Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Ajaran 2011 2012 terhadap Bahaya Merokok dan Penyakit Kanker Paru

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Paru
2.1.1. Definisi Kanker Paru
Menurut WHO, kanker adalah istilah umum suatu kelompok besar
penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Menurut National
Cancer Institute, kanker adalah istilah penyakit di mana sel-sel membelah secara
abnormal tanpa control dan dapat menyerang jaringan di sekitarnya. Kanker paru
ialah konsekuensi fenotip dari akumulasi perubahan genetik pada sel epitel
saluran nafas yang berakibat terjadinya proliferasi seluler yang tidak terkontrol.

2.1.2. Epidemiologi
Kanker paru masih menjadi salah satu keganasan yang paling sering
dikalangan laki-laki maupun perempuan. National cancer Institute melaporkan
bahwa sekitar 61.4 % dari 100,000 kasus baru kanker paru terjadi pada laki-laki
dan perempuan dengan rata-rata 49.5% dari 100,000 meninggal akibat kanker
paru.Kasus baru yang diestimasi pada tahun 2013 adalah sekitar 228,190 ( 13,7%)
dengan kematian sebanyak 159,480 (27,5).
National Cancer Institute mengestimasikan kanker paru di Amerika
Syarikat pada tahun 2014 seperti berikut:

1. Sekitar 224,210 kasus baru kanker paru akan terdiagnosa (116,000 orang
laki-laki dan 108,210 orang perempuan).
2. Estimasi kematian karena kanker paru sekitar 159,260 kasus (86,930 pada
laki-laki dan 72,330 pada perempuan), berkisar 27% dari kasus kematian
karena kanker.

Variasi insidensi kanker paru secara geografik yang luas juga dilaporkan
dan hal ini terutama behubungan dengan kebiasaan merokok yang bervariasi di
seluruh dunia. Menurut penelitian Melindawati jumlah penderita kanker paru di
Rumah Sakit Adam Malik Medan Indonesia pada periode tahun 2004-2008

Universitas Sumatera Utara

ditemukan pasien kanker rawat inap 378 orang dengan perincian pada tahun 2004
terdapat 63 orang , pada tahun 2005 sekitar 80 orang, pada tahun 2006 sebanyak
68 orang dan pada tahun 2007 sebanyak 70 orang dan pada tahun 2008 sebanyak
89 orang.
2.1.3. Etiologi dan Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor yang bisa menyebabkan kanker paru. Antaranya
ialah:

a. Merokok
Insidensi kanker paru-paru sangat berkorelasi dengan faktor merokok. Sekitar
90% kanker paru terjadi akibat daripada penggunaan tembakau.Risiko kanker
paru pada perokok dipengaruhi oleh usia seseorang individu mulai merokok,
jumlah batang rokok dihisap dalam setiap hari, lamanya kebiasaan rokok dan
lamanya berhenti merokok. (Melissa Stoppler, 2013).
b. Perokok Pasif
Perokok pasif, atau menghirup asap tembakau yang ditemukan oleh orang
lain di dalam ruang tertutup merupakan faktor risiko terjadinya pengembangan
kanker paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahawa pada orang- orang
yang tidak merokok yang tinggal dengan perokok atau berdekatan dengan
perokok memiliki risiko terjadi kanker paru sekitar 24% (Melissa Stoppler 2013).
c. Jenis Kelamin
Sebagian besar kanker paru mengenai laki-laki (65%) dengan risiko 1:13 dan
pada perempuan 1:20. Perbandingan laki-laki terhadap perempuan adalah 4:1.
Pada suatu penelitian yang dilakukan di RSUPH. Adam Malik Medan diketahui
bahwa berdasarkan jenis kelamin, pada kasus kanker paru ditemukan lebih banyak
jenis kelamin laki-laki sebanyak 73.3% daripada jenis kelamin perempuan yaitu
sebanyak 26,7%.
d. Paparan Zat Karsinogen pada Pekerja

• Asbestos sering menimbulkan mesothelioma
• Radiasi ion pada pekerja tambang uranium

Universitas Sumatera Utara

• Pekerja yang terpajan dengan debu yang mengandung radon, arsen,
kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorida dan gas mustard.
(Amin, 2009)
e. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena
kanker paru.
The International Agency for Research on Cancer (IARC) menentukan bahwa
cat juga merupakan salah satu penyebab terjadinya kanker terutama kanker paru di
samping kanker esophagus, abdomen dan kandung kencing. Cat jenis tertentu
diduga mengandung beberapa zat yang bersifat karsinogenik. Beberapa bahan
dalam cat yang dapat menyebabkan kanker paru antara lain timah, kromium,
molybdenum, asbestos, arsenik, titanium, dan mineral oil (polycylic aromatic
hydrocarbon).


2.1.4. Klasifikasi Kanker Paru
Diantara beberapa klasifikasi karsinoma paru, yang paling banyak diterima
adalah klasifikasi WHO tahun 1999 (table 2). Berdasarkan klasifikasi ini, terdapat
empat jenis histologi karsinoma paru yaitu adenokarsinoma, karsinoma
epidermoid (karsinoma sel skuamosa), karsinoma sel besar dan karsinoma sel
kecil. Keempat tipe ini merupakan 95% dari keseluruhan kanker paru. Di luar
keempat tipe tersebut, ditemukan beberapa sub tipe yang lain, tetapi sebagian
besar diantaranya tidak bernilai klinis maupun radiologis yang siknifikan.
Karsinoma paru yang terdiri lebih dari 1 tipe histopatologis diklasifikasikan
sebagai tumor campuran.
Tabel 2.1: Klasifikasi histologi kanker paru menurut WHO tahun 1999
1. Squamous Carcinoma (epidermoid carcinoma)
2. Small Cell Carcinoma
3. Adenocarcinoma
4. Large Cell Carcinoma
5. Aden squamous Carcinoma

Universitas Sumatera Utara

6. Carcinoma with pleomorphic sarcomatoid atau sarcomatous elements

7. Carcinoid Tumor
8. Salivary Gland type Carcinoma
9. Unclassified Carcinoma
(World Health Organization, 1999
• Karsinoma Epidermoid
Angka kejadian karsinoma epidermoid sekitar 30% dari kasus kanker paru.
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk
metaplasia atau dysplasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului
timbulnya tumor. Gambaran mikroskopisnya ditandai adanya keratinisasi disertai
pembentukan ‘bridge’ intraselular yang prominent.
• Adenokarsinoma
Menempati sekitar 35-40% kanker paru.Khas dengan bentuk formasi
glandular dan kecenderungan kearah pembentukan konfigurasi papilari. Biasanya
membentuk musin, sering tumbuh dari bekas kerusakan jaringan paru (scar).
Dengan penanda tumor CEA (Carcinoma Embrionic Antigen) karsinoma ini bias
dibedakan dari mesothelioma.
• Karsinoma Sel Besar
Ini suatu subtype yang gambaran histologisnya dibuat secara ekslusi.Dia
termasuk NSCLC tapi tak ada gambaran diferensiasi skuamosa atau glandular, sel
bersifat anaplastic, tak berdiferensiasi, biasamya disertai oleh infiltrasi sel netrofil.

• Karsinoma Sel Kecil (SCLC)
Karsinoma sel kecil terjadi 15% dari semua jenis kanker paru, kanker ini
cukup agresif, frekuensinya berhubungan dengan jarak metastasis dan mempunyai
prognosis yang buruk pada semua kanker paru primer. Gambaran histologinya
yang khas adalah dominasi sel-sel kecil yang hampir semuanya diisi oleh mukus
dengan sebaran kromatin yang sedikit sekali tanpa nukleoli. Sel-sel yang
bermitosis banyak sekali ditemukan begitu juga gambaran nekrosis.

Universitas Sumatera Utara

2.1.5. Stadium Kanker Paru
Pembagian stadium kanker dibuat menggunakan system TNM oleh The
International System for Staging Luncg Cancer, serta diterima oleh The American
Joint Committee on Cancer (AJCC) dan The Union International Contrele Cancer
(UICC), membuat klasifikasi kanker paru pda tahun 1973 dan kemudian direvisi
1986 dan terakhir pada tahun 1997.

Tabel 2.2 pembagian Stadium Kanker
STADIUM


TNM

Karsinoma in situ

Tx, N0, M0

Stadium 0

Tis, N0, M0

Stadium IA

T1, N0, M0

Stadium IB

T2, N0, M0

Stadium IIA


T1, N1, M0

Stadium IIB

T2, N1, M0

Stadium IIIA

T3, N1, M0
T1-3, N2, M0

Stadium IIIB

T berapa pun, N3, M0
T4, N berapa pun, M0

Stadium IV

T berapa pun, N berapa pun,


Keterangan:
Tx : tumor terbukti ganas didapat dari secret bronkopulmoner, tapi tidak terlihat
secara bronkoskopis dan radiologis
Tis : karsinoma in situ
T0 : tidak terbukti adanya tumor primer
T1 : tumor, diameter ≤ 3 cm
T2 : tumor, diameter > 3 cm
T3 : tumor ukuran apapun meluas ke pleura, dinding dada, diafragma,
perikardium, < 2 cm dari karina, terdapat atelaktasis total

Universitas Sumatera Utara

T4 : tumor ukuran apapun invasi ke mediastinum atau terdapat efusi pleura
malignan.
N0 : tidak ada kelenjar getah bening (KGB) terlibat
N1 : metastasis KGB bronkopulmoner atau ipsilateral hilus
N2 : metastasis KGB mediastinal atas sub karina
N3 : metastasis KGB mediastinal kontra lateral atau hilus atau KGB skalenues
atau supraklavikula
M0 : tidak ada metastasis jinak

M1 : metastasis jinak pada organ
(Amin, 2009)

2.1.6. Diagnosis Kanker Paru
a. Deteksi Dini Kanker paru
Diagnosis klinis karsinoma paru harus berdasarkan analisa gabungan dari
manifestasi klinis dan hasil berbagai teknik pencitraan, tapi diagnosis pasti
terakhir harus diambil dari bukti sitologi atau histopatologi. Anamnesis dan
pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan lengkap, pada pasien kanker paru
terdapat gejala- gejala klinis, beberapa faktor yang perlu diperhatikan.
b. Prosedur Diagnostik
1) Foto Rontgen Dada secara Posterior-Anterior dan Lateral pemeriksaan
sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Studi dari Mayo Clinic
USA, menemukan 61% tumor paru terdeteksi dalam pemeriksaan rutin dengan
foto rontgen dada biasa.
2) Pemeriksaan Computed Tomography dan Magnetic Resonance Imaging
Pemeriksaan CT Scan pada torak, lebih sensitif daripada pemeriksaan foto
dada biasa, karena dapat mendeteksi kelainan atau nodul dengan diameter
minimal 3mm dan bila lesi di lokasi tumor yang tindih struktur anatomi yang sulit
ditemukan pada foto rontgen serta mudah menentukan karsinoma paru diantara

jaringan sekitarnya. Pemeriksaan CT Scan bisa sebagai pemeriksaan skrining
kedua setelah foto dada biasa

Universitas Sumatera Utara

Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dikerjakan,
karena ia hanya terbatas untuk menilai kelainan tumor yang menginvasi ke dalam
vertebra, medulla spinal, dan mediastinum.Keunggulan MRI dibandingkan CT
Scan adalah lebih mudah membedakan antara tumor padat dan pembuluh darah,
dan dapat menampilkan trakeobronkus serta pembuluh darah yang tertekan,
bergeser, dan terobstruksi, namun dalam memeriksa nodul kecil dalam paru tidak
sebaik CT Scan.
c. Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan sitologi sputum dikerjakan terutama bila pasien ada keluhan
seperti batuk.Pemeriksaan ini merupakan salah satu metode terpenting dalam
diagnosis kanker paru, suatu metode diagnosis sederhana non invasif. Pada kanker
paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat memberikan
hasil positif sampai 67-85% pada karsinoma sel skuamosa. Untuk mendapatkan
sel tumor in situ juga hanya bisa dengan pemeriksaan sitologi sputum dengan
bantuan bronkoskopi. Pemeriksaan sitologi lain untuk diagnostik kanker paru
dapat dilakukan pada cairan pleura, aspirasi kelenjar getah bening servikal,
supraklavikula, bilasan dan sikatan bronkus pada bronkoskopis.
d. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas diagnosis kanker paru, untuk
mendapatkan spesimennya dengan cara biopsi melalui:
1) Bronkoskopi. Modifikasi dari bronkoskopi serat optik dapat langsung melihat
lesi di saluran trakeobronkial, juga dapat menjepit dan menyikat yang bertujuan
mendapatkan jaringan untuk diagnosis histopatologi dengan langsung, berupa:
trans bronchial lung biopsy (TBLB), fluorescence ronchoscopy, ultrasound
bronchoscopy, trans-bronchial needle-aspiration (TBNA). Hasil positif dengan
bronkoskopi ini dapat mencapai 95% untuk tumor yang letaknya sentral dan 7080% untuk tumor letaknya perifer.
2) Trans Torakal Biopsi (TTB)
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran >2
cm sensitivitasnya mencapai 90-95%.

Universitas Sumatera Utara

3) Torakoskopi
Indikasi utama melakukan torakoskopi adalah: kelainan pleura, efusi pleura
malignan, lesi difus pleura, dll. Biopsi tumor di daerah pleura dengan cara Video
Assisted Thorachoscopy memiliki sensitivitas dan spesifisitas hingga 100%.
4) Mediastinoskopi
Mediastinoskopi adalah suatu cara diagnosis melalui suatu lubang artifisial di
celah depan trakea dimasukkan medistinoskop untuk melihat kelainan sekitar
trakea, sekaligus melakukan biopsi. Pemeriksaan ini sangat berguna dalam
memastikan ada tidaknya metastasis kelenjar limfe mediastinum pada kanker
paru. Lebih dari 20% kanker paru bermetastasis ke mediastinum, terutama Small
Cell Ca dan Large Cell Ca. Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar
getah bening yang terlibat dapat melakukan pemeriksaan mediastinoskopi dengan
hasil nilai positif 40%.
5) Torakotomi
Torakotomi untuk diagnostik kanker paru dikerjakan jika berbagai prosedur non
invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor. (Amin, 2009)

2.1.7. Tatalaksana
Pengobatan kanker paru adalah multi-modaliti terapi. Pemilihan terapi bukan
hanya diharapkan pada jenis histologis, derajat dan tampilan penderita saja tetapi
juga pada kondisi medis seperti fasilitas yang dimiliki oleh rumah sakit dan
ekonomi penderita juga.
• Pembedahan
Terapi bedah dilakukan untuk membuang lobus paru tempat yang
ditemukan tumor, dan juga membuang semua kelenjar getah bening
mediastinal supaya tidak terjadinya penyebaran kanker yang lanjut.

• Radioterapi

Universitas Sumatera Utara

Terapi ini menggunakan tenaga X-ray yang tinggi atau tenaga radiasi
yang lain untuk membunuh sel kanker. Radioterapi dapat diberikan secara
tunggal atau gabungan den kemoterapi. Fungsi radioterapi ialah untuk
mengecilkan tumor jika diberikan secara sebagai terapi tunggal.
• Kemoterapi
Kemoterapi merupakan salah satu cara memberi obat anti kanker pada
pasien melalui infus. Biasanya pada kemoterapi diberikan lebih dari satu
jenis obat anti kanker, tujuanya agar lebih banyak sel kanker dapat
dibunuh dengan jalur yang berbeda. Terdapat beberapa syarat untuk
pemberian kemoterapi antara lain ialah kondisi umum harus dalam
keadaan baik, pasien masih dapat melakukan aktivitas sendiri, fungsi hati,
fungsi ginjal dan fungsi hemostatik juga harus baik. (Jett, Schild, Keith,
Kesler, 2007)
2.1.8. Bagaimana Rokok Menyebabkan Kanker Paru

Gambar 2.1. Skema Bahan Kimia Rokok Menyebabkan Terjadinya Kanker Paru.
Menurut Hecht (2003) dalam Ibrahim (2007), skema ini menggambarkan peran
utama perubahan DNA dalam proses karsinogenesis. Dalam skema ini, nikotin
menyebabkan sifat adiksi ingin terus merokok dan menyebabkan pajanan kronis
terhadap bahan karsinogen. Karsinogen secara metabolik dapat diaktifkan untuk
bereaksi dengan DNA, membentuk produk kovalen gabungan yang disebut DNA
yang berubah (DNA adducts). Bersaing dengan proses metabolik ini, proses
detoksifikasi produk karsinogen gagal untuk diekskresikan. Jika DNA yang sudah
berubah tersebut dapat diperbaiki (repair) oleh enzim perbaikan seluler, DNA
akan kembali menjadi bentuk normalnya. Akan tetapi jika perubahan terus
berlangsung selama replikasi DNA, kegagalan pengkodean DNA dapat terjadi,

Universitas Sumatera Utara

yang cenderung menjadi mutasi permanen dalam urutan DNA. Sel-sel dengan
DNA rusak atau bermutasi dapat dilisiskan dengan proses apoptosis. Jika mutasi
terjadi pada bagian utama dalam gen-gen yang krusial, seperti RAS atau MYC
onkogen atau TP53 atau CDKN2A tumor supresor gen, hanya dapat terjadi
kehilangan kontrol regulasi pertumbuhan sel-sel normal dan terjadi pertumbuhan
tumor. Nikotin dan karsinogen dapat juga berikatan secara langsung dengan
reseptor beberapa sel, selanjutnya mengaktivasi protein kinase B (AKT), protein
kinase A (PKA) dan faktor-faktor lain. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya
penurunan proses apoptosis, peningkatan angiogenesis, dan peningkatan
transformasi sel. Bahan isi tembakau juga berisi promotor tumor dan
kokarsinogen, yang dapat mengaktifkan proses karsinogenesis.
2.2. Rokok
2.2.1. Sejarah Rokok
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang sekitar 100mm dengan
diameter sekitar 10mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah.
Tembakau (Tobacco) adalah sejenis tanaman herbal yang berasal dari Amerika
Utara dan Amerika Selatan. Ajaran- ajaran kepercayaan mereka ada kaitanya
dengan tumbuhan tembakau , dimana pada waktu itu asap tembakau dipercaya
dapat memberi perlindungan dari makhluk halus yang sangat jahat. Christopher
Columbus pada waktu itu melintasi laut Atlantik untuk pertama kalinya pada
tahun 1942. Orang-orang asli Amerika bermukim di New World telah memberi
hadiah daun Tembakau dan seabad setelah itu, merokok telah menjadi trend
social.
( www.tuberose.com)

Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Jenis-Jenis Rokok
Rokok dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembedaan ini didasarkan
atas bahan pembungkus rokok, isi rokok, proses pembuatan rokok, dan
penggunaan filter pada rokok.
Rokok berdasarkan bahan pembungkus.
• Klobot: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung.
• Kawung: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren.
• Sigaret: rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas.
• Cerutu: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau.
Rokok berdasarkan isi.
• Rokok Putih: rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau
yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
• Rokok Kretek: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau
dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma
tertentu.
• Rokok Klembak: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun
tembakau, cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan
efek rasa dan aroma tertentu.
Rokok berdasarkan proses pembuatannya.
• Sigaret Kretek Tangan (SKT): rokok yang proses pembuatannya dengan
cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat
bantu sederhana.
• Sigaret Kretek Mesin (SKM): rokok yang proses pembuatannya
menggunakan mesin. Sederhananya, material rokok dimasukkan ke dalam
mesin pembuat rokok. Keluaran yang dihasilkan mesin pembuat rokok
berupa rokok batangan. Saat ini mesin pembuat rokok telah mampu
menghasilkan keluaran sekitar enam ribu sampai delapan ribu batang
rokok per menit.

Universitas Sumatera Utara

Rokok berdasarkan penggunaan filter.
• Rokok Filter (RF): rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus.
• Rokok Non Filter (RNF): rokok yang pada bagian pangkalnya tidak
terdapat gabus.
2.2.3. Kandungan Rokok
• Nikotin, kandungan yang menyebabkan perokok merasa rileks.
• Tar, yang terdiri dari lebih dari 4000 bahan kimia yang mana 60 bahan
kimia di antaranya bersifat karsinogenik.
• Sianida, senyawa kimia yang mengandung kelompok cyano.
• Benzene, juga dikenal sebagai bensol, senyawa kimia organik yang mudah
terbakar dan tidak berwarna.
• Cadmium, sebuah logam yang sangat beracun dan radioaktif.
• Metanol (alkohol kayu), alkohol yang paling sederhana yang juga dikenal
sebagai metil alkohol.
• Asetilena, merupakan senyawa kimia tak jenuh yang juga merupakan
Hidro karbon alkuna yang paling sederhana.
• Amonia, dapat ditemukan di mana-mana, tetapi sangat beracun dalam
kombinasi dengan unsur-unsur tertentu.
• Formaldehida, cairan yang sangat beracun yang digunakan untuk
mengawetkan mayat.
• Hidrogen sianida, racun yang digunakan sebagai fumigan untuk
membunuh semut. Zat ini juga digunakan sebagai zat pembuat plastik dan
pestisida.
• Arsenik, bahan yang terdapat dalam racun tikus.
• Karbon monoksida, bahan kimia beracun yang ditemukan dalam asap
buangan mobil. (Anggota Koalisi untuk Indonesia Sehat. 2010)

Universitas Sumatera Utara

2.3. Pengetahuan
2.3.1. Pengertian pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekadar
menjawab pertanyaan “what” (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan ini terjadi
setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
seseorang (Notoatmodjo, 2010).
2.3.2. Tingkatan pengetahuan
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan
yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatus (Notoatmodjo. 2010.halaman. 27).
Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari

antara

lain:

menyebutkan,

menguraikan,

mendefenisikan,

menyatakan, dan sebagainya (Notoatmodjo. 2007.halaman 140-141).
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekedar

dapat

menyebutkan,

tetapi

orang

tersebut

harus

dapat

mnginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut
(Notoatmodjo. 2010.halaman 27-28).
c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan apabila seseorang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang telah
diketahui tersebut pada situasi yang lain (Notoatmodjo. 2010.halaman 28 ).
d. Analisis (analysis)

Universitas Sumatera Utara

Analisis

adalah

kemampuan

seseorang

untuk

menjabarkan

dan

memisahkan, dan mencari hubungan antara komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang
tersebut telah dapat membedakan, atau mengelompokan, membuat diagram
(bagan)

terhadap

pengetahuan

atas

objek

tersebut

(Notoatmodjo.2010.halaman. 28).
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis

menunjukan

kepada suatu

kemampuan

seseorang untuk

merangkum atau meletakan dalam satu hubungan yang logis dari komponenkomponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang
telah ada (Notoatmodjo. 2010 .halaman. 28).
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan
sendirinya

didasarkan

pada

suatu

kriteria

yang

ditentukan

sendiri.

(Notoatmodjo. 2010halaman 29).
2.3.3. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan teknik wawancara
ataupun dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur
dari subjek penelitian ataupun responden (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Pratamo (1990) dan Akhbar (2011), pengetahuan responden
dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu: Baik, Sedang, dan Kurang
dengan perincian nilai sebagai berikut :

1. Kategori baik apabila responden mempunyai skor > 75%
2. Kategori sedang apabila responden mempunyai skor 40-75%
3. Kategori kurang apabila responden mempunyai skor < 40%

Universitas Sumatera Utara