BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan - HENI SETIANI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori

1. Pengetahuan

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, kepandaian, dibidang teknik dan segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal yang pernah diajarkan.

  Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

  Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba, Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga, pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmodjo,2012;h.138). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoadmodjo, 2010; h.27).

  Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indra, yang berbeda sekali dengan kepercayaan, takhayul dan penerangan-penerangan yang keliru (Soekanto,2007;h.6).

  Menurut Notoatmodjo (2012;h.139), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu :

  8 a. Tahu ( know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

  b. Memahami ( comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

  c. Aplikasi ( aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

  Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengguna hukum- hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

  d. Analisis ( analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

  e. Sintesis ( synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

  Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

  f. Evaluasi ( evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian- penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri , atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

  a. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Menurut Notoadmodjo (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang diantaranya adalah:

  1) Pendidikan Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan, 2) Informasi

  Seorang yang mempunyai informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih banyak pula, 3) Budaya

  Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap, kebiasaan dan kepercayaan.

  4) Pengalaman Merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, baik dari pengalaman diri sendiri maupun orang lain. Hal tersebut dilakukan dengan cara pengulangan kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi, bila berhasil maka orang akan menggunakan cara tersebut dan bila gagal tidak akan mengulangi cara itu,

  5) Sosial Ekonomi Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup tergantung dengan hasil pendapatan,

  6) Umur Menurut Nursalam dan Pariani (2003), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun, semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya, hal ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa.

  Menurut Sunaryo (2004), peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif terhadap objek tertentu (Notoatmodjo,2003;h.128).

  Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoadmodjo,2012;h.138-140). Pengukuran atau penilaian pengetahuan menurut Arikunto dalam Machfoedz (2009;h.122) dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) yaitu: 1) Pengetahuan baik : 76-100% menjawab benar seluruh pertanyaan 2) Pengetahuan cukup baik : 56%-75% menjawab benar seluruh pertanyaan 3) Pengetahuan kurang baik : 40%-55% menjawab benar seluruh pertanyaan

2. Karakteristik Individu

  Adapun karakteristik dalam penelitian ini meliputi umur, dan pendidikan.

  a. Umur Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Menurut

  Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa umur merupakan variabel yang digunakan sebagai ukuran mutlak indikator fisiologis dengan kata lain penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan akan berhubungan dengan umur. Dimana yang semakin tua akan mempunyai karakteristik fisiologis dengan tanggung jawab tersendiri.

  Dalam PP nomor 21 tahun 1994 tentang umur ideal pasal 11 ayat (1) menyatakan bahwa faktor usia dalam perkawinan dapat menentukan kualitas kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin dalam suatu keluarga. Oleh sebab itu dalam melaksanakan perkawinan, usia ideal perlu diperhitungkan, karena hal ini berkaitan erat dengan kelangsungan dalam membangun dan membina keluarga yang sejahtera lahir dan bahagia batin serta berkaitan dengan usia reproduksi sehat. Reproduksi sehat adalah kemampuan diri untuk memberi keturunan dalam kurun waktu tertentu dalam usia yang tepat secara sehat untuk ibu dan anak. Adapun batas usia ideal yang dicanangkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah pendewasaan usia pernikahan yang ideal untuk perempuan 20-35 tahun.

  b. Pendidikan Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.

  Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo,2003;h.16).

  Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok, atau masyarakat. Pendidikan sangat berpengaruh terhadap penilaian seseorang terhadap suatu hal, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin luas wawasan dan pengalaman seseorang sehingga semakin baik penilaian seseorang terhadap sesuatu (Notoatmodjo,2003;h.97).

  Menurut UU RI No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, jalur pendidikan formal terdapat jenjang yang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Adapun penjelasan sebagai berikut:

  1) Pendidikan Dasar Pendidikan Dasar adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun. Diselenggarakan selama enam tahun di Sekolah Dasar (SD) dan tiga tahun di Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau satuan sederajad.

  2) Pendidikan Menengah Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.

  Bentuk sarana pendidikan terdiri dari: Sekolah Menengah Umur, Sekolah Menengah Kejurusan, Sekolah Menengah Keagamaan, Sekolah Menengah Kedinasan dan Sekolah Menengah Luar Biasa.

  3) Pendidikan Tinggi Pendidikan Tinggi merupakan kelanjutan dari pendidikan menengah. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan Pendidikan Tinggi disebut Perguruan Tinggi yang dapat berbentuk Akademik, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institusi dan Universitas.

3. Anemia

  a. Pengertian Anemia Anemia adalah penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen, hal tersebut dapat terjadi akibat penurunan produksi sel darah merah (SDM), atau penurunan hemoglobin (Hb) dalam darah (Fraser,2009;h.328).

  Anemia adalah suatu kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal, pada pria bila kadar hemoglobin kurang dari 13,5 g% dan pada wanita hemoglobin kurang dari 12,0 g% (Proverawati,2011; h.1).

  Anemia umumnya ditemukan pada saat pasien periksa skrining laboratorium dimana didapatkan level hemoglobin yang menurun (Saifuddin,2008; h.571).

  Seseorang dikatakan menderita anemia jika terjadi penurunan kadar hemoglobin dalam darah, dan setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium, kadar hemoglobin dalam darah kurang dari normal.

  b. Pengertian Anemia Dalam Kehamilan Seorang wanita hamil dikatakan menderita anemia jika setelah dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin diperoleh hasil pemeriksaan kadar hemoglobin kurang dari 10 g%, konsentrasi hemoglobin lebih rendah pada pertengahan kehamilan, dan pada awal kehamilan dan kembali menjelang aterm, kadar hemoglobin pada sebagian besar wanita sehat yang memiliki cadangan besi adalah 11 g% atau lebih, dikatakan menderita anemia jika sebagai kadar hemoglobin kurang dari 11 g% pada trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10,5 g% pada trimester kedua (Cunningham,2006; h.1463).

  c. Diagnostik Anemia Pada Kehamilan Untuk menegakkan diagnosis anemia kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang

  • –kunang, dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda.

  Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut : Hb 11 g% = tidak anemia Hb 9

  • – 10 g% = anemia ringan Hb 7
  • – 8 g% = anemia sedang Hb < 7 g% = anemia berat

  Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu pada trimester I dan trimester III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar ibu hamil mengalami anemia, maka dilakukan pemberian preparat Fe sebanyak 90 tablet pada ibu

  • – ibu hamil di Puskesmas (Manuaba,2010;h.239).
d. Penyebab Anemia dan Penyebab Anemia Dalam Kehamilan Penyebab anemia pada umumnya adalah:

  1) Genetik Hemoglobinopati, talasemia, anemia hemolitik herediter

  2) Kurang gizi Disebabkan oleh defisiensi besi, defisiensi asam folat, defisiensi Vitamin B

  12

  3) Perdarahan 4) Penyakit Kronik

  Tuberculosis, endokarditis, atau osteomyelitis, paru, cacing usus, malaria.

  5) Malabsorbsi Sedangkan penyebab anemia dalam kehamilan disebabkan karena dalam kehamilan keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang. Darah bertambah banyak dalam kehamilan, yang lazim disebut hidremia atau hypervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga terjadi pengenceran darah. Pertambahan tersebut sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologis dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita. Pertama-tama pengenceran itu meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa kehamilan, karena sebagai akibat hidremia cardiac output meningkat. Kerja jantung lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik.

  Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah mulai sejak kehamilan umur 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Wiknjosastro,2007;h. 448). Anemia defisiensi zat besi pada wanita biasanya disebabkan oleh; 1) Penurunan asupan atau absorbsi zat besi, termasuk defisiensi zat besi dan gangguan gastrointestinal seperti diare atau hyperemesis.

  2) Kebutuhan yang berlebihan, misalnya pada ibu yang sering mengalami kehamilan, atau kehamilan kembar.

  3) Infeksi kronis, terutama saluran perkemihan. 4) Perdarahan akut atau kronis, contohnya menoragia, perdarahan hemoroid, perdarahan antepartum atau pascapartum.

  Penyebab anemia tersering adalah defisiensi zat-zat nutrisi. Seringkali defisiensinya bersifat multipel dengan manifestasi klinik yang disertai infeksi, gizi buruk, atau kelainan herediter seperti hemoglobinopati. Namun, penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, absorbsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang, kebutuhan yang berlebihan dan kurangnya utilisasi nutrisi hemopoietik (Saifuddin,2008;h.777).

  Di negara berkembang, penyebab lain anemia yang tersering adalah infestasi cacing tambang, infeksi seperti disentri amuba, malaria akibat plasmodium falciparum, dan hemoglobinopati (Fraser,2009;h. 329).

  1) Tanda dan gejala pada anemia Tanda dan gejala anemia meliputi pucat pada membrane mukosa, keletihan, pusing dan pingsan, sakit kepala, nafas dangkal, peningkatan frekuensi jantung, dan palpitasi (Fraser,2009;h.328). Selain itu tanda dan gejala yang sering muncul karena anemia yaitu, mengantuk, kelemahan, sakit kepala, nafsu makan kurang, perubahan kebiasaan tidur, pucat, ikterus, bantalan kuku pucat, dan lidah halus (papil tidak menonjol) (Varney,2007;127).

  e. Pembagian Anemia dalam Kehamilan Pelbagai macam pembagian anemia dalam kehamilan telah dikemukakan oleh para penulis, berdasarkan penyelidikan di Jakarta anemia dalam kehamilan dapat di bagi sebagai berikut: 1) Anemia defisiensi besi (62,3%)

  Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai ialah anemia akibat kekurangan besi. Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang masuknya unsur besi dengan makanan, karena gangguan resorpsi, gangguan penggunaan, atau karena terlampau banyaknya besi keluar dari badan, misalnya pada perdarahan.

  Keperluan akan besi bertambah dalam kehamilan, terutama dalam trimester terakhir. Apabila masuknya besi tidak ditambah dan kehamilan, maka mudah terjadi anemia defisiensi besi, lebih-lebih pada kehamilan kembar. Lagi pula didaerah khatulistiwa besi lebih banyak ke luar melalui air peluh dan melalui kulit. Masuknya besi setiap hari yang dianjurkan tidak sama untuk pelbagai negeri. Untuk wanita tidak hamil, wanita hamil, dan wanita yang menyusui dianjurkan di Indonesia masing-masing 12 mg, dan 17 mg, dan 17 mg (Winkjosastro,2007;h.451-452). Sejauh ini ada empat dasar pencegahan anemia defisiensi zat besi. Keempat pendekatan tersebut adalah 1) pemberian tablet atau suntikan zat besi, 2) pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan peningkatan asupan zat besi melalui makanan, 3) pengawasan penyakit infeksi, dan 4) fortifikasi makanan pokok dengan zat besi (Arisman, 2010; h.180). Selain hal diatas pencegahan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan suplementasi besi dan asam folat, WHO menganjurkan untuk memberikan 60 mg besi selama 6 bulan untuk memenuhi kebutuhan fisiologik selama kehamilan (Saifuddin,2008; h.778). 2) Anemia megaloblastik (29,0%)

  Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folik ( pteroylglutamic acid), jarang sekali karena defisiensi vitamin B ( cyanocobalamin). Kehamilan cukup tinggi di

12 Asia, seperti India, Malaysia, dan di Indonesia. Hal itu erat

  hubungannya dengan defisiensi makanan (Winkjosastro,2007; h.453).

  3) Anemia hipoplastik (8,0%) Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru, dinamakan anemia hipoplastik dalam kehamilan. Darah tepi menunjukkan gambaran normositer dan normo-krom, tidak ditemukan ciri-ciri defisiensi besi, asam folik, atau vitamin B . Sumsum tulang bersifat

  12 normoblastik dengan hypoplasia erithropoesis yang nyata. Perbandingan mieloit: eritroit, yang diluar kehamilan 5 : 1 dan dalam kehamilan 3 : 1 atau 2 : 1, berubah menjadi 10 : 1 atau 20 : 1. Ciri lain ialah bahwa pengobatan dengan segala macam obat penambah darah tidak memberi hasil. Etiologi anemia hipoplastik karena kehamilan hingga kini belum diketahui dengan pasti, kecuali yang disebabkan oleh sepsis, sinar roentgen, racun, atau obat-obat.

  Dalam hal yang terakhir anemia dianggap hanya sebagai komplikasi kehamilan. Karena obat-obat penambah darah tidak memberi hasil, maka satu-satunya cara, untuk memperbaiki keadaan penderita ialah transfusi darah, yang sering perlu diulang sampai berapa kali.

  Biasanya anemia hipoplastik karena kehamilan, apabila wanita dengan selamat mencapai masa nifas, akan sembuh dengan sendirinya. Dalam kehamilan-kehamilan berikutnya biasanya wanita menderita anemia hipoplastik lagi. Anemia aplastic (panmieloftisis) dan anemia hipoplastik berat yang tidak diobatin mempunyai prognosis buruk, baik bagi ibu maupun bagi anak (Winkjosastro,2007;h.456-457). 4) Anemia Hemolitik (0,7%)

  Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil, apabila ia hamil, maka anemianya biasanya menjadi lebih berat. Sebaliknya mungkin pula bahwa kehamilan menyebabkan krisis hemolitik pada wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia.

  Secara umum anemia hemolitik dapat dibagi dalam 2 golongan besar, yakni: a) Golongan yang disebabkan oleh faktor intrakorpuskuler, seperti pada sferositosis, eliptositosis, anemia hemolitik herediter, thalassemia, anemia sel sabit, hemoglobinopatioa C, D, G, H, I, dan paraxymal nocturnal haemoglobinuria, dan

  b) Golongan yang disebabkan oleh faktor ekstrakorpuskuler, seperti pada infeksi (malaria, sepsis, dsb), keracunan arsenikum, neoarsphenamin, timah, sulfonamide, kinin, paraquin, pimaquin, nitrofurantoin (furadantin), racun ular, pada defisiensi G-6-PD ( glucose-6-phosphate-dehydrogenase), antagonismus rhesus atau ABO, leukemia, penyakit Hodgkin, limfosarkoma, penyakit hati, dan lain-lain (Winkjosastro,2007;h.457).

  f. Pengaruh anemia pada kehamilan dan janin 1) Pengaruh anemia terhadap kehamilan

  a) Bahaya selama kehamilan: dapat terjadi abortus, persalinan prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi, ancaman dekompensasi kordis (Hb<6 g%), mola hidatidosa, hyperemesis gravidarum, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini (KPD).

  b) Bahaya saat bersalin: gangguan His ( kekuatan mengejan), kala pertama dapat berlangsung lama, kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, kala uri dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan postpartum karena atonia uteri, kala empat dapat terjadi perdarahan postpartum.

  c) Pada kala nifas: terjadi subinvolusi uteri menimbulkan perdarahan postpartum, memudahkan infeksi puerpurium, pengeluaran ASI berkurang, terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mamae. 2) Bahaya anemia terhadap janin

  Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai kebutuhan dari ibunya, tetapi dengan anemia akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Akibat anemia dapat terjadi gangguan dalam bentuk: abortus, kematian intrauterin, persalinan prematuritas tinggi, berat badan lahir rendah, kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat bawaan, bayi dapat mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal, dan intelegensia rendah (Manuaba,2010;h.240).

4. Kehamilan

  a. Definisi Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin.

  Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan (Saifuddin,2008;h.89).

  b. Tujuan Asuhan Antenatal Asuhan antenatal adalah asuhan yang diberikan pada ibu hamil sejak konfirmasi konsepsi hingga awal persalinan (Myles,2009). Tujuan dari asuhan antenatal adalah:

  1) Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan keselamatan ibu dan tumbuh kembang bayi 2) Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu dan bayi 3) Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan

  4) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin 5) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI Eksklusif 6) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal

  (Saifuddin, 2008; h.90).

  c. Kebijakan Program Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan, yaitu:

  1) Satu kali pada triwulan pertama 2) Satu kali pada triwulan kedua

  3) Satu kali pada triwulan ketiga Pelayanan atau asuhan standar minimal termasuk “7T”, yaitu:

  1) (Timbang) berat badan 2) Ukur (Tekanan) darah 3) Ukur (Tinggi) fundus uteri 4) Pemberian imunisasi (Tetanus Toksoid) TT lengkap 5) Pemberian tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan 6) Tes terhadap Penyakit Menular Seksual 7) Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan

  Pelayanan atau asuhan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan professional dan tidak dapat diberikan oleh dukun bayi (Saifuddin,2008;h.90).

  d. Kebijakan Teknis Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat. Itu sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilannya. Penatalaksanaan ibu hamil secara keseluruhan meliputi komponen-komponen sebagai berikut:

  1) Mengupayakan kehamilan yang sehat 2) Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta rujukan bila diperlukan 3) Persiapan persalinan yang bersih dan aman 4) Perencanaan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi komplikasi (Saifuddin, 2008;h.90). e. Pemberian Vitamin Zat Besi Dimulai dengan memberikan satu tablet sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang. Tiap tablet mengandung FeSO 320 mg (zat

  4 besi 60 mg) dan Asam Folat 500 µg, minimal masing-masing 90 tablet.

  Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu penyerapan (Saifuddin,2008;h.91).

  f. Penilaian Klinik Penilaian klinik merupakan proses berkelanjutan yang dimulai pada kontak pertama antara petugas kesehatan dengan ibu hamil dan secara optimal berakhir pada pemeriksaan 6 minggu setelah persalinan. Pada setiap kunjungan antenatal, petugas mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine, serta ada tidaknya masalah atau komplikasi (Saifuddin,2008;h.91).

  g. Edukasi Kesehatan Bagi Ibu Hamil Tidak semua ibu hamil dan keluarganya mendapat pendidikan dan konseling kesehatan yang memadai tentang kesehatan reproduksi, terutama tentang kehamilan dan upaya untuk menjaga agar kehamilan tetap sehat dan berkualitas. Kunjungan antenatal memberi kesempatan bagi petugas kesehatan untuk memberikan informasi kesehatan esensial bagi ibu hamil dan keluarganya termasuk rencan persalinan (di mana, penolong, dana, pendamping, dan sebagainya) dan cara merawat bayi. Beberapa informasi penting tersebut diantaranya adalah nutrisi yang adekuat yaitu:

  1) Kalori Jumlah kalori yang diperlukan bagi ibu hamil untuk setiap harinya adalah 2.500 kalori. Pengetahuan tentang berbagai jenis makanan yang dapat memberikan kecukupan kalori tersebut sebaiknya dapat dijelaskan secara rinci dan bahasa yang dimengerti oleh para ibu hamil dan keluarganya. Jumlah kalori yang berlebihan dapat menyebabkan obesitas dan hal ini merupakan faktor presdiposisi untuk terjadinya pre-eklamsia. Jumlah penambahan berat badan sebaiknya tidak melebihi 10-12 kg selama hamil.

  2) Protein Jumlah protein yang diperlukan oleh ibu hamil adalah 85 gram perhari. Sumber protein tersebut dapat diperoleh dari tumbuh- tumbuhan (kacang-kacangan) atau hewani (ikan, ayam, keju, susu, telur). Defisiensi protein dapat menyebabkan kelahiran prematur, anemia, dan edema. 3) Kalsium

  Kebutuhan kalsium ibu hamil adalah 1,5 gram perhari. Kalsium dibutuhkan untuk pertumbuhan janin, terutama bagi pengembangan otot dan rangka. Sumber kalsium yang mudah diperoleh adalah susu, keju, yogurt, dan kalsium karbonat. Defisiensi kalsium dapat menyebabkan riketsia pada bayi atau osteomalasia pada ibu. 4) Zat Besi

  Metabolisme yang tinggi pada ibu hamil memerlukan kecukupan oksigenasi jaringan yang diperoleh dari pengikatan dan pengantaran oksigen melalui hemoglobin di dalam sel-sel darah merah. Untuk menjaga konsentrasi hemoglobin yang normal, diperlukan asupan zat besi bagi ibu hamil dengan jumlah 30 mg/hari terutama setelah trimester kedua. Bila tidak ditemukan anemia pemberian besi per minggu cukup adekuat. Zat besi yang diberikan dapat berupa ferrous

  gluconate, ferrous fumarate, atau ferrous sulphate. Kekurangan zat besi pada ibu hamil dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi.

  5) Asam folat Selain zat besi, sel-sel darah merah juga memerlukan asam folat bagi pematangan sel. Jumlah asam folat yang dibutuhkan oleh ibu hamil adalah 400 mikrogram perhari. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan anemia megaloblastik pada ibu hamil (Saifuddin,2008; h.285-286).

5. Asupan Nutrisi pada Ibu Hamil

  a. Diet wanita hamil Pada wanita, masa hamil merupakan masa dimana unsur-unsur gizi diperlukan jauh lebih banyak daripada yang diperlukan dalam keadaan biasa. Selain untuk kebutuhan tubuh sendiri, unsur-unsur gizi ini diperlukan oleh janin agar dapat tumbuh dengan pesat.

  Berdasarkan angka kecukupan gizi rata yang dianjurkan perhari menurut hasil Widya Karya Nasioanl Pangan dan Gizi, selama hamil, seoarang wanita akan mendapatkan tambahan nilai gizi sebesar yang terdapat dalam tabel sebagai berikut (Hidayat.2009;h.65-66):

Tabel 1.1. Kebutuhan Zat Gizi Ibu Hamil

  Zat Gizi Nilai Gizi

  Energi + 285 (Kkal) Protein + 12 (g) Vitamin A + 200 (RE) Tiamin + 0,2 (mg) Riboflavin +0,2 (mg) Niasin + 1,3 (mg) Vitamin B

  • 0,3 Asam folat + 150 (µg) Vitamin C +10 (mg) Kalsium +400 (mg) Fosfor +200 (mg) Besi + 20 (mg)

  12

  Zinc + 5 (mg) Iodium + 25 (µg)

  b. Faktor yang Memengaruhi Kebutuhan Nutrisi 1) Pengetahuan

  Pengetahuan yang kurang tentang manfaat makanan bergizi dapat memengaruhi pola konsumsi makan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kurangnya informasi sehingga dapat terjadi kesalahan dalam memahami kebutuhan gizi.

  2) Prasangka Prasangka buruk terhadap beberapa jenis bahan makanan bergizi tinggi dapat memengaruhi status gizi seseorang misalnya, di beberapa daerah, tempe yang merupakan sumber protein yang paling murah, tidak dijadikan bahan makanan yang layak untuk dimakan karena masyarakat menganggap bahwa mengonsumsi makanan tersebut dapat merendahkan derajat mereka.

  3) Kebiasaan Adanya kebiasaan yang merugikan atau pantangan terhadap makanan tertentu juga dapat memengaruhi status gizi. Misalnya, dibeberapa daerah, terdapat larangan makan pisang dan papaya bagi para gadis remaja. Padahal, makanan tersebut merupakan sumber vitamin yang sangat baik. Ada pula larangan makan ikan bagi anak-anak karena ikan dianggap dapat mengakibatkan cacingan, padahal ikan merupakan sumber protein yang sangat baik bagi anak-anak.

  4) Kesukaan Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan dapat mengakibatkan kurangnya variasi makanan, sehingga tubuh tidak memperoleh zat-zat yang dibutuhkan secara cukup. Kesukaan dapat mengakibatkan merosotnya gizi pada remaja bila nilai gizinya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Saat ini, para remaja di kota-kota besar di negara kita memiliki kecenderungan menyenangi makanan tertentu secara berlebihan, seperti makanan cepat saji ( junkfood), bakso, dan lain-lainnya. Makanan- makanan ini tentu saja dapat berdampak buruk bagi kesehatan mereka jika konsumsi terlalu sering dan berlebihan karena tidak memiliki asupan gizi yang baik. 5) Ekonomi

  Status ekonomi dapat memengaruhi perubahan status gizi karena penyediaan makanan bergizi membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit, oleh karena itu, masyarakat dengan kondisi perekonomian yang tinggi biasanya mampu mencukupi kebutuhan gizi keluarganya dibandingkan masyarakat dengan kondisi perekonomian rendah (Hidayat,2009;h.69-70).

6. Zat Besi

  a. Definisi Zat besi adalah elemen logam yang digunakan oleh tubuh terutama untuk membuat hemoglobin, komponen dalam sel darah merah yang bertanggung jawab dalam pengangkutan oksigen keseluruh jaringan tubuh (Varney,2007;h.101). Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Besi mempuanyai beberapa fungsi esensial didalam tubuh: sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron didalam sel dan, sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim didalam jaringan tubuh (Almatsier,2009;h.250).

  b. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi besi Diperkirakan hanya 5-15% besi makanan diabsorpsi oleh orang dewasa yang berada dalam status besi baik. Dalam keadaan defisiensi besi absorpsi dapat mencapai 50%. Banyak faktor berpengaruh terhadap absorpsi besi, yaitu: 1) Bentuk Besi di dalam makanan berpengaruh terhadap penyerapannya. Besi-hem, yang merupakan bagian dari hemoglobin dan myoglobin yang terdapat didalam daging hewan dapat diserap dua kali lipat daripada besi nonhem. Kurang lebih

  40% dari besi didalam daging, ayam dan ikan terdapat sebagai besi-hem dan selebihnya sebagai nonhem. Besi-nonhem juga terdapa di dalam telur, serealia, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah-buahan. Makanan besi-hem dan nonhem secara bersama dapat meningkatkan penyerapan besi-nonhem. Daging, ayam, dan ikan mengandung suatu factor yang membantu penyerapan besi. Faktor ini terdiri atas asam amino yang mengikat besi dan membantu penyerapannya. Susu sapi, keju, dan telur tidak mengandung faktor ini hingga tidak dapat membantu penyerapan besi. 2) Asam Organik, seperti vitamin C sangat membantu penyerapan besi-nonhem dengan merubah bentuk feri menjadi bentuk fero.

  Seperti telah dijelaskan, bentuk fero lebih mudah diserap. Vitamin C disamping itu membentuk gugus besi-askorbat yang tetap larut pada pH lebih tinggi dalam duodenum. Oleh karena itu sangat dianjurkan memakan makanan sumber vitamin C tiap kali makan, asam organik lain adalah asam sitrat. 3) Asam fitat dan faktor lain di dalam serat serealia dan asam oksalat didalam sayuran menghambat penyerapan besi. Faktor-faktor ini mengikat besi, sehingga mempersulit penyerapannya. Protein kedelai menurunkan absorpsi besi yang mungkin disebabkan oleh nilai fitatnya yang tinggi. Karena kedelai dan hasil olahnya mempunyai kandungan besi yang tinggi, pengaruh akhir terhadap absorpsi besi biasanya positif. Vitamin C dalam jumlah cukup dapat melawan sebagian pengaruh faktor-faktor yang menghambat penyerapan besi ini.

  4) Tannin yang merupakan polifenol dan terdapat di dalam teh, kopi dan beberapa jenis sayuran dan buah juga menghambat absorpsi besi dengan cara mengikatnya. Bila besi tubuh tidak terlalu tinggi, sebaiknya tidak minum teh atau kopi waktu makan. Kalsium dosis tinggi berupa suplemen menghambat absorpsi besi, namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Bayi dapat lebih banyak menyerap ASI daripada dari susu sapi. 5) Tingkat keasaman lambung meningkatkan daya larut besi.

  Kekurangan asam klorida di dalam lambung atau penggunaan obat- obatan yang bersifat basa seperti antasid menghalangi absorpsi besi. 6) Faktor intrisik di dalam lambung membantu penyerapan besi, diduga karena hem mempunyai struktur yang sama dengan vitamin

  B .

  12

  7) Kebutuhan tubuh akan besi berpengaruh besar terhadap absorpsi besi. Bila tubuh kekurangan besi atau kebutuhan meningkat pada masa pertumbuhan, absorpsi besi-nonhem dapat meningkat sampai sepuluh kali, sedangkan besi-hem dua kali (Almatsier, 2009; h.253- 254).

  c. Fungsi Besi Dalam keadaan tereduksi besi kehilangan dua elektron, oleh karena itu mempunyai dua sisa muatan positif. Besi dalam bentuk dua ion

  • bermuatan positif ini adalah bentuk fero (Fe ). Dalam keadaan
teroksidasi, besi kehilangan tiga electron, sehingga mempunyai sisa tiga

  • muatan positif yang dinamakan bentuk feri (Fe ). Karena dapat berada dalam dua bentuk ion ini, besi berperan dalam proses respirasi sel, yaitu sebagai kofaktor bagi enzim-enzim yang terlibat di dalam reaksi oksidasi-reduksi.

  Metabolisme energi. Didalam tiap sel, besi bekerja sama dengan

  rantai protein-pengangkut-elektron, yang berperan dalam langkah- langkah akhir metabolisme energi. Protein ini memindahkan hidrogen dan elektron yang berasal dari zat gizi penghasil energi ke oksigen, sehingga membentuk air. Dalam proses tersebut dihasilkan ATP.

  Sebagian besar besi berada di dalam hemoglobin, yaitu molekul protein mengandung besi dari sel darah merah dan mioglobin di dalam otot.

  Hemoglobin didalam darah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali karbon dioksida dari seluruh tubuh ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Mioglobin berperan sebagai reservoir oksigen: menerima, menyimpan dan melepas oksigen didalam sel-sel otot. Sebanyak kurang lebih 80% besi tubuh berada di dalam hemoglobin. Selebihnya terdapat di dalam mioglobin dan protein lain yang mengandung besi. Menurunnya produktivitas kerja pada kekurangan besi disebabkan oleh dua hal, yaitu a) berkurangnya enzim- enzim mengandung besi dan besi sebagai kofaktor enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme energy; b) menurunnya hemoglobin darah.

  Akibatnya, metabolisme energi di dalam otot terganggu dan terjadi penumpukan asam laktat yang menyebabkan rasa lelah.

  Kemampuan belajar. Pollitt pada tahun 1970-an terkenal akan penelitian-penelitian yang menunjukkan perbedaan antara keberhasilan belajar anak-anak yang menderita anemia gizi besi dan anak-anak yang sehat. Penelitian-penelitian di Indonesia oleh Soemantri (1985) dan Almatsier (1989) menunjukkan peningkatan prestasi belajar pada anak- anak sekolah dasar bila diberikan suplemen besi. Hubungan defisiensi besi dengan fungsi otak mempunyai kadar besi tinggi yang diperoleh dari transport besi yang dipengaruhi oleh reseptor transferin. Kadar besi dalam darah meningkat selama pertumbuhan hingga remaja. Kadar besi otak yang kurang pada masa pertumbuhan tidak dapat diganti setelah dewasa. Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama terhadap fungsi sistem neurotransmitter (pengantar saraf).

  Akibatnya, kepekaan reseptor saraf dopamine berkurang yang dapat berakhir dengan hilangnya reseptor tersebut. Daya konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan belajar terganggu, ambang batas rasa sakit meningkat, fungsi kelenjar tiroid dan kemampuan mengatur suhu tubuh menurun.

  Sistem kekebalan. Besi memegang peranan dalam sistem kekebalan tubuh. Respons kekebalan sel oleh limfosit-T terganggu karena berkurangnya pembentukan sel-sel tersebut, yang kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya sintesis DNA. Berkurangnya sintesis DNA ini disebabkan oleh gangguan enzim reduktase ribonukleotida yang membutuhkan besi untuk dapat berfungsi. Di samping itu sel darah putih yang menghancurkan bakteri tidak dapat bekerja secara efektif dalam keadaan tubuh kekurangan besi. Enzim lain yang berperan dalam sistem kekebalan adalah mieloperoksidase yang juga terganggu fungsinya pada defisiensi besi. Di samping itu dua protein pengikat-besi transferi dan laktoferin mencegah terjadinya infeksi dengan cara memisahkan besi dari mikroorganisme yang membutuhkannya untuk perkembangbiakan.

  Pelarut obat-obatan. Obat-obatan tidak larut air oleh enzim mengandung besi dapat dilarutkan hingga dapat dikeluarkan dari tubuh (Almatsier,2009;h.254-255).

  d. Sumber Besi Sumber baik besi adalah makanan hewani, seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber baik lainnya adalah telur, serealia tumbuk, kacang- kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Di samping jumlah besi, perlu diperhatikan kualitas besi didalam makanan, dinamakan juga ketersediaan biologik ( bioavailability). Pada umumnya besi di dalam daging, ayam, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik tinggi, besi di dalam serealia dan kacang-kacangan mempunyai ketersediaan biologik sedang, dan besi di dalam sebagian besar sayuran, terutama yang mengandung asam oksalat tinggi, seperi bayam mempunyai ketersediaan biologik rendah. Sebaiknya diperhatikan kombinasi makanan sehari-hari yang terdiri atas campuran sumber besi berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan serta sumber gizi lain yang dapat membantu absorpsi. Menu makanan di Indonesia sabaiknya terdiri atas nasi, daging/ayam/ikan, kacang-kacangan, serta sayuran dan buah- buahan yang kaya akan vitamin C (Almatsier,2009;h.256).

B. Kerangka Teori

  Sosial ekonomi Pengalaman Umur

  Pengetahuan Budaya Pendidikan

  Informasi Kehamilan

  Anemia pada Kehamilan:

  1. Anemia defisiensi besi Prasangka

  2. Anemia megaloblastik Nutrisi

  Kebiasaan

  3. Anemia hipoplastik Ekonomi

  4. Anemia hemolitik Kesukaan

  Zat Besi Infeksi cacing tambang

  Perdarahan akut Infeksi kronis

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian

  Modifikasi dari Notoatmodjo (2010),Wiknjosastro (2006),Fraser (2009),Saifuddin (2008), Hidayat (2009),Almatsier (2009),Arisman (2010).