabkan berkurangnya produksi keringat sehingga kulit
mengalami dehidrasi. Dehidrasi kulit menyebabkan kulit penderita
pecah - pecah dan mudah terinfeksi dan mengakibatkan ulkus atau
gangren. (Yuindartanto,2008)
Distribusi tempat terjadinya kaki diabetik secara anatomik :
a) 50% ulkus pada ibu jari
b) 30% pada ujung plantar metatarsal
c) 10 – 15% pada dorsum kaki
d) 5 – 10% pada pergelangan kaki
e) Lebih dari 10% adalah ulkus multipel

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 : Patofisiologi Kaki Diabetes

2.3.5

Klasifikasi Kaki Diabetes
Kaki Diabetik menurut Wagner dibagi menjadi 5 derajat :
1. Derajat 0

: tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai
dengan pembentukan kalus ”claw”

2. Derajat I

: ulkus superfisial terbatas pada kulit

3. Derajat II

: ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang

4. Derajat III : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
5. Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan
atau tanpa selullitis
6. Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 : Klasifikasi PEDIS International Konsensus pada Kaki
Diabetik
Klasifikasi PEDIS,2003 lebih diterima oleh oleh peniliti di seluruh Negara
oleh karena dapat ditentukan kelainan yang dominan, vascular infeksi atau
neuropatik sehingga pangolahan kaki optimal. (Waspadji, 2009).
2.3.6

Diagnosa Kaki Diabetes
Diagnosa penyakit pembuluh darah periferal dapat dilakukan dengan cara

pemeriksaan fisik kaki maupun melalui pemeriksaan khusus. (Piliang S,1999 dan
Bhargava A,2002).

Universitas Sumatera Utara

7. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik melihat jika terdapat perubahan bentuk kaki,
edema, kulit kaki yang menipis, dingin, hilangnya bulu terutama pada
tungkai dan punggung kaki, jaringan subkutaneus yang atrofi, kuku
menebal, denyutan arteri tibialis posterior dan arteri dorsalis pedis
melemah atau menghilang, dijumpai tanda-tanda infeksi, ulserasi,
gangren dan osteomyelitis. Terdapat 3 tanda jika terjadi insufiensi
vaskuler yaitu pertama apabila posisi tungkai tergantung terdapat
perubahan warna yaitu terjadi warna merah (dependent rubor). Kedua,
terjadi perubahan warna kaki menjadi pucat bila posisi kaki ditinggikan
(pallor on elevation). Ketiga, adanya pemanjangan masa pengisian vena
dan kapiler. Pemeriksaan tungkai dilakukan dengan posisi terlentang,
dimana kaki dinaikkan 450 dan dipertahankan sampai salah satu kaki
berubah warna menjadi pucat, kemudian penderita didudukan lurus
dengan posisi kedua kaki tergantung lalu dilakukan pengukuran
pengisian vena kapiler. Pengisian vena kapiler yang normal 15-25 detik,
iskemik berat 25-40 detik sangat berat lebih dari 40 detik. (Piliang
S,1999 dan Bhargava A,2002).
a. Pemeriksaan Khusus
Terdapat beberapa jenis pemeriksaan khusus diantaranya adalah
Angiografi, Doppler Ultrasonik, Platismografi (pulse volume
recording), Oksimetri ranskutan, Doppler laser dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI) (Piliang S,1999 dan Bhargava A,2002).
a) Angiografi
Angiografi dikenali sebagai pemeriksaan baku yang bersifat
invasive dimana ia digunakan untuk mengetahui adanya okulasi,
posisi dan luasnya oklusi. Hal ini dapat mempermudah tindakan
bedah vaskuler yang akan dilakukan. Angiografi tidak dilakukan
sebagai pemeriksaan rutin kerna dapat menyebabkan trombus.

Universitas Sumatera Utara

b) Doppler Ultrasonik
Alat Doppler ini digunakan untuk pemeriksaan Ankle Brachial
Pressure Index (ABPI), yaitu rasio tekanan sistolik di
pergelangan kaki dengan tekanan sistolik di pergelangan tangan.
Nilai ABPI normal adalah 0.9- 1.1.
c) Pletismografi / Pulse volume recoding
Apabila pulsasi dorsalis arteri pedis sulit didapatkan kerna ABPI
tinggi

maka

digunakan

alat

Pletismografi

dimana

memberikan
gelombang yang khas pada segmen oklusi.
d) Oksimetri transkutan
Oksimetri transkutan digunakan untuk mengetahui perfusi ke
tungkai secara kuantitatif dimana dijumpai perbedaan tekanan
partial oksigen transkutan di daerah tungkai dan di daerah
badan.
e) Doppler laser
Doppler laser digunakan untuk mengukur kecepatan aliran di
pembuluh darah kulit pada tungkai
f)

Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI digunakan untuk menilai dan mengevaluasi arteri serta
morfologi pembuluh darah.

2.3.7

Perawatan Kaki Diabetes
Perawatan kaki diabetes dapat dilakukan dengan

wound control,

microbiological control dan pressure control
1) Wound control.
Perawatan kaki luka diabetes dilakukan dengan evaluvasi yang sekerap
mungkin. Terdapat banyak jenis wound dressing (pembalut luka)
masing- masing digunakan sesuai luka. Dressing yang mengandung
komponen zat penyerap seperti carbonated dressing, alginate dressing
sangat bermanfaat pada keadaan luka yang masih produktif. Di

Universitas Sumatera Utara

samping itu, pada luka produktif dan terinfeksi digunakan hidrophilic
fiber dressing silver impregnated dressing. Tindakan debrimen harus
dilakukan terlebih dahulu sebelum mengklasifikasikan ulkus PEDIS.
Beberapa terapi topikal digunakan untuk mengurangkan infeksi pada
ulkus termasuk cairan saline digunakan untuk pembersihan Bagian
luka seperti yodine yang diencer dengan senyawa silver merupaka hal
yang dilakukan saat dressing. Jika luka tidak lagi terinfeksi dan
semakin baik hydrocolloid dressing digunakan untuk beberapa hari.
Suasana

untuk

luka

sembuh harus optimal dengan tahapan

penyembuhan luka selalu diikuti dalam proses penyembuhan luka.
2). Microbiological Control
Pemberian antibiotik harus dengan spektrum luas kerana umumnya
diinfeksi dengan bakteri anaeob dan anerob. Maka sehingga dikenali
kuman kelas mana diberikan spektrum luas.
3). Pressure Control
Luka yang selalu mendapat tekanan tidak akan cepat sembuh seperti
kaki Charcot. Berbagai cara untuk mencapai keadaan non weight
bearing dapat dilakukan dengan :
a) Removable cast walker
b) Temporary shoes
c) Felt padding
d) Wheelchair (Waspadji, 2009)
Perawatan kaki menjadi bagian dari pencegahan komplikasi dari kaki.
Komponen yang terdapat dalam perawatan kaki Diabetes Melitus Tipe 2
termasuk (NDEP, 2014 dan Indian Health Diabetes Best Practise, 2011) :
1. Memeriksa kondisi kaki setiap hari dengan cara :
a. Mencuci tangan sebelum memeriksa keadaan kaki.
b. Kenali kondisi telapak dan punggung kaki dari tanda-tanda seperti:
kering dan pecah-pecah, lepuh,

kemerahan,teraba hangat dan

bengkak saat diraba

Universitas Sumatera Utara

c. Kenali adanya bentuk kuku yang tumbuh kearah dalam (ingrown
toenails) , kapalan dan kalus
d. Gunakan cermin jika tidak dapat melihat bagian telapak kaki.
e. Jika terdapat tanda-tanda diatas pasien harus segera ke tenaga
kesehatan khusus untuk mendapat perawatan kaki lebih awal
2. Menjaga kebersihan kaki dengan cara :
a.

Membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan menggunakan
air suam

b.

Cek suhu air sebelum digunakan untuk mencuci kaki dengan
menggunakan siku jari tangan dicelupkan ke dalam air.

c.

Merendamkan kaki dengan air hangat di dalam Waskom selama 23 menit

d.

Bersihkan dengan menggunakan sabun lembut sampai ke sela-sela
jari sambil dipijit dengan lembut

e.

Jika kuku kaki kotor sikat kuku kaki dengan menggunakan sikat
kuku dan sabun

f.

Membilas kaki dengan menggunakan air hangat .

g.

Mengeringkan kaki dengan menggunakan kain bersih yang lembut
sampai ke sela jari kaki

h.

Saat memakai pelembap, usahakan agar tidak menggosok malah
memijat pada telapak kaki.

3. Menggunting kuku kaki dengan baik dan benar dengan cara:
a.

Menggunting kuku kaki minimal 1 kali dalam seminggu

b.

Menggunting kuku kaki dengan hati- hati agar tidak sampai
melukai kulit

c.

Menggunting kuku kaki sesudah mandi agar kuku keadaan kuku
masih lembut

d.

Tidak menggunakan pisau cukur atau pisau biasa sewaktu
memotong kuku kaki.

e.

Menggunakan gunting kuku yang dikhususkan untuk memotong
kuku kaki secara lurus.

Universitas Sumatera Utara

f. Tidak menggunakan cat kuku
g. Kuku kaki yang menusuk daging dan kapalan harus diobati oleh
dokter.
4. Penggunaan dan pemilihan alas kaki yang tepat dengan cara :
a.

Menggunakan alas kaki baik di dalam rumah ataupun di luar
rumah.

b.

Gunakan sepatu agar dapat melindungi kaki sepenuhnya.

c.

Alas kaki seharusnya terbuat dari bahan yang lembut dan tidak
keras.

d.

Pilih sepatu dengan ukuran yang sesuai dan ujungnya tertutup.

e.

Jangan memaksa kaki menggunakan sepatu yang tidak sesuai
dengan ukuran kaki (kebesaran/ kekecilan)

f.

Memeriksa bahagian dalam sepatu sebelum dipakai.

g.

Bagi wanita, dianjurkan agar tidak memakai kasut tumit tinggi
kerana dapat membebani tumit kaki.

h.

Jika anda menggunakan sepatu baru, maka harus dipakai dengan
beransur –ansur dan hati-hati.

i.

Jari kaki harus semua yang masuk ke dalam sepatu dan dalam
kondisi tidak menekuk.

j.

Dianjurkan untuk memakai kaos kaki pada saat kaki terasa dingin

k.

Memakai kaos kaki yang bersih dan mengganti setiap hari. Kaos
kaki terbuat dari bahan wol atau katun dan tidak dari sintetik
kerana bahan ini menyebabkan kaki berkeringat.

5. Pencegahan cedera pada kaki :
a. Sentiasa memakai alas kaki yang lembut baik didalam ruangan
maupun di luar ruangan.
b. Selalu memeriksa bahagian dalam sepatu atau alas sebelum
memakainya.
c. Selalu mengecek suhu air sebelum menggunakannya dengan siku
tangan.

Universitas Sumatera Utara

d. Hindari dari merokok kerana akan menyebabkan kurangnya
sirkulasi darah ke kaki .
e. Hindari menekuk kaki atau melipat kaki terlalu lama.
f. Hindari berdiri dalam posisi kaki yang sama untuk waktu yang
lama
g. Melakukan senam kaki dengan rutin.
h. Memeriksa diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki setiap
kontrol walaupun ulkus kaki diabetik sudah sembuh.
6. Pengelolaan cedera awal pada kaki :
a. Jika ada lecet, tutup luka atau lecet tersebut dengan kain kasa
kering setelah diberikan antiseptic (povidon iodine ) di area yang
luka.
b. Menangani kesehatan kaki diabetes yang tidak sembuh dengan
mencari Tim kesehatan khusus.
Tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut :
(Waspadji,2009).
1. Derajat 0

: perawatan lokal secara khusus tidak ada

2. Derajat I-IV

: pengelolaan medik dan tindakan bedah minor

3. Derajat V

: tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkandengan

tindakan bedah mayor seperti amputasi diatas lutut atau amputasi
bawah lutut.
Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki
diabetik ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti :
1.

Insisi : abses atau selullitis yang luas

2.

Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II

3.

Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan V

4.

Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V

5.

Amputasi : pada kaki diabetik derajat V

Universitas Sumatera Utara

Selain itu, dilakukan juga revaskularisasi. Di dalam revaskularisasi
dilakukan

wound

control,mikrobiological control dan pressure

control.

Revaskularisasi dianjurkan saat klaudikasio intermiten jika kemungkinan
kesembuhan

luka

rendah.

Sebelum

tindakan

revaskularisasi

diperlukan

pemeriksaan arteriografi untuk mendapat gambaran pembuluh darah yang jelas.
(Waspadji, 2009).
Vaskularisasi di daerah distal dapat diperbaiki dengan berbagai teknik
bedah. Untuk okulasi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka.
Untuk okulasi yang pendek dapat diperlukan endovaskular- PTCA. Pada keadaan
sumbatan akut dilakukan tromboarterektomi. (Waspadji, 2009).

Universitas Sumatera Utara