Analisis Kondisi Kemiskinan dan Tindakan Kolektif Masyarakat Pemulung Studi Deskriptif Pada Masyarakat Pemulung yang Berdomisili di Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian kemiskinan
Pengertian kemiskinan saat ini telah mengalami perluasan. Dimana
kemiskinan tidak lagi dipandang dari aspek ekonomi saja tetapi juga dilihat dari
aspek sosial, budaya dan politik yang meliputi aspek pendidikan dan kesehatan.
Seperti pengertian kemiskinan yang dikemukakan oleh Friedman bahwa
kemiskinan

adalah

ketidaksamaan

kesempatan

untuk

memformulasikan

kekuasaan sosial berupa asset, sumber keuangan, organisasi sosial politik,
jaringan sosial, barang atau jasa, pengetahuan dan keterampilan, serta informasi.

Menurut Bappenas, kemiskinan adalah situasi serba kekurangan karena
keadaan yang tidak dapat dihindari oleh seseorang dengan kekuatan yang
dimilikinya. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan adalah
ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi
kebutuhan makan maupun non makan.
2.2 Karakteristik Masyarakat Miskin
Emil Salim (dalam Supriatna 2000: 124) mengemukakan lima
karakteristik penduduk miskin yaitu :
1. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri
2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan
kekuatan sendiri
3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah

11
Universitas Sumatera Utara

4. Banyak diantara mereka tidak mempunyai fasilitas
5. Diantara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan
atau pendidikan yang memadai
2.3 Teori Analisa Kemiskinan

Masalah

kemiskinan

selalu

ditandai

dengan

adanya

kerentanan,

ketidakberdayaan, keterisolasian dan ketidakmampuan untuk menyampaikan
aspirasi. Masyarakat miskin pada umumnya sulit untuk mendapatkan akses yang
mampu menggeser kemiskinannya. Jeffrey D. Sach (Dalam Nurlita, 2014)
mengklasifikasikan kaum miskin kedalam tiga bagian. Pertama, mereka yang
hidup dalam extreme poverty, yang satuan rumah tangganya tidak dapat
memenuhi kebutuhan dasar, kelaparan, tidak mempunyai akses atas layanan

kesehatan, tidak mendapat air bersih dan sanitasi, tidak dapat mengusahakan
pendidikan bagi anak-anaknya, tidak mempunyai fasilitas tempat tinggal yang
sederhana dan tidak mempunyai kelengkapan harian. Situasi ini banyak terjadi di
Negara berkembang. Kedua, moderate poverty, mereka yang dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya (seperti dijelaskan pada bagian pertama), tetapi sangat minim
dan tidak selalu mampu. Ketiga, relative poverty, mereka yang dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya, tetapi berada dibawah rata-rata cara hidup di Negara yang
bersangkutan.
Dikutip

dari

sebuah

tulisan

di

internet


(https://imiksfisipusu.wordpress.com/2010/08/24/teori-teori-kemiskinan/ di akses
pada 23 Juni 2016) bahwa menurut World Bank (2006:xxiii) ada tiga ciri yang
menonjol dari kemiskinan di Indonesia, yaitu :

12
Universitas Sumatera Utara

1. Banyak rumah tangga yang berada di sekitar garis kemiskinan nasional
yang setara dengan PPP 1.55 dolar AS per hari, sehingga banyak
penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap
kemiskinan;
2. Ukuran

kemiskinan

didasarkan

pada

pendapatan


sehingga

tidak

menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang
mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan tetapi dapat
dikategorikan miskin atas dasar kurang akses terhadap pelayanan dasar
serta rendahnya indikator - indikator pembangunan manusia;
3. Mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan
antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia.
Muttaqien (dalam Istianahermawati hal 145 - 146) mengungkapkan bahwa
kemiskinan menyebabkan efek yang hampir sama di semua negara. Kemiskinan
menyebabkan:
1. Hilangnya kesejahteraan bagi kalangan miskin (sandang, pangan, papan)
2. Hilangnya hak akan pendidikan
3. Hilangnya hak akan kesehatan
4. Tersingkirnya dari pekerjaan yang layak secara kemanusiaan
5. Termajinalkannya dari hak atas perlindungan hukum
6. Hilangnya hak atas rasa aman

7. Hilangnya hak atas partisipasi terhadap pemerintah dan keputusan publik
8. Hilangnya hak atas psikis
9. Hilangnya hak untuk berinovasi, dan
10. Hilangnya hak atas kebebasan hidup
13
Universitas Sumatera Utara

Pola kemiskinan antar kelompok sosial, umur, budaya, lokasi dan negara juga
dalam konteks ekonomi yang berbeda. Lebih lanjut dalam sebuah tulisan di
internet (https://agustydwitya.wordpress.com/ di akses pada 23 Juni 2016) bahwa
Narayan, dkk memberikan empat dimensi utama dari defenisi kemiskinan yang
dirumuskan oleh masyarakat miskin sendiri, sebagai berikut dibawah ini :
Dimensi 1 : dimensi material kekurangan pangan, lapangan kerja dengan
muaranya adalah kelaparan atau kekurangan makanan.
Dimensi

2

:


dimensi

psikologi,

seperti

antara

lain

ketidakberdayaan

(powerlessness), tidak mampu berpendapat (voicelessness), ketergantungan
(dependency), rasa malu (shame), rasa hina (humiliation)
Dimensi 3 : Dimensi akses ke pelayanan prasarana yang praktis tidak dimiliki
Dimensi 4 : Dimensi aset/milik, praktis tidak memiliki aset sebagai modal untuk
menyelenggarakan hidup mereka secara layak, seperti antara lain :
1. Kapital fisik (physical capital), antara lain mencakup tanah, ternak,
peralatan kerja, hunian, perhiasan, dsb.
2. Kapital manusia (human capital), antara lain menyangkut kesehatan,

pendidikan, dan pekerjaan. Kesehatan yang buruk sering menghalangi
orang untuk bekerja apalagi bila pekerjaannya menuntuk tenaga fisik yang
sering ditemukan pada masyarakat yang berada pada tingkat survival,
begitu juga rendahnya pendidikan sangat menghambat kemajuan
seseorang.
3. Aset sosial (social capital), atau sering diartikan dalam hal ini sebagai
sistem kekerabatan yang mendukung kaum miskin untuk tetap bertahan
14
Universitas Sumatera Utara

hidup sebab pada umumnya kaum miskin tidak masuk jaringan formal
pengamanan sosial seperti asuransi yang mampu melindungi mereka dari
berbagai krisis seperti musibah, keuangan, dll.
4. Aset lingkungan (environmental asset) antara lain mencakup iklim dan
musim yang sangat berpengaruh pada petani, nelayan, dan sebagai pekerja
lapangan.
Secara rinci keempat aset tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Aset fisik (Physical Capital)
Pada dasarnya masyarakat miskin memang praktis tidak memiliki benda benda fisik yang diperlukan sebagai modal hidup mereka seperti tanah yang
memadai, rumah/tempat tinggal yang layak, perabotan rumah tangga,

kendaraan, peralatan kerja dan benda - benda fisik lainnya.
b. Aset Kemanusiaan (Human Capital)
Pada dasarnya masyarakat miskin juga tidak memiliki kualitas sumber
daya manusia yang cukup baik yang dapat menjamin keberhasilan hidup
mereka, mencakup tingkat kesehatan, pendidikan, tenaga kerja, dsb. Belum
lagi kualitas manusia yang lain seperti etos kerja yang ulet, jiwa
kewirausahaan, kepemimpinan, dsb.
c. Aset Sosial (Social Capital)
Masyarakat memang selalu bersisi dari pranata sosial yang ada termasuk
sistem asuransi sehingga mereka harus membangun sendiri institusi mereka
agar mendapatkan jaminan sosial (social security) yang dibutuhkan untuk

15
Universitas Sumatera Utara

mempertahankan hidup mereka (survival) melalui kekerebatan antar mereka,
asosiasi penghuni, yang sering kali menjadi sangat kuat oleh sebab rasa
senasib sepenanggungan, dsb.
d. Aset Lingkungan (Environmental Asset)
Pada umumnya, masyarakat miskin diperkotaan memang kurang atau

malah tidak memiliki sumber - sumber lingkungan sebagai modal hidup
mereka seperti air baku, udara bersih, tanaman, lapangan hijau, pohon pohon, dsb, sementara para petani dan nelayan sangat tergantung kepada aset
lingkungan dalam bentuk musim dan iklim.
Untuk memecahkan masalah kemiskinan, perlu kebijaksanaan yang tepat
dengan mengidentifikasi golongan masyarakat yang hidup di bawah garis
kemiskinan berikut karakteristiknya. Masyarakat miskin sesuai karakteristiknya
menurut Kartasasmita dalam jurnal Nunung Nurwati, umumnya lemah dalam
kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya pada kegiatan ekonomi, sehingga
semakin tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih
tinggi.
Moeljarto (1995: 98) mengemukakan tentang poverty profile sebagaimana
berikut: Masalah kemiskinan bukan saja masalah welfare akan tetapi mengandung
enam buah alasan antara lain:
a. Masalah kemiskinan adalah masalah kerentanan
b. Kemiskinan berarti tertutupnya akses kepada berbagai peluang kerja
karena hubungan produksi dalam masyarakat tidak memberi peluang
kepada mereka untuk berpartisipasi dalam program produksi
16
Universitas Sumatera Utara


c. Masalah ketidakpercayaan, perasaan impotensi, emosional dan sosial
dalam menghadapi elit desa dan para birokrat yang menentukan keputusan
menyangkut dirinya tanpa memberi kesempatan untuk mengaktualisasikan
diri, sehingga membuatnya tidak berdaya
d. Kemiskinan juga berarti menghabiskan sebagian besar penghasilannya
untuk konsumsi pangan dan kualitas dan kuantitas terbatas
e. Tingginya rasio ketergantungan, karena jumlah keluarga yang besar
f. Adanya kemiskinan yang diwariskan secara terus menerus

2.4 Teori Gerakan Sosial
Gerakan sosial dilatarbelakangi oleh urbanisasi dimana masyarakat dari desa
bermigrasi ke perkotaan dengan latar belakang keragaman, tetapi memiliki tujuan
yang relatif sama, berinteraksi, berkumpul dan berorganisasi. Kondisi ini
merupakan awal munculnya gerakan sosial.
Michael Useem mendefenisikan gerakan sosial sebagai tindakan kolektif
teroganisasi, yang dimaksudkan untuk mengadakan perubahan sosial. John Mc
Carthy dan Mayer Zaid melangkah lebih rinci, dengan mendefinisikan gerakan
sosial sebagai upaya terorganisasi untuk mengadakan perubahan di dalam
distribusi hal - hal apapun yang bernilai secara sosial. Sedang Charles Tilly
menambahkan corak perseteruan (contentious) atau perlawanan didalam interaksi
antara gerakan sosial dan lawan - lawannya. Dalam defenisinya gerakan -gerakan
sosial adalah upaya - upaya mengadakan perubahan lewat interaksi yang
mengandung perseteruan dan berkelanjutan diantara warga negara dan negara.
(Astrid S Susanto - Sunarto, “Masyarakat Indonesia memasuki abad ke - 21,
17
Universitas Sumatera Utara

direktorat jenderal pendidikan tinggi Departemen pendidikan dan kebudayaan”,
1998, Hal 21).
Anthony Giddens dalam Fadhilla Putra,dkk menyatakan gerakan sosial
sebagai upaya kolektif untuk mengejar kepentingan bersama atau gerakan
mencapai tujuan bersama atau gerakan bersama melalui tindakan kolektif
(collective action) diluar ruang lingkup lembaga - lembaga yang mapan.
Sedangkan Mansoer Fakih menyatakan bahwa gerakan sosial dapat diartikan
sebagai kelompok yang terorganisir secara tidak ketat dalam rangka tujuan sosial
terutama dalam usaha merubah struktur maupun nilai.
Menuurt Sztompka gerakan sosial juga dianggap sebagai salah satu fenomena
di era modernitas karena beberapa alasan seperti :
a. Kepadatan penduduk yang menyebabkan peluang mobilisasi meningkat
b. Rasa keterasingan yang memunculkan kerinduan terhadap sebuah
komunitas dengan solidaritas dan kebersamaan.
c. Meningkatnya ketimpangan sosial dan adanya transformasi demokratis
sistem politik yang membuka peluang bagi tindakan kolektif
d. Adanya keyakinan bahwa perubahan sosial dan kemajuan tergantung pada
tindakan manusia.
e. Meningkatnya pendidikan
f. Kemunculan dan menguatknya media massa yang sebagai instrumen yang
sangat kuat mengartikulasikan, membentuk, menyatukan keyakinan,
merumuskan dan menyebarkan pesan ideologis, serta membentuk
pendapat umum. (Sztompka dalam Amin, 2008:15)

18
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan pengertian - pengertian diatas, ada beberapa hal yang perlu
dicatat sebagai karakteristik yang melekat dalam gerakan sosial, yaitu :
1. Gerakan sosial merupakan salah satu bentuk perilaku kolektif. Menurut
para sosiolog, istilah perilaku kolektif secara harfiah mengacu pada
perilaku serta bentuk - bentuk peristiwa sosial lepas (emergent) yang tidak
dilembagakan (extra - institusional). Kalimat berguna oleh Asosiasi
Sosiologi Amerika untuk menyebut perilaku kolektif dan gerakan sosial.
2. Gerakan sosial senantiasa memiliki tujuan untuk membuat perubahan
sosial atau untuk mempertahankan suatu kondisi. Itu artinya, tujuan
sekelompok orang untuk melakukan gerakan sosial tidak selalu disadari
oleh motif perubahan, karena bisa saja disadari atau tidak, gerakan sosial
dilakukan untuk “mempertahankan” keadaan (status quo).
3. Gerakan sosial tidak identik dengan gerakan politik yang terlibat dalam
perebutan kekuasaan secara langsung.
4. Gerakan sosial merupak perilaku kolektif yang terorganisasi, baik formal
maupun tidak. Gerakan sosial merupakan gejala yang lahir dalam kondisi
masyarakat yang konfliktual. (Artikel Sadikin, Perlawanan Petani dan
Konflik Agraria Dalam Diskursus Gerakan Sosial, 2004, Hal 9).
Salah satu teori dari gerakan sosial adalah teori perilaku kolektif (collective
action). Teori ini berpijak pada pendekatan psikologi sosial. Konsep - konsep
yang berhubungan dengan teori ini yaitu ketegangan (strain), stres (stress), massa
(society), emosi (emotion) ketidakrasional (irrationality), penularan perasaan
(contagion), keterasingan (alienation), frustasi (frustation). (Khaldermasns, dalam
Dempos Manulu; 2009). Asumsi dasar dari teori ini bahwa gerakan sosial muncul
19
Universitas Sumatera Utara

sebagai respon terhadap perubahan sosial yang berlangsung cepat. Diakibatkan
oleh :
1. Ketidakmampuan institusi - institusi dan mekanisme kontrol sosial
memproduksi kohesi sosial.
2. Upaya masyarakat bereaksi terhadap situasi krisis dengan membangun
keyakinan bersama (Shared Belief) sebagai landasan baru bagi solidaritas.

20
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Strategi Bertahan Hidup Pemulung (Studi Deskriptif Pemulung yang Tinggal di Perumahan Cendana, Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa)

1 20 119

Pemulung Lansia di Kota Medan (Studi Pemulung Lansia di Lingkungan I Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan)

2 17 53

Analisis Kondisi Kemiskinan dan Tindakan Kolektif Masyarakat Pemulung Studi Deskriptif Pada Masyarakat Pemulung yang Berdomisili di Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung

1 18 118

PEMULUNG YANG TERMARGINALKAN: (Studi Sosial Ekonomi Masyarakat Pemulung di Kelurahan Lasoani) | . | Kreatif 3354 10444 1 PB

0 0 8

Pemulung Lansia di Kota Medan (Studi Pemulung Lansia di Lingkungan I Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan)

0 0 14

Analisis Kondisi Kemiskinan dan Tindakan Kolektif Masyarakat Pemulung Studi Deskriptif Pada Masyarakat Pemulung yang Berdomisili di Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung

0 0 13

Analisis Kondisi Kemiskinan dan Tindakan Kolektif Masyarakat Pemulung Studi Deskriptif Pada Masyarakat Pemulung yang Berdomisili di Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung

0 0 1

Analisis Kondisi Kemiskinan dan Tindakan Kolektif Masyarakat Pemulung Studi Deskriptif Pada Masyarakat Pemulung yang Berdomisili di Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung

0 0 10

Analisis Kondisi Kemiskinan dan Tindakan Kolektif Masyarakat Pemulung Studi Deskriptif Pada Masyarakat Pemulung yang Berdomisili di Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung

0 0 5

Analisis Kondisi Kemiskinan dan Tindakan Kolektif Masyarakat Pemulung Studi Deskriptif Pada Masyarakat Pemulung yang Berdomisili di Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung

0 0 7