PERJUANGAN KAUM KIRI DI MADIUN 1948

PERJUANGAN KAUM KIRI DI MADIUN 1948

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah

  Disusun Oleh : Daniel Dwi Nugroho

  NIM: 024314014 NIMR

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009

  Skripsi

PERJUANGAN KAUM KIRI DI MADIUN 1948

  Oleh Daniel Dwi Nugroho

  NIM: 024314014 NIRM:

  Pembimbing Drs. Ig. Sandiwan Suharso. tanggal Februari 2009 ii

  

Skripsi

PERJUANGAN KAUM KIRI DI MADIUN 1948

  Dipersiapkan dan ditulis oleh Daniel Dwi Nugroho

  NIM: 024314014 NIMR:

  Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal Januari 2009 dan dinyatakan memenuhi syarat

  Susunan Panitia Penguji Ketua : Prof. Dr. P. J. Suwarno., S.H.

  Sekretaris : Drs. H. Purwanta., M.A. Anggota : Drs. Hb. Hery Santosa., M.Hum.

  Drs. Ig. Sandiwan Suharso. Drs. Silverio R.L.A.S., M.Hum.

  Yogyakarta, Januari 2009 Fakultas Sastra

  Universitas Sanata Dharma Dekan,

  Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., iii

  

Halaman Persembahan

Ibu, Ayah …..

  Hanya tulisan ini yang bisa Anakda persembahkan untuk pengorbanan dan kesabaran kalian selama ini.

  Untuk mereka di seantero bumi ini. iv

  

Pernyataan Keaslian Karya

  Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan, catatan kaki dan daftar pustaka, sebagai layaknya karya-karya ilmiah.

  Yogyakarta, Februari 2009 Penulis,

  Daniel Dwi Nugroho v

  

ABSTRAK

Daniel Dwi Nugroho

  UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA Skripsi ini berjudul Perjuangan Kaum Kiri di Madiun 1948ini beranjak dari dua permasalahan. Pertama, peran kaum kiri dalam perjuangan kemerdekaan. Kedua, latar belakang kegiatan kaum kiri dalam pergerakan Komunis di Indonesia tahun 1947 – 1948. Untuk membahas masalah itu maka skripsi ini akan mendekati dengan teori konflik.

  Penulisan sejarah politik, terutama yang berkaitan dengan kaum kiri merupakan masalah yang selalu menarik untuk diangkat. Kaum kiri identik dengan pemikiran yang bersebrangan dengan pemerintah yang sah yaitu Negara, golongan agamawan dan militer. Kaum kiri terdiri dari kelompok-kelompok yang berideologi kerakyatan. Selain itu kaum kiri diidentifikasikan sebagai golongan yang menentang pemerintah dan sering disamakan ideologinya dengan ideologi komunis. Padahal dalam kenyataannya kaum kiri sering terdiri dari beberapa kelompok ideologi yang berbeda-beda. Perselisihan antara kaum kiri dengan Pemerintah di tahun 1947 – 1948 semakin meruncing sehingga mengakibatkan konflik yang berujung pada konflik bersenjata.

  Penulisan ini bertujuan mendiskripsi dan menganalisa perjuangan kaum kiri di Madiun 1948 dan ada tidaknya actor intelektual yang bertanggung-jawab atas peristiwa Madiun 1948. Tulisan ini memuat pembahasan serta analisa mengenai latar belakang, perjuangan kaum kiri sampai peristiwa Madiun 1948. Metode yang di gunakan dalam penulisan ini adalah deskriptif – analitis. Penulisan ini didasarkan pada sumber berupa buku-buku dan artikel di internet.

  Secara garis besar, tulisan ini ingin membuka ingatan masa lalu kita bahwa pernah ada perjuangan yang dilakukan oleh kaum kiri di Madiun 1948. Peristiwa Madiun 1948 sebenarnya bukan merupakan sebuah pemberontakan, melainkan sebuah pergolakan rakyat di Madiun yang kemudian di politisir. Di sisi lain kaum kiri khususnya PKI menerima tekanan dari dalam, yang dilakukan oleh Pemerintah Hatta dan dari luar yang dilakukan oleh Amerika Serikat. vi

  

ABSTRACT

Daniel Dwi Nugroho

  UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA The title of this thesis, The Left-ish group struggle in Madiun 1948 came from two problems. The first was the role of the Left-ish group in the struggle of independence. The second is the background of the left-ish group activity in the Communist movement in Indonesia in 1947 – 1948. In describing these problems this thesis will approach the problems with political theoris.

  The writing of the political history, especially one that is related with the left-ish movement is always an interesting problem to write about. The left-ish movement is always identified as a movement that is opposed to the government, religion and military group. The left-ish group is made up of groups that make it’s ideology based on the society. Besides, the left-ish movement is often thought as an opposition the government and its ideology thought to be the same as one from the Communist party. But actually the left is always made up of many different groups with different ideologies. The conflict between the left-ish group and the government in 1947 – 1948 keeps on getting deeper and lead up to a struggle of arms.

  This thesis is written to describe and analyze the left-ish group struggle in Madiun 1948 and the fact if there is or there is no intelectuall actor that is responsible for the Madiun 1948 incident. This writing describes and analyzes the background, and the struggle of the left-ish group upto the Madiun 1948 incident. The method used in this thesis is descriptive – analytical. The writing is based from books and internet articles.

  Broadly, this writing wants us to remember the past and that there was a struggle that was done by the left-ish group in Madiun 1948. The Madiun 1948 incident is actually not a rebellion, it is a revolt of the people in Madiun that was later on politicized. On the other hand the left-ish group, especially PKI is being pressed down internally from that of the Hatta government and externally from the United States America. vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Daniel Dwi Nugroho Nomor Mahasiswa : 024314014 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

  “PERJUANGAN KAUM KIRI DI MADIUN 1948”

  beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 25 Maret 2009 Yang menyatakan Daniel Dwi Nugroho viii

KATA PENGANTAR

  Akhirnya proses panjang itu selesai juga bersamaan dengan selesainya penulisan skripsi ini. Satu tahap dari sebuah proses pencarian akan ilmu pengetahuan telah dilalui. Begitu banyak tantangan yang mengiringi dinamika penulisan skripsi ini. Mulai dari keharusan untuk segera menyelesaikan studi, beban ekonomi keluarga, kebingungan akan topik skripsi, kesulitan mencari bahan-bahan untuk mendukung tulisan hingga rasa jenuh dan bosan akan situasi.

  Beruntung orang-orang disekeliling penulis, mulai dari staf pengajar dan kawan- kawan mahasiswa di jurusan ilmu sejarah tak bosan dan tak henti-hentinya memberi dukungan moril untuk menyelesaikan apa yang sudah penulis tempuh. Semua itu telah memberi warna dalam proses panjang ini.

  Dengan selesainya skripsi ini, maka sudah sepantasnya penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Sang pemilik hidup, yang telah melimpahkan begitu banyak kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Tanpa dampingan Tuhan, penulis tak akan pernah mampu mengarungi tahap yang kadang membuat penulis ingin menyerah di tengah jalan. Tapi berkat-Nya yang telah menguatkan hati penulis untuk senantiasa percaya bahwa garis akhir akan mampu ditempuh.

  Penyelesaian skripsi ini melibatkan banyak pihak yang secara terus- menerus bersedia membimbing, mengarahkan, mendukung dan memberikan bantuan serta doa pada penulis. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada mereka dan tak akan pernah melupakan perhatian serta sumbangan ide-ide baru. Ucapan terima kasih pertama kali penulis sampaikan ix kepada kedua orang tua tercinta. Kepada ibuku yang tercinta Kusmulatsih yang selalu percaya dan sabar dalam mengasuh, membesarkan, dan membimbing anak- anaknya. Beliaulah sumber inspirasi terbesar yang selalu mengiringi setiap langkah penulis untuk selalu memberikan dan mempersembahkan yang terbaik.

  Kepada Opa Supangat dan Oma Kusyati yang selalu mendukung dan mengingatkan penulis tentang “bagaimana perkembangan skripsi”, menjadi cambuk sekaligus dukungan dan semangat bagi penulis untuk segera mungkin mengabulkan keinginan mereka untuk lulus.

  Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada segenap staf pengajar di Fakultas Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sanata Dharma yang telah memberi banyak dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada Bapak Hb. Hery Santosa M. Hum., selaku Ketua Program Studi Ilmu Sejarah yang sejak awal senantiasa menanamkan kepercayaan diri kepada para mahasiswanya serta membuka tangan dan ruang kerjanya lebar-lebar untuk menampung kelah kesah dan gelak tawa penulis.

  Bapak Drs. Ign. Sandiwan Suharso, dan Drs. H. Purwanta, M.A. selaku pembimbing yang selalu memotivasi dengan penuh kesabaran dan bersedia meluangkan waktu di sela-sela aktivitasnya untuk memberikan bimbingan, konsultasi, referensi, dan koreksi terhadap skripsi ini. Penulis yakin tanpa bantuan dukungan, motivasi dan kepercayaan yang beliau berikan, skripsi ini tak akan pernah selesai.

  Terima kasih pula kepada seluruh staf pengajar pada Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan berbagai ilmu yang x mencerahkan penulis dalam setiap materi perkuliahan yaitu: Bapak Drs. Silverio R.L. Aji Sampurno, M.Hum. atas berbagai kepercayaan dan beberapa pengalaman yang luar biasa. Romo Dr. F. X. Baskara Tulus Wardaya, S.J atas berbagai ide-ide yang hebat yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Drs. H. Purwanta, M.A. atas pengenalan tentang dasar-dasar metode sejarah. Dr. St. Sunardi, Drs. Anton Haryono, M. Hum., Prof. Dr. P. J. Suwarno, Alm. G. Moedjanto dan Drs. Manu joyoatmojo.

  Kepada kawan-kawan seperjuangan Ilmu Sejarah angkatan 2002: Eka Rama Kanalebe (teman dalam suka dan duka, sekaligus guru bagi penulis), Sukarno “Samuel Etto”, Kwirinus Yosida Kurniawan “Ello”, Vila, Nana, Markus, adek Atik dan Domi. penulis mengucapkan terima kasih atas kebersamaan yang telah kita jalin selama ini. Terima kasih juga atas berbagai diskusi-diskusi, baik di dalam maupun di luar kelas, yang telah memberi cakrawala baru pada penulis dalam melihat dunia dan kehidupan. Dari perjalanan diskusi-diskusi kecil bersama kawan-kawan, penulis mendapat inspirasi awal tentang topik skripsi ini

  Kepada yang terkasih, Sara Pingki Sabrina Hayuningtias “Bunda” yang telah bersedia memahami, memberikan dorongan, semangat serta dukungan di saat penulis mengalami kejenuhan akan hidup yang terasa monoton ini. Terima kasih karena telah bersedia berbagi rindu, tawa, suka, duka,serta telah mewarnai hidupku selama kurang lebih 5 bulan ini. Kamu adalah perempuan terhebat yang pernah kukenal.

  Tanpa mengurangi rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih sekaligus permintaan maaf sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah xi membantu dan memberikan dukungan yang tidak dapat tercantum namanya satu persatu. Akhir kata penulis sepenuhnya menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan untuk sebuah karya ilmiah. Untuk itu, penulis sangat membutuhkan masukan, saran, dan kritik. Semoga karya ilmiah ini dapat berguna, khususnya bagi orang lain.

  Yogyakarta, Februari 2009 Daniel Dwi Nugroho xii

  DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ v ABSTRAK ......................................................................................................... vi ABSTRACT ....................................................................................................... vii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........................................................... viii KATAPENGANTAR ........................................................................................ ix DAFTAR ISI ...................................................................................................... xiii

  BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ................................................................1 B. Identifikasi Masalah ......................................................................5 C. Rumusan Masalah ..........................................................................6 D. Tujuan Penulisan ...........................................................................7 E. Manfaat Penulisan .........................................................................7 F. Tinjauan Pustaka ............................................................................8 G. Kerangka Pemikiran .......................................................................9 H. Metode Penelitian dan Penulisan ...................................................11 I. Sistematika Penulisan ....................................................................12 BAB II PERAN KAUM KIRI DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN 14 A. Sebelum Kemerdekaan...................................................................14 B. Setelah Kemerdekaan 1945 ............................................................23 BAB III PERAN KAUM KIRI DALAM SEJARAH PERGERAKAN KOMUNIS DI INDONESIA TAHUN 1947-1948 ............................. 31 A. Kondisi Politik Indonesia 1947-1948.............................................31 B. Meletusnya Peristiwa Madiun 1948 ...............................................39 xiii

  1. Peristiwa Madiun 1948 menurut Pandangan Pemerintah RI....40 2.

  Peristiwa Madiun 1948 menurut Pandangan Non-Pemerintah.44 C. Partai Komunis Indonesia Merupakan Korban Perang Dingin ......50

  BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 55 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 55 LAMPIRAN xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunisme lahir di Jerman, ketika seorang filsuf dari Eropa yang

  bernama Karl Marx menerbitkan pamflet yang bernama The Communist

  

Manifesto . Komunisme berkembang di Uni Soviet ketika Revolusi Industri

  mengakibatkan terjadinya perbedaan yang mencolok antara kelas borjuis dan kelas proletar.

  Tulisan-tulisan Karl Marx menyebabkan kaum proletar bersatu untuk berjuang secara revolusioner di bawah partai Bolsevik pimpinan Lenin, yang ternyata mampu menggulingkan rezim pemerintahan yang berkuasa pada saat itu. Keberhasilan perjuangan revolusioner kaum proletar: buruh pabrik/petani di Uni Soviet, membuat inspirasi orang-orang di Indonesia untuk meneruskan perjuangan kaum komunis di Indonesia.

  Paham atau ajaran komunis pertama kali dibawa masuk ke Indonesia, yang pada waktu itu masih dalam kekuasaan Hindia Belanda, oleh seorang warga negara berkebangsaan Belanda yang bernama H.J.F.M. Sneevliet pada tahun

  

  1931. Selang satu tahun kemudian 1932 Sneevliet mengadakan kontak dengan orang-orang yang ada di Belanda yang berhaluan sosialis yang berada di wilayah Hindia Belanda. Pada tahun itu juga Sneevliet bersama J.A. Brandsteder, H.W. Dekker dan P. Bergsma mendirikan organisasi Marxis pertama kali di Asia 1 Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia. 1994. Jakarta:

  Sekretariat Negara Republik Indonesia, hal:7

  2 Tenggara, dengan nama Indishe Social Democratische Vereeniging yang

   kemudian lebih dikenal dengan nama ISDV.

  Sneevliet melihat bahwa Sarekat Islam (SI) dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan ajaran Marxisme. Strategi yang diterapkan oleh Sneevliet adalah dengan cara memasukan atau menyusupkan anggota-anggota ISDV ke dalam tubuh Sarekat Islam, hal ini tercermin dengan adanya sistem “keanggotaan rangkap”. Anggota ISDV boleh merangkap sebagai anggota Sarekat Islam begitu pula sebaliknya. Seiring perjalanan waktu Sarekat Islam terpecah menjadi dua kelompok, yaitu Sarekat Islam Merah (SI Merah) dan Sarekat Islam Putih (SI Putih). SI Merah identik dengan penganut ajaran Marxisme yang menjadi cikal bakal Partai Komunis Indonesia (PKI), sedangkan SI Putih identik dengan kelompok yang menentang Marxisme. Dari kelompok SI Merah, tokoh yang terkenal antara lain Semaoen dan Darsono.

  Pada tahun 1927-1928 PKI melakukan pemberontakan bersama para petani di beberapa daerah seperti Banten dan Sumatera Barat. Pada waktu itu pemberontakan masih bersifat kedaerahan sehingga dapat dengan mudah diantisipasi oleh Pemerintah Belanda, kegagalan pemberontakan mengakibatkan para petinggi PKI seperti Muso dan Alimin melarikan diri ke Uni soviet.

  Sebenarnya aksi pemberontakan dan pemogokan yang akan dilakukan oleh para petani dan PKI ditentang keras oleh Tan Malaka yang pada waktu itu sedang berada di luar negeri. Tan Malaka beranggapan bahwa pemberontakan, yang dipimpin oleh Muso melawan Belanda, masih bersifat prematur atau belum tepat 2 Ibid hal:7

  3 pada waktunya. Menanggapi hal itu, Tan Malaka mengeluarkan pamflet yang berjudul ”Menuju Republik Indonesia”. Pamflet ini dikeluarkan atas dasar situasi yang belum mendukung dilancarkan sebuah revolusi.

  Pamflet yang dikeluarkan Tan Malaka ternyata tidak mampu menghentikan keinginan para petinggi PKI seperti Muso, Alimin, Semaoen dan para petani untuk melakukan pemberontakan dan pemogokan. Pandangan Tan Malaka ini terbukti ketika pemogokan dan pemberontakan para petani serta PKI dapat dipatahkan oleh Belanda. Pemogokan dan pemberontakan para petani serta PKI harus dibayar mahal. Sebanyak 13.000 orang ditahan dan 4.500 orang dipenjarakan serta 1.380 orang dibuang ke Boven Digul. Sementara itu para petinggi PKI seperti Muso, Alimin, Semaoen melarikan diri ke Rusia.

  Ada dua jenis perjuangan yang dilakukan oleh Bangsa Indonesia, yang pertama perjuangan secara fisik dimana perjuangan ini dilakukan dengan cara mengangkat senjata atau berperang secara langsung melawan Pemerintah Belanda, yang kedua adalah perjuangan secara diplomasi yang lebih menekankan dialog untuk mencari kesepakatan diantara kedua belah pihak. Perjuangan secara diplomasi ini tercermin dari perjanjian antara pihak Belanda dan Indonesia dalam Perjanjian Linggarjati dan Perjanjian Renville.

  Dalam Perjanjian Linggarjati Indonesia diwakili oleh Syahrir sedangkan dalam Perjanjian Renville Indonesia diwakili oleh Amir Syarifuddin. Perjanjian Linggarjari dan Perjanjian Renville merupakan dua hal yang berbeda tetapi pada umumnya tujuannya sama. Pasca Perjanjian Renville Amir Syarifuddin dianggap gagal oleh sebagian besar rakyat Indonesia sehingga partai-partai besar yang pada

  4 awalnya mendukung dirinya beralih menarik dukungannya sehingga mengakibatkan kabinet yang telah dipersiapkan Amir Syarifuddin jatuh. Setelah kabinetnya jatuh Amir Syarifuddin menyerahkan mandatnya kepada Presiden Sukarno.

  Pasca Perjanjian Renville Amir Syarifuddin lebih aktif dalam Partai Sosialis yang merupakan partai oposisi yang kemudian melebur dan menyatukan Partai Sosialis ke dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR). Dalam perjalanannya FDR menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tanggal 31 Agustus 1948. Di tengah perkembangan PKI, partai ini mendapat kado istimewa dengan kedatangan seseorang dari Moskow yang kemudian dikenal dengan nama Muso. Kedatangan Muso pada waktu itu dianggap sebagai angin segar dalam perkembangan PKI, bahkan pada waktu itu popularitas Muso mengalahkan Amir Syarifuddin.

  Sukarno kemudian menunjuk Hatta untuk mengantikan peran Amir Syarifuddin sebagai Perdana Menteri (PM) dan meneruskan Perjanjian Renville.

  Strategi politik yang diterapkan Hatta yaitu dengan mengganti sistem pemerintahannya dari Parlementer menjadi Presidensial dan juga meneruskan Perjanjian Renville serta melaksanakan program Rekontruksi dan Rasionalisasi (Re-Ra). Program-program Rasionalisasi yang telah dijalankan Hatta dinilai paling berat, yakni Rasionalisasi pada tubuh militer sehingga dalam tubuh militer terjadi perpecahan antara yang mendukung dan menolak Rasionalisasi. Sebagai konsekuensi dari Perjanjian Renville, maka tentara-tentara RI khususnya Divisi Siliwangi harus meninggalkan wilayah Jawa Barat.

  5 Pada masa orde baru (orba) pimpinan mantan Presiden Suharto kaum kiri mendapat perlakuan yang diskriminatif dari pemerintah. Segala bentuk gerakan kaum kiri diawasi dan aktivitasnya dibatasi oleh pemerintah pada waktu itu. Karena kuatnya kedudukan dan kekuasaan mantan Presiden Suharto sehingga mendapat julukan sebagai pemimpin yang otoriter dan bertangan besi. Tidak jarang dalam menyelesaikan permasahanan dengan orang-orang yang bersebrangan dengan mantan Presiden Suharto khususnya kaum kiri mendapat teror bahkan berujung pada penculikan.

  Sejak mantan Presiden Suharto mundur pada Mei 1998, lewat demonstrasi oleh mahasiswa dan rakyat yang sudah tidak simpati dan percaya padanya. Kaum kiri perlahan-lahan mulai bangkit dari keterpurukan yang dilakukan oleh pemerintah. Eksitensi kaum kiri mulai terlihat ketika mengadakan berbagai dialog dan seminar yang membahas tentang kaum kiri. Walaupun begitu masih ada beberapa kelompok yang tidak senang terhadap eksitensi kaum kiri yang sering dipandang sebagai kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) oleh beberapa orang yang berpandangan sempit.

  Penulisan skripsi ini lebih fokus pada peristiwa yang terjadi pada tahun 1947-1948, dengan judul Perjuangan Kaum Kiri di Madiun 1948. Tulisan ini membahas gerakan kaum kiri sampai dengan kontroversi Peristiwa Madiun 1948.

B. Identifikasi Masalah

  Tahun 1947-1948 merupakan tahun-tahun terpanas dalam sejarah perjalanan Republik Indonesia, untuk pertama kalinya setelah bangsa Indonesia

  6 dengan bersusah payah memperoleh dan mempertahankan kemerdekaan, terjadi perang saudara lewat Peristiwa Madiun 1948. Pada waktu yang relatif singkat setelah meraih kemerdekaan bangsa ini harus dihadapkan pada peristiwa yang pahit. Peristiwa bersejarah ini tidak hanya memakan korban harta benda yang banyak tetapi juga memakan banyak korban jiwa.

  Terkait situasi yang terjadi di Madiun 1948 kaum kiri khususnya Partai Komunis Indonesia menjadi korban atas peristiwa tersebut. Kaum kiri difitnah melakukan pemberontakan di Madiun 1948. Faktanya yang terjadi di Madiun tanggal 19 September 1948 tidak pernah terjadi pemberontakan seperti yang diberitakan selama ini, melainkan sebuah pergolakan rakyat biasa yang kemudian dipolitisir oleh elit-elit politik.

  Banyak hal yang ganjil dalam peristiwa yang terjadi di Madiun 1948, dimana diduga ada aktor-aktor intelektual yang membuat sejarah diputar sedemikian rupa sehingga yang terang menjadi kabur dan yang gelap segaja diterangkan. Terkait situasi di atas maka tulisan ini bermaksud memberi penjelasan tentang Perjuangan Kaum Kiri di Madiun 1948.

C. Rumusan Masalah

  Sesuai dengan judul skripsi yang ditulis dalam rangka mengetahui

  

Perjuangan Kaum Kiri di Madiun 1948 secara mendalam, maka ada dua masalah

  yang akan dijawab pada skripsi ini, antara lain: 1.

  Bagaimana peran kaum kiri dalam Perjuangan Kemerdekaan?

  7 2.

  Bagaimana latar belakang keterlibatan kaum kiri dalam Pergerakan Komunis di Indonesia tahun 1947-1948?

D. Tujuan Penulisan

  Tujuan yang ingin dicapai melalui penulisan tentang Perjuangan Kaum

  Kiri di Madiun 1948 adalah sebagai berikut: 1.

  Mendiskripsi dan menganalisa Peristiwa Madiun 1948.

  2. Mendiskripsi dan menganalisa tentang ada tidaknya aktor intelektual yang bertanggung jawab atas Peristiwa Madiun 1948.

  3. Menginterpretasi kembali penumpasan kaum kiri di Madiun 1948.

E. Manfaat Penulisan

  Karya tulis ini diharapkan dapat berguna dalam memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai Peristiwa Madium 1948, mengingat selama ini buku- buku yang membahas Peristiwa Madium 1948 tidak secara mendetail dalam membahas permasalahan yang sebenarnya. Buku-buku yang banyak beredar mengenai Peristiwa Madium 1948 lebih banyak memihak pada satu pihak saja yaitu pemerintah, sehingga isinya cenderung kurang obyektif. Dengan begitu tulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap tulisan sejarah politik dan juga berharap agar pembaca lebih jeli dalam memahami Peristiwa Madium 1948 secara obyektif, agar nantinya generasi penerus bangsa tidak terjebak situasi yang sama.

  8 F. Tinjauan Pustaka Dalam menyelesaikan tulisan ini, digunakan bahan pustaka sebagai sumber utama dalam rangka mendiskripsikan dan menganalisis Perjuangan Kaum

  

Kiri di Madiun 1948. ada beberapa buku yang membahas tentang topik ini.

  Meskipun begitu tidak semua buku dapat dijadikan acuan dalam penyususnan tulusan ini.

  Buku atau karya tulis yang sangat membantu dalam proses penulisan ini adalah karya tulis berdasarkan Skripsi Diah Palupi Normalasari, yang berjudul

  

Pemogokan Buruh Delanggu 1948 dan Penumpasan Gerakan Kiri pada tahun

1948. Karya tulis ini membahas secara luas tentang pemberontakan petani dan

  PKI yang terjadi tahun 1926-1927 melawan Pemerintah Hindia Belanda, Peristiwa Pemogokan Buruh di Delanggu 1948 sampai Provokasi Madiun 1948. Karya Tulis ini juga lebih fokus pada gerakan buruh di Indonesia dan proses bersatunya kaum buruh dan kaum kiri di Indonesia. Hal ini tercermin pada peristiwa Pemogokan Buruh yang terjadi di Delanggu, dimana hal ini merupakan titik awal yang berujung pada Peristiwa Madiun 1948. Buku ini juga memberikan penjelasan yang cukup komperhensif mengenai proses panjang Perjuangan kaum kiri di Indonesia.

  Karya tulis Diah Palupi Normalasari yang berjudul Pemogokan Buruh

  

Delanggu 1948 dan Penumpasan Gerakan Kiri pada tahun 1948 , juga

  mempunyai beberapa kelemahan-kelemahan di dalamnya antara lain: alur cerita masih terkesan melompat-lompot dan alur ceritanya monoton sehingga dapat

  9 membuat pembaca kurang fokus, untuk itu karya tulis ini dapat dijadikan untuk mengisi kelemahan dan kekurangan dalam karya tulis tersebut.

G. Kerangka Pemikiran

  Dalam membahas perjuangan suatu kelompok minoritas, perlu dipahami keadaan dan situasi yang bergolak yang bisa menyebabkan terjadinya perjuangan ini. Perlu dipahami faktor eksternal yang turut berperan serta dalam membentuk terjadinya perjuangan ini. Ada beberapa paham yang berkembang yaitu kapitalisme, imperialisme, dan komunisme. Kapitalisme adalah faham yang menekankan pada perekonomian swasta dimana tujuan utama ialah mencari keuntungan setinggi-tingginya, para kelas pekerja (buruh) tidak ikut memperoleh

  

  keuntungannya. Imperialisme adalah sistem politik yang bertujuan menjajah negara lain untuk mendapatkan kekuasaan dan keuntungan sepihak yang lebih besar. Imperialisme ditandai dengan adanya hubungan superior-inferior dengan keadaan yang menggambarkan wilayah dan rakyatnya tunduk terhadap kehendak

   negara asing.

  Dari definisi kapitalisme dan imperialisme di atas, terlihat keterkaitan yang sangat erat, dimana faham kapitalisme bisa melahirkan faham imperialisme.

  Hal ini tercermin pada institusi yang lebih besar yaitu negara, dengan adanya faham kapitalisme yang berkembang dan melahirkan faham imperialisme maka akan memunculkan negara-negara jajahan atau koloni-koloni. Pada umumnya

  3 4 B.N. Marbun, SH. 2007. Kamus Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. hal:233 Ibid hal:198

  10 faham kolonialisme dianut oleh negara-negara Barat dengan tujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya.

  Komunisme sendiri adalah suatu faham yang menekankan pada pertentangan kelas yang terdapat dalam struktur masyarakat, dimana faham komunisme menghendaki baik hasil-hasil produksi atau maupun alat-alat produksi

  

  hendaknya menjadi milik bersama. Terlihat dari sini bahwa faham komunisme bertentangan dengan kedua faham yang menjadi pendahulunya. Berangkat dari pemikiran ini, persaingan dari faham-faham ini sudah pasti akan melahirkan pertentangan menuju pada konflik yang berkepanjangan.

  Realitas sosial bertalian dengan sistem kekuasaan dari suatu sistem kenegaraan yang merupakan realitas dengan skala makro. Teori konflik, sejalan dengan rujukan yang diberikan oleh George Ritzer, memberi bantuan dalam

  

  menjelaskan realitas pada tataran makro obyektif. Pandangan dasar teori ini berlawanan dengan teori fungsional struktural. Perspektif konflik beranggapan sebuah tatanan sosial terus-menerus didesak oleh dorongan perubahan untuk mengubah situasi. Dengan dua pengertian kunci, yaitu kekuasaan dan kepentingan. Menurut perspektif ini suatu tatanan sosial dari segi kekuasaan ditemukan dua kutub yang berbeda. Satu sisi adalah kutub yang berkuasa dan kutub lain adalah yang dikuasai. Kedua kutub itu memiliki kepentingan yang berbeda.

  5 6 Ibid hal: 253 George Ritzer. 1985. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: CV.

  Rajawali, hal: 30-32

  11 H. Metode Penelitian dan Penulisan Tulisan sejarah mengenai peristiwa yang terjadi di Madiun 1948 cukup banyak kita jumpai, khususnya di perpustakaan. Kebanyakan dari tulisan-tulisan yang sudah ada dan beredar luas di masyarakat lebih mengarah ke tindakan diskriminatif yang dilakukan terhadap PKI baik secara langsung atau tidak langsung, dimana pada Peristiwa Madiun 1948, PKI divonis bersalah dengan dituduh melakukan pemberontakan di Madiun 1948. Tidak bisa dipungkiri bahwa rezim yang berkuasa pada saat itu juga mempengaruhi tulisan-tulisan para sejarawan. Lewat karya ilmiah ini mencoba untuk merubah melawan kemapanan yang sudah ada selama ini dengan menyuguhkan tulisan yang berbeda dengan para sejarawan-sejarawan sebelumnya mengenai topik Perjuangan Kaum Kiri di

  Madiun 1948.

  Tahap awal pada penelitian ini adalah pengumpulan sumber-sumber sejarah (heuristik) baik berupa sumber primer maupun sumber sekunder. Sumber primer berasal seorang yang menyaksikan peristiwa-peristiwa atau yang ikut berpartisipasi dalam peristiwa tersebut. Sumber sekunder mencatat penemuan dari seseorang yang tidak mengamati peristiwa tapi mereka menyelidiki bukti-bukti primer.

  Tidak semua sumber yang ditemukan dapat digunakan dalam proses penulisan. Untuk itu, perlu dilakukan verifikasi atau kritik sumber, baik berupa kritik intern (dari dalam) ataupun kritik ekstern (dari luar) dan interpretasi. Proses ini sangat penting untuk dilakukan dalam rangka mendapatkan fakta-fakta yang sesuai dengan peristiwa yang akan ditulis. Sumber sejarah yang dipakai dibedakan

  12 menjadi dua yaitu, pertama sumber primer yang berupa dokumen-dokumen atau arsip-arsip nasional yang berkaitan dengan Perjanjian Renville dan peristiwa yang terjadi di Madiun 1948. Kedua adalah sumber sekunder yang berupa buku-buku dan artikel yang didapat dari internet. Semua sumber diatas sangat membantu upaya mendiskripsikan dan menganalisa serta mencapai hasil yang valid dalam proses penulisan tentang topik yang akan dibahas.

I. Sistematika Penulisan

  Untuk memberi gambaran secara menyeluruh terhadap isi dari skripsi ini dari bab pendahuluan sampai bab kesimpulan, maka dalam tulisan skripsi ini akan disusun sistematika penulisan yang terbagi dalam lima bab:

  Bab I membahas tentang berbagai aspek yang merupakan awal dari penulisan skripsi ini. Mencakup Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Rumusan Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, Metode Penelitian dan Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

  Bab II membahas tentang Peran Kaum Kiri dalam Perjuangan Kemerdekaan. Sub. bab pertama akan dibahas peran kaum kiri sebelum kemerdekaan. Sub. bab kedua akan membahas peran kaum kiri setelah kemerdekaan tahun 1945-1948.

  Bab III membahas Latar Belakang Keterlibatan Kaum Kiri dalam Pergerakan Komunis di Indonesia tahun 1947-1948. Sub. bab pertama akan dibahas kondisi politik di Indonesia tahun 1947-1948. Sub. bab kedua akan membahas meletusnya Peristiwa Madiun 1948.

  13 Bab V akan menutup skripsi ini dengan mengetengahkan jawaban dari setiap permasalahan yang muncul dari Rumusan Permasalahan.

BAB II PERAN KAUM KIRI DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN A. Sebelum Kemerdekaan Dalam peta perpolitikan di Indonesia yang termasuk kaum kiri antara lain PKI, Partai Sosialis, Persindo, SOBSI, BTI dan Laskar Rakyat. Kaum kiri sering

  disamakan dengan komunis, padahal dalam realitasnya kaum kiri terdiri dari beberapa kelompok dengan ideologi yang berbeda-beda. Salah satu kaum kiri yang berideologi Komunis dan dianggap berbahaya adalah PKI.

  Komunisme sendiri berasal dari Jerman tetapi berkembang pesat di Uni Soviet. Komunisme berasal dari pemikiran filsuf Eropa yang bernama Karl Marx, ketika Karl Marx menerbitkan pamflet yang bernama The Communist Manifesto.

  Karl Marx menuntut agar antara kelas atas atau para pemilik modal mau berkerja sama dan mau menghargai kelas proletar atau buruh pabrik, karena tanpa buruh pabrik para pemilik modal juga tidak bisa berbuat apa-apa, sebaliknya tanpa para pemilik modal para buruh pabrik juga tidak berbuat apa-apa. Tulisan-tulisan Karl Marx menyebabkan kaum ploletar bersatu untuk berjuang secara Revolusioner di bawah partai Bolsevik pimpinan Lenin, yang ternyata mampu menggulingkan rezim pemerintahan yang berkuasa pada saat itu.

  Latar belakang munculnya ideologi Komunis di Uni Soviet lebih dikarenakan terdapat jurang pemisah yang cukup tinggi antara kelas atas (Tuan Tanah atau pemilik modal) dan kelas bawah atau proletar (buruh atau petani). Hal ini diperparah dengan adanya Revolusi Industri dimana tenaga-tenaga manusia

  15 atau buruh-buruh pabrik mulai diganti dengan tenaga mesin. Tentu saja dengan adanya Revolusi Industri ini menguntungkan kelompok pemilik modal dan merugikan para buruh pabrik. Imbas dari ini semua upah buruh pabrik menjadi sangat rendah, sehingga mengakibatkan kelas atas semakin kaya dan kelas bawah atau proletar semakin memprihatinkan.

  Keberhasilan perjuangan Revolusioner kaum proletar: buruh pabrik/petani di Uni Soviet, memberikan inspirasi terhadap orang-orang di Indonesia untuk meneruskan perjuangan kaum komunis di Indonesia. Ideologi yang berkembang di Eropa ini kemudian dibawa masuk ke Indonesia oleh H.J.F.M. Sneevliet.

  Kedatangan Sneevliet membawa misi untuk menyebarkan ajaran Sosialis-Marxis. Ideologi baru ini sebelumnya belum dikenal oleh orang-orang di Asia karena ideologi ini sebelumnya hanya dianut oleh orang-orang Eropa. Sneevliet kemudian mengajarkan paham Sosialis-Marxis pada orang-orang di Indonesia, baik dari golongan muda maupun golongan tua. Sasaran utama ajaran ini adalah masyarakat yang tertindas, baik yang berada di kota maupun di desa, terutama kelas pekerja.

  Tahun 1909 praktek-praktek perdagangan yang dilakukan orang-orang Cina dengan cara memonopoli perdagangan menyebabkan para pedagang Jawa lainnya membentuk suatu organisasi dagang bersama yang bernama Sarekat Dagang Islam (SDI), dengan tujuan utama melindungi pedagang Jawa dari para pedagang besar Cina. Tahun 1912 Sarekat Dagang Islam berganti nama menjadi Sarekat Islam (SI) dibawah pimpinan Umar Said Cokroaminoto, yang merupakan seorang pegawai sebuah firma dagang di Surabaya yang mempunyai latar

  16 belakang pendidikan barat. Sarekat Islam terus berkembang dengan pesat, bahkan organisasi ini pun menyatakan anggotanya berjumlah lebih dari dua juta orang. Tak heran apabila dikatakan, bahwa Sarekat Islam umumnya dianggap sebagai gerakan massa pertama di Indonesia.

  Sarekat Islam erat berhubungan dengan pribadi Raden Umar Said Cokroaminoto, dimana ia merupakan seorang pembicara yang menarik dan juga bersemangat. Raden Cokroaminoto telah menawan hati orang banyak dan menjadi simbol harapan bagi mereka yang merasa dirinya tertekan dan yang sudah merasa bebas. Ia telah menjadi suatu perantara yang menyuarakan kesusahan-kesusahan yang nyata maupun yang dibayangkan. Tak heran kalau pada tahun 1914 ia telah dianggap sebagai Ratu Adil, raja yang membawa kebenaran yang akan memimpin jalan ke surga.

  Di sisi lain Sneevliet mendirikan organisasi Sosialis-Marxis yang bernama ISDV (Indishe Social Democratische Vereeninging). Sneevliet melihat bahwa Sarekat Islam (SI) mempunyai potensi yang besar untuk menyebarkan paham Sosialis-Marxis secara lebih besar di Indonesia. Sementara itu di Semarang, ISDV memperluas gerakan dengan cara mencoba menarik partisipasi SI dan berkerjasama dengan SI. Hal ini dilakukan karena SI mempunyai massa yang cukup besar dan para anggotanya sebagian besar merupakan masyarakat menengah ke bawah. Strategi yang diterapkan ISDV adalah dengan menerapkan sistem keanggotaan rangkap, dimana anggota partai ISDV boleh menjadi anggota lebih dari satu partai. Pada kenyataannya setiap orang yang menjadi anggota partai ISDV boleh menjadi anggota partai SI begitu pula sebaliknya.

  17 Dalam perkembangnya Sarekat Islam tidak terfokus pada masyarakat yang berada di desa saja, tetapi Sarekat Islam mulai melirik untuk mengumpulkan masa dari kota khususnya kelas pekerja atau buruh pabrik. Inilah realita yang terjadi pada tahun-tahun sesudah 1916. Karena tekanan yang makin berat dari makin banyaknya cabang Sarekat Islam yang makin berorientasi Marxis, dan karena tidak mempunyai sarana yang efektif untuk mendisiplinkan semua unsur-unsur yang berbeda itu, maka pemimpin pusat organisasi itu lambat laun terpaksa mengkompromikan ajaran-ajaran modernis.

  Sadar bahwa buruh-buruh kota dan kaum tani yang miskin memberi tanggapan yang simpatik kepada slogan-slogan Marxis, maka Sarekat Islam merasa tergugah untuk bergerak lebih jauh mendukung suatu program politik yang revolusioner dan gagasan-gagasan Marxis. Pada gilirannya politik yang revolusioner itu Disamping itu pergerakan revolusioner itu sekali waktu tampak mengancam Belanda. Pimpinan organisasi itu memberanikan diri untuk membuat kesan bahwa hubungan-hubungan politik tradisional di seluruh dunia sedang atau akan berubah.

  Kondisi interen yang terjadi dalam tubuh SI mulai terlihat ada perpecahan. Sarekat Islam mulai terpecah kedalam dua kelompok. Kelompok pertama yaitu SI Merah yang identik dengan penganut ajaran Marxisme, yang nantinya menjadi cikal bakal berdirinya Partai Komunis Indonesia (PKI). Kelompok kedua, yaitu SI Putih yang identik dengan pandangan yang menentang Marxisme.Untuk menghambat meluasnya paham Sosialis-Marxis, Cokroaminoto selaku petinggi SI putih mengeluarkan larangan bagi SI menjadi anggota partai lain. Larangan yang

  18 dikeluarkan Cokroaminoto membuat PKI dan SI Merah tertantang. karenanya dalam kongres darurat di Bandung dan Sukabumi SI Merah memutuskan untuk keluar dari SI.

  Hal lain yang merupakan basis keanggotaan yang penting bagi PKI adalah kalangan PKI itu sendiri. Para petani direkrut oleh PKI lewat pemimpin- pemimpin mereka yang telah menjadi anggota PKI. Pemimpin-pemimpin PKI ini kemudian menyebarkan berita bahwa kedatangan para pendatang (bangsa Belanda) adalah pembawa kehancuran bagi petani, terlebih pemerintah kolonial juga mengeluarkan perintah untuk membayar pajak dan kerja bakti di perkebunan maupun rumah-rumah dinas pemerintah. Hal ini menimbulkan kejengkelan bagi kalangan para petani. Situasi ini disebarkan para pemimpin PKI, sehingga para petani berhasil diajak untuk bergabung dengan PKI untuk melawan Pemerintah Belanda. Protes yang dilakukan para petani dan PKI ini dikenal dengan pergolakan petani Banten dan Sumatera Barat, pada tahun 1926-1927.

  Sebenarnya aksi pemogokan dan pemberontakan yang akan dilakukan oleh para petani dan PKI tidak mendapat restu dari Moskow, tidak hanya itu saja Tan Malaka yang pada waktu itu sedang berada di luar negeri juga menolak keras pemogokan dan pemberontakan yang akan dilakukan oleh para petani dan PKI.

  Tan Malaka beranggapan bahwa pemberontakan, yang dipimpin oleh Muso melawan Belanda, masih bersifat prematur atau belum tepat waktunya.

  Menanggapi hal itu, Tan Malaka mengeluarkan pamflet yang berjudul ”Menuju Republik Indonesia”. Pamflet ini dikeluarkan atas dasar situasi yang belum mendukung dilancarkannya sebuah revolusi.

  19 Pamflet yang dikeluarkan Tan Malaka ternyata tidak mampu menghentikan keinginan para petinggi PKI seperti Muso, Alimin, Semaun dan para petani untuk melakukan pemberontakan dan pemogokan. Pandangan Tan Malaka ini terbukti ketika pemogokan dan pemberontakan para petani serta PKI dapat dipatahkan oleh Belanda. Pemogokan dan pemberontakan para petani serta PKI yang belum tepat waktunya harus dibayar mahal. Mahkamah Agung Hindia Belanda memerintahkan penangkapan semua orang PKI. Sebanyak 13.000 orang ditahan dan 4.500 orang dipenjarakan dan 1.380 orang dibuang ke Boven Digul.

  Sementara itu para petinggi-petinggi PKI seperti Alimin, Muso, Semaoen melarikan diri ke Rusia. Oleh karena itu Patai Komunis Indonesia kemudian terpaksa berkerja di bawah tanah berhubungan dengan kehilangan pemimpin- pemimpin intelektualnya. Kegiatan-kegiatannya makin lama tidak terkoordinasi secara baik. Tahun 1935 Muso kembali ke tanah air dan sempat berusaha mendirikan PKI-ilegal, akan tetapi usaha Muso untuk menghidupkan PKI seperti semula tidak berhasil. Keadaan semakin tidak menguntungkan kaum kiri ketika kedatangan Jepang ke Indonesia.

  Kekalahan Belanda atas Jepang membawa dua akibat yang nyata, pertama gengsi Belanda benar-benar jatuh di mata orang Indonesia. Kedua banyak orang Indonesia yang berpendapat bahwa dengan angkatan perang semacam itu, seharusnya Belanda mampu berperang sebaik Jepang. Kedatangan Jepang pada awalnya diterima dengan baik, rakyat percaya bahwa Jepang datang untuk memerdekakan dan Jepang semakin disenangi karena segera mengizinkan dikibarkannya bendera nasional Indonesia merah putih, dan dikumandangkan lagu

  20 kebangsaan Indonesia Raya. Dua hal penting itu dulu dilarang oleh pemerintah Belanda.

  Tidak lama setelah masuk Indonesia, Jepang membebaskan tokoh Sukarno dari pembuangannya di Bengkulu, dan mengizinkan Sukarno langsung pulang ke Jawa. Sukarno segera menghubungi Hatta dan Syahrir, yang sebelumnya sudah mengadakan kontak dengan gerakan bawah tanah yang dipimpin oleh Amir Syarifuddin dan Darmawan Mangoenkoesoemo. Akhirnya diputuskan bahwa perjuangan nasional paling baik dilaksanakan dengan dua cara: secara resmi (terang-terangan) dan di bawah tanah (secara diam-diam). Sukarno dan Hatta berkerja secara resmi dengan penguasa Jepang, sedang Amir Syarifuddin berjuang

   melalui organisasi bawah tanah.

  Dengan maksud memperoleh dukungan Sukarno, Hatta dan sementara pemimpin nasionalis yang berpengaruh lainnya untuk tujuan perang mereka, orang Jepang berjanji tidak lama lagi akan memberi Indonesia suatu pemerintahan sendiri dan mengizinkan berdirinya suatu organisasi Putera, tanggal 9 Maret 1943.

  Organisasi ini mencakup semua perkumpulan politik dan non-politik Indonesia terdahulu yang bertempat di Jawa dan Madura. Bagaimanapun juga, tidak diragukan lagi bahwa hasil jangka panjang terpenting dari aktivitas-aktivitas Putera adalah peningkatan besar-besaran kesadaran politik rakyat Indonesia, dan khususnya keinginan mereka untuk merdeka.

  Orang Jepang terutama menyadari bahwa dengan mengorganisasi pemuda Indonesia yang tidak punya latar belakang pendidikan, mungkin akan diperoleh 1 George Mc Turnan. 1995. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Jakarta: UNS Press.

  hal:133

  21 hasil-hasil politik yang nyata. Karena hanya punya latar belakang pengetahuan Barat yang sedikit itu, mereka dengan mudah dapat diindoktrinasi untuk membenci dan melawan Sekutu.

  Semula organisasi bawah tanah anti-Jepang yang paling besar diketuai oleh Amir Syarifuddin. Organisasi ini dibentuk beberapa minggu sebelum Jepang mendarat di Indonesia. Amir Syarifuddin menerima bantuan keuangan dari pemerintah Belanda sebesar 25.000 gulden yan diserahkan oleh Dr Charles van

  

  der Plas. Organisasi ini menarik berbagai orang yang sangat anti-fasis, yang kebanyakan berasal dari anggota partai komunis bawah tanah (PKI tidak resmi) hal ini dikarenakan Amir Syarfuddin sudah punya hubungan baik dengan mereka.

  Tujuan utama organisasi bawah tanah ini adalah masuk ke dalam Peta dan organisasi-organisasi pemuda yang di sponsori oleh Jepang. Pertama, dengan sebanyak mungkin memegang kendali dalam unit-unit semua organisasi itu lewat para pemegang posisi kunci yang dapat dipercaya. Kedua, menggiring para anggotanya ke arah sikap anti-Jepang dan pro-Sekutu, terutama menyiapkan mereka untuk bangkit melawan Jepang, bila invasi Sekutu datang. Kebanyakan pemimpin bawah tanah setuju dengan Syahrir bahwa kedudukan tawar menawar Indonesia dengan Sekutu untuk memperoleh kemerdekaannya bakal sangat kuat bila Indonesia bangkit dengan kekuatan penuh melawan Jepang berbarengan

   dengan pendaratan Sekutu.

  Pada masa Pemerintah Jepang gerakan kaum kiri dilarang berdiri. Sikap represif Pemerintah Jepang terbukti ketika menangkap seorang tokoh nasional 2 3 Ibid hal:141 Ibid hal:144

  22 yang bernama Amir Syarifuddin dengan dakwaan sebagai kelompok bawah tanah.

  Amir Syarifuddin bahkan divonis dengan hukuman mati, beruntung Amir Syarifuddin mendapat pembelaan dari Sukarno dan Hatta. Kedua tokoh tersebut meminta keringanan hukuman sehingga Amir Syarifuddin hanya dijatuhi hukuman seumur hidup.