LAPORAN KL ILMU

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang
Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat, dan kondisi yang
tidak diinginkan manusia (Sukman dan Yakub, 2002). Menurut Kleiber (1968),
definisi utama gulma adalah tumbuhan yang muncul tidak pada tempatnya. Terdapat
dua kelompok definisi gulma yang dianggap penting yaitu definisi subjektif dan
objektif. Definisi subjektif menyatakan gulma merupakan tumbuhan kontroversial
yang tidak semua buruk maupun tidak semuanya baik, tergantung pandangan
seseorang (Anderson, 1977). Menurut definisi ekologis gulma didefinisikan sebagai
tumbuhan yang telah beradaptasi dengan habitat buatan dan menimbulkan gangguan
terhadap segala aktivitas manusia (Sastroutomo, 1990).
Gulma sering ditempatkan dalam kompetisi atau campur tangannya terhadap
aktivitas manusia atau pertanian. Bagi pertanian, gulma tidak dikehendaki karena: a)
menurunkan produksi akibat bersaing dalam pengambilan unsur hara, air, sinar
matahari dan ruang hidup, b) mengeluarkan senyawa allelopati yang dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman, c) menjadi inang hama dan penyakit tanaman,
d) mengganggu tata guna air dan e) meningkatkan atau menambah biaya untuk usaha
pengendalian. Mengingat keberadaan gulma menimbulkan akibat-akibat yang
merugikan maka dilakukan usaha-usaha pengendalian secara teratur dan terencana.
Pengendalian gulma bukan lagi merupakan usaha sambilan, tapi merupakan usaha

tersendiri yang memerlukan langkah efisien, rasional berdasarkan pertimbangan
ilmiah yang teruji (Sukman dan Yakub, 2002)
Gulma dapat dikelompokkan menurut morfologi daun, tingkat keganasan,
morfologi batang, habitat dan lokasi tumbuh. Menurut lokasi tumbuhnya dapat
dibagi menjadi gulma umum dan gulma ruderal. Gulma umum adalah gulma yang
umum ditemui pada agroekosistem atau sistem pertanaman yang spesifik lainya
seperti kehutanan. Gulma ruderal adalah gulma yang umum ditemui diluar kedua
sistem tersebut seperti pada areal publik, rel kereta api, bandara dan sebagainya.
Gulma ruderal penting untuk dikendalikan karena merupakan sumber gulma bagi

wilayah pertanian di sekitarnya. Terciptanya gulma ruderal karena minimnya
program pengendalian gulma pada areal-areal publik. Gulma ruderal di perkotaan
selain merugikan secara ekonomi juga merusak keindahan kota. Namun demikian
gulma ruderal di Indonesia belum ditangani dengan baik. Mengetahui jenis-jenis
gulma ruderal sangat penting untuk mengembangkan program pengendalian baik
secara preventif maupun eradikatif.
Salah satu kawasan yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang
tinggi di Sumatera Barat adalah Kota Payakumbuh, secara administratif tepatnya
terletak di Sarasah Bonta, Jorong Lubuak Limpato, Kenagarian Tarantang,
Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota. Di sana memiliki keanekaragaman

hayati yang lebih, yaitu wilayah hutan dan kawasan air terjun, dalam hal ini penulis
mengkhususkan kawasan Sarasah Bonta yang memiliki air terjun sekaligus hutan.
Menurut Marisa (1987), secara umum hutan di daerah ini tergolong hutan sekunder,
namun terdapat beberapa daerah yang wilayah hutannya masih merupakan hutan
primer.
Sarasah Bonta terletak pada ketinggian ± 400-500 m dpl, dan dari struktur
tanahnya tergolong memiliki tanah yang subur. Beragam jenis tumbuhan yang
ditemukan pada daerah tersebut dipengaruhi oleh suhu, keadaan tanah dan curah
hujan. Daerah tersebut memiliki curah hujan yang tidak terlalu tinggi dan tidak
terlalu lembab. Objek wisata air terjun Sarasah Bonta memiliki koleksi tanaman
lebih banyak dibandingkan dengan agroekologi pertanian. Tingginya keragaman
tersebut membuka peluang lebih besar untuk mengeksplor sistem biologi terkait
interaksi gulma dengan tanaman, terutama mengenai gulma invasif yang
keberadaannya mampu mengganggu tanaman asli yang ada diwilayah tersebut.
Menurut Tjitrosoedirdjo (2010), invasi adalah ekspansi geografis dari suatu
spesies pada daerah yang sebelumnya tidak ada spesies tersebut. Definisi ini
mengandung konotasi bahwa spesies yang invasif biasanya eksotik, tumbuhan asing,
walaupun ini bukan satu-satunya definisi yang tepat. Invasi tumbuhan membawa
konsekuensi biaya ekologi maupun biaya ekonomi yang sangat tinggi. Beberapa
besaran biaya ekonomi dapat dikuantifikasi seperti biaya pengendalian dengan

herbisida dan penurunan produksi pertanian. Tetapi biaya lainnya, tidak mudah

dikuantifikasi seperti kerusakan ekosistem, kehilangan areal rekreasi, punahnya
spesies atau jenis tertentu. Di Asia Tenggara belum ada yang mengestimasikan biaya
sehubungan dengan tumbuhan invasif ini. Di negara maju seperti Amerika Serikat
biaya terkait dengan tumbuhan invasif ini pada tanaman budidaya dan padang
rumput saja berjumlah lebih dari U$34 milyar tiap tahunnya(Pimentel et al., dalam
Tjitrosoedirdjo, 2010), sedangkan di Eropa dalam kurun waktu antara tahun 1988
sampai tahun 2000 kerugiannya mencapai U$5 milyar (Purwono, 2002).
Pengetahuan tentang gulma invasif dan interaksinya dengan tanaman tertentu
berguna secara agronomi untuk pengembangan metode pengendalian. Selain itu,
identifikasi gulma-gulma invasif berguna untuk studi-studi alelopati baru yang saat
ini menjadi bagian penting pada pengembangan pertanian berkelanjutan.
1.2 Rumusan Permasalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dihadapi saat ini yaitu bagaimana
caranya kita mengenali macam-macam gulma dan cara pengendaliannya.
1.3 Tujuan
Tujuan melakukan kuliah lapangan Ilmu Gulma di Lembah Harau Payakumbuh,
untuk mengetahui jenis-jenis gulma dan bagaimana cara pengendaliannya.
1.4 Manfaat

Manfaat dari kuliah lapangan ilmu gulma yaitu kita dapat mengetahui jenis-jenis
gulma dan bagaimana cara pengendaliannya menurut jenis gulma tersebut.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh di suatu tempat dalam waktu tertentu
tidak dikehendaki oleh manusia. Gulma tidak dikehendaki karena bersaing dengan
tanaman yang dibudidayakan dan dibutuhkan biaya pengendalian yang cukup besar
yaitu sekitar 25-30% dari biaya produksi (Soerjani et al., 1996). Persaingan tersebut
dalam hal kebutuhan unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh sehingga dapat: 1)
Menurunkan hasil, 2) Menurunkan kualitas hasil, 3) Menurunkan nilai dan
produktivitas tanah, 4) Meningkatkan biaya pengerjaan tanah, 5) Meningkatkan
biaya penyiangan, 6) Meningkatkan kebutuhan tenaga kerja, dan 7) Menjadi inang
bagi hama dan penyakit.
Menurut Sukman dan Yakub (2002), terdapat berbagai sistem klasifikasi
gulma yang menggambarkan karakteristiknya, seperti klasifikasi berdasarkan
karakteristik reproduksi, bentuk kehidupan, botani dan sebagainya. Dalam
prakteknya terutama untuk kepentingan pengelolaan vegetasi maka klasifikasi botani
biasa digunakan. Menurut klasifikasi ini gulma dibedakan menjadi: teki, rumput dan
daun lebar. Berdasarkan bentuk masa pertumbuhan terdiri atas: gulma berkayu,

gulma air, gulma perambat termasuk epiphytes dan parasit. Ditinjau dari siklus
hidupnya dikenal gulma semusim, dua musim dan tahunan. Beberapa jenis gulma
mungkin termasuk kombinasi dari karakteristik-karakteristik tersebut.
Teki (sedges) mempunyai batang berbentuk segitiga, kadang-kadang bulat
dan tidak berongga, daun berasal dari nodia dan warna ungu tua. Gulma ini
mempunyai sistem rhizoma dan umbi. Sifat yang menonjol adalah cepatnya
membentuk umbi baru yang dapat bersifat dorman pada lingkungan tertentu. Dengan
karakter yang demikian, teki menjadi menjadi relatif sulit dikendalikan secara
manual. Rumput (grasses) mudah dibedakan karena mempunyai batang bulat atau
pipih dan berongga, kesamaannya dengan teki karena bentuk daunnya sama-sama
sempit, tetapi dari sudut pengendalian terutama responnya terhadap herbisida
berbeda.

Gulma berdaun lebar (broad-leaves weeds) membentuk daun-daun lebar yang
berasal dari pertumbuhan meristem apikal dan sangat sensitif terhadap bahan kimia.
Pada permukaan daun terutama permukaan bawah terdapat stomata yang
memungkinkan cairan masuk. Gulma ini mempunyai tunas-tunas pada nodus atau
titik memencarnya daun.
Berdasarkan siklus hidupnya gulma dibagi menjadi gulma semusim, dua
musim dan tahunan. Menurut Sastroutomo (1990), gulma semusim merupakan gulma

yang mempunyai daur hidup hanya satu tahun atau kurang dari mulai perkecambahan
biji hingga dapat menghasilkan biji lagi. Gulma semusim dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu semusim dingin (winter annuals) dan semusim panas (summer
annuals). Gulma semusim panas akan berkecambah di musim semi, menghasilkan
biji dan kemudian mati pada musim panas dari tahun yang sama. Gulma semusim
dingin akan berkecambah di musim gugur, istirahat di musim dingin, tumbuh lagi
untuk menghasilkan biji kemudian mati di musim semi atau panas berikutnya. Gulma
dua musim merupakan gulma yang dapat hidup lebih dari satu tahun tetapi kurang
dari dua tahun. Pada fase pertumbuhan awal, kecambah biasanya berbentuk roset.
Setelah mengalami musim dingin bunga terbentuk diikuti pembentukan biji dan
kemudian mati. Gulma tahunan adalah gulma yang dapat hidup lebih dari dua tahun.
Ciri-ciri gulma jenis ini adalah setiap tahunnya pertumbuhan dimulai dengan
perakaran yang sama.
Golongan gulma berkayu (woody weeds) adalah mencakup semua tumbuhtumbuhan yang batangnya membentuk cabang-cabang sekunder. Gulma berkayu
disebut juga sebagai gulma keras. Sifatnya yang demikian menyebabkan metode
pengendalian berbeda dengan gulma lunak (Sastroutomo, 1999). Gulma air (aquatic
weeds) adalah tumbuhan yang beradaptasi terhadap keadaan air kontinu atau paling
tidak toleran terhadap kondisi tanah berair untuk periode waktu hidupnya. Dalam
prakteknya gulma air diklasifikasikan sebagai marginal (tepian), emergent (gabungan
antara tenggelam dan terapung), submerged (melayang), anchored with floating

leaves (tenggelam), freefloating (mengapung), dan plankton atau algae (Sastroutomo,
1999).

Selain yang tersebutkan diatas gulma juga ada yang merambat, epifit dan
parasit. Karakter gulma merambat adalah melilit dan memanjat dapat menyebabkan
penutupan areal yang luas dan cepat. Perambat kadang-kadang juga epifit atau
hemiparasit. Akibat dari serangan gulma jenis ini adalah tanaman inang akan
kehilangan daun karena cabang-cabangnya telah dimatikan oleh parasit tersebut.
Pengelompokan gulma yang paling sederhana dan biasa digunakan adalah
mengelompokkan berdasarkan habitatnya. Ada beberapa kelompok gulma yang
penting yaitu; agrestal atau segetal, ruderal, gulma padang rumput, gulma air, gulma
hutan, dan gulma lingkungan. Tumbuhan ruderal adalah tumbuhan yang tidak
dibudidayakan, tumbuh pada habitat alami yang terganggu (ruderal) tapi bukan
digunakan untuk tujuan produksi (Sukman dan Yakub, 2002).
Menurut Sastroutomo (1990), tumbuhan ruderal umumnya dijumpai di
tempat-tempat ruderal yang berasal dari bahasa Latin rudus yang artinya sisa-sisa
(dalam arti luas). Termasuk di dalamnya adalah habitat-habitat tepi jalan, rel kereta
api, atap gedung, tepi-tepi kolam/danau/rawa/sungai, tempat pembuangan sampah,
dan lain-lain. Semua tempat ini mempunyai persamaan yang nyata yaitu telah
mengalami gangguan akibat adanya aktivitas manusia. Jenis-jenis gulma yang

dijumpai pada habitat-habitat ini sangat bervariasi mulai dari yang sederhana hingga
berupa pohon yang yang tinggi. Keanekaragaman jenis yang terjadi disebabkan
adanya perubahan lingkungan yang nyata sejalan dengan waktu dari proses suksesi
sekunder pada habitat ruderal ini. Perubahan biasanya diawali dari jenis-jenis yang
semusim kemudian berubah menjadi herba menahun dan akhirnya akan didominasi
oleh pohon berkayu dan cukup tinggi.
Mashhadi dan Radosevich (2004) menyatakan tumbuhan invasif tidak seperti
rumput liar pertanian, tumbuhan invasif berhasil atau dapat menempati dan menyebar
ke habitat baru tanpa bantuan lebih lanjut dari manusia. Tumbuhan kelompok ini
dapat mengokupasi ke daerah baru yang sudah penuh sesak dengan vegetasi asli dan
bahkan kemudian mampu menggantikannya. Spesies invasif erat kaitannya dengan
spesies asing (alien spesies), maka seringkali disebut spesies asing invasif (invasive
alien species). Spesies asing invasif didefinisikan sebagai spesies yang bukan spesies
lokal dalam suatu ekosistem dan menyebabkan gangguan terhadap ekonomi dan

lingkungan, serta berdampak buruk bagi kesehatan manusia (Campbell, 2005).
Sementara itu, menurut Purwono et al. (2002) spesies asing invasif adalah spesies
flora ataupun fauna, termasuk mikroorganisme yang hidup di luar habitat alaminya,
tumbuh dengan pesat karena tidak memiliki musuh alami, sehingga menjadi gulma,
hama, dan penyakit pada spesies asli.

Spesies invasif juga erat kaitannya dengan spesies eksotik. Spesies eksotik
menurut Primack (1998), adalah spesies yang terdapat di luar distribusi alaminya.
Tidak semua spesies eksotik dapat berkembang di habitat yang baru, namun ada
sebagian dari spesies tersebut dapat tumbuh dan berkembang di lokasi yang baru, dan
sebagian lagi diantaranya bersifat invasif.
Perhatian terhadap habitat yang dinvasikan dan asal-usul tumbuhan invasif
bisa dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu; (1) Gulma, yang merugikan
pemanfaatan lahan oleh manusia. Dipandang dari sudut anthropogenic, gulma
tersebut menggangu obyektif atau tujuan usaha manusia. (2) Invator, yang berhasil
mapan pada habitat baru. Dipandang dari sudut biogeografi, ada tumbuhan asing,
eksotis, alien, jenis eksotik. (3) Kolonial, tumbuhan yang berhasil pada daerah yang
sebelumnya telah terganggu (disturbed). Dipandang dari sudut ekologis, dikenal ada
tumbuhan primer dalam proses suksesi (Rejmanek, 1995).
Karakter biologis gulma menurut Baker (1974) antara lain adalah sebagai
berikut: pertama viabilitas biji lama dan dikendalikan secara internal, sehingga
perkecambahan bersifat tidak kontinu, dua“Self-compatible”, tetapi tidak autogamus
atau apomistik, ketiga biji diproduksi sepanjang hidup tumbuhan secara kontinu,
empat biji dapat diproduksi dalam berbagai kondisi lingkungan, lima propagul
teradaptasi untuk penyebaran jarak dekat maupun jarak jauh dan terakhir kalau
tumbuhan tahunan, ramet mudah putus dan sukar untuk dicabut dari tanah.

Tjitrosemito (2004) menambahkan, jenis tumbuhan eksotik yang bersifat
invasif memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan tanaman natif, sehingga
mampu mendominasi kawasan tumbuhnya, karakter tersebut yaitu pertumbuhan yang
cepat,

perakarannya

banyak

dan rapat,

sehingga

mendominasi

perakaran

disekitarnya, mampu menggunakan penyerbuk lokal sehingga mampu memproduksi
biji, metode penyebaran biji efektif, seperti buah yang disukai hewan atau biji ringan


sehingga mudah terbawa angin, biji yang dihasilkan banyak, sehingga cepat
mendominasi areal, memiliki senyawa allelopati yang menghambat pertumbuhan
jenis tumbuhan lokal.
Tjitrosoedirdjo (2010) juga menambahkan enumerasi karakter tumbuhan
asing invasif, antara lain adalah cepat membangun naungan yang lebat, tumbuhan
invasif juga dapat bersifat different phenology tumbuh lebih dulu, daun hijau lebih
lama, berbunga lebih lama dan berbunga lebih dulu, biasanya tumbuhan invasif tidak
mempunya musuh alami yang dapat mengendalikan pertumbuhan populasinya.
Booth et al. (2004) menyatakan sulit untuk memprediksi apakah suatu habitat akan
invasibel berdasarkan karakteristik habitat sederhana. Tingkat kerentanan habitat
pada invasi tergantung pada banyak faktor dan berubah dari waktu ke waktu. Faktorfaktor lain yang penting untuk memahami invasi yaitu spesies gulma yang
melakukan invasi. Hanya jenis gulma tertentu memiliki beberapa sifat yang
memungkinkan untuk menyerang habitat yang diciptakan oleh sistem manajemen
habitat tersebut.
Cara efektif untuk mempelajari tanaman invasif adalah dengan mengetahui
proses invasi. Proses tersebut terdiri dari tiga tahap, introduksi, kolonisasi, dan
naturalisasi. Introduksi adalah proses awal sebuah tanaman invasif berhasil masuk ke
daerah baru. Proses ini biasanya dibantu oleh adanya gangguan. Kolonisasi sering
membutuhkan jeda waktu lama sebelum tahap berikutnya dimulai. Pada proses ini
terjadi pertumbuhan eksponensial yang cepat dan penyebaran populasi baru juga
terjadi selama invasi. Naturalisasi terjadi apabila populasi baru mendiami semua
relung yang tersedia, dan daya dukung tercapai. Kedua faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik biologi lingkungan diperlukan untuk invasi yang sukses (Mashhadi dan
Radosevich, 2004). Tahapan invasi tersebut menurut Tjitrosoedirdjo (2010) tidak
cukup sebagai dasar untuk investigasi dari mekanisme invasi. Tahapan atau subdivisi
seharusnya mampu mengungkap kesukaran yang dialami tumbuhan untuk mencapai
satu demi satu dari tiga tahapan tersebut. Model yang dibuat harus dapat
membedakan antara tahapan (stages) dan langkah (steps) dari invasi. Tahapan invasi
bermanfaat untuk mendeskripsikan status yang telah dicapai oleh tumbuhan,

sedangkan langkah invasi adalah proses yang mengimplikasikan kesulitan yang
mungkin timbul.
Tahapan (stages) yang dimaksud adalah sebagai berikut, pertama berada di
daerah baru. Periode atau tahapan dimana tanaman budidaya dan tanaman hias mulai
dari periode budidaya atau periode pemeliharan sampai mereka lepas dari budidaya
atau kultivasi dan menjadi feral. Tumbuhan yang tidak dikultivasi pada tahapan ini
sejajar dengan periode dorman dari propagul. Kedua mapan secara spontan. Tanaman
yang telah memasuki tahapan ini setidaknya satu generasi telah berhasil dihasilkan
pada daerah baru tersebut, tanpa bantuan dari manusia. Ketida mapan secara
permanen. Tumbuhan sudah mencapai tahapan ini apabila setidaknya ada satu
populasi di daerah baru tersebut yang mempunyai peluang bagus untuk tetap
bertahan disitu (i.e. the minimum viable population, MVP tercapai). Keempat
persebaran di daerah baru tersebut telah tuntas. Pada tahap ini tumbuhan itu sudah
menginvasi

seluruh

lokasi

yang

cocok

untuk

pertumbuhannya

yang

mengimplikasikan batas penyebaran baru sudah tercapai.
Tumbuhan harus melewati langkah berikut untuk maju dari satu tahap
ketahapan berikutnya, tahapan pertama yaitu imigrasi. Satu atau lebih individual
meninggalkan home range-nya dan mencapai daerah baru, oleh karenanya melewati
pembatas penyebaran. Pada kasus ini banyak imigrasi yang difasilitasi oleh manusia.
Tahapan kedua adanya pertumbuhan dan reproduksi yang independen setidaknya
satu individu. Pada daerah baru itu setidaknya satu individu telah berhasil tumbuh,
berkembang dan berbiak. Tanaman budidaya dan tanaman hias harus tumbuh sampai
berbiak dilakukan sendiri bebas tanda dari kultivasi manusia. Tahapan ketiga
Pertumbuhan populasi taraf MVP (the minimum viable population) tercapai.
Tumbuhan harus membangun populasi yang cukup besar untuk menggaransi survival
di lingkungan baru. Pada tahap ini memerlukan perubahan cara pandang, subyek
investigasi bukan lagi individu tetapi populasi di daerah baru yang menjadi subyek
penting. Tahapan keempat akuisisi lokasi baru, pada langkah ini tumbuhan
menginvasi lokasi lain dengan kualitas lingkungan sama atau mungkin malah
berbeda. Langkah-langkah diatas mengkompromikan masalah utama dimana suatu
tumbuhan harus menghadapinya dalam rangkaian proses invasi. Hal tersebut

menciptakan urutan kendala terhadap tumbuhan, dan langkah terakhir tidak dapat
dicapai tanpa mengatasi seluruh langkah lainnya. Masalah yang timbul
dikelompokan dalam langkah ini menurut hubungan dan waktu kejadiannya sehingga
memberikan dasar untuk analisa yang sistematik. Kebutuhan untuk menganalisis
kemampuan gulma invasif sebelum invasi terjadi tidak bisa dipungkiri, penelitian
demi penelitian menunjukkan bahwa spesies invasif menimbulkan kerusakan
terhadap spesies asli, ekosistem, pertanian, dan keselamatan manusia. Pada saat ini
belum ada data penelitian yang komprehensif mengenai model invasif yang berlaku
umum. Hal tersebut karena gulma memiliki dinamika dari waktu ke waktu. Oleh
karena itu, perlu langkah mengumpulkan pengetahuan untuk menilai risiko yang
ditimbulkan oleh spesies invasif (Reichard, 2001).

III. PELAKSANAAN KULIAH LAPANGAN

3.1 Waktu dan Tempat
Kuliah lapangan ini dilaksanakan pada hari Jumat-Minggu tanggal 24-26 Oktober
2014 di Sarasah Bonta, Jorong Lubuak Limpato, Kenagarian Tarantang, Kecamatan
Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat dan kemudian dilanjutkan di
Herbarium Universitas Andalas.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada adalah tali rafia, meteran, pancang, plastik 1/2kg,
plastik packing, kamera, karet, serta alat tulis.
3.3. Metoda
Pengamatan dan pengambilan data gulma di lapangan pada beberapa lokasi
menggunakan metode kuadrat. Pada lokasi pengamatan dibuat plot berukuran 2 x 2
m2 sebanyak 10 plot.
3.4 Cara Kerja
Dibuatplot dengan ukuan 2 m x 2 m untuk masing-masing kelompok, kemudian
amati dan dicatat jenis – jenis tumbuhan yang terdapat didalam plot tersebut berupa
seedling dan vegetasi dasar (tumbuhan yang menutupi tanah). Kemudian lakukan
pembuatan plot hingga mendapatkan 10 plot dengan mencatat semua tumbuhtumbuhan yang terdapat didalam plot. Lalu identifikasi jenis tumbuhan tersebut
dengan menggunakan buku identifikasi tumbuhan atau melalui ahli tumbuhan.

3.5 Analisis Data
1. Persentase Famili

=

jumlah individu satu famili x 100 %
jumlah semua individu

2. Kerapatan (K)

=

Jumlah individu satu jenis
Luas plot

3. Kerapatan relatif (KR)

=

Kerapatan suatu jenis x 100%
Kerapatan semua jenis

4. Frekuensi (F)

=

jumlah plot yang ditempati satu jenis
Jumlah seluruh plot

5. Frekuensi relatif (KR)

=

Frekuensi suatu jenis x 100%
Frekuensi semua jenis

6. Indeka Nilai Penting (INP) =

KR + FR.

7. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’)

Dimana

:

H’

= -Σ Pi ln Pi

Pi

=

¿
N

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon
ni = Jumlah suatu spesies
N = Jumlah seluruh spesies

Keterangan

:
H>3

= keanekaragaman sangat tinggi

H 1,5-3

= tinggi

H 1-1,5

= sedang

H 20 % = Dominan
%famili 10-20% = Co dominan

Jumlah
19
1
1
73
25
8
21
21
19
37
10
4
27
38
13
3
4
5
4
2
9
1
15
20
8
1
50
3
442

% Famili
4,298642534
0,226244344
0,226244344
16,5158371
5,656108597
1,809954751
4,751131222
4,751131222
4,298642534
8,371040724
2,262443439
0,904977376
6,108597285
8,597285068
2,941176471
0,678733032
0,904977376
1,131221719
0,904977376
0,452488688
2,036199095
0,226244344
3,393665158
4,524886878
1,809954751
0,226244344
11,31221719
0,678733032

4.2 Struktur
4.2.1

Indeks Nilai Penting

Tabel 2. Indeks Nilai Penting (INP) vegetasi gulma seluruh plot

No

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.

Jenis

Jumlah

Asystasia gangetica
Ageratum conyzoides
Areca sp.
Cassia alata L.
Cinnamomum
burmannii
Cleome sp.
Clitoria laurifolia
Elephantopus
tomentosa
Clidemia hirta L.
Hedyotis corymbosa L.
Leguminocecae
Licopodium sp.
Lygodium sp.
Melastoma
malabathricum
Mikania micrantha
Kunth
Mimosa pigra
Mimosa pudica
Passiflora foetida L.
Phyllanthus sp.
Polygala paniculata L.
Salacca zalacca
Scleria sumatrana
Sida acuta
Solanum torvum
Stachytarpheta
jamaicensis

19
73
1
4
3
19
21
25
9
8
4
5
13
1
8
27
38
15
10
20
1
37
4
1
50

K
0,475
1.825
0,025
0,1
0,075

KR (%)
4.30
16.5
0,22
0,90
0,67

F
0.5
0,8
0,3
0,4
0,1

FR (%)
4,95
7,9
2,97
3,96
0,99

INP (%)
9,25
24,4
3,19
4,86
1,66

0,475
0,525
0,625

4.30
4,75
4.30

0,1
0,2
0,2

0,99
1,98
1,98

5,29
6,73
6,28

0,225
0,2
0,1
0,125
0,325
0,025

4,75
5,52
1,98
1,81
0,88
1,13

0,2
0,3
1
1
0,5
0,5

1,98
2,97
9,9
9,9
4,95
4,95

6,73
8,49
11,88
11,71
5,83
6,08

0,2

2,94

0,2

1,98

4,92

6,07
8,61
3,35
2,26
4,41
0,181
8,38
0,90
0,22
11,33

0,2
0,8
0,3
0,4
0,2
0,1
0,2
0,3
0,1
0,2

1,98
7,92
2,97
3,96
1,98
0,99
1,98
2,97
0,99
1,98

8,05
16,53
6,32
6,22
6,39
1,171
10,36
3,87
1,1
13,31

0,67
0,95
0,37
0,25
0,5
0,02
0,925
0,1
0,025
1,25

26.
27.
28.

Stenochlaena palustris
Urena lobata L.
Vitis hastata
Jumlah

4.2.2

21
2
3
442

0,525
0,05
0,075
11,03
2

4,75
0,45
0,67
106,531

0,5
0,2
0,3
10,1

4,95
1,98
2,97
99,5

9,7
2,43
3,64
29,08

Indeks Keanekaragaman Jenis

Tabel 3. Indeks Keanekaragaman Jenis Gulma di daerah Sarasah Bonta
No

1.

Jenis

Asystasia gangetica

Jumlah

pi

ln pi

pi ln pi

19

0,043

-3,147

-0,135

73

0,165

-1,801

-0,297

1
4

0,002
0,009

-6,091
-4,705

-0,014
-0,043

3

0,007

-4,993

-0,034

19
21

0,043
0,048

-3,147
-3,047

-0,135
-0,145

25

0,057

-2,872

-0,162

9

0,020

-3,894

-0,079

9.

Ageratum
conyzoides
Areca sp.
Cassia alata L.
Cinnamomum
burmannii
Cleome sp.
Clitoria laurifolia
Elephantopus
tomentosa
Clidemia hirta L.

10.

Hedyotis corymbosa L.

8

0,018

-4,012

-0,073

11.
12.
13.

Leguminocecae
Licopodium sp.
Lygodium sp.
Melastoma
malabathricum

4
5
13

0,009
0,011
0,029

-4,705
-4,482
-3,526

-0,043
-0,051
-0,104

1

0,002

-6,091

-0,014

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

16.

8

0,018

-4,012

-0,073

18.
19.

Mikania micrantha
Kunth
Mimosa pigra
Mimosa pudica

27
38

0,061
0,086

-2,795
-2,454

-0,171
-0,211

20.

Passiflora foetida L.

15

0,034

-3,383

-0,115

21.

Phyllanthus sp.

10

0,023

-3,789

-0,086

23.

Polygala paniculata L.

20

0,045

-3,096

-0,140

24.
25.
26.

Salacca zalacca
Scleria sumatrana
Sida acuta

1
37
4

0,002
0,084
0,009

-6,091
-2,480
-4,705

-0,014
-0,208
-0,043

17.

27.
28.

Solanum torvum
Stachytarpheta
jamaicensis

1

0,002

-6,091

-0,014

50

0,113

-2,179

-0,247

29.

Stenochlaena palustris

21

0,048

-3,047

-0,145

30.
31.

Urena lobata L.
Vitis hastata

2
3

0,005
0,007

-5,398
-4,993

-0,024
-0,034

Jumlah
∑Pi ln pi
H’

442
-2,850
2,80