Pengaturan Diet Gluten-Free Dan Casein-Free Bagi Pasien Autisme Di SMC RS. Telogorejo, Semarang - Unika Repository
PENGATURAN DIET GLUTEN-FREE DAN
CASEIN-FREEBAGI PASIEN AUTISME DI
SMC RS TELOGOREJO, SEMARANG
LAPORAN KERJA PRAKTEK
Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
Oleh:
RUTH JEANE SOEBROTO
14.I2.0056
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN TEKNOLOGI
KULINER
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan Kerja Praktek periode Januari-Februari 2017 di Semarang Medical Center Rumah Sakit Telogorejo serta menyelesaikan Laporan Kerja Praktek dengan judul “PENGATURAN DIET GLUTEN-FREE DAN
CASEIN-FREE BAGI PASIEN AUTISME DI SMC RS TELOGOREJO,
SEMARANG ”. Dalam Laporan Kerja Praktek ini, penulis memberikan gambaran secara singkat mengenai diet khusus bebas gluten dan kasein sebagai salah satu alternatif pengobatan autisme. Laporan Kerja Praktek ini penulis tulis dengan tujuan sebagai tanda bukti kepada semua pihak yang bersangkutan dan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian jurusan Nutrisi dan Teknologi Kuliner. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih bagi semua pihak yang telah membantu penulis dalam melaksanakan Kerja Praktek hingga menyelesaikan Laporan Kerja Praktek ini, terutama bagi: 1.
Tuhan Yesus Kristus, yang telah selalu menyertai penulis dalam segala kegiatan selama Kerja Praktek hingga menyelesaikan Laporan Kerja Praktek tepat waktu.
2. Anastasia Aprilia Setiawati, AMG selaku Kepala Bagian Gizi yang telah memberikan penulis kesempatan untuk menjalankan Kerja Praktek di Bagian Gizi.
3. Dr. V. Kristina Ananingsih, ST., MSc., selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan Kerja Praktek.
4. Dr. Ir. Ch. Retnaningsih, MP., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan kepada penulis dalam penyusunan laporan kerja praktek.
5. Diah Lestari, Khomsatun, Karina Hayu Mawarti, Martalina Tri Kapriana, Sury Yoga, Rena Paulina, Ika Fitriani, Antika Yuliana, Dwi Purwanti, dan Nindya Marta, selaku ahli gizi yang telah membantu penulis selama penulis melaksanakan Kerja Praktek di SMC RS Telogorejo.
6. Seluruh karyawan Bagian Gizi yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu yang telah memberikan banyak bantuan dan pengajaran bagi penulis selama penulis
8. Keluarga penulis, yang selalu menyemangati penulis dalam melaksanakan kerja praktek.
Penulis berharap dengan adanya laporan kerja praktek ini dapat berguna bagi pengetahuan teruntuk semua orang yang bergulat dalam bidang gizi dan pangan. Dalam kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan permintaan maaf sebesar-besarnya bilamana terdapat kesalahan kata dan kekurangan dalam penyusunan laporan kerja praktek ini. Penulis juga mengharapkan adanya kritik dan saran yang dapat membangun penyusunan laporan dan karya ilmiah penulis dikemudian hari.
Semarang, Maret 2017 Ruth Jeane Soebroto
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Lauk Hewani) ....................................... 20 Tabel 2. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Lauk Nabati) ......................................... 20 Tabel 3. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Sayur) ................................................... 21 Tabel 4. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Buah) .................................................... 21 Tabel 5. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Minuman + Snack) ................................ 21
DAFTAR GAMBAR
Gambar 8. Proses Pengolahan Milk Kitchen .................. Error! Bookmark not defined.
Gambar 9. Tempat Pencucian Alat Makan Pasien ......... Error! Bookmark not defined. Gambar 11. Proses Penyajian Katering Diet .................. Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Autisme merupakan gangguan perkembangan pada anak yang berakibat tidak dapat
berkomunikasi dan tidak dapat mengekspresikan perasaan dan keinginannya sehingga perilaku hubungan dengan orang lain terganggu. Jumlah anak yang mengidap gangguan autisme di dunia semakin meningkat seiring berkembangnya peradaban. Hasil survey pada beberapa negara menunjukkan bahwa rasio autisme di dunia diperkirakan memiliki rasio 1:5000 orang dengan perbandingan 3:1 untuk pria dan wanita. Di Indonesia, jumlah anak autis dengan rentang usia 5-19 tahun diperkirakan sebesar 112.000 anak pada tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbandingan 1:88 orang menyandang autisme di Indonesia. Oleh karena itu, autisme merupakan salah satu hal yang patut diperhatikan bagi seluruh masyarakat dikarenakan penyebab autisme yang tidak dapat dispesifikan secara jelas. Diketahui bahwa kebutuhan gizi seorang dengan autisme lebih rinci dibandingkan dengan seorang tanpa gangguan autisme. Hal ini berkaitan dengan produksi antibodi yang dapat menyebabkan seorang autis memiliki reaksi alergi pada satu atau lebih bahan pangan. Reaksi alergi yang timbul dapat mengganggu sistem pencernaan, seperti diare, konstipasi, serta refluks gastrointestinal. Dengan adanya reaksi alergi inilah timbul spekulasi bahwa pasien autisme membutuhkan diet khusus yang dapat dilakukan dengan pembatasan pada bahan pangan tertentu yang dikondisikan dapat memicu timbulnya reaksi alergi. Berbagai macam diet telah dikembangkan seiring dengan ditemukannya bahan pangan yang dapat menyebabkan reaksi alergi. Gejala penyebab autisme dapat dicegah, sehingga seseorang dapat tumbuh, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan normal.
Berdasarkan hal diatas, dapat diketahui bahwa terdapat cara untuk mengatasi gangguan autisme. Oleh karena itu, penting bagi seluruh masyarakat untuk mengetahui jenis diet khusus bagi seorang dengan autisme sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Penerapan dalam kehidupan sehari-hari ini dapat membantu seseorang dengan
1.2. Rumusan Masalah Kerja Praktek 1.2.1.
Apakah yang dimaksud dengan gangguan autisme? 1.2.2. Apa saja faktor pengaruh serta sumber yang dapat menyebabkan gangguan autisme?
1.2.3. Apa hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan autisme? 1.2.4.
Apa diet yang dapat membantu mengatasi gangguan autisme yang timbul? 1.2.5. Bagaimana contoh penerapan terapi diet bagi seseorang yang memiliki autisme?
1.3. Tujuan Kerja Praktek 1.3.1.
Sebagai salah satu syarat mendapatkan nilai akhir pada matakuliah Kerja Praktek.
1.3.2. Sebagai syarat utama dalam mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian jurusan Nutrisi dan Teknologi Kuliner.
1.3.3. Menambah wawasan dalam menjalani dunia kerja.
1.3.4. Mengetahui hal-hal yang dapat dilakukan untuk membantu mengatasi gangguan autisme.
1.3.5. Sebagai pembanding antara teori dan praktek yang dilakukan pada kegiatan lapangan
1.3.6. Mengetahui yang dimaksud dengan gangguan autisme 1.3.7.
Mengetahui faktor pengaruh serta sumber yang dapat menyebabkan gangguan autisme
1.3.8. Mengetahui hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan autisme 1.3.9.
Menjelaskan diet yang dapat membantu mengatasi gangguan autisme yang timbul
1.3.10. Membuat contoh penerapa terapi diet bagi seseorang dengan autisme.
BAB II PROFIL PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan Rumah Sakit Telogorejo merupakan Rumah Sakit Tiong Hoa yang ada di Semarang, Indonesia. Sebelum dinamakan Rumah Sakit Telogorejo, usaha ini dimulai dengan
membuka Poliklinik Tiong Hoa yang diberi nama Poliklinik Gang Gambiran. Poliklinik ini terus mengalami perubahan dan pengembangan yang akhirnya menjadi Rumah Sakit
Tiong Hoa Ie Wan dengan Ie Wan yang berarti Rumah Sakit, sehingga dapat diartikan
sebagai Rumah Sakit Tiong Hoa. Rumah Sakit Tiong Hoa Ie Wan dibuka pada 25 November 1951 dengan fasilitas sebanyak 50 tempat tidur pasien dengan satu tujuan dasar, yaitu “memberi pertolongan tabib dalam arti yang luas dengan percuma atau dengan pungut pembayaran yang rendah, pada orang-orang yang tidak atau kurang mampu, dengan tidak pandang bahasa atau agama”. Kemudian pada 12 Desember 1962, Rumah Sakit Tiong Hoa Ie Wan berubah nama menjadi Rumah Sakit Telogorejo melalui surat Keputusan Menteri Kehakiman no. JA.5/133/9. Pada tahun 1963, dibentuklah Sekolah Keperawatan oleh Rumah Sakit Telogorejo demi meningkatkan kualitas dari pelayanan Rumah Sakit yang diberikan. Rumah Sakit Telogorejo menjadi Rumah Sakit Terbaik menurut Kementerian Kesehatan Indonesia pada tahun 1986. Rumah Sakit Telogorejo mendapatkan akreditasi penuh tingkat nasional pada 17 Februari 1997. Pada 2 Juni 2005, Rumah Sakit Telogorejo ditetapkan sebagai 16 lembaga kesehatan nasional berakreditasi yang kemudian mendapatkan akreditasi oleh
ISO (International Organization for Standardization) pada 29 April 2009. Rumah Sakit Telogorejo juga ditetapkan sebagai Rumah Sakit Bintang Lima terakreditasi (KARS- SERT/17/IX/2013) pada tahun 2013.
2.2. Visi dan Misi Perusahaan 2.2.1.
Visi Rumah Sakit Telogorejo Menjadi Rumah Sakit pilihan utama
2.2.2.3. Menyediakan pelayanan medik spesialistik 2.2.2.4.
Menyediakan pelayanan medik dan keperawatan berstandar internasional 2.2.2.5. Senantiasa mengembangkan kemampuan teknologi medik mutakhir 2.2.2.6. Senantiasa meningkatkan kompetensi karyawan 2.2.2.7. Mengupayakan pertumbuhan yang berkesinambungan 2.2.2.8. Peduli terhadap lingkungan
2.3. Struktur Organisasi
Berikut merupakan diagram alir struktur kepengurusan Bagian Gizi SMC RS Telogorejo:
Dietary Ahli Gizi / Supervisor Penata Gizi
Petugas Administrasi
Support Service OIC
Juru Masak
Chef Pengawas Executive Dapur
Petugas Gizi Pelaksana
Kamar Makan Gambar 1.Struktur Kepengurusan Bagian Gizi SMC RS Telogorejo
Setiap bagian kepengurusan dijabat dengan tugas spesifik masing-masing sebagai berikut: Support Service Office in Charge dijabat oleh dr. Agung Sudarmanto, MM. dengan tugas untuk mengawasi kelancaran operasional Bagian Gizi SMC RS Telogorejo.
Dietary Supervisor dijabat oleh Anastasia Aprilia Setiawati, AMG dengan tugas
Chef Executive dijabat oleh Ex. Chef Ruswindarto dengan tugas untuk mengawasi semua juru masak, membuat resep masakan, dan menciptakan inovasi masakan baru. Ahli Gizi/Penata Gizi terdiri atas 10 orang dengan tugas untuk memberikan konsultasi gizi pada pasien, memberikan dan menjadwalkan menu makan bagi pasien berkebutuhan khusus, seperti diabetes, hipertensi, kolesterol, penyakit jantung, hati, lambung, dll.
Petugas Administrasi terdiri atas 2 orang dengan tugas yaitu, memilah bahan mentah yang datang bersama dengan petugas bagian logistik, menentukan jumlah pembelian bahan baku berdasarkan jumlah pasien setiap hari; baik untuk pasien dengan maupun tanpa diet berkebutuhan khusus.
Juru Masak memiliki tugas untuk membuat masakan yang telah ditentukan sesuai dengan jadwal dan jumlah yang dibuat oleh pengawas dapur. Pengawas Dapur terdiri atas 4 orang dengan tugas untuk mengawasi kelancaran perputaran makanan yang ada dan juga mengawasi juru masak agar memasak menu yang sesuai dengan jumlah dan jadwal.
Petugas Gizi memiliki tugas untuk menyajikan setiap makanan untuk pasien sesuai dengan diet yang telah diatur oleh piñata gizi/ahli gizi. Pelaksana Kamar Makan memiliki tugas untuk menjaga kebersihan lingkungan Bagian Gizi SMC RS Telogorejo, baik peralatan kecil hingga peralatan besar.
2.4. Pembagian Kerja
Bagian Gizi SMC RS Telogorejo memberikan waktu kerja sebanyak 7 jam bagi seluruh karyawan, terkecuali beberapa jabatan yang diisi hanya oleh satu orang saja, seperti
Chef Executive dan Dietary Supervisor. Pembagian shift kerja dapat dijabarkan sebagai
berikut: Dietary Supervisor dan Chef Executive: pk. 08.00 – 16.30 WIB, hanya satu shift saja. Shift pagi : pk. 06.00
- – 13.00 WIB, teruntuk Ahli Gizi; Petugas Administrasi; Juru Masak; Pengawas Dapur; Petugas Gizi; dan Pelaksana Kamar Makan.
Shift tengah : pk. 08.00
- – 15.00 WIB, teruntuk Ahli Gizi; Petugas Administrasi; Juru
- – 06.00 WIB, teruntuk Juru Masak; Pengawas Dapur; dan Pelaksana Kamar Makan.
Berdasarkan pembagian shift diatas, setiap karyawan Bagian Gizi memiliki hari kerja sebanyak 6 hari dan mendapatkan satu hari libur tiap minggunya.
BAB III PROSES PRODUKSI MENU DIET PASIEN AUTISME DI SMC RS TELOGOREJO, SEMARANG Proses produksi yang dilakukan di SMC RS Telogorejo diaplikasikan dengan penyajian
makanan kepada pasien sesuai dengan diet pasien masing-masing. Proses produksi yang dimaksud adalah mulai bahan mentah hingga penyajian bahan jadi kepada pasien. Berikut akan dipaparkan satu persatu setiap langkah dalam proses produksi makanan bagi pasien autisme di SMC RS Telogorejo Semarang.
3.1. Penerimaan Bahan Baku
Proses penerimaan bahan baku dilakukan pada tiap-tiap harinya pukul 07.30
- – 09.30 WIB oleh petugas administrasi yang bertugas. Bahan baku didatangkan oleh supplier yang telah memiliki kontrak dengan SMC RS Telogorejo Semarang. Setiap bahan baku yang didatangkan oleh supplier akan dicek kesesuaiannya dengan standar operasional yang dimiliki oleh rumah sakit, baik secara penampilan fisik; ukuran bahan baku; maupun kualitas bahan baku yang dibawa oleh supplier. Proses penerimaan bahan baku ditunjukkan pada Gambar 2(a). Pengecekan tidak hanya semata pada bahan baku yang dibawa oleh supplier, namun pengecekan juga dilakukan untuk ketepatan waktu supplier dalam membawakan bahan baku. Oleh karena itu, setiap supplier yang datang akan dicatat waktunya. Bahan baku yang tidak sesuai dengan kriteria yang ada akan dikembalikan kepada supplier dan supplier harus memberikan kekurangan bahan baku sesuai dengan batas waktu yang diberikan, yaitu pukul 12.00 WIB.
(a) (b) Gambar 2. Proses Penerimaan Bahan Baku. (a) Pensortiran dan penimbangan bahan baku. (b) List bahan baku yang didatangkan oleh supplier
Bahan baku yang didatangkan oleh supplier termasuk didalamnya adalah sayuran hijau, buah-buahan, daging ayam, daging sapi, ikan fillet, tulang ayam, rempah, bumbu masak, tahu, dan tempe seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2(b). Selain bahan baku, juga terdapat bahan penunjang, seperti daun pisang dan snack untuk pasien dan dokter yang bertugas di malam hari. Snack yang diberikan bagi pasien autisme harus memenuhi persyaratan khusus, yaitu persetujuan resep snack supplier oleh pihak Rumah Sakit. Snack yang diberikan harus memegang prinsip, yaitu dengan menghilangkan maupun meminimalisir penggunaan karbohidrat majemuk dan penggunaan susu yang mengandung laktosa.
3.2. Penyimpanan Bahan Baku
Bahan baku yang telah disortir kemudian akan disimpan dalam gudang yang terpisah, seperti dry storage, equipment storage, fruit and vegetable storage, frozen food storage, serta meat storage sebagaimana ditujukkan pada Gambar 3. Pada setiap tempat penyimpanan dilakukan prinsip FIFO (First In First Out) dimana bahan yang masuk kedalam tempat penyimpanan terlebih dahulu akan digunakan terlebih dahulu. Pada aplikasinya, prinsip FIFO ini dapat diterapkan dengan menggunakan labeling pada kemasan produk jadi, maupun dapat menggunakan labeling pada wadah yang digunakan untuk menyimpan bahan baku. Prinsip FIFO pada tempat penyimpanan ditunjukkan pada Gambar 4.
(a) (b) Gambar 3. Kondisi Penyimpanan Kering
(a) Penamaan gudang kering (b) Kondisi penyimpanan gudang kering (a) (b)
Gambar 4. Penyimpanan Produk serta Penerapan Prinsip FIFO (a) Penamaan produk (b) Labeling expired date bahan kering
Bahan baku seperti buah dan sayur memiliki gudang tersendiri dimana penyimpanan dilakukan pada suhu chilling sehingga tidak mudah rusak. Sayur yang akan disimpan dibungkus terlebih dahulu dengan menggunakan plastic wrap sehingga proses oksidasi dapat dicegah. Penyimpanan daging dilakukan pada suhu freezing dan chilling, dimana suhu chilling digunakan untuk proses marinasi daging serta proses thawing daging. Sedangkan penyimpanan pada suhu freezing digunakan untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme serta kerusakan kimia lain pada daging. Penyimpanan bahan-bahan kering, bumbu penyedap, serta bahan lain yang tidak membutuhkan prinsip tertentu dalam penyimpanan diletakkan di dry storage, dimana dry storage merupakan tempat penyimpanan yang berada di suhu ruang. Semua bahan yang disimpan pada dry storage diletakkan diatas rak yang berjarak ±30 cm dari permukaan lantai serta memiliki tinggi ±170 cm. Tindakan ini merupakan contoh tindakam preventif untuk mencegah
3.3. Pengolahan Bahan Baku
Proses pengolahan bahan baku dimulai dari preparasi bahan baku menjadi bahan setengah jadi, kemudian dilanjutkan dengan proses pemasakan bahan setengah jadi menjadi bahan jadi yang layak disajikan. Proses preparasi bahan baku dilakukan secara terpisah sesuai kategori bahan baku yang digunakan, seperti daging, bahan laut, sayur, serta buah. Selain itu, talenan yang digunakan pada masing-masing tempat preparasi berbeda warna sehingga tidak tercampur dengan bahan lain. Proses preparasi daging dan bahan laut digunakan pada saat bahan baku datang, dimana akan dilakukan pencucian bahan baku sebelum disimpan. Selain itu, tempat preparasi daging dan bahan laut digunakan untuk proses marinasi bahan baku. Pada tempat preparasi buah, dilakukan pengupasan dan pencucian buah yang kemudian akan dilanjutkan dengan pemotongan dan pengemasan pada cold kitchen. Sedangkan pada tempat preparasi sayur, dilakukan pengupasan dan pemotongan berbagai macam sayur, seperti wortel, gambas, sawi hijau, bayam, kangkung, jagung, putren, serta jenis sayur lainnya. Pengupasan dilakukan secara manual oleh karyawan dapur yang bertugas sesuai dengan shift masing-masing. Setiap pegawai memiliki job
desk masing-masing, seperti bagian preparasi, pembuatan bumbu, bagian memasak lauk,
maupun bagian memasak nasi. Sedangkan pemotongan sayur dapat dilakukan secara manual maupun dengan menggunakan mesin pemotong. Mesin pemotong digunakan untuk memotong bumbu-bumbu maupun sayur yang membutuhkan ketipisan yang seragam. Situasi preparasi sayur dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Proses Preparasi Bahan Baku oleh Petugas tempat preparasi, yaitu hot kitchen. Hot kitchen digunakan untuk memasak segala masakan yang menggunakan bantuan api, dimana hot kitchen dilengkapi dengan penghisap udara sehingga asap yang timbul akibat proses pemasakan tidak melingkupi seluruh ruangan, namun dapat dikeluarkan dari ruangan seperti yang tertera pada Gambar 6.
(a) (b) Gambar 6. Kondisi Hot Kitchen pada Pengolahan Produk
(a) Peralatan dan proses pemasakan bahan baku (b) Pembuatan minuman hangat bagi pasien oleh petugas Pasien yang berada di Rumah Sakit tidak semuanya merupakan pasien autisme, oleh karena itu, pembuatan makanan bagi pasien autisme harus dilakukan terlebih dahulu untuk menghindari adanya kontaminasi baik langsung maupun silang pada masakan yang disajikan. Pencucian alat yang kurang bersih dapat menyebabkan kontaminasi silang pada makanan diet khusus, terutama bila makanan mengandung bahan yang berbahaya bagi pasien autisme.
Proses pengolahan makanan tidak hanya dilakukan pada hot kitchen, namun juga pada
cold kitchen , dimana cold kitchen digunakan untuk mengolah bahan-bahan yang tidak
membutuhkan api maupun panas pada proses pengolahannya. Cold kitchen digunakan untuk mengolah buah, roti, dan jus. Selain itu, cold kitchen dilengkapi dengan chiller
display sebagai tempat penyimpanan buah dan bahan olahan yang membutuhkan suhu
dingin dalam proses penyimpanannya, seperti buah potong, pudding, dan agar-agar.Situasi cold kitchen dapat dilihat pada Gambar 7. berbeda dengan pasien yang tidak memiliki penyakit hati. Selain itu, pasien diabetes mellitus akan memiliki jumlah gula yang lebih sedikit dibandingkan dengan pasien normal walaupun memiliki jenis jus yang sama. Setelah pembuatan jus selesai, maka akan dilakukan persiapan snack makan siang yang dapat berupa minuman hangat layaknya wedang maupun buah potong bagi seluruh pasien. Buah yang telah dipreparasi di fruit preparation akan diolah di cold kitchen. Pengolahan yang dimaksudkan adalah
portioning buah serta pengemasan. Bila snack pendamping makan siang yang disajikan
adalah wedang, maka petugas akan melakukan pengisian pada wadah yang disediakan kemudian dilanjutkan dengan menuangkan air jahe pada wadah sebelum disajikan kepada tiap-tiap pasien.
(a) (b) Gambar 7. Situasi Cold Kitchen pada Proses Pengolahan Produk
(a) Tata letak ruangan cold kitchen (b) proses pengepakan dessert siang bagi pasien Jenis pengolahan bahan yang terakhir adalah pada milk kitchen. Milk kitchen digunakan untuk mengolah susu dan makanan blender, dimana kedua jenis makanan ini diperuntukkan bagi pasien yang tidak dapat memakan nasi. Susu diberikan kepada ibu hamil, bayi, anak balita, lansia, serta pasien ICU, dimana jenis susu disesuaikan bagi tiap-tiap pasien. Makanan blender diberikan kepada pasien yang pada dasarnya dapat memakan nasi, namun tidak memiliki kemampuan untuk melakukannya. Makanan blender merupakan makanan sesuai dengan menu harian yang telah disiapkan, yang kemudian akan diblender untuk mendapatkan makanan yang mudah dilumatkan tanpa membutuhkan banyak energi. Makanan blender akan disajikan dalam mangkok milik pasien tersebut.
3.4. Penyajian Makanan
Alat makan yang digunakan oleh pasien harus dibersihkan sebelum digunakan untuk meletakkan makanan baru pada tempat makan dan setelah makanan disantap oleh pasien. Proses pembersihan dimulai dengan pencucian alat makan oleh petugas, yang kemudian akan dikeringkan dengan dilewatkan pada konveyor dengan suhu tertentu. Alat makan yang telah bersih kemudian disimpan pada suhu tertentu untuk mensterilkan alat makan yang akan digunakan. Pada waktu yang telah ditentukan, alat-alat akan diambil dari tempat penyimpanan dan diisi dengan menu harian sesuai diet. Tempat pencucian alat makan pasien dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 8. Tempat Pencucian Alat Makan Pasien Pada proses portioning makanan dilakukan pada dua tempat terpisah, bagi pasien dengan diet normal dan bagi pasien berdiet khusus, seperti diabetes mellitus, hati, jantung, lambung, rendah purin, dan lain sebagainya. Jenis masakan yang diberikan sama, namun pasien dengan diet khusus akan memiliki satu atau lebih jenis bahan pangan yang dihilangkan sesuai dengan dietnya. Proses penyajian makanan pasien rawat inap dapat dilihat pada Gambar 10.
(a) (b)
BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Definisi Autisme Autisme atau yang dalam bahasa kedokteran diistilahkan dengan ASDs (Autism Spectrum Disorders ) merupakan gangguan perkembangan seseorang yang sangat
mempengaruhi kemampuan sosial dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, yang dapat memberikan dampak negatif bagi keseluruhan anggota keluarga penderita (Posar&Visconti, 2016). Autisme merupakan gangguan perkembangan pada manusia yang ditandai dengan adanya gangguan dalam bidang komunikasi sosial, kognitif, perilaku, bahasa, dan interaksi sosial. Berdasarkan Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders edisi kelima (DSM-5), pertanda autisme dapat diketahui
dengan defisiensi dalam kemampuan berkomunikasi dan interaksi sosial, maupun dengan adanya keterbatasan dan pengulangan perilaku, aktivitas dan ketertarikan (American Psychiatric Association, 2013 dalam Posar&Visconti, 2016). Salah satu gejala autisme adalah dengan adanya reaktivitas sensori yang kurang maupun berlebihan, seperti pemilih bahan pangan yang berlebihan (American Psychiatric
Association , 2012 dalam Kral et al., 2013). Autisme dapat diketahui sejak tahun
pertama kehidupan bayi, yang dilanjutkan dengan lambatnya perkembangan anak pada tahun kedua dan ketiga, terutama pada kemampuan berbicara dan berkomunikasi sosial. (Centers for Disease Control and Prevention, 2012 dalam Kral et al., 2013).
4.2. Sumber dan Faktor Pengaruh Gangguan Autisme
Kasus autisme sering ditemukan di berbagai kalangan, namun penyebab autisme sendiri tidak dapat dipastikan. Beberapa berpendapat bahwa autisme terjadi akibat kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Selain itu, autisme juga dapat disebabkan adanya infeksi virus pada trimester awal kehamilan maupun infeksi bakteri pada trimester kedua (David et al., 2016). Pengkonsumsian beberapa obat-obatan juga dapat memicu timbulnya gangguan autisme. Sebagai contoh mengkonsumsi asam valporik, obat untuk timbulnya autisme. Faktor lingkungan yang dimaksud adalah faktor lingkungan penderita autisme, seperti lingkungan alam, keluarga, asupan makanan, maupun pada saat masih berupa janin. Kondisi diatas dapat menjadi salah satu faktor timbulnya autisme.
Menurut penelitian Volk et al. (2013) yang dikutip oleh Posar&Visconti (2016), paparan polusi udara yang tinggi, seperti nitrogen dioksida, pada masa kehamilan hingga 12 bulan kelahiran disimpulkan dapat berkaitan dengan autisme. Begitu pula halnya dengan penelitian oleh Jung et al. (2013) dalam Posar&Visconti (2016), menyatakan bahwa paparan polusi udara yang berlebihan selama 1-4 tahun , seperti ozon, karbon monoksida, nitrogen dioksida, dan belerang dioksida, dapat meningkatkan timbulnya autisme. Sedangkan menurut penelitian Roberts et al. (2013) dalam Posar&Visconti (2016), diketahui bahwa eksposur tinggi terhadap partikel pembentuk diesel seperti tembaga, mangan, nikel, dan cadmium sangat berkaitan dengan autisme. Selain itu, diketahui bahwa keterkaitan dengan paparan polusi udara dengan autisme lebih tinggi pada pria dibandingan pada wanita. Gao et al. (2015) dalam Posar&Visconti (2016), menyatakan bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa seorang wanita yang mengalami depresi maupun mendapatkan komplikasi selama kehamilan berkaitan dengan meningkatnya resiko autisme pada anak. Seseorang dengan autisme sering memiliki beberapa masalah, seperti masalah gastrointestinal (GI) dan kesulitan kebiasaan makan. Seseorang dengan autisme merupakan orang yang lebih pemilih dalam hal makanan, sehingga sering terjadi penolakan makanan bahkan pemberontakan pada saat waktu makan. Dengan selalu adanya halangan pada makan dapat meningkatkan resiko defisiensi nutrisi bagi anak autis, sedangkan nutrisi yang cukup merupakan hal sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal lain yang sering dilakukan oleh anak-anak dengan autisme adalah kesulitan dalam memberikan makanan, seperti membutuhkan penyajian khusus, hanya mengkonsumsi makanan bertekstur lunak, hingga mengkonsumsi sedikit variasi yang menunjukkan bahwa seorang autisme memiliki jumlah serum Vitamin D dan jumlah plasma esensial asam amino yang lebih rendah dibandingkan dengan anak normal. Bila hal ini berkelanjutan, maka seseorang dapat mengalami defisiensi nutrisi (kalsium dan protein) (Meguid et al., 2010 dalam Kral et al., 2013). Selain itu, sebagian dari anak-anak dengan autisme tergolong dalam kelompok obesitas dibandingkan dengan anak normal yang ditandai dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih besar dari persentil 95% (Curtin et al., 2010 dalam Kral et al., 2013).
Gangguan gastrointestinal seperti sakit perut, konstipasi, diare, dan asam lambung sering dialami oleh seseorang dengan autisme. Bahkan, tidak sedikit dari mereka mengalami gangguan yang lebih parah, seperti penyakit limpa, radang usus, hingga hernia. Gangguan gastrointestinal sangat berkaitan dengan gangguan tidur dan intoleransi terhadap bahan pangan tertentu. Selain itu, beberapa penderita autisme yang memiliki kebiasaan maladaptive mungkin mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang dapat memberikan efek samping, seperti peningkatan berat badan dan konstipasi (Sharma&Shaw, 2012 dalam Kral et al., 2013). Gangguan gastrointestinal dapat juga disebabkan dengan rendahnya aktivitas enzim, seperti enzim disakarase. Gangguan gastrointestinal yang dialami seseorang berkaitan dengan timbulnya autisme. Meningkatnya permeabilitas usus terhadap peptida karena luka pada usus dapat mengganggu mekanisme saraf dan perkembangan otak pada anak-anak. Salah satunya adalah gluten, komposit protein yang sering ditemukan pada bahan pangan hasil olahan gandum dan turunannya, ditemukan dapat meningkatkan permeabilitas usus (Lammers
et al. , 2008 dalam Kral et al., 2013). Oleh karena itu, munculah diet gluten-free dan/atau
casein-free yang diupayakan dapat memperbaiki gangguan gastrointestinal pada anak-
anak.
4.3. Cara Mencegah Gangguan Autisme
Banyak sekali penelitian mengenai cara mengatasi ASD. Salah satunya adalah dengan menggunakan hormon gastrointestinal, yaitu sekretin. Sekretin merupakan hormone
Penanganan autisme dapat dilakukan sejak dini, lebih lagi autisme harus ditangani sejak gejala-gejalanya sudah mulai tampak. Penanganan ini diperlukan sehingga seseorang dengan autisme dapat bergaul dengan normal, termasuk didalamnya dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik. Bila penanganan ini dilakukan terlambat, atau dibiarkan hingga anak tersebut dewasa, gejala yang timbul dapat menjadi lebih sukar untuk ditanggulangi. Berbagai jenis terapi telah dikembangkan untuk menanggulangi autisme, salah satunya adalah dengan diet makanan tertentu yang sering disebut dengan terapi diet. Beberapa contoh terapi diet yang telah dikembangkan adalah
Gluten Free Casein Free Diet, Feingold Diet, Failsafe Diet , dan Specific Carbohydrate
Diet.
Feingold Diet merupakan salah satu diet yang menganjurkan bahwa seorang dengan
autisme tidak mengkonsumsi Bahan Tambahan Pangan (BTP), seperti perisa buatan, pewarna buatan, pengawet, dan pemanis buatan sehingga kondisi anak dapat menjadi lebih baik. Selain BTP, dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi senyawa salisilat yang merupakan senyawa alami pada beberapa buah dan sayur, seperti tomat, mentimun, apel, jeruk, anggur, persik, plum, beri, ceri, dan kacang almond. Sedangkan Failsafe Diet merupakan perkembangan dari Feingold Diet, dimana diet ini berbasis dengan menghindari konsumsi BTP, senyawa salisilat, senyawa amina, dan MSG (Cermak et al., 2010).
Specific Carbohydrate Diet merupakan diet yang awalnya digunakan untuk mengatasi
Cohrn’s Disease. Namun seiring perkembangan zaman, diet ini juga dikembangkan
untuk membantu mengatasi gangguan pencernaan, Celiac Disease hingga autisme. Prinsip dari diet ini adalah dengan mengkonsumsi karbohidrat dalam bentuk gula sederhana (monosakarida), serta mengurangi konsumsi gula majemuk (disakarida dan polisakarida). Dengan mengkonsumsi monosakarida, proses pencernaan tidak terlalu berat, dimana senyawa karbohidrat sudah dalam bentuk yang mudah dicerna dan tidak menurunkan kemampuan seseorang dalam mencerna disakarida maupun polisakarida, dimana mukosa ini akan menurunkan kontak antara disakarida dengan enzim, sehingga disakarida dan polisakarida tidak dapat dicerna dan digunakan oleh tubuh (Gottschall, 2004).
Gangguan gastrointestinal yang terjadi juga dapat disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang secara natural, maupun tidak, terdapat pada usus halus. Mikroorganisme yang tidak secara alami berada pada usus halus dapat memperburuk proses absorbsi nutrient. Mikroorganisme yang ada pada tubuh membutuhkan nutrisi untuk kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, diet ini akan membatasi keberadaan karbohidrat yang digunakan sebagai sumber energi, sehingga akan menurunkan jumlah mikroorganisme yang ada pada tubuh. Bahan pangan yang diperbolehkan untuk dikonsumsi pada diet ini adalah rempah-rempah, segala jenis buah dan sayur, kacang- kacangan, keju, unggas, ikan, daging, produk fermentasi (memiliki pH rendah), asam amino, dan wine (Gottschall, 2004). Sedangkan bahan-bahan yang sebaiknya dihindari adalah agar-agar (karena mengandung polisakarida), segala jenis tepung dan produk olahannya (karena mengandung pati), tumbuhan polong dan olahannya (kecap), bir (mengandung tambahan gula), buah dan sayur kaleng (sering diawetkan dengan menggunakan gula tambahan), MSG (bersifat neurotoksin), susu (mengandung laktosa), segala jenis serealia (mengandung polisakarida), dan asam jawa (mengandung pati dan gula majemuk).
Salah satu diet yang cukup sering diterapkan oleh berbagai khalayak masyarakat adalah Diet Gluten-Free Casein-Free atau diet bebas gluten dan kasein (Mulloy et al., 2010). Diet GFCF dilakukan dengan menghindari makanan dan/atau minuman yang mengandung kasein dan gluten. Gluten merupakan senyawa yang terdapat secara alami seperti, gandum dan jelai. Kasein merupakan senyawa protein dalam susu. Diet ini dilakukan dengan menghindari segala jenis bahan pangan yang mengandung gluten dan kasein. Diet GFCF ini dilakukan untuk mencegah gluten dan kasein mengganggu kerja tersebut memiliki efek yang sama dengan morfin dan heroin, sehingga diet GFCF yang diterapkan dapat menghilangkan kondisi autisme yang dideritanya (Kessick, 2009). Diet GFCF yang dilakukan dapat menunjang teknik pengobatan lain, seperti terapi perilaku, fisik, dan berbicara. Terapi yang dilakukan secara berdampingan ini dapat meningkatkan perkembangan kemampuan komunikasi dan interaksi sosial dengan orang lain (Danuatmaja, 2003). Namun, pengimplementasian diet GFCF tidaklah semudah yang diharapkan. Adanya perlawanan dari orang yang diterapi, terutama bagi anak-anak, menjadi salah satu penyebab terbesar kegagalan penerapan diet GFCF ini. Diet bebas gluten dan kasein memang cukup sulit diterapkan bagi anak kecil, karena gluten dan kasein terdapat pada bahan makanan yang sangat disukai, seperti susu, roti, dan mie. Selain itu, membutuhkan pengetahuan khusus dalam menyiapkan makanan terapi diet, dimana tidak sembarang tempat menjual makanan yang bebas gluten dan kasein (Sofia et al., 2011).
4.4. Cntoh Penerapan Terapi Diet bagi Pasien Autisme
SMC RS Telogorejo Semarang menggunakan pedoman gizi seimbang dalam menyajikan makanan bagi pasiennya. Gizi seimbang yang dimaksud merupakan perkembangan dari sistem 4 sehat 5 sempurna yang sudah tidak lagi digunakan. Dalam penyajiannya, pedoman gizi seimbang meliputi proporsi makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah, dan minuman. Beberapa instansi Rumah Sakit menggunakan sistem menu 10 hari bagi pasien. Tabel 1 hingga Tabel 5 yang akan dipaparkan berikut ini merupakan contoh penerapan menu 10 hari untuk makan pagi, siang, dan malam, baik untuk lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah, serta snack dan dessert.
Tabel 1. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Lauk Hewani)
Kuning Sup Tofu Onclang
Tempe Bumbu Terik
Kering Tempe Loaf Tahu Wortel
Tanggal 02/12/22
Balado Tahu Bacem Tempe Sapo Tahu
Tanggal 03/13/23
Kering Tempe Ca Tahu Sup Bola Tahu
Goreng
Tanggal 04/14/24
Terik Tempe Oseng Tahu Tempe Bumbu
Rujak
Tanggal 05/15/25
Dadar Tahu Tempe Bumbu
Tanggal 06/16/26
Tabel 2. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Lauk Nabati)
Tahu Sakura Tahu Ungkep Tempe Bacem
Tanggal 07/17/27
Perkedel Tahu Oven Tempe Goreng Tempe Bumbu Acar
Kuning
Tanggal 08/18/28
Roll Tahu Wortel Kukus
Tofu Bokchoy Tempe Balado
Tanggal 09/19/29
Terik Tahu Oseng Tempe Sup Tahu Onclang
Tanggal 10/20/30
Sambal Goreng Tempe
Tahu Bacem Kukus Sapo Tahu
Tanggal 31
Tanggal 01/11/21
Terik Daging Ayam Ungkep Daging Kecap
Tanggal 01/11/21
Ayam Panggang Bumbu Kacang
Orak Arik Telur Sate Ayam Garang Asem
Daging
Tanggal 02/12/22
Ayam Bumbu Bali Daging Bumbu
Rujak Ayam Mentega
Tanggal 03/13/23
Kakap Honey Grill Bacem Daging Chicken Hoisin
Grill
Tanggal 04/14/24
Semur Ayam Dendeng Daging Ayam Bumbu
Kuning
Tanggal 05/15/25
Daging Balado Chicken Kungpao
Tanggal 31
Tanggal 06/16/26
Ayam Saus Tiram Daging Serani Chicken Thai
Sauce
Tanggal 07/17/27
Bacem Telur Pepes Presto Sweeke Ayam
Purwodadi
Tanggal 08/18/28
Kakap Tim Gadon Daging Ayam Bumbu
Klaten
Tanggal 09/19/29
Kakap Asam Manis Ayam Bumbu Acar Ikan Asam Padeh
Tanggal 10/20/30
Opor Ayam Bothok Telur Asin Empal Kelem
Ca Tahu Sauted Potato Tempe Bumbu Bali Tabel 3. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Sayur)
Tanggal 01/11/21
Tanggal 31
Tanggal 03/13/23
Jus Tomat Wortel Agar Mocca Agar Blok Cokelat
Tanggal 02/12/22
Jus Melon Pudding Blok Hijau
Tanggal 01/11/21
Tabel 5. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Minuman + Snack)
Semangka Pisang
Apel Pisang
Tanggal 04/14/24
Tanggal 10/20/30
Pir Belimbing
Tanggal 09/19/29
Pir Melon
Tanggal 08/18/28
Semangka Belimbing
Tanggal 07/17/27
Jus Jambu Serenada Pudding Kaca
Jus Jeruk Pudding Kacang
Tanggal 06/16/26
Tanggal 08/18/28
Tanggal 31
Jus Jambu Agar Roti Marie
Tanggal 10/20/30
Jus Jeruk Banana with
Tanggal 09/19/29
Merah
Jus Tomat Wortel Pudding Kacang
Jus Jambu Pudding Blok Hijau Bajigur
Hijau
Tanggal 07/17/27
Jeruk
Jus Melon Pudding Hunkwe Pudding Pepaya
Tanggal 06/16/26
Cinnamon
Jus Tomat Pudding Sarikaya Guava with
Tanggal 05/15/25
Semangka Pisang
Melon Jeruk
Sup Gambas Misoa Soto Semarangan Oseng Putren Sosis
Tanggal 05/15/25
Jagung Manis Ca Gambas
Soto Semarangan Bening Bayam
Tanggal 07/17/27
Marinara Soup Sweet Corn Soup
Asem Asem Buncis
Tanggal 06/16/26
Oseng Jipan Sup Jamur Gambas Capjay Goreng
Sayur Asem Jakarta Rawon Buncis
Sup Erten Labu Kuning
Ca Sawi Putih Wortel
Tanggal 04/14/24
Vegetables
Sweet Corn Soup Bayam Miso Soup Sauted Mix
Tanggal 03/13/23
Vegetable Soup Red Bean Soup Sup Asparagus
Tanggal 02/12/22
Tanggal 08/18/28
Chicken Soup Bening Bayam
Tanggal 05/15/25
Tanggal 01/11/21
Melon Pepaya
Tanggal 04/14/24
Apel Pisang
Tanggal 03/13/23
Semangka Melon
Tanggal 02/12/22
Jeruk Belimbing
Tabel 4. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Buah)
Tanggal 09/19/29
Vegetables Oseng Terong
Sup Erten Wortel Sauted Mix
Tanggal 31
Wortel
Gado-Gado Sukiyaki Kuah Sawi Putih
Tanggal 10/20/30
Tumis Jipan Sayur Kare
Sup Hisit Jamur Hioko
Jus Pepaya Jeruk Pudding Hunkwe Berdasarkan kelima tabel diatas, dapat diketahui bahwa SMC RS Telogorejo menggunakan siklus menu 10 hari bagi pasien yang dirawat di SMC RS Telogorejo. Pemberian siklus menu 10 hari ini diaplikasikan sehingga pasien tidak merasa bosan dalam mengkonsumsi makanan rumah sakit. Selain itu, siklus menu 10 hari yang diterapkan memiliki kandungan nutrisi yang sesuai bagi setiap pasien, baik pasien dengan diet khusus maupun tidak. Dalam hal ini, diet khusus yang diberikan adalah aplikasi siklus menu 10 hari bagi pasien autisme dengan diet Gluten-Free dan Casein-
Free , dimana dalam aplikasinya digunakan pembatasan maupun penghilangan bahan
pangan yang mengandung gluten dan kasein. Semua menu yang dihasilkan akan memiliki kelengkapan gizi seimbang yang tersusun atas makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah, snack, dan minuman. Namun, jenis makanan yang ada pada diet GFCF ini berbeda dengan diet normal, meskipun perbedaan yang dihasilkan tidak terlalu besar. Pada aplikasinya, bila pada diet normal dijadwalkan menu Western Cuisine yang mengandung susu dan tepung dalam pengolahannya, maka untuk diet GFCF akan dilakukan penggantian bahan yang mirip dengan bahan tersebut, seperti santan dan tepung maizena, maupun dilakukan pergantian masakan yang akan disajikan. Contoh lainnya adalah snack pada diet normal dan diet GFCF. Bila pada diet normal disajikan pudding yang mengandung susu, maka untuk diet GFCF akan dihilangkan kandungan susunya, sheingga hanya disajikan agar- agar.