Full Paper P00199

KAJIAN KEBIJAKAN DAERAH
TENTANG PENYELENGGARAN PERM UKIM AN DI KOTA
SALATIGA DALAM PELAKSANAAN DAN KONSEP
PERUM USAN KEBIJAKAN STRATEGI S PERM UKIM AN

Oleh:
Drs. DARU PURNOM O,M .Si.
Dr. Ir LASM ONO TRI SUNARYANTO,M .Sc.
Prof.Dr. Ir SONY HERU PRIYANTO,M .M .
KUSTADI,S.H.
Dr. Ir. BISTOK HASIHOLAN SIM ANJUNTAK,M .Si.
SETO HERW ANDITO,S.Pd, M .I.Kom

PUSAT KAJIAN KEPENDUDUKAN DAN PERM UKIM AN (PK2P)
FISKOM -UKSW
2014

KATA PENGANTAR
Ketersediaan perumahan yang cukup, layak huni, tertata dan memenuhi standar
kebutuhan yang telah dipersyaratkan, merupakan permasalahan yang senantiasa dihadapi oleh
setiap Pemerintahan Daerah.


Selain mendukung upaya penyediaan jumlah rumah dan

lingkungan permukiman yang cukup, Pemerintah Daerah juga berkewajiban untuk mengatur
dan mengarahkan perkembangan pertumbuhan perumahan dan permukiman di masyarakat,
sehingga dapat terarah dan tertata di wilayah-wilayah yang telah ditetapkan perutukannya
seperti yang telah tertuang dalam Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW).
Pelaksanaan kegiatan kajian ini dirasakan cukup mendesak dan strategis demi
menciptakan kondisi lingkungan Kota Salatiga yang teratur dan indah. Kami, dari Pusat
kajian Kependudukan dan Permukiman (PK2P) yang berada di dalam Fakultas Ilmu Sosial
dan Komunikasi, merasa bangga karena dipercaya oleh DPRD Kota Salatiga untuk
mengerjakan kajian ini. Kiranya upaya menyusun kajian ini dapat memperoleh dukungan
dari semua pihak yang terkait dengan permasalahan perumahan dan permukiman di Kota
Salatiga dan hasilnya dapat menjadi masukkan yang berharga bagi penetapan kebijakan
permukiman mendatang. Laporan Pendahuluan ini kami susun sebagai wujud kesiapan kami
untuk mengerjakan kegiatan kajian ini.
Kiranya semua yang kita lakukan dapat memperoleh berkat dan penyertaanNya.

Salatiga, Awal Desember 2014
Tim Penyusun


DATIAR ISI
KATA PENGANTAR

i
ii

DAFTAR ISI
BAB I.

PENDAHULUAN

I .1.
1.2.
1.3.
1.4.

Latar Belakang
Identifikasi Masalah
Maksud dan Tujuan

Metode

I
5

7
8

II. KAJIAN TEORI DAII PRAKTIK EMPIRIS

BAB
2.1.
2.2.

Perumahan dan Permukiman
Persyaratan Lokasi Permukiman

)7

Faktor-fal*or yang Mempengaruhi perkembangan pennukiman

Penggunaan Sistem Informasi Geografi s dalanperencanaan
Perumahan dan Pennukiman.

2.4.

28
28

29
33
36

IIL EVALUASI

BAB

DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG.
UNDANGAN TERKAIT

Pembangunan perumahan dan permukiman Kota salatiga ....

perumahan dan permukiman
$epilatan Pembangruran

3.1.
3.2.

5"914*

J.J.

3.4.

BAB

1

Rencana Detail Tata Ruang Kota

rv.


T,ANDASAN FILOSOFIS,

soslolocls

Gambman Umtrm Kota Salatiga... ............
4.2. Analisis Kependudukan
4.3. Aspek Lahan danEkonomi.
4.5. Aspek Ekonomi Dalam Dunia perrnukiman
4.6. Determinan Permukiman: Analisis Ekonomi
4. 1.

BABY.

5.1.

5.2.

PENUTUP
Kesimpulan
Saran


DAFTAR PUSTAKA

39
45
47
53

DAN yuRrDrs.

1s

6l
84

94
97
106

ll1

111
111

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Ketersediaan perumahan dan permukiman merupakan hak dasar bagi setiap
Warga Negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (I) yang menyatakan bahwa:
setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Selanjutnya Undang Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal
40 juga menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta
berkehidupan yang layak
Sejalan dengan hal itu, perumahan dan permukiman merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia yang keberadaan dan ketersediaannya wajib dipenuhi.
Sebagai satu kebutuhan dasar manusia, ketersediaan perumahan dan permukiman yang
memenuhi syarat juga mempunyai peran sangat strategis sebagai pusat pendidikan

keluarga, persemaian budaya, dan peningkatan kualitas generasi mendatang, serta
merupakan pengejawantahan jati diri. Oleh karena itu, setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidupyang
baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran
yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah
satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan
produktif.
Semakin meningkatnya laju perkembangan jumlah penduduk dan fenomena
urbanisasi yang terjadi di kota-kota besar juga mengakibatkan semakin meningkatnya
kebutuhan

akan

ruang

kota,

seperti

fasilitas


perumahan

dan

permukiman.

Pengembangan permukiman baik di perkotaan maupun pedesaan pada hakekatnya
dilaksanakan untuk mewujudkan kondisi perkotaan dan pedesaan yang layak huni
(livible), aman, nyaman, damai dan sejahtera serta berkelanjutan. Pemerintah wajib
memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh permukiman yang
layak huni, sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial. Pemerintah perlu lebih

 

berperan dalam menyediakan dan memberikan kemudahan dan bantuan perumahan
dankawasan permukiman bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman yang berbasis kawasan serta keswadayaan masyarakatsehingga
merupakan satu kesatuan fungsional dalamwujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi,
dan sosialbudaya yang mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan

semangat demokrasi, otonomi daerah, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Persoalan perumahan dan permukiman
sesungguhnya tidak terlepas dari dinamikayang terjadi dalam kehidupan masyarakat
maupun kebijakan pemerintah di dalam mengelola perumahan dan permukiman.
Sejalan dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman, yang dimaksud dengan perumahan adalah kumpulan rumah
sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi
dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah
yang layak huni. Sedangkan yang dimaksud dengan kawasan permukiman adalah
bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan
maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.Selain itu
juga dipahami bahwa permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri
atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas
umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau
kawasan perdesaan.

Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan hunian adalah

bagian dari kawasan permukiman yang terdiri atas lebih dari satu satuan permukiman.
Secara menyeluruh, ruang lingkup perumahan dan kawasan permukiman yang
dikandung dalam undang-undang tersebut adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas
pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman,
pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan,
serta peran masyarakat. Pengembangan permukiman ini meliputi berbagai hal, seperti
pengembangan prasarana dan sarana dasar, pengembangan permukiman yang
terjangkau, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, proses penyelenggaraan
lahan, pengembangan ekonomi kota, serta penciptaan sosial budaya di perkotaan.
Sejalan dengan UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman dan
Permenpera 7 Tahun 2013, batasan perumahan sampai kawasan permukiman adalah
sebagai berikut:

 

Gambar 1.
Pengertian dan Batasan Perumahan dan Kawasan Permukiman

Menurut Besset dan Short (1980) lingkungan permukiman merupakan suatu
sistem yang terdiri dari lima elemen, yaitu:
ƒ

Nature (unsur alami), mencakup sumber-sumber daya alam seperti topografi,
hidrologi, tanah, iklim, maupun unsur hayati yaitu vegetasi dan fauna.

ƒ

Man (manusia sebagai individu), mencakup segala kebutuhan pribadinya seperti
biologis, emosional, nilai-nilai moral, perasaan, dan perepsinya.

ƒ

Society (masyarakat), adanya manusia sebagai kelompok masyarakat.

ƒ

Shells (tempat),

dimana

mansia

sebagai

individu

maupun

kelompok

melangsungkan kegiatan atau melaksanakan kehidupan.
ƒ

Network (jaringan), merupakan sistem alami maupun buatan manusia, yang
menunjang berfungsinya lingkungan permukiman tersebut seperti jalan, air bersih,
listrik, dan sebagainya.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka pada dasarya suatu permukiman terdiri

dari isi (contents) yaitu manusia, baik secara individual maupun dalam masyarakat dan
wadah yaitu lingkungan fisik permukiman lingkungan fisik permukiman yang
merupakan wadah bagi kehidupan manusia dan merupakan pengejawantahan dari tata
nilai, sistem sosial, dan budaya masyarakat yang membentuk suatu komunitas sebagai
bagian dari lingkungan permukiman tersebut.

Agar supaya isi (manusianya) yang

tinggal dalam wadah (perumahan dan permukimannya) dapat mewujudkan jatidirinya
sebagai manusia yang berharkat dan bermartabat, maka dalam penentuan lokasi suatu

 

permukiman, perlu adanya kriteria atau persyaratan untuk menjadikan suatu lokasi
sebagai lokasi permukiman yang sehat. Kriteria tersebut antara lain:
1. Tersedianya lahan yang cukup bagi pembangunan lingkungan dan dilengkapi
dengan prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosial.
2. Bebas dari pencemaran air, pencemaran udara dan kebisingan, baik yang berasal
dari sumber daya buatan atau dari sumber daya alam (gas beracun, sumber air
beracun, dsb).
3. Terjamin tercapainya tingkat kualitas lingkungan hidup yang sehat bagi pembinaan
individu dan masyarakat penghuni.
4. Kondisi tanahnya bebas banjir dan memiliki kemiringan tanah 0-15 %, sehingga
dapat dibuat sistem saluran air hujan (drainase) yang baik serta memiliki daya
dukung yang memungkinkan untuk dibangun perumahan.
5. Adanya kepastian hukum bagi masyarakat penghuni terhadap tanah dan bangunan
diatasnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Gambaran umum penyelenggaraan Perumahan dan Pemukiman di Kota Salatiga
sejalan dengan pesat perkembangan jumlah penduduk mengakibatkan semakin
meningkatnya kebutuhan masyarakat akan perumahan, diluar kemampuan pemerintah,
sementara tingkat ekonomi urbanis sangat terbatas, yang selanjutnya akan berakibat
timbulnya perumahan-perumahan liar yang pada umumnya berkembang di sekitar
daerah perdagangan dan pusat kota.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang disebabkan oleh faktor alamiah
maupun adanya perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, permintaan akan lahan
untuk pemukiman juga semakin meningkat, sedangkan jumlah lahan jika dilihat secara
administratif jumlahnya tetap sehingga membuat penduduk yang status ekonominya
lemah dan tidak mempunyai kemampuan untuk memiliki rumah membangun sejumlah
pemukiman yang akhirnya menjadi daerah permukiman kumuh (slum area) yang
dibangun di daerah tepi sungai. Selain itu meningkatnya permintaan terhadap lahan
permukiman ini selanjutnya juga akan mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan
pertanian yang semakin meningkat. Hal tersebut yang pada akhirnya berdampak pada
timbulnya permasalahan dan dampak terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah.
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka kebutuhan untuk tempat
tinggal juga semakin meningkat. Hal tersebut mendorong terjadinya perubahan
penggunaan lahan non permukiman menjadi permukiman. Penggunaan lahan adalah
pencerminan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu (Lillesandand Kiefer, 1997).

 

Dengan berjalannya waktu penggunaan lahan dapat terkonversi dan yang sering terjadi
adalah sawah, tegalan, atau bahkan hutan. Sehingga meningkatnya luas lahan untuk
permukiman seringkali mencerminkan penurunan jumlah lahan sawah, tegalan, dan
hutan. Perubahan penggunaan lahan dari non permukiman menjadi permukiman banyak
terjadi di berbagai wilayah Indonesia terutama yang memiliki potensi untuk
dikembangkan menjadi permukiman.
Kondisi keberadaan perumahan dan pemukiman di Kota Salatiga, sejalan
dengan pesat perkembangan jumlah penduduk, mengakibatkan semakin meningkatnya
kebutuhan masyarakat akan perumahan diluar kemampuan pemerintah. Sementara
tingkat ekonomi urbanis sangat terbatas, yang selanjutnya akan berakibat timbulnya
perumahan-perumahan liar yang pada umumnya berkembang di sekitar daerah
perdagangan dan pusat kota. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang disebabkan
oleh faktor alamiah maupun adanya perpindahan penduduk ke daerah perkotaan,
permintaan akan lahan untuk pemukiman juga semakin meningkat. Di sisi lain jumlah
lahan, jika dilihat secara administratif, jumlahnya tetap sehingga membuat penduduk
yang status ekonominya lemah dan tidak mempunyai kemampuan untuk memiliki
rumah membangun sejumlah pemukiman yang akhirnya menjadi daerah permukiman
kumuh (slum area). Hal tersebut yang pada akhirnya berdampak pada timbulnya
permasalahan dan dampak terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah.
Kecenderungan makin tingginya angka backlog yang terjadi akibat adanya
kesenjangan selisih antara permintaan dan penawaran rumah kepada masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR) sangatlah memprihatinkan. Hal ini terjadi karena
sejumlah kriteria hambatan sebagai berikut:
1. Hambatan fisik berupa keterbatasan lahan untuk pembangunan perumahan,
selain karena harganya yang cenderung mahal dan juga prosedur pembebasan
yang belum kondusif untuk pengembangan perumahan bagi MBR.
2. Hambatan hukum dan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini bisa
ditunjuk pada belum leluasanya pengurusan sertifikasi hak milik rumah MBR
dan juga ketidakkonsistenan UU Nomor 1 tahun 2011 dan Peraturan terkait.
3. Hambatan organisasi, dimana manajemen kebijakan pengembangan perumahan
cenderung berorientasi pada pembangunan rumah komersial yang dapat
mengeliminasi hak MBR.
4. Hambatan

politik

berupa

masih

kurangnya

komitmen

Pemda

dalam

merumuskan kebijakan pengembangan perumahan untuk MBR.

 

5. Hambatan distributif, dimana akses MBR terhadap pasar perumahan masih
sangat terbatas akibat kecenderungan harga naik dan daya beli mereka tetap
rendah bahkan tidak berdaya sama sekali.
6. Hambatan dana. Berbagai skema pembiayaan perumahan yang diluncurkan
melalui kebijakan selama ini belum efektif menyentuh persoalan dalam usaha
membuka akses MBR untuk memiliki rumah.
7. Hambatan SDM, dimana pemegang kebijakan perumahan rakyat belum
menjiwai roh dari perumahan untuk rakyat, khususnya perumahan untuk
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Sejalan dengan kondisi dan harapan tersebut kegiatan kajian ini dilaksanakan.
Kegiatan Kajian Kebijakan Daerah tentang Penyelenggaraan Permukiman di Kota
Salatiga dalam Pelaksanaan dan Konsep Perumusan Kebijakan Strategis Permukiman
ini, dilaksanakan dengan berdasarkan:
1. Undang-Undang No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman.
2. Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan;
3. Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD;
4. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
5. Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang
Pemerintahan

Pembagian Urusan

Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
6. Permendagri No. 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;
Sehubungan dengan hal tersebut, maka DPRD Kota Salatiga membutuhkan adanya
dukungan dari tenaga Ahli/Pakar yang mempunyai kapasitas dan kompetensi terhadap
kegiatan penyusunan Raperda-raperda tersebut di atas yang berasal dari Akademisi,
dengan asumsi mempunyai kajian yang lebih empiris, teoritis, yuridis, filosofis dan
sosiologis, agar nantinya dapat diperoleh suatu produk hukum yang baik.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

1) Maksud :

Pelaksanaan Kegiatan Kajian Kebijakan Daerah tentang Penyelenggaraan
Permukiman di Kota Salatiga dalam Pelaksanaan dan Konsep Perumusan Kebijakan

 

Strategis Permukiman, dimaksudkan untuk mendapatkan hasil kajian mengenai kondisi
permukiman dan perumahan di Kota Salatiga dengan segala permasalahannya, dan
perumusan kebijakan dalam rangka menyelesaikan permasalahan permukiman tersebut.

2) Tujuan :

1. Melakukan kajian terhadap kebijakan Pemerintah Kota Salatiga mengenai
penyelenggaraan permukiman masyarakat beserta seluruh fenomena dan
dinamikanya;
2. Menyusun bahan dan materi kajian penelitian permasalahan, baik dari aspek
sosiologis, filosofis, ekonomis, dan yuridis tentang permukiman masyarakat di
Kota Salatiga, yang akan dipergunakan dalam perumusan kebijakan Daerah
yang merupakan tugas dan wewenang serta fungsi DPRD Kota Salatiga.
3. Menyusun rujukan terhadap permasalahan dan rumusan kebijakan tentang
penyelenggaraan permukiman di Kota Salatiga.

1.3. SASARAN DAN RUANG LINGKUP

Secara umum, sasaran kegiatan adalah tersusunnya Kajian Kebijakan Daerah
tentang Penyelenggaraan Permukiman di Kota Salatiga dalam Pelaksanaan dan Konsep
Perumusan Kebijakan Strategis Permukiman sesuai kondisi dan kebutuhan Daerah
secara objektif di lapangan dan ketentuan hukum yang berlaku. Sedangkan secara lebih
khusus, sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah:
1. Tersedianya hasil kajian terhadap kebijakan Pemerintah Kota Salatiga mengenai
penyelenggaraan permukiman masyarakat beserta seluruh fenomena dan
dinamikanya;
2. Tersusunnya bahan dan materi kajian penelitian permasalahan, baik dari aspek
sosiologis, filosofis, ekonomis, dan yuridis tentang permukiman masyarakat di
Kota Salatiga, yang akan dipergunakan dalam perumusan kebijakan Daerah
yang merupakan tugas dan wewenang serta fungsi DPRD Kota Salatiga.
3. Tersusunnya rujukan terhadap permasalahan dan rumusan kebijakan tentang
penyelenggaraan permukiman di Kota Salatiga.


 

Sejalan dengan sasaran yang ingin dicapai, ruang lingkup Kegiatan Kajian
Kebijakan Daerah tentang Penyelenggaraan Permukiman di Kota Salatiga dalam
Pelaksanaan dan Konsep Perumusan Kebijakan Strategis Permukiman meliputi :
1. Penyelenggaraan Forum Group Discussion (FGD);
2. Penyusunan Laporan Pendahuluan;
3. Penyusunan dan Penyampaian Laporan Akhir dan Produk Akhir Kegiatan.

1.4. DASAR HUKUM

Kegiatan Kajian Kebijakan Daerah tentang Penyelenggaraan Permukiman di Kota
Salatiga dalam Pelaksanaan dan Konsep Perumusan Kebijakan Strategis Permukiman
ini, dilaksanakan dengan berdasarkan:
1. Undang-Undang No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman.
2. Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan;
3. Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD;
4. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
5. Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang
Pemerintahan

Pembagian Urusan

Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
6. Permendagri No. 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.

1.5. METODE PELAKSANAAN KEGIATAN

1.5.1. Tahapan Penelitian
Dalam

melaksanakan

Kegiatan

Kajian

Kebijakan

Daerah

tentang

Penyelenggaraan Permukiman di Kota Salatiga dalam Pelaksanaan dan Konsep
Perumusan Kebijakan Strategis Permukiman, tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan
adalah sebagai berikut:
a) Pengumpulan Data Primer dan Sekunder
Pengumpulan data promer dan sekunder dilaksanakan untuk memperoleh
berbagai informasi dan data yang berkaitan dengan kondisi, keberadaan dan
pelaksanaan kegiatan perumahan dan permukiman di Kota Salatiga. Data primer
dan sekunder yang akan dikumpulkan antara lain meliputi: jumlah dan proyeksi

 

penduduk Kota Salatiga, keberadaan dan kondisi lahan yang ada, keberadaan dan
kondisi perumahan dan permukiman yang selama ini sudah berkembang dan/atau
dikembangkan, serta keberadaan Peraturan Daerah (Perda) tentang perumahan dan
permikiman yang ada di Kota Salatiga.
b) Focus Group Discussion (FGD)
FGD dilaksanakan guna mengumpulkan informasi langsung dari para pihak
(stakeholders) yang berkaitan dengan masalah perumahan dan permukiman di Kota
Salatiga. Bagaimanakah pendapat, permasalahan dan harapan para pihak tersebut
tentang keberadaan dan permasalhan perumahan dan permukiman di Kota Salatiga
yang mereka geluti selama ini.
c) Pengolahan dan Analisis Data
Kegiatan pengolahan dan analisis data akan dilaksanakan dengan menggunakan
statistik deskriptif, yakni hanya mendeskripsikan fenomena yang ada, serta
melakukan proyeksi atas kondisi yang akan dihadapi di masa mendatang. Analisis
data juga akan dilaksanakan dengan menggunakan bantuan Sistem Informasi
Geografis (SIG) sehingga pembacaan hasilnya akan lebih mudah dilakukan.
Seluruh

tahapan

kegiatan

kajian

tersebut

akan

dilaksanakan

dengan

menggunakan metodologi sebagai berikut :
a) Metode survey data
Survey Data terutama akan dilaksanakan untuk mengumpulkan Data Primer
yang antara lain berkaitan dengan:
a. Identifikasi permasalahan mengenai permukiman di kota Salatiga;
b. Identifikasi kebijakan yang telah ada;
c. Wawancara secara langsung dan penyebaran kuesioner kepada pihak-pihak
yang terkait (stakeholder) didalamnya.
d. Survey Data Sekunder
e. Kajian kepustakaan;
f. Data dari dinas terkait dan instansi terkait;
g. Legal base line/inventarisasi perundang-undangan terkait.
b) Teknik Pengumpulan Data
Teknis pengumpulan data dalam Kegiatan Kajian Kebijakan Daerah tentang
Penyelenggaraan Permukiman di Kota Salatiga dalam Pelaksanaan dan Konsep
Perumusan Kebijakan Strategis Permukiman dilakukan dengan beberapa cara :


 

a. Studi dokumentasi;

meliputi identifikasi, inventarisasi dan pengkajian

terhadap peraturan perundang-undangan Kota Salatiga, Propinsi

Jawa

Tengah dan nasional serta berbagai teori, hasil penelitian, jurnal yang
berkenaan dengan materi Kajian Kebijakan Daerah tentang Penyelenggaraan
Permukiman di Kota Salatiga dalam Pelaksanaan dan Konsep Perumusan
Kebijakan Strategis Permukiman.
b. Focus Group Discussion;

merupakan kegiatan yang dilakukan dengan

anggota DPRD, Pimpinan SKPD para pemangku kepentingan, PA, PPTK
dan Tim Koordinasi

untuk mengidentifikasi problematika dan harapan

berkenaan dengan Kajian Kebijakan Daerah tentang Penyelenggaraan
Permukiman di Kota Salatiga dalam Pelaksanaan dan Konsep Perumusan
Kebijakan Strategis Permukiman penyusunan.
c. Wawancara; dilakukan terhadap beberapa informan kunci yang dianggap
memiliki pengetahuan atau informasi yang memadai tentang topik Naskah
Akademik dan Raperda, baik di lingkungan DPRD, SKPD dan lembaga non
pemerintah (perguruan tinggi, LSM, tokoh masyarakat, tokoh agama, dll).
c) Diskusi Terfokus (Focus Group Discussion)
Diskusi terfokus akan dilakukan pada setiap tahapan pekerjaan, bahan diskusi
diserahkan kepada Pengguna Jasa dalam waktu 3 (tiga) hari kalender sebelum
pelaksanaan diskusi, sehingga PA, PPTK dan Tim Koordinasi dapat mempelajari
terlebih dahulu. Laporan yang disampaikan untuk diskusi disajikan dalam 2 (dua)
tahap diskusi yaitu:
a. Diskusi 1
Diskusi ini dilakukan untuk membahas Laporan Pendahuluan dihadiri
PPTK, dan Pihak penyedia jasa (konsultan), diharapkan dalam diskusi ini
didapatkan kesepakatan-kesepakatan mengenai latar belakang, kebijakan
daerah, kerangka pikir sistematika, jenis data dan cara mendapatkan data,
metodologi dan analisa kegiatan, rencana pelaksanaan kegiatan, jadwal
kegiatan.
b. Diskusi 2
Diskusi ini membahas Draft Laporan Akhir dihadiri PA/KPA, PPTK dan
Penyedia Jasa (konsultan) untuk mendapatkan saran masukan untuk
penyempurnaan materi dalam rangka penyusunan Laporan Akhir dan
Produk Akhir.
10 
 

Gambar 2.
Metode Pemanfaatan SIG

11 
 

1.5.2. Tahap Analisis Data

1.

Analisis Pola dan Sebaran Permukiman
Pada tahap ini dilakukan analisis tumpang tindih (overlay) antara peta permukiman

beberapa tahun terakhir dengan peta zonasi jalan, peta lereng, peta elevasi, dan peta
administrasi. Overlay antara peta permukiman dengan peta lereng akan menghasilkan peta
persebaran permukiman berdasarkanlereng, overlay peta permukiman dengan peta elevasi akan
menghasilkan peta persebaran permukiman berdasarkan elevasi, overlay peta permukiman
dengan peta zonasi jalan akan menghasilkan peta persebaran permukiman berdasarkan
aksesibilitasnya, dan overlay peta permukiman dengan peta administrasi menghasilkan
persebaran permukiman berdasarkan wilayah administrasinya.

2.

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Perkembangan Permukiman
Pada tahap ini dilakukan proses analisis tumpang tindih (overlay) untuk beberapa

periode (antar 2 titik waktu), yaitu antar peta penggunaan lahan tahun pertama dengan
kedua,kemudian antara tahun kedua dengan ketiga, dan antara tahun ketiga dengan
keempat.Hal ini dilakukan untuk mendapatkan peta perubahan penggunaan lahan dan
petaperkembangan permukiman secara khusus dalam tiga periode, yaitu dari tahunpertama
sampai tahun keempat. Overlay antara peta permukiman multi tahun terhadappeta zonasi jalan,
peta elevasi, dan peta kemiringan lereng dilakukan untukmengetahui pola perkembangan
permukiman multi tahun tersebut berdasarkanelevasi, kemiringan lereng, dan aksesibilitas.

Gambar 3.
Metode Penggunaan SIG (Overlay)

12 

1.5.3. Teknik Analisis Data
Beberapa teknik/metode analisis yang digunakan dalam penyusunan kegiatan kajian
permukiman di Kota Salatiga ini antara lain:
1. Analisis Kependudukan
Analisis kependudukan merupakan analisis untuk mengetahui perkembangan penduduk
dan komposisi penduduk sehingga dapat digunakan untuk mempertimbangkan kebutuhan
sarana dan prasarana, dan kebutuhan ruang, termasuk dalam perencanaan program
perumahan dan permukiman.
Tujuan: mengetahui kondisi penduduk dilihat dari kuantitas dan kualitasnya sehingga
dapat diketahui potensi sumber daya manusianya dalam mendukung pembangunan
perumahan dan permukiman di Kota Salatiga.
Metode :
h Proyeksi dan Pertumbuhan Penduduk

Proyeksi penduduk adalah perhitungan (kalkulasi) yang menunjukkan keadaan fertilitas,
mortalitas, dan migrasi di masa yang akan datang. Proyeksi penduduk akan dihitung
dengan menggunakan model perhitungan, diantaranya dengan menggunakan Model
Pertumbuhan Geometris.
Model Pertumbuhan Geometris
Model Pertumbuhan Geometris adalah perhitungan pertumbuhan penduduk menggunakan
dasar bunga (bunga majemuk). Rumus yang digunakan adalah:
Pn = Po ( 1 + r )n

Dimana:

Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n (jiwa)
Po = jumlah penduduk awal (jiwa)
r

= tingkat pertumbuhan penduduk ( % )

n = jumlah tahun pada periode tertentu / selisih tahun
h Tingkat Kepadatan Penduduk

Tingkat kepadatan penduduk menunjukkan kualitas lingkungan permukiman, semakin
padat penduduk pada suatu wilayah mengakibatkan semakin besar tekanan terhadap
sumber daya dan daya dukung fisik lingkungan yang ada pada wilayah tersebut, yang pada
gilirannya menyebabkan penurunan kualitas lingkungan dan prasarana sarana.
13 

Jumlah Penduduk
X 100 %
Luas Wilayah

2. Analisis karakteristik perumahan dan permukiman
Analisis karakteristik perumahan dan permukiman merupakan analisis dengan
mengidentifikasi karakteristik perumahan dan permukiman, yang dilihat baik dari
karakteristik bangunan, status kepemilikan, arsitektur dan pola permukiman. Selain itu
juga untuk mengidentifikasi kawasan permukiman berdasarkan tingkat kepadatan,
kekumuhan, pola pembangunan, dan sebagainya.
Tujuan : mengetahui kondisi perumahan dan permukiman sehingga dapat diketahui tingkat
kualitas perumahan dan permukiman di Kota Salatiga.
Metode :
h Tingkat Kualitas Struktur Bangunan

Kualitas struktur bangunan terkait dengan kebutuhan minimal keamanan dan keselamatan
bangunan, khususnya rumah tinggal. Tingkat kualitas struktur bangunan dinilai
berdasarkan persentase banyaknya bangunan rumah yang tidak memenuhi persyaratan
pondasi, dinding, atap, serta lantai suatu bangunan rumah tinggal yang sehat.
Jumlah Bangunan Rumah dg Struktur Tidak Layak
X 100 %
Jumlah Keseluruhan Bangunan Rumah

h Tingkat Kepadatan Bangunan

Tingkat kepadatan bangunan adalah jumlah unit rumah per satuan luas (ha) dalam suatu
lingkungan permukiman. Semakin tinggi tingkat kepadatan bangunan maka lingkungan
permukiman akan semakin kumuh akibat keterbatasan lahan yang tersedia.
Jumlah Bangunan Rumah
Luas Wilayah (ha)

14 

h Kebutuhan Rumah Total:

Ada 4 aspek yang menjadi pertimbangan dalam perhitungan kebutuhan rumah diantaranya
yaitu: aspek kekurangan jumlah rumah, aspek pertumbuhan jumlah penduduk, aspek
rumah tidak layak huni, dan aspek permukiman kumuh.
Penghitungan Kekurangan Jumlah Rumah Berdasarkan Status Penguasaan Bangunan
Merupakan suatu perhitungan kekurangan jumlah rumah atau backlog yang dilihat dari
status kepemilikan bangunan. Backlog rumah didefinisikan sebagai kekurangan jumlah
rumah dari jumlah KK yang ada. Kekurangan jumlah rumah atau backlog dibagi secara
spesifik menurut status kepemilikan rumah. Rumah tangga dengan status penguasaan
bangunan milik sendiri diklasifikasikan sebagai rumah tangga yang sudah memiliki rumah,
sedangkan rumah tangga dengan status penguasaan bangunan kontrak, sewa, rumah dinas,
bebas sewa, rumah milik orang tua/famili, dan lainnya diklasifikasikan sebagai rumah
tangga yang belum memiliki rumah.

Backlog =

Jumlah keluarga – Jumlah rumah

h Tingkat Kesehatan dan Kenyamanan Bangunan

Tingkat kesehatan dan kenyamanan bangunan tempat tinggal akan terkait dengan 3 aspek,
yaitu pencahayaan, penghawaan, serta suhu udara dan kelembaban dalam ruangan dalam
suatu lingkungan permukiman.
Jumlah Bangunan Rumah Tidak Sehat dan Aman
X 100 %
Jumlah Keseluruhan Rumah

h Tingkat Penggunaan Luas Lantai Bangunan

Tingkat penggunaan luas lantai bangunan adalah luas ruang yang dipergunakan untuk
melakukan aktifitas sosial, ekonomi dan budaya setiap orang. Mengacu pada pedoman
rumah sehat, bahwa rumah kumuh mempunyai luas lantai kurang dari 9 meter persegi tiap
orang. Oleh karena itu, semakin kecil penggunaan luas bangunannya maka
mengindikasikan lingkungan permukiman tersebut semakin kumuh. Teknik penilaiannya
adalah membandingkan luas bangunan rumah dengan jumlah penghuni rumah.
Jumlah Bangunan Rumah
Jumlah Penghuni Rumah

15 

3.

Analisis penyediaan dan kebutuhan perumahan
Analisis

penyediaan

perumahan

merupakan

analisis

yang

dilakukan

dengan

mengidentifikasi kemampuan penyediaan rumah melalui jenis-jenis pola penyediaan,
seperti real estate, masyarakat secara swadaya, instansi sektoral, perumnas dan sebagainya.
Dengan demikian akan diketahui proporsi atau kontribusi peran masing-masing
stakeholder dan perkembangan (trend) kemampuannya.

Tujuan : mengevaluasi penyediaan (ketersediaan) rumah bagi masyarakat hingga saat ini,
selain itu dengan mengetahui peran stakeholder penyedia terkait melalui preferensinya
akan dapat diprediksi alokasi lahan bagi pembangunan perumahan 5 hingga 10 tahun
mendatang.

Metode :
Kualitatif deskriptif, dimana melalui masukan yang diperoleh dari stakeholder terkait
seperti REI, perumnas, instansi, dan sebagainya akan dapat diketahui prosentase
penyediaan oleh masing-masing pihak dalam mencari lokasi pengembangan perumahan
Analisis kebutuhan rumah (sebagai tempat tinggal) didasarkan pada asumsi-asumsi dasar
antara lain: jumlah penghuni (tingkat hunian) rata-rata tiap satu unit rumah, jumlah ratarata KK per unit dan sebagainya.

Tujuan : mengetahui tingkat hunian rumah dan kekurangan rumah (backlog) di Kota
Salatiga.
Metode :
h Tingkat Hunian :
Banyaknya KK dalam Suatu Wilayah
Jumlah Bangunan Rumah

Semakin tinggi angka perbandingan KK dengan bangunan rumah ini menunjukkan
semakin banyak jumlah anggota keluarga, yang pada gilirannya berpengaruh pada
kebutuhan sarana pelayanan yang semakin besar.
4.

Penghitungan kebutuhan rumah berdasarkan pertumbuhan penduduk
Merupakan suatu perhitungan kebutuhan rumah yang didasari oleh adanya faktor
pertumbuhan jumlah penduduk. Perhitungan ini untuk mengetahui tambahan rumah rata16 

rata per tahun yang nantinya dapat dipakai untuk memprediksikan jumlah rumah pada
tahun mendatang.

Proses :
a) Menghitung jumlah kepala keluarga (KK) selama kurun waktu 5 tahun terakhir
sehingga dapat diketahui jumlah kebutuhan rumah.
koefisien dasar tingkat hunian ideal atau penurunan yang diinginkan (misal dari 4,5
jiwa/ unit menjadi 4 jiwa/unit). Dalam perhitungan kebutuhan rumah ini, koefisien
hunian ditetapkan sebesar 4 jiwa/unit. (Bambang Panudju, 1999).
Jumlah KK pada tahun xn:
Jumlah penduduk
4

b) Dengan asumsi 1 rumah = 1 KK, maka jumlah KK sama dengan jumlah kebutuhan
rumah pada tahun tersebut.
c) Lakukan perhitungan yang sama untuk tahun-tahun yang lain, kemudian hitung rataratanya.
Kebutuhan rumah rata-rata pertahun :
X1 + x2 + x3 + x4 + x5
5

5.

Perhitungan Kebutuhan Rumah Total
Kebutuhan Rumah Total = Jumlah backlog + Jumlah kebutuhan rumah akibat faktor
pertumbuhan jumlah penduduk + Jumlah permukiman tidak layak huni + jumlah
permukiman kumuh.
h Segmentasi Kebutuhan Rumah

Untuk menetapkan segmentasi kebutuhan rumah digunakan standar tingkat kesejahteraan.
Menurut BPS, pengelompokkan tingkat kesejahteraan penduduk dibedakan menjadi 2
kelompok yaitu kelompok keluarga prasejahtera, kelompok keluarga sejahtera I. Dari
kedua kelompok keluarga diatas maka selanjutnya dikelompokkan menjadi 3 kelompok
keluarga yaitu kelompok keluarga miskin dan rawan miskin, keluarga berpenghasilan
17 

rendah, dan keluarga berpenghasilan menengah-atas. Dalam identifikasi kebutuhan rumah
ini variabel-variabel yang mendasari pengelompokkan tersebut antara lain:
a) Kelompok keluarga miskin dan rawan miskin
h Kondisi rumahnya tidak layak huni, dengan lantai dari tanah
h Mempunyai penghasilan dibawah rata-rata/UMR

b) Kelompok keluarga berpenghasilan rendah
h Kondisi rumah layak huni, dengan lantai bukan dari tanah
h Mempunyai penghasilan yang diasumsikan dapat digunakan untuk mengangsur

kredit rumah
h Mempunyai rumah dengan tipe bangunan rumah antara 21 – 36
h Mempunyai

penghasilan

maksimum

diperkirakan

antara

Rp.900.000,00-

Rp.1.500.000,00.
h Proses Perhitungan

a) Mengitung persentase jumlah keluarga tiap-tiap kelompok keluarga dengan cara
membagi jumlah keluarga tiap kelompok dengan jumlah total keluarga dikalikan
100%. Dengan catatan:
h Keluarga Prasejahtera masuk dalam kategori Keluarga Miskin dan Rawan Miskin
h Keluarga Sejahtera I dan II masuk dalam kategori Keluarga Berpenghasilan

Rendah
b) Menghitung segmentasi kebutuhan rumah berdasarkan tingkat penangananya yaitu
yang memerlukan pembangunan baru dan yang perlu peningkatan, tetapi sebelumnya
terlebih dahulu menghitung jumlah persentasenya terhadap jumlah kebutuhan rumah
total. Perlu menjadi catatan jumlah kekurangan jumlah rumah/backlog dan kebutuhan
rumah akibat pertumbuhan jumlah penduduk dianggap sebagai yang memerlukan
pembangunan rumah baru. Sedangkan rumah yang tidak layak huni dan jumlah
permukiman kumuh dianggap sebagai jumlah rumah yang memerlukan peningkatan
kualitas.
c) Menghitung kebutuhan rumah dengan mengalikan persentase tiap kelompok kelurga
dengan jumlah total kebutuhan rumah dari hasil perhitungan sebelumnya.
h Rumus

a) Menghitung persentase tiap kelompok keluarga
- Persentase kelompok keluarga miskin dan rawan miskin = (Jumlah keluarga
prasejahtera/Jumlah keluarga) x 100%

18 

- Persentase kelompok keluarga berpenghasilan rendah = (Jumlah keluarga sejahtera
I dan sejahtera II/Jumlah keluarga) x 100%
b) Menghitung persentase berdasarkan penanganan
- % jumlah kebutuhan rumah yang memerlukan pembangunan baru = (Jumlah
backlog dan jumlah kebutuhan rumah akibat pertumbuhan penduduk / jumlah
kebutuhan rumah total) x 100%
- % jumlah kebutuhan rumah yang memerlukan peningkatan kualitas = (Jumlah
rumah tidak layak huni dan jumlah rumah yang berada di lingkungan permukiman
kumuh / jumlah kebutuhan rumah total) x 100%
c) Menghitung kebutuhan rumah tiap kelompok keluarga
h Jumlah kebutuhan rumah untuk kelompok keluarga miskin dan rawan miskin

-

Untuk pembangunan baru = Jumlah kebutuhan rumah kelompok keluarga
miskin dan rawan miskin x % jumlah kebutuhan rumah yang memerlukan
pembangunan baru

-

Untuk peningkatan kualitas = Jumlah kebutuhan rumah kelompok keluarga
miskin dan rawan miskin x % jumlah kebutuhan rumah yang memerlukan
peningkatan kualitas

h Jumlah kebutuhan rumah untuk kelompok keluarga berpenghasilan rendah

-

Untuk pembangunan baru = Jumlah kebutuhan rumah kelompok keluarga
berpenghasilan rendah x % jumlah kebutuhan rumah yang memerlukan
pembangunan baru

-

Untuk peningkatan kualitas = Jumlah kebutuhan rumah kelompok keluarga
berpenghasilan rendah x % jumlah kebutuhan rumah yang memerlukan
peningkatan kualitas

h Jumlah kebutuhan rumah untuk kelompok keluarga berpenghasilan menengah-

atas
-

Untuk pembangunan baru = Jumlah kebutuhan rumah kelompok keluarga
berpenghasilan menengah-atas x % jumlah kebutuhan rumah yang
memerlukan pembangunan baru

-

Untuk peningkatan kualitas = Jumlah kebutuhan rumah kelompok keluarga
berpenghasilan menengah-atas x % jumlah kebutuhan rumah yang
memerlukan peningkatan kualitas.

19 

6.

Analisis kesesuaian lahan bagi permukiman
Analisis kesesuaian lahan bagi permukiman merupakan analisis overlay dari berbagai
kriteria pengembangan permukiman, baik fisik, ekonomi, sosial dan kebijakan. Dari
berbagai kriteria yang dikembangkan, dalam analisis ini pertimbangan aspek fisik seperti
kemiringan lahan, struktur tanah (geologi), sistem drainase alami, ketersediaan air tanah
dan sebagainya, akan menjadi pertimbangan utama.
Tujuan : mengetahui dimana alokasi kawasan fungsi lindung, kawasan aman untuk
permukiman (direkomendasikan) dan kawasan yang kurang diprioritaskan (ada kendalakendala yang harus diatasi terlebih dahulu), serta kawasan larangan pengembangan
permukiman karena pertimbangan keamanan dan lain sebagainya.
Metode : kualitatif deskriptif, dengan memperhatikan aspek-aspek yang terkait yang
mengacu pada Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Tingkat Kekumuhan yang dikeluarkan oleh
Dirjen Perumahan dan Permukiman Tahun 2002, yakni:
- Status Legalitas Tanah
Status legalitas tanah adalah perbandingan jumlah rumah yang dibangun di atas
tanah/lahan yang diperuntukkan bukan sebagai perumahan dibandingkan dengan yang
dibangun pada tanah yang diperuntukkan bagi perumahan, sesuai dengan Rencana
Umum Tata Ruang (RUTR).
- Status Penguasaan Bangunan
Status penguasaan bangunan adalah status pemilikan dan penggunaan bangunan. Status
penguasaan bangunan dapat berupa hak milik, hak guna, dan hak pakai.
- Frekuensi Bencana Banjir
Frekuensi bencana banjir adalah banyaknya kejadian banjir pada suatu lingkungan
permukiman. Biasanya disebabkan tidak tersedianya atau kurang terpeliharanya
prasarana drainase ataupun tempat pembuangan akhir. Semakin sering terjadi bencana
banjir pada suatu lingkungan permukiman, tingkat kerawanan bencana terhadap
penyakit di lingkungan tersebut semakin tinggi.
- Frekuensi Bencana Tanah Longsor
Frekuensi bencana tanah longsor adalah banyaknya kejadian tanah longsor pada suatu
lingkungan permukiman, akibat penempatan bangunan pada daerah patahan dan
longsoran. Semakin sering terjadi

bencana tanah longsor pada

suatu lingkungan

permukiman dapat dikatakan semakin tinggi tingkat kerawanan bagi kelangsungan
hidup penduduknya, dan secara fisik membutuhkan penanganan yang cukup mahal.

20 

7.

Analisis kecenderungan arah perkembangan permukiman
Analisis kecenderungan perkembangan permukiman merupakan analisis spasial yang
mengintegrasikan pertambahan rumah dengan penggunaan lahan.
Tujuan : mengetahui lokasi-lokasi yang berkembang lebih cepat dalam hal pembangunan
perumahan dan permukiman
Metode: kualitatif deskriptif, dengan memperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi
arah (kecenderungan) perkembangan permukiman antara lain:
a.

Ketersediaan jaringan jalan dan pola sirkulasi (lalu lintas) regional. Semakin tinggi
aksesibilitas (ketersediaan jalan, besarnya arus lalu lintas dan berada diantara 2 simpul
kegiatan) akan semakin mudah suatu kawasan perumahan baru untuk berkembang.

b.

Kemudahan dalam penyediaan sarana dan prasarana penunjang permukiman seperti
air bersih, drainase (bebas genangan), serta pengelolaan sampah. Ketersediaan jalan
akan memacu kemudahan penyediaan listrik dan telepon. Sehingga kawasan yang
telah terakses jaringan PSD akan lebih cepat berkembang menjadi permukiman baru.

c.

Status lahan yang akan memudahkan pengalihfungsian lahan, yang umumnya dari non
permukiman menjadi permukiman.

d.

Arahan tata ruang wilayah dan kota yang akan mendorong secara administratif
(perijinan) dan legalisasi kegiatan pengembangan permukiman. Pengembangan
kegiatan industri, perdagangan dan jasa dan kegiatan pelayanan sosial akan memicu
tumbuhnya permukiman di sekitarnya.

8.

Analisis permasalahan perumahan dan permukiman
Analisis prioritas permasalahan perumahan permukiman merupakan analisis yang
digunakan untuk menentukan tingkat kepentingan dari berbagai permasalahan perumahan
dan permukiman yang muncul sebagai akibat perkembangan penduduk dan perkembangan
wilayah.
Tujuan : mengidentifikasi potensi, permasalahan, peluang dan ancaman yang ada dalam
bidang perumahan dan permukiman di Kota Salatiga
Metode : Untuk mengidentifikasi permasalahan perumahan dan permukiman digunakan
analisis deskripsi kualitatif berdasarkan data-data yang telah dihimpun hasil survei primer
dan sekunder.
Dalam analisis ini pertimbangannya meliputi beberapa aspek, diantaranya: aspek
kependudukan,

tata

ruang

dan

pengembangan

wilayah,

pertanahan,

prasarana,

pembiayaan, kelembagaan, peran serta masyarakat, dan peraturan perundang-undangan.
21 

Permasalahan perumahan dan permukiman (yang merupakan hasil kesimpulan sementara
tentang kondisi yang telah dan sedang berkembang) yang perlu segera ditangani adalah:
1) Permasalahan yang mendesak dan apabila tidak diatasi menimbulkan dampak yang
sangat meluas, adalah:
a.

Pemberian perijinan lokasi permukiman baru yang tidak sesuai dengan tata ruang

b.

Pemberian perijijnan yang melebihi daya dukung lingkungan atau melebihi
kebutuhan yang berkembang

c.

Pertumbuhan kawasan permukiman kumuh yang sangat cepat

2) Permasalahan yang perlu diantisipasi melalui berbagai kebijakan dan pengaturan, untuk
mencegah dampak negatif apabila tidak diatasi seperti:
a. Review terhadap peruntukan perumahan dan permukiman terutama pada kawasan
yang berkembang tidak terkendali menjadi kawasan permukiman.
b. Penetapan fungsi dan peruntukan kawasan non perumahan yang berkembang
menjadi kawasan perumahan atau sebaliknya.
c. Penetapan negative list terhadap kawasan yang terlarang untuk diubah menjadi
kawasan permukiman dll.
d. Penetapan daya dukung lahan yang mengalami degradasi fisik dan lingkungan.
3) Daftar masalah lain yang perlu ditangani namun dapat diselenggarakan secara bertahap.
Terhadap masalah seperti ini, perlu dipilah menjadi:
a. Masalah yang dapat diselesaikan melalui/menjadi urusan sektor
b. Masalah yang perlu diselesaikan sebagai urusan umum
c. Urusan yang perlu dipecahkan secara terkoordinasi melalui forum lokal/kota.
9. Analisis Kebutuhan Sarana dan Prasarana Perumahan
1) Analisis Kebutuhan Sarana Perumahan
Salah satu bentuk analisis yang akan dilakukan adalah mengkaji kebutuhan sarana dan
prasarana perumahan. Data-data primer dan sekunder yang telah didapatkan, disesuaikan
dengan standar rencana kebutuhan fasilitas yang kemudian disesuaikan dengan arah
pengembangan perkiraan di Kota Salatiga. Analisis yang dilakukan dengan metoda
diskriptif kualitatif dan kuantitatif.
2) Analisis Kebutuhan Prasarana Perumahan
Di dalam pelaksanaan pekerjaan ini dibutuhkan beberapa metodologi untuk menganalisis,
termasuk menghitung dan merencanakan sistem jaringan dari komponen-komponen PSDPU. Metodologi tersebut akan dikaitkan dengan berbagai prosedur dan standar yang
berlaku dan digunakan di Indonesia. Termasuk proses dan standar yang digunakan di dalam
22 

lingkungan

Departemen

Pekerjaan

Umum,

dan

Departemen

Permukiman

dan

Pengembangan Wilayah.
3) Analisis Pemilihan Lokasi
Konsep pemilihan lokasi harus disesuaikan dengan asas kesesuaian dan keberlanjutan
(sustainability) dan kesempatan (opportunities). Untuk lebih jelasnya, pemilihan lokasi
permasalahan perumahan dan permukiman disini harus mengacu pada :
- Kebutuhan dari masyarakat
Apa yang dibutuhkan oleh masyarakat pada suatu lokasi harus dapat diidentifikasi, agar
lokasi yang dipilih tidak salah sasaran.
-

Kecenderungan perkembangan
Yang perlu diperhatian adalah adanya kecenderungan bahwa masalah yang ada pada
suatu wilayah, apabila tidak segera ditangani akan menimbulkan dampak yang meluas.
Disini unsur prediksi diperlukan, sehingga masalah yang perlu diatasi

telah

diprioritasnya berdasarkan kemendasakannya.
-

Pertimbangan lingkungan
Setelah kebutuhan masyarakat diketahui dan prioritas masalah diperoleh, yang terakhir
harus diperhatikan adalah kondisi lingkungan. Dalam arti disini bukan hanya
lingkungan secara fisik namun juga lingkungan organisasi.

Lingkungan fisik perlu diperhatikan, karena lokasi terpilih nantinya merupakan
tempat/wadah pengelolaan dan penanganan masalah yang dihadapi. Sehingga unsur
sumber daya sangat diperlukan untuk mendukung kelancaran tujuan tersebut. Sedangkan
lingkungan organisasi termasuk didalmnya adalah: kesesuaian rencana penanganan dengan
peruntukan lokasinya, keterlibatan aktor yang berperan secara aktif serta bagaimana
kondisi pendukung lainnya.
4) Analisis Pembiayaan Pembangunan Perumahan
Analisis pembiayaan pembangunan perumahan merupakan suatu analisis yang bertujuan
untuk mengenali dan menggali sumber-sumber pendanaan potensial yang dapat dijadikan
sumber pembiayaan perumahan. Tentunya analisis pembiayaan perumahan ini harus
disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat Kota Salatiga. Ada tiga
aspek penting pembiayaan permukiman yaitu sumber dana, aksebilitas dan sasaran (target
group). Perumusan kebijaksanaan pembiayaan permukiman diarahkan guna mengatasi
permasalahan tidak terjangkaunya harga rumah oleh golongan masyarakat berpenghasilan
rendah dan ditujukan guna menciptakan iklim yang kondusif sehingga masyarakat
berpenghasilan rendah dapat menjangkau dan menikmati hasil-hasil pembangunan
23 

perumahan. Analisis ini nantinya diharapkan dapat memberikan jawaban atas
permasalahan pembiayaan permukiman di Kota Salatiga baik bagi masyarakat yang di kota
maupun di daerah yang masih bercirikan perdesaan. Hal lainnya yang harus dijawab
adalah memasukkan pembiayaan permukiman sektor non-formal ke dalam sistem
pembiayaan formal yang didukung pendapatan, hubungan atau kemitraan yang harmonis
antara pemerintah, swasta dan masyarakat.
5) Analisis Kelembagaan Pembangunan Perumahan
Analisis kelembagaan pembangunan perumahan merupakan analisis yang tujuannya untuk
mengembangkan fungsi dan kapasitas lembaga yang ada dalam mendukung pembangunan
perumahan. Pengembangan sistem kelembagaan harus bersifat komprehensif dan sinergis
yaitu mencakup semua aktor, dan sektor yang terkait dengan bidang perumahan. Dengan
melakukan analisis kelembagaan ini diharapkan akan tersusun tatalaksana penyelenggara
pembangunan perumahan yang baik, sehingga nantinya peran dan kapasitas masyarakat
akan semakin meningkat dalam menjawab tantangan dan isu serta permasalahan dalam
penyelenggaraan

perumahan

dan

permukiman

yang

mengedepankan

strategi

pemberdayaan masyarakat.

1.6. JADWAL PELAKSANAAN
Penyelesaian atas seluruh obyek dan lingkup Kegiatan Kajian Kebijakan Daerah
tentang Penyelenggaraan Permukiman di Kota Salatiga dalam Pelaksanaan dan Konsep
Perumusan Kebijakan Strategis Permukiman

dalam Jangka Waktu 30 (tiga puluh) hari

kalender (atau sekitar 5 minggu hari kerja, terhitung sejak diterbitkannya Surat Perintah Mulai
Kerja (SPMK). Dengan batasan waktu penyelesaian tersebut, jadwal kegiatan yang akan
dilaksanakan adalah sebagai berikut:
No
1

Kegiatan
Persiapan

(SPMK,

Mgg-1

Mgg-2

Mgg-3

Mgg-4

Mgg-5

penyu-

sunan kues dsb)
2

Pengumpulan data

3

FGD tahap 1

25-27
Nov

4

Pengolahan dan Analisa Data

5

Penulisan Laporan

6

FGD tahap 2

7

Perbaikan Laporan Akhir

8

Penyerahan Laporan Akhir

2-4 Des

15 Des

24 

BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
2.1. PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia. Dalam masyarakat
Indonesia, perumahan beserta prasarana pendukungnya merupakan pencerminan dari jati diri
manusia, baik secara perseorangan maupun dalam suatu kesatuan dan kebersamaan serta
keserasian dengan lingkungan sekitarnya. Perumahan dan permukiman juga mempunyai
peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa,sehingga
perlu dibina dan dikembangkan demi kelangsungan serta peningkatan kehidupan dan
penghidupan masyarakat.
Perumahan dan permukiman selain berfungsi sebagai wadah pengembangan sumber
daya manusia dan pengejawantahan dari lingkungan sosial yang tertib, juga merupakan
kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi melalui sektor industri perumahan sebagai penyedia
lapangan kerja serta pendorong pembentukan modal yang besar. Melalui peningkatan serta
pemenuhan kebutuhan akan perumahan dan permukiman, diharapkan masyarakat dapat
meningkatkan produktivitas, berperan serta secara aktif dalam pembangunan, dan mampu
meningkatkan pemupukan modal bagi pembangunan selanjutnya.
Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman menyebutkan
bahwa perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan, sedangkan
permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa
kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan

hunian

dan

tempat

kegiatan

yang

mendukung

perikehidupan

dan

penghidupan.Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman semakin
menegaskan bahwa perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagiandari permukiman, baik
perkotaan maupun perdesaan,yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitasumum
sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yanglayak huni dan terjangkau.Yang dimaksud dengan
“rumah yang layak huni dan terjangkau”adalah rumah yang memenuhi persyaratan
keselamatan bangunandan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatanpenghuninya,
yang mampu dijangkau oleh seluruh lapisanmasyarak