BOOK Edy Prihantoro, Tri WR Stereotip Perempuan

STEREOTIP PEREMPUAN DALAM WACANA MEDIA
Edy Prihantoro dan Tri Wahyu Retnoningsih
Universitas Gunadarma
� edipri@staf.gunadarma.ac.id

Pendahuluan
Perspektif gender dalam masyarakat patriarki menunjukkan bahwa
peran gender laki-laki lebih dominan atau superior dibandingkan
perempuan. Pada konsep sosial (masyarakat) tersebut, wanita mendapat
posisi yang tidak diuntungkan secara kultural, struktural dan ekologis,
wanita dipojokkan ke dalam urusan reproduksi, menjaga rumah, dan
mengasuh anak (Umar, 1999). Secara umum dalam pembagian kerja
secara seksual, wanita diberi peran dan diposisikan untuk berkiprah
dalam ruang domestik atau rumah tangga, sedangkan laki-laki di
sektor publik. Ruang domestik merupakan sektor yang statis dan
konsumtif, sedangkan sektor publik adalah sektor yang dinamis dan
memiliki sumber kekuasaan, yang dapat menghasilkan serta dapat
mengendalikan perubahan sosial.
Paper ini mengangkat teks yang berjudul ‘Wanita Hebat’ pada
rubrik Karier Majalah Femina. Penulis mencoba membangun beragam
perspektif pemikiran tentang makna judul ‘Wanita Hebat’tersebut bagi

pembacanya. Perspektif pemikiran ini secara tidak sadar telah dibuat
oleh penulis untuk menyatakan ideologinya. Penulis memasukkan
pencitraan atau image yang tersembunyi di balik teks dan kemudian
dinyatakan secara tertulis yang ditujukan kepada pembaca. Hal ini
menunjukkan bahwa teks berkaitan erat dengan dunia atau konteks
yang melingkupinya. Majalah Femina sebagai sumber data menyiratkan
misi bahwa perempuan harus cerdas, mandiri, menyerap informasi
yang bersifat aktual dan mampu saling memberi inspiratif bagi sesama
kaumnya.
165

Kolase Komunikasi di Indonesia

Analisis Wacana Kritis mengkaji suatu wacana dengan
memfokuskan permasalahan sosial, relasi kuasa, dan ideologi.
Fairclough (1989) menyatakan dalam AWK, terdapat 3 unsur, yaitu
teks, interaksi, dan konteks. Ketiga unsur tersebut menjelaskan wacana
merupakan proses interaksi sosial dan melalui tahapan produksi dan
tahapan interpretasi. AWK juga mempelajari tentang dominasi suatu
ideologi serta ketidakadilan dijalankan dan dioperasikan melalui

wacana. Paper ini bertujuan (1) mengungkap tentang bagaimana
hubungan antara relasi gender terjadi dan dialami oleh kaum wanita
dalam kehidupannya, (2) memotret wacana sebagai proses sosial
dengan mengkaji struktur hubungan antarkuasa.

Kerangka Teori dan Metode Penelitian
Teori sikap (standpoint theory) memberikan kerangka untuk
memahami system kekuasaan. Teori sikap mengilustrasikan kesentralan
komunikasi baik dalam membentuk dan menyalurkan sikap. Selain
itu, teori ini menunjuk pada kegunaan komunikasi sebagai alat dalam
mengubah status quo dan menghasilkan perubahan. Dengan memberikan
suara bagi mereka yang pandangannya jarang di dengar (Buzzanell, 2004).
Fairclough (1995a) memandang wacana sebagai teks. Teks
digunakan untuk melihat bagaimana pemakai bahasa membawa nilai
ideologi tertentu sehingga diperlukan analisis yang menyeluruh karena
bahasa secara sosial merupakan bentuk tindakan dalam hubungan
dialektik dengan struktur sosial. Fairclough menyatakan tiga dimensi
AWK yaitu menganalisis teks (wacana sebagai teks), analisis praktis
wacana (wacana sebagai praktik diskursif), dan wacana sebagai praktik
sosiokultural. Tiga dimensi dalam AWK tersebut adalah deskripsi,

interpretasi dan eksplanasi. Sifat dan bentuk teks dapat dianalisis untuk
membongkar makna melalui :
1. Analisis tekstual terdiri atas (1) Kohesi gramatikal dan kohesi
leksikal. Kohesi gramatikal: referensi, subtitusi, elipsis, dan
konjungsi. Kohesi leksikal: sinonim, repetisi, kolokasi (Halliday,
1976). (2) Koherensi: kepaduan semantis dalam wacana yang
dicapai oleh faktor yang berada di luar teks.
2. Analisis Interpretasi, yaitu analisis wacana berfungsi untuk
mengetahui proses produksi dan penggunaan teks. Tahapan yang

166

Edy Prihantoro & Tri Wahyu Retnoningsih, Stereotip Perempuan dalam...

dilakukan adalah: (1) produksi teks (menganalisis pihak yang
terlibat dalam teks), (2) Konsumsi teks (menganalisis pihak yang
menjadi sasaran penerima teks).
3. Analisis Eksplanasi, yaitu analisis praktik sosial didasarkan pada
konteks sosial yang ada di luar teks dan dianalisis melalui level
situasional, institusional, dan sosial.

Ancangan Teoritis Wacana Kritis Berbasis Gender
Permasalahan gender berkaitan dengan kelas, hubungan sosial atau
kekuasaan, perubahan dalam cara produksi atau modes of production
dan memfokuskan diri pada konstruksi sosial gender yang diekspresikan
dalam peran keibuan, kekerabatan, dan perkawinan (McGee &Warms,
2008). Hubungan jenis kelamin atau gender dipandang sebagai suatu
yang problematis (Janet :1993). Di dalam masyarakat kapitalis Inggris
dan Indonesia yang dominan adalah ideology familialisme (ideologi yang
mengkonstruksi perempuan berperan di rumah tangga, sebagai ibu rumah
tangga, istri yang baik, dan ibu yang baik (Bhasin, 1999; Barret, 1980).
Ideologi familialisme ini sudah merasuk ke arena publik atau sosial. Analisis
gender (women studies atau gender studies) berkembang karena gerakan
wanita atau feminism. Saptari dan Holzner (1997) mengklasiikasikan
2 tujuan analisis gender, yaitu (1) memperoleh pemahaman tentang
perkembangan mekanisme hubungan yang asimetris atas dasar jenis
kelamin, dan (2) mencari strategi yang dapat mengubah situasi tersebut ke
situasi yang mewujudkan hubungan yang lebih simetris. Melalui perspektif
gender, Freedman (2001:51) mengemukakan pekerjaan domestik dan
mengurus anak yang tidak dibayar dianggap sebagai produk sistem patriarki
dan produksi kapitalis, yang memberi kekuasaan pada laki-laki atas wanita

melalui pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin.
Gender merupakan konstruksi sosiokultural atau kategori sosial
(feminitas dan maskulinitas) tercermin dalam perilaku, keyakinan dan
organisasi sosial. Ideologi gender yang melahirkan perbedaan gender
tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan
gender. Perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan
yang sering dicontohkan dengan istilah ‘marginalisasi’ dan ‘subordinasi’
kaum perempuan. Marginalisasi terhadap perempuan dapat dilihat
mulai dari lingkungan keluarga yaitu pembebanan kerja dalam
keluarga dan hak untuk menuntut pendidikan (karier). Subordinasi
167

Kolase Komunikasi di Indonesia

pada perempuan dilihat dengan menempatkan perempuan pada posisi
yang tidak penting dan terjadi karena ada pelabelan stereotip kultural
yang menganggap perempuan irrasional dan emosional sehingga tidak
layak berkarier tinggi karena akhirnya akan ke dapur.
Data yang digunakan adalah teks pada rubrik Karier Majalah
Femina dan dianalisis menggunakan AWK, yaitu (1) deskripsi (analisis

teks) berupa kosa kata, gramatika, struktur teks,, (2) interpretasi
(analisis proses), wacana sebagai praktik diskursif atau wacana sebagai
sesuatu yang dihasilkan, disebarluaskan, dan dikonsumsi atau disebut
produksi dan konsumsi teks. dan (3) eksplanasi (analisis sosial),
wacana sebagai praktik sosiokultural. Ketiga tahapan ini digunakan
untuk menganalis isi teks berbasis gender yang berjudul ‘Wanita Hebat’

Hasil Penelitian dan Diskusi
Persepsi atau apa pun yang diserap oleh panca indera dapat
dikomunikasikan dan dikodekan dalam bahasa. Bahasa mampu
mengarahkan bahasa yang berpotensi secara sosial. Sumber AWK adalah
persepsi yang dibagi kepada masyarakat. Pernyataan tersebut bersifat
ideologi dan berpotensi secara sosial di dalam masyarakat dan menjadi
ideologi. Ideologi tidak diartikan sesuatu yang negatif. Realitas juga
dapat ditampilkan dalam bahasa. Dalam hal ini bahasa berfungsi sebagai
konstruksi sosial dari realita dan sebagai representasi dari keadaan social
yang mencerminkan segala sesuatu yang ada dalam realitas. Melalui
analisis AWK Fairclough ditemukan hasil sebagai berikut:
Analisis Deskripsi (analisis teks)
Pada tahap ini, judul berita menunjukkan struktur kalimat pasif

dan modus kalimat imperatif dengan subjeknya ‘wanita’. Terdapat
modalitas aletis yang bersangkutan dengan keperluan. Penanda unsur
leksikal ‘harus’. Meskipun tidak secara eksplisit ditemukan, namun kata
’tancap gas’, jangan buru-buru,’fokuslah’’buat target puncak’, dan ‘mulai
belajar’menggambarkan kata ‘harus’.
Analisis Kosa Kata
Kata ‘wanita’ yang merujuk pada /wa·ni·ta/ n perempuan dewasa: karier
wanita yg berkecimpung dalam kegiatan profesi (usaha, perkantoran, dsb);
lebih dipilih oleh penulis dibandingkan kata ‘perempuan’ /pe·rem·pu·an/ n 1

168

Edy Prihantoro & Tri Wahyu Retnoningsih, Stereotip Perempuan dalam...

orang (manusia) yg mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan
anak, dan menyusui. Pemilihan kata ‘wanita’ dalam teks mempraanggapkan
bahwa kosa kata tersebut berkonotasi positif, sedangkan kata ‘perempuan’
berkonotasi negatif, seperti sebutan perempuan jalang, perempuan yg nakal
dan liar yg suka melacurkan diri, sehingga penyebutan ‘wanita dipandang
lebih berkelas dan lebih terhormat’. Kohesi leksikal ini digunakan untuk

mendapatkan keserasian struktur secara kohesif. “Wanita hebat’ pilihan
frasa yang menunjukkan posisi superior perempuan atas diri laki-laki
pada karier.. Frasa ‘peran ganda’ bermakna pembebanan kerja yang tidak
seimbang antara laki-laki dan perempuan sering disebut double burden.
‘Sebagian orang punya potensi ‘elang’, tapi tak sedikit yang berperilaku
seperti ‘kura-kura’ sebagai bentuk ‘depersoniikasi’ (menampilkan orang
sebagai binatang. Unsur yang dibandingkan orang: elang dan kura-kura).
Komponen makna penyama adalah ‘makhluk hidup’ dan komponen
makna pembeda adalah ‘binatang’.
Analisis Kohesi
Teks biasanya memiliki struktur tertentu dan struktur itu juga
ditentukan oleh kelengkapan struktur kalimat. Sebagian faktor yang
menenentukan kelengkapan kalimat adalah kohesi. Hasil analisis
menunjukkan wacana mengandung temporal tahun 2002, 2004, 10
tahun mendatang, pemarkah kausal ‘karena’, pemarkah adversatif
‘tapi’, ‘namun’, pemarkah, dan pemarkah aditif ‘dan’. Hasil analisis data
sebagai berikut:
1. Kohesi gramatikal
Melalui kohesi gramatikal ditemukan unsur referensi yang
menunjukkan hubungan antara kata dengan benda yang dirujuknya.

Referensi menurut acuannya dibedakan atas referensi eksoforis dan
referensi endoforis. Analisis referensi dapat ditunjukkan pada contoh
berikut:
(1)

Misalnya Anda ingin suami meletakkan kembali handuk
pada tempatnya setelah ia gunakan. Mulailah dengan
kalimat: Sayang, aku akan sangat terbantu kalau kamu mau
meletakkan handuk di jemuran setelah dipakai.

(2)

Dukungan dari suami dan anak mutlak diperlukan. Dengan
adanya dukungan ini, wanita tidak sendirian terjebak dalam
masalah.
169

Kolase Komunikasi di Indonesia

Pada contoh (1) ditemukan referensi endoforis sebagai bentuk

hubungan antara bagian yang satu dengan bagian lainnya dalam
teks. Hubungan ini menunjuk pada anteseden yang telah disebutkan
sebelumnya, yaitu kata ‘suami’ digantikan dengan kata’sayang’(kata
sebutan lain dari suami). Contoh (2) menunjukan referensi pelesapan
(elipsis), yaitu menunjuk pada frasa ‘suami dan anak’ digantikan
dengan kata ‘ini’.
(3)

Sebenarnya ini sebuah komplain, tetapi dengan cara ini,
suami tidak akan merasa dipersalahkan (‘ini’ subtitusi verba
(tindakan).

(4)

Ibu dua anak ini sempat berhenti bekerja setelah menikah
dan Hijrah ke Singapura tahun 2002. Dini kembali ke
Indonesia tahun 2004 dan bekerja di JWT sebagai Client
Service Director (subtitusi nominal).

(5)


Saya selalu berusaha menjaga hati supaya apa pun yang orang
lihat dan katakan, saya tidak terpengaruh,”tutur ibu satu putri
ini (subtitusi nominal mengganti ‘Mira’(subtitusi nominal)

(6)

Menurut Dini, sukses itu tumbuh ketika ia semakin happy
dengan profesi yang dipilihnya. “Kita selalu terkungkung dengan
background akademis atau pilihan orang tua. Saya sendiri
berusaha keluar dari sesuatu yang konvensional, tutur Dini
yang berani mengambil risiko untuk mengejar karier impian
(referensi nominal)

(7)

Sebagai wanita, ada baiknya kita mengadaptasi mentalitas
elang ini, karena wanita pada dasarnya sudah kuat, seperti
elang. (konjungsi intrakalimat)

Contoh (3) menunjukkan subtitusi nominal lanjutan dari contoh
(1) ini merujuk pada tindakan yang dilakukan istri’ Misalnya Anda
ingin suami meletakkan kembali handuk pada tempatnya setelah
ia gunakan’ini’ merupakan tindakan yang harus dilakukan suami.
Contoh (4) dan (5) merupakan contoh subtitusi nominal , Ibu dua
anak ini untuk mengganti kata ‘Dini’ dan (6) ibu satu putri ini untuk
mengganti kata ‘Mira’. Contoh (6) menunjukkan referensi nominal,
kata ‘ia’ merujuk pada ‘Dini’. Selanjutnya contoh (7) menunjukkan
adanya konjungsi intrakalimat dengan ditemukannya kata ‘karena’
yang menghubungkan antarklausa dalam kalimat.
170

Edy Prihantoro & Tri Wahyu Retnoningsih, Stereotip Perempuan dalam...

2. Kohesi Leksikal
(8)

Sabar itu merupakan kekuatan wanita. Saya termasuk orang
yang sabar. Dan resep kesabaranlah yang membuat saya
mampu bertahan dan dealing dengan birokrasi.

(9)

Jangan pernah merasa takut pada kesuksesan dan membiarkan
kecemasan menghantui pikiran Anda. Fokuslah pada potensi
apa yang bisa Anda keluarkan dari dalam diri Anda

(10) Mereka ini memiliki amunisi lengkap untuk meraih posisi
puncak, tapi mereka memilih membenamkan diri dalam
zona aman yang membuat mereka nyaman.
No. (8), (9), (10) menunjukkan adanya reiterasi repetisi kata‘saya’,
‘Anda, dan ‘mereka’.
(11) Atau memang wanita tidak memahami kekuatan dalam
dirinya? Eileen mengungkapkan, wanita sering kali masih
tidak percaya dengan power yang ia miliki.
(12) Dengan mengetahui kelemahan dan kekurangan tersebut,
saya jadi tahu apa yang harus diperbaiki dan apa yang bisa
saya maksimalkan untuk mencapai target.
Sinonimi ditemukan pada contoh (11) dan (12), sinonim kata
‘kekuatan’ dan ‘power’,   perihal kuat tentang tenaga; gaya’ dan kata
‘kelemahan dan kekurangan’  n  keadaan (sifat dsb) lemah:  hal itu
merupakan ~ pd dirinya;~ kurang mampu (KBBI online).
(13) Tapi, dibalik prolema peranganda, apakah sebetulnya ada masalah
lain dalam diri wanita, karena wanita masih kurang percaya diri
untuk menembus posisi puncak yang didominasi para pria?
(14) Elang betina tetap menjaga dan merawat anak-anaknya.
Namun, ia juga mencarikan makan untuk anaknya.
Contoh (13) dan (14) menunjukkan konjungsi adversatif ‘tapi’ dan
‘namun’ yang menjadi penghubung kalimat sebelumnya. Kolokasi juga
ditemukan pada ‘mentalitas elang’ (mentalitas kuat), melesatkan karier’
(mencapai karier dengan sangat cepat). Terjadi penyimpangan makna
pada contoh orang : elang ; orang : kura-kura, ‘orang’ tidak berkolokasi
dengan ‘elang’ dan ‘kura-kura’. Analisis hubungan kohesif dalam teks
ini memungkinkan kita mengetahui bagaimana peranan penulis dan
apa yang ingin disampaikan kepada pembaca.
171

Kolase Komunikasi di Indonesia

Analisis Koherensi
Koherensi bertolak dari penafsiran terhadap teks. Koherensi
dikaitkan dengan makna semantis yang terkandung dalam teks. Hasil
analisis koherensi sebagai berikut:
1. menunjukkan hubungan alasan-sebab, yaitu pertanyaan ‘mengapa
sulit dicapai ? (dalam arti posisi tinggi dalam karier) sebabnya tidak
banyak wanita yang berhasil’:
(*Mencapai posisi tinggi dalam karier, bagi wanita, ibarat
langit-langit tanpa kaca, terlihat namun sulit dicapai Pada
kenyataannya, memang tidak banyak wanita yang berhasil
menembusnya.
(*Sebagian orang punya potensi elang, tapi tak sedikit yang
berperilaku seperti kura-kura.
Contoh tersebut menunjukkan adanya hubungan ibarat atau
perumpamaan yang ditunjukkan dengan kata ‘ibarat’, posisi
tinggi dalam karier (wanita) diibaratkan langit-langit tanpa
kaca. Kata ‘elang betina’ diumpamakan dengan wanita’ dan
‘elang jantan’ ialah laki-laki.
(*‘Buat target puncak dan mulailah belajar mengendalikan
permainan’. Contoh tersebut menunjukkan hubungan aditif
waktu yang simultan.
Analisis koherensi menunjukkan adanya jalinan makna antarbagian
dalam wacana, ditemukan hubungan alasan-sebab, hubungan ibarat
atau perumpamaan, dan hubungan aditif waktu.
Analisis Ko-teks
Dikaitkan dengan teks, dilakukan analisis ko-teks yang menjelaskan
teks bersifat sejajar, koordinatif, dan memiliki hubungan dengan teks
lainnya serta teks yang satu mempunyai hubungan dengan teks lainnya
dapat ditunjukkan pada analisis berikut:

172

(1)

Caranya, Cut membagi fase-fase apa saja yang ia perlu lalui. Lalu,
ia menuliskan kelemahan dan kekurangan yang dimilikinya.

(2)

Menurut Verauli, ada dua cara yang harus dilakukan, yaitu
melibatkan keluarga dan menggunakan waktu secara efektif
dan efesien. Untuk itu, anggota keluarga harus saling terkait
dan memiliki peran serta tanggung jawab yang berbeda.

Edy Prihantoro & Tri Wahyu Retnoningsih, Stereotip Perempuan dalam...

Contoh di atas melibatkan kata ‘lalu’ dan ‘untuk itu’ yang
menunjukkan adanya hubungan sejajar dan koordinatif pada kedua
kalimat di atas. Keberadaan ko-teks dalam struktur wacana ini
menunjukkan bahwa teks tersebut memiliki struktur yang saling
berkaitan satu sama lain.
Analisis Interpretasi
Penghubungan antara apa yang ada di dalam teks dan apa yang ada
di dalam benak pembaca.
a. Produksi Teks.
Kesetaraan itu diartikan memberi kesempatan yang sama kepada
perempuan untuk berkarier dan punya penghasilan sendiri. Penulis
mempunyai visi terhadap kesadaran pemberdayaan perempuan dan
mengetahui bahwa pembaca mencari keseimbangan dalam hidup
yang lebih mendalam dan ingin mengembangkan diri lebih jauh.
Femina ingin membantu mencari solusi terhadap perempuan yang
masih bingung ketika mulai melangkah ke luar rumah, mengenai
isu perempuan, isu nasional, serta kebutuhan yang tinggi tentang
pengetahuan tentang berkarier di tempat kerja.
b. Konsumsi Teks
Perkembangan media massa menjadikan perempuan sangat
potensial dan menjadi bagian penting dalam budaya massa sehingga
perempuan dapat mengidentiikasi diri dan memberi sumbangan
potensial bagi kemajuan dirinya dan kaumnya. Penyebutan ‘Anda’ dan
‘kita’, menunjukkan penulis berusaha menempatkan pembaca pada
posisi kelas menengah dan sekaligus menempatkan penulis pada kelas
yang sama. Melalui media ini dimaknai bahwa persepsi dan citra
‘perempuan’ selalu direpresentasikan sebagai bagian dalam masyarakat
golongan ini, yaitu cantik, pintar, mandiri dan kaya.
Analisis Eksplanasi
Bentuk penghubungan teks dengan institusi dan sosial budaya,
terdiri atas 3 level, yaitu
a. Level Situasional
Peran gender bagi seseorang bergantung pada nilai budaya yang
berkembang di dalam masyarakatnya. Peran perempuan di sektor domestik
173

Kolase Komunikasi di Indonesia

sebagai pengelola rumah tangga menyebabkan perempuan menanggung
beban kerja domestik yang lebih banyak. Stereotip suatu generalisasi tentang
sifat yang dianggap dimiliki oleh laki-laki dan perempuan mengatakan
laki-laki rasional dan logis, wanita sebaliknya, laki-laki mandiri, wanita
bergantung, laki-laki objektif, wanita subjektif. Wanita ditempatkan pada
karakteristik yang dianggap khas wanita. Seperti contoh berikut :
(*Bidang yang saya tekuni ini didominasi oleh pria, namun saya tak
gentar. Saya yakini diri saya bahwa saya mampu menjalankan
kepercayaan tersebut.
(*Kita harus bisa cepat tanggap dengan perubahan yang terjadi
di lingkungan kerja. Dan sebagai wanita kita semua memiliki
kemampuan ini, hanya tinggal dipertajam saja.
Stereotip gender menjadikan perempuan mendapat label negatif yang
mewakili semua bentuk kelemahan dan keputusasaan. Perempuan
harus berusaha dan berjuang keras untuk menghilangkan pelabelan
negatif tersebut seperti contoh berikut:
(*Wanita harus dapat menyadari potensi yang dimiliki dalam dirinya
dan mengeluarkannya dengan percaya diri. Jangan pernah merasa
takut pada kesuksesan dan membiarkan kecemasan menghantui
pikiran Anda.
Masyarakat beranggapan bahwa tugas utama wanita adalah melayani
keluarga.
(*Mengenai pembagian peran, Verauli berpendapat, wanita harus bisa
memulainya dengan mengenali berapa persen peran dalam rumah
tangga yang dapat didelegasikan pada keluarga.
b. Level Institusional
Tahap eksplanasi institusional mengkaitkan kalimat dengan
posisi dan institusi tempat perempuan berkarier, seperti penulis
menggunakan huruf capital pada bagian-bagian tertentu dalam judul,
sub judul, dan informasi posisi dan jabatan pada tokoh di dalam teks
seperti ‘Direktur Utama PT Sarinah Persero’ CEO Saatchi dan Saatchi
Indonesia, GM Customer Service PT XL AXIATA. Institusi tersebut
sangat menarik bagi kaum perempuan di Indonesia. Penulisan huruf
kapital menunjukkan adanya penekanan institusi yang memberi relasi
kuasa terhadap objek yaitu pembaca ‘perempuan’. Sub judul dibuat
174

Edy Prihantoro & Tri Wahyu Retnoningsih, Stereotip Perempuan dalam...

oleh penulis menunjukkan pengaruh atau ideology yang kuat dengan
penggunaan kata ‘membuktikan’, ‘membidik’, ‘posisi puncak’, ‘berhasil
meraihnya’. Stereotip gender yang terdapat di dalam teks dipengaruhi
oleh kelas sosial, menengah, dan bawah. Penggunaan kata’dealing,
happy, support system, grouping, asking, dan improving, sebagai bentuk
aktivitas, perasaan, dan tindakan membuktikan bahwa subjek ada pada
posisi dan relasi kuasa yang setara dengan laki-laki. Hal ini dilakukan
sebagai bentuk antisipasi munculnya stereotip di dalam masyarakat.
c. Level Sosial
Stereotip telah menimbulkan ketimpangan gender di masyarakat,
terutama terhadap perempuan. Hal ini yang menimbulkan adanya
ketidakadilan gender berupa dominasi laki-laki atas perempuan yang
terajut dalam subordinasi, marginalisasi, dan diskriminasi terhadap
perempuan, yang terjadi dari mulai rumah tangga, pekerjaan, dan
posisi di masyarakat sosial.
(*Menurut Eileen, untuk dapat melesatkan karier dan membidik posisi
puncak, seseorang harus memiliki mentalitas elang. Jika medan
karier diibaratkan sebagai medan pertarungan, untuk menjadi
seperti elang, seseorang haruslah fokus pada tujuan yang ingin
dicapai dan berusaha mengendalikan permainan.)
(*Jika kebahagiaan Anda adalah dengan berkarier, maka jangan ragu
untuk mengatakan pada pasangan bahwa Anda ingin berkarier.
Buat target puncak dan mulailah belajar mengendalikan permainan.
Penulis mengemukakan bahwa karier merupakan ajang kompetisi
dan mengaktualisasikan kaum birokrat dengan menunjukkan stratiikasi
jabatan dan peran sosial, seperti ‘posisi puncak’, ‘medan karier’,
‘target puncak’. Muncul kompetisi (antara laki-laki dan perempuan),
posisi yang tidak imbang dan terlihat berusaha keras memasukkan
ideologinya. Perempuan harus bekerja keras agar mendapatkan posisi
yang imbang dengan laki-laki bahkan mungkin posisi yang lebih
dominan (mulailah belajar mengendalikan permainan). Ideologi yang
sama dapat dilihat pada contoh berikut:
(*Inilah contoh wanita yang memiliki mentalitas elang. Dia harus berani
mengubah perspektif dalam dirinya. Mengambil kesempatan yang
ada dan tidak takut pada kritikan. Wanita dengan mentalitas elang
adalah wanita yang memiliki pandangan luas
175

Kolase Komunikasi di Indonesia

Kutipan di atas sebagai bukti bahwa perempuan yang bermental
elang atau berpandangan luas yang dapat mensejajarkan posisinya
dengan suami di dalam rumah tangga.
(*Kelola waktu seefektif mungkin dan dengan cara grouping, membagi
tugas dalam satu waktu serta melakukan tugas yang dianggap
mirip secara bersama-sama (asking), aktif bertanya dalam hal-hal
yang tidak Anda ketahui kepada rekan kerja atasan atau dengan
cara browsing internet, dan improving, mengikuti kursus, training,
kuliah kembali.
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa perempuan harus bergerak
cepat dalam mensejajarkan diri dengan kaum laki-laki.
Stereotip sebagai suatu konsep yang berkaitan dengan peran gender
dapat diilustrasikan sebagai gambaran bahwa wanita adalah makhluk
yang lemah, emosional, dan pasif, sedangkan laki-laki makhluk yang
kuat, jantan, perkasa, dan rasional. Hal ini terlihat pada kutipan berikut:
(*Tapi, dibalik problema peran ganda, apakah sebetulnya ada masalah
lain dalam diri wanita, karena wanita masih kurang percaya diri
untuk menembus posisi puncak yang didominasi para pria? Atau
memang wanita tidak memahami kekuatan dalam dirinya?
(*Eileen mengungkapkan, wanita sering kali masih tidak percaya
dengan power yang ia miliki.
Kutipan di atas membuktikan adanya marginalisasi yang tampak
dalam peminggiran perempuan dalam bidang pekerjaan daripada
laki-laki. Subordinasi muncul dengan anggapan bahwa perempuan
tidak penting dan tidak mungkin berada di puncak karier. Adanya
stereotip yang menentukan bahwa tugas utama perempuan sebagai
ibu rumah tangga dan laki-laki sebagai pencari nakah menyebabkan
adanya anggapan bahwa penghasilan perempuan adalah penghasilan
tambahan dan cenderung tidak dihitung. Subordinasi kebanyakan
timbul karena pelabelan negatif.
(*Seekor elang tidak bisa dibedakan antara betina atau jantan saat terbang
mencari makan. Elang betina tetap menjaga dan merawat anakanaknya. Namun, ia juga mencarikan makan untuk anak-anaknya.
Terbukti elang mampu menjalankan peran gandanya dengan maksimal.
Sebagai wanita, ada baiknya kita mengadaptasi mentalitas elang ini,
karena wanita pada dasarnya sudah kuat seperti elang).
176

Edy Prihantoro & Tri Wahyu Retnoningsih, Stereotip Perempuan dalam...

(*Kecenderungannya, ketika wanita bekerja sudah berkeluarga, maka
ia seakan mengerem langkahnya. Tentu ini ada kaitannya dengan
istilah peran ganda yang seolah disematkan di pundak wanita).
Penulis mencoba meletakkan pondasi yang kokoh untuk
menggambarkan kekuatan perempuan. Kutipan di atas menunjukkan
bahwa laki-laki dan perempuan yang sama-sama diibaratkan sebagai
elang, mempunyai peluang dan kesempatan yang sama dalam berkarier
(mencari nakah)  ; ‘Seekor elang tidak bisa dibedakan antara betina
atau jantan saat terbang mencari makan’. Elang betina juga mempunyai
peran ganda (double burden), yaitu harus mencari makan dan merawat
anak-anak di rumah seperti halnya kodrat perempuan. Label double
burden bagi perempuan juga sangat kuat apalagi jika sudah menikah.
Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat relasi kuasa yang dominan
dari laki-laki (suami) terhadap istri.
(*Berdasarkan pengalaman Mira dan Dini yang telah berkeluarga dan
memiliki anak, dukungan dari suami dan anak, mutlak diperlukan.
Dengan adanya dukungan ini, wanita tidak sendirian terjebak
dalam masalah. Dengan support system yang dikelola dengan baik,
tidak ada lagi istilah peran ganda bagi wanita pekerja.
(*Keluarga harus mendukung karier agar kehidupan lebih seimbang.
Wanita harus menjadikan keluarga sebagai support system. Untuk
itu, anggota keluarga harus saling terkait dan memiliki peran serta
tanggung jawab berbeda.
Relasi kuasa keluarga atau suami juga cukup dominan dalam karier
seorang perempuan. Seperti kutipan di atas yang relatif menjadikan
keluarga sebagai support system untuk keberhasilannya. Di bagian ini
penulis menyuguhkan realita lain yaitu membiarkan kuasa penuh atas
nama laki-laki (suami) dalam kehidupan kariernya. Hal ini sekaligus
membuktikan bahwa anggapan kaum patriarki bahwa perempuan
lemah menjadi terbukti.
(*Misalnya anda ingin suami meletakkan kembali handuk pada
tempatnya setelah ia gunakan. Mulailah dengan kalimat: Sayang,
aku akan sangat terbantu kalau kamu mau meletakkan handuk di
jemuran setelah dipakai. Sebenarnya ini sebuah complain, tetapi
dengan cara ini, suami tidak akan merasa dipersalahkan.

177

Kolase Komunikasi di Indonesia

Kedudukan laki-laki (suami) yang superior dalam keluarga
sering membuat istri tidak dapat bersikap keras, seperti memerintah,
memojokkan, sebaliknya harus selalu berbakti, mengabdi, tunduk
perintah dan selalu meminta izin pada suami karena suami
sebagai penguasa tunggal rumah tangga dan penghasil nakah bagi
keluarga. Jalan keluar yang disarankan oleh penulis merupakan citra
pemberontakan atau mendobrak relasi kuasa dominan laki-laki
terhadap perempuan menggunakan cara yang khas yaitu kelembutan
dan ketidakberdayaan.

Kesimpulan
Berdasarkan teks yang telah dianalisis dapat disimpulkan bahwa
wacana yang dimunculkan dalam media menunjukkan bahwa
perempuan tidak seharusnya lemah, melainkan harus pintar dan
mandiri. Teks ‘wanita hebat’ mengandung ideologi tertentu yang
ditargetkan penulis agar masyarakat dapat mengikuti alur keinginan
tersebut. Media dapat menjadikan kaum perempuan mandiri dan
mempunyai karier yang bagus’, menunjukkan media berperan besar
untuk membangun image atau pencitraan dan pola pikir tertentu dari
pembacanya. Melalui analisis wacana kritis ditemukan ideologi yang
mengkonstruksi perempuan dalam perannya di dalam keluarga, sebagai
ibu rumah tangga, istri yang baik, dan ibu yang baik. Terdapat relasi
kuasa yang didominasi oleh laki-laki terhadap perempuan, meskipun
selanjutnya penulis lebih mengarah kepada tujuan penyetaraan gender
dengan menyatakan kelemahan pada laki-laki yang dapat antisipasi
oleh perempuan untuk menghindari perlakuan marginalisasi dan
subordinasi terhadap dirinya. Melalui Analisis Wacana Kritis Fairclough
terbukti adanya relasi antarkuasa melalui bahasa.

178

Edy Prihantoro & Tri Wahyu Retnoningsih, Stereotip Perempuan dalam...

Referensi:
Barret, Michele and McIntosh, Mary. 1980.he ‘Family Wage’: Some
Problems for Socialists and Feminists, Capital and Class, no -11,
Summer, 51-72.
Bhasin, Kamla and Khan, Nighat Said. 1999. Some Questions on
feminism and its Relevance in South Asia, Kali for Women, New
Delhi
Fairclough, N. (1989). Language and Power. London: Longman.
Fairclough, N. (1995a). Critical Discourse Analysis. he Critical Study of
Language. London: Longman.
Faunda, Liswijayanti. November 2012. “Wanita, Saatnya’Tancap Gas”
Majalah Femina. No. 43/XL.3-9. Hal 86-89.
Freedman, Jane. 2001. Concepts in the Social Sciences. Feminism.Great
Britain by St Edmundsbury Press, Bury St Edmunds
Halliday, MAK dan Ruqiya Hassan, 1976. Cohesion in English. NY:
Oxford UP.
McGee, R. Jon and Richard L. Warms. 2008. Anthropological heory:
An Introductory History Fourth Edition. New York: McGrawHill.
Morissan. 2013. Teori Komunikasi : Individu Hingga Massa. Jakarta:
Kencana.
Saptari dan Holzner. 1997. Perempuan, Kerja, dan Perubahan Sosial:
Sebuah Pengantar Studi Perempuan. Jakarta: Pustaka Utama
Graiti
Umar, Nazaruddin, 1999. Argumen Kesetaraan Gender. Jakarta  :
Paramadina.

179