Pengaruh Penggorengan Terhadap Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit Minyak Beras

(1)

PENGARUH PENGGORENGAN TERHADAP KOMPOSISI

ASAM LEMAK MINYAK BERAS DAN MINYAK KELAPA

SAWIT

TUGAS AKHIR

OLEH:

ROTUA NOPITASARI SITORUS

NIM 122410039

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH PENGGORENGAN TERHADAP KOMPOSISI

ASAM LEMAK MINYAK BERAS DAN MINYAK KELAPA

SAWIT

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH

ROTUA NOPITASARI SITORUS

NIM 122410039

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya oleh kasih karunia dan penyertaan-Nya lah penulis mampu menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini.

Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah: Pengaruh Penggorengan Terhadap Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit Minyak Beras. Penulisan Tugas Akhir ini didasarkan pada hasil Praktek Kerja Lapangan yang diperoleh pada 02 Februari 2015 – 28 Februari 2015 di Laboratorium Oleopangan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak menghadapi kendala dan masalah. Akan tetapi atas bantuan dan dorongan dari banyak pihak, akhirnya Tugas Akhir ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan kerendahan dan ketulusan hati penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M. Si., Apt selaku Pembantu Dekan I Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M. App. Sc., Apt. selaku Ketua Program studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan selaku pembimbing yang telah memberi arahan dan membimbing penulis selama penulis menyelesaikan Tugas Akhir.

3. Bapak Dr. Donald Siahaan Ketua Kelompok Peneliti Pengolahan Hasil dan Mutu (Ka. Kelti PAHAM) dan selaku pembimbing II di PPKS yang telah banyak membimbing selama PKL.


(5)

v

4. Bapak Warnoto selaku Penanggung Jawab Laboratorium Oleopangan. 5. Bapak Ahmad Gazali Sinaga, S. Farm., M. Si., Apt. Selaku peneliti di PPKS

yang telah banyak mengarahkan selama PKL.

6. Temanku Lilis, Lia dan Hotmaida teman sekelompok yang membantu dalam melaksanakan PKL di Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

7. Teman-teman seperjuangan di Analis Farmasi dan Makanan 2012 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu namun tidak mengurangi peran mereka terhadap penulis.

Orangtua penulis, Robinson Sitorus/Rusti Sianipar dan keluarga besar yang telah memberikan dukungan doa, dorongan semangat, nasehat dan materil dalam penulisan Tugas Akhir in.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan Tugas Akhir ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi semangat. Semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2015 Penulis,

RotuaNopitasariSitorus NIM 122410039


(6)

vi

Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Beras Abstrak

Minyak nabati adalah minyak yang diperoleh dari tumbuhan, dan digunakan dalam makanan sebagai pemberi rasa, untuk menggoreng dan memasak, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan. Minyak nabati yang digunakan dalam penggorengan denganwaktu lama dapat menyebabkan kerusakan minyak melalui reaksi hidrolisis, oksidasi dan polimerisasi, dan perubahan ikatan cis menjadi trans. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggorengan terhadap komposisi asam lemak pada minyak beras dan minyak kelapa sawit.

Bahan yang digunakan adalah minyak beras dan minyak kelapa sawit, kentang, NaOH metanolik, BF3, iso-oktan, NaCl dan air. Sampel yang akan

digoreng yaitu kentang. Masing-masing minyak sisa penggorengan dan minyak sebelum penggorengan, dimasukkan dalam vial. Minyak dalam vial ditimbang sebanyak 0,025 gram kedalam tabung reaksi bertutup. Ditambahkan 1,5ml NaOH metanolik 0,5N dipanaskan selama 5 menit, tambahkan BF3 2 ml difortex selama

1-2 menit, dan dipanaskan selama 30 menit. tambahkan 2,5 ml iso-oktan dan difortex kembali selama 1 menit. Tambahkan NaCl jenuh sebanyak 1 ml lalu difortex. Hasil lapisan atas yang terbentuk dimasukkan kedalam vial. Sampel diinjeksi ke alat Gas Cromatography dalam bentuk metil ester sebanyak 1 µl. Kemudian akan terlihat rating time, area (%) dan komposisi asam lemak pada Komputer.

Hasil percobaan komposisi asam lemak, minyak beras mempunyai asam lemak tertinggi sebelum penggorengan antara lain, asam oleat 42,1799%, setelah penggorengan asam asam oleat 42,1096%, sedangkan pada minyak kelapa sawit sebelum penggorengan antara lain, asam palmitat 42,3197%, setelah penggorengan asam palmitat 40,5209%. Terbentuknya perubahan asam lemak cis menjadi trans atau sering disebut asam lemak trans pada minyak beras yaitu 0,0712% setelah penggorengan masih dibawah batas maksimum, karena asam lemak trans tidak lebih dari 1%.

Kata kunci: minyak nabati, asam lemak, komposisi asam lemak, asam lemak trans.


(7)

vii

Effect of Fatty Acid Composition Frying Oils Against Rice and Palm Oil Abstract

Vegetable oil is a kind of oils obtained from plants, and used in food as a flavoring, for frying and cooking, adding nutritional value and calories in food. Vegetable oil used in frying pan with a long time can cause damage to oil then cause changes fromcis to trans fatty acids, hydrolysis, oxidation and polymerization. The purpose of this experiment was to determine the effect of frying on the fatty acid compositionin rice oil and palm oil.

The materials used were rice oil and palm oil, potatoes, methanolic NaOH, BF3, iso-octane, NaCl and water. Samples to be fried, namely potatoes. Eachresidual oil before frying and frying oil, place in vials. Oil in the vial was weighed as much as 0,025 grams into transfer test tube. Added 1.5 ml of 0.5 N methanolicNaOH was heated for 5 minutes, add 2 ml BF3 mixed for 1-2 minutes, and heated for 30 minutes. add 2.5 ml of iso-octane and mixed back for 1 minute. Add 1 ml saturated NaCl and mixed. Allowed to stand a few minutes, the results of which form the upper layer was transfer to the vial. The sample was injected was methyl esters 1 µl into gas chromatography. Then, the rating time the gas chromatography of the composition fatty acid determine.

The results of the experiment composition fatty acid highest fatty rice oil before frying, namely 42.1799% oleic acid, after frying 42.1096%, while the palm oil before frying, namely 42.3197%, after frying 40.5209%. Formation changes cis to trans fatty acids or trans fatty acids in the rice oil after frying is still below the maximum limit, because trans fatty acids should not be morethan1%.


(8)

viii DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lemak ... 3

2.2 Asam Lemak ... 4

2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Nabati ... 6

2.3.1 Minyak Kelapa Sawit ... 6

2.3.2 Minyak Beras... 7

2.4 Sifat Fisio-Kimia Minyak ... 8

2.4.1 Sifat Fisik... 8


(9)

ix

2.5 Standar Mutu Minyak ... 10

2.5.1 Bilangan Asam ... 11

2.5.2 Bilangan Peroksida... 11

2.6 Karateristik Minyak ... 12

2.6.1 Bilangan Penyabunan ... 13

2.6.2 Bilangan Iod ... 13

2.7 Minyak Nabati sebagai Minyak Goreng ... 13

2.7.1 Proses Menggoreng ... 15

2.7.2 Kerusakan Minyak Goreng... 17

2.8 Analisis Komposisi Asam Lemak dengan GC ... 18

BAB III METODE PENGUJIAN 3.1 Alat ... 20

3.2 Bahan ... 20

3.3 Prosedur Pengujian ... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 22

4.2 Pembahasan ... 23

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 25

5.2 Saran ... 25


(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit ... 6

2.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Beras ... 7

2.3 SNI 01-03741-2002 tentang Standar Mutu Minyak Goreng ... 15


(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Kromatogram Komposisi Asam Lemak Sebelum

Penggorengan ... 27 2. Kromatogram Komposisi Asam Lemak Setelah

Penggorengan ... 29 3. Gambar ... 31


(12)

vi

Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Beras Abstrak

Minyak nabati adalah minyak yang diperoleh dari tumbuhan, dan digunakan dalam makanan sebagai pemberi rasa, untuk menggoreng dan memasak, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan. Minyak nabati yang digunakan dalam penggorengan denganwaktu lama dapat menyebabkan kerusakan minyak melalui reaksi hidrolisis, oksidasi dan polimerisasi, dan perubahan ikatan cis menjadi trans. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggorengan terhadap komposisi asam lemak pada minyak beras dan minyak kelapa sawit.

Bahan yang digunakan adalah minyak beras dan minyak kelapa sawit, kentang, NaOH metanolik, BF3, iso-oktan, NaCl dan air. Sampel yang akan

digoreng yaitu kentang. Masing-masing minyak sisa penggorengan dan minyak sebelum penggorengan, dimasukkan dalam vial. Minyak dalam vial ditimbang sebanyak 0,025 gram kedalam tabung reaksi bertutup. Ditambahkan 1,5ml NaOH metanolik 0,5N dipanaskan selama 5 menit, tambahkan BF3 2 ml difortex selama

1-2 menit, dan dipanaskan selama 30 menit. tambahkan 2,5 ml iso-oktan dan difortex kembali selama 1 menit. Tambahkan NaCl jenuh sebanyak 1 ml lalu difortex. Hasil lapisan atas yang terbentuk dimasukkan kedalam vial. Sampel diinjeksi ke alat Gas Cromatography dalam bentuk metil ester sebanyak 1 µl. Kemudian akan terlihat rating time, area (%) dan komposisi asam lemak pada Komputer.

Hasil percobaan komposisi asam lemak, minyak beras mempunyai asam lemak tertinggi sebelum penggorengan antara lain, asam oleat 42,1799%, setelah penggorengan asam asam oleat 42,1096%, sedangkan pada minyak kelapa sawit sebelum penggorengan antara lain, asam palmitat 42,3197%, setelah penggorengan asam palmitat 40,5209%. Terbentuknya perubahan asam lemak cis menjadi trans atau sering disebut asam lemak trans pada minyak beras yaitu 0,0712% setelah penggorengan masih dibawah batas maksimum, karena asam lemak trans tidak lebih dari 1%.

Kata kunci: minyak nabati, asam lemak, komposisi asam lemak, asam lemak trans.


(13)

vii

Effect of Fatty Acid Composition Frying Oils Against Rice and Palm Oil Abstract

Vegetable oil is a kind of oils obtained from plants, and used in food as a flavoring, for frying and cooking, adding nutritional value and calories in food. Vegetable oil used in frying pan with a long time can cause damage to oil then cause changes fromcis to trans fatty acids, hydrolysis, oxidation and polymerization. The purpose of this experiment was to determine the effect of frying on the fatty acid compositionin rice oil and palm oil.

The materials used were rice oil and palm oil, potatoes, methanolic NaOH, BF3, iso-octane, NaCl and water. Samples to be fried, namely potatoes. Eachresidual oil before frying and frying oil, place in vials. Oil in the vial was weighed as much as 0,025 grams into transfer test tube. Added 1.5 ml of 0.5 N methanolicNaOH was heated for 5 minutes, add 2 ml BF3 mixed for 1-2 minutes, and heated for 30 minutes. add 2.5 ml of iso-octane and mixed back for 1 minute. Add 1 ml saturated NaCl and mixed. Allowed to stand a few minutes, the results of which form the upper layer was transfer to the vial. The sample was injected was methyl esters 1 µl into gas chromatography. Then, the rating time the gas chromatography of the composition fatty acid determine.

The results of the experiment composition fatty acid highest fatty rice oil before frying, namely 42.1799% oleic acid, after frying 42.1096%, while the palm oil before frying, namely 42.3197%, after frying 40.5209%. Formation changes cis to trans fatty acids or trans fatty acids in the rice oil after frying is still below the maximum limit, because trans fatty acids should not be morethan1%.


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyak nabati sangat erat hubungannya dengan manusia. Setiap bahan minyak nabati memiliki komposisi asam lemak yang berbeda-beda. Minyak kelapa sawit digunakan sebagai minyak goreng merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Lemak nabati atau minyak nabati adalah sejenis minyak yang diperoleh dari tumbuhan dan banyak digunakan dalam makanan, sebagai pemberi rasa, untuk menggoreng dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan adalah minyak kelapa sawit, minyak beras, minyak zaitun dan minyak kelapa (Tuminah, 2009).

Minyak dapat digunakan sebagai medium penggoreng bahan pangan. Karena dapat berfungsi sebagai menambah nilai gizi, kalori dalam bahan pangan, menambah rasa gurih dan medium penghantar panas. Tetapi pemanasan minyak secara berulang-ulang pada suhu tinggi dan waktu yang cukup lama, akan menghasilkan senyawa polimer yang berbentuk padat dalam minyak. Senyawa padat tersebut lama kelamaan akan teroksidasi menghasilkan senyawa-senyawa merugikan kesehatan (Ketaren, 1986).

Kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng, diantaranya terjadinya proses oksidasi, hidrolisis, polimerisasi dan perubahan asam lemak cis menjadi trans (Ketaren, 1986).


(15)

2

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui “Pengaruh Penggorengan Terhadap Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Beras”. Pengujian dilakukan selama penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Komposisi asam lemak minyak nabati dapat dianalisis dengan menggunakan Gas Chromatography.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggorengan terhadap komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak beras pada minyak nabati yang dianalisis menggunakan Gas Chromatography

1.3 Manfaat

Adapun manfaat yang diperoleh dari pengaruh penggorengan terhadap komposisi asam lemak dengan menggunakan Gas Cromatography untuk mengetahui komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak beras.


(16)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lemak

Lemak merupakan triester asam lemak dengan gliserol. Trigliserida alami adalah triester dari asam lemak berantai panjang dan gliserol merupakan penyusun utama lemak hewan dan nabati. Lemak tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut non polar seperti eter, kloroform dan benzen. Lemak dan minyak dapat dikonsumsi, didalam tubuh lemak berfungsi sebagai sumber energi jika disimpan dalam jaringan adiposa. (Handajani, 2010).

Titik leleh lemak dan minyak bergantung pada strukturnya, biasanya meningkat dengan bertambahnya jumlah karbon. Semua jenis lemak tersusun dari asam-asam lemak yang terikat oleh gliserol, asam lemak tersusun atas jumlah atom karbon dan hidrogen yang berbeda-beda (Tambunan, 2006)

O O HO C R CH2OH CH2 O C R

O O

HO C R + CHOH CH O C R + 3H2O

O O HO C R CH2CH CH2 O C R

3 molekul Gliserol Triasilgliserol Air

asam lemak (triester dari gliserol)

Keseragaman jenis trigliserida bersumber dari kedudukan asam lemak, yaitu trigliserida sederhana adalah triester yang terbuat dari gliserol dan tiga molekul asam lemak yang sama. Contohnya, dari gliserol dan tiga molekul asam stearat akan diperoleh trigliserida sederhana yang disebut gliseril tristearat atau tristearin.


(17)

4

Kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan komponen asam lemak yang berbeda (Tambunan, 2006).

2.2 Asam lemak

Asam lemak adalah asam monokarboksilat rantai lurus tanpa cabang yang mengandung atom karbon genap mulai dari C-4, tetapi yang paling banyak adalah C-16 dan C-18. Asam lemak dikelompokkan berdasarkan panjang rantai, ada tidaknya ikatan rangkap dan isomer cis-trans (Silalahi dan Siti Nurbaya, 2011). 1. Klasifikasi asam lemak berdasarkan panjang rantai karbon.

Asam lemak ini dibedakan menjadi tiga yaitu (1) asam lemak rantai pendek (short chain fatty acids) dengan jumlah atom karbon C-4, (2) asam lemak rantai sedang (medium chain fatty acids) dengan jumlah atom karbon C-10 sampai C-12, (3) asam lemak rantai panjang (long chain fatty acids), dengan jumlah atom karbon C-14 atau lebih (Silalahi dan Siti Nurbaya, 2011).

2. Klasifikasi asam lemak berdasarkan banyaknya ikatan rangkap.

Asam lemak ini dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap, hanya mengandung ikatan tunggal pada rantai hidrokarbonnya. Asam lemak jenuh bersifat lebih stabil (tidak mudah bereaksi) daripada asam lemak tak jenuh. Sedangkan asam lemak tidak jenuh dibedakan menjadi tiga golongan yaitu, asam lemak tak jenuh tunggal (mono unsaturated fatty acids) dan asam lemak tak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acids). Ikatan ganda pada asam


(18)

5

lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen (Suhartati, 2013; Tambunan, 2006).

Asam lemak dengan gliserol merupakan penyusun utama minyak nabati dan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam ini banyak dijumpai pada minyak masak (goreng), margarin atau lemak hewan. Asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh berbeda dalam energi yang dikandungnya dan titik leburnya. Karena asam lemak tak jenuh mengandung ikatan karbon hidrogen yang lebih sedikit dibandingkan dengan asam lemak jenuh pada jumlah atom karbon yang sama, asam lemak tak jenuh memiliki energi yang lebih sedikit. Asam lemak jenuh dapat tersusun dalam susunan yang rapat, sehingga asam lemak jenuh dapat dibekukan dengan mudah dan berwujud padatan pada temperatur ruangan. Tetapi ikatan rangkap yang kaku dalam lemak tak jenuh mengubah kimia dari lemak (Suhartati, 2013).

3. Klasifikasi asam lemak berdasarkan isomer trans-cis.

Isomer dengan kedua bagian dari rantai pada sisi yang sama (cis). Isomer cismencegah lemak dari penumpukan seperti halnya yang terjadi pada ikatan jenuh. Hal ini menurunkan gaya intermolekul diantara molekul lemak, sehingga menyebabkan lemak cis tak jenuh lebih sulit untuk membeku (Suhartati, 2013).

Isomer dengan rantai yang berlawan pada ikatan ganda (isomer trans, biasanya merupakan produk dari hidrogenasi dari asam lemak tak jenuh. Asam lemak trans yakni didalam ruminansia, minyak yang dihidrogenasi sebagian (margarin), dan minyak yang telah dihilangkan baunya terutama minyak yang mengandung asam linolenik (kacang kedelai). Persyaratan yang diizinkan bahwa


(19)

6

batas asam lemak trans adalah sekitar 1%, asam lemak trans dapat meningkatkan LDL juga menurunkan kadar lipoprotein yang protektif HDL dan menaikkan kadar lipoprotein yang menambah resiko penyakit kardiovaskular (Silalahi dan Siti Nurbaya 2011; Tuminah, 2009).

2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Nabati 2.3.1 Minyak kelapa sawit

Kelapa sawit mempunyai perikarp kurang dari 80% dan dilapisi kulit yang tipis 20%, yang kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40%. Kandungan karoten dalam minyak kelapa sawit mencapai 1000 ppm (Ketaren, 1986).

Minyak kelapa sawit berhubungan dengan nama asam lemak yang dikandungnya, yakni asam lemak jenuh palmitat (C:16), sedangkan minyak inti sawit kaya akan asam laurat (C:12) (Silalahi dan Siti Nurbaya, 2011). Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit Komposisi asam lemak Jumlah (%)

Asam lemak jenuh

Asam miristat 2,1 - 2,5 Asam palmitat 40 – 46 Asam stearat 3,6 - 3,7 Asam lemak tidak jenuh

Asam oleat 39 – 45

Asam linoleat 7 – 11

Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak yang rantai hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh dan apabila tidak terdapat ikatan rangkap pada rantai


(20)

7

hidrokarbonnya disebut asam lemak jenuh. Asam palmitat dan asam oleat merupakan asam lemak yang dominan dalam minyak sawit, sedangkan asam lemak linoleat dan asam stearatnya sedikit. Asam palmitat merupakan asam lemak jenuh rantai panjang yang memiliki titik cair (meelting point) yang tinggi yaitu 64°C. Asam palmitat yang tinggi membuat minyak sawit lebih tahan terhadap oksidasi (ketengikan) dibanding jenis minyak lain. Asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang dengan memiliki satu ikatan rangkap. Titik cair asam yaitu 14°C (Zulkifli, 2014).

Manfaat minyak kelapa sawit diantaranya sebagai bahan baku untuk minyak makan, minyak sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak goreng, margarin, buffer, shortening, dan bahan untuk membuat kue-kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan minyak goreng lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. Minyak sawit dapat dimanfaatkan di berbagai industri karena memiliki susunan dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri yang banyak menggunakan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku adalah industri pangan serta industri bukan pangan serta kosmetik dan farmasi (Fauzi, 2002).

2.3.2 Minyak beras

Minyak beras diperoleh dari proses pengilangan padi. Minyak beras merupakan bahan utama dalam membuat sereal. Sumber utama dalam pembuatan minyak beras adalah beras itu sendiri. Komposisi asam lemak minyak beras dapat dilihat pada Tabel 2.2


(21)

8 Tabel 2.2 Komposisi asam lemak minyak beras Komposisi asam lemak Jumlah (%)

Asam lemak jenuh

Asam miristat 0,3

Asam palmitat 15

Asam stearat 1,7

Asam arachidat 0,6 Asam lemak tidak jenuh

Asam oleat 42

Asam linoleat 37

Asam linolenat 1,5

Minyak beras terdiri dari lebih dari 90% asam oleat, asam palmitat dan asam linolenat. Sedangkan 4% diantaranya terdiri atas pospolipid yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan minyak nabati yang lainnya, minyak beras juga memiliki kandungan lilin (wax) sekitar 1-4% (Tambunan, 2006).

2.4 Sifat Fisiko-Kimia Minyak 2.4.1 Sifat fisika

Sifat-sifat fisika minyak diantaranya adalah warna, kelarutan dan titik leleh. Zat warna yang terdapat dalam minyak terdiri atas α dan β karoten, klorofil dan anthosyianin. Zat warna ini yang menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan. Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak (Ketaren, 1968).

Minyak dan lemak tidak larut dalam air, namun hanya sedikit larut dalam alkohol, tetapi akan melarut sempurna dalam metil eter dan karbon disulfida,


(22)

9

kelarutan minyak ini digunakan untuk mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang mengandung minyak (Ketaren, 1986)

Titik leleh minyak ditentukan pada suhu kamar, minyak akan memadat dibawah suhu kamar yang sering disebut lemak, dan diatas suhu kamar akan mencair yang disebut minyak. Pada umumnya minyak atau lemak mengandung komponen-komponen yang berpengaruh terhadap titik cairnya. Minyak dan lemak pada umunya memiliki gliserida yang murni. Minyak dan lemak yang umumnya mengandung asam lemak tidak jenuh dalam jumlah yang relatif besar, biasanya berwujud cair pada temperatur kamar (Ketaren, 1986).

2.4.2 Sifat kimia minyak

Reaksi yang penting pada minyak adalah reaksi hidrolisa, oksidasi dan hidrogenasi. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan lemak atau minyak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut, yang menyebabkan ketengikan pada minyak, seperti reaksi berikut:

CH2- O – CO- R1 R1- COOH CH2 – OH

CH - O - CO - R2 + 3H2O R2- COOH + CH – OH

CH2 - O – CO - R3 R3- COOH CH2 – OH

Triasilgliserol air asam lemak bebas gliserol

Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antar sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya proses oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida (Ketaren, 1986).

Misalnya, bila asam oleat dioksidasi oleh alkali permanganat membentuk asam dihidroksi stearat, seperti reaksi berikut :


(23)

10 CH3(CH)7 – CH = CH (CH2)7COOH + H2O + O

CH3(CH)7 – CH - CH (CH2)7COOH + 3O

OH OH

CH3(CH2)7COOH + HCOO(CH2)7COOH + H2O (Tambunan, 2006).

Reaksi hidrogenasi terjadi pada permukaan katalis yang mengakibatkan reaksi antara molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen. Hidrogen akan diikat oleh asam lemak yang tidak jenuh, yaitu pada ikatan rangkap membentuk radikal kompleks antara hidrogen, nikel dan asam lemak tak jenuh. Setelah terjadi proses penguraian nikel dan radikal kompleks asam lemak, akan dihasilkan suatu tingkat kejenuhan yang lebih tinggi. Radikal asam lemak dapat terus bereaksi dengan hidrogen membentuk asam lemak jenuh, seperti reaksi berikut :

-CH=CH-CH2- + H2 Ni -CH2-CH2-CH3

2.5 Standar Mutu Minyak

Pengertian mutu yang pertama lebih mengarah pada tingkat kemurnian minyak itu sendiri. Kemurnian minyak tersebut dapat diartikan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Sedangkan pengertian mutu yang kedua mengarah pada spesifikasi/ penilaian menurut ukuran sesuai standar mutu internasional (Mangoensoekarjo, 2000).

2.5.1 Bilangan asam

Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak. Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat


(24)

11

dalam minyak atau lemak. Besarnya bilangan asam bergantung pada kemurnian minyak atau lemak lemak dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, setelah larutan dititrasi dengan larutan natrium hidroksida. Jumlah larutan natrium hidroksida yang digunakan adalah ukuran dari keasaman minyak atau lemak (Ketaren, 1986; Cocks, dkk,. 1966).

Asam lemak bebas merupakan asam lemak dalam keadaan bebas dan tidak berikatan lagi dengan gliserol. Asam lemak bebas terbentuk karena terjadinya reaksi hidrolisis dan proses oksidasi selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan asam lemak dengan kadar lebih besar dari 0,2%. Oleh sebab itu, dalam pengolahan minyak diupayakan kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (Ketaren, 1986).

Perhitungan : Bilangan asam = 56,1 ×N ×v w

Asam lemak bebas (%) = v ×N ×M 10w

Dimana : 56,1 = bobot molekul larutan KOH w = berat sampel (g)

N = normalitas NaOH

M = berat molekul asam lemak 2.5.2 Bilangan peroksida

Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukkan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida yang dapat ditentukan dengan titrasi iodometri. Cara yang sering digunakan untuk menentukan bilangan peroksida berdasarkan pada reaksi alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan


(25)

12

peroksida. Iod yang dibebaskan pada reaksi dititrasi dengan natrium thiosulfat (Ketaren, 1986; Cocks, dkk,. 1966).

Perhitungan :

Nilai peroksida = 1000 (v1−v2)×N w

Dimana : w = berat sampel (g)

V1 = volume Na2S2O3 yang digunakan (ml)

V2= volume blanko Na2S2O3 yang digunakan (ml)

N = normalitas larutan Na2S2O3

2.6 Karateristik Minyak 2.6.1 Bilangan penyabunan

Bilangan penyabunan adalah jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak. Apabila sejumlah contoh minyak atau lemak disabunkan dengan larutan KOH berlebihan dalam alkohol maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau lemak. Larutan alkali yang tertinggal dititrasi dengan menggunakan asam, sehingga jumlah alkali yang turut bereaksi dapat diketahui, seperti reaksi berikut (Ketaren, 1986).

O

CH2 O C R R1COOK CH2OH

O +

CH O C R + 3KOH R2COOK + CHOH

O +

CH2 O C R R3COOK CH2OH


(26)

13

Besarnya bilangan penyabunan tergantung dari berat molekul. Minyak yang memiliki berat molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi. Campuran minyak atau lemak dengan larutan KOH didihkan pada pendingin alir-balik sampai terjadi penyabunan yang lengkap, kemudian larutan KOH yang tersisa dititrasi dengan larutan HCl (Ketaren, 1986).

2.6.2 Bilangan Iod

Bilangan iod adalah jumlah gram iodin yang dapat diikat oleh 100 gram lemak atau minyak. Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak yang tidak jenuh akan bereaksi dengan iod atau senyawa-senyawa iod (Ketaren, 1986).

Bilangan iod ditetapkan dengan melarutkan sejumlah contoh minyak atau lemak (0,1 sampai 0,5 gram) dalam klorofrom atau karbon tetraklorida, kemudian ditambahkan halogen secara berlebihan. Setelah didiamkan, maka kelebihan dari iod yang tidak tereaksi diukur dengan mentitrasi laturan campuran dengan natrium tiosulfat, Atom-atom karbon tidak jenuh dari asam lemak yang menyerap iodin berdasarkan reaksi sebagai berikut: - CH = CH - + I2 - CHI – CHI -

(Ketaren, 1986).

2.7 Minyak Nabati sebagai Minyak Goreng

Minyak merupakan kebutuhan manusia yang setiap harinya digunakan sebagai medium penggorengan bahan pangan, seperti keripik kentang. Menggoreng bahan pangan banyak dilakukan yang merupakan suatu metode memasak bahan pangan. Banyaknya jumlah permintaan akan bahan pangan digoreng, merupakan suatu bukti yang nyata mengenai betapa besarnya jumlah


(27)

14

bahan pangan digoreng yang dikonsumsi oleh lapisan masyarakat dari segala tingkat usia (Ketaren, 1986).

Minyak nabati merupakan minyak yang diperoleh dari serealia (jagung, gandum, beras, dan lain-lain), kacang-kacangan (kacang kedelai, kacang tanah, dan lain-lain), palma-palmaan (kelapa dan kelapa sawit), dan biji-bijian (biji bunga matahari, biji wijen, biji tengkawang, biji kakao, dan lain-lain). Tidak semua minyak nabati dapat dipakai untuk menggoreng (Ketaren, 1986).

Standar mutu minyak goreng telah dirumuskan dan ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) yaitu SNI 01-3741-2002, SNI ini merupakan revisi dari SNI 01-3741-1995, menetapkan bahwa standar mutu minyak goreng seperti pada Tabel 2.3.

Minyak yang termasuk golongan setengah mengering (semi drying oil) misalnya minyak biji kapas, minyak kedelai, dan minyak biji bunga matahari tidak dapat digunakan sebagai minyak goreng. Hal ini disebabkan karena jika minyak tersebut kontak dengan udara pada suhu tinggi akan mudah teroksidasi sehingga berbau tengik. Minyak yang dipakai menggoreng adalah minyak yang tergolong dalam kelompok non drying oil, yaitu minyak yang tidak akan membentuk lapisan keras bila dibiarkan mengering di udara, contohnya adalah minyak sawit (Ketaren, 1986).

Minyak jagung, minyak kedelai dan minyak biji bunga matahari tidak dapat digunakan dalam proses penggorengan, karena minnyak tersebut jika kontak langsung dengan udara pada suhu tinggi, akan cepat mengalami oksidasi sehingga berbau tengik (Ketaren, 1986).


(28)

15

Dalam memilih minyak goreng ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Minyak goreng harus memiliki umur pakai yang lama dan ekonomis. 2. Tahan terhadap tekanan oksidatif.

3. Memiliki kualitas seragam.

4. Mudah untuk digunakanmaupun dari kemudahan pengemasan.

5. Mampu menghasilkan tekstur, warna, dan tidak menimbulkan pengaruh pada permukaan produk

Tabel 2.3 Standar Mutu Minyak Goreng

KRITERIA UJI SATUAN SYARAT

Keadaan bau, warna dan rasa - Normal

Air % b/b Maks 0,30

Asam lemak bebas (dihitung

sebagai asam laurat) % b/b Maks 0,30

Bahan Makanan Tambahan Sesuai SNI. 022-M dan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/88 Cemaran Logam :

- Besi (Fe) - Tembaga (Cu) - Raksa (Hg) - Timbal (Pb) - Timah (Sn) - Seng (Zn)

Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Maks 1,5 Maks 0,1 Maks 0,1 Maks 40,0 Maks 0,005 Maks 40,0/250,0)*

Arsen (As) % b/b Maks 0,1

Angka Peroksida % mg 0,2/gr Maks 1

Catatan * Dalam kemasan kaleng Sumber :SNI 01-3741-2002 2.7.1 Proses menggoreng

Penggorengan merupakan salah satu proses olahan pangan yang sangat populer. Penggorengan dapat didefinisikan sebagai proses pemasakan dan pengeringan produk dengan media panas berupa minyak sebagai media pindah


(29)

16

panas. Ketika bahan pangan digoreng menggunakan minyak goreng panas banyak reaksi kompleks terjadi didalam minyak dan pada saat itu minyak akan mulai mengalami kerusakan. Selama penggorengan minyak dalam kondisi suhu tinggi, adanya udara dan air yang dikandung oleh bahan menyebabkan minyak mengalami kerusakan (Ketaren, 1986).

Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan menggunakan lemak atau minyak pangan. Prosesnya diawali dengan memasukkan minyak goreng kedalam ketel penggorengan, kemudian dipanaskan selanjutnya dimasukkan bahan yang akan digoreng. Dari ketel akan diperoleh hasil gorengan, uap yang dihasilkan dari lemak, serta hasil samping lemak akibat pemanasan dan penggorengan serta kerak. Berbagai faktor mempengaruhi kondisi penggorengan dalam ketel, yaitu pemanasan dengan adanya udara, minyak yang kelewat panas

(local over heating of fat), kontak lemak dengan logam dari ketel, kontak bahan pangan dengan minyak, adanya kerak dan partikel yang gosong. Dari faktor-faktor tersebut, maka pemanasan dengan adanya udara merupakan faktor yang sangat berpengaruh (Ketaren, 1986).

Penggorengan yang berulang-ulang akan menyebabkan minyak berbau tengik, cita rasa dari makanan akan berkurang. Penggorengan berulang tersebut menyebabkan munculnya asam lemak trans yang menggangu kesehatan. Asam lemak trans akan bersaing dengan asam lemak esensial dan memicu defisiensi asam lemak esensial, yang secara struktual sama dengan asam lemak jenuh (Tuminah, 2009).


(30)

17

Sistem menggoreng bahan pangan pada umumnya terdapat dua cara, yaitu : (1) Proses gangsa (pan frying) dapat menggunakan minyak dengan titik asap yang lebih rendah, karena suhu pemanasan yang digunakan umumnya lebih rendah dari suhu pemanasan pada sistem deep frying. Ciri khas dari proses “gangsa” ialah bahan pangan yang digoreng tidak sampai terendam dalam minyak. Minyak yang digunakan pada sistem ini adalah minyak kelapa, mentega, margarin, minyak olive, dan lemak ayam. Khususnya mentega dan margarin, menghasilkan cita rasa yang enak pada bahan pangan yang digoreng. (2) Proses penggorengan dengan sistem deep frying, bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak dan tidak terbentuk asap. Jika pada proses penggorengan terbentuk asap maka ini berarti, lemak tersebut mengalami dekomposisi sehingga mengakibatkan bau dan rasa yang tidak enak (Ketaren, 1986).

2.7.2 Kerusakan minyak goreng selama pemanasan

Kerusakan minyak goreng akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng, minyak tersebut rusak akibat adanya proses oksidasi dan polimerisasi yang menyebabkan kerusakan vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak (Ketaren, 1986)

Kerusakan minyak yang terjadi diantarnya oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi. Asam lemak tak jenuh biasanya mengalami oksidasi pada ikatan rangkapnya. Oksidasi adalah penguraian minyak oleh udara, sebagai hasil oksidasinya adalah senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Hidrolisis adalah penguraian minyak oleh air menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol.


(31)

18

Senyawa polimer terjadi karena reaksi dari polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh, yang ditandai dengan terbentuknya bahan yang menyerupai gum yang mengendap didasar ketel atau wadah penggorengan (Ketaren, 1986).

2.8 Analisis Komposisi Asam Lemak dengan Gas Chromatography

Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan untuk senyawa yang mudah menguap (stabil terhadap panas). Bagian-bagian dari kromatografi gas (1) Tabung gas pembawa, (2) Pengontrolan aliran dan regulator tekanan, (3) Injection port

(tempat injeksi sampel), (4) Kolom, (5) Detektor(6) Rekorder (pencatat) (Mulja, 1994; Panagan, dkk,. 2011).

Analisis komposisi asam lemak dari lemak biasanya dianalisis dengan kromatografi gas. Lemak yang diperoleh dari sampel makanan memiliki struktur yang kompleks yang terdiri dari triasilgliserol, phospolipid dan sterol. Asam lemak dalam lemak dihidrolisis menjadi metil ester yang berhubungan dengan berbagai metode derivatisasi agar stabil untuk analisis GC, karena yang dianalisis adalah asam lemak. Pembuatan asam lemak metil ester dari sampel lemak dengan katalisator boron trifluorida dalam metanol. Dalam metode ini, sampel lemak pertama disaponifikasi dengan kelebihan NaOH dalam metanol. Asam lemak dibebaskan dengan adanya BF3 dalam metanol. Dihasilkan asam lemak metil ester

diekstrak dengan pelarut organik (isooktan atau heksana), dihomogenkan sampai terbentuk lapisan atas dimasukkan kedalam vial dan kemudian dimasukkan kedalam bagian alat GC, diinjeksikan kedalam injektor, aliran gas akan membawa uap sampel kedalam kolom yang akan memisahkan komponen- komponen yang


(32)

19

dideteksi oleh detektor. Komponen tersebut berupa metil ester, lalu dianalisis sehingga memberikan sinyal yang kemudian dicatat pada rekorder dan berupa puncak - puncak (kromatogram) (Wrolstad, dkk,. 2005).


(33)

20 BAB III

METODE PENGUJIAN 3.1 Alat

Alat yang digunakan adalah gelas ukur, kompor gas, wajan, saringan, baskom, pisau, beker gelas, tabung reaksi bertutup, hot plate, sentrifuse, vial, pipet volume, pipet mikro dan gas Chromatography, dapat dilihat pada Lampiran gambar.

3.2 Bahan

Bahan yang digunakan NaOH metanolik, BF3, iso-oktan, NaCl, minyak

beras, minyak kelapa sawit dan kentang, dapat dilihat pada Lampiran gambar.

3.3 Prosedur Pengujian

Analisa komposisi asam lemak pada minyak nabati dilakukan sebelum dan sesudah penggorengan, dengan tujuan untuk membandingkan komposisi asam lemak dan perubahan asam lemak cis-trans (asam lemak trans) pada minyak beras dan minyak kelapa sawit.

Disiapkan kurang lebih 100 ml sampel minyak nabati, masukkan kedalam wajan lakukan penggorengan kentang sebanyak empat kali. Sisa minyak penggorengan dan sebelum penggorengan dimasukkan dalam vial, lalu ditimbang kurang lebih 0,025 gram dimasukkan kedalam tabung reaksi bertutup, tambahkan 1,5 ml NaOH metanolik 0,5 N (2,9 gr NaOH dilarutkan dalam 500 ml metanol (p.a). Dipanaskan dalam penangas air suhu 100°C selama 5 menit. Kemudian


(34)

21

dinginkan tabung ke suhu kamar tambahkan BF3 2 ml, difortex selama 1-2 menit,

dan dipanaskan kembali pada suhu 100°C selama 30 menit. Didinginkan tabung ke suhu kamar, tambahkan 2,5 ml iso-oktan dan fortex kembali tabung selama 1 menit. Tambahkan NaCl jenuh sebanyak 1 ml lalu difortex. Hasil lapisan atas yang terbentuk dimasukkan kedalam vial. Sampel diinjeksi ke alat Gas Cromatography. Sampel yang diinjeksikan dalam bentuk metil ester sebanyak 1 µ� kedalam Gas Cromatography, akan muncul pada komputer peak, rating time, area (%) dan komponen asam lemak. Komponen asam lemak dilihat pada kromatogram (Sesuai dengan ketetapan PPKS)


(35)

22 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Kromatogram komposisi asam lemak sebelum penggorengan dapat dilihat pada Lampiran 1 dan sesudah penggorengan dapat dilihat pada Lampiran 2 yang disertai dengan peak, rating time, area (%) dan nama komposisi asam lemak. Komposisi asam lemak sebelum dan sesudah penggorengan dapat dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Hasil komposisi asam lemak minyak beras dan minyak kelapa sawit sebelum dan sesudah penggorengan

N O

Nama Asam Lemak

Takaran Saji dalam 100% Nama Minyak

Minyak Beras Minyak Kelapa Sawit

1 Kaproat -

-2 Kapilat -

-3 Karprat -

-4 Laurat 0,0218

(0,0211)

0,3638 (0,2649)

5 Miristat 0,3953

(0,3840)

1,1089 (0,9708)

6 Palmitat 20,5105

(20,1315)

42,3197 (40,5209)

7 Palmitoleat 0,2270

(0,2310)

0,1576 (0,1761)

8 Stearat 2,1275

(2,0997)

4,2737 (4,3233)

9 Lemak Trans

Oleat

-

(0,0712) -

10 Oleat 42,1799

(42,1096)

40,7852 (42,4220)

11 Linoleat 31,9211

(32,2895)

9,8464 (10,0450)

12 Linolenat 1,2779

(1,3275)

0,4084 (0,4016)

13 Arachidat 0,8270

(0,8215)

0,3784 (0,3902)

14 Eikosinoat 0,5122

(0,5134)

0,3579 (0,1600) ( ) sesudah penggorengan


(36)

23 4.2 Pembahasan

Berdasarkan Tabel 4.4 diperoleh kadar setiap komposisi asam lemak dari berbagai minyak nabati sebelum dan sesudah penggorengan. Minyak beras memiliki komposisi asam lemak tertinggi yaitu asam oleat sekitar 42,1799% (sebelum penggorengan) dan 42,1096% (sesudah penggorengan), dan memiliki komposisi asam lemak terendah yaitu asam laurat sekitar 0,0218% (sebelum penggorengan) dan 0,0211 (sesudah penggorengan), sedangkan minyak kelapa sawit memiliki komposisi asam lemak tertinggi yaitu asam palmitat sekitar 42,3197% (sebelum penggorengan) dan 40,5209% (sesudah penggorengan) dan memiliki komposisi asam lemak terendah yaitu asam eikosinoat sekitar 0,3784% (sebelum penggorengan) dan 0,1600% (sesudah penggorengan). Minyak beras yang belum digunakan dalam penggorengan belum terdapat asam lemak trans, namun, setelah penggorenganterbentuk asam lemak trans yaitu sekitar 0,0712%, sedangkan minyak kelapa sawit tidak terdapat asam lemak trans.

Berdasarkan (Ketaren 1986), minyak beras memiliki komposisi asam lemak tertinggi yaitu asam oleat sekitar 43,0%, minyak kelapa sawit memiliki komposisiasam lemak tertinggi yaitu asam palmitat sekitar 40-46%, hal ini sesuai dengan percobaan yang dilakukan.

Setelah dilakukan penggorengan terjadi kenaikan dan penurunan setiap komposisi asam lemak dari masing-masing minyak nabati. Hal ini dapat dipengaruhi oleh proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi. Pada percobaan ini kenaikan dan penurunan komposisi asam lemak dipengaruhi oleh proses hidrolisis


(37)

24

dan oksidasi, karena bahan pangan yang digunakan dalam proses penggorengan adalah kentang, yang kontak langsung dengan air dan udara.

Penggorengan berulang menyebabkan munculnya asam lemak trans. Asam lemak trans akan bersaing dengan asam lemak esensial dan memicu defisiensi asam lemak esensial. Maka minyak beras yang mengandung asam lemak trans masih dibawah batas maksimum karena atas kadar maksimum asam lemak trans adalah 1% (Silalahi dan Siti Nurbaya, 2011).


(38)

25 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Pengaruh penggorengan pada minyak nabati menyebakan kenaikan dan penurunan komposisi asam lemak minyak tersebut. Minyak beras memiliki komposisi asam lemak tertinggi yaitu asam oleat sekitar 42,1799% (sebelum penggorengan) dan 42,1096% (sesudah penggorengan) dan minyak kelapa sawit memiliki komposisi asam lemak tertinggi yaitu asam palmitat sekitar 42,3197% (sebelum penggorengan) dan 40,5209% (sesudah penggorengan). Pengaruh penggorengan dalam minyak juga menyebabkan terbentuknya asam lemak trans, asam lemak trans terbentuk pada minyak beras setelah penggorengan sekitar 0,0712%.

5.2 Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan kepada peneliti selanjutnya hendaknya dilakukan pengujian terhadap parameter standar mutu minyak nabati yang lain seperti penetapan bilangan peroksida dan karateristik minyak seperti bilangan iodine, bilangan penyabunan ataupun kekentalan (viskositas) untuk lebih menjamin keamanan pangan.


(39)

26

DAFTAR PUSTAKA

SNI 01-3741-2002. Standar Mutu Minyak Goreng. Badan Standarisasi Nasional. Cocks, L., dan Rede, C. (1966). Laboratory Handbook for Oil and Fats Analylists.

New York: Academic Press. Page.118,129.

Fauzi, Y. (2002). Kelapa Sawit : Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal.132-141. Handajani, H. (2010). Nutrisi Ikan. Malang: UMM Press. Hal.106-107.

Ketaren, S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press. Hal. 34-40, 65.

Mangoensoekarjo, S. (2000). Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Jakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 33.

Mulja, M. (1994). Perkembangan Instrumentasi Kromatografi Gas. Jakarta: Airlangga University Press. Hal. 16.

Panagan, A.T., Yohandini, H., dan Gultom, J.U. (2011). Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Asam Lemak Jenuh Omega-3 dari Minyak Ikan Patin (Pangasius pangasius) dengan Metoda Kromatografi Gas. Jurnal Penelitian Sains. 14 (4): 39

Silalahi, J., dan Siti Nurbaya. (2011). Komposisi, Distribusi dan Sifat Aterogenik Asam Lemak dalam Minyak Kelapa dan Kelapa Sawit. 11: 454-456.

Suhartati, F. (2013). Asam Lemak Linoleat Terkonjugasi. Magelang: UPT. Percetakan dan Penerbitan Unsoed. Hal.5-7.

Tambunan, R. (2006). Buku Ajar Teknologi Oleokimia. Medan: Universitas Sumatera Utara. Hal. 12-13, 27, 60.

Tuminah, S. (2009). Efek Asam Lemak Jenuh dan Asam Lemak Tak Tenuh “trans” Terhadap Kesehatan. 19: 14.

Wrolstad, R.E., Acree, T.E., Decker, E.A., Penner, M.H., Reid, D.S., Schwartz, S.J., Shoemaker, C.F., Smith, D., dan Sporns, P. (2005). Handbook of Food Analytical Chemistry (Water, Proteins, Enzymes, Lipids, and Carbohydrates). New Jersey: Willey-Intersience. Page. 437.

Zulkifli, M. (2014). Sabun dari Distilat Asam Lemak Minyak Sawit. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2 (4): 170-171.


(40)

27


(41)

(42)

29


(43)

(44)

31

LAMPIRAN GAMBAR

Minyak beras dan minyak kelapa sawit Proses penggorengan

Minyak sebelum dan sesudah komposisi Bahan analisis komposisi


(45)

32

Pemanasan uji komposisi asam lemak Sentrifuse untuk menghomogenkan sampel

Gas Chromatography Monitor untuk melihat peak, rating time, area (%) dan komposisi asam lemak


(1)

27


(2)

(3)

29


(4)

(5)

31

LAMPIRAN GAMBAR

Minyak beras dan minyak kelapa sawit Proses penggorengan

Minyak sebelum dan sesudah komposisi Bahan analisis komposisi


(6)

32

Pemanasan uji komposisi asam lemak Sentrifuse untuk menghomogenkan sampel

Gas Chromatography Monitor untuk melihat peak, rating time, area (%) dan komposisi asam lemak