Tinjauan Tentang Reksi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Menurut Putusan Mahkamah Agung Nomor 12PK TUN 2011

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat dilepaskan dari tanah.
Tanah telah menjadi kebutuhan pokok dari manusia yaitu dimulai dari
kebutuhan akan tempat tinggal, kebutuhan akan makanan yang tumbuh dan
berada di atas tanah hingga aktivitas manusia sehari-hari dalam mememenuhi
kebutuhan lainnya dengan melaksanakan kegiatan pembangunan. Kebutuhan
akan tanah yang semakin meningkat setiap harinya sejalan dengan
pertumbuhan masyarakat yang semakin padat.
Sedangkan tanah bersifat statis yaitu tetap keadaannya tidak
bertambah luas, sehingga hal ini yang menjadi permasalahan pokok akan
pembangunan suatu negara yaitu ketersediaan lahan tanah yang semakin
sempit dengan kebutuhan akan tanah akibat pertumbuhan masyarakat yang
padat. Terlebih pula daerah perkotaan, dimana pusat kegiatan berada baik
kegiatan ekonomi, sosial dan budaya yang membutuhkan pula pembangunan
yang mengiringinya.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Adanya permintaan (demand) atas tanah yang semakin besar,
khususnya di daerah-daerah perkotaan disebabkan faktor berikut ini.1
1. Faktor sosial budaya dan politik meliputi:
a. pertambahan penduduk baik secara alamiah maupun karena
imigrasi;
b. daya tarik perkotaan terhadap penduduk dari wilayah pedesaan;
c. adanya situasi gangguan keamanan di wilayah pedesaan;
d. adanya pembebasan tanah untuk kepentingan umum yang berskala
besar di daerah perkotaan.
2. Faktor sosial ekonomi meliputi:
a. usaha pembangunan fisik yang terkonsentrasi di daerah perkotaan;
b. perkembangan kegiatan usaha/industri di wilayah perkotaan yang
membuka kesempatan kerja;
c. berkurangnya lokasi pertanian di beberapa wilayah pedesaan.
3. Faktor prasarana fisik meliputi:
a. adanya usaha-usaha perbaikan kualitas lingkungan hidup di
wilayah perkotaan yang menarik penduduk untuk berpindah ke
kota besar;

b. adanya perbaikan utilitas umum dan fasilitas kota;
Problematika pertanahan terus mencuat dalam dinamika kehidupan
bangsa kita. Oleh karena itu, pada tanggal 24 September 1960, pemerintah
1

Hasni, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2008), hlm. 346

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

kemudian menerbitkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan Ketentuan Konversi yang lebih
dikenal sebagai Undang-Undang Pokok Agraria (selanjutnya disingkat UUPA).
UUPA ini lahir bersumber dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945
yang mengatur bahwa ”Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat”.
Indonesia merupakan negara kepulauan, terbentang dari Sabang

sampai Merauke, yang tersusun dalam ribuan pulau besar dan kecil, yang
terhubung oleh berbagai selat dan laut. Menurut data Badan Koordinasi Survei
dan Pemetaan Nasional saat ini pulau negara Republik Indonesia yang terdaftar
dan berkoordinat berjumlah 13.466 pulau.

2

Sepanjang wilayah pesisir

nusantara terdapat pula berbagai adat-istiadat masyarakat serta lingkungan
serta sumberdaya wilayah pesisir yang beragam. Penguasaan

tanah atas

masyarakat adat di lingkungan pesisir yang telah berlangsung lama dengan
bergantung pada pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir.
Penguasaan tanah dapat dibagi menjadi dua aspek yaitu aspek yuridis
dan aspek fisik, Penguasaan tanah secara yuridis dilandasi oleh suatu hak yang
dilindungi oleh hukum dan umumnya memberikan kewenangan kepada
2


Informasi tersebut ini dikatakan Kepala Badan Informasi Geospasial Asep Karsidi
kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu, saat serah terima perangkat
pendukung infrastruktur informasi geospasial di Gedung Sapta Pesona Kemenparekraf Jakarta,
pada 7 Mei 2014. jumlah tersebut sudah diakui dunia internasional dan tercatat di PBB. Melalui
United Nations Group of Experts on Geographical Names (UN GEGN).
http://www.bakosurtanal.go.id/berita-surta/show/indonesia-memiliki-13-466-pulau-yang-terdaftardan-berkoordinat (diakses pada tanggal 11 April 2016)

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

pemegang hak menguasai tanah tersebut secara fisik. 3 Hak penguasaan atas
tanah sebagai objek hukum tanah nasional terdiri atas :
1. Hak Bangsa Indonesia, merupakan tanah yang berada dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dimiliki oleh seluruh rakyat
Indonesia.
2. Hak Menguasai Negara, merupakan hubungan hukum negara dengan
tanah sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia dalam
memimpin dan mengatur tanah di seluruh wilayah Republik indonesia

untuk mencapai tujuan negara.
3. Hak Ulayat Masyarakat Adat, merupakan kewenangan masyarakat
hukum adat yang berhubungan dengan tanah di wilayahnya.
4. Hak-Hak Perorangan Atas Tanah yang dapat diberikan dan dipunyai
oleh perseorangan atau badan hukum.
Pasal 2 ayat (2) UUPA dikemukakan bahwa hak menguasai negara adalah
memberikan kewenangan kepada negara untuk mengatur dan menyelenggarakan
peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang
angkasa. Hak menguasai negara bukanlah berarti negara yang memiliki tanah,
namun dalam arti negara sebagai organisasi tertinggi dalam masyarakat yang
berwenang dalam memimpin dan mengatur peruntukan tanah di seluruh wilayah
Republik Indonesia untuk tercapainya tujuan negara. Tujuan Negara Indonesia

3

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukkan UUPA dan
Pelaksanaannya, (Jakarta: Djambatan, 2008), hlm. 23.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

tertuang dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,4 bahwa
dalam pembukaan tujuan negara Indonesia salah satunya adalah memajukan
kesejahteraan umum. Mencapai kesejahteraan umum dengan Negara menguasai
bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam sebagai Anugrah dari Tuhan Yang
Maha Esa untuk sebesar besarnya kemakmuran masyarakat.
Selanjutnya dalam Pasal 14 ayat (1) UUPA dijelaskan bahwa dalam
rangka penerapan paham sosialisme di Indonesia, pemerintah berwenang untuk
mengatur persediaan, peruntukan, dan penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa
serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Wewenang tersebut dengan
kata lain adalah wewenang untuk melakukan penataan ruang. Termasuk
melaksanakan perencanaan penataan ruang pada wilayah pesisir, dimana
mengingat dalam pemanfaatan wilayah pesisir yang terjadi adalah pemanfaatan
hanya dalam satu sektor saja yaitu baik sebagai kawasan pariwisata, kawasan
industri, kawasan pemukiman, pelabuhan, tambak dan lain-lain. Sehingga hal ini
menimbulkan konflik kepentingan antar sektor yang berkepentingan yang
melakukan aktivitas pembangunan pada wilayah pesisir.
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional pemerintah daerah membantu
pemerintah pusat dengan kewenangan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah

wewenang yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah
untuk mengurus sendiri urusan-urusan yang bersifat khas (spesifik) sebagai
Tujuan Negara Indonesia yaitu “..... melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial .....”
4

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

urusan atau kekuasaan urusan rumah tangga daerahnya tanpa perlu diatur oleh
Pemerintah Pusat.5 Selanjutnya dalam rangka otonomi daerah, pertanahan sebagai
salah satu bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota
sebagaimana didalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 jo Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah pelimpahan
pelaksanaan hukum tanah nasional, tidak harus dicerna bahwa wewenang bidang
tersebut secara utuh berada di kabupaten/kota. Wewenang yang berada di
kabupaten/kota mengenai pertanahan sebatas yang bersifat lokalitas, dan tidak

bersifat nasional.6
Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 mengatur tentang Reklamasi
di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana sebagai peraturan
pelaksana dari Undang-Undang Pesisir yaitu Undang-Undang Nomor 27 tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.. Kegiatan
reklamasi tanah pantai dilaksanakan dengan mengubah air laut menjadi daratan
atau

lahan.

Reklamasi

merupakan

salah

satu

upaya


manusia

untuk

memaksimalkan pemanfaatan alam yang terbatas. Salah satu faktor positif yang
mendorong pendekatan ini adalah pesatnya pembangunan yang mengakibatkan
kebutuhan akan lahan di satu pihak dan harus menghadapi kelangkaan
ketersediaan lahan di pihak lain.7 Kegiatan reklamasi sangat penting dilaksanakan

5

Faisal Akbar Nasution, Dimensi Hukum Dalam Pemerintahan Daerah, (Medan :
Pustaka Bangsa Press, 2003), hlm. 45.
6
Pendapat Hutagalung dalam bukunya Tebaran Pemikiran, dikutip dalam Ny. Arie
Sukanti hutagalung dan Markus Gunawan , Kewenangan Pemerintah Di Bidang Pertanahan,
(Jakarta : Rajawali Pers, 2009) hlm. 112.
7
Hasni, Op. Cit., hlm. 352


Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

sebuah negara dalam pembangunan nasional namun dengan mempertimbangkan
keseimbangan lingkungan, sosial dan ekonomi dalam pelaksanaannya. Beberapa
hal yang menyebabkan pentingnya reklamasi pesisir adalah :8
1. Merupakan solusi permasalahan keterbatasan lahan untuk pengembangan
kawasan industri dan pembangunan,
2. Keperluan lahan untuk perlindungan dari bencana pesisir,
seperti greenbelt/ pelindung pantai,
3. Perbaikan kerusakan pesisir akibat abrasi
4. Perlindungan dataran rendah di pesisir,
5. Upaya menambah persentase ruang terbuka hijau (RTH).
Reklamasi tidak hanya menimbulkan dampak yang positif namun pula
dapat menimbulkan dampak negatif akibat pembangunannya. Dampak negatif
yang dapat ditimbulkan dari dilaksanakannya kegiatan reklamasi tanah pantai
adalah kerusakan lingkungan hidup di sekitar pantai, ekosistem pantai baik
terumbu karang, hutan mangrove, serta membahayakan kehidupan satwa laut
yang masih berada di wilayah tersebut.Tentunya hal ini dapat dihindari apabila

melaksanakan reklamasi berdasarkan peraturan yang berlaku.
Saat ini kegiatan reklamasi telah berlangsung di Jakarta tepatnya pada
pantai utara jakarta. DKI Jakarta sebagai ibu kota Republik Indonesia, terletak
pada 5° 19' 12" - 6° 23' 54" LS dan 106° 22' 42" - 106° 58'18"BT dengan jumlah

8

http://www.bappedakotasibolga.com/index.php/component/content/article/1-berita/53reklamasi-wilayah-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil (diakses pada tanggal 18 Desember 2015)

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

penduduk pada tahun 2011 sebanyak 10.187.595 jiwa dengan tingkat kepadatan
penduduk 15.381 jiwa per km2. (15-5) Ibu kota suatu negara merupakan sasaran
utama dalam pembangunan nasional hingga tercapai pembagunan yang merata.
Pembangunan nasional yang berkelanjutan (sustain development) membutuhkan
tanah yang semakin hari semakin besar, baik sebagai wadah pelaksanaan
pembangunan maupun sebagai faktor produksi untuk menghasilkan komoditaskomoditas perdangangan yang sangat diperlukan untuk meningkatkan pendapatan
nasional.9
Reklamasi pantai utara Jakarta telah berlangsung sejak tahun 1995 yaitu
dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1995 tentang
Reklamasi Pantai Utara Jakarta (Pantura) oleh Presiden Soeharto. Pada tahun
1998 Presiden Soeharto turun Reklamasi pantai utara mejadi permasalahan karena
dianggap tidak layak sehingga dikeluarkannya Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 14 Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan
Reklamasi dan Revitalilasi Pantai Utara Jakarta. Perusahaan Pengembang yang
tidak menerima dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 14 Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan
Revitalilasi Pantai Utara Jakarta tersebut mengajukan tutuntan ke Pengadilan Tata
Usaha Negara. Dilema polemik perizinan reklamasi pantai utara jakarta yang
berlarut-larut dengan pro-kontra hingga Peninjauan Kembali oleh Mahkamah

9

Hasni, Op. Cit., hlm.345

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Agung dengan Putusan Mahkamah Agung No. 12 PK/TUN/2011 melegalkan
kegitan reklamasi pantai utara jakarta tersebut.

B. Permasalahan
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka yang menjadi
permasalahan pokok dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil menurut ketentuan perundang-undangan?
2. Bagaimanakah kedudukan status hak atas tanah hasil reklamasi
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil?
3. Apakah prosedur pemberian perizinan pelaksanaan reklamasi menurut
putusan Mahkamah Agung nomor 12PK/TUN/2011 telah sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Secara umum tujuan dari suatu penelitian hukum adalah untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih dalam mengenai gejala hukum
tertentu. 10 Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dari skripsi ini adalah
sebagai berikut :

10

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana, 2007, hlm.34

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

1. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan reklamasi wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil menurut ketentuan perundang-undangan
2. Untuk mengetahui pemberian status hak atas tanah hasil pelaksanaan
reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
3. Untuk mempelajari penerapan prosedur reklamasi menurut putusan
Mahkamah Agung nomor 12PK/TUN/2011 telah sesuai dengan
Undang-Undang yang berlaku.
Disamping itu, penelitian ini juga mempunyai manfaat dari segi
kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu:
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi menambah literatur
tentang

perkembangan

hukum

agraria

dalam

kaitannya

dengan

pelaksanaan reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini ditujukan untuk memberikan kegunaan praktis bagi
masyarakat dapat mengambil manfaatnya terutama didalam hal bagi
masyarakat pesisir dalam kaitan pelaksanaan reklamasi di daerahnya.

D. Keaslian Penulisan
Dalam rangka meningkatkan ilmu pengetahuan yang diperoleh
penulis, maka penulis menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul
Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

“Tinjauan tentang Reklamasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil
Menurut Putusan Mahkamah Agung Nomor 12 PK/TUN/2011”. Untuk
mengetahui keaslian penulisan, setelah melakukan penulusuran terhadap
berbagai judul skripsi yang tercatat pada katalog skripsi departemen hukum
agraria Fakultas Hukum USU, tidak menemukan judul yang sama. Melalui
surat tertanggal 23 Oktober 2015 yang dikeluarkan oleh Perpustakaan
Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara/Pusat
Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara menyatakan bahwa tidak ada judul yang sama maupun berkaitan.
Penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan
yang berkaitan dengan hak menguasai negara, reklamasi dan putusan
Mahkamah Agung Nomor 12 PK/TUN/2011, baik melalui literatur yang
diperoleh dari pemikiran para praktisi, refrensi buku-buku, makalah, hasil
seminar, media cetak, media elektronik seperti internet serta bantuan dari
berbagai pihak yang berdasarkan pada asas keilmuan yang jujur, rasional, dan
terbuka. Bila dikemudian dari ternyata terdapat judul yang sama atau telah
ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini dibuat, maka
hal itu dapat diminta pertanggungjawabannya.

E. Tinjauan Kepustakaan
Tinjauan pustaka penelitian memiliki arti yaitu peninjauan kembali
pustaka-pustaka. Sesuai dengan arti tersebut, sebuah tinjauan pustaka
Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

penelitian memiliki fungsi sebagai peninjauan kembali atau review pustaka
mengenai masalah yang berkaitan. 11 Berikut adalah beberapa teori tinjauan
kepustakaan yang berkaitan dengan pembahasan :
1. Pengertian Tanah
Sebutan tanah dalam bahasa kita dapat dipakai dalam berbagai arti.
Sehingga daripadanya dalam penggunaannya perlu diberi batasan, agar
diketahui dalam arti apa istilah tersebut digunakan. Undang-Undang Pokok
Agraria sebagai dasar hukum pertanahan nasional dalam Pasal 4 ayat 1
menyebutkan :
“Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam
pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi,
yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh
orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang
lain serta badan-badan hukum”.
Ini menunjukan bahwa istilah tanah yang di dalam Hukum Tanah
Nasional adalah tanah dalam pengertian yuridis yaitu permukaan bumi yang
dapat dihaki oleh seseorang. Tanah diberikan kepada dan dipunyai oleh orang
dengan hak-hak yang disediakan oleh UUPA, adalah untuk digunakan atau
dimanfaatkan.12

11

http://www.informasi-pendidikan.com/2013/08/penjabaran-tinjauan-pustakapenelitian.html?m=1 (diakses pada tanggal 27 Maret 2016)
12
Boedi Harsono, Op. Cit., hlm.18

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Sejalan dengan pengertian istilah tanah tersebut Budi Harsono
memberi batasan tentang pengertian tanah berdasarkan apa yang dimaksud
dalam Pasal 4 UUPA, bahwa :
“Dalam hukum tanah, kata tanah dipakai dalam arti yuridis sebagai
suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh UUPA
sebagaimana dalam Pasal 4 bahwa hak menguasai dari negara
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang
disebut tanah”.13
Didalam penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan hak-hak atas
tanah tidak akan bermakna jika penggunaannya terbatas hanya pada tanah
permukaan bumi saja namun juga terkait dengan pemanfaatan sebagian tubuh
bumi yg berada dibawahnya dan air serta ruang angkasa yang ada diatasnya
sebagai satu kesatuan sebagaimana yang tercantum didalam Pasal 4 ayat 2
Undang Undang Pokok Agraria :
“Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi
wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian
tubuh bumi dan air serta ruang angkasa yang ada diatasnya sekedar
diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan
penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut undang-undang ini
peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi”

13

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Dimana demikian menurut Tampil tanah tidak sama dengan bumi,
tetapi tanah adalah salah satu dari komponen bumi.14 Yaitu tubuh bumi dan air
serta ruang yang dimaksudkan itu bukan kepunyaan pemegang hak atas tanah
yang bersangkutan adalah diperbolehkan menggunakannya dengan batasanbatasan dalam Pasal 4 ayat 2 UUPA tersebut.

15

Selanjutnya Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 1 ayat 2
yaitu bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan
bidang yang berbatas.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional 2008, tanah yaitu :
a.

permukaan bumi atau lapisan bumi yg di atas sekali;

b.

keadaan bumi di suatu tempat;

c. permukaan bumi yg diberi batas;
d. daratan;
e. permukaan bumi yg terbatas yg ditempati suatu bangsa yg
diperintah suatu negara atau menjadi daerah negara; negeri; negara;
f. bahan-bahan dari bumi; bumi sbg bahan sesuatu (pasir,napal,
cadas, dsb);
g. dasar (warna,cat, dsb);

14

Tampil Anshari Siregar, Undang-Undang Pokok Agraria Dalam Bagan, Kelompok
Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, (Medan :USU Press, 2001), hlm.38
15
Boedi Harsono, Op. Cit., hlm.19

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

2. Pengertian Hak Atas Tanah
Hak dalam arti sempit adalah yang berkorelasi dengan kewajiban,
timbulnya hak adalah akibat dari adanya kewajiban kepada seseorang.
K.Bertens dalam bukunya yang berjudul Etika memaparkan bahwa dalam
pemikiran Romawi Kuno, kata ius-iurus (Latin: hak) hanya menunjukkan
hukum dalam arti objektif. Artinya adalah hak dilihat sebagai keseluruhan
undang-undang,

aturan-aturan

dan

lembaga-lembaga

yang

mengatur

kehidupan masyarakat demi kepentingan umum (hukum dalam arti Law,
bukan right). Pada akhir Abad Pertengahan ius dalam arti subjektif, bukan
benda yang dimiliki seseorang, yaitu kesanggupan seseorang untuk sesuka hati
menguasai sesuatu atau melakukan sesuatu(right, bukan law). Akhirnya hak
pada saat itu merupakan hak yang subjektif merupakan pantulan dari hukum
dalam arti objektif.16
Hak atas tanah adalah hak yang memberikan wewenang untuk
memakai tanah yang diberikan kepada orang atau badan hukum. Pada
dasarnya, tujuan memakai tanah adalah untuk diusahakan dan tempat
membangun sesuatu.17 Hak atas tanah dalam UUPA yang disebutkan dalam
Pasal 16 dibedakan menjadi :
a. Hak Milik
b. Hak Guna Usaha

16
17

https://id.wikipedia.org/wiki/Hak (diakses pada tanggal 1 April 2016)
Ny. Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Op. Cit., hlm.29

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

c. Hak Guna Bangunan
d. Hak Pakai
e. Hak Sewa
f. Hak Membuka Hutan
g. Hak Memungut Hasil Hutan
h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas
yang akan ditetapkan dalam undang-undang serta hak-hak yang
sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.

3. Konsepsi Hak Menguasai Negara
Hak Menguasai Negara lahir diamanatkan secara langsung oleh
Undang-Undang Dasar 1945 dimana Pasal 33 ayat 3 yaitu “Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Hubungan hukum
yang selanjutnya dirumuskan oleh Undang-Undang Dasar 1945 tersebut
selanjutnya ditegaskan sifatnya sebagai hubungan hukum publik oleh UndangUndang Pokok Agraria dalam Pasal 2. Dalam pasal 2 ayat 2 UUPA diberikan
rincian kewenangan Hak Menguasai dari Negara berupa kegiatan :
1. mengatur

dan

menyelenggarakan

peruntukan,

penggunaan,

persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang-angkasa;
2. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

3. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-peerbuatan hukum yang mengenai
bumi, air dan ruang angkasa;
Dengan rincian mengatur, menentukan, dan menyelenggarakan
berbagai kegiatan dalam Pasal 2 tersebut, oleh UUPA diberikan suatu
interpretasi otentik mengenai Hak Menguasai dari Negara yang dimaksudkan
oleh UUD 1945 adalah sebagai hubungan hukum yang bersifat publik sematamata. Dengan demikian tidak akan ada lagi tafsiran lain atas pengertian
dikuasai dalam pasal UUD tersebut.18 Bangsa Indonesia atau negara tidaklah
bertindak sebagai pemilik tanah. Hal ini dimana juga sesuai dengan penjelasan
UUPA tersebut sehingga negara sebagai suatu organisasi tertinggi kekuasaan
seluruh rakyat bertindak sebagai badan penguasa atas bumi, air, ruang angkasa
dan kekayaan yang terkandung didalamnya.
Dengan demikian negara sebagai organisasi kekuasaan “mengatur”
sehingga

membuat

peraturan,

kemudian

“menyelenggarakan”

artinya

melaksanakan (axecution) atas penggunaan/peruntukan (use), persediaan
(reservation) dan pemeliharaannya yang terkandung di dalamnnya. Juga untuk
menentukan dan mengatur dengan menetapkan dan membuat peraturan-

18

Boedi Harsono, Op. Cit., hlm.292

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

peraturan mengenai hak-hak apa saja yang dapat dikembangkan dari Hak
Menguasai Negara tersebut.19
4. Tentang Otonomi Daerah
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu autos yang berarti
sendiri dan nomos yang berart peraturan. Oleh karena itu, secara harafiah
otonomi berarti peraturan sendiri atau undang-undang sendiri, yang
selanjutnya berkembang menjadi pemerintahan sendiri. 20 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan dalam
Pasal 1 ayat 6, pengertian otonomi daerah adalah :
“Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik indonesia”.
Menurut Wayong, “otonomi daerah sebenarnya merupakan bagian
dari pendewasaan politik rakyat di tingkat lokal dan proses menyejahterakan
rakyat”, sedangkan menurut Thoha, otonomi daerah adalah penyerahan
sebagian urusan rumah tangga dari pemerintah yang lebih atas kepada

19

Prof. .A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung,
Penerbit Mandar Maju, 2008, hlm.44
20
Ny. Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Op. Cit., hlm.99

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

pemerintah di bawahnya dan sebaliknya pemerintah dibawahnya yang
menerima sebagian urusan tersebut telah mampu melaksanakannya.21
Di dalam otonomi daerah ini, sebenarnya terdapat kebebasan dan
kemandirian dalam melaksanakan sesuatu urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah yang menerima penyerahan otonomi tersebut, bahkan
dapat dikatakan bahwa kebebasan dan kemandirian itu merupakan hakekat isi
otonomi (Bagir Manan:1993). Tetapi kebebasan dan kemandirian itu bukanlah
berarti sebagai suatu kemerdekaan, meskipun pada kemerdekaan terdapat juga
dua hal tersebut, namun antara otonomi dan kemerdekaan itu sesungguhnya
terdapat pula perbedaan. Perbedaan yang paling mendasar adalah terletak pada
masalah kedaulatan. Pada prinsipnya kedaulatan itu dimiliki Pemerintah Pusat
dan tidak diberikan kepada Pemerintah-pemerintah daerah. Kalaupun ada
Pemerintah Daerah menjalankan dalam rangka kedaulatan Negara terbatas
pada malaksanakan urusan-urusan rumah tangganya saja (otonomi), yang pada
tingkat terakhir harus pula dipertanggungjawabkan kepada Pemerintah pusat.22

F. Metode Penulisan
Penelitian pada umumnya bertujuan untuk menemukan kebenaran.
Soerjono Soekanto berpendapat bahwa penelitian merupakan suatu sarana
pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena

21
22

Ibid.
Faisal Akbar Nasution, Op. Cit., hlm.46

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis
dengan mengadakan analisis dan konstruksi. 23 Penelitian terkait kepada
metode ilmiah sesuai dengan bidang keilmuannya dan ini merupakan ciri khas
kegiatan penelitian ilmiah yang membedakannya dengan kegiatan non
ilmiah.24
Metode yang diterapkan di dalam suatu penelitian adalah kunci utama
untuk menilai baik buruknya suatu penelitian. Metode ilmiah itulah yang
menetapkan alur kegiatan suatu penelitian, mulai dari pemburuan data sampai
ke penyimpulan suatu kebenaran yang diperoleh dalam penelitian itu. 25
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Sifat/materi penelitian
Sifat/materi yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini
adalah bersifat deskriptif analisis yang mengarah pada penelitian
yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan atau ditujukan
hanya pada peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.
2. Sumber data
Sumberdata penelitian ini diambil berdasarkan data primer, sekunder,
dan tersier, melalui :
Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat, yakni :

23

Tampil Anshari Siregar, Metodologi Penelitian Hukum, Medan, Pustaka bangsa Perss,
2005, hlm.10
24
Ibid., hlm.11
25
Ibid., hlm.15

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil;
3. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
4. Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam
5. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria;
7. Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
a. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian, karya dari kalangan hukum
dan sebagainya. Bahan hukum sekunder itu diartikan sebagai bahan
hukum yang tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum
primer yang merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para pakar atau
ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus yang akan
memberikan petunjuk ke mana peneliti akan mengarah. Yang dimaksud

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

dengan bahan sekunder disini oleh penulis adalah doktrin–doktrin yang
ada di dalam buku, jurnal hukum dan internet.
b. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang mencakup:
1) Bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan
terhadap hukum primer dan sekunder.
2) Bahan-bahan primer, sekunder dan tersier (penunjang) di luar
bidang hukum seperti kamus, ensiklopedia, majalah, koran,
makalah, dan sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan.
Baik bahan hukum primer maupun sekunder dikumpulkan berdasarkan
topik permasalahan yang telah dirumuskan melalui studi kepustakaan, baik
studi literatur maupun aturan perundang-undangan. Bahan Hukum Primer
dan Sekunder juga dikumpulkan dengan cara menelusuri pustaka dan
peraturan

perundang-undangan

melalui

media

internet

kemudian

dihubungkan, dikomparasikan secara hirarki sesuai hirarki peraturan
perundang-undangan pada pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan kemudian disimpulkan sehingga penulis dapat menyajikan
dalam bentuk penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab
permasalahan yang telah dirumuskan sesuai dengan tujuan daripada
penulisan skripsi ini.
Kemudian pengolahan bahan hukum yang diperoleh dilakukan dengan
cara deskriptifanalitis, yaitu menganalisis bahan hukum dengan cara
menentukan isi atau makna konsep hukum secara hirarki pada peraturan
Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

perundang-undangan, asas-asas dalam peraturan perundang-undangan dan
pendapat para sarjana yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan
permasalahan hukum yang menjadi obyek kajian.
3.

Alat pengumpul data
Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam

penelitian ini adalah melalui studi dokumen dengan penelusuran
kepustakaan.
4. Analisis Data
Dalam menganalisis data penelitian digunakan analisis normatif
kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis
dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan
masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk
skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat
deskriptif, yaitu data – data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang
utuh.

G. Sistematika Penulisan
Sistem penulisan ini dibagi dalam beberapa bab, dimana dalam bab
terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat
dalam bentuk uraian :

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

BAB I

PENDAHULUAN
Dalam Bab ini memuat latar belakang penelitian, Permasalahan,
Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan
Kepustakaan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG REKLAMASI WILAYAH
PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
Dalam bab ini akan menguraikan tentang defenisi hingga bentuk
maupun sistem reklamasi, defenisi wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil, serta mengenai hak ulayat masyarakat adat di wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil.

BAB III

STATUS

HAK

ATAS

TANAH

HASIL

REKLAMASI

WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai status hak atas tanah
sebelum

reklamasi,

memuat

landasan

hukum

pelaksanaan

reklamasi, tata cara pengajuan hak atas tanah hasil reklamasi
tersebut dan pemberian hak atas tanah reklamasi untuk kepentingan
properti .
Bab IV

ANALISIS HUKUM TENTANG REKLAMASI WILAYAH
PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENURUT PUTUSAN
MA NOMOR : 12PK/TUN/2011

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Dalam bagian ini akan menganalisis pelaksanaan perizinan
reklamasi melalui putusan pengadilan sesuai ketentuan perundangundangan, dan bagaimana dampak lingkungan yang dapat
ditimbulkan dari pelaksanaan reklamasi serta faktor-faktor
penghambat berdasarkan Putusan MA Nomor : 12 PK/TUN/2011
tentang Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara Jakarta.
Bab V

KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hal yang dibahas dan
diuraikan dalam bab-bab sebelumnya sebagai hasil analisis
penulisan dan permasalahan dalam skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara