DOCRPIJM_418e2d6cc3_BAB IVBAB IV. ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN (Autosaved) OK.pdf

  Rencana Program Investas Jangka Menengah 2016 - 2020 Kota Tidore Kepulauan

BAB IV ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN PROPINSI MALUKU UTARA TAHUN 2016 - 2020 BAB IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan IV -

  ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN Kota TIDORE KEPULAUAN

4.1. Analisis Sosial

4.1.1. Umum

  Analisis social sebagai dampak pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya erat kaitannya dengan pengarusutaman gender. Pengarusutamaan gender (PUG) merupakan strategi mengintegrasikan perspektif gender dalam pembangunan. Pengintegrasian perspektif gender tersebut dimulai dari proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi seluruh kebijakan, program dan kegiatan pembangunan. PUG ditujukan untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam pembangunan, yaitu pembangunan yang lebih adil dan merata bagi seluruh penduduk Indonesia baik laki-laki maupun perempuan. Kesetaraan gender dapat dicapai dengan mengurangi kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan dalam mengakses dan mengontrol sumber daya, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan proses pembangunan, serta mendapatkan manfaat dari kebijakan dan program pembangunan. Kesetaraan dan keadilan gender yang merupakan salah satu tujuan pembangunan yang ditetapkan dalam RPJPN 2005-2025, dihadapkan pada tiga isu strategis di dalam RPJMN 2015-2019 sebagai berikut :

1. Meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan dalam pembangunan.

  2. Meningkatkan perlindungan bagi perempuan dari berbagai tindak

kekerasan, termasuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

  3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan PUG dan kelembagaan perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan.

  Dari ketiga isu strategis Pengarusutaman gender di atas, kita lebih focus membahas terkait isu strategis Peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan

  dalam pembangunan.

  Membangun sumber daya manusia yang berkualitas merupakan sasaran yang akan dicapai dalam rangka mewujudkan bangsa yang berdaya saing. Upaya pembangunan tersebut ditujukan untuk kepentingan seluruh penduduk tanpa

BAB IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan IV -

  membedakan jenis kelamin. Peningkatan kualitas sumber daya manusia, antara lain ditandai dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan

  Indeks Pembangunan Gender (IPG). IPM merupakan indeks komposit ya.ng

  mengukur kapabilitas dasar manusia pada bidang kesehatan (angka harapan hidup), pendidikan (rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf), dan ekonomi (Produk Domestik Bruto/PDB per kapita yang dihitung berdasarkan paritas daya beli). Sementara IPG merupakan IPM yang sudah dikoreksi dengan tingkat disparitas gendernya. Data BPS menunjukkan IPM dan IPG Indonesia cenderung meningkat. IPM meningkat dari 72,3 pada tahun 2010 menjadi 73,8 pada tahun 2013, dan IPG meningkat dari 67,2 menjadi 69,6. Selisih antara IPM dan IPG juga semakin menurun dari 5,1 pada tahun 2010 menjadi 4,2 pada tahun 2013, yang berarti bahwa kesetaraan gender dalam pelaksanaan pembangunan manusia di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan IPG antara lain didukung oleh pencapaian kesetaraan gender di bidang pendidikan dan kesehatan. Di bidang pendidikan, kesenjangan angka melek huruf antara perempuan dan laki-laki usia 15 tahun ke atas semakin mengecil, yaitu dari 5,13 persen pada tahun 2010 menjadi 5,02 persen pada tahun 2013. Hal ini karena angka melek huruf perempuan meningkat lebih tajam dibanding laki-laki, yaitu dari 90,52 persen menjadi 91,03 persen (Susenas, BPS). Di bidang kesehatan, angka harapan hidupperempuan meningkat dari 71,47 tahun pada tahun 2010 menjadi 71,69 tahun pada tahun 2012 (Susenas, BPS). Di samping IPG, indikator kesetaraan gender lainnya yang bersifat makro dan menunjukkan capaian dalam upaya meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan adalah Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). IDG merupakan indikator untuk melihat peranan perempuan dalam ekonomi, politik dan pengambilan keputusan. IDG merupakan indeks komposit yang dihitung berdasarkan partisipasi perempuan di parlemen, perempuan dalam angkatan kerja, perempuan pekerja profesional, pejabat tinggi, dan manajer, serta upah pekerja perempuan di sektor non-pertanian. Selama tahun 2010-2013 IDG Indonesia juga menunjukkan peningkatan dari 68,2 menjadi 70,5 (BPS). Peningkatan IDG tersebut didukung oleh meningkatnya persentase perempuan yang menduduki jabatan eselon I sampai eselon V pada tahun 2014 (Juli) dibandingkan kondisi 2010. Eselon I meningkat dari 8,70 persen menjadi 13,47 persen, eselon II meningkat dari 7,55 persen menjadi 11,39 persen, Eselon III

BAB IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan IV -

  meningkat dari 15,70 persen menjadi 19,75 persen, Eselon IV meningkat dari 24,90 persen menjadi 33,54 persen, dan Eselon V meningkat dari 25,34 persen menjadi 29,06 persen.Peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga memiliki daya saing baik di dalam negeri maupun di luar negeri masih merupakan permasalahan yang dihadapi Indonesia dalam menghadapi arus globalisasi.

  Untuk negara ASEAN, IPM Indonesia masih berada pada posisi keenam pada tahun 2012. Posisi yang sama seperti pada dua dekade sebelumnya. Selain itu, Indonesia termasuk satu dari tiga negara ASEAN dengan Indeks Ketimpangan/Ketidaksetaraan Gender (IKG) yang tinggi, meskipun telah melaksanakan berbagai program kesetaraan gender (Human Development Report, UNDP).

4.1.2. Permasalahan Gender di berbagai Bidang Pembangunan

  Secara Nasional, Permasalahan gender yang terdapat di berbagai bidang pembangunan dalam lima tahun ke depan adalah sebagai berikut :

1. Bidang pendidikan ; permasalahan gender antara lain ditunjukkan oleh

  perbedaan partisipasi pendidikan antara penduduk laki-laki dan penduduk perempuan. Dalam hal ini partisipasi pendidikan anak laki-laki lebih rendah dibandingkan anak perempuan, khususnya untuk kelompok usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun. Pada tahun 2013, untuk kelompok usia 7-12 tahun, 1,84 persen anak laki-laki dan 1,42 persen anak perempuan tidak bersekolah, sementara untuk kelompok usia 13-15 tahun angkanya mencapai 10,31 persen untuk anak laki-laki dan 8,28 persen untuk anak perempuan. Sementara itu, untuk kelompok usia 16-18 tahun, partisipasi pendidikan anak laki-laki justru lebih tinggi dibandingkan anak perempuan, yaitu 36,84 persen dan 36,18 persen.Permasalahan gender lainnya adalah perbedaan angka melek huruf dan buta huruf antara penduduk perempuan dan laki-laki usia 15 tahun ke atas. Sekitar 8,97 persen penduduk perempuan usia 15 tahun ke atas mengalami buta huruf pada tahun 2013, sedangkan penduduk laki-laki hanya sebesar 3,95 persen (Susenas, BPS). Prestasi akademik anak laki-laki juga tertinggal dibanding anak perempuan, baik dilihat dari nilai ujian nasional maupun dalam tes internasional seperti PISA (Programme for International Student Assessment) dan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study). Di samping itu, proses belajar mengajar masih belum

BAB IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan IV -

  responsif gender dan masih terdapat materi atau bahan pelajaran yang tidak resposif gender.

  2. Bidang kesehatan ; antara lain ditunjukkan oleh status kesehatan ibu yang

  belum memperlihatkan kemajuan yang berarti. Angka kematian ibu (AKI) melahirkan masih sebesar 346 per 100.000 kelahiran hidup (SP 2010). Kondisi ini masih jauh dari target MDGs sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Proporsi perempuan yang menderita anemia sebesar 23,9 persen, lebih tinggi dibanding laki-laki sebesar 18,4 persen. Proporsi perempuan umur di atas 18 tahun yang mengalami obesitas juga lebih tinggi dibanding laki-laki pada kelompok umur yang sama, yaitu 19,7 persen berbanding 16,3 persen (Riskesdas 2013). Kasus HIV/AIDS di kalangan ibu rumah tangga juga cenderung meningkat, yaitu mencapai 4.943 kasus pada tahun 2012 (KPAN). Permasalahan gender lainnya di bidang kesehatan adalah status kesehatan dan gizi anak laki-laki lebih rendah dibandingkan perempuan. Hal ini ditunjukkan oleh Angka Kematian Balita (AKBa) laki-laki sebesar 49 per 1.000 kelahiran hidup, lebih tinggi dibandingkan AKBa perempuan sebesar 37 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI 2012). Selain itu, prevalensi gizi kurang pada anak laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan, yaitu masing-masing sebesar 19,3 persen dan 15,0 persen pada usia 1-2 tahun serta 21,6 persen dan 24,4 persen pada anak usia 4-5 tahun. Sebagai akibat dari kekurangan gizi tersebut anak mengalami stunting (pendek), yang angkanya mencapai 29,0 persen pada anak laki-laki umur 5 tahun dan 27,5 persen pada anak perempuan usia 5 tahun. Rata-rata tinggi badan anak laki-laki umur 5-18 tahun juga lebih rendah dibandingkan anak perempuan, yaitu masing-masing berbeda sebesar 12,5 cm dan 9,8 cm terhadap rujukan WHO (Riskesdas 2013).

  3. Bidang ketenagakerjaan ; perbedaan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) antara perempuan dan laki-laki yang cukup besar dari tahun ke tahun.

  TPAK perempuan menurun lebih besar dibanding TPAK laki-laki, yaitu dari 51,76 pada tahun 2010 menjadi 50,28 pada tahun 2013 sementara TPAK laki- laki menurun dari 83,76 menjadi 83,58 (Sakernas). Hal tersebut antara lain disebabkan oleh kebijakan dan sarana prasarana di tempat kerja yang belum responsif gender. Selain itu, masih terdapat perbedaan rata-rata upah/gaji/pendapatan per bulan antara pekerja perempuan dan laki-laki.

BAB IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan IV -

  Upah atau pendapatan pekerja perempuan jauh lebih rendah dari laki-laki secara rata-rata, yaitu Rp 1,427 juta untuk perempuan dan Rp 1,795 juta untuk laki-laki pada tahun 2013. Kondisi ini menyebabkan kontribusi pendapatan perempuan untuk sektor non pertanian jauh lebih rendah dibanding laki-laki, dan kesenjangan kontribusi pendapatan antara perempuan dan laki-laki cenderung meningkat (Sakernas). Di samping itu, terdapat masalah terkait tenaga kerja perempuan. Pekerja perempuan banyak yang berstatus pekerja tidak dibayar seperti ibu rumah tangga atau membantu orang lain berusaha dengan tidak mendapat upah/gaji, yaitu sekitar 30,83% persen (Sakernas 2013). Selain itu, gambaran Tenaga Kerja Indonesia (TKI) juga masih belum mencerminkan status pekerja perempuan yang sejajar dengan laki-laki. Pada tahun 2013, sebagian besar TKI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, buruh dan sebagainya karena pendidikan dan keahlian yang dimilikinya rendah adalah perempuan. Karena kurangnya pengalaman dan pendidikan, TKI tersebut mengalami banyak permasalahan, mulai dari pra-penempatan, masa penempatan, hingga purna penempatan (pemulangan), serta permasalahan keluarga yang ditinggalkan.

4. Di bidang ekonomi ; dalam upaya pengentasan kemiskinan masih terdapat

  permasalahan gender. Berdasarkan data dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), rumah tangga miskin yang dikepalai oleh perempuan (RTM-P) yang keluar dari kemiskinan lebih rendah dibandingkan rumah tangga miskin yang dikepalai laki-laki (RTM-L). Selama tahun 2006-2012, RTM-L mengalami penurunan sebesar 1,09 persen, sedangkan RTM-P mengalami peningkatan dengan angka yang sama. Untuk RTM-P yang menyandang disabilitas dan atau memiliki anggota disabilitas akan lebih sulit untuk keluar dari kemiskinan. Selanjutnya, pola yang sama dan jauh lebih kontras terjadi untuk tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan untuk rumah tangga miskin di perkotaan. Tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan RTM-P lebih buruk dari RTM-L. Penurunan tingkat kedalaman kemiskinan RTM-P di perkotaan (7 persen) lebih rendah dari TM-L (21 persen), dan penurunan tingkat keparahan kemiskinan untuk RTM-P (19 persen) juga lebih rendah dari RTM-L (25 persen). Berbagai program perlindungan sosial dan pengentasan kemiskinan termasuk yang menargetkan

BAB IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan IV -

  perempuan sebagai penerima manfaat telah dilaksanakan, namun akses RTM-P terhadap program tersebut masih terbatas.

  5. Di bidang politik ; permasalahan keterwakilan perempuan di lembaga

  parlemen perlu mendapatkan perhatian khusus karena masih rendahnya dan menurunnya keterwakilan perempuan. Hal ini antara lain disebabkan oleh masih terbatasnya jumlah perempuan yang memiliki kualitas dan kualifikasi untuk berperan dalam dunia politik, kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap aktor politik perempuan, dominannya orientasi patriarkis, dan sikap media massa yang kurang advokatif terhadap potensi politik perempuan. Keterwakilan perempuan di lembaga legislatif hasil Pemilu untuk 2014 sebesar 17,32 persen, menurun dibandingkan hasil Pemilu 2009 sebesar 18,04 persen (KPU, 2014). Selanjutnya, pengambil keputusan di lembaga eksekutif meskipun proporsi perempuan sebagai pejabat eselon I sampai eselon IV mengalami peningkatan, peningkatan tersebut masih belum berimbang antara pejabat laki-laki dan perempuan. Berdasarkan data BKN tahun 2014 (Juli), rasio menteri laki-laki dengan menteri perempuan masih sekitar 8:1. Sementara rata-rata rasio antara pejabat laki-laki dan perempuan eselon I sekitar 6:1, eselon II sekitar 8:1, eselon III sekitar 4:1, dan eselon IV dan V sekitar 2:1. Demikian pula pada tingkat kabupaten/kota kondisinya tidak jauh berbeda.

  6. Di bidang hukum ; masih terdapat peraturan perundang-undangan,

  kebijakan, program yang bias gender. Berdasarkan catatan Komnas Perempuan, peraturan daerah yang diskriminatif atau bias gender terus meningkat dari sebanyak 282 pada tahun 2012 menjadi 342 pada tahun 2013.

  Permasalahan lainnya adalah jumlah aparat penegak hukum yang responsif gender juga masih terbatas.

  7. Bidang lingkungan hidup ; perubahan iklim yang dapat menyebabkan

  terjadinya krisis air bersih, pangan, dan ancaman kesehatan, berdampak lebih besar terhadap perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini karena perempuan melakukan kegiatan yang seringkali bersinggungan langsung dengan alam, yang mengakibatkan perempuan lebih rentan. 1-17

  Permasalahan gender di atas muncul karena (i) belum tersedianya data terpilah di semua bidang pembangunan sebagai dasar dalam perumusan kebijakan dan program pembangunan; (ii) masih rendah pemahaman, komitmen dan

BAB IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan IV -

  keterampilan para pelaku pembangunan dalam pengintegrasian perspektif gender dalam setiap tahapan pembangunan; dan (iii) kelembagaan PUG/PPRG di K/L/Pemerintah daerah masih bersifat adhoc. Berdasarkan permasalahan tersebut, tantangan yang dihadapi dalam menyelesaikan permasalahan gender terkait peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan dalam pembangunan lima tahun ke depan adalah meningkatkan pemahaman, komitmen, dan keterampilan para pelaku pembangunan akan pentingnya pengintegrasian perspektif gender di semua bidang dan tahapan pembangunan; penyediaan, analisis, dan pemanfaatan data terpilah berdasarkan jenis kelamin di semua bidang pembangunan; dan penguatan kelembagaan PUG/PPRG di K/L/Pemerintah daerah.

4.1.2. Permasalahan Gender di Kota Tidore Kepulauan

  Dari analisis pengaruhsutaman gender secara Nasional di berbagai bidang yang telah djelaskan di atas adalah merupakan masalah-masalah yang terjadi di wilayah Negara Republik Indonesia baik di Propinsi maupun Kabupaten/Kota dan kecamatan yang merupakan lingkup propinsi. Di bawah ini adalah data di bidang pendidikan dan ketenagakerjaan kaitannya dengan kesetaraan gender diwilayahKota Tidore Kepulauan.

  1. Bidang Pendidikan. Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar manusia untuk mengembangkan kepribadian dan meningkatkan kemampuan di dalam dan di luar seklolah dan berlangsung seumur hidup. Faktor strategis yang sangat menentukan kemajuan suatu Negara atau daerah bukan hanya terletak pada kepemilikan sumber daya alam yang melimpah tetapi yang utama adalah keunggulan sumber daya manusia

  Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development index kota Tidore Kepulauan berada di urutan ke dua setelah Kota Ternate dengan IPM 69.97 atau berada pada kategori sedang.

  Angka partisipasi sekolah kelompok umur 7 - 12 tahun di tahun 2013. kota Tidore Kepulauan pada tahun 2014 sebesar 99,20% atau menurun 0.10 poin dibandingkan dengan tahun 2013. Untuk kelompok umur 13

  • – 15 tahun angka partisipasi sekolah adalah sebesar 98,56 % atau meningkat 1,26 poin dibandingkan tahun 2013. Angka Partisipasi murni kelompok SD/MI Kota

BAB IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan IV -

  Tidore Kepulauan tahun 2014 adalah sebesar 98,29 %, angka Partisipasi murni kelompok SLTA/MTs Kota Tidore Kepulauan tahun 2014 jauh lebih kecil dibandingkan dengan kelompok SD/MI yaitu sebesar 71,24 % sedangkan angka Partisipasi murni kelompok SLTA/MA Kota Tidore Kepulauan tahun 2014 adalah sebesar 66,80 %. Dalam rangka meningkatkan potensi sumber daya manusia maka pengelolaan sektor pendidikan menjadi kebijakan prioritas Pemerintah

  Daerah guna menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berikut ini adalah data jumlah murid dan guru baik di sekolah negeri maupun swasta diwilayah Kota Tidore Kepulauan dari tingkat SD/MI sampai dengan

  Perguruan Tinggi

Tabel IV.1.

  Data Jumlah murid dan Guru baik di sekolah negeri maupun swasta di wilayah Kota Tidore Kepulauan dari tingkat SD/MI sampai dengan Perguruan Tinggisesuai jenis kelamin

JUMLAH MURID/

  TINGKAT PENDIDIKAN MAHASISWA MURID GURU L P L P

  1

  2

  3

  4

  5 TK 1893 1846 3739 2 371 373 SD/MI 7220 6642 13862 291 718 1009 665

  SLTP/MTs 3015 3041 6056 241 424 596

  SMTA/MA 1944 1901 3845 252 344 SMK 537 461 998 95 105 200 PERGURUAN TINGGI 106

  75 181

  69

  28

  97 JUMLAH TOTAL 14,715 13,966 28,681 950 1,990 2,940 Sumber : Kota Tidore Kepulauan dalam Angka 2015

  2. Bidang Ketenagakerjaan Jumlah angkatan kerja Kota Tidore Kepulauan tahun 2014 adalah sebanyak 44.880 jiwa atau meningkat sebanyak 550 jiwa dibandingkan dengan tahun 2013.

  Dari angkatan kerja tersebut, jumlah penduduk yang bekerja pada tahun 2014 adalah sebanyak 42.259 jiwa atau berkurang sebanyak 1.244 jiwa dibandingkan dengan tahun 2013. Berkurangnya jumlah penduduk bekerja 2014 juga diikuti dengan peningkatan tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kota Tidore Kepulauan menjadi 3,69% atau meningkat menjadi 97,32% dibandingkan dengan tahun

BAB IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan IV -

  2013. Dari 42.259 penduduk yang bekerja di Kota Tidore Kepulauan di tahun 2014, sebanyak 17.042 jiwa atau 41% diantaranya bekerja di sector pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan, sedangkan sebanyak 8.565 jiwa atau 20% bekerja di sector jasa kemasyarakatan, social dan perorangan. Dan penduduk yang bekerja disektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi sebanyak 6.853 jiwa atau sebesar 16%.

  Berikut ini adalah Data

  • – data Ketenagakerjaan di wilayah Kota Tidore Kepulauan kaitannya dengan Kesetaraan Gender.

  a. Tabel IV.2. Penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan utama dan jenis kelamin di kota Tidore Kepulauan tahun 2014

NO JENIS KEGIATAN UTAMA LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

  I ANGKATAN KERJA 26,209 17,671 43,880

  1. Bekerja 24,828 17,431 42,259

  2. Pengangguran 1,381 240 1,621

  II BUKAN ANGKATAN KERJA Sekolah, Mengurus Rumah 6,653 15,207 21,860 tangga dan lainnya

  Jumlah / Total 32,862 32,878 65,740 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

  79.75

  53.75

  66.75 (TPAK) Tingkat Pengangguran Terbuka

  5.25

  1.36

  3.69 (TPT) Sumber : Kota Tidore Kepulauan dalam Angka 2015

  b. Tabel IV.3. Penduduk yang bekerja menurut Status Pekerjan dan jenis kelamin di kota Tidore Kepulauan tahun 2014

NO STATUS PEKERJAAN UTAMA LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

  1

  2

  3

  4

  5

  1 Berusaha sendiri 5,228 3,556 8,784 Berusaha di bantu buruh tdk 7,694

  2 6,169 1,525 tetap/buruh tidak dibayar Berusaha di bantu buruh 3 1,280 312 1,592 tetap/buruh dibayar

  14,866

  4 Buruh/Karyawan/Pegawai 9,074 5,792

  5 Pekerja Bebas 1,541 169 1,710

  6 Pekerja Keluarga 1,536 6,077 7,613 Jumlah / Total 24,828 17,431 42,259

  Sumber : Kota Tidore Kepulauan dalam Angka 2015

BAB IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan IV -

  c. Tabel IV.4. Penduduk yang bekerja menurut Kelompok umur dan Jenis Kelamin di kota Tidore Kepulauan tahun 2014 Sumber : Kota Tidore Kepulauan dalam Angka 2015

NO KELOMPOK UMUR LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

  d. Tabel IV.5. Penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja menurut Lapangan

NO LAPANGAN USAHA LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

  3 SLTA 204 268 472 215 277 492 JUMLAH

  20

  9

  11

  2 SLTP

  1 SD ke bawah - - -

  5

  4

  3

  2

  1

  5 Lainnya 7,693 768 8,461 24,828 17,431 42,259 JUMLAH

  4 Jasa Kemasyarakatan, sosial dan perorangan 3,963 4,602 8,565

  3 perdagangan, Rumah makan dan jasa akomodasi 2,389 4,464 6,853

  5 1 15 - 24 3,273 1,932 5,205 2 25 - 54 18,306 13,561 31,867 3 55+ 3,249 1,938 5,187

  Usaha dan Jenis Kelamin di kota Tidore Kepulauan tahun 2014 Sumber : Kota Tidore Kepulauan dalam Angka 2015 Tabel IV.6. Jumlah Pencari Kerja menurut Tingkat Pendidikan yang ditamatkan di kota Tidore Kepulauan tahun 2014 Sumber : Kota Tidore Kepulauan dalam Angka 2015

  1

  2

  3

  4

  24,828 17,431 42,259 JUMLAH

  2 industri 835 503 1,338

  1

  2

  3

  4

  5

  1 Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 9,948 7,094 17,042

NO KELOMPOK UMUR LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

BAB IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan IV -

  kesimpulan bahwa belum adanya Kesetaraan Gender di wilayah Kota Tidore Kepulauan. Hal ini menurut data yang tertera di atas, baik di bidang Pendidikan maupun ketenagakerjaan, kaum laki-lakilah yang paling mendominasi dibandingkan dengan kaum perempuan.

  Kebutuhan infrastruktur Bidang Cipta Karya berupa pembangunan infrastruktur fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas umum seperti pasar dan pembangunan infrastruktur lainnya harus dimanfaatkan dengan sebaik- baiknya. Untuk itu perlu adanya penanganan sosial pasca pelaksanaan pembangunan tersebut sebaik mungkin dengan membentuk kelompok yang bertanggung jawab terhadap asset yang telah di bangun agar fasilitas yang telah diberikan tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

4.2. Analisis Ekonomi

4.2.1. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Lintas Bidang

  A. Pemerataan dan Penanggulangan Kemiskinan Selama kurun waktu lima tahun, pemerintah telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin dari 6,3 ribu jiwa dalam kisaran 7,08 persen di tahun 2010 menjadi 5,5 ribu jiwa dalam kisaran 5,77 persen di tahun 2013 jiwa. Di tahun 2011 jumlah penduduk miskin masih berada pada kisaran 6,8 ribu jiwa dengan prosentase 7.34% dan tahun 2012 jumlah penduduk miskin masih berada pada kisaran 5,6 ribu jiwa dengan prosentase 6,05%. Dengan garis kemiskinan dan indeks keparahan dapat di lihat pada table berikut. Strategi penurunan kemiskinan yang diterapkan selama periode 2010-2014 adalah mengupayakan kebijakan yang terintegrasi (pro-poor, pro-job, dan pro- growth) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengurangan kemiskinan pada periode tersebut dicapai melalui berbagai kebijakan afirmatif yang dilaksanakan melalui empat kelompok program, yakni 1) perlindungan sosial, 2) pemberdayaan masyarakat, 3) pemberdayaan usaha mikro dan kecil, dan 4) program pro rakyat.

BAB IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan IV - Dari data Pendidikan dan ketenagakerjaan di atas dapat dilihat dan diambil

  

Tabel IV.7. Jumlah penduduk total, Penduduk Miskin serta prosentasenya di kota

Tidore Kepulauan tahun 2013/2014

  Tahun Jumlah Penduduk Jumlah penduduk miskin Prosentase 2013 109.227 5.600 5,13 2014 109.202 5.600 5,03

  Sumber : Profil wilayah Kota Tidore Kepulauan 2015 Tabel IV.8.

  

Klasifikasi Keluarga Per Kecamatan di wilayah Kota Tidore Kepulauan

Tahun 2014

KELUARGA SEJAHTERA PRA NO KECAMATN

  JUMLAH SEJAHTERA

  I II

  III

  III+

  1 TIDORE UTARA 185 465 1,284 1,813 194 3,941

  2 TIDORE SELATAN 84 482 604 2,186 276 3,632

  3 TIDORE 73 326 1,074 3,317 423 5,213 2,020

  4 TIDORE TIMUR 71 354 676 813 106

  5 OBA UTARA 386 1,077 1,055 936 158 3,612

  6 OBA TENGAH 455 477 565 535 48 2,070

  7 OBA 525 712 655 522 41 2,455

  8 OBA SELATAN 322 438 366 330 32 1,488 Jumlah / Total 10,452 1,278 24,431

   Sumber : Kota Tidore Kepulauan dalam Angka 2015

Tabel IV.9.

  

Garis kemiskinan dan penduduk miskin di kota Tidore Kepulauan

tahun 2010 - 2014

PENDUDUK MISKIN GARIS KEMISKINAN TAHUN (RUPIAH) JUMLAH TOTAL (000/JIWA) PROSENTASE (%)

  • 2014
  • 2013 314,328

  5.5

  5.77 2012 295,722

  5.6

  6.05 2011 278,302

  6.8

  7.34 2010 268,882

  6.3

  7.08 Sumber : Kota Tidore Kepulauan dalam Angka 2015

BAB IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan IV -

  

Tabel IV.10.

Indeks Kedalaman dan keparahan kemiskinan

tahun 2010 - 2014

  TAHUN

INDEKS KEDALAMAN

  2014 - - 2013

  0.56

  0.08 2012

  0.66

  0.14 2011

  0.75

  0.20 Sumber : Kota Tidore Kepulauan dalam Angka 2015

  B. Permasalahan dan Isu Strategis Laju pertumbuhan pengeluaran konsumsi per kapita penduduk secara nasional tumbuh sekitar 4,87 persen antara tahun 2008-2012. Hanya 20,0 persen penduduk teratas yang pertumbuhannya di atas ratarata nasional, yang diperkirakan jumlahnya sekitar 50 juta jiwa. Sementara itu, sekitar 80,0 persen penduduk lainnya mempunyai tingkat pengeluaran konsumsi dibawah rata-rata nasional. Gambaran ini mencerminkan bahwa Indonesia masih mengalami ketidakmerataan distribusi pendapatan. Tidak meratanya distribusi pendapatan menyebabkan terjadinya ketimpangan pendapatan antar kelompok masyarakat.

  Ini berarti, pendapatan nasional belum dapat dinikmati oleh seluruh penduduk, sehingga menyebabkan ketimpangan pendapatan antar kelompok masyarakat, yang dicerminkan oleh meningkatnya gini rasio dari 0,37 tahun 2007 menjadi 0,41 tahun 2012. Ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembanguna menggambarkan masih besarnya angka kemiskinan dan kerentanan, yang dicerminkan oleh angka kemiskinan turun melambat dan angka penyerapan Pembangunan ekonomi suatu daerah merupakan isu penting yang menjadi focus banyak pihak terutama pemerintah guna melihat tingkat kesejahteraan masyarakat. Adapun hasil peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat kami sampaikan sebagai berikut :

  Pertama : Program penanggulangan Kemiskinan

  Berdasarkan hasil pendataan tahun 2013 yang dilaksanakan oleh Badan Statistik Kota Tidore Kepulauan, dari jumlah penduduk sebanyak 109.227 jiwa terdapat jumlah penduduk miskin sebanyak 5.600 jiwa atau 5,13%. Sedangkan di tahun 2014 jumlah penduduk miskin turun menjadi 5.500 jiwa atau 5.03% dari jumlah

BAB IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan IV -

  penduduk sebesar 109.202 jiwa. Jika dibandingkan dengan tahun 2013, prosentase jumalh penduduk miskin di kota Tidore Kepulauan mengalami penurunan sebesar 100 jiwa atau 1,78%. Berikut ini terdapat prosentase jumlah penduduk miskin tahun 2013 dan 2014 di wilayah kota Tidore Kepulauan.

  Kedua : Melihat Tingkat keberhasilan dalam Pembangunan Manusia dapat dilihat

  dari angka Human Development Indeks (HDI), atau Indeks Pembangunan

  manusia (IPM). Menurut skala internasional dalam perhitungan IPM, berdasarkan indeks yang disusun dapat dikategorikan suatu wilayah ke dalam tiga kelompok tingkat keberhasilan pembangunan manusia.sebagai berikut :

   Skor IPM kurang dari angka 50 dikategorikan tingkat pembangunan manusia yang masih rendah atau kurang.  Skor diantara angka 51 s/d 79,99 dkategorikan tingkat pembangunan manusia yang cukup atau sedang.  Skor di atas 80 ke atas dikategorikan tingkat pembangunan manusia di suatu daerah tinggi.

  Adapun angka IPM kota Tidore Kepulaun pada tahun 2013 sebesar 70.80. angka tersebut menunjukkan bahwa Kota Tidore Kepulauan masuk dalam Kategori sedang. Pada hakekatnya pembangunan ekonomi adalah usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan distribusi pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan melalui pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Dengan kata lain arah pembangunan ekonomi mengusahakan agar arah pendapatan mayarakat naik yang disertai dengan tingkat pemeliharaan yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi sebagai hasil dari kinerja dunia usaha diharapkan mampu memberikan dampak positif terhadap variable lain seperti menurunnya tingkat kemiskinan, menurunnya tingkat pengangguran, meningkatnya kesejahteraan penduduk dan dampak positif lain pada sendi-sendi kehidupan penduduk. Besarnya pertumbuhan ekonomi yang dihitung dari pencapaian nilai tambah dunia usaha tanpa melihat kepemilikan factor produksi dari dunia usaha itu sendiri dimana saat ini orientasi pembangunan ekonomi lebih banyak ditekankan pada peningkatan kesejahteraan penduduk dan pemerataannya

BAB IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan IV -

  Dalam perencanaan pembangunan sangat membutuhkan data pendukung dalam mengukur tingkat kesejahteraan serta potensi yang terdapat di suatu daerah. Salah satu ukuran yang berperan penting melihat bagaimana suatu sektor dapat menghasilkan produk dan memberikan distribusi pada perekonomian adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Struktur ekonomi suatu wilayah dapat dilihat melalui konstribusi masing-masing lapangan usaha. Indicator ini berperan penting dalam mengetahui kategori lapangan usaha apa saja yang menjadi penyumbang terbesar dari PDRB. Dengan kata lain kategori lapangan usaha apa saja yang menjadi penyumbang terbesar merupakan sektor ekonomi yang menjadi penopang dari perekonomian suatu wilayah. Sejak pertengahantahun 2010, adanya perpindahan ibukota propinsi Maluku Utara ke Sofifi yang merupakan bagian dari wilayah Kota Tidore Kepulauan merupakan factor utama yang menyebabkan perubahan struktur ekonomi Kota Tidore Kepulauan. Jika sebelumnya di tahun 2010, kategori pertanian, kehutanan dan perikanan struktur perekonomian yang paling mendominasi, namun sejak tahun 2010 sampai 2014 kategori ini menjadi urutan kedua dalam menopang perekonomian. Peranan kategori pertanian, kehutanan dan perikanan berada dalam kisaran 25 hingga 27 persen. Meskipun menempati urutan kedua, akan tetapi kategori ini masih menjadi lapangan usaha utama di wilayah Tidore Kepulauan. Data survey kerja Angkatan Nasional 2014 mendukung bahwa sebesar 40% penduduk masih bekerja di sektor pertanian. Penyumbang terbesar ketiga adalah kategori perdagangan besar dan eceran; Reparasi mobil dan sepeda motor yang pada tahun 2014 mendominasi struktur perekonomian sebesar 9.86 persen. Konstribusi konstruksi industry pengolahan merupakan lapangan usaha yang memberikan konstribusi 5 besar selama kurun waktu 5 tahun terakhir. Pada tahun 2014 peranan lapangan usaha konstruksi sebesar 6,3%, sedikit mengalami penurunan disbanding dengan sebelumnya. Sedangkan konstribusi industri pengolahan sebesar 4,2 persen hingga 4,75 persen selama 2010-2014. Sedangkan yang menjadi penyumbang utama PDRB terbesar Kota Tidore Kepulauan adalah kategori administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan social wajib.

BAB IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan IV -

  0.17

  2.29

  0.45

  0.08 M,N Jasa Perusahaan

  0.08

  0.08

  0.09

  0.09

  2.55 L Real Estate

  2.35

  2.13

  0.40

  1.82

  3.22 K Jasa Keuangan dan Asuransi

  3.24

  3.24

  3.41

  3.56

  0.17 J informasi dan Komunikasi

  0.17

  0.42

  0.40

  0.17

  3.80 Q Jasa kesehatan dan kegiatan sosial

  0.56

  0.58

  0.63

  1.91 R, S, T, U Jasa lainnya

  1.87

  1.86

  1.94

  1.98

  3.95

  0.38 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan sosial wajib

  4.00

  4.25

  4.41

  38.12 P Jasa Pendidikan

  36.92

  36.44

  36.14

  34.54

  PROSENTASE PDRB ( %) KATEGORI URAIAN

  0.17

  0.50 Catatan :

  0.06

  0.08

  0.08

  4.24 D Pengadaan listrik dan gas

  4.24

  4.29

  4.49

  4.75

  0.06 C Industri Pengolahan

  0.06

  0.06

  0.06

  0.06

  25.36 B Pertambangan dan Penggalian

  26.35

  27.02

  26.86

  27.69

  

Tabel. IV.11. Prosentase peranan PDRB Kota Tidore Kepulauan menurut Lapangan Usaha tahun 2010 - 2014

2010 2011 2012 2013* 2014** A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

  0.08

  0.08 E Pengadaan air, Pengelolaan Sampah, limbah dan daur ulang

  3.57 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

  9.6

  3.42

  3.25

  3.29

  3.44

  9.86 H Transportasi dan pergudangan

  9.83

  9.49

  9.54

  6.27 G Perdagangan besar dan eceran, Reparasi mobil dan sepeda motor

  0.15

  6.41

  6.63

  6.44

  6.6

  0.14 F Konstruksi

  0.14

  0.13

  0.14

  0.53

  • * Angka sementara/preliminart Figures Sumber ; Tinjauan PDRB Kota Tidore Kepulauan 2014
    • ** Angka sangat sementara/Very preliminart Figures

BAB IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan IV -

  16 Tabel Berikut menunjukkan prosentase peranan PDRB menurut Lapangan Usaha tahun 2010 s/d 2014.

  4.00

  10.21

  7.11

  9.02 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

  3.40

  5.87

  2.52

  5.16 J informasi dan Komunikasi

  5.81

  5.26

  8.97

  8.97 K Jasa Keuangan dan Asuransi

  25.56

  8.48

  4.60

  3.31 L Real Estate 7.17 5.56 4,23

  5.86 M,N Jasa Perusahaan

  2.89

  3.57

  6.28

  4.52 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan sosial wajib 9.00 5,72 7,04

  9.79 P Jasa Pendidikan 6,23 3,71

  3.52

  4.63 Q Jasa kesehatan dan kegiatan sosial

  6.59

  5.59

  7.93

  7.45

  10.03 H Transportasi dan pergudangan

  1.21

  3.12 C Industri Pengolahan

  5.13

  

Tabel. IV.12. Prosentase Laju Pertumbuhan Riil PDRB Kota Tidore Kepulauan menurut Lapangan Usaha tahun 2011 - 2014

  3.25

  2011 2012 2013* 2014** (1) (2) (3) (4) (5) (6) A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

  3.33

  5.86

  3.03

  2.09 B Pertambangan dan Penggalian

  5.77

  7.80

  3.20

  1.99

  12.34

  3.11

  5.79

  8.88 D Pengadaan listrik dan gas 18.92 20.14 -6.33

  48.04 E Pengadaan air, Pengelolaan Sampah, limbah dan daur ulang

  2.96 5.82 5,24

  10.72 F Konstruksi

  6.65

  12.65

  3.75

  3.96 G Perdagangan besar dan eceran, Reparasi mobil dan sepeda motor

  6.00

  7.97

  7.82 R, S, T, U Jasa lainnya

RPRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

  Sumber : Tinjauan PDRB Kota Tidore Kepulauan 2014

  • ** Angka sangat Sementara / very Preliminary Figures

  17 Tabel Berikut ini menunjukkan Laju Pertumbuhan Riil PDRB menurut Lapangan Usaha tahun 2011-2014.

  6.43

  6.35

  6.11

  6.89 KATEGORI URAIAN PROSENTASE PDRB ( %)

  • * Angka Sementara / Preliminary Figures

BAB IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan IV -

  Pertumbuhan Ekonomi merupakan salah satu indicator penting dalam melihat perkembangan perekonomian suatu daerah. Besarnya nilai pertumbuhan ekonomi menunjukkan besaran nilai tambah Bruto di suatu wilayah. Mengetahui fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut secara riil dari tahun ke tahun digunakan PDRB atas dasar harga konstan secara berkala. Pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian, sebaliknya apabila negative menunjukkan terjadinya penurunan kinerja pembangunan yang dilaksanakan. Pada Tabel. IV.9. tentang Prosentase Laju Pertumbuhan Riil PDRB Kota Tidore Kepulauan di atas, dapat di lihat bahwa secara umum dalam kurun waktu 2011-2014 pertumbuhan ekonomi Kota Tidore Kepulauan tumbuh positif dalam kisaran 6.11-6.89 persen. Berdasarkan hasil perhitungan PDRB atas dasar harga konstan diperoleh angka pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014 sebesar 6.89 persen. Artinya pada tahun 2014 perekonomian Kota Tidore Kepulauan tumbuh lebih besar 0.78 persen dibanding dengan tahun sebelumnya. Jika dilihat dari tahun 2011-2013, pertumbuhan ekonomi Kota Tidore selikit mengalami perlambatan. Pada tahun 2014, Kategori pengadaan listrik dan gas tumbuh sebesar 48.04 persen, hal tersebut dipengaruhi oleh adanya pembangkit baru PLTU Rum yang meningkatkan nilai tambah bruto pada sektor ini. Kemudian diikuti oleh pengadaan air, kategori pengolahan sampah, limbah dan daur ulang, tumbuh 10,72 persen. Pada kategori perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor,masih berpotensi tumbuh dari tahun 2011-2013 dan pada tahun 2014 sedikit mengalami perlambatan menjadi 10,03 persen. Kategori yang tergolong berpotensi tumbuh pesat adalah industry pengolahan yang dalam hal ini dapat kita lihat pada tahun 2011-2014 menunjukkan tren naik dari 1,99 hingga 8.88 persen. Selain itu pada kategori transportai dan pergudangan masih berpotensi untuk tumbuh positif dengan adanya perpindahan ibukota propinsi ke Sofifi menyebabkan transportasi yang semakin ramai.

BAB IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan IV -

  18 PDRB perkapita diartikan sebagai gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk elama satu tahun di suatu wilayah/daerah. Perhitungan secara rumus diuraikan sebagai nilai PDRB dibagi jumlah penduduk alam suatu wilyah per periode tertentu. Pada PDRB per kapita atas dasar harga berlaku, menunjukkan PDRB per kepala atau per satu orang penduduk, sedankan PDRB per kapita atas dasar harga konstan bdrguna untuk mengatahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu Negara. PDRB Per kapita penduduk Kota Tidore Kepulauan tahun 2010-2014 mengalami kenaikan setiap tahunnya baik atas dasar harga berlaku maupun konstan. Pada tahun 2014 pendapatan per kapita harga berlaku yang I terima penduduk Tidore sebesar 19,51 juta dalan setahun, jika dihtung rata-rata dalam sebulan adalah 1,6 juta. Akan tetapi jika ingin melihat nilai riil pendapatan per kapita yakni tanpa di pengaruhi kenaikan harga barang dan jasa atau inflasi yaitu pada PDRB perkapita atas dasar harga konstan (ADHK) sebesar 15,86 juta rupiah diterima penduduk Tidore selam setahun atau rata-rata 3,32 juta rupiah per bulan selama tahun 2014. Nilai PDRB Kota Tidore Kepulauan atas dasar harga tahun 2014 sebesar Rp.1.869.689,1 dengan konstribusi terbesar diberikan oleh Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan jaminan social wajib yakni sebesar Rp.712.762,2 atau hampir 50% dari total PDRB sedangkan nilai PDRB atas dasar harga konstan (adhk) tahun 2013 sebesar Rp.322.871,01 dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,11%. Untuk mendukung semua aktifitas perekonomian di wilayah kota Tidore Kepulauan dibutuhkan infrastruktur yang memadai sebagai penunjang aktifitas ekonomi tersebut seperti pasar, akses transportasi baik darat maupun laut dan infrastruktur-infrastruktur lainya demi kelancaran perekonomian di wilayah Kota Tidore Kepulauan.

BAB IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan IV -

  19

4.3. Analisis Lingkungan

4.3.1. Komponen Lingkungan

  Seluruh program investasi infrastruktur bidang PU/Cipta Karya yang diusulkan oleh Kabupaten/Kota harus sesuai dan memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut ini.

  1. Penilaian lingkungan (environtment assesment) dan rencana mitigasi dampak sub-proyek, dirumuskan dalam bentuk:  Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) dikombinasikan dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).

   Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).  Standar Operasi Baku (SOP)  Tergantung pada kategori dampak sub proyek yang dimaksud.

  2. AMDAL harus dilihat sebagai alat peningkatan kualitas lingkungan. Format AMDAL atau UKL/UPL merupakan bagian tidak terpisahkan dari analisis teknis, ekonomi, sosial, kelembagaan dan keuangan sub-proyek.

  3. Sejauh mungkin, subproyek harus menghindari atau meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Selaras dengan hal tersebut, sub proyek harus dirancang untuk dapat memberikan dampak positif semaksimal mungkin. Sub proyek yang diperkirakan dapat mengakibatkan dampak negatif yang besar terhadap lingkungan, dan dampak tersebut tidak dapat ditanggulangi melalui rancangan dan konstruksi sedemikian rupa harus dilengkapi dengan AMDAL.

  4. Usulan program investasi infrastruktur bidang PU Cipta Karya tidak dapat dipergunakan mendukung kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap habitat alamiah, warga terasing dan rentan, wilayah yang dilindungi, alur laut internasional atau kawasan sengketa. Disamping itu dari usulan RPIJM juga tidak membiayai pembelian, produksi atau penggunaan:  Bahan-bahan perusak ozon  Bahan-bahan mengandung asbes.  Bahan-bahan mengandung B3  Pestisida, herbisida, dan insektisida.

BAB IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan IV -

  20

   Pembangunan bendungan.  Perusakan kekuayaan budaya.  Penebangan kayu.

4.3.2. Metoda Pendugaan Dampak