Perubahan Mutu Minyak Kelapa dan Minyak Sawit Selama Penggorengan Pattern of Coconut Oil and Palm Oil Quality During Frying

  

Perubahan Mutu Minyak Kelapa dan Minyak Sawit Selama Penggorengan

Pattern of Coconut Oil and Palm Oil Quality During Frying

STEIVIE KAROUW DAN CHANDRA INDRAWANTO

Balai Penelitian Tanaman Palma

  

Jalan Raya Mapanget, Kotak Pos 1004 Manado 95001

E-mail: steivie_karouw@yahoo.com

Diterima 15 Desember 2014 / Direvisi 12 Maret 2015 / Disetujui 27 April 2015

  

ABSTRAK

Proses penggorengan akan menyebabkan perubahan mutu minyak akibat reaksi hidrolisis, oksidasi dan proses termal.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan mutu minyak kelapa dan minyak sawit selama penggorengan. Minyak kelapa dan minyak sawit masing-masing digunakan untuk menggoreng kentang pada suhu 170°C selama 15 menit. Minyak tersebut digunakan untuk 3 kali penggorengan. Pada akhir penggorengan dilakukan pengambilan sampel minyak untuk dievaluasi kadar air, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida dan bilangan TBA (Tiobarbituric

  

acid ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum penggorengan minyak kelapa dan minyak sawit memiliki kadar air

  yang hampir sama, tetapi kadar asam lemak bebas, angka peroksida dan TBA minyak kelapa lebih rendah dibanding minyak sawit. Selama penggorengan minyak kelapa dan minyak sawit menunjukkan pola perubahan kadar air yang hampir sama. Pada 1 kali dan 2 kali penggorengan kadar asam lemak bebas, angka peroksida dan angka TBA minyak kelapa dan minyak sawit cenderung berfluktuasi. Pada 3 kali penggorengan minyak kelapa memiliki kadar asam lemak bebas, angka peroksida dan angka TBA yang lebih rendah dibandingkan minyak sawit. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa minyak kelapa lebih stabil terhadap reaksi oksidasi dibanding minyak sawit selama penggorengan.

  Kata kunci: Perubahan mutu, minyak kelapa, minyak sawit, penggorengan.

  

ABSTRACT

  Frying was a process which affected the quality of oil due to hydrolysis, oxidation and thermal reactions. The aim of the research was to study the quality pattern of coconut oil and palm oil quality during frying. The oils were utilized to fry french fries at 170°C for 15 minutes and then used in frying process for 3 times. Samples of oil were taken at the end of each frying period and analyzed for its moisture, free fatty acid, peroxide and TBA (tiobarbituric acid) values. The results showed that, coconut oil and palm oil having similary moisture content before and during frying. Otherwise free fatty acid, peroxide and TBA values at coconut oil lower then palm oil. During 1 and 2 times of frying period these two oils showed fluctuation in free fatty acid, peroxide and TBA values. During 3 times of frying, coconut oil contained free fatty acid, peroxide and TBA value lower than palm oi. Thus, we consider that coconut oil was more stable to oxidation compared to palm oil during frying.

  Keywords: Pattern of quality, coconut oil, palm oil, frying.

  PENDAHULUAN sional, sensori dan nilai gizi minyak. Reaksi hidrolisis dikatalisis oleh asam, basa, dan enzim.

  Reaksi hidrolisis dapat terjadi tanpa katalis, karena Penggorengan merupakan metode pe- terjadi kontak antara minyak dan air yang larut nyiapan bahan makanan yang sangat popular di pada fase minyak. Reaksi oksidasi merupakan seluruh dunia. Penggorengan adalah cara me- reaksi yang paling berperan terhadap kerusakan masak dengan menggunakan minyak atau lemak. minyak dibanding reaksi hidrolisis (List et al.,

  Transfer panas akan terjadi dari permukaan peng- 2005). Kedua reaksi ini dipengaruhi oleh beberapa gorengan ke medium penggorengan (minyak atau faktor seperti komposisi bahan, rasio minyak dan lemak), dan selanjutnya ke permukaan bahan yang bahan, suhu penggorengan dan komposisi minyak digoreng.

  (Jerzykiewicz et al., 2013). Selama proses penggorengan minyak akan

  Proses hidrolisis lemak menyebabkan me- mengalami perubahan fisik dan kimia karena ter- ningkatnya jumlah asam lemak bebas. Asam jadinya proses hidrolisis dan oksidasi yang secara lemak bebas, selanjutnya dapat teroksidasi, baik langsung akan berpengaruh pada kualitas fung- melalui proses autooksidasi maupun fotooksidasi.

B. Palma Vol. 16 No. 1, Juni 2015: 1 - 7

  Reaksi oksidasi lemak menghasilkan senyawa yang menyebabkan bau tengik (Loon et al., 2006) dan spesies oksigen reaktif penyebab karsino- genesis, peradangan, penuaan dan penyakit kar- diovaskular (Nevin dan Rajamohan, 2008). Oksi- dasi lemak diawali dengan melemahnya energi ikatan proton pada asam lemak tak jenuh yang menghasilkan alkil radikal dan adanya oksigen akan menyebabkan terbentuknya peroksi radikal. Peroksi radikal akan bereaksi dengan asam lemak lain membentuk produk oksida primer berupa hidroperoksida dan radikal alkil baru, yang menunjukkan karakter autokatalitik dari reaksi propagasi pada oksidasi lemak. Hidroperoksida bersifat tidak stabil dan dapat terdekomposisi dengan banyak cara menjadi produk oksidasi sekunder (Loon et al., 2006).

  Mutu minyak dapat digambarkan melalui beberapa parameter seperti kadar air, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida dan bilangan TBA. Air yang ada dalam minyak merupakan pemicu terjadinya reaksi hidrolisis. Reaksi tersebut menghasilkan asam lemak bebas serta produk lain yang menyebabkan bau tengik. Sedangkan ketengikan oksidatif berkaitan dengan interaksi dengan oksigen. Kerusakan akibat reaksi oksidasi primer dapat diukur dengan penentuan bilangan peroksida. Bilangan peroksida merupakan para- meter yang menunjukkan konsentrasi peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk sebagai hasil antara pada tahap inisiasi dan propagasi dari reaksi oksidasi yang terjadi pada minyak (Rukmini dan Raharjo, 2010). Hasil dekomposisi peroksida dan hidroperoksida dapat diukur dengan bilangan TBA. Pengujian angka TBA (thiobarbituric acid) merupakan salah satu cara untuk mengukur produk oksidasi sekunder (Loon et al., 2006). Beberapa produk oksidasi sekunder, yaitu aldehid dan keton yang akan menyebabkan ketengikan (McClements dan Decker, 2000; Loon et al., 2006).

  Minyak kelapa dan minyak sawit meru- pakan minyak tropis yang banyak digunakan untuk menggoreng. Kedua minyak tersebut me- miliki perbedaan komposisi asam lemaknya. Minyak kelapa mengandung asam lemak jenuh yang tinggi, sebaliknya minyak sawit asam lemak dominannya adalah asam oleat. Minyak kelapa mengandung asam lemak jenuh sebanyak 91,60% dan sisanya asam lemak tak jenuh hanya 9,40% (Karouw et al., 2013). Berbeda dengan minyak kelapa, minyak kelapa sawit didominasi asam lemak tak jenuh 60,3% dengan proporsi tertinggi asam oleat 39,8% sedangkan asam linoleat dan asam linolenat masing-masing 10,2% dan 0,3% (Sambanthamurthi et al., 2000). Komposisi asam lemak sangat berpengaruh terhadap perubahan mutu minyak nabati selama penggorengan. Kandungan asam lemak jenuh yang tinggi menye- babkan minyak kelapa sangat stabil terhadap kerusakan akibat proses oksidasi. Minyak sawit memiliki stabilitas oksidasi yang lebih rendah di- bandingkan minyak kelapa. Hal ini disebabkan karena minyak sawit didominasi oleh asam lemak tak jenuh yang lebih rentan teroksidasi.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan mutu minyak kelapa dan minyak sawit selama penggorengan. Parameter yang diamati, yaitu kadar air, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida dan TBA.

BAHAN DAN METODE

  Penelitian dilakukan bulan Agustus sampai Desember 2013 di Balai Penelitian Tanaman Palma, Manado, Sulawesi Utara. Analisis sifat fisikokimia minyak kelapa dilakukan di Laboratorium Peng- olahan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Per- tanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

  Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak kelapa dan minyak sawit. Minyak kelapa diolah menggunakan bahan baku daging buah kelapa umur buah 11-12 bulan, sedangkan minyak sawit diperoleh dari pasar swalayan di Manado, Sulawesi Utara. Kentang beku diperoleh dari pasar swalayan di Manado. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah bahan kimia pro analis. Alat yang digunakan yaitu mesin parut, mesin pengepres, oven, buret, waterbath, pemanas dan alat-alat gelas.

  Preparasi Minyak Kelapa

  Buah kelapa dipisahkan sabutnya, dibelah dan dikeluarkan daging buahnya. Daging buah berkulit ari (paring) ditimbang sebanyak 5 kg, kemudian diparut dengan mesin parut kelapa. Parutan daging buah ditambah air dengan per- bandingan 1:1 (b/v), lalu diperas menggunakan mesin pengepres untuk mendapatkan santan. Santan dituang pada wadah plastik transparan yang dilengkapi kran pada bagian bawah. Santan kemudian didiamkan selama ± 2 jam sehingga akan terbentuk lapisan skim pada bagian bawah dan krim pada bagian atas. Krim dipisahkan dari skim dengan membuka kran pada bagian bawah wadah untuk mengeluarkan skim. Krim kemudian dimasukkan dalam wadah plastik transparan yang bersih yang dilengkapi dengan kran di bagian bawah, lalu didiamkan selama ± 12 jam. Setelah 12 jam akan terbentuk 3 lapisan, yaitu lapisan atas adalah minyak, lapisan tengah adalah blondo dan

  

Perubahan Mutu Minyak Kelapa dan Minyak Sawit Selama Penggorengan (Steivie Karouw dan Chandra Indrawanto)

  Proses Penggorengan

  3. Perubahan kadar air minyak kemungkinan disebabkan karena terjadi transfer air dari bahan yang digoreng ke dalam minyak dan sebagian air yang ada pada fase minyak menguap selama penggorengan. Suhu penggorengan yang diguna- kan, yaitu 170°C, sehingga kemungkinan pada suhu tersebut terjadi penguapan sebagian air yang ada pada minyak. Apabila laju transfer air dari bahan yang digoreng ke dalam minyak lebih tinggi dibanding laju penguapan air pada minyak, maka akan menyebabkan peningkatan kadar air minyak.

  Kadar air minyak sawit meningkat menjadi 0,14% pada penggorengan ke-3, dibandingkan sebelum penggorengan hanya 0,12%. Kadar air minyak kelapa sebelum penggorengan sebesar 0,13% menjadi 0,12% setelah penggorengan tahap

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama penggorengan kadar air minyak sawit berkisar 0,13-0,15% dibandingkan sebelum peng- gorengan 0,12%. Kadar air minyak kelapa awal (0,13%) dan selama penggorengan 0,12-0,15% (Tabel 1).

  HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air

  Penelitian dilakukan menggunakan Ran- cangan Acak Lengkap dengan 2 kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan Anova yang menggunakan Program SPSS, dan apabila ter- dapat perbedaan nyata antar perlakuan dilanjut- kan dengan DMRT (Duncan Multiple Range Test).

  Analisis Data

  acid ).

  Sampel minyak hasil penggorengan diguna- kan untuk mengevaluasi mutu minyak yang meliputi kadar air, kadar asam lemak bebas, bi- langan peroksida dan bilangan TBA (Tiobarbituric

  Peubah yang diamati

  Sampel minyak sebanyak 15 ml diambil setiap selesai proses pengorengan, masing-masing untuk minyak sawit dan minyak kelapa.

  Minyak yang digunakan untuk meng- goreng, yaitu minyak kelapa dan minyak sawit komersial. Minyak sebanyak 750 ml dipanaskan sampai suhu 170°C. Minyak tersebut digunakan untuk 3 kali penggorengan. Pada penggorengan pertama sebanyak 250 g kentang dimasukkan untuk digoreng selama 15 menit. Penggorengan kedua menggunakan minyak sisa penggorengan pertama dan 250 g kentang untuk digoreng. Peng- rengan kedua dan 250 g kentang untuk digoreng.

  lapisan bawah adalah air. Minyak dipisahkan dari blondo dan air dengan membuka kran untuk mengeluarkan air dan blondo. Minyak yang diper- oleh disaring menggunakan kapas steril.

  Tabel 1. Perubahan kadar air dan asam lemak bebas minyak kelapa dan minyak sawit selama penggorengan.

  Note: Numbers followed by the same letter at the same column are not significant difference at 5% of DMRT.

  Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT.

  Minyak sawit (Palm oil) Sebelum (before frying) 0,12 a 0,26 c 1 kali (1 times) 0,15 ab 0,29 d 2 kali (2 times) 0,14 abc 0,29 d 3 kali (3 times) 0,14 abc 0,32 e

  (%) Minyak kelapa (Coconut oil) Sebelum (before) 0,13 ab 0,19 a 1 kali (1 times) 0,16 c 0,19 a 2 kali (2 times) 0,12 a 0,20 ab 3 kali (3 times) 0,13 a 0,20 ab

  Free fatty acid content

  (%) Kadar asam lemak bebas

  Moisture content

  Kadar air

  Kind of vegetable oils and frying way

  Jenis minyak dan cara penggorengan

  Table 1. Pattern of moisture content and free fatty acid of coconut oil and palm oil during frying.

  Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa kadar air minyak kelapa dan minyak sawit cenderung mengalami perubahan selama penggo- rengan. Kadar air minyak sawit meningkat men- jadi 0,14% pada penggorengan ke-3, dibandingkan sebelum penggorengan hanya 0,12%. Kadar air minyak kelapa sebelum penggorengan sebesar 0,13% menjadi 0,12% setelah penggorengan tahap 3.

B. Palma Vol. 16 No. 1, Juni 2015: 1 - 7

  Kadar Asam Lemak Bebas

  Reaksi hidrolisis menghasilkan asam lemak bebas dan akumulasi asam lemak bebas akan menimbulkan bau tengik. Kadar asam lemak bebas minyak kelapa dan minyak sawit cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya penggo- rengan (Tabel 1). Kadar asam lemak bebas minyak kelapa meningkat menjadi 0,2% (pada penggo- rengan ketiga) dibanding sebelum penggorengan 0,19%, sedangkan minyak sawit sebelum penggor- engan 0,26% menjadi 0,32% pada penggorengan ketiga.

  Kadar asam lemak bebas minyak kelapa tidak berbeda pada penggorengan ke-1 dan ke-3 dengan tahap awal, tetapi berbeda dengan peng- lemak bebas dapat teroksidasi, baik melalui proses autooksidasi maupun fotooksidasi (Nawar, 1996). Pada penggorengan ke-2 asam lemak bebas ter- oksidasi sehingga cenderung menurun pada peng- gorengan ke-3.

  Kadar asam lemak bebas minyak sawit cen- derung meningkat dengan bertambahnya penggo- rengan. Hal ini menunjukkan bahwa proses hidrolisis terjadi pada minyak sawit selama penggorengan. Reaksi hidrolisis erat kaitannya dengan kadar air minyak. Adanya air yang larut pada fase minyak memungkinkan terjadi kontak antara minyak dan air, sehingga menyebabkan terjadi reaksi hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas. Hal ini didukung dengan data kadar air minyak sawit yang cenderung meningkat selama periode penggorengan.

  Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa kadar asam lemak minyak kelapa dan minyak sawit cenderung meningkat. Nilai kadar asam lemak bebas minyak kelapa awal sebesar 0,19% menjadi 0,20% pada penggorengan ketiga, sedangkan minyak sawit memiliki kadar lemak awal 0,26% menjadi 0,29% pada penggorengan ketiga.

  Kadar air minyak kelapa dan minyak sawit sampai 3 kali penggorengan lebih tinggi dibanding yang ditentukan pada Standar Nasional Indonesia (SNI: 01-3741-2002). Kadar asam lemak bebas kedua minyak tersebut sampai 3 kali penggo- rengan lebih rendah dibandingkan yang diten- tukan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI: 01- 3741-2002). Mutu minyak goreng berdasarkan Standar Nasional Indonesia yaitu kadar air 0,1%, kadar asam lemak bebas maksimum 0,6%.

  Angka Peroksida

  Pengukuran bilangan peroksida merupakan cara yang sangat bermanfaat untuk memonitor fase awal oksidasi atau pengukuran produk oksidasi primer (Loon et al., 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka peroksida minyak kelapa meningkat seiring dengan banyaknya penggorengan. Minyak sawit menunjukkan pola yang berbeda, yaitu mengalami peningkatan sampai 2 kali penggorengan, kemudian menurun (Tabel 2).

  Pada tahap awal (sebelum penggorengan), angka peroksida minyak kelapa sebesar 0,45 meq/ kg dan cenderung mengalami sedikit peningkatan dengan banyaknya penggorengan berturut-turut menjadi 0,51; 0,65 dan 0,91 meq/kg masing- masing pada 2 kali dan 3 kali penggorengan. Kenaikan angka peroksida minyak kelapa pada 1 kali penggorengan tidak berbeda dengan tahap awal. Perbedaan nyata terjadi setelah 2 kali dan 3 kali penggorengan.

  Angka peroksida minyak sawit sebelum penggorengan, yaitu 0,59 meq/kg dan meningkat pada 2 kali penggorengan (1,05 meq/kg), kemudian menurun pada 3 kali penggorengan (0,91 meq/kg). Penurunan angka peroksida minyak sawit setelah 3 kali penggorengan disebab- kan karena selama penggorengan terjadi dekom- posisi hidroperoksida menjadi produk oksidasi sekunder. Angka peroksida akan menurun dengan makin lamanya penggorengan. Hal ini disebabkan karena selama penggorengan terjadi oksidasi hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil pada suhu tinggi. Hidroperoksida akan ter- oksidasi menjadi produk oksidasi sekunder (Chen

  et al ., 2014). Apabila laju pembentukan hidroperok-

  sida lebih rendah dibandingkan dengan laju dekomposisi hidroperoksida pada minyak, maka akan mengakibatkan rendahnya angka peroksida (Rukmini dan Raharjo, 2010; Marina et al., 2009).

  Angka peroksida minyak sawit berbeda nyata dengan minyak kelapa pada 2 kali dan 3 kali penggorengan. Hal ini disebabkan karena asam lemak utama pada minyak kelapa adalah asam lemak jenuh terutama asam lemak jenuh rantai medium, sedangkan minyak sawit didominasi oleh asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh terbukti sangat stabil terhadap proses oksidasi, sedangkan asam lemak tak jenuh lebih rentan ter- hadap proses oksidasi. Minyak kelapa yang diolah dari buah kelapa Dalam Mapanget mengandung asam lemak jenuh sebanyak 91,60% dan sisanya asam lemak tak jenuh hanya 9,40% (Karouw et al., 2013). Berbeda dengan minyak kelapa, minyak kelapa sawit didominasi asam lemak tak jenuh 60,3% dengan proporsi tertinggi oleat 39,8%, sedangkan asam linoleat dan linolenat masing- masing 10,2% dan 0,3% (Sambanthamurthi et al., 2000).

  

Perubahan Mutu Minyak Kelapa dan Minyak Sawit Selama Penggorengan (Steivie Karouw dan Chandra Indrawanto)

  

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT.

  Angka TBA merupakan salah satu cara untuk mengukur produk oksidasi sekunder. Produk oksidasi sekunder merupakan hasil dekomposisi hidroperoksida, karena itu angka TBA erat kaitannya dengan angka peroksida. Penurunan angka peroksida akan menyebabkan meningkatnya angka TBA. Pada minyak sawit, angka TBA mengalami peningkatan pada 3 kali sidanya menurun pada 3 kali penggorengan (Tabel 2). Hal ini disebabkan karena hidro- peroksida pada minyak sawit telah terdekomposisi menjadi produk oksidasi sekunder yang diukur dengan angka TBA.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka TBA minyak sawit cenderung menigkat selama penggorengan, sedangkan minyak kelapa angka TBAnya meningkat pada 1 kali penggorengan, cenderung stabil pada 2 kali, kemudian menurun pada 3 kali penggorengan (Tabel 2).

  Angka TBA

  Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa angka peroksida minyak kelapa meningkat selama penggorengan, sedangkan minyak sawit meningkat pada 2 kali penggorengan dan selan- jutnya mengalami sedikit penurunan.

  Hasil penelitian ini sejalan dengan yang di- laporkan oleh Loon et al. (2006) yang melakukan penggorengan kentang menggunakan minyak kedelai. Minyak kedelai mengandung 24,4% asam lemak tak jenuh rantai tunggal dan 59,1% asam lemak tak jenuh rantai ganda yang sangat mudah teroksidasi. Hasil penelitian diperoleh bahwa angka peroksida minyak kedelai meningkat tajam pada 20 menit sampai 40 menit penggorengan kemudian menurun dengan makin lamanya peng- gorengan.

  Oksidasi pada minyak selain ditentukan oleh perbedaan komposisi asam lemak jenuh dan tak jenuh, juga dipengaruhi oleh kandungan anti- oksidan. Antioksidan dapat menghambat proses oksidasi. Antioksidan digolongkan menjadi anti- oksidan endogen maupun eksogen. Antioksidan endogen adalah antioksidan yang secara alami terdapat pada minyak seperti senyawa tokol (tokoferol dan tokotrienol), fitosterol dan senyawa fenolik (Martin et al., 2010). Minyak kelapa yang dijual secara komersial di Indonesia dan Malaysia mengandung total fenol mencapai 29,18 mg/100 g minyak (Marina et al., 2009). Seneviratne et al. (2009) melaporkan bahwa minyak kelapa yang diolah dengan cara pemanasan menggunakan buah kelapa dalam mengandung fenol mencapai 449 mg/kg minyak atau 44,9 mg/100 g minyak. Fenol pada minyak kelapa berperan untuk meng- hambat proses oksidasi.

  

Note: Numbers followed by the same letter at the same column are not significant

difference at 5% of DMRT.

  Minyak sawit (Palm oil) Sebelum (before frying) 0,59 ab 0,10 b 1 kali (1 times) 0,78 cd 0,16 de 2 kali (2 times) 1,05 e 0,15 d 3 kali (3 times) 0,91 de 0,17 e

  Tabel 2. Perubahan bilangan peroksida dan angka TBA minyak kelapa dan minyak sawit selama penggorengan.

  (%) Minyak kelapa (coconut oil) Sebelum (before) 0,46 a 0,09 a 1 kali (1 times) 0,51 ab 0,12 c 2 kali (2 times) 0,65 bc 0,12 c 3 kali (3 times) 0,91 de 0,10 b

  TBA value

  (meq/kg) Angka TBA

  Peroxide value

  Bilangan peroksida

  Kind of vegetable oils and frying way

  Jenis minyak dan cara penggorengan

  

Table 2. Pattern of peroxide value of coconut ol and palm oil during frying.

  Pada minyak kelapa, angka TBAnya me- nurun pada 3 kali penggorengan dan hasil ini sejalan dengan angka peroksida yang masih me- ningkat sampai 3 kali penggorengan (Tabel 2). Hasil ini disebabkan karena laju pembentukan hidroperoksida lebih cepat dibandingkan laju dekomposisi hidroperoksida menjadi produk oksidasi sekunder. Beberapa produk oksidasi sekunder yaitu aldehid, keton, alkohol, hidro- karbon dan furan merupakan penyebab ke- tengikan pada minyak/lemak (Tan et al., 2001; McClements dan Decker, 2000). Hasil dekomposisi hidroperoksida bersifat toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah (Kim et al., 2007).

B. Palma Vol. 16 No. 1, Juni 2015: 1 - 7

  th

  McClements, D.J. dan E.A. Decker. 2000. Lipid oxidation in oil-in-water emulsions: impact of molecular environment on chemical reactions in heterpgeneous food systems. Journal of Food Science 65 (8): 1270-1282. Nevin, K.G. dan T. Rajamohan. 2008. Influence of virgin coconut oil on blood coagulation factors, lipid levels and LDL oxidation in cholesterol fed Sprague-Dawley rats. The European e-Journal of Clinical Nutrition and Metabolism. 3: e1-e8.

  Oxidative stability of structured lipids. Europe Food Research Technology 231:635- 653.

  Journal of the American Oil Chemists’ Society 86: 301-307. Martin, D., G. Regiero dan F.J. Senorans. 2010.

  2009. Chemical properties of virgin coconut oil.

  Marina, A.M., Y.B. Che Man dan S.A.H. Nazimah.

  A.G.J. Voragen. 2006. Anti-Radical Power Gives Insight into Early Lipid Oxidation During Frying. Journal of Science, Food and Agriculture 86: 1446-1451.

  ed., Vol 5. John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey. Loon, W.AM.V., J.P.H. Linssen, A.Legger dan

  Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa angka TBA minyak sawit cenderung me- ningkat selama penggorengan, sedangkan minyak kelapa angka TBA meningkat sampai 2 kali peng- gorengan kemudian menurun pada 3 kali peng- gorengan.

  Angka peroksida dan angka TBA merupa- kan indikator terjadinya kerusakan minyak. Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sampai 3 kali penggorengan angka perok- sida dan TBA dari minyak kelapa dan minyak sawit mengalami peningkatan dibandingkan sebelum penggorengan. Sampai 3 kali penggo- rengan angka peroksida dan TBA minyak kelapa relatif lebih rendah dibandingkan minyak sawit. Hal ini disebabkan karena minyak kelapa mengan- dung asam lemak jenuh terutama asam lemak rantai medium yang tinggi sehingga sangat stabil terhadap reaksi oksidasi. Sebaliknya minyak sawit didominasi oleh asam lemak tak jenuh yang lebih mudah teroksidasi. Peningkatan kedua parameter tersebut menunjukkan bahwa selama penggo- rengan telah terjadi kerusakan pada minyak akibat reaksi oksidasi. Senyawa yang terbentuk sebagai akibat kerusakan minyak, yaitu spesies oksigen reaktif. Spesies oksigen reaktif merupakan penye- bab penyakit seperti karsinogenesis, peradangan, penuaan dan penyakit kardiovaskular (Nevin dan Rajamohan, 2008).

  2014. Karakteristik virgin coconut oil dengan metode sentrifugasi. Buletin Palma 15(2): 128-133. Kim, H.J., T.S. Hahm dan D.B. Min. 2007. Hydro- peroxide as a prooxidant in the oxidative stability of soybean oil. Journal of American Oil Chemists’ Society 84: 349-355. List, G.R., T. Wang, dan V.K.S. Shukla. 2005.

  2013. Sintesis ester metil rantai medium dari minyak kelapa dengan cara metanolisis kimiawi. Agritech 33(2): 182-188. Karouw, S., C. Indrawanto, dan M.L. Kapu’Allo.

  Jezierski. 2013. Pro and Antioxidative Effect of a-Tocopherol on Edible Oils,Triglycerides and Fatty Acids. Journal American Oil Chemistry Society 90: 803 –811. Karouw, S., Suparmo, P. Hastuti. dan T. Utami.

  Yang, C. Li dan M. Xie. 2014. The analysis of trans fatty acid profiles in deep frying palm oil and chicken fillets with an improved gas chromatography method. Food Control 44: 191-197. Jerzykiewicz, M., I. Cwielag-Piasecka dan A.

  DAFTAR PUSTAKA Chen, Y., Y. Yang, S. Nie, X. Yang, Y. Wang, M.

  Minyak kelapa dan minyak sawit sebelum penggorengan memiliki kadar air yang hampir sama, tetapi kadar asam lemak bebas, angka peroksida dan TBA minyak kelapa lebih rendah dibanding minyak sawit. Selama penggorengan minyak kelapa dan minyak sawit memiliki pola perubahan kadar air yang hampir sama. Kadar asam lemak bebas, angka peroksida dan angka TBA minyak kelapa dan minyak sawit cenderung berfluktuasi pada 1 kali dan 2 kali penggorengan. Pada 3 kali penggorengan minyak kelapa memiliki kadar asam lemak bebas, angka peroksida dan angka TBA yang lebih rendah dibandingkan minyak sawit. Hasil penelitian yang diperoleh membuktikan bahwa minyak kelapa lebih stabil terhadap reaksi oksidasi dibanding minyak sawit selama penggorengan. Pada penggunaan minyak untuk penggorengan berulang, akan lebih baik menggunakan minyak yang lebih stabil terhadap reaksi oksidasi.

  KESIMPULAN

  Storage, Handling and Transport of Oils and Fats dalam Bailey’s Industrial Oil and Fat Products, 6

  

Perubahan Mutu Minyak Kelapa dan Minyak Sawit Selama Penggorengan (Steivie Karouw dan Chandra Indrawanto)

Rukmini, A. dan S. Raharjo. 2010. Pattern of Tan, C.P., Y.B. Che Man, S. Jinap dan M.S.A.

  peroxide value changes in virgin coconut oil Yusoff. 2001. Effect of microwave heating on (VCO) due to photo-oxidation sensitized by changes in chemical and thermal properties chlorophyll. Journal of the American Oil of vegetables oils. Journal of the American Chemists’ Society 87: 1407-1412. Oil Chemists’ Society 78(12): 1227-1232.

  Sambanthamurthi, R., K. Sundram dan Y.A. Tan.

  2000. Chemistry and biochemistry of palm oil. Progress in Lipid Research. 39: 507-558. Seneviratne, K.N., C.D. Hapuarachchi dan S.

  Ekanayake. 2009. Comparison of the phenolic-dependent antioxidant propertes of coconut oil extracted under cold and hot condition. Foof Chemistry 114: 1444-1449.