Majalah Perencanaan Pembangunan

EDISI 02 • TAHUN XX • SEPT 2014

KETAHANAN ENERGI
INDONESIA :
Gambaran Permasalahan
dan Strategi Memperbaikinya

PERENCANAAN & STARTEGI
PEMBANGUNAN BIDANG
KEHUTANAN DAN KONSERVASI
SUMBER DAYA AIR

"KONTRAK PELAYANAN
ANGKUTAN UMUM
PERKOTAAN” Sebuah
Kebijakan Publik untuk
Meningkatkan Kualitas
Pelayanan

PENGELOLAAN LIMBAH/RESIDU
PERTANIAN UNTUK ENERGI :

Potensi Peran Koperasi

DAFTAR ISI
52

2

K
KETAHANAN
ENERGI
IINDONESIA:
Gambaran Permasalahan
G
dan Strategi
Memperbaikinya
Hanan Nugroho

10

PENGELOLAAN LIMBAH/

RESIDU PERTANIAN
UNTUK ENERGI:
Potensi Peran Koperasi
Herry Suhermanto, Ir., MCP, PhD.

39
FINANCE IS THE ESSENTIAL
THING IN ESTABLISHING
THE RELATIONSHIP
BETWEEN STATE AND CITY
BUT IT IS NOT SUFFICIENT:
Learning from Asian
and European State-City
Rela onships
Mohammad Roudo

46
30

PERENCANAAN &

STARTEGI PEMBANGUNAN
BIDANG KEHUTANAN DAN
KONSERVASI SUMBER
DAYA AIR
Amor Rio Sasongko

FINANCING PUBLIC
HOUSING IN INDONESIA:
The Role of Central Government
and Local Governments
Case study: Mul -Storey
Rental Flats

THE IMPACT OF REMITTANCE ON LABOR
SUPPLY BY GENDER
Case Study : Honduras
POTENTIAL CAUSES OF MATERNAL
MORTALITY IN INDONESIA
Anna Rahmawaty
A


74

FASILITASI SOSIALISASI KEBIJAKAN PUBLIK
Dalam rangka meningkatkan kapasitas para perencana pembangunan nasional dan
daerah, maka “Majalah Perencanaan Pembangunan” bekerja sama dengan Asosiasi Perencana
Pemerintah Indonesia (AP2I) Komisariat BAPPENAS menyediakan pelayanan publik dalam
bentuk bimbingan teknis (bintek) bagi group dari instansi pusat atau daerah yang berminat. Nara
sumber berasal dari berbagai kalangan yang mempunyai kompetensi sesuai dengan topik Bintek.
Bimbingan teknis tersebut adalah sebagai berikut :

No

Topik Bintek

1

Penyusunan Dra Dokumen Perencanaan
Pembangunan Daerah : RPJPD, RPJMD dan RKPD








2

Penyusunan perencanaan Strategis

• UU SPPN

3

Reformasi Birokrasi

• UU ASN

4


Perencanaan Pembangunan Desa

• UU Desa

5

Keuangan Daerah dan APBD

• UU Pemerintahan Daerah
• UU Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah

6

Evaluasi Kinerja

• UU SPPN

7


Perencanaan & Penganggaran Pembangunan
Daerah

• UU Keuangan Negara
• UU Pemerintahan Daerah
• UU Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah

8

Perencanaan Wilayah dan Tata Ruang

• UU Penataan Ruang dan
• Rencana Pembangunan Jangka Menengah Negara
(RPJMN)

Ira Lubis

Istasius A. Anindito


63

Informasi :

87

THE EFFECT OF BUSINESS CREDIT AND
HOUSEHOLD CHARACTERISTICS ON
HOUSEHOLD WELFARE IN INDONESIA
Citra Sawita Murni Sugiarto, Yusuke Jinnai

"KONTRAK PELAYANAN ANGKUTAN
UMUM PERKOTAAN”
Sebuah Kebijakan Publik untuk
Meningkatkan Kualitas Pelayanan

UU/Regulasi

UU SPPN
UU Keuangan Negara

UU Pemerintahan Daerah
UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
UU Desa

Petrus Sumarsono, JFP Madya

PENANGGUNGJAWAB:SekretarisKementerianPNN/SestamaBappenas|PEMIMPINUMUM:Dr.Ir.BudiHidayat,M.Eng.Sc.|PEMIMPIN
REDAKSI : Dr. Bustang, M.Si. | DEWAN REDAKSI : Ir. Hanan Nugroho, M.Sc; Dr. Ir. Herry Suhermanto, MCP; Dr. Guspika, MBA; Drs. Se a
Budi, MA; Dr. Haryanto, SE, MA; Dr. Wignyo Adiyoso, S.Sos, MA; Eko Wiji Purwanto, SE, MPP; Drs. Amich Alhumami, MA, M.Ed, Ph.D;
Muhyiddin, S.Sos, MSE, M.Sc; Darmawijaya, SE; Yunhri Trima Vibian, SE, MM; Anantyo Wahyu Nugroho, SE, AK.M.Acc; Budi Cahyono,
S.Sos | DESAIN GRAFIS : Sarono Santoso | PHOTO : © Herry Suhermanto | DISTRIBUSI : Ali Sahbana, SH; Shaleh MHD, S.Sos, MAP.
SEKRETARIAT : Nurhalik; Thohari; Agustori.
ALAMAT REDAKSI : Jalan Taman Suropa No. 2 Gedung Sayap Timur Lantai 3 Jakarta Pusat Telp. (021) 3905650 ext. 3545 Fax. (021) 3161762
Email : majalahperencanaan@bappenas.go.id Website : h p ://bappenas.go.id Nomor STT : 1685/SK/Ditjen PPG/STT/1991 Nomor
ISSN : 0854-3709

Informasi Lebih Lanjut :
Redaksi Majalah Perencanaan Pembangunan
Phone/Fax : (021) 3192 8284
Halik

: 0852 42427456
Email
: nurhalik@asia.com

Pengantar Redaksi

RESENSI BUKU
Judul buku
Penulis
Penerbit
Cetakan dan tahun terbit
Tebal & Jumlah halaman

:
:
:
:
:

Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Kelembagaan

Dr. Bustang A.M
Center for Society Studies (CSS)
I, 2010
xiv,123 halaman

Mendorong Kelembagaan Lokal Memfasilitasi
Pemecahan Masalah*)
Persoalan kemiskinan dari dahulu hingga sekarang terus
menjadi agenda pembangunan dan secara keseluruhan belum
mampu terpecahkan. Wacana kemiskinan karya penulis dapat
menjadi perenungan bagi pembaca yang ingin menemukan
cara atau strategi penaggulangan yang tepat sesuai akar
penyebab permasalahan kemiskinan yang dihadapi masyarakat
kita. Kekurangan sandang, pangan, persoalan energi, dan daya
beli masyarakat. Krisis energy yang saat ini terjadi justru akan
menambah beban masyarakat miskin semakin berat.
Kelompok miskin menurut penulis adalah masyarakat
yang
memiliki
ke dakmampuan
dalam pemenuhan kebutuhan dasar
minimum (sandang dan pangan),
keterbatasan memperoleh layanan
kesehatan, pendidikan, keterbatasan
dalam pemenuhan perumahan, air
bersih, keamanan dan sanitasi yang
baik. Konsep kemiskinan diwarnai oleh
perspek f kultural dan struktural atau
situasional.
Kajian kemiskinan didasarkan
pada riset di wilayah pedesaan
mayoritas
masyarakat
miskin
secara ekonomis, psikis dan social
dengan mengambil 276 responden
dari
ga kecamatan dipilih untuk
merepresentasikan masyarakat miskin
Kabupaten Bone Sulawesi Selatan.
Data deskrip f, menunjukkan ngkat
pemahaman masyarakat terhadap
kemiskinan cukup beragam. Hasil
pengujian empiris membuk kan ngkat
pengetahuan, sikap dan keyakinan
masyarakat dalam penanggulangan
kemiskinan
dak disebabkan oleh
karakteris k pribadinya. Tidak ada perbedaan antara karakteris k
jenis kelamin, umur, pendidikan formal, pendidikan non formal,
jenis pekerjaan utama, ngkat pendapatan, tanggungan keluarga
dan kesertaan dalam organisasi terhadap pemahaman tentang
kemiskinan.
Fakta kemiskinan bukan berar meniadakan daya-daya
masyarakat. Menurut penulis masyarakat memiliki potensi
melakukan kegiatan pemberdayaan dan memberikan perha an
pada keluarga miskin lainnya di lingkungan sekitarnya. Bentuk
pemberdayaan masyarakat berupa aktualisasi nilai-nilai tanggung
jawab sosial yang diberikan kepada sesamanya sebagai wujud
rasa kese akawanan dan kewajiban.
Masyarakat miskin merupakan bagian dari satu kesatuan
sistem kemasyarakatan akan berinteraksi dengan sistem
kelembagaan lokal. Kelembagaan lokal mencakup unsur
pemerintahan dan organisasi kemasyarakatan. Peningkatan
pemahaman masyarakat pada persoalan kemiskinan dapat

100
10
0

|

EDISI
EDI
DISI
SI 02
02 • TAHUN
TAHU
TA
HUN
N XX • SEPTEMBER
SEP
EPTE
TEMB
MBER
ER 2
2014
014
01
4

dilakukan dengan pendidikan/penyuluhan terencana. Pendidikan
yang dapat diintrodusir adalah etos kerja, semangat produk f,
dan kesadaran melepaskan diri dari kemiskinan, kemampuan
mendayagunakan peluang-peluang usaha secara krea vitas dan
produk f.
Gagasan mengenai peran kelembagaan lokal dalam
pemberdayaan oleh penulis patut diapresiasi. Namun demikian
terdapat beberapa hal yang perlu dikri si lebih lanjut adalah
(1) bagaimana menyesuaikan materi program pemberdayaan
dengan kapasitas dan karakteri k masyarakat miskin. Selama
ini masyarakat miskin sulit mengakses pinjaman bunga rendah,
bibit varietas unggul, system tanam. Teknologi pertanian
membawa perubahan yang mengandung resiko kegagalan;
(2) adanya pemerataan kesempatan
bagi masyarakat miskin. Program
yang
diberikan
harus
di njau
sejauhmana
kemampuannya
menjangkau jumlah warga miskin
dalam jumlah besar. Banyak warga
miskin dak mendapatkan kesempatan
mendapatkan
layanan,
bantuan,
dak dilibatkan dalam ak vitas desa.
Ke dakmampuan kelembagaan lokal
menjangkau sasaran masyarakat miskin
yang lebih luas, dak merata dan dak
adil akan berdampak menimbulkan
krisis kepercayaan. Masyarakat dak
memiliki harapan nasibnya akan
membaik.
Situasi ini berpotensi
melanggengkan anggapan kemiskinan
dak dapat dirubah.
Penulis menemukan bahwa
semakin baik kelembagaan lokal
mengaktualkan prinsip-prinsip tata
kelola kepemerintahan yang baik
maka semakin baik upaya-upaya
mengatasi kemiskinan sebagai wujud
perha an dan tanggung jawab
sosial. Kelembagaan lokal baik pemerintah maupun organisasi
kemasyarakatan memiliki kekuatan (power) besar menggerakkan
masyarakat miskin untuk membantu dan mengurangi beban social
ekonomi masyarakat miskin lainnya. Nilai-nilai tolong menolong,
gotong-royong, kebiasaan dalam kebersamaan ‘tudang-sipulung’
ditumbuhkembangkan dan difasilitasi oleh pemerintah untuk
membantu masyarakat lainnya yang kurang mampu.
Perspek f
pemberdayaan
masyarakat
berbasis
kelembagaan lokal dapat dijadikan refleksi pada situasi
kekinian. Memperkuat peran kelembagaan untuk bertanggung
jawab mengatasi persoalan ke dakberdayaan masyarakat.
Menumbuhkembangkan nilai-nilai kese akawanan, kebersamaan,
hidup saling tolong menolong sebagai modal masyarakat untuk
menggerakkan masyarakat miskin, menemukan potensi-potensi
lokal untuk dikelola sebagai sumber energy bersama.

Pembaca Perencanaan Pembangunan yang budiman,

T

opik pertama Perencanaan Pembangunan edisi kali
ini adalah mengenai Ketahanan Energi. Indonesia
mengalami permasalahan ketahanan energi yang makin
serius, dan ini seharusnya mendorong kita melakukan kajian
yang lebih intensif mengenai topik mengenai topik yang
akan makin hangat ini. Tulisan Hanan Nugroho memberikan
gambaran mengenai permasalahan ketahanan energi yang
sedang kita hadapi, serta memberikan rekomendasi awal
mengenai strategi yang perlu diterapkan untuk membantu
kita mengatasi permasalahan itu.

Limbah/residu pertanian sebagai salah satu alterna f
sumber penyediaan energi (baik untuk minyak maupun
listrik) belum banyak dimanfaatkan di Tanah Air. Tulisan
Herry Suhermanto “Pengelolaan Limbah/Residu Pertanian
untuk Energi: Potensi Peran Koperasi” mengkaitkan
“sampah” sebagai sumber energi dengan peranan yang
dapat dikembangkan oleh organisasi koperasi. Topik lain
berlingkup lebih luas, berkaitan dengan pengelolaan
sumberdaya alam yang berkelanjutan, dikemukakan oleh
Amor Sasongko dalam makalahnya “Perencanaan dan
Strategi Pembangunan bidang Kehutanan dan Konservasi
Sumberdaya Air”.
Masalah perkotaan terus berkembang di Indonesia,
termasuk permasalahan transportasi kotanya. Kajian
perlu diperbanyak untuk memahami permasalahan
dan membantu mengatasi permasalahan transportasi
perkotaan ini.
Petrus Sumarsono dalam makalah
“Kontrak Pelayanan Angkutan Umum Perkotaan: Sebuah
Kebijakan Publik untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan”
menganalisis dan mengusulkan rekomendasi bagi sebuah
masalah angkutan umum perkotaan.

Topik-topik lain dalam Perencanaan Pembangunan
edisi ini menyebar dari permasalahan keuangan,
kesejahteraan rumah tangga, hingga mortalitas ibu.
Contoh kasus yang disampaikan dak hanya terbatas di
Indonesia, tapi juga mengambil dari negara-negara lain.
Riset yang dilakukan pada umumnya cukup mendalam
untuk makalah-makalah yang disebutkan belakangan
dalam kata pengantar ini. Mereka terdiri dari Citra Sugiarto
& Yusuke Jinnai (The effect of business credit and household
characteris cs on household welfare in Indonesia), Ira Lubis
(Financing public housing in Indonesia: the role of central
government and central governments), Istasius Anindito
(The impact of remi ance on labor supply by gender: case
of Honduras), Mohammad Roudo (Finance is the essen al
thing in establishing the rela onship between state and city
but it is not sufficient: learning from Asian and European
state-city rela onship), dan Anna Rahmawaty (Poten al
causes of maternal mortality in Indonesia).
Pembaca Perencanaan Pembangunan yang budiman,
Dalam usianya yang sekitar 20 tahun, Perencanaan
Pembangunan terus hadir untuk menyumbangkan
pemikiran bagi pembangunan Indonesia, untuk Indonesia
yang lebih baik. Perha an yang besar dari para pembaca
selama ini telah meneguhkan Perencanaan Pembangunan
untuk terus berkarya, juga karena percaya bahwa
masyarakat Indonesia yang maju adalah masyarakat
yang berdasar dan mengedepankan ilmu pengetahuan.
Perencanaan Pembangunan bangga dapat menjadi bagian
dari gerakan untuk mengantarkan ke masyarakat Indonesia
ke arah yang ingin dituju itu.
Salam dan selamat membaca!
Dewan Redaksi

*) Presensi buku oleh Dr. Tan Kus ari (Berprofesi sebagai Dosen,
memina Kegiatan dan Kajian Pemberdayaan Masyarakat).

EDISI 02 • TAHUN XX • SEPTEMBER 2014

|

1

Ketahanan Energi Indonesia :
Gambaran Permasalahan dan Strategi
Memperbaikinya1
Hanan Nugroho
Perencana Madya di Kedepu an Sumberdaya Alam & Lingkungan Hidup
BAPPENAS

DAFTAR PUSTAKA
Menko Perekonomian dan JICA; Jabodetabek Urban Transport Policy Integra on 2010
Nolberto Munier; Handbook on Urban Sustainability. 2007
(www.octranspo1.com 14 Juli 2014).
the Korea Transporta on Ins tute; Lessons from Transi on in Urban Transport Policy. 2012).
(h p ://bmta.thaiwebaccessibility.com 14 Juli 2014).
TEMPO.CO, Jakarta 5 September 2013.
REPUBLIKA.CO.ID, 25 Juli 2013
Tempointerak f.com Rabu, 29 September 2010.

Abstrak

E

konomi Indonesia yang terus tumbuh telah meningkatkan permintaan terhadap energi. Di sisi lain, kondisi
“Ketahanan Energi” Indonesia memburuk, dilihat dari indikator 4-A (availability, accessibility, affordability,
acceptability). Makalah ini menggambarkan kondisi ketahanan energi Indonesia. Memper mbangkan lebarnya
“kesenjangan” (gap) antara kondisi yang ada dengan “kondisi ideal” ketahanan energi, makalah ini mengusulkan
beberapa strategi jangka menengah untuk memperbaiki kesenjangan tersebut. Usulan strategi termasuk meningkatkan
produksi minyak bumi, mengurangi impor minyak/LPG, membangun infrastruktur gas bumi, memperluas akses ke
pulau kecil/terluar/perbatasan, mempercepat pengembangan energi terbarukan, mendirikan Pusat Konservasi Energi,
menaikkan harga BBM dan listrik/mengurangi subsidinya, serta memperkuat kapasitas ins tusi dan sumberdaya
manusia terkait pembangunan energi.

News.De k.com; Diperkosa di Angkot M-26 ROS divisum di RS Polri; 14 Desember 2011, news.De k.com; Angkot D-02
tempat karyawa diperkosa dipenuhi s ker cabul, 15 September 2011).
Tribunenews.com; 4 Petugas Bus TransJakarta Pelaku Pelecehan Seksual Ditahan. 12 february 2014
Kompas, Rabu 2 Januari 2013, Dua Tewas dalam Kecelakaan di TOL, Hal 15 Kolom 1-3.
Undang Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)
Undang Undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)
Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1993 tentang Angkutan Jalan
Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Propinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota
Kementerian Perhubungan : Perhubungan Darat Dalam Angka 2012
Kementerian Perhubungan : Perhubungan Darat Dalam Angka 2010
BPS Jakarta; Jakarta Dalam Angka 2008

1

2

Makalah ini merupakan bagian atau hasil sementara dari penyusunan Makalah Kebijakan mengenai Ketahanan Energi yang sedang dilakukan oleh
Tim Analisa Kebijakan BAPPENAS.

|

EDISI
ED
DIISSII 02
02 • TAHUN
TAH
TA
HU
UN XX
XX • SEPTEMBER
SEPTE
EPTE
EP
TEM
MB
BER
ER 2
2014
01
0
14

BPS Jakarta; Jakarta Dalam Angka 2013 14 Juli 2014).

EDISI 02 • TAHUN XX • SEPTEMBER 2014

|

99

(MRTA) dan Bangkok Metropolitan Transit Authority
(BMTA) di Thailand. Lembaga ini mempunyai tugas dalam
menentukan keputusan berbagai isu seper route bus, tarif
angkutan, sistem operasinya. Lembaga seper ini juga bisa
dibebani atau diberi kewenangan untuk merencanakan,
mengembangkan, membangun dan membiayai serta
mengoperasikan sistem transportasi regional.
Kebijakan tarif terlebih cara mengumpulkan
ongkos yang sekarang lebih banyak secara tunai untuk
angkutan umum perkotaan harus diubah. Masyarakat
kota kebanyakan sudah terdidik dan mengenal kartu
kredit sehingga penggunaan kartu semacam Presto di
O awa atau T-Money di Seoul dimungkinkan. Hal ini untuk
mengetahui kelayakan penghasilan suatu perusahaan
angkutan umum yang menjalani suatu trayek sehingga
kebijakan besaran tarif bisa ditentukan dengan berbagai
alterna f untuk menjamin kelangsungan pelayanan
angkutan umum di perkotaan yang ramah lingkunggan,
selamat, aman, teratur dan terjangkau. Misalnya dengan
kondisi atau kecenderungan jumlah pelanggan angkutan
umum berapa tarif yang layak agar perusahaan dapat
selalu meremajakan armadanya dalam kurun waktu 5
tahun sehingga kendaraan umum selalu siap pakai dan
dak mogok diperjalanan.

Konsep “garbage in garbage out” berlaku juga pada
pelayanan angkutan umum perkotaan. Data yang ada terkait
angkutan umum perkotaan sebagai basis pengambilan
keputusan saat ini masih kurang bisa dipercaya. Oleh karena
itu perbaikan kualitas dan penyajian data sangat pen ng
dilakukan. Untuk bisa menyajikan data yang bisa dipercaya
yang juga merupakan gambaran apa adanya memerlukan
kerjasama yang baik diantara para pemangku kepen ngan.
Kasus data jumlah kendaraan dari BPS Propinsi Jakarta
dan Kementerian Perhubungan untuk angkutan umum
di Jabodetabek dak sama bahkan sangat jauh berbeda
harus dihindarkan. Seharusnya ORGANDA (Organisasi
Gabungan Pengusaha Angkutan Darat) bisa berperan
ak
dalam membantu menyajikan data yang akurat
misalnya menyediakan data tentang jumlah kendaraan
angkutan umum di Jabodetabek, jumlah awak angkutan
umum (sopir/kondektur,kernet) dan jumlah tenaga yang
terlibat di pusat kendali perusahaan yang mendukung
operasi angkutan umum. Perlu diingat bahwa tak mungkin
ada pelayanan angkutan umum yang baik kalau dak ada
dukungan administrasi yang baik.
*)

Tulisan ini merupakan penyesuaian dari policy paper
yang penulis (Petrus Sumarsono) ajukan pada Diklat
JFP Utama 2014.

PENDAHULUAN

K

etahanan energi (energy security) digambarkan
dengan indikator 4A : bagaimana ketersediaan fisiknya
(availability), bagaimana kemudahan mendapatkannya
(accessibility), bagaimana keterjangkuan harganya
(affordability), serta bagaimana/seberapa kualitasnya yang
dapat diterima (acceptability). Secara umum ketahanan
energi juga digambarkan melalui elemen bauran energi
(energy mix) serta keberlanjutan (sustainability) dari sistem
penyediaan-permintaan energi yang ada.

Sebagai hasil dari pertumbuhan ekonomi yang telah
berlangsung beberapa dekade, pertambahan penduduk
(termasuk migrasi dari desa-desa ke kota), serta perubahan
gaya hidup yang semakin energy-intensive, permintaan
terhadap energi terus tumbuh di Indonesia. Dalam lima
tahun mendatang (2015-2019), permintaan energi di
Indonesia diperkirakan akan tumbuh dengan laju sebesar
5-6 persen untuk energi primer, dan 7-8 persen per tahun
untuk energi final.2
Seiring dengan pertumbuhan konsumsi energinya,
Indonesia menghadapi berbagai tantangan/permasalahan
ketahanan energi, yang tampak pada semua indikator 4A
di atas.
Dari segi “availability” terdapat ancaman serius
bahwa kemampuan untuk menyediakan energi secara
nasional menurun, ditunjukkan dengan merosotnya
kapasitas produksi (khususnya minyak bumi). Sementara
itu, untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri,
impor minyak bumi (baik crude oil maupun produk minyak)
serta LPG (liquefied petroleum gas) terus meningkat.
Accesibility terhadap produk energi juga masih
merupakan persoalan, ditunjukkan misalnya dengan rasio
elektrifikasi yang masih rendah (dibandingkan negaranegara ASEAN, misalnya), serta banyaknya rumah tangga
di desa-desa yang belum terlistriki. Di samping itu, “energi
modern” seper bahan bakar minyak (BBM) dan gas bumi
juga belum menjangkau banyak penduduk yang nggal di
tempat terpencil di pegunungan/pulau-pulau kecil.

2

98

|

EDISI 02 • TAHUN XX • SEPTEMBER 2014

Rancangan Teknokra k Rencana Pembangunan Jangka Menengah
2015-2019, Dra .

Acceptability sering dikaitkan dengan mutu dari
energi yang dipakai. Mutu BBM yang dikonsumsi ataupun
mutu dari listrik yang dipergunakan masih merupakan
permasalahan bagi masyarakat.
Harga energi, baik BBM atau listrik selalu
diperdebatkan. Apakah harga BBM yang ditetapkan
Pemerintah itu wajar nilainya? Apakah masyarakat dapat
menjangkau harga BBM dan listrik yang ditetapkan itu?
Sebaliknya, dengan menetapkan harga BBM yang “murah”
kepada masyarakat di dalam negeri apakah Pemerintah
“dapat menjangkau” biaya penyediaannya, dalam
penger an dak mengorbankan APBN untuk membiayai
pos-pos pengeluaran lainnya? Ini termasuk tantangan
dalam indikator “affordability”.
Selanjutnya dari sisi bauran energi, tantangan yang
besar muncul dari masih ngginya ketergantungan pada
bahan bakar fosil (khususnya minyak bumi), yang berar
pangsa pemanfaatan energi terbarukan yang masih
rendah. Ketergantungan berlebihan pada bahan bakar fosil
juga menimbulkan pertanyaan pada aspek keberlanjutan
(sustainability) dari sistem pemanfaatan energi yang
diterapkan di Indonesia.
Makalah ini mencoba menggambarkan kondisi
ketahanan energi Indonesia. Dengan memper mbangkan
bahwa ketahanan energi merupakan bagian pen ng bagi
pembangunan ekonomi dan ketahanan nasional, serta
besarnya/makin melebarnya kesenjangan (gap) antara
kondisi ketahanan energ Indonesia saat ini dengan kondisi
idealnya, makalah ini mengusulkan beberapa hal strategis
yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi tersebut.

GAMBARAN PERMASALAHAN
Tantangan berdasarkan indikasi 4A
World Economic Forum menempatkan “ketahanan
energi” Indonesia dalam urutan ke-63 dari negara-negara
lain di dunia. Urutan pertama, kedua, dan ke ga adalah
Norwegia, Selandia Baru, dan Perancis.
Negara-negara di kawasan Asia yang hampir dak
memiliki sumberdaya energi sendiri masih berada dalam
posisi yang lebih unggul dari segi ketahanan energi
dibandingkan Indonesia, diperlihatkan misalnya dengan

EDISI 02 • TAHUN XX • SEPTEMBER 2014

|

3

Singapura yang berada dalam 62, serta Thailand, Korea
Selatan, dan Jepang yang masing-masingnya berada dalam
urutan ke 55, 54 dan 38.3
Di Indonesia, apa yang dimaksud dengan “Ketahanan
Energi” belum didefinisikan dengan jelas/rinci di dalam
produk hukum yang berlaku.4 Makalah ini mengusulkan
definisi “Ketahanan Energi” sebagai “kondisi terjaminnya
ketersediaan energi serta akses masyarakat terhadap
energi pada harga yang terjangkau dan mutu yang diterima,
melalui suatu bauran energi yang sehat dan berkelanjutan.”
Tanpa masuk lebih rinci ke dalam definisi “Ketahanan
Energi” seper yang diusulkan oleh makalah ini maupun
yang dimaksudkan oleh World Economic Forum, kondisi
ketahanan energi Indonesia termasuk tantangannya dapat
digambarkan sebagai di bawah ini.
Dari segi availability, tantangan utama yang dihadapi
adalah kapasitas produksi minyak dan gas bumi yang terus
menurun. Indonesia pernah memiliki produksi minyak
bumi sebesar 1,7 juta barel per hari (bph) pada tahun
1977, namun –berlawanan dengan permintaan yang terus
meningkat-- produksi minyak bumi justru terus menurun.
Dalam 5 tahun terakhir, produksi rata-rata minyak
bumi Indonesia di bawah 1 juta bph. Pada tahun 2010,
produksi tersebut 945 ribu bph, menurun menjadi 825
ribu bph (2013), dan diperkirakan menurun lagi menjadi
804 ribu bph (2014). Produksi menurun karena lapangan
produksi yang sebagian besar tua (mature, depleted),
pemanfaatan teknologi EOR (enhanced oil recovery) yang
terbatas, serta kurangnya tambahan lapangan produksi
baru. Kapasitas produksi minyak Indonesia berada dalam
keadaan darurat.
Di samping minyak bumi, produksi gas bumi juga
menurun. Pada tahun 2010, produksi gas bumi 1.582 ribu
setara barel minyak (SBM) per hari, namun pada tahun
2013 hanya 1.441 ribu SBM per hari. Kecenderungan ini
berlawanan dengan permintaan terhadap gas bumi di
dalam negeri yang meningkat.
3

Dalam “The Global Energy Architecture Performance Index 2014
Report”, Global Economic Forum, December 2013.

4

Undang-undang No. 30 tahun 2007 tentang Energi termasuk dak
memberikan definisi yang tegas mengenai “Ketahanan Energi.”

4

|

EDISI 02 • TAHUN XX • SEPTEMBER 2014

Berlainan dengan minyak dan gas bumi, produksi
batubara terus naik. Namun demikian, peningkatan
produksi tersebut lebih banyak untuk memenuhi
permintaan ekspor. Produksi batubara pada tahun 2010
adalah 275 juta ton, pada tahun 2013 mencapai 421 juta
ton. Ekspor batubara pada tahun 2010 sebanyak 208 juta
ton, terus meningkat menjadi 349 juta ton (2013). Sekitar
80 persen dari produksi batubara nasional, yang berasal
terutama dari Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan,
adalah untuk diekspor.
Tingkat produksi minyak dan gas bumi Indonesia
yang terus menurun tersebut juga disertai dengan ngkat
penggan an cadangan (reserves replacement ra o)
yang juga rendah, sekitar 67 persen. Ini adalah hal yang
mengkhawa rkan yang mengancam “sustainability” dari
pasokan minyak bumi Indonesia.
Selain tantangan produksi minyak bumi yang
menurun, cadangan energi yang dimiliki Indonesia pun
sangat terbatas. Indonesia belum memiliki cadangan
strategis (strategic reserves) sebagai telah lazim
dikembangkan oleh negara-negara OECD, bahkan belum
mengan sipasi perlunya cadangan seper BBM (bahan
bakar minyak) dan LPG (liquefied petroleum gas) jika terjadi
krisis atau kelangkaan energi. Kapasitas penyimpanan saat
ini hanyalah sekitar 7,7 juta KL untuk BBM dan 430 ribu
ton-metrik LPG.
Tantangan dari segi accesability terlihat antara lain
dari rasio elektrifiksi nasional yang baru mencapai 80
persen (2013), ar nya belum semua keluarga di Indonesia
telah mendapat pelayanan aliran listrik. Walaupun terus
diupayakan penambahan, infrastruktur energi yang
dikembangkan belum menjangkau hingga ke daerah
terpencil dan pulau-pulau kecil yang banyak terdapat di
Nusantara. Sistem kelistrikan terinterkoneksi yang mampu
menjangkau banyak pelanggan baru dapat dibangun
di Jawa, sementara ratusan tempat lain masih harus
mengandalkan sistem kecil yang jangkauan pelayanannya
terbatas.
Infrastruktur energi lainnya, misalnya jaringan
pipa gas bumi masih sangat terbatas dan baru dapat
mengantarkan gas ke sekitar 1 persen jumlah rumah
tangga di Indonesia. Distribusi LPG baru dapat menjangkau

ini belum direvisi sehingga masih banyak individu individu
yang menjalankan angkutan umumnya tanpa kena sanksi
oleh pemerintah.
“Kontrak Pelayanan Angkutan Umum Perkotaan”
dapat menghindarkan pengoperasian angkutan umum
perkotaan secara individual kendaraan. Sebagaimana
diamanatkan oleh UU No. 22 tahun 2009 tentang LLAJ
pasal 148 bahwa pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten/
kota tergantung cakupan wilayah perkotaannya)
berhak menetapkan jaringan trayek angkutan umum
perkotaan dan kebutuhan kendaraan bermotor umum.
Dengan demikian prakarsa pelayanan angkutan umum
perkotaan sebetulnya ada pada pemerintah. Oleh karena
itu pemerintah dalam menyusun jaringan trayek dan
kebutuhan kendaraan umum angkutan umum perkotaan
sudah harus memper mbangkan waktu operasi, selang
waktu pemberangkatan bus satu dengan bus lainnya
(headway), sinergi baik dengan moda transport yang
lain maupun pada simpul perpindahan (transfer) dengan
jurusan atau pe pelayanan bus lainnya, struktur biaya
investasi dan pengoperasian bus sehingga dapat dihitung
pembebanan kepada masyarakat melalui kebijakan tarif
angkutan umum perkotaan.
Apabila pemerintah sudah mampu menyusun
jaringan trayek dan kebutuhan angkutan umum perkotaan
dengan berbagai per mbangan seper di atas maka
kualitas pelayanan angkutan umum perkotaan seper apa
yang ingin diberikan kepada masyarakatnya dan dengan
berapa biaya yang bisa ditanggung oleh pemerintah akan
ditawarkan kepada pengusaha angkutan umum. Misalnya
ada satu koridor yang ditawarkan kepada pengusaha
angkutan umum maka informasi awal yang harus ada
(keluar) dari pemerintah adalah : 1). lokasi awal dan akhir
pelayanan serta rute yang harus dijalani sehingga jarak
tempuh bisa dihitung; 2) waktu operasi dan headway
pemberangkatan bus baik waktu jam sibuk maupun
normal sehingga diketahui jumlah kendaraan yang
dibutuhkan; fasilitas pelayanan dari kendaraan umum
(ada pendingin udara sehingga diketahui perkiraan biaya
pengoperasian bus); 3). perkiraan jumlah penumpang
dan tarif sehingga diketahui seberapa besar pendapatan
dari ket. Dengan demikian pengusaha angkutan umum
harus benar benar berhitung bagaimana mereka dapat
memenuhi kualitas pelayanan angkutan umum perkotaan

yang diminta pemerintah dan tetap bisa untung. Kalau
rugi seharusnya mereka nggalkan usaha di angkutan
umum sehingga pengusaha yang betul betul berkualitas
yang mampu memberikan pelayanan angkutan umum
perkotaan.
Kontrak pelayanan angkutan umum perkotaan
ini menuntut pemerintah sudah lebih siap dalam
merencanakan angkutan umum perkotaan dan dak
tergantung pada prakarsa pengusaha angkutan
terlebih yang sifatnya perorangan. Lebih jauh lagi
kontrak pelayanan angkutan umum perkotaan ini akan
menghapus sistem setoran dalam pengelolaan angkutan
umum karena adanya headway dan waktu operasi yang
tetap harus dijalani akan menghindarkan kejar-kejaran
antar bus yang satu dengan yang lain. Hal ini juga berar
akan mengurangi ngkat kecelakaan yang melibatkan
angkutan umum perkotaan.

PENUTUP
Pemerintah harus segera menyelesaikan revisi PP
No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan. Semangat UU
No. 22 tahun 2009 tentang LLAJ hendaknya diturunkan
dalam membuat PP tersebut. PP tersebut se daknya
menegaskan bahwa jaringan angkutan umum disusun dan
ditetapkan oleh pemerintah dan ijin trayek sifatnya bukan
pengajuan tetapi pemberian kontrak pelayanan dengan
beberapa persyaratan yang telah ditetapkan sebagai hasil
kajian yang mendalam tentang trayek jaringan pelayanan
angkutan umum.
Pemerintah menyediakan subsidi biaya operasional
dan pemeliharaan untuk pelayanan angkutan umum
perkotaan atau yang sekarang lebih dikenal sebagai
‘public service obliga on = pso’ sehingga dalam pemberian
kontrak per mbangan utama didasarkan pada keuntungan
bagi masyarakat secara keseluruhan.
Pemerintah perlu membentuk otoritas transportasi
yang mengelola angkutan umum dak saja yang berbasis
jalan raya tetapi juga berbasis jalan rel untuk kota
kota aglomerasi seper Jabodetabek. Terlepas apakah
lembaga ini seper OC Transpo di Kanada, Metropolitan
Transporta on Authority (MTA) dan BSRCC di Seoul
Korea Selatan, Mass Rapid Transit Authority of Thailand

EDISI 02 • TAHUN XX • SEPTEMBER 2014

|

97

Tabel Perbandingan Armada Angkutan Umum dan Kapasitas Tempat Duduk 2007 dan 2012
Tahun
Jenis Angkutan
Umum

2007
Unit

Kapasitas tempat
duduk per unit

2012
Total Kapasitas
Tempat duduk

Unit

Bus Besar

4.783

60

286.980

Bus Sedang

4.979

30

Bus Kecil

9.412

12

Total

19.174

Kapasitas tempat
duduk per unit

Total Kapasitas
Tempat duduk

2.000

60

120.000

149.370

1.987

30

59.610

112.944

16.671

12

200.052

549.294

20.658

379.662

Sumber BPS Jakarta; Jakarta Dalam Angka 2008
Sumber BPS Jakarta; Jakarta Dalam Angka 2013

Tabel Perbandingan Data Kendaraan Umum di DKI Jaya
Antara DKI Jaya dan Kementerian Perhubungan 2012
Sumber data

Mobil
Penumpang Umum

DKI Jaya (unit)
Kementerian Perhubungan (unit)

Bus Besar

Bus Sedang

Bus Kecil

Total

-

2.000

1.987

16.671

20.658

2.576

2.809

7.821

26.002

39.208

Sumber BPS Jakarta; Jakarta Dalam Angka 2008
Sumber BPS Jakarta; Jakarta Dalam Angka 2013

Kontrak Pelayanan Angkutan Umum Perkotaan
Pelayanan angkutan umum perkotaan di
Jabodetabek masih jauh dari praktek pelayanan angkutan
umum yang baik seper Bangkok, Seoul, dan O awa. Di
ke ga kota tersebut pemerintah pusat dan pemerintah
kota memainkan peranannya yang sangat besar dalam
memilih jenis angkutan umum, menentukan trayek
dan kebijakan tarif serta memberikan subsidi operasi
dan pemeliharaan angkutan umum berikut penegakan
hukumnya. Di ke ga kota tersebut untuk pelayanan
angkutan umum perkotaan jelas ada kepas an tentang
: waktu operasi, jadwal pelayanan ( me table) sehingga
bisa dilihat frekuensinya, fasilitas pelayanannya apakah
bus pakai Ac atau dak (Di Bangkok), pelayanan reguler
atau ekspress dengan sedikit tempat pemberhen an,
tarif dan cara pengumpulannya.
UU No 22 tahun 2009 sebagai penggan UU 14 tahun
1992 sesungguhnya sudah meletakkan dasar yang baik
untuk menciptakan pelayanan angkutan umum perkotaan
yang nan diharapkan juga menghasilkan wajah baru
transportasi kota yang ramah lingkungan dan menjadikan
kota sebagai tempat yang nyaman untuk dihuni. Langkah

96

|

EDISI 02 • TAHUN XX • SEPTEMBER 2014

yang pen ng adalah menghilangkan hak individu
untuk memberikan pelayanan angkutan umum. Sesuai
dengan PP 41 Tahun 1993 tersebut prakarsa pelayanan
angkutan umum berasal dari pihak swasta. Oleh karena
itu per mbangan utama dalam mengajukan ijin trayek
adalah keuntungan sebagai individu atau perusahaan
bukan keuntungan untuk masyarakat secara keseluruhan.
Akhirnya dalam praktek pengusaha angkutan umum
mengoperasikan kendaraan umum dengan per mbangan
utama adalah keuntungan bagi dirinya. Dengan demikian
bukan hal yang aneh kalau dalam waktu operasi banyak
atau sering nampak kendaraan umum disewakan untuk
membawa supporter sepak bola, melayat, dan lain
sebagainya. Ar nya apabila mereka merasa lebih untung
menyewakan kendaraan nya dari pada menjalani trayek
yang mereka miliki maka mereka akan menyewakan
kendaraannya dan mengabaikan pelanggan yang dilayani
pada ijin trayek yang mereka miliki. Padahal dengan
mereka menyewakan kendaraannya berar armada
dan kapasitas tempat duduk trayek yang mereka jalani
pada periode itu berkurang sehingga masyarakat harus
menunggu kedatangan bus lebih lama lagi. Sayangnya PP
No. 41 tahun 1993 tentang Angkutan Jalan sampai saat

wilayah perkotaan khususnya di bagian tengah dan barat
Indonesia. Infrastruktur pengolahan serta distribusi minyak
bumi pada umumnya berumur tua, kurang terpelihara,
dengan kapasitas yang meluruh. Kapasitas kilang BBM di
dalam negeri hanya 6.740 ribu KL, jauh dari cukup untuk
memenuhi kebutuhan BBM nasional.
Acceptability sering dikaitkan dengan mutu dari
energi yang dipakai. Banyak keluhan bahwa BBM yang
beredar di masyarakat (di luar outlet pelayanan resmi)
dak memenuhi spesifikasi sebagai bahan bakar baik.
Di banyak tempat pemadaman aliran listrik masih sering
terjadi, bahkan di kota besar seper Jakarta. Frekuensi
terputus-putusnya aliran listrik dan dampak lingkungan
yang buruk dari upaya penyediaan energi sering di luar
batas yang dapat diterima. Keandalan (reliability) dari
sistem penyediaan energi Indonesia masih sering menjadi
masalah.
Affordability (kemampuan) masyarakat terhadap
harga energi, yang – untuk beberapa jenis BBM dan listrik ditetapkan oleh Pemerintah berbeda-beda antar golongan.
Tantangan yang lebih gen ng justru pada kemampuan
Pemerintah untuk membiayai penyediaan BBM – sebagai
konsekuensi dari penetapan harga yang dilakukannya
serta kesediaan untuk menanggung subsidi. Data APBN
menyebutkan subsidi BBM yang diberikan pada tahun
2014 telah mencapai Rp. 246,5 Trilliun serta Rp. 103,8
Trilliun untuk listrik.5 (dalam APBN-P 2014).
Tanpa masuk ke de l, permasalahan sustainability
sistem penyediaan-permintaan energi Indonesia dapat
dideteksi melalui bauran energi (energy mix) primernya,
dimana pangsa bahan bakar fosil (minyak bumi, gas
bumi, batubara) masih sangat dominan (96 persen pada
tahun 2012), yang berar pangsa energi terbarukan
(air, panas bumi, bio-fuel) hampir dak/belum berar .6
Ketergantungan nggi pada minyak bumi, sumber energi
mahal yang dak ramah lingkungan (dibandingkan gas
bumi atau sumber-sumber energi terbarukan) berpotensi
menjadi ancaman bagi sustainability sistem energi
Indonesia ke depan.

5

Data dari Rancangan APBN 2015, Kementerian Keuangan.

6

Handbook of Energy & Economy Sta s c of Indonesia 2013,
Kementerian Energi & Sumberdaya Mineral.

Ketergantungan Impor
Salah satu elemen dari indikator availability adalah
seberapa besar ketergantungan terhadap impor energi.
Walaupun Indonesia masih dikenal sebagai negara
pengekspor energi, namun kita juga telah berkembang
menjadi pengimpor energi yang cukup besar. Meningkatnya
permintaan/konsumsi serta menurunkannya kapasitas
produksi energi seper disebutkan tadi telah menyebabkan
impor energi Indonesia meningkat cepat. Ini perkembangan
yang mengkhawa rkan.
Dulu Indonesia termasuk negara pengekspor minyak
bumi utama, satu-satunya wakil OPEC dari Asia. Namun
tahun 2006 mulai menjadi pengimpor neto minyak bumi,
bahkan melepaskan keanggautaan di OPEC tahun 2008.
Bensin (gasoline) adalah komoditas energi yang
sekarang pun Indonesia sudah termasuk pengimpor
besar dunia. Impor bensin (juga solar) terus meningkat,
disebabkan oleh melonjaknya konsumsi yang didorong
pesatnya pertumbuhan kendaraan bermotor serta harga
bensin murah (karena subsidi pemerintah). Diperkirakan
sebelum tahun 2020 Indonesia akan menjadi
impor r bensin terbesar di dunia. Pada tahun itu impor
bensin Indonesia akan mencapai 450 ribu bph, dari saat ini
sekitar 350 ribu bph.7
Tidak hanya bensin sebagai produk kilang minyak
yang impornya akan membesar, tapi juga minyak mentah
(crude oil). Besaran impor minyak mentah belakangan
ini telah mencapai 400 ribu bph atau sekitar 1/3 dari
kebutuhan minyak mentah yang menjadi intake kilang
minyak nasional.
Komoditas energi lainnya yang impornya terus
meningkat adalah LPG. Di tahun 2006, dipacu oleh
lonjakan harga minyak yang terus menerus, pemerintah
menjalankan kebijakan untuk menggan kan minyak tanah
(kerosin) dengan LPG. Program tersebut cukup berhasil
diukur dengan jumlah minyak tanah yang digan kan.
Namun, Indonesia bukanlah penghasil LPG yang cukup
besar. Karena kapasitas produksi LPG di dalam negeri
terbatas (sebagian besar dari kilang minyak dan kilang
7

Angka mengenai perkiraan impor energi Indonesia diperoleh dari
beberapa media masa yang mengu p hasil riset misalnya oleh
perusahan riset energi Wood Mackenzie.

EDISI 02 • TAHUN XX • SEPTEMBER 2014

|

5

LNG Bontang, saat ini sekitar 2,5 juta ton per tahun/
jtpt), sementara permintaannya telah meningkat
menjadi 5,3 jtpt pada tahun 2014, Indonesia harus
mengimpor kekurangannya dari pasar internasional.
Kebutuhan impor energi Indonesia yang meningkat
juga telah mengubah peta darimana energi itu akan
diimpor. Hal ini mungkin akan mempengaruhi tantangan
geopoli k energi Indonesia ke depan. Dengan perkataan
lain, peningkatan ketergantungan impor energi Indonesia,
serta meningkatnya permintaan energi dari negara-negara
lain terutama di kawasan Asia terhadap sumber-sumber
energi yang berasal dari Indonesia, akan memiliki dampak
yang harus diperhitungkan bagi ketahanan energi bahkan
ketahanan nasional Indonesia.8
Impor minyak mentah Indonesia nan nya
akan berasal dari negara-negara tetangga (Malaysia,
Brunei, Vietnam), Timur Tengah, dan bahkan dari Asia
Tengah. Sejauh ini sebagian besar impor LPG berasal dari
Saudi Arabia (Aramco), tapi di masa depan kita perlu
mencari sumber-sumber lain, termasuk Amerika Serikat
(yang akan memiliki kapasitas ekspor LPG karena revolusi
shale gas mereka).
Perkembangan kebutuhan Indonesia akan bensin
akan berpengaruh terhadap pasar regional. Secara
tradisional kita mengimpor bensin dan produk minyak
lainnya dari Singapura yang merupakan pusat kilang
minyak regional. Karena rencana pemerintah membangun/
meningkatkan kapasitas kilang nasional tampaknya belum
akan terwujud dalam waktu dekat (dan kapasitas
kilang nasional tetap di sekitar 1,15 juta bph, yang dak
berubah dari lebih dari 2 dekade), maka impor bensin dan
solar akan meningkat.
Peningkatan kapasitas kilang minyak di dalam negeri
perlu diupayakan karena dak hanya akan mengurangi
ketergantungan pada impor BBM, namun juga memperbaiki
kondisi ketahanan energi nasional.
Untuk gas bumi, selama ini Indonesia mengekspor
gas bumi melalui pipa ke Singapura, baik yang berasal dari
laut Natuna maupun yang berasal dari Jambi (disalurkan
8

6

Dibutuhkan kajian yang mendalam untuk menjawab tantangan
permasalahan geopoli k energi ini.

|

EDISI 02 • TAHUN XX • SEPTEMBER 2014

melalui Batam). Dengan terus meningkatnya permintaan
gas bumi di dalam negeri, makin berkembang dan terinterkoneksi-nya infrastruktur gas bumi di Indonesia, serta
berhasilnya Singapura mengembangkan posisinya sebagai
“gas hub” nan nya, keadaaan mungkin akan berbalik
dimana Singapura akan tumbuh menjadi sumber bagi impor
gas Indonesia. Alterna f lainnya adalah mengimpor dalam
bentuk LNG dari sumber-sumber yang menawarkan harga
kompe f, termasuk kemungkinan dari Amerika Serikat
yang produksi gas buminya (dari shale gas) akan melonjak.

lima tahun terjadi pergeseran jenis moda angkutan umum
yang dioperasikan. Jumlah armada bus besar dan bus
sedang berkurang tetapi jumlah bus kecil bertambah dan
secara total unitnya bertambah dari 19.174 unit menjadi
20.658 unit namun dalam hal kapasitas tempat duduk
malah berkurang dari 549.294 tempat duduk menjadi
hanya 379.662 tempat duduk. (Tabel Perbandingan
Armada Angkutan Umum dan Kapasitas Tempat Duduk
2007 dan 2012).

Hal yang lebih mempriha nkan dalam manajemen
angkutan umum ini adalah bahwa data yang disampaikan
oleh lembaga berwenang sangat rancu dan dak konsisten
antara pusat dengan daerah. Misalnya DKI Jaya dak
mengenal is lah mobil penumpang umum adanya hanya
pe bus besar, bus sedang dan bus kecil dan jumlahnya
sangat jauh berbeda. DKI melaporkan total armada
untuk melayani angkutan umum 20.658 unit sementara
Kementerian Perhubungan melaporkan jauh lebih banyak
39.208 unit (lihat Tabel Perbandingan Data Kendaraan
Umum antara DKI Jaya dan Kementerian Perhubungan
2012).

MEMPERBAIKI KONDISI KETAHANAN
ENERGI INDONESIA
Pendekatan analisis
Tanpa ketahanan energi yang baik, pertumbuhan
ekonomi bahkan ketahanan nasional dapat terganggu.
Kondisi ketahanan energi Indonesia yang kondisinya masih
“rentan/kurang” sebagaimana digambarkan di atas (dan
dalam da ar World Economic Forum) perlu diperbaiki.
Karena itu perlu dilakukan beberapa langkah/ ndakan
strategis.
Pendekatan yang dilakukan untuk merumuskan
langkah/ ndakan strategis untuk memperbaiki “Ketahanan
Energi” Indonesia dalam penyusunan makalah ini dapat
diringkaskan secara sederhana sebagai berikut :
Pertama, “memotret” atau melakukan iden fikasi
terhadap kondisi ketahanan energi sekarang. Hal ini telah
dilakukan dengan menggunakan indikator ketahanan energi
4-A dengan hasil sebagaimana digambarkan di atas. Kedua,
mencoba menggambarkan suatu kondisi “ketahanan energi
ideal” yang menjadi acuan jangka panjang untuk dituju.9
Ke ga, melakukan “gap analysis”, membandingkan antara
“kondisi saat ini” dengan “kondisi ideal” yang ingin dituju.
Setelah membandingkan lebarnya kesenjangan (gap)
antara “kondisi saat ini” dengan “kondisi ideal” dalam kasus
9

Tabel Perbandingan Armada Pelayanan Angkutan Umum Dengan Bus Besar 2007 dan 2012
Tahun
2007
No

Nama Perusahaan

2012

Jumlah Bus

Jumlah
Trayek

rata rata

Jumlah Bus

Jumlah
Trayek

rata rata

unit

trayek

unit/trayek

unit

trayek

unit/trayek

1

Perum PPD

1.700

68

25,0

279

17

16,4

2

PT Mayasari Bak

1.595

108

14,8

671

61

11,0

3

PT Pahala Kencana

39

3

13,0

53

0

-

4

PT Bianglala Metropolitan

187

9

20,8

8

5

1,6

5

PT Steady Safe

509

46

11,1

45

7

6,4

25

3

8,3

-

-

-

2

1

2,0

16

1

16,0

6

PT Agung Bak

7

Koperasi Arief Rahman Hakim

8

PT Koda Jaya/AJA P

153

6

25,5

132

6

22,0

9

PT Jasa Utama

60

4

15,0

50

0

-

10

Koperasi Himpuna

90

6

15,0

0

0

-

11

PT Metromini

66

4

16,5

10

1

10,0

12

PT Trans Jakarta

-

0

-

0

0

-

13

PT Putra Tasima

15

1

15,0

0

0

-

14

PT Daya Sentosa Utama

3

1

3,0

23

1

23,0

15

PT Sinar Jaya Megah Langgeng

-

0

-

89

14

6,4

16

PT Hiba

-

0

-

59

5

11,2

4.444

260

17,1

1.435

118

12,2

Total
Sumber BPS Jakarta; Jakarta Dalam Angka 2008
Sumber BPS Jakarta; Jakarta Dalam Angka 2013

“Ketahanan energi ideal”coba digambarkan sebagai kondisi dimana :
(i) energi tersedia secara memadai (dengan ngkat penyediaan dari
sumber-sumber dalam negeri mencapai 80 persen), (ii) akses masyarakat
terhadap energi telah sempurna (100 persen), (iii) mutu energi yang
dikonsumsi/digunakan memenuhi standar “dapat diterima”, (iv) harga
energi dapat dijangkau oleh masyarakat dan oleh Pemerintah (yang
dak menganggap biaya penyediaan energi menjadi beban, (v) pangsa
energi terbarukan dalam bauran energi primer cukup nggi (seper ga
dari total), (vi) sistem penyediaan dan konsumsi energi yang dirancang/
diterapkan terjamin keberlanjutannya.

EDISI 02 • TAHUN XX • SEPTEMBER 2014

|

95

wilayah kabupaten/kota tetapi masih dalam satu propinsi
kewenangan tersebut ada pada pemerintahan provinsi
(Gubernur). Apabila wilayah perkotaan mencakup dua
atau lebih wilayah kabupaten/kota dan juga mencakup
lebih dari satu provinsi maka kewenangan tersebut ada
pada pemerintah pusat. Hal inilah yang dirasa perlu adanya
otoritas transportasi untuk kota-kota yang telah menyatu
sebagai satu kesatuan ekonomi seper Jabodetabek.
Selain itu adanya lembaga otoritas ini dapat membantu
pemerintah kabupaten/kota untuk memenuhi SPM
angkutan umum perkotaan sebagaimana diatur dengan
Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 2 Tahun 2013
tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Perhubungan
Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Acuan SPM
untuk angkutan umum perkotaan mencakup jangkauan
pelayanan (ra o antara panjang jalan yang dilayani
angkutan umum dengan jumlah panjang jaringan jalan
yang ada), ketersediaan prasarana (ra o antara jumlah
halte yang ada dengan jumlah halte yang dibutuhkan),
dan keselamatan (ra o antara jumlah kendaraan angkutan
umum yang memenuhi laik keselamatan dengan jumlah
kendaraan angkutan umum yang ada.
Menurut PP No 41 tahun 1993 tentang Angkutan
Jalan bahwa kegiatan usaha angkutan umum bisa dilakukan
oleh BUMN, BUMD, Badan Usaha milik swasta nasional,
koperasi dan perorangan warga negara Indonesia. Sebelum
dapat melakukan usahanya mereka harus memiliki Izin
Usaha Angkutan (IUA). Untuk memperoleh IUA pemohon
mengajukan kepada Menteri Perhubungan dengan
persyaratan pemohon harus memiliki : 1). Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP); 2). Akte Pendirian Perusahaan bagi
pemohon berbentuk badan dan koperasi serta tanda
ja diri bagi pemohon perorangan; 3). Surat keterangan
domisili perusahaan; 4). Surat izin tempat usaha (SITU); 5).
Pernyataan kesanggupan untuk memiliki atau menguasai
kendaraan bermotor; 6). Pernyataan kesanggupan
untuk menyediakan fasilitas penyimpanan kendaraan
bermotor. Menteri akan memberikan IUA apabila
memenuhi persyaratan tersebut dan trayek atau wilayah
operasi yang akan dilayani masih terbuka. Untuk dapat
melakukan kegiatan angkutan dalam trayek termasuk di
dalamnya angkutan umum perkotaan apabila perusahaan/
koperasi/perorangan sudah memiliki izin trayek. Untuk
mendapatkan Izin trayek pemohon mengajukan kepada

94

|

EDISI 02 • TAHUN XX • SEPTEMBER 2014

Menteri Perhubungan dengan syarat; 1). Memiliki Izin
Usaha Angkutan; 2). Memiliki atau menguasai kendaraan
bermotor yang laik jalan; 3). Memiliki atau menguasai
fasilitas penyimpanan kendaraan bermotor; 4). Memiliki
atau menguasai fasilitas perawatan kendaraan bermotor.
Dalam PP tersebut juga diatur persoalan pembukaan
trayek baru dan penetapan trayek yang terbuka untuk
penambahan jumlah kendaraan bermotor dengan
persyaratan bahwa untuk pembukaan trayek baru
dengan perkiraan faktor muatan di atas 70% kecuali
angkutan perin s dan untuk penambahan jumlah
kendaraan apabila faktor muatan rata rata di atas 70%.
Pengusaha angkutan umum yang telah mendapatkan
izin trayek wajib memenuhi kewajiban yang telah
ditetapkan dalam izin trayek, mengoperasikan kendaraan
bermotor yang memenuhi persyaratan teknis dan laik
jalan, melaporkan apabila terjadi perubahan domisili
dan/atau penanggungjawab perusahaan, melaporkan
se ap bulan kegiatan operasionalnya. Dengan ketentuan
manajemen angkutan umum seper di atas tanpa secara
rinci mengetahui berapa armada yang akan menjalani
izin trayek yang telah diberikan tersebut serta dak
adanya keharusan penyusunan jadwal pemberangkatan
maka sulit mengharapkan pelayanan angkutan umum
perkotaan (angkutan umum dalam trayek) akan membaik.
Contohnya kasus di Jakarta. Koperasi Arief Rahman Hakim
hanya memiliki 2 unit kendaraan untuk melayani 1 trayek
dan PT Daya Sentosa Utama hanya memiliki 3 unit untuk
melayani satu trayek pada tahun 2007. Pada tahun 2012
ada hal yang aneh bahwa PT Bianglala Metropolitan, yang
hanya memilik armada 8 unit diberi izin melayani 5 rute.
Ar nya bahwa satu rute dilayani kurang dari dua unit bus.
Pertanyaannya adalah berapa lama pengguna menunggu
untuk mendapatkan pelayanan angkutan umum pada
trayek tersebut?. Kenapa izin trayek diberikan? Hal ini
menunjukkan manajemen penyelenggaraan angkutan
umum secara makro oleh pemerintah dak baik karena
dak memper mbangkan kelangsungan pelayanan
angkutan umum. Dampaknya dalam lima tahun terjadi
penurunan armada angkutan umum yang sangat besar
untuk armada bus besar yang semula 4.444 unit nggal
hanya 1.435 unit atau berkurang 67,7%. Catatan ini dak
termasuk TransJakarta (Lihat Tabel Perbandingan Armada
Pelayanan Angkutan Umum dengan Bus Besar di Jakarta
2007 dan 2012). Hal yang menarik adalah bahwa dalam

“Ketahanan Energi” Indonesia ini, makalah ini kemudian
mengusulkan upaya untuk mengurangi kesenjangan tersebut.

dan debirokra sasi untuk memperbaiki iklim investasi
tersebut layak ditempuh.

Pengisian kesenjangan antara “kondisi saat ini”
dengan “kondisi ideal” dilakukan dengan memanfaatkan prinsip-prinsip utama kebijakan energi, yaitu
intensifikasi, diversifikasi, dan konservasi energi.10 Sesuai
prinsip kebijakan energi, intensifikasi energi misalnya
harus dilakukan dalam hal kemampuan memproduksi
sumber energi di dalam negeri telah merosot; hal ini
relevan untuk kasus produksi minyak bumi Indonesia.
Diversifikasi penyediaan energi yang menjadi usulan utama
dalam makalah ini telah memper mbangkan beberapa
teknologi energi sebagaimana dikemukakan misalnya oleh
Nersesian (Energy for the 21st Century, 2010) maupun MIT
(Sustainable Energy, 2012).

Selain meningkatkan produksi minyak dan gas bumi,
impor energi harus dicegah agar dak tumbuh cepat atau
bahkan dapat dikurangi. Peningkatan ketergantungan
impor energi merentankan ketahanan energi, menekan
neraca perdagangan int