Tafsir Al Baqarah Ayat 146 153 (1)

‫‪Tafsir Al Baqarah Ayat 146-153‬‬
‫‪Ayat 146-150: Informasi tentang Ahli Kitab, bagaimana mereka‬‬
‫‪sampai menyembunyikan kebenaran dan menyelisihi Rasulullah‬‬
‫‪shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sikap menentang dan sombong,‬‬
‫‪dan dalam beberapa ayat ini terdapat dalil wajibnya menghadap ke‬‬
‫‪Ka’bah dalam shalat‬‬

‫ن‬
‫ال ل ر‬
‫ماَ ي نععررففوُ ن‬
‫م ال عك رنتاَ ن‬
‫ه كن ن‬
‫ب ي نععررففوُن ن ف‬
‫ن آت ني عنناَهف ف‬
‫ذي ن‬
‫أن‬
‫ن‬
‫م‬
‫ري ق‬
‫ف‬
‫ن‬

‫إ‬
‫و‬
‫م‬
‫ه‬
‫ء‬
‫ن‬
‫ناَ‬
‫ب‬
‫ف‬
‫قاَ ر‬
‫ن‬
‫ن ال ع ن‬
‫موُ ن‬
‫ل‬
‫ع‬
‫حقل ونهف ع‬
‫م ل ني نك عت ف ف‬
‫من عهف ع‬
‫ع‬
‫ر‬

‫نر‬
‫ك نفلَ ت ن ف‬
‫ن نرب ب ن‬
‫ن‬
‫ن ر‬
‫حق ق ر‬
‫ن )‪ (١٤٦‬ال ع ن‬
‫موُ ن‬
‫ي نععل ن ف‬
‫م ن‬
‫كوُن ن ل‬
‫م ع‬
‫ال ع‬
‫ن )‪ (١٤٧‬ونل رك ف ل‬
‫قوُا‬
‫ست نب ر ف‬
‫ري‬
‫م‬
‫جه ن ة‬
‫مت ن‬

‫ل ور ع‬
‫موُنبلينهاَ نفاَ ع‬
‫ة هفوُن ف‬
‫ع‬
‫ف‬
‫ن‬
‫ر‬
‫كوُنوُا يأ ع‬
‫ن‬
‫ن الل نل‬
‫ل‬
‫ف‬
‫ه‬
‫إ‬
‫عاَ‬
‫مي‬
‫ج‬
‫ه‬
‫ل‬
‫ال‬

‫م‬
‫ك‬
‫ب‬
‫ت‬
‫ال ع ن‬
‫خي عنرا ر‬
‫ف ن ر ق ر ل‬
‫ماَ ت ن ف ف ن ر ر ف‬
‫ت أي عن ن ن‬
‫ع ننلىَ ك ف ب‬
‫ل ن‬
‫ت‬
‫ث ن‬
‫حي ع ف‬
‫ديةر )‪ (١٤٨‬ون ر‬
‫يءْء قن ر‬
‫خنر ع‬
‫ن ن‬
‫ج ن‬
‫م ع‬

‫ش ع‬
‫جه ن ن‬
‫فنوُن ب‬
‫ك ن‬
‫ن‬
‫حق ق ر‬
‫ه ل نل ع ن‬
‫ج د ر ال ع ن‬
‫ل ون ع‬
‫م ع‬
‫حنرام ر ونإ رن ل ف‬
‫س ر‬
‫شط عنر ال ع ن‬
‫م ع‬
‫نرب ب ن‬
‫ن‬
‫ن )‪ (١٤٩‬ون ر‬
‫مفلوُ ن‬
‫ماَ ت نعع ن‬
‫ل عن ل‬

‫ماَ الل ل ف‬
‫ك ون ن‬
‫م ع‬
‫ه ب رنغاَفر ءْ‬
‫جه ن ن‬
‫ت فنوُن ب‬
‫ك ن‬
‫ث ن‬
‫حي ع ف‬
‫ج د ر ال ع ن‬
‫ل ون ع‬
‫خنر ع‬
‫ن‬
‫م ع‬
‫س ر‬
‫شط عنر ال ع ن‬
‫ج ن‬
‫حنرام ر‬
‫شط عنره ف ل رنئلَ ي ن ف‬
‫م ن‬

‫ن‬
‫كوُ ن‬
‫م فنوُنقلوُا وف ف‬
‫ون ن‬
‫جوُهنك ف ع‬
‫ماَ ك فن عت ف ع‬
‫حي عث ف ن‬
‫م نفلَ‬
‫ج ة‬
‫موُا ر‬
‫ة رإلِ ال ل ر‬
‫ح ل‬
‫م ف‬
‫من عهف ع‬
‫ن ظ نل ن ف‬
‫س ع نل ني عك ف ع‬
‫ذي ن‬
‫رلللناَ ر‬
‫خ ن‬
‫خ ن‬

‫م‬
‫م نوا ع‬
‫تن ع‬
‫م ونل نعنل لك ف ع‬
‫مرتي ع نل ني عك ف ع‬
‫م ن رعع ن‬
‫شوُعرني نولَت ر ل‬
‫شوُعهف ع‬
‫ن )‪١٥٠‬‬
‫دو ن‬
‫ت نهعت ن ف‬
‫‪146. Orang-orang yang telah Kami beri Al kitab (Taurat dan Injil) mengenal‬‬
‫‪Muhammad seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri[1].‬‬
‫‪Sesungguhnya sebagian mereka benar-benar menyembunyikan kebenaran,‬‬
‫‪padahal mereka mengetahui(nya).‬‬

‫‪147. Kebenaran itu dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu‬‬
‫‪(Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu[2].‬‬

148. Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya[3].

Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan[4]. Di mana saja kamu
berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya (pada hari kiamat)
[5]. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
149. Dan dari mana saja kamu keluar[6], hadapkanlah wajahmu ke arah
Masjidil haram, sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak
dari Tuhanmu[7]. Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu
kerjakan[8].
150. Dan dari mana saja kamu (keluar), maka hadapkanlah wajahmu ke
arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka
hadapkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia
(untuk menentangmu)[9], kecuali orang-orang yang zalim di antara
mereka[10]. Janganlah kamu takut kepada mereka[11], tetapi takutlah
kepada-Ku[12], dan agar Aku-sempurnakan nikmat-Ku kepadamu[13], dan
agar kamu mendapat petunjuk[14].
Ayat 151-153: Mengingatkan kaum mukmin terhadap nikmat Allah
yang besar kepada mereka dengan diutus-Nya rasul terakhir, serta
terdapat pengarahan untuk mereka agar menggunakan sabar dan
shalat sebagai pembantu untuk mencapai tujuan

‫ك نماَ أ ن‬

‫ع‬
‫م ي نت عفلوُ ع نل ني عك عف‬
‫من عك عف‬
‫ف‬
َ‫م آنياَت رننا‬
‫ر‬
‫م‬
‫ك‬
‫في‬
َ‫نا‬
‫ل‬
‫س‬
‫ر‬
‫سوُلِ ر‬
‫ر‬
‫ن‬
‫ع ن ف‬
‫ن ع ن‬
‫وني فنز ب‬
َ‫ما‬

‫م ن‬
‫ب نوال ع ر‬
‫م ال عك رنتاَ ن‬
‫م ن‬
‫مك ف ع‬
‫ة وني فعنل ب ف‬
‫حك ع ن‬
‫مك ف ف‬
‫م وني فعنل ب ف‬
‫كيك ف ع‬
‫( نفاَذ عك ففرورني أ نذ عك فعرك عف‬١٥١)
‫م تن ف‬
‫م‬
‫ن‬
‫موُ ن‬
‫كوُفنوُا ت نععل ن ف‬
‫لن ع‬
‫( ياَ أ ن‬١٥٢) ‫فرون‬
‫ل‬
‫نوا ع‬
‫ن‬
‫ذي‬
‫ل‬
‫ا‬
َ‫ها‬
‫ي‬
‫ر‬
‫ق‬
‫ن‬
‫ن‬
‫ن‬
‫شك ففروا رلي نولِ ت نك ع ف ف ر‬
‫معن‬
‫صلَةر إ ر ل‬
‫مفنوُا ا ع‬
‫ه ن‬
‫ن الل ل ن‬
‫آ ن‬
‫صب عرر نوال ل‬
‫ست نرعيفنوُا رباَل ل‬
١٥٣) ‫ن‬
‫ال ل‬
‫ري ن‬
‫صاَب ر ر‬
151.[15] Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami
kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul dari kalangan
kamu yang membacakan ayat-ayat Kami[16], menyucikan kamu[17] dan
mengajarkan kepadamu kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah[18], serta
mengajarkan apa yang belum kamu ketahui[19].
152. Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu[20].
Bersyukurlah kepada-Ku[21], dan janganlah kamu ingkar[22] kepada-Ku.

153. Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu[23], Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar[24].

[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengabarkan bahwa ahli kitab telah yakin
dan mengetahui bahwa Muhammad adalah seorang rasul, dan apa yang
Beliau bawa adalah hak (benar). Mereka meyakininya sebagaimana mereka
meyakini anak-anak mereka sendiri dan mereka bisa membedakannya
dengan yang lain. Oleh karena itu, pengetahuan mereka telah sampai
kepada tingkatan yakin yang tidak dimasuki keraguan, akan tetapi
kebanyakan mereka kafir kepada Beliau, menyembunyikan persaksian
tersebut padahal mereka mengetahuinya. Dalam ayat di atas, terdapat
hiburan bagi rasul dan kaum mukmin serta mengingatkan mereka agar
berhati-hati terhadap tindakan jahat orang-orang ahli kitab dan syubhat
mereka.
[2] Yakni jangan sampai masih menancap di hati keraguan meskipun sedikit.
Agar seseorang lebih yakin lagi hendaknya memikirkan isinya, karena
dengan memikirkan isinya dapat menghilangkan keraguan dan memperoleh
keyakinan.
[3] Masing-masing umat memiliki kiblat sendiri dalam ibadahnya.
Menghadap kiblat tertentu termasuk syari'at yang bisa berubah tergantung
situasi dan kondisi serta zamannya, ia bisa dimasuki oleh naskh dan
mengalami perubahan dari arah tertentu kepada arah yang lain. Hal ini
menunjukkan bahwa yang menjadi tujuan utama adalah menta'ati perintah
Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan menjauhi larangan-Nya serta
mendekatkan diri kepada-Nya, inilah tanda kebahagiaan.
[4] Perintah berlomba-lomba dalam kebaikan lebih dalam daripada sebatas
perintah mengerjakan kebaikan. Dalam perintah ini mengandung perintah
mengerjakannya, menyempurnakannya, melakukannya sebaik mungkin dan
bersegera kepadanya. Barangsiapa yang bersegera kepada kebaikan ketika
di dunia, maka dia adalah orang yang lebih dulu ke surganya. Oleh karena
itu, mereka yang berlomba-lomba dalam kebaikan adalah orang yang paling
tinggi derajatnya. Dan kata "kebaikan" di sini mencakup semua amalan
fardhu maupun sunat, baik berupa shalat, puasa, zakat, hajji, Umrah, jihad,
manfa'at bagi orang lain maupun sebatas untuk diri sendiri.
[5] Karena pendorong yang paling kuat agar seseorang dapat bersegera
kepada kebaikan dan bersemangat kepadanya adalah pahala yang
dijanjikan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, maka Dia berfirman seperti yang
disebutkan di atas; yakni Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan mengumpulkan
kita semuanya di mana saja kita berada dengan kekuasaan-Nya, dan Dia

akan memberikan balasan kepada setiap orang yang beramal, jika amalnya
buruk, maka Dia akan membalas sesuai amal yang dikerjakannya dan jika
baik, maka Dia akan membalas dengan berlipat ganda dan memberikan
balasan yang terbaik (surga). Ayat yang mulia ini juga mengandung
perintah untuk segera melaksanakan kewajiban seperti shalat di awal
waktu, segera membayar hutang puasa dan segera berhajji serta anjuran
untuk melaksanakan amalan-amalan sunat.
[6] Yakni keluar bersafar atau keperluan lainnya, kemudian hendak
mendirikan shalat.
[7] Pada ayat di atas menggunakan dua penguat, huruf "inna" dan "lam"
(sesungguhnya dan benar-benar) agar tidak perlu lagi ragu dan agar tidak
timbul perkiraan bahwa perintah menghadap ke Ka'bah itu hanyalah karena
lebih enak, bahkan ia merupakan perintah yang sesungguhnya.
[8] Yakni bagaimana pun keadaan kita, Dia senantiasa memperhatikan dan
melihatnya. Hal ini menghendaki agar kita tetap menjaga perintahnya dan
menjauhi larangan-Nya.
[9] Perintah menghadap ke kiblat adalah agar ahli kitab dan kaum
musyrikin tidak memiliki alasan lagi untuk menentang Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal itu, karena jika tetap menghadap ke Baitul
Maqdis tentu orang-orang ahli kitab akan menegakkan hujjah kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, karena yang disebutkan dalam
kitab-kitab mereka adalah bahwa kiblat yang tetap bagi Beliau adalah
Ka'bah Baitullah al haram. Sedangkan hujjah bagi orang-orang musyrikin
ketika Beliau tetap menghadap ke Baitul Maqdis adalah perkataan yang
akan timbul dari mereka, "Bagaimana Beliau berada di atas agama Nabi
Ibrahim 'alaihis salam dan termasuk keturunannya, padahal Beliau tidak
menghadap ke kiblatnya?!". Dengan demikian, setelah diadakan
pemindahan kiblat, maka orang-orang ahli kitab dan kaum musyrikin sudah
tidak memiliki hujjah lagi untuk menentang Beliau.
[10] Yakni hanya orang-orang yang zalim saja yang coba-coba berhujjah,
namun hujjah mereka tidak bersandar selain kepada hawa nafsu sehingga
tidak perlu diladeni, karena tidak ada manfa'atnya berbantah dengan
mereka.
[11] Kita tidak perlu takut kepada mereka karena hujjah mereka batil, dan
kita diperintahkan untuk takut kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala saja,
karena takut kepada-Nya merupakan asas semua kebaikan. Oleh karena itu,
orang yang tidak takut kepada Allah Azza wa Jalla, ia tidak akan berhenti
bermaksiat dan tetap tidak mau mengikuti perintah-Nya.

Perlu diketahui, bahwa pemindahan arah kiblat merupakan fitnah yang
besar. Fitnah itu diangkat-angkat oleh ahli kitab, kaum munafik dan kaum
musyrikin, mereka banyak membicarakan masalah itu dan menyampaikan
berbagai syubhat. Oleh karena itu, pada beberapa ayat di atas, Allah
Subhaanahu wa Ta'aala menerangkannya secara gamblang dan meyakinkan
rasul-Nya serta memperkuat kebenaran itu dengan berbagai penguat
sebagaimana yang disebutkan di beberapa ayat atas, misalnya:
- Diulangi-Nya perintah menghadap kiblat berkali-kali
- Perintah itu tidak hanya ditujukan kepada Rasul saja, meskipun biasanya
perintah kepada rasul sebagai perintah kepada umatnya, tetapi diperkuat
lagi dengan perintah kepada umatnya sebagaimana firman-Nya "fa walluu
wujuuhakum syathrah".
- Pada ayat di atas, Allah Subhaanahu wa Ta'aala membantah semua alasan
batil yang dilemparkan oleh mereka yang zalim.
- Menghilangkan harapan bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
untuk mengikuti kiblat ahli kitab.
- Penguatan dengan berita yang disampaikan-Nya bahwa sesungguhnya hal
itu benar-benar hak dari sisi Allah.
- Pemindahan kiblat tersebut disebutkan dalam kitab-kitab mereka (ahli
kitab), namun mereka menyembunyikannya.
[12] Yakni dengan tetap menjalankan perintah-Nya dan menjauhi laranganNya.
[13] Berupa penyempurnaan syari'at. Dengan demikian, setiap syari'at yang
ditetapkan merupakan nikmat yang besar. Dasar nikmat adalah memperoleh
hidayah untuk mengikuti agama-Nya, setelah itu nikmat-nikmat yang lain
yang melengkapi dasar tersebut, dimulai dari sejak diutusnya Beliau sampai
wafat hingga syari'at pun sempurna.
[14] Maksudnya: agar kita mengetahui yang hak dan dapat
mengamalkannya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala karena rahmat-Nya telah
memudahkan kepada hamba-hamba-Nya sebab-sebab untuk memperoleh
hidayah dan mengingatkan mereka untuk menempuhnya. Allah Subhaanahu
wa Ta'aala juga menjelaskan hidayah itu sejelas-jelasnya, sampai-sampai
ditetapkan untuk yang hak itu ada para penentangnya agar yang hak itu
semakin jelas dan nampak serta yang batil semakin jelas kebatilannya. Hal
itu, karena jika tidak ada kebatilan sebagai lawan yang hak tentu kebenaran
itu akan samar bagi kebanyakan orang. Dengan ada lawannya maka segala
sesuatu itu semakin jelas. Jika tidak ada malam tentu tidak akan diketahui

kelebihan siang, jika tidak ada keburukan tentu tidak akan diketahui
kelebihan yang baik, jika tidak ada kegelapan tentu tidak akan diketahui
manfa'at cahaya, dan jika tidak ada kebatilan tentu kebenaran tidak akan
jelas dan nampak, maka sehgala puji bagi Allah terhadap semua itu.
[15] Nikmat Allah untuk menghadap ke kiblat dan penyempurnaan syari'at
bukanlah hal yang baru dan bukan pertama kali, bahkan Dia juga telah
memberikan ushulun ni'am (asas nikmat) dan penyempurnanya, yaitu
dengan mengutus seorang rasul yang sudah dikenal nasabnya,
kejujurannya, amanahnya, kesempurnaan dan sikap nush-h(tulus)nya.
[16] Ayat-ayat tersebut menerangkan mana yang hak dan mana yang batil,
mana petunjuk dan mana kesesatan, menerangkan tentang tauhid, tentang
kebenaran Rasul-Nya serta kewajiban beriman kepadanya, menerangkan
tentang hari kiamat dan hal-hal ghaib serta menerangkan syari'at untuk
maslahat mereka di diunia sehingga mereka memperoleh hidayah yang
sempurna dan ilmu yang yakin.
[17] Maksudnya: menyucikan akhlak dan jiwa mereka dengan mendidiknya
di atas akhlak yang mulia dan membersihkannya dari akhlak yang tercela
yang mengotori jiwa. Misalnya dengan membersihkan mereka dari syirk
kepada tauhid, dari riya' kepada ikhlas, dari dusta kepada kejujuran, dari
khianat kepada amanah, dari sombong kepada tawadhu' dan dari semua
akhlak buruk kepada akhlak yang mulia serta perbaikan-perbaikan lainnya.
[18] As Sunnah dan hukum-hukum syari'at (fiqh).
[19] Seperti kisah para nabi dan kisah umat-umat terdahulu dan
pengetahuan lainnya, di mana mereka sebelum diutusnya Beliau dalam
kesesatan yang nyata, tidak ada ilmu apalagi amal. Oleh karena itu, ilmu
maupun amal yang diketahui oleh umat ini adalah melalui tangan dan sebab
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam. Nikmat-nikmat ini merupakan ushulun
ni'am (asas nikmat), bahkan ia merupakan nikmat terbesar yang
menghendaki untuk disyukuri.
[20] Dzikrullah yang paling utama adalah jika diucapkan oleh lisan dan
meresap di hati, inilah dzikr yang membuahkan ma'rifatullah (mengenal
Allah), kecintaan-Nya dan pahala yang besar. Allah Subhaanahu wa Ta'aala
di ayat ini memerintahkan kita untuk mengingat-Nya dan Dia menjanjikan
balasan yang besar bagi mereka yang mengingat-Nya sebagaimana firmanNya dalam hadits Qudsi: "Jika ia mengingat-Ku di dalam dirinya, maka Aku
akan mengingatnya di dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di keramaian,
maka Aku akan mengingatnya di keramaian yang lebih baik daripadanya."
(Lihat Shahihul Jami' no. 8137)

Dzikr adalah pusat syukur, oleh karena itu di ayat ini diperintahkan secara
khusus untuk berdzikr, kemudian setelahnya diperintahkan secara umum
untuk bersyukur.
[21] Yakni atas nikmat-nikmat Allah yang diberikan dan dihindarkan-Nya
dari berbagai musibah. Syukur itu bisa dengan hati, yakni dengan
mengakuinya, bisa dengan lisan yaitu dengan memujinya dan dengan
anggota badan yaitu dengan menjalankan perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya.
Disebutkan perintah bersyukur setelah nikmat-nikmat agama berupa ilmu,
penyucian jiwa dan taufiq untuk beramal untuk menerangkan bahwa
nikmat-nikmat agama merupakan nikmat yang paling besar, bahkan ia
merupakan nikmat yang hakiki yang akan kekal ketika semuanya sirna, dan
sepatutnya bagi mereka yang diberi taufiq mencari ilmu dan
mengamalkannya bersyukur kepada Allah terhadap nikmat tersebut agar
Allah menambahkan karunia-Nya dan agar mereka dijauhkan dari sifat ujub.
[22] Ingkar atau kufur yang dimaksud di sini adalah ingkar kepada nikmat
dan tidak mensyukurinya. Bisa juga makna kufur di sini adalah umum, yang
paling parahnya adalah kufur kepada Allah kemudian maksiat yang berada
di bawah syirk.
[23] Ada pula yang mengartikan: mintalah pertolongan kepada Allah dengan
sabar dan shalat. Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan kaum
mukmin untuk menghadapi urusan mereka baik terkait dengan agama
maupun dunia dengan sabar dan shalat. Sabar artinya menahan diri
terhadap hal-hal yang tidak disukai. Ia terbagi menjadi tiga
bagian: Pertama, sabar dalam menjalankan perintah Allah. Kedua, sabar
dalam menjauhi larangan Allah, dan ketiga, sabar dalam menghadapi
musibah yang menimpa dengan tidak keluh kesah. Sabar berdasarkan ayat
ini merupakan pertolongan yang paling besar dalam menghadap segala
perkara.
Sedangkan shalat diperintahkan juga agar dijadikan sebagai penolong
karena shalat adalah tiang agama dan cahaya kaum mukmin, ia merupakan
sarana penghubung antara seorang hamba dengan Tuhannya. Jika shalat
sesorang hamba sempurna, menggabungkan yang wajib dengan yang sunat,
ia pun melaksanakannya dengan khusyu' dan merasakan sedang berdiri di
hadapan Tuhannya sebagaimana berdirinya seorang hamba yang menjadi
pelayan dengan memperhatikan adab yang baik, memperhatikan apa yang
dia baca dan dia lakukan, maka sudah pasti shalat tersebut menjadi
penolong terbesar dalam semua masalah. Shalat tersebut akan
mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar, dan shalat seperti inilah
yang dapat membantu mengatasi berbagai masalah.

[24] Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersama mereka yang memiliki akhlak
dan sifat sabar dengan memberikan pertolongan dan taufiq-Nya, sehingga
masalah-masalah sukar dan berat menjadi ringan.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-al-baqarah-ayat-146153.html#sthash.0UDLd7yr.dpuf