Pengaruh peningkatan konsentrasi Carboxymethylcellulose Sodium (CMC-Na) sebagai bahan pengental terhadap viskositas dan ketahanan busa pada sediaan shampo - USD Repository

PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

  

CARBOXYMETHYLCELLULOSE SODIUM (CMC-Na) SEBAGAI BAHAN

PENGENTAL TERHADAP VISKOSITAS DAN KETAHANAN BUSA

PADA SEDIAAN SHAMPO

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Sihendra NIM : 068114100

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2010

PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

  

CARBOXYMETHYLCELLULOSE SODIUM (CMC-Na) SEBAGAI BAHAN

PENGENTAL TERHADAP VISKOSITAS DAN KETAHANAN BUSA

PADA SEDIAAN SHAMPO

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Sihendra NIM : 068114100

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

Karya ini kupersembahkan untuk:

Keluargaku Sahabat-Sahabatku dan almamaterku

  PRAKATA

  Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, kasih karunia, dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh Peningkatan Konsentrasi

  Carboxymethylcellulose Sodium sebagai Bahan Pengental terhadap Viskositas dan

  Ketahanan Busa Sediaan Shampo” dengan baik sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini, penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Keluarga penulis yang telah memberikan dukungan, perhatian, serta doa kepada penulis.

  2. Rita Suhadi, M.Si, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  3. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan mendampingi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

  4. Rini Dwiastuti, S.Farm., M.Sc., Apt. selaku dosen penguji atas kritik dan saran yang telah diberikan sehingga skripsi ini jadi lebih baik.

  5. Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas kritik dan

  6. Grace, rekan penulis yang selalu ada bagi penulis untuk berbagi ilmu dan pendapat. Terima kasih atas semua dukungan, saran, pendapat, perhatian, serta kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.

  7. Teman-teman skripsi penulis di lantai 1, Wiwit, Rani, Cica, Intan, Irene, Lina, Nia, Lulu, Shinta atas kerja sama dan kebersamaan selama menyelesaikan skripsi ini.

  8. Seluruh teman-teman Fakultas Farmasi USD angkatan 2006 atas kebersamaan serta kehangatan yang telah diberikan selama penulis menjalani perkuliahan.

  9. Pak Mus, Mas Agung, Mas Andri, dan Mas Ottok selaku laboran yang telah banyak membantu selama penelitian.

  10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

  Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan ilmu pengetahuan.

  Penulis

  INTISARI Busa memiliki peranan penting dalam penerimaan suatu sediaan shampo.

  Dengan kata lain, untuk dapat diterima oleh konsumen, suatu sediaan shampo harus dapat menghasilkan busa yang cukup melimpah serta tahan lama. Salah satu faktor yang mempengaruhi ketahanan busa adalah viskositas. Namun, viskositas sendiri dipengaruhi oleh banyaknya bahan pengental. Salah satu contoh bahan pengental yang banyak digunakan pada sediaan kosmetik adalah

  

Carboxymethylcellulose Sodium . Namun, hingga kini, pengaruh penggunaan

Carboxymethylcellulose Sodium sebagai bahan pengental terhadap viskositas dan

  ketahanan busa pada sediaan shampo masih belum pernah dijelaskan secara khusus. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk mencari tahu bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi Carboxymethylcellulose Sodium yang biasa digunakan sebagai bahan pengental terhadap viskositas dan ketahanan busa dari sediaan shampo.

  Penelitian dilakukan dengan cara membuat suatu sediaan shampo sederhana yang terdiri dari dua macam surfaktan (Sodium Lauryl Sulfate dan

  Cocamidopropyl Betaine ), Carboxymethylcellulose Sodium, dan beberapa bahan

  tambahan lain. Sediaan shampo dibuat dalam beberapa konsentrasi

  

Carboxymethylcellulose Sodium , yaitu 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0% b/b. Sediaan

  shampo yang sudah dibuat kemudian diuji viskositas dan ketahanan busanya. Dari hasil uji yang dilakukan, didapatkan bahwa peningkatan konsentrasi

  

Carboxymethylcellulose Sodium memiliki hubungan yang kuat dan bermakna

  terhadap peningkatan viskositas, namun hubungannya dengan ketahanan busa masih belum dapat diperkirakan secara pasti. Kata kunci: Carboxymethylcellulose Sodium, viskositas, ketahanan busa, shampo

  

ABSTRACT

  Foam has an important role in a shampoo acceptability. In other words, to be accepted by consumer, shampoo should produce sufficient amount of stable foam. One of many factors that affect foam stability is viscosity. However, viscosity itself depend on the amount of the viscosity-increasing agent. An example of the viscosity-increasing agent that has been used in many cosmetic preparation is Carboxymethylcellulose Sodium. However, until now, the effect of using Carboxymethylcellulose Sodium as a viscosity-increasing agent to viscosity and foam stability in shampoo has not been explained spesifically. Therefore, the purpose of this research is to know how the increase of Carboxymethylcellulose Sodium concentration as a viscosity-increasing agent affect the viscosity and foam stability of shampoo.

  This research was performed by making simple shampoo contain 2 types of surfactant (Sodium Lauryl Sulfate and Cocamidopropyl Betaine), Carboxymethylcellulose Sodium and other additives. This shampoo was made in several concentration, 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0% w/w, then they were tested for its viscosity and foam stability. The result showed that the increase of Carboxymethylcellulose Sodium concentration had a strong and significant correlation to the increase of viscosity, however, its relation to foam stability could not be predicted precisely. Key words: Carboxymethylcellulose Sodium, viscosity, foam stability, shampoo

  DAFTAR ISI

  HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...................................................... vi PRAKATA .......................................................................................................... vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ ix

  INTISARI ........................................................................................................... x ABSTRACT ........................................................................................................ xi DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii

  BAB I. PENGANTAR ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 1. Perumusan masalah ........................................................................

  2

  2. Keaslian penelitian ......................................................................... 3

  3. Manfaat penelitian ......................................................................... 3

  B. Tujuan Penelitian ................................................................................. 3

  A. Carboxymethylcellulose Sodium ......................................................... 5 B. Viskositas .............................................................................................

  6 C. Busa .....................................................................................................

  6 D. Ketahanan busa .................................................................................... 7 E. Shampo ................................................................................................

  8 F. Surfaktan ..............................................................................................

  9 G. Sodium Lauryl Sulfate ......................................................................... 9

  H. Betaine ................................................................................................. 10

  I. Landasan Teori .................................................................................... 11 J. Hipotesis ..............................................................................................

  12 BAB III. METODE PENELITIAN .................................................................... 13

  A. Jenis Rancangan Penelitian .................................................................. 13

  B. Variabel Penelitian ............................................................................... 13

  C. Definisi Operasional ............................................................................ 14

  D. Bahan Penelitian .................................................................................. 14

  E. Alat Penelitian ...................................................................................... 14

  F. Tata Cara Penelitian ............................................................................. 15

  1. Pembuatan shampo ........................................................................ 15

  2. Uji viskositas dan ketahanan busa shampo .................................... 16

  3. Analisis hasil .................................................................................. 17

  BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 18 A. Formulasi Sediaan Shampo ................................................................. 18

  C. Ketahanan Busa Sediaan Shampo ........................................................ 24

  D. Hubungan Viskositas dengan Ketahanan Busa Sediaan Shampo ........ 29

  BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 32 A. Kesimpulan ..........................................................................................

  32 B. Saran ....................................................................................................

  32 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 33 LAMPIRAN ........................................................................................................ 35 BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................ 56

  

DAFTAR TABEL

  Tabel I. Hasil pengukuran viskositas shampo dan uji korelasi Pearson antara konsentrasi CMC-Na dengan viskositas shampo ................... 22 Tabel II. Hasil uji Repeated ANOVA untuk viskositas shampo pada tiap konsentrasi dari hari ke-2, 15, dan 30 ............................................... 23 Tabel III. Hasil uji Repeated ANOVA untuk ketahanan busa pada tiap konsentrasi setelah hari ke-2 ............................................................. 25 Tabel IV. Hasil uji Repeated ANOVA untuk ketahanan busa pada tiap konsentrasi setelah hari ke-15 ........................................................... 25 Tabel V. Hasil uji Repeated ANOVA untuk ketahanan busa pada tiap konsentrasi setelah hari ke-30 ........................................................... 26 Tabel VI. Hasil pengukuran ketahanan busa dan uji korelasi Pearson antara konsentrasi CMC-Na dengan ketahanan busa pada menit ke-10 ..... 27 Tabel VII. Hasil pengukuran ketahanan busa dan uji korelasi Pearson antara konsentrasi CMC-Na dengan ketahanan busa pada menit ke-120 ... 27

  DAFTAR GAMBAR

  Gambar 1. Struktur Carboxymethylcellulose Sodium ........................................ 5 Gambar 2. Ilustrasi pembentukan lapisan busa saat gelembung udara mencapai permukaan larutan surfaktan ............................................ 7 Gambar 3. Kurva hubungan konsentrasi CMC-Na dengan viskositas ………... 22 Gambar 4. Kurva hubungan konsentrasi CMC-Na dengan ketahanan busa pada menit ke-10 …………………………………………………... 28 Gambar 5. Kurva hubungan konsentrasi CMC-Na dengan ketahanan busa pada menit ke-120 …………………………………………………. 29 Gambar 6. Ilustrasi terjadinya thinning .............................................................. 31

  DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Hasil pengukuran dan uji viskositas ........................................... 35 Lampiran 2. Hasil pengukuran dan uji ketahanan busa ................................... 38 Lampiran 3. Dokumentasi ............................................................................... 49

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Shampo merupakan produk yang digunakan oleh semua golongan

  masyarakat. Saat ini, shampo merupakan salah satu produk utama dalam pasar produk perawatan dan pembersih rambut. Shampo mewakili lebih dari 70% total produk yang dijual pada sektor produk untuk rambut yang menunjukan bahwa shampo penting untuk dipertimbangkan dalam pasar. Penggunaan shampo dan kondisioner merupakan hal yang umum dalam perawatan rambut. Dalam penggunaan shampo, busa memiliki peranan penting dalam penerimaannya (Limbani, 2009). Dua faktor yang paling penting dari busa adalah ketahanan (stabilitas) dan kemampuannya untuk berbusa (Sakai, 2004). Shampo harus dapat menghasilkan busa yang stabil dan dengan jumlah yang cukup (Limbani, 2009).

  Oleh karena itu, dalam memformulasikan suatu sediaan shampo, pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas dan kemampuan menghasilkan busa menjadi penting untuk diketahui.

  Salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas busa adalah viskositas. Viskositas yang tinggi pada fase cair dapat menahan aliran cairan (drainage) pada lapisan pembatas antar gelembung. Selain itu, viskositas yang tinggi juga dapat menahan kehilangan cairan pada tegangan muka gelembung serta menahan penipisan lapisan pembatas yang dapat berujung pada pecahnya gelembung (Myers, 2006). Namun, viskositas sendiri dipengaruhi oleh banyaknya bahan

  Beberapa contoh bahan pengental yang banyak digunakan oleh industri kosmetik antara lain natrium klorida, gum, derivat selulosa, dan carbomer (Fonseca, 2005). Derivat selulosa pada umumnya stabil pada pH asam, kompatibel dengan elektrolit dan sedikit lebih tahan terhadap kontaminasi bakteri.

  Salah satu derivat selulosa yang banyak digunakan adalah

  Carboxymethylcellulose Sodium karena dapat larut dengan cepat di dalam air

  panas maupun dingin (Lathauwer, 2004) serta secara umum dinyatakan sebagai bahan tidak beracun dan tidak mengiritasi (Rowe, 2009). Namun, hingga kini, pengaruh penggunaan Carboxymethylcellulose Sodium sebagai bahan pengental terhadap viskositas dan ketahanan busa pada sediaan shampo masih belum pernah dijelaskan secara khusus. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk meneliti adakah pengaruh peningkatan konsentrasi Carboxymethylcellulose Sodium sebagai bahan pengental terhadap viskositas dan ketahanan busa pada sediaan shampo.

1. Permasalahan

  a. Apakah peningkatan konsentrasi Carboxylmethylcellulose Sodium (CMC- Na) sebagai bahan pengental berpengaruh terhadap viskositas dan ketahanan busa pada sediaan shampo? b. Bagaimanakah pengaruh peningkatan konsentrasi Carboxylmethylcellulose

  Sodium (CMC-Na) sebagai bahan pengental terhadap viskositas dan

  ketahanan busa pada sediaan shampo?

  2. Keaslian penelitian

  Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, pengaruh peningkatan konsentrasi Carboxylmethylcellulose Sodium (CMC-Na) sebagai bahan pengental terhadap viskositas dan ketahanan busa pada sediaan shampo belum pernah dilakukan. Adapun penelitian yang berhubungan yang pernah dilakukan adalah Thickening of Foaming Cosmetic Formulations (Lathauwer, 2004).

  3. Manfaat penelitian

  a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai busa dan sediaan shampo.

  b. Manfaat metodologis. Dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai metode pengukuran busa.

  c. Manfaat praktis. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui pengaruh dari peningkatan bahan pengental terhadap viskositas dan ketahanan busa pada sediaan shampo.

  B.

  

Tujuan Penelitian

  a. Mengetahui apakah peningkatan konsentrasi CMC-Na sebagai bahan pengental berpengaruh terhadap viskositas dan ketahanan busa pada sediaan shampo. b. Mengetahui bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi CMC-Na sebagai bahan pengental terhadap viskositas dan ketahanan busa pada sediaan shampo.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Carboxymethylcellulose Sodium (CMC-Na) CMC-Na merupakan garam natrium dari polikarboksimetil eter selulosa,

  mengandung tidak kurang dari 6,5% dan tidak lebih dari 9,5% natrium (Na) dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Anonim, 1995), merupakan senyawa anionik yang dapat digunakan sebagai thickening agent atau stabilizing

  

agent (Osol, 1980), dapat larut dengan cepat di dalam air panas maupun dingin

  (Lathauwer, 2004). Larutan CMC-Na bersifat pseudoplastis dan thixotropi serta stabil pada pH antara 5 dan 9 (Liebermann, 1996).

  

Gambar 1. Struktur Carboxymethylcellulose Sodium (Rowe, 2009)

  CMC-Na digunakan pada formulasi sediaan oral, topikal, dan beberapa sediaan parenteral. CMC-Na juga digunakan secara luas pada kosmetik, perlengkapan mandi, dan produk makanan, serta secara umum dinyatakan sebagai

  B.

  

Viskositas

  Viskositas merupakan ukuran tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, makin tinggi viskositas, maka tahanannya semakin besar (Martin, 1993).

  Viskositas memainkan peranan yang penting dalam sejumlah sediaan yang berbeda, viskositas merupakan faktor penting dalam menahan obat dalam sediaan suspensi, meningkatkan kecepatan pelepasan obat pada tempat aplikasi dan mempermudah pemakaian obat di tubuh. Farmasis di bidang compounding secara rutin menggunakan viskositas untuk meningkatkan stabilitas dari berbagai sediaan (Allen, 1999).

  C.

  

Busa

  Busa merupakan sistem dispersi yang mengandung gelembung gas, yang dipisahkan oleh lapisan cairan. Busa tidak terbentuk pada cairan murni, karena pada cairan murni, gelembung gas yang masuk ke bawah permukaan cairan akan langsung pecah ketika ada aliran cairan ke bawah (drainage) (Tadros, 2005). Agar suatu cairan dapat membentuk busa, cairan tersebut harus dapat membentuk membran yang bersifat elastis disekitar gelembung gas untuk melawan penipisan lapisan cairan di antara gelembung gas sebagai akibat dari drainage. Busa tidak dihasilkan pada cairan murni karena tidak ada mekanisme untuk mencegah

  

drainage terhadap lapisan cairan diantara gelembung gas ataupun untuk

menstabilkan tegangan permukaan (Myers, 2006).

  Busa terbentuk saat ada gelembung udara yang terbentuk di dalam surfaktan, maka akan terjadi penyerapan (adsorpsi) surfaktan pada batas antarmukanya. Gelembung yang terbentuk kemudian akan bergerak ke permukaan cairan dan setelah mencapai permukaan cairan, gelembung tadi akan membentuk suatu lapisan cairan yang terdiri dari dua lapisan adsorpsi surfaktan. (Exerowa, 1998). Adanya surfaktan dapat menurunkan tegangan pada permukaan serta meningkatkan viskositas pada lapisan antarmuka antara udara dengan cairan yang membuat busa menjadi stabil (Schramm, 2005).

  

Gambar 2. Ilustrasi pembentukan lapisan busa saat gelembung udara mencapai permukaan

larutan surfaktan (Exerowa, 1998)

D. Ketahanan busa

  Ketahanan (stabilitas) busa menyangkut ketahanan terhadap dua proses yang berbeda, yaitu film thinning dan coalescence (film rupture). Pada kasus film

  

thinning , dua atau lebih gelembung mendekat dan membuat lapisan cairan yang

  memisahkannya menjadi menipis, tetapi gelembung tidak benar-benar bersentuhan dan tidak ada perubahan area total permukaan. Pada kasus menyatu membentuk gelembung baru yang lebih besar (Schramm, 2005). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ketahanan busa, antara lain (1) viskositas yang tinggi, dimana viskositas yang tinggi dapat memperlambat proses

  

drainage , dan pada beberapa kasus dapat menahan beberapa macam gangguan

  secara mekanik; (2) efek rheologi permukaan, yang dapat menahan kehilangan cairan lewat penarikan cairan yang bersifat kental; (3) adanya interaksi tolak- menolak (repulsive) ataupun halangan secara sterik pada cairan pembatas (lamellae) yang dapat melawan drainage (Myers, 2006).

  Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengukur ketahanan busa adalah dengan cara membuat larutan surfakan, kemudian dituang ke dalam labu dan diaduk dengan kuat selama 2 menit menggunakan pengaduk mekanik elektris, setelah itu didiamkan selama 5 menit dan diamati tinggi busanya (Edoga, 2009).

E. Shampo

  Shampo merupakan sediaan kosmetik pencuci rambut yang digunakan untuk menghilangkan kotoran dari kulit kepala dan rambut, mengobati ketombe dan gatal serta mempertahankan rambut dalam kondisi bersih dan indah. Untuk dapat melakukannya, sediaan shampo harus memiliki kemampuan membersih yang cukup untuk menghilangkan semua kotoran tetapi tidak menghilangkan terlalu banyak sebum yang sangat diperlukan oleh kulit kepala dan rambut (Mitsui, 1997).

  Shampo merupakan campuran dari surfaktan, conditioning agent, dan larutan, emulsi, ataupun dispersi dari satu atau lebih surfaktan yang dicampur dengan beberapa bahan tambahan untuk meningkatkan penampilan dan estetika dari produk. Bahan tambahan digunakan untuk memberi bau dan warna, mengentalkan, memburamkan, dan memberi kesan tertentu. Termasuk didalamnya bahan penstabil, foam modifier, pengawet, conditioning agent, dan bahan anti-ketombe (Barel, 2001).

  F.

  

Surfaktan

  Surfaktan merupakan molekul amfifilik yang memiliki bagian non polar atau hidrofobik, dimana bagian ini melekat pada bagian yang polar atau hidrofilik (Tadros, 2005). Berdasarkan karakteristik muatannya, surfaktan dapat berupa anionik, kationik, zwitterionik (amfolitik) atau non ionik. Contoh surfaktan anionik yang paling sering digunakan adalah Sodium Lauryl Sulfate (Attwood, 2008).

  G.

  

Sodium Lauryl Sulfate

Lauryl Sulfate merupakan komponen dominan yang banyak terdapat

  dalam formulasi shampo. Meskipun merupakan pembersih yang baik, namun pada konsentrasi tinggi, alkil sulfat mempunyai kecenderungan untuk mengiritasi kulit kepala dan menghilangkan beberapa komponen lipid dari kutikula rambut. Untuk membuat shampo yang menggunakan alkil sulfat menjadi lebih lembut, alkil sulfat digunakan bersamaan dengan alkil eter sulfat atau surfaktan amfoterik yang

  Secara umum, alkil sulfat merupakan pembusa yang baik, terlebih pada air sadah, karekteristik pembusa yang baik diperoleh pada panjang rantai antara C hingga C . Sodium Lauryl Sulfate memiliki panjang rantai 12 atom karbon

  12

  14 dan merupakan satu dari sekian banyak surfaktan yang umum digunakan.

  Kombinasinya dengan surfaktan lain memungkinkan peningkatan terhadap kompatibilitas dengan kulit sementara tetap menghasilkan busa yang baik (Barel, 2009).

  H.

  

Betaine

Betaine merupakan surfaktan pembusa, pembasah, serta pengemulsi yang

  baik, terutama dengan adanya surfaktan anionik. Alkylamido betaine menghasilkan busa yang lebih stabil juga merupakan bahan pengental yang lebih baik dari alkyl dimethyl betaine. Betaine kompatibel dengan surfaktan yang lain, dan mereka biasanya membentuk misel campuran, campuran ini terkadang menghasilkan sifat yang unik yang tidak ditemukan pada surfaktan saat digunakan secara terpisah (Barel, 2009)..

  Betaine bersifat kurang iritatif terhadap mata dan kulit, lebih lagi, adanya

  betaine dapat mengurangi efek iritatif dari surfaktan anionik. Karena kemampuannya meningkatkan daya tahan kulit terhadap iritasi dari surfaktan anionik, dan juga karena harganya yang mahal, maka biasanya betaine digunakan sebagai gabungan dengan surfaktan lain (Barel, 2009).

I. Landasan teori

  Shampo merupakan sediaan kosmetik pencuci rambut yang mengandung satu atau lebih surfaktan yang dicampur dengan beberapa bahan tambahan untuk meningkatkan penampilan dan estetika dari produk. Pada sediaan shampo yang dibuat, surfaktan yang dipilih adalah Lauryl Sulfate dan Betaine.

  Lauryl Sulfate dipilih karena merupakan agen pembersih yang baik,

  namun pada konsentrasi tinggi, Lauryl Sulfate mempunyai kecenderungan untuk mengiritasi kulit kepala dan menghilangkan beberapa komponen lipid dari kutikula rambut (Paye, 2006). Oleh karena itu, untuk mengurangi sifat iritatif dari

  

Lauryl Sulfate , maka Lauryl Sulfate digunakan bersamaan dengan Betaine yang

  bersifat kurang iritatif untuk mengurangi efek iritatif dari Lauryl Sulfate (Barel, 2009).

  Untuk dapat diterima oleh konsumen, suatu sediaan shampo harus dapat menghasilkan busa yang cukup melimpah serta tahan lama. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ketahanan busa, antara lain viskositas yang tinggi, efek rheologi permukaan, serta adanya interaksi tolak-menolak (repulsive) ataupun halangan secara sterik pada cairan pembatas (lamellae). Viskositas yang tinggi dapat meningkatkan ketahanan busa karena dapat memperlambat proses drainage, dan pada beberapa kasus dapat menahan beberapa macam gangguan secara mekanik (Myers, 2006). Namun, besarnya viskositas dipengaruhi oleh banyaknya bahan pengental.

  Sebagai bahan pengental dipilih CMC-Na karena dapat larut dengan cepat di dalam air panas maupun dingin (Lathauwer, 2004) serta secara umum dinyatakan sebagai bahan tidak beracun dan tidak mengiritasi (Rowe, 2009).

  

J. Hipotesis

  Berdasarkan landasan teori, diduga dengan meningkatnya konsentrasi CMC-Na, maka viskositas dan ketahanan busa pada sediaan shampo juga akan meningkat.

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis rancangan penelitian Penelitian ini merupakan rancangan quasi eksperimental untuk mencari

  tahu adakah serta bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi CMC-Na sebagai bahan pengental terhadap viskositas dan ketahanan busa sediaan shampo.

B. Variabel Penelitian

  1. Variabel bebas

  Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi CMC-Na sebagai bahan pengental.

  2. Variabel tergantung

  Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah viskositas dan ketahanan busa.

  3. Variabel pengacau terkendali

  Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah alat dan bahan yang digunakan, kecepatan putar pengaduk, dan lama waktu pencampuran.

  4. Variabel pengacau tak terkendali

  Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini meliputi jumlah gas (udara) yang masuk ke tabung pada saat pengukuran ketahanan busa.

  C.

  

Definisi Operasional

  1. Ketahanan busa adalah kemampuan busa untuk mempertahankan jumlah busa yang dihasilkan setelah beberapa saat, dinilai dengan mengukur selisih tinggi busa pada saat awal pembentukan dengan tinggi busa setelah didiamkan selama 5 menit.

D. Bahan Penelitian

  Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Sodium lauryl sulfate,

  

Cocamidopropyl Betaine , Carboxylmethylcellulose Sodium, asam sitrat, methyl

paraben , air.

E. Alat Penelitian

  Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas Pyrex- Germany, neraca Mettler-Toledo GB3002, neraca analitik Mettler-Toledo AB204,

  

hot plate Cenco, paddle, propeller, pH meter merk Hanna, vortex, viscotester seri

VT 04 RION-Japan.

F. Tata Cara Penelitian

1. Pembuatan Shampo

  a. Formula

  Sodium lauryl sulfate 60,0 g Cocamidopropyl Betaine 60,0 g

  CMC-Na*

  Methyl paraben 0,6 g

  Asam sitrat (50% b/v) 0,9 ml NaCl (25% b/v) 24,0 ml air ad 600,0 g

  • (CMC-Na: 1,2; 2,4; 3,6; 4,8; 6,0 g)

  b. Cara Kerja Pembuatan Shampo. CMC-Na dikembangkan dalam 200,0 ml air selama satu hari. 60,0 g Sodium lauryl sulfate dicampur dengan 0,6 g

  

methyl paraben , dilarutkan dalam 250,0 ml air, panaskan pada suhu 70 C hingga

  larut seluruhnya. CMC-Na yang sudah dikembangkan dicampur dengan larutan

  

Sodium lauryl sulfate sambil diaduk menggunakan paddle dengan kecepatan 300

  rpm. Tambahkan dengan 24,0 ml NaCl dan 0,9 ml asam sitrat, setelah itu tambahkan dengan 60,0 g Cocamidopropyl Betaine sambil terus diaduk.

  Tambahkan dengan air hingga beratnya 600,0 g. Aduk selama 15 menit. Shampo yang sudah dibuat kemudian dibagi 3 ke wadah yang berbeda (masing-masing 200 g) untuk disimpan selama 2 hari, 15 hari, dan 30 hari sebelum dilakukan pengukuran. Lakukan replikasi sebanyak 3 kali untuk tiap konsentrasi CMC-Na yang digunakan.

2. Uji Viskositas dan Ketahanan Busa Shampo

  a. Uji Viskositas. Sebanyak 200 ml shampo dimasukkan perlahan-lahan ke dalam wadah dan dipasang pada viscotester. Diamkan 5 menit agar sediaan mempunyai kesempatan untuk menstabilkan diri lebih dahulu. Nyalakan alat dan lihat viskositasnya dengan mengamati gerakan jarum penunjuk pada viscotester.

  Uji dilakukan tiga kali, yaitu 2 hari, 15 hari, dan 30 hari setelah shampo selesai dibuat untuk melihat stabilitas shampo.

  b. Uji Ketahanan Busa. Buat larutan shampo 0,1% (b/v) dengan cara melarutkan 0,5 g shampo dalam 49,5 ml aquadest panas. Ambil 10,0 ml larutan shampo yang sudah dibuat, masukkan perlahan-lahan lewat dinding ke dalam tabung reaksi berskala ukuran 25 ml yang sudah ditempelkan dengan kertas milimeter blok untuk mengukur tinggi busa. Larutan shampo dimasukkan secara perlahan-lahan lewat dinding tabung agar tidak terbentuk busa. Tutup bagian atas tabung reaksi dan vortex selama 2 menit. Catat tinggi awal busa yang dihasilkan, diamkan selama 5 menit, kemudian catat tinggi akhir busa. Ketahanan busa dinilai dari selisih tinggi busa pada saat awal dan setelah didiamkan selama 5 menit. Uji dilakukan tiga kali, yaitu 2 hari, 15 hari, dan 30 hari setelah shampo selesai dibuat untuk melihat stabilitas busa yang dihasilkan.

3. Analisis Hasil

  Hasil nilai viskositas dan ketahanan busa yang didapat diuji statistik dengan korelasi Pearson dan repeated ANOVA menggunakan program SPSS versi 16. Signifikansi didapat jika nilai p<0,05. Kekuatan hubungan dilihat dari nilai koefisien korelasi yang didapat dari uji korelasi Pearson.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Sediaan Shampo Shampo merupakan sedian kosmetik yang digunakan untuk mencuci atau

  membersihkan kotoran yang menempel pada kulit kepala dan rambut. Untuk dapat membersihkan kotoran yang menempel di kulit kepala serta rambut, maka suatu sediaan shampo harus mempunyai kemampuan untuk melarutkan kotoran yang menempel pada rambut lewat penggunaan surfaktan. Oleh karena itu, komponen dasar pada sediaan shampo adalah surfaktan, disamping bahan-bahan tambahan lain yang dapat bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan stabilitas sediaan shampo. Dalam penelitian ini, formula shampo yang digunakan terdiri dari surfaktan, bahan pengental, bahan pengatur keasaman, bahan pengatur kekentalan, pengawet, serta air demineralisata.

  Surfaktan yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu Sodium

  

Lauryl Sulfate (SLS) yang merupakan surfaktan anionik, serta Cocamidopropyl

Betaine yang merupakan surfaktan amfoterik. SLS dipilih karena merupakan

  penghasil busa dan pembersih yang baik, hal ini dapat dilihat dari nilai HLB SLS yang tinggi, yaitu 40. Nilai ini memberikan arti bahwa SLS bersifat sangat hidrofil, sehingga, setelah digunakan, SLS dapat dengan mudah dibilas menggunakan air. Umumnya, suatu surfaktan dapat bersifat sebagai pembersih jika nilai HLB-nya lebih besar dari 12. Cocamidopropyl Betaine sebagai surfaktan mengurangi sifat iritatif dari SLS. Selain itu, tujuan penggunaan lebih dari satu jenis surfaktan adalah untuk meningkatkan kemampuan membusa, serta untuk meningkatkan kestabilan busa yang dihasilkan. Sebelum pencampuran, SLS dilarutkan terlebih dahulu di dalam air hangat (40-70

  C), tujuannya adalah untuk memudahkan proses pencampuran. SLS dilarutkan di dalam air hangat karena kelarutan SLS di dalam air dingin rendah.

  Bahan pengental yang dipilih dalam penelitian ini adalah

  

Carboxymethylcellulose Sodium (CMC-Na) karena lebih cepat larut di dalam air

  panas maupun dingin dibandingkan CMC biasa. CMC-Na merupakan bahan pengental anionik semi-sintetik, sehingga lebih tahan terhadap pertumbuhan mikroorganisme dibanding bahan pengental lain yang bersifat alami, selain itu, CMC-Na juga mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menjaga viskositas yang dihasilkannya tetap stabil dalam jangka waktu yang cukup lama.

  Bahan pengatur keasaman yang dipilih adalam asam sitrat. Sesuai dengan namanya, fungsi asam sitrat adalah untuk menurunkan pH dari sediaan shampo. pH sediaan shampo biasanya dibuat cenderung asam karena jika sediaan shampo dibuat pada pH basa (di atas 8,5), maka pada saat digunakan, ikatan disulfida pada rambut dapat putus sehingga rambut menjadi rusak. Penurunan pH sediaan juga dapat menurunkan viskositas sediaan karena penurunan pH akan menurunkan gaya tolak menolak antar molekul CMC sehingga secara tidak langsung ikut mengurangi kemampuan molekul CMC untuk mengembang. Hal ini disebabkan

  • pada kondisi asam, ion H berada dalam jumlah yang berlebihan sehingga d
asam sitrat membentuk gugus COOH. Dengan terbentuknya gugus COOH pada molekul CMC, maka gaya tolak-menolak antar molekulnya juga akan berkurang sehingga secara tidak langsung ikut mengurangi kemampuan molekul CMC untuk mengembang dan pada akhirnya membuat viskositas sediaan menjadi turun.

  Namun, pH yang terlalu rendah (di bawah 4) juga tidak baik karena selain dapat mengiritasi kulit, pH yang terlalu rendah juga dapat menyebabkan terjadinya reaksi hidrolisis pada polimer CMC-Na yang mengakibatkan pemutusan rantai CMC-Na, sehingga, secara tidak langsung menurunkan viskositas sediaan secara drastis. Oleh karena itu, pH sediaan yang dibuat diatur agar berada pada rentang 5,0 sampai dengan 6,0 yang juga merupakan rentang pH kulit kepala dan rambut.

  Bahan pengatur kekentalan yang dipilih adalah NaCl. Bahan pengatur kekentalan diperlukan untuk menurunkan viskositas sediaan karena viskositas yang terlalu tinggi dapat menyebabkan shampo menjadi sukar untuk mengalir sehingga sulit untuk dituang dan menjadi tidak nyaman untuk digunakan. NaCl dapat berfungsi sebagai bahan pengatur kekentalan karena jika dilarutkan, NaCl

  • bersifat sebagai elektrolit kuat yang menyediakan ion Na . Dengan adanya
  • tambahan ion Na dalam sediaan, CMC-Na akan mengalami efek ion senama (common ion effect) yang karenanya akan mengurangi kemampuan CMC-Na untuk mengion sehingga secara tidak langsung mengurangi kemampuan CMC-Na untuk mengembang tanpa membuatnya mengendap. Hal ini dapat terjadi karena derajat ionisasi dari NaCl lebih besar, sehingga gugus COONa yang derajat ionisasinya lebih rendah akan sulit mengion dan terdesak ke bentuk molekulnya.
Pengawet yang digunakan adalah nipagin atau methyl paraben karena

  

methyl paraben efektif pada rentang pH yang luas serta memiliki aktivitas

  antimikroba dengan spektrum luas, selain itu, kelarutan methyl paraben dalam air paling tinggi diantara jenis paraben lainnya sehingga cocok untuk digunakan sebagai bahan pengawet dalam medium berair.

  Air yang digunakan untuk membuat sediaan shampo adalah air demineralisata, hal ini bertujuan untuk menghindari adanya kemungkinan air yang digunakan bersifat sadah karena air sadah banyak mengandung logam-logam

  2+ 2+

  bimetal seperti Ca dan Mg yang dapat mengurangi kemampuan surfaktan menghasilkan busa.

B. Viskositas Sediaan Shampo Viskositas sediaan diukur menggunakan viscotester Rion seri VT 04.

  Pengukuran dilakukan tiga kali, yaitu 2 hari, 15 hari, dan 30 hari setelah sediaan selesai dibuat. Hal ini dilakukan untuk melihat profil viskositas dari sediaan selama penyimpanan. Pengukuran pertama tidak dilakukan sesaat setelah pembuatan, melainkan 2 hari setelah pembuatan, tujuannya adalah untuk meminimalkan pengaruh gaya geser selama pengadukan serta memberikan kesempatan relaksasi pada sediaan yang sudah dibuat sehingga dapat mengurangi kemungkinan hasil yang didapat tidak sesuai. Nilai viskositas yang didapat kemudian dianalisis menggunakan korelasi Pearson. Hubungan antara peningkatan konsentrasi CMC-Na terhadap viskositas diuji menggunakan korelasi membandingkan dua variabel kontinu yang dipilih dari populasi berdistribusi normal (De Muth, 1999).

  Tabel I. Hasil pengukuran viskositas shampo dan uji korelasi Pearson antara konsentrasi CMC-Na dengan viskositas shampo Konsentrasi CMC-Na (%b/b) Rata-rata viskositas (cps) 2 hari 15 hari 30 hari

  0,2 0,4 0,6 0,8 1,0

  3366,67 ± 550,76 4033,33 ± 550,76 4600,00 ± 264,58

  6000,00 ± 0,00 7000,00 ± 0,00

  3633,33 ± 709,46 4433,33 ± 923,76 6800,00 ± 984,89 7650,00 ± 785,81

  8983,33 ± 1025,10 3933,33 ± 513,16

  4833,33 ± 1040,83 6666,67 ± 763,76

  7833,33 ± 1040,83 8666,67 ± 763,76

  r 0,986 0,987 0,992 p 0,002 0,002 0,001 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000

  0,2 0,4 0,6 0,8

  1 konsentrasi CMC-Na (%b/b) vi s k o s it as (cp s ) hari ke-2 hari ke-15 hari ke-30

  Gambar 3. Kurva hubungan konsentrasi CMC-Na dengan viskositas Dari tabel I, diketahui bahwa nilai SD yang diperoleh sangat bervariasi.

  Hal ini kemungkinan disebabkan karena viskositas tidak hanya tergantung dari konsentrasi bahan pengentalnya saja, tetapi juga dipengaruhi oleh interaksi antara polimer dengan pelarut serta interaksi muatan dari polimer. Tetapi, dari hasil uji nilai p yang kurang dari 0,05. Hal ini menandakan bahwa peningkatan konsentrasi CMC-Na memiliki hubungan yang kuat dan bermakna terhadap viskositas. Hasil yang sama juga dapat dilihat pada Gambar 3, dimana pada hari yang sama, dengan meningkatnya konsentrasi CMC-Na, maka viskositas sediaan juga meningkat. Hasil ini sesuai dengan teori yang ada, dimana dengan meningkatnya konsentrasi bahan pengental, maka viskositas sediaan juga akan meningkat.

  

Tabel II. Hasil uji Repeated ANOVA untuk viskositas shampo pada tiap konsentrasi dari

hari ke-2, 15, dan 30

Konsentrasi CMC-Na Hasil (%b/b)

  0,2 viskositas hari ke-2 dengan hari ke-30 berbeda 0,4 viskositas hari ke-2, 15, dan 30 tidak berbeda 0,6 viskositas hari ke-2 dengan hari ke-30 berbeda 0,8 viskositas hari ke-2, 15, dan 30 tidak berbeda 1,0 viskositas hari ke-2, 15, dan 30 tidak berbeda

  Setelah itu dilakukan perbandingan antara nilai viskositas hari ke-2, 15, dan 30 menggunakan repeated ANOVA untuk melihat apakah nilai viskositas yang diperoleh berbeda antara hari ke-2, 15, dan 30.

  Secara umum, dari hasil uji repeated ANOVA (tabel II) dapat dikatakan bahwa nilai viskositas yang diperoleh pada hari ke-2, 15, dan 30 tidak berbeda.

  Namun, untuk konsentrasi CMC-Na 0,2% dan 0,6%, nilai viskositas yang diperoleh pada hari ke-2 berbeda dengan nilai viskositas yang diperoleh pada hari ke-30. Perubahan nilai viskositas ini kemungkinan disebabkan adanya hidrasi lebih lanjut dari bahan pengental di dalam sediaan selama masa penyimpanan yang menyebabkan peningkatan viskositas dari sediaan setelah beberapa hari dari waktu pembuatan (Liebermann, 1996).

C. Ketahanan Busa Sediaan Shampo

  Ketahanan busa sediaan shampo dinilai dari besarnya selisih ketinggian busa pada saat menit ke-0 dan menit ke-5, dimana semakin kecil selisihnya menandakan bahwa busa yang dihasilkan semakin stabil. Sebenarnya, selain dinilai dari selisih tinggi busa, ketahanan busa juga dapat dinilai dari selisih volume busa yang dihasilkan. Namun, pada penelitian ini, ketahanan busa dinilai dari selisih tinggi busa. Cara ini dipilih karena hasil yang diperoleh pada pengukuran menggunakan tinggi memiliki skala yang lebih kecil, yaitu 0,1 cm, sedangkan pengukuran menggunakan volume, skala terkecilnya sebesar 0,2 ml sehingga pengukuran menggunakan tinggi memiliki sensitivitas hasil yang lebih tinggi daripada pengukuran menggunakan volume.

  Penentuan menit ke-5 sebagai patokan untuk mengukur selisih tinggi busa diperoleh dari prosedur yang dilakukan oleh Edoga (2009), namun, menurut prosedur yang dilakukan oleh Amaral, das Neves, Oliveira, dan Bahia (2008), pengukuran selisih tinggi busa dilakukan setelah 60 dan 120 menit. Oleh karena itu, untuk memastikan apakah ada perbedaan hasil yang diperoleh jika pengukuran dilakukan pada waktu yang berbeda, maka pengukuran dilakukan pada menit ke 5, 10, 30, 60, 90, dan 120 setelah pengadukan.

  Selain itu, untuk menentukan apakah ketahanan busa juga dipengaruhi oleh lama waktu penyimpanan, maka pengukuran ketahanan busa juga dilakukan tiga kali, yaitu setelah 2 hari, 15 hari, dan 30 hari dari waktu pembuatan sediaan shampo. Namun, karena keterbatasan peneliti, maka pengukuran pada menit ke 5, 10, 30, 60, 90, dan 120 setelah pengadukan hanya dilakukan setelah hari ke-15 dan hari ke-30, sedangkan untuk hari ke-2, pengukuran hanya dilakukan pada menit ke-5 dan ke-10 setelah pengadukan.

  

Tabel III. Hasil uji Repeated ANOVA untuk ketahanan busa pada tiap konsentrasi setelah

hari ke-2

Konsentrasi CMC-Na Hasil (%b/b)

  0,2 tidak ada perbedaan hasil antara menit ke 5 dengan menit ke 10 0,4 tidak ada perbedaan hasil antara menit ke 5 dengan menit ke 10 0,6 tidak ada perbedaan hasil antara menit ke 5 dengan menit ke 10 0,8 tidak ada perbedaan hasil antara menit ke 5 dengan menit ke 10 1,0 tidak ada perbedaan hasil antara menit ke 5 dengan menit ke 10

  

Tabel IV. Hasil uji Repeated ANOVA untuk ketahanan busa pada tiap konsentrasi setelah

hari ke-15

Konsentrasi CMC-Na Hasil (%b/b)

  0,2 tidak ada perbedaan hasil antara menit ke 5 dengan menit ke 10, 30, 60, 90, dan 120

  0,4 hasil yang diperoleh berbeda setelah menit ke 30 0,6 tidak ada perbedaan hasil antara menit ke 5 dengan menit ke 10,

  30, 60, 90, dan 120 0,8 hasil yang diperoleh berbeda setelah menit ke 60

  

Tabel V. Hasil uji Repeated ANOVA untuk ketahanan busa pada tiap konsentrasi setelah

hari ke-30

Dokumen yang terkait

Pengaruh milling terhadap peningkatan kualitas pasir besi sebagai bahan baku industri logam

2 19 191

Formulasi Patch Natrium Diklofenak Berbasis Sodium Carboxymethylcellulose (SCMC) sebagai Sediaan Lokal Penanganan Inflamasi pada Penyakit Periodontal

4 23 65

Pengaruh Carboxymethylcellulose Sodium (CMC Na) dan Gelatin B Sebagai Pengikat Terhadap Karakteristik Fisik Tablet Hisap Dextrometorphan HBr - Ubaya Repository

0 0 1

Pengaruh berbagai konsentrasi guar gum sebagai pengikat pada sediaan tablet hisap ekstrak akar gingseng - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 12

Pengaruh xanthan gum sebagai thickening agent terhadap viskositas dan kestabilan viskositas sediaan sampo yang mengandung ekstrak kering seledri (apium graveolens l.) - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 16

Pengaruh xanthan gum sebagai thickening agent terhadap viskositas dan kestabilan viskositas sediaan sampo yang mengandung ekstrak kering seledri (apium graveolens l.) - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 8

Pengaruh xanthan gum sebagai thickening agent terhadap viskositas dan kestabilan viskositas sediaan sampo yang mengandung ekstrak kering seledri (apium graveolens l.) - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 77

Formulasi sediaan sampo perasan/sari buah kiwi hijau (Actinidia deliciosa)dengan HPMC sebagai pengental - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 16

Analisis sikap konsumen terhadap atribut produk shampo - USD Repository

0 0 110

Pengaruh intensitas, durasi, diskriminasi, eksposur dan relevansi iklan shampo Rejoice terhadap niat membeli ulang - USD Repository

0 0 126