HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PERILAKU MENCONTEK

  

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI

DENGAN PERILAKU MENCONTEK

Dosen Pembimbing : Agnes Indar E., Spsi., Psi.,M.Si.

  Disusun oleh :

  

Nama : Bernardus Candra Avianto

NIM : 039114051

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  

2008

  Skripsi ini aku persembahkan untuk:

  

Sebab k arena k asih k arunia k amu diselamatk an oleh iman; itu buk an

hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu buk an hasil pek erjaanmu:

jangan ada orang y ang memegahk an diri

(Ef esus 2 : 8-9)

  • Keluarga Kudus Nasareth ; Yesus, Maria, Yosef
  • Orang tuaku dan keluargaku
  • Sahabat-sahabat dan teman-temanku
  • Almamaterku, Universitas Sanata Dharma

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 15 Agustus 2008 Penulis,

  (Bernardus Candra Avianto)

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertandatangan dibawah ini, saya mahasiwa Universitas Sanata Dharma: Nama : Bernardus Candra Avianto Nomor mahasiswa : 039114051

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

  “HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PERILAKU MENCONTEK”. beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 16 Agustus 2008 Yang menyatakan (Bernardus Candra Avianto)

  

ABSTRAK

Hubungan Antara Motivasi Berprestasi Dengan Perilaku Mencontek.

  Oleh : Candra Avianto (2008) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara motivasi berprestasi dengan perilaku mencontek. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional dengan dua variabel, yaitu motivasi berprestasi sebagai variabel tergantung dan perilaku mencontek sebagai variabel bebas. Motivasi berprestasi adalah dorongan untuk mengungguli dan berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar serta berusaha untuk mendapatkan keberhasilan (Mc. Clelland, dalam Robin, 1996). Perilaku mencontek diartikan sebagai suatu bentuk perbuatan meniru, menjiplak, atau menyalin pekerjaan orang lain. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara motivasi berprestasi dengan perilaku mencontek.

  Subjek dalam penelitian ini adalah siwa-siwi kelas XI di SMA Negeri I Dukun Kecamatan Muntilan yang berjumlah 70 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala motivasi berprestasi dan skala perilaku mencontek yang keduanya disusun oleh peneliti sendiri. Uji reliabilitas skala menggunakan teknik Alpha-Cronbach dengan hasil koofisien reliabilitas sebesar 0.943. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi product moment dari Pearson.

  Dari hasil analisis data, diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar - 0,577 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,01). Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif dan signifikan antara motivasi berprestasi dengan perilaku mencontek. Sumbangan efektif (koefisien determinan) yang diberikan oleh motivasi berprestasi sebesar 33,3%.

  

ABSTRACT

Correlation Between Achievement Motivation and Cheating Behavior.

  By : Candra Avianto (2008) The study aimed to perceive the relation of need achievement and cheating behavior. This study enganged in correlational research in which two variables are analyzed. The first variable is need achievement as the dependent variable and cheating behavior as the independent variable. Need achievement is a need to be prominent and to achieve certain standard and to obtain a success (Mc.Clelland as cited in Robin, 1996). Cheating behavior is perceived as a form of imitating or copying others’ work. The hypothesis empoyed in this study is that there is negative relation between need achievement and cheating behavior.

  The subjects in this research were the seventy students of grade XI in SMA Negri I Dukun, Muntilan. Data collection was conducted by employing need achievement scale and cheating behavior scale. Both scales were constructed by the researcher. Reliability test was measured by Alpha-Chronbach by 0.943 of reliability coefficient. Obtained data were analyzed using correlational analysis of Pearson Product Moment.

  The result of analysis showed that the value of correlational coefficient (r) was -0.577, by 0.000 of significancy value (p<0.01). From the findings, it could be concluded that there was a negative and significant correlation between need of achievement and cheating behavior. Need achievement contributed 33.3% to cheating behavior

KATA PENGANTAR

  Segala puji syukur dan terimakasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah berkenan melimpahkan berkat dan rahmatNya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

  Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Dengan segala kerendahan hati penulis sungguh menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari campur tangan, bantuan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

  1. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Agnes Indar E., Spsi., Psi.,M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah berkenan membimbing dan mengarahkan dalam menyelesaikan skripsi ini.

  3. Segenap dosen dan karyawan Universitas Sanata Dharma, khususnya Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu penulis selama kuliah.

  4. Ignatius Suwarjo, Spd., selaku kepala sekolah Sekolah Menengah Atas Negeri I Dukun yang telah berkenan memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah.

  5. Seluruh guru dan karyawan Sekolah Menengah Atas Negeri I Dukun yang telah membantu penulis dalam proses tryout sampai pada pengumpulan data.

  6. Papah, Mamah, Mas Andy, Mas Banu, dan Dede yang telah tanpa henti memberikan perhatian, dukungan, motivasi, semangat dan doa kepada penulis.

  7. Estri, yang menyayangi aku dan selalu memberikan semangat, dukungan, cinta, perhatian, serta doa.

  8. Teman dan sahabat-sahabatku di psikologi, (Agung, Sumar, Betet, Chucki, (Alm.) Misil, Top-X, Bayu, Doni, Nanang, Kangjet, Galih, Sutaman, Doni, Nana, Dee-dee, Nat-nat, Wiwied, Suko, Acong, Barjo, Winsu, Diksu, Broti, Nice, Yasintha, Metha, Yetty, Tinoel, Vero, Chizka, anak-anak KBT), dan semua yang belum disebutkan, terima kasih banyak atas kenangan bersama kalian.

  9. Sahabat-sahabatku eks-Seminari dan wisma bebek (Lukas-Iyash, Jii-Tika, Ektreme, Wiwied, Giman, Yuli, Somphil, Bangun, Kebo-Nito, Kenthi- Herlin, Tessy, Oemuk, Paetol, Koky, Aan, Jampez), terimakasih atas dukungan dan persahabatan kita selama ini.

  10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, semangat, dan dorongan kepada penulis yang tidak dapat disebutkan satu-per satu.

  Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya sehingga penulis mengharapkan masukan demi perbaikan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

  Yogyakarta, April 2008 Penulis

  DAFTAR ISI

  Halaman Halaman Judul ................................................................................... i Halaman Persetujuan ........................................................................ ii Halaman Pengesahan ........................................................................ iii Halaman Motto dan Persembahan .................................................... iv Halaman Keaslian Karya .................................................................. v Abstrak ............................................................................................. vii Abstract ............................................................................................ viii Kata Pengantar ................................................................................... ix Daftar Isi ............................................................................................ xi Daftar Tabel ........................................................................................ xiv Daftar Lampiran ................................................................................. xvi

  Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah .........................................................

  1 B. Rumusan Masalah ...................................................................

  6 C. Tujuan Penelitian ....................................................................

  7 D. Manfaat penelitian ..................................................................

  7 a. Manfaat teoritis ...............................................................

  7 b. Manfaat praktis ................................................................

  7 Bab II Tinjauan Teori

  A. Motivasi Berprestasi a. Pengertian Motif dan Motivasi ........................................

  8

  b. Pengertian Motivasi Berprestasi .......................................

  9

  c. Ciri-ciri Individu yang Memiliki Motivasi Berprestasi Tinggi ...............................................................................

  11 B. Perilaku Mencontek a. Definisi Mencontek..........................................................

  13 b. Sebab-sebab Munculnya Perilaku Mencontek.................

  16 C. Hubungan Antara Motivasi Berprestasi dan Perilaku Mencontek ..............................................................................

  20 Bab III Metodologi Penelitian A. Jenis Penelitian ........................................................................

  25 B. Identifikasi Variabel Penelitian ...............................................

  25 C. Definisi Operasional Variabel .................................................

  25 1. Perilaku Mencontek ...........................................................

  25 2. Motivasi Berprestasi ..........................................................

  26 D. Subjek Penelitian .....................................................................

  26 E. Metode Pengumpulan Data ......................................................

  27 1. Skala Motivasi Berprestasi ..................................................

  27 2. Skala Perilaku Mencontek ...................................................

  29 F. Pertanggungjawaban Skala .......................................................

  31

  1. Validitas .............................................................................. 31 2. Seleksi Item .........................................................................

  31

  3. Reliabilitas ........................................................................... 32

  G. Prosedur Penelitian..................................................................... 33

  H. Metode Analisis Data.................................................................

  34 Bab IV Pelaksanaan dan Hasil Penelitian A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ........................................

  35 1. Perijinan Uji Coba dan Penelitian .........................................

  35 2. Pelaksanaan Uji Coba Alat Ukur ..........................................

  35 B. Hasil Uji Coba Alat Ukur ...........................................................

  36 1. Uji Validitas ............................................................................

  36

  2. Analisa Item ............................................................................ 37 3. Uji Reliabilitas .......................................................................

  39 C. Pelaksanaan Penelitian ................................................................ 40

  D. Hasil Penelitian ........................................................................... 41 1. Deskripsi Data Penelitian .....................................................

  41 2. Uji Asumsi ...........................................................................

  46 a. Uji Normalitas ..............................................................

  46 b. Uji Linieritas ................................................................

  47 3. Hasil Uji Hipotesis ................................................................

  48 E. Pembahasan .................................................................................. 49

  BAB V Penutup A. Kesimpulan ............................................................................... 55 B. Kelemahan Penelitian ................................................................

  55 C. Saran-saran ................................................................................ 56 Daftar Pustaka ………………………………………………………...

  58

  Daftar Tabel

Tabel 2.1 Hubungan Antara Motivasi Berprestasi dengan Perilaku Mencontek .......................................................

  23 Tabel 3.1 Blue Print Skala Motivasi Berprestasi Sebelum Uji Coba .........................................................

  28 Tabel 3.2 Blue Print Skala Perilaku Mencontek Sebelum Uji Coba ........................................................

  30 Tabel 4.1 Blue Print Skala Motivasi Berprestasi Setelah Uji Coba ..........................................................

  38 Tabel 4.2 Blue Print Skala Perilaku Mencontek Setelah Uji Coba ...........................................................

  39 Tabel 4.3 Deskripsi Statistik Data Hipotetik ................................

  41 Tabel 4.4 Norma Kategori Skor Motivasi Berprestasi dan Perilaku Mencontek ...............................................

  43 Tabel 4.5 Kategorisasi Skor Motivasi Berprestasi ........................

  43 Tabel 4.6 Kategorisasi Skor Perilaku Mencontek .........................

  44 Tabel 4.7 Deskripsi Statistik Data Empiris ...................................

  45 Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Data Motivasi Berprestasi dan Perilaku Mencontek .......................................................

  46 Tabel 4.9 Hasil Uji Linearitas Data Motivasi Berprestasi dan Perilaku Mencontek ................................................

  47

Tabel 4.10 Hasil Uji Korelasi Product Moment Antara Variabel Motivasi Berprestasi dan Perilaku Mencontek ...........

  49 Tabel 4.11 Mean Teoritik, Mean Empirik, dan Standar Deviasi Variabel Motivasi Berprestasi dan Perilaku Mencontek ....................................................

  52 Daftar Lampiran Lampiran

  1 Skala Uji Coba ………………………………………

  60 Lampiran

  2 Data Skala Uji Coba …………………………………

  61 Lampiran

  3 Reliabilitas Data Skala Uji Coba ……………………

  98 Lampiran

  4 Skala Penelitian …………………………………….. 102 Lampiran

  5 Data Skala Penelitian ................................................ 103 Lampiran

  6 Reliabilitas Skala Penelitian ...................................... 134 Lampiran 7 Uji Normalitas, Uji Linearitas, Uji Korelasi ………... 135 Lampiran

  8 Surat-surat Keterangan Penelitian ………………….. 145

Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, banyak dijumpai berbagai peristiwa yang terjadi di kalangan

  siswa sekolah khususnya di sekolah-sekolah SMA. Dari sekian banyak peristiwa yang terjadi, hampir setiap sekolah menemukan bahwa kenakalan siswa masih sering menjadi perhatian besar di sekolah. Salah satu dari berbagai kenakalan yang sering terjadi tersebut adalah perilaku mencontek di kalangan siswa-siswi ketika menghadapi ulangan, baik itu ulangan harian maupun ujian semester. Hal tersebut tentunya menjadi sebuah keprihatinan berbagai pihak khususnya pihak sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang dipercaya untuk mendidik dan mengembangkan potensi para siswanya.

  Fakta di lapangan sampai saat ini menunjukkan bahwa perilaku mencontek di sekolah masih menjadi sebuah bentuk perilaku yang sulit untuk dikontrol.

  Dalam koran harian Kedaulatan Rakyat (2007), disebutkan bahwa belasan siswa kelas 3 SMA tertangkap basah mencontek dengan menggunakan hand phone ketika ulangan mid semester. Sementara itu, sebuah kasus juga pernah terjadi di Solo, Jawa tengah. Pada Ujian Nasional 2004, seorang siswa tertangkap tangan sedang melakukan tindakan mencontek dan peristiwa tersebut dimasukkan dalam berita acara (Kompas, 2006).

  Cerita di atas bukanlah sebuah ilustrasi atau rekayasa. Semua itu adalah sebuah kenyataan pahit yang terjadi di alam pendidikan kita. Berlaku curang dalam mengerjakan soal telah menjadi budaya para pelaku pendidikan di Indonesia. Hal tersebut merupakan bentuk ketidakjujuran yang berawal dari hal- hal kecil dan apabila dibiarkan begitu saja maka akan menjadi sebuah kebiasaan yang menetap bahkan sampai seseorang menginjak SMA, perguruan tinggi, bahkan sampai dewasa sekalipun.

  Berdasarkan penelitian dari Altschuler (dalam Newstead, 2006), tampak bahwa kasus mencontek mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya penemuan dimana pada tahun 1969, 33% dari siswa SMU melakukan kebiasaan mencontek dan tiga puluh tahun kemudian yakni pada tahun 1999, prosentase tadi berkembang menjadi 67,8%. Selain itu, hasil penelitian Mc.Cabe (dalam Newstead, 2006) juga menunjukkan bahwa 75% mahasiswa di universitas juga mengakui bahwa mereka melakukan tindakan mencontek di dalam kelas. Menurut Mc. Cabe, para mahasiswa datang ke kampus untuk mendapatkan gelar saja dan bukan untuk mendapatkan pendidikan. Mc.

  Cabe memperkirakan bahwa 85% dari mereka hanya ingin gelar saja dan ingin melakukan kemungkinan yang termudah untuk mendapatkannya.

  Dalam acara “Teriakan Anti Korupsi” pada tanggal 3 Desember 2004 yang lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa pemberantasan korupsi tidak untuk diomongkan atau dipidatokan. Menurut beliau, tindakan amoral berupa korupsi adalah tindakan yang berasal dari kebiasaan. Seseorang melakukan korupsi karena sudah terbiasa bertindak tidak jujur. Karena itu, pemberantasannya pun harus melalui kebiasaan mempraktikkan kejujuran.

  Menurut Yudhoyono (dalam Baskoro, 2005), sekolah merupakan tempat untuk menanamkan dan mempraktikkan kejujuran yang akan mengarah ke tindakan anti korupsi. Hal tersebut cukup beralasan mengingat bahwa sekolah adalah tempat untuk melatih berpikir dan membuat berbagai pertimbangan; seseorang dikirim ke sekolah agar menjadi pandai dan baik, cerdas dan berkepribadian. Di dalam sekolah itulah berbagai kebiasaan mewujudkan nilai

  (value) dilatihkan, baik secara langsung maupun tidak.

  Jika kita melihat dengan jeli, Ujian Nasional (Unas) pada tahun 2007 juga semakin diperketat dengan berberapa aturan serta bentuk pengawasan dari berbagai pihak. Salah satu bentuk aturan tegas yang dimunculkan adalah adanya larangan untuk membawa hand phone ke dalam kelas selama Unas berlangsung.

  Di samping itu, hal yang paling menarik dalam Ujian Nasional tahun 2006/2007 ini adalah dibentuknya Tim Pemantau Independent (TPI) sebagai badan pengawas. Menurut Subagyo (2007), hal ini secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa Unas selama ini memang tidak objektif dan sering dicampuri dengan praktik kecurangan atau penyimpangan.

  Unas merupakan salah satu contoh gambaran betapa banyaknya celah untuk melakukan kecurangan sehingga dibutuhkan pemantauan ekstra, pengawasan, serta kerja sama berbagai pihak agar berjalan dengan objektif. Sekarang hal yang menjadi pertanyaan adalah mengapa kecurangan itu masih tetap terjadi meskipun telah ada pengawasan yang begitu ketat. Berdasarkan asumsi dari peneliti, kecurangan sebenarnya dimulai dari diri siswa itu sendiri sebagai pelaksana tes. Ada tidaknya motivasi, niat dan usaha dalam diri siswa untuk belajar dan mempersiapkan hari depan (khusunya dalam menghadapi Unas) merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan pilihan tindakan yang akan dilakukan siswa. Apabila dalam diri siswa itu ada usaha dan kesiapan diri dalam menghadapi tes maka segala sesuatu akan berjalan dengan baik berdasarkan prosedur yang telah ada.

  Apa yang sebenarnya dilakukan oleh para peserta didik di atas adalah salah satu indikasi bahwa siswa kurang mau berusaha dan terlalu mudah untuk berputus asa. Siswa lebih mengandalkan berbuat curang daripada kemampuannya sendiri sehingga secara sederhana dapat dikatakan bahwa dalam diri siswa tersebut kurang ada niat dan usaha, dengan kata lain, siswa lebih memilih jalan pintas dengan cara mencontek.

  Dari gambaran di atas, dapat diketahui bahwa mencontek sampai saat ini masih menjadi sebuah hal yang umum terjadi dan anehnya lagi menjadi sebuah hal yang biasa. Para pelaku mencontek khususnya para siswa sekolah merasa tidak takut untuk melakukan perilaku mencontek meskipun ada peraturan yang cukup jelas beserta sanksi yang harus diterima. Hal tersebut tentunya sangat bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional di Indonesia karena pada dasarnya pendidikan bertujuan untuk menciptakan manusia-manusia yang berkepribadian utuh dan berdedikasi tinggi sehingga dengan adanya pendidikan tersebut diharapkan akan melahirkan manusia-manusia baru yang jujur dan bertanggung jawab serta mampu menghadapi berbagai tantangan dan berbagai masalah yang terjadi di dalam masyarakat (Supratiknya, 2000).

  Buruknya perilaku siswa dalam suatu tes menunjukkan betapa buruknya tingkat kejujuran mereka, oleh karena itu perilaku mencontek perlu untuk diminimalisir atau dikurangi. Salah satu cara untuk mengurangi atau meminimalisir kasus-kasus mencontek adalah dengan cara mempelajari etiologi atau akar permasalahan dari perilaku mencontek tersebut.

  Semakin tingginya kasus mencontek di kalangan siswa di sekolah tampaknya disebabkan oleh berbagai hal seperti ketidaksiapan siswa dalam menghadapi ujian, persaingan yang ketat di dalam kelas, serta tingginya motivasi seseorang untuk menjadi yang terbaik di sekolah. Dari beberapa faktor di atas, penulis dalam penelitian ini akan lebih menyoroti faktor motivasi berprestasi karena motivasi itu sendiri lebih berhubungan erat dengan munculnya perilaku sehingga dapat mendorong seseorang untuk memilih suatu tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan tertentu (Maslow, 1984).

  Sebagai seorang pelajar, setiap siswa dituntut untuk dapat memahami dan mendalami materi yang diberikan oleh guru atau pendidik sehingga mereka mau tidak mau harus berjuang keras untuk memenuhi tuntutan tersebut. Dalam diri setiap siswa itu sendiri tentunya juga terdapat motivasi untuk maju dan berkembang selama mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dengan cara mereka masing-masing siswa berusaha untuk mencapai hasil yang terbaik di dalam kelas. Namun demikian ternyata ada sebagian siswa yang menunjukkan perilaku kurang berusaha dan lebih memilih jalan pintas dengan cara bertindak curang atau dengan mencontek. Menurut Vitro dan Schoer (dalam Sujana, 1993) ada indikasi bahwa ketakutan siswa mendapatkan kegagalan atau nilai yang buruk juga dapat memunculkan perilaku mencontek

  Melihat uraian di atas, secara sederhana dapat dikatakan bahwa individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan menunjukkan usaha dalam pencapaian tugas-tugasnya. Di samping itu, individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan menganggap suatu hasil akhir sebagai sebuah prioritas atau tujuan yang utama sehingga individu tersebut akan cenderung menjalani proses belajar sebagai sebuah kesenangan atau kepuasan sehingga kebanyakan lebih cenderung untuk tidak melakukan tindakan mencontek (Vallerand et al dalam Newstead, 2006).

  Di sisi lain, siswa dengan motivasi berprestasi rendah tidak menampakkan usaha yang keras dalam pencapaian tujuan atau pelaksanaan tugas-tugasnya. Para siswa tersebut datang ke sekolah hanya sekedar untuk mencari nilai saja dan mengesampingkan proses belajar karena hasil atau performance goal adalah tujuan yang utama (Vallerand et al dalam Newstead, 2006). Dengan demikian individu dengan tingkat motivasi berprestasi rendah akan cenderung melakukan perbuatan mencontek bila dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi.

  Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi tampaknya berpengaruh terhadap perilaku mencontek. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel tersebut.

B. Rumusan Masalah

  Dengan melihat latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti ingin melihat apakah ada hubungan negatif antara motivasi berprestasi dengan perilaku mencontek.

  C. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan negatif antara motivasi berprestasi dengan perilaku mencontek.

  D. Manfaat penelitian

  a. Manfaat teoritis

  Memberikan sumbangan kepada psikologi pendidikan tentang peran motivasi berprestasi dalam diri siswa terkait dengan munculnya perilaku mencontek di sekolah.

  b. Manfaat praktis

  Penelitian ini diharapkan dapat mengungkap apakah motivasi berprestasi mempunyai peranan yang cukup penting dalam munculnya perilaku mencontek di sekolah sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan penggunaan motivasi berprestasi sebagai aspek yang perlu untuk dikembangkan untuk meminimalisir munculnya perilaku mencontek.

Bab II TINJAUAN TEORI A. Motivasi Berprestasi

1. Pengertian Motif dan Motivasi

  Motif merupakan suatu alasan atau dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan-tindakan tertentu (Handoko, 1992). Menurut Martaniah (1984) motif dapat diartikan sebagai suatu konstruksi yang potensial dan laten yang dibentuk oleh pengalaman-pengalaman dan secara relatif dapat bertahan meskipun kemungkinan berubah masih ada dan mempunyai fungsi mengarahkan atau menggerakkan perilaku ke arah tujuan tertentu.

  Menurut Handoko (1992), motivasi merupakan suatu tenaga atau faktor yang terdapat di dalam diri manusia yang dapat menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasikan tingkah laku. Motivasi bisa muncul karena faktor internal maupun eksternal. Artinya, motivasi bisa muncul karena kehendak kita atau disebabkan oleh lingkungan di sekitar.

  Handoko (1992) juga mengemukakan bahwa ada hubungan yang erat antara motif dan motivasi yaitu motif lebih mengarah pada dorongan atau keinginan untuk mencapai tujuan, sedangkan motivasi berfungsi sebagai penunjang dari motif atau sebagai kekuatan untuk memenuhi dorongan dan mencapai tujuan. Hubungan yang erat antara motif dan motivasi mengandung arti bahwa dalam istilah motivasi itu sendiri sudah mencakup pengertian tentang motif sebagai penggerak dan pengarah tingkah laku, sehingga Mc. Clelland (dalam Martaniah 1984) menggunakan istilah motif dan motivasi dalam arti yang sama atau secara sinonim. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa antara motif dan motivasi merupakan sesuatu hal yang kurang lebih sama.

2. Pengertian Motivasi Berprestasi

  Setiap tindakan manusia selalu didorong oleh faktor-faktor tertentu sehingga terjadi suatu tingkah laku atau perbuatan. Faktor pendorong inilah yang disebut motif (Ninawati, 2002). Menurut Handoko (dalam Ninawati, 2002), motif adalah suatu alasan atau dorongan yang menyebabkan individu berbuat sesuatu atau melakukan tindakan tertentu. Motif-motif tersebut pada saat tertentu akan menjadi aktif bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan.

  Selanjutnya Murray & Lindgren (dalam Martaniah, 1984) menyatakan bahwa motivasi berprestasi adalah dorongan untuk berprestasi, yakni dorongan untuk mengatasi rintangan-rintangan dan memelihara kualitas kerja yang tinggi, bersaing melalui usaha-usaha untuk melebihi perbuatan yang lampau dan untuk mengungguli orang lain. Sedangkan Heckhausen (dalam Martaniah, 1984) mengungkapkan bahwa motif berprestasi adalah suatu usaha untuk meningkatkan atau mempertahankan kecakapan pribadi setinggi mungkin dalam segala aktivitas.

  Sampai saat ini, konsep kebutuhan Murray tampaknya masih banyak digunakan untuk menjelaskan motivasi dan arah dari perilaku (dalam Schultz & Schultz, 1994). Murray mengkategorikan kebutuhan menjadi dua kategori yaitu kebutuah primer (primer needs) dan kebutuhan sekunder (secondary

  

needs). Kebutuhan primer adalah kebutuhan-kebutuhan yang ditimbulkan dari

  keadaan internal tubuh atau kebutuhan yang diperlukan untuk tetap bertahan hidup. Kebutuhan primer merupakan kebutuhan yang bersifat tidak dipelajari.

  Di sisi lain, kebutuhan sekunder diartikan sebagai kebutuhan yang timbul dan berkembang setelah kebutuhan primer terpenuhi. Contoh dari kebutuhan sekunder tersebut adalah kebutuhan untuk berprestasi (need of achievement) dan kebutuhan untuk berafiliasi (need of affiliation).

  Sejalan dengan Murray, Mc.Clelland dan Geen (dalam Feldman, 1992) menyebutkan bahwa di dalam diri manusia selain ada dorongan yang bersifat biologis, terdapat juga dorongan lain yang sangat kuat dan dan tidak memiliki dasar biologis yaitu kebutuhan untuk mendapatkan prestasi. Kebutuhan untuk mendapatkan prestasi merupakan salah satu kebutuhan yang bersifat sosial karenan motif ini dipelajari dalam lingkungan dan melibatkan orang lain serta motif ini merupakan suatu komponen penting dalam kepribadian yang membuat manusia berbeda antara satu dengan yang lain (Morgan, dkk, 1986).

  Mc.Clelland (dalam Robin, 1996) mengartikan motivasi berprestasi sebagai dorongan untuk mengungguli dan berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar serta berusaha untuk mendapatkan keberhasilan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi adalah individu yang berorientasi pada tugas, menyukai pekerjaan dengan tugas-tugas yang menantang dimana penampilan individu pada tugas tersebut dapat dieveluasi dengan berbagai cara, bisa dengan cara membandingkan dengan penampilan orang lain atau dengan standar tertentu (Mc.Clelland dalam Morgan, dkk, 1986).

  Berdasarkan definisi motivasi berprestasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian motivasi berprestasi adalah suatu dorongan atau keinginan yang berasal baik dari dalam diri individu (internal) maupun dari luar individu (eksternal) untuk mengungguli dan mencapai prestasi atau keberhasilan yang dihubungkan dengan seperangkat standar tertentu.

3. Ciri-ciri Individu yang Memiliki Motivasi Berprestasi Tinggi

  Orang yang memiliki motif berprestasi tinggi pada dasarnya akan mendapatkan nilai yang baik, aktif di sekolah, dan ulet dalam setiap pekerjaan (Martaniah, 1982). Hal tersebut disebabkan karena terdapat harapan untuk sukses, keinginan untuk melanjutkan sesuatu yang baik, tanggung jawab, dan rasa percaya diri yang tinggi pada individu.

  Sejalan dengan Martaniah, Gellerman (1984) menegaskan bahwa setiap individu yang telah terpenuhi kebutuhan pokoknya pastilah sedikit banyak memiliki motivasi berprestasi. Akan tetapi yang membedakan antara individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi dan yang rendah adalah keinginan dirinya untuk dapat menyelesaikan sesuatu dengan lebih baik (Mc.Clelland, dalam Robin, 1996).

  Lebih jauh lagi, Mc.Clelland (dalam Robin, 1996) memberikan penjelasan lebih lanjut bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

  a. Mempunyai dorongan atau keinginan untuk berprestasi yang dihubungkan dengan seperangkat standar. Seperangkat standar tersebut dapat dihubungkan dengan prestasi orang lain, prestasi diri sendiri yang lampau serta tugas-tugas yang harus dilakukan (Monks, dkk, 1999).

  b. Memiliki tanggung jawab pribadi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan.

  c. Memiliki kebutuhan untuk mendapatkan umpan balik atas pekerjaan yang telah dilakukan sehingga dapat diketahui dengan cepat apakah hasil yang diperoleh dari kegiatannya itu lebih baik atau lebih buruk.

  d. Menghindari tugas-tugas yang sulit atau terlalu mudah, tetapi lebih memilih tugas yang tingkat kesukarannya sedang.

  e. Inovatif, yaitu dalam melakukan suatu pekerjaan dilakukan dengan cara yang berbeda, efisien, dan lebih baik daripada sebelumnya. Hal ini dilakukan agar individu mendapatkan cara-cara yang lebih menguntungkan dalam pencapaian tujuan.

  f. Tidak menyukai keberhasilan yang bersifat kebetulan atau karena tindakan orang lain dan ingin merasakan keberhasilan atau kegagalan yang disebabkan oleh individu itu sendiri. Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi adalah individu yang memiliki dorongan atau keinginan untuk berprestasi, memiliki tanggung jawab pribadi terhadap tugas, memiliki kebutuhan untuk mendapatkan umpan balik, menyukai tugas-tugas dengan tingkat kesukaran sedang, dan tidak menyukai keberhasilan yang bersifat kebetulan.

B. Perilaku Mencontek

1. Definisi Mencontek

  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Poerwadarminta, 1976), mencontek didefinisikan sebagai suatu perbuatan meniru, menjiplak, atau menyalin pekerjaan orang lain dan biasanya dilakukan oleh anak-anak sekolah. Mencontek itu sendiri berasal dari kata dasar “contek” yang berarti menyalin atau menjiplak (menulis atau menggambar di kertas yang ditempelkan pada kertas yang di bawahnya ada tulisan atau gambar untuk ditiru).

  Sujana dan Wulan (dalam Wibowo, 2001) menyebutkan bahwa mencontek merupakan tindak kecurangan dalam tes dengan memanfaatkan informasi yang berasal dari luar secara tidak sah.

  Menurut Redl dan Wattenberg, (dalam Sujana, 1993) siswa dikatakan mencontek apabila pada saat tes mereka membuka pelajaran atau catatan yang disembunyikan di bawah kertas pada laci meja atau menyalin jawaban dari siswa lain terutama siswa yang pandai di dalam kelas.

  Widyawan (dalam Dewi, 2000) mengungkapkan bahwa tulisan yang digunakan untuk mencontek tidak hanya kertas saja melainkan dinding, meja, penggaris mika, tissue, telapak tangan, bahkan juga paha.

  Irawan (dalam Sujana 1993) mengungkapkan bahwa mencontek merupakan salah satu bentuk dari budaya jalan pintas. Budaya jalan pintas pada dasarnya merupakan keenganan untuk bekerja keras dalam bentuk belajar sungguh-sungguh, disiplin ketat dalam memenuhi peraturan yang berlaku, dan memenuhi etika yang ada. Pelaku budaya jalan pintas lebih mementingkan hasil yang ingin dicapai tanpa mau menjalani dan memperhatikan prosesnya.

  Sejauh ini belum ada kesepakatan yang pasti mengenai batasan dari perilaku mencontek itu sendiri. Akan tetapi, pada intinya mencontek adalah penipuan dan kecurangan. Di dalam mencontek terdapat beberapa perilaku yang biasanya dilakukan oleh para siswa seperti berbohong, tidak jujur, pemalsuan, menyajikan sesuatu yang keliru, plagiat, menyalin / mengkopi, atau mendapat bantuan orang lain secara tidak sah yang ke semuanya itu dilakukan dengan penuh kesadaran.

  Menurut Wibowo (2001), bentuk-bentuk perilaku mencontek yang umum dilakukan adalah : a. Bekerja sama dalam suatu tes (apabila tidak diperkenankan) baik memberi jawaban kepada teman dan menerima, atau meminta jawaban dari teman. b. Menjiplak atau mencontoh hasil karya orang lain yang telah dipublikasikan tanpa menyebut nama atau pengarangnya.

  c. Memperoleh secara tidak sah soal ujian.

  d. Mempergunakan bahan atau sarana yang tidak diperkenankan, seperti ; buku acuan, buku catatan, handphone, atau kalkulator.

  e. Mengambil atau mencontoh hasil pekerjaaan orang lain dan mengakuinya sebagai milik sendiri.

  f. Memperoleh nilai untuk tugas yang dikerjakan secara berkelompok dengan memberikan kontribusi minimal.

  Lebih lanjut lagi, hasil penelitian Harding (2000) menunjukkan bahwa ada beberapa bentuk perilaku mencontek yang sering dilakukan oleh siswa, yaitu: a. Memberikan jawaban pada orang lain.

  b. Membawa lembar contekan yang tidak dapat dibuktikan dalam tes.

  c. Mengganti jawaban saat tes yang sudah dinilai dan meminta nilai tambah.

  d. Melihat tes murid lain.

  e. Menyuruh orang lain mengerjakan tes.

  f. Mencontek PR murid lain.

  g. Menyimpan informasi untuk tes di kalkulator atau PDA.

  h. Menyalin tugas PR yang terdahulu. i. Berbagi jawaban dengan teman di kelas hanya untuk mendapat nilai kelulusan. j. Menyalin teks dari buku untuk tugas PR. k. Mengetahui mencontek dan tidak melaporkannya pada dosen. l. Bekerja berkelompok untuk laporan pratikum. m. Berdiskusi dengan teman dalam sebuah tes.

  Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa batasan mencontek adalah sebagai berikut : a. Membawa dan menggunakan material yang dianggap tidak diperlukan pada saat tes atau ujian (tidak sesuai dengan kesepakatan bersama).

  b. Bekerjasama dengan orang lain pada untuk menyelesaikan tugas atau membuat suatu hasil karya yang diakui sebagai milik pribadi.

  c. Menyalin, menjiplak atau mengumpulkan hasil karya orang lain dan diakui sebagi milik pribadi.

2. Sebab-sebab Munculnya Perilaku Mencontek

  Menurut Klausmeier (1985), hal-hal yang dapat menyebabkan munculnya perilaku mencontek dalam diri siswa adalah : a. Tertekan untuk mendapatkan nilai baik atau mempertahankan nilai rata-rata.

  b. Siswa tidak tahu bahwa mencontek itu salah. c. Perasaan takut bila mengalami kegagalan.

  d. Malas belajar.

  Sujana (1993), menyebutkan bahwa ada dua faktor yang menjadi penyebab munculnya perilaku mencontek, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari diri individu sendiri, sedangkan faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu.

  a. Faktor internal meliputi : 1) Ketidaksiapan subjek untuk mengikuti tes

  Alasan yang paling banyak terjadi dari ketidaksiapan subjek menghadapi tes dikarenakan ada rasa malas dalam diri siswa untuk belajar secara teratur atau kebiasaan belajar hanya pada saat menghadapi tes. Hal inilah yang menyebabkan siswa menjadi kurang mampu menguasai materi yang diujikan secara optimal sehingga merasa dirinya tidak siap menghadapi tes. Menurut Grinder (1978), Siswa perempuan biasanya mencontek karena keterbatasan waktu untuk belajar dan tekanan dari teman-teman sebaya. Di sisi lain, siswa laki-laki mencontek karena alasan kurang waktu untuk belajar, untuk memenuhi tuntutan syarat kelulusan dari sekolah, dan untuk memuaskan harapan orang tua atau menyenangkan guru.

  2) Ketakutan terhadap kegagalan

  Ketakutan akan kegagalan bersumber pada keinginan yang kuat untuk memperoleh nilai yang baik dalam tes atau keinginan untuk sukses yang diperkuat oleh pengalaman kegagalan pada tes terdahulu. Vitro dan Schoer (dalam Houston, 1979) menunjukkan bahwa kegagalan dalam suatu tes lebih sering diikuti oleh tindakan mencontek pada tes berikutnya. Dampak dari ketakutan tersebut yang sering menimbulkan rasa cemas dalam menghadapi tes.

  3) Kurangnya kepercayaan diri untuk menghadapi tes Menurut Levine dan Satz, (dalam Sujana, 1993), mencontek merupakan strategi coping untuk mengatasi suatu kegagalan. Siswa yang melakukan tindakan mencontek disebabkan oleh kepercayaan yang rendah pada kemampuan diri mereka sendiri.

  4) Kesediaan untuk menggunakan alat atau cara apapun untuk meraih sukses Tingginya prosentase siswa mencontek disebabkan oleh adanya keinginan untuk menggunakan alat atau sarana apapun untuk mencapai hasil atau tujuan. (Schab, dalam Grinder, 1978).

  b. Faktor eksternal meliputi: 1) Sulitnya soal yang dihadapi

  Sulitnya tes yang dihadapi menyebabkan siswa merasa bahwa kemungkinan untuk gagal dalam tes menjadi sangat besar. Beberapa hal yang menyebabkan siswa mencontek antara lain terlalu sulitnya tugas yang diberikan, terlalu menekankan pada nilai atau kurang menekankan pada pemahaman atau siswa tidak mampu dan merasa tidak aman dalam situasi kelas.

  2) Iklim kompetisi yang tinggi Tindakan mencontek lebih sering dilakukan bila prestasi akademis tidak dipandang sebagai alat bantu bagi siswa untuk dapat memberikan penghargaan terhadap diri sendiri, melainkan sebagai alat untuk memamerkan kemampuan superior yang diarahkan sebagai usaha untuk mendapatkan posisi yang lebih tinggi pada kelompok teman sebaya peer group.

  3) Adanya tekanan sosial untuk meraih prestasi atau nilai yang baik Tekanan (pressure) dapat bersumber dari tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi. Keluarga biasanya menuntut adanya nilai yang bagus pada diri anak. Anak dikatakan berprestasi jika mempunyai peringkat atau ranking yang bagus di sekolah.

  4) Adanya kebijaksanaan akademis Sistem pendidikan yang terlalu menekankan pada nilai dan bukan pada proses belajar menjadi salah satu sebab siswa mencontek. Kebijaksanaan akademis yang berupa penerapan nilai minimal sebagai syarat untuk dapat naik kelas atau lulus dapat menyebabkan siswa terpaku untuk mencapai target nilai minimal yang telah ditetapkan.

C. Hubungan Antara Motivasi Berprestasi dan Perilaku Mencontek

  Posisi menentukan prestasi, setidaknya itulah gambaran para siswa ketika menghadapi soal ujian atau tes di sekolah. Para siswa berlomba untuk menempati tempat duduk tertentu serta ada juga yang menyalin materi pelajaran di kertas-kertas kecil kemudian diselipkan di tempat-tempat tertentu.

  Berbagai trik dan cara dilakukan untuk mencontek.

  Mencontek dapat dimulai pada usia dini dengan adanya proses imitasi terhadap orang lain. Mencontek sebenarnya tidak hanya berupa perilaku meniru jawaban teman sebangku sewaktu ujian. Selain meniru jawaban teman, bentuk dari perilaku mencontek dapat berupa bekerjasama dengan orang lain ketika tes atau membawa dan menggunakan material yang tidak sah dalam ujian (Harding, 2000).

  Para pelaku mencontek tentunya mempunyai tujuan atau alasan yang membuat mereka melakukan tindakan tersebut. Dalam kaitannya dengan daya juang serta usaha setiap siswa, motivasi mempunyai peranan yang penting sebagai daya penggerak tingkah laku.

  Motivasi merupakan konsep yang digunakan untuk menguraikan kekuatan-kekuatan yang bekerja di dalam diri individu untuk memulai dan mengarahkan perilaku. Selanjutnya konsep ini digunakan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan dalam intensitas dan arahnya, dimana perilaku yang lebih bersemangat adalah hasil dari tingkat motivasi yang lebih kuat. Proses motivasi diarahkan untuk memenuhi dan mencapai kebutuhan sebagai pendorong atau penggerak perilaku, sedangkan tujuan berfungsi untuk mengarahkan perilaku (Maslow, 1984).

  Menurut Maslow (1984), pada proses motivasi, seorang individu berusaha untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan yang belum terpenuhi.

  Kebutuhan yang belum terpenuhi tersebut akan mendorong seseorang mencari jalan untuk mengurangi ketegangan-ketegangan yang disebabkan oleh adanya kekurangan yang ada di dalam dirinya. Keadaan ini kemudian mendorong seseorang untuk memilih suatu tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan sehingga tindakan atau perilaku yang dipilih akan menuju pada prestasi tertentu.

  Dalam kehidupan di sekolah, baik itu siswa atau mahasiswa selalu mempunyai berbagai macam bentuk kebutuhan dan salah satunya adalah kebutuhan untuk berprestasi. Apakah disadari ataupun tidak, setiap siswa pasti pernah merasakan ketika di dalam dirinya muncul suatu keinginan atau harapan untuk meraih sukses atau paling tidak mempunyai nilai yang lebih dibandingkan dengan teman yang lainnya. Keinginan yang muncul tersebut sebenarnya merupakan salah satu bentuk dorongan untuk mencapai prestasi. Keinginan ataupun harapan yang ada dalam diri setiap siswa tersebut lambat laun akan semakin berkembang ke arah pencapaian tujuan. Adanya berbagai tuntutan dari lingkungan sepertinya juga akan membuat siswa menjadi semakin terdorong untuk mencapai prestasi yang diinginkan atau diharapkan oleh dirinya sendiri atau oleh lingkungan sekitarnya.

  Motivasi berprestasi yang ada dalam diri seseorang akan mendorong setiap individu untuk melakukan sesuatu dengan segala usaha atau kemampuan sendiri. Dengan kata lain, apa yang tampak dalam diri individu yang memiliki motivasi berprestasi adalah adanya usaha dan niat untuk melakukan segala sesuatu dengan kemampuannya sendiri.

  Namun apa yang terjadi selama ini ada fakta yang menunjukkan bahwa banyak siswa di sekolah lebih cenderung memilih jalan pintas untuk sampai pada hasil akhir dan mengesampingkan prosesnya. Sikap mementingkan hasil dan mengesampingkan sebuah proses merupakan salah satu bentuk implikasi dari budaya jalan pintas yang menggambarkan keengganan untuk berusaha dan berjuang dengan kemampuan sendiri. Para siswa yang seperti itu merupakan para siswa yang kurang memiliki motivasi berprestasi sehingga kurang memiliki daya juang, kurang ulet, tidak menyukai tantangan, kurang bertanggung jawab, dan mementingkan hasil karena ingin langsung pada tujuan atau nilai yang diinginkan (Vallerand, dalam Hardigan 2004).

  Di sisi lain, individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan lebih menampakkan niat dan usaha yang keras dengan mempertimbangkan segala kemampuan yang dimilikinya dalam pencapaian tugas-tugas yang dihadapinya.