Perancangan Fasilitas Kerja Pada Stasiun Pemanggangan Menggunakan Metode Pahl & Beitz Berdasarkan Analisa Poostur Kerja Metode Mantra Studi Kasus: UKM Cahaya Bakery Chapter III VII
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1.
Ergonomi
Peranan ergonomi sebagai disiplin ilmu tidak lepas dari aspek - aspek
manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi,
engineering, manajemen dan desain (perancangan). Ergonomi adalah suatu studi
tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya berinteraksi
untuk saling menyesuaikan dengan tujuan mencapai optimasi, efisiensi, kesehatan,
keselamatan dan kenyamanan ketika bekerja.
Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun
(desain) ataupun rancang ulang desain (re-desain). Perancangan tersebut meliputi
perangkat keras seperti misalnya perkakas kerja (tools), bangku kerja, patform,
kursi, pegangan alat keja dan lain sebagainya. Penerapan ergonomi dalam
meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja dalam hal perancangan
Universitas Sumatera Utara
fasilitas kerja adalah syarat utama dalam menciptakan keserasian sistem kerja
dengan manusia sebagai pengendalinya (man-machine system).
Perancangan fasilitas yang ideal harus menyesuaikan peranan dan fungsi
pokok dari komponen–komponen yang terlibat dalam sistem kerja tersebut. Salah
satu definisi ergonomi yang menitikberatkan pada penyesuaian desain terhadap
manusia didasarkan pada kemampuan dan keterbatasan manusia dengan
pekerjaannya terutama yang berkaitan dengan aspek pengamatan, kognitif, fisik
maupun psikologisnya (Nurmianto, 2008).
3.2.
Keluhan Musculoskeletal
Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal
yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat
sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama,
akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan
tendon.
Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan
Musculoskeletal disorsders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal.
Apabila pekerjaan berulang tersebut dilakukan dengan cara yang nyaman, sehat
dan sesuai dengan standar yang ergonomis, maka tidak akan menyebabkan
gangguan muskuloskeletal dan semua pekerjaan akan berlangsung dengan efektif
dan efisien. Secara garis besar keluhan otot yang terjadi dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1.
Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat
menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan hilang apabila
pembebanan dihentikan.
2.
Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.
Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih
terus berlanjut.
Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan
dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah
otot rangka (skeletal) yang meliputi leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung,
pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal tersebut,
yang paling banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (low back
pain = LBP).
Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang
berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi
pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi
apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20%. Peredaran darah ke otot
berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang
diperlukan. Bila suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat
terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang
menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.
Faktor yang dapat menyebabkan terjadi keluhan musculoskeletal sebagai
berikut.
1.
Peregangan otot yang berlebihan
Universitas Sumatera Utara
Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhakan oleh para
pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti
aktivitas mengangkat, menarik, mendorong dan menahan beban yang berat.
Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan otot yang
diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering
dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat
menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal.
2.
Aktivitas berulang
Aktivitas berulang merupakan pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus
seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkut dan sebagainya.
Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus
menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.
3.
Sikap kerja tidak alamiah
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian
bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan
terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya.
Semakin jauh posisi tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula
resiko terjadinya keluhan otot skeletal.
4.
Faktor penyebab sekunder
Faktor penyebab sekunder ini adalah berupa tekanan langsung dari jaringan
otot yang lunak atau getaran dengan frekuensi tinggi yang menyebabkan kontraksi
otot bertambah (Peter Vi, 2000).
Universitas Sumatera Utara
No
0
1
2
3
4
5
6
Keterangan
Jenis Keluhan
Sakit kaku di bagian leher
bagian atas
Sakit kaku di bagian leher
bagian bawah
Sakit di bahu kiri
Sakit di bahu kanan
Sakit lengan atas kiri
Sakit di punggung
Sakit lengan atas kanan
Universitas Sumatera Utara
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Sakit pada pinggang
Sakit pada bokong
Sakit pada pantat
Sakit pada siku kiri
Sakit pada siku kanan
Sakit pada lengan bawah kiri
Sakit pada lengan bawah
kanan
Sakit pada pergelangan
tangan kiri
Sakit pada pergelangan
tangan kanan
Sakit pada tangan kiri
Sakit pada tangan kanan
Sakit pada paha kiri
Sakit pada paha kanan
Sakit pada lutut kiri
Sakit pada lutut kanan
Sakit pada betis kiri
Sakit pada betis kanan
Sakit pada pergelangan kaki
kiri
Sakit pada pergelangan kaki
kanan
Sakit pada kaki kiri
Sakit pada kaki kanan
Sumber : Buku Ergonomi Manusia, Peralataan dan Lingkungan (Santoso, 2004)
Gambar 3.1. Standard Nordic Questionnaire (SNQ)
3.4.
Postur Kerja
Posisi tubuh dalam kerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang
dilakukan. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda
terhadap tubuh. Bekerja dengan posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain:
1. Pembebanan pada kaki
2. Pemakaian energi dapat dikurangi
3. Keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi (Grandjean, 1993)
Namun demikian kerja dengan sikap duduk terlalu lama dapat
menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan melengkung
Universitas Sumatera Utara
sehingga cepat lelah. Mengingat posisi duduk mempunyai keuntungan dan
kerugian, maka untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih baik tanpa pengaruh
buruk pada tubuh, perlu dipertimbangkan pada jenis pekerjaan apa saja sesuai
diterapkan posisi duduk. Pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi
duduk antara lain:
1. Pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki
2. Pekerjaan utama adalah menulis atau memerlukan ketelitian pada tangan
3. Tidak diperlukan tenaga dorong yang besar
4. Objek yang dipegang tidak memerlukan tangan bekerja pada ketinggian lebih
dari 15 cm dari landasan kerja
5. Diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi
6. Pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama
7. Seluruh objek yang dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan dengan
posisi duduk (Pulat, 1992)
Selain posisi kerja duduk, posisi berdiri juga banyak ditemukan di
perusahaan. Seperti halnya posisi duduk, posisi kerja berdiri juga mempunyai
keuntungan maupun kerugian. Sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik
maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan
teliti (Sutalaksana, 2000).
Pada dasarnya, berdiri lebih lelah dari pada duduk dan energi yang
dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan duduk.
Untuk meminimalkan pengaruh kelelahan dan keluhan subjektif maka pekerjaan
harus didesain agar tidak terlalu banyak menjangkau, membungkuk, atau
Universitas Sumatera Utara
melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah. Pertimbangan
tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri antara lain:
1.
Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut
2.
Harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg)
3.
Sering menjangkau ke atas, ke bawah dan ke samping.
4.
Sering melakukan pekerjaan dengan menekan ke bawah
5.
Memerlukan mobilitas tinggi (Pulat, 1992)
3.5.
ManTRA (Manual Task Risk Assessment) Tool
ManTRA (Manual Task Risk Assessment) tool merupakan alat penilaian
postur kerja yang dirancang oleh Burgess-Limerick et al,
pada tahun 2000.
Metode ini secara konseptual digunakan untuk menilai postur tubuh saat bekerja
berdasarkan indeks anggota tubuh bagian atas. Peneliti menggunakan alat ini
sebagai bagian dari objek permasalahan yang dibutuhkan untuk mengumpulkan
informasi mengenai total waktu untuk suatu tugas yang sedang dilakukan dan
menentukan penilaian menggunakan 5 skala poin dari lima karakteristik suatu
pekerjaan yakni waktu siklus (pengulangan), gaya yang dibutuhkan, kecepatan,
kekakuan postur, dan getaran.
Aplikasi manTRA mampu mengevaluasi resiko cedera (baik yang bersifat
mendadak maupun kumulatif) yang dialami oleh pekerja saat melakukan
pekerjaannya. Kesimpulan dari penilaian ini hanya dapat diterapkan pada individu
yang diteliti, bukan pada populasinya.
Universitas Sumatera Utara
Penerapan
metode ManTRA dilakukan dengan mengikuti prosedur
penilaian berdasarkan pengukuran total waktu (durasi) kerja, pengukuran faktor
resiko yang berulang, pengukuran faktor resiko akibat pengerahan tenaga,
pengukuran faktor resiko kekakuan, pengukuran faktor resiko getaran. Setelah
mendapatkan nilai-nilai penilaian dari setiap kriteria faktor resiko lalu dilakukan
interpretasi
penilaian
untuk menentukan tindakan lebih lanjut yang akan
dilakukan.
1. Pengukuran Total Waktu
Total waktu merupakan rata-rata dari total waktu suatu pekerjaan
dilakukan dalam suatu hari tertentu. Penilaian rata-rata total waktu dapat dilihat
dalam Tabel 3.1
Jam/hari
Skor
Tabel 3.1. Tabel Penilaian Resiko Waktu Siklus
0-2
2-4
4-6
6-8
1
2
3
4
jam/hari
jam/hari
jam/hari
>8
5
jam/hari
Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
2. Pengukuran Resiko Waktu Siklus Berulang
Pengulangan dinilai dengan mengevaluasi waktu siklus dan durasi suatu
tugas pada setiap bagian tubuh. Waktu siklus merupakan durasi waktu dari suatu
tugas yang dikerjakan lebih dari satu kalitan tanpa adanya gangguan. Penilaian
resiko waktu siklus berulang dapat dilihat dalam Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Tabel Penilaian Resiko Waktu Siklus Berulang
Waktu
>5
15
30 dtk–
10 dtk–
< 10 dtk
Siklus
menit
menit
1min
30dtk
1
2
3
4
5
Skor
Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
Universitas Sumatera Utara
Durasi adalah waktu dimana tugas yang memilki siklus berulang
dilakukan tanpa satu atau banyak gangguan. Kode durasi akan selalu sama untuk
setiap bagian dari tugas tertentu. Waktu siklus dan kode durasi dicantumkan
dalam tabel untuk menentukan nilai dari resiko yang berulang. Penilaian resiko
durasi kerja dapat dilihat dalam Tabel 3.3
Tabel 3.3. Tabel Penilaian Resiko Durasi Kerja
10
30
1
Wakt
mi
mi
<
jam
u
n–
n–
10mi
-2
Dura
30
1
n
Ja
si
mi
ja
m
n
m
1
2
3
4
Skor
>
2
h
r
5
Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
Faktor resiko yang berulang ditentukan dengan mencantumkan skor dari
waktu siklus dan durasi pada tabel resiko yang berulang. Penilaian resiko durasi
waktu dan waktu siklus dapat dilihat dalam Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Tabel Penilaian Resiko Durasi Waktu dan Waktu Siklus
Skor
Skor Durasi Waktu
Waktu
1
2
3
4
Siklus
1
1
2
3
1
1
2
3
4
2
2
3
4
4
3
2
3
4
5
4
3
4
5
5
5
5
4
4
5
5
5
Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
Universitas Sumatera Utara
3. Pengukuran Resiko Akibat Pengerahan Tenaga
Resiko pengerahan tenaga dapat dinilai dengan mengevaluasi gaya akibat
adanya kecepatan setiap bagian tubuh. Sama halnya dengan
resiko berulang
dengan durasi waktu dan waktu siklus, nilai dari resiko akibat pengerahan tenaga
ditentukan dari skor gaya dan kecepatan yang dicantumkan dalam Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Tabel Penilaian Faktor Resiko Gaya (Force)
Kategori Gaya
Minimal
Sedang
Maksimal
1-2
3-4
5
Skor
Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
Gaya merupakan penilaian dari usaha penggunaan otot pada suatu bagian
tubuh selama pekerjaan dilakukan dengan gaya maksimum yang dapat digunakan
oleh seseorang saat bekerja. Pekerjaan yang dilakukan dalam waktu yang singkat
dengan gaya yang sedang dinilai sama dengan pekerjaan yang dilakukan dalam
durasi yang lama dengan gaya yang sedang, karena pengukuran durasi dilakukan
secara terpisah. Kecepatan dinilai dari rata-rata keseluruhan gerakan saat
melakukan
suatu
pekerjaan.
Contohnya,
bila
suatu
tugas
kebanyakan
membutuhkan gerakan yang lambat dengan beberapa elemen cepat, itu akan
dinilai
sebagai langkah sedang dan akan mendapatkan skor 2. Skor 3 akan
diberikan hanya pada pekerjaan statis utama. Penilaian resiko kecepatan dapat
dilihat dalam Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Tabel Penilaian Resiko Kecepatan (Speed)
Sedikit
Cepat
Cepat dan
Katergori Pergerakan Cukup
atau
dan
TersentakKecepatan
Lambat
Cepat
Statis
Lancar
sentak
1
2
3
4
5
Skor
Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
Universitas Sumatera Utara
Resiko akibat pengerahan tenaga (resiko gabungan) ditentukan dengan
mencantumkan skor-skor dari gaya dan kecepatan dalam tabel resiko akibat
pengerahan tenaga. Penilaian resiko gabungan dapat dilihat dalam Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Tabel Penilaian Resiko Gabungan (Gaya dan Kecepatan)
Skor Kecepatan
Skor
Gaya
1
2
3
4
5
1
1
2
3
4
1
2
1
2
3
4
4
3
2
3
4
4
5
4
2
3
4
5
5
5
3
4
5
5
5
Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
4.
Pengukuran Resiko Kekakuan
Kekakuan didefinisikan sebagai derajat deviasi dari tulang sendi. Semakin
besar deviasi, semakin besar pula tingkat bahayanya. Penilaian dilakukan untuk
keseluruhan tugas, oleh karena itu harus menampilkan rata-rata dari berbagai
posisi tubuh untuk setiap bagian tubuh ketika melakukan pekerjaan. Penilaian
resiko kekakuan dapat dilihat dalam Tabel 3.8.
Tabel 3.8. Tabel Penilaian Faktor Resiko Kekakuan
Amount of
A
B
C
D
E
Awardness
Skor
1
2
3
4
5
Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
Keterangan:
A = Postur tubuh mendekati netral
B = Penyimpangan kecil dari kondisi netral ke satu arah
C = Penyimpangan kecil dari kondisi netral lebihdari satu arah
D = Penyimpangan melebihi dari jarak normal dari kondisi netral ke satu arah
E = Penyimpangan melebihi dari jarak normal dari kondisi netral lebih dari satu
arah
5.
Pengukuran Resiko Getaran
Universitas Sumatera Utara
Pekerjaan yang menimbulkan resiko getaran harus mempertimbangkan
kedua faktor berikut: keseluruhan tubuh dan getaran bagian tubuh. Getaran pada
keseluruhan tubuh akan berdampak pada lengan bawah dan tulang belakang ketika
getaran pada bagian tubuh menyerang kaki dan tangan bagian atas. Penilaian
dilakukan untuk keseluruhan tugas, oleh karena itu harus ditampilkan durasi ratarata dan tugas tersebut. Penilaian resiko getaran dapat dilihat dalam Tabel 3.9.
Amount of
Vibration
Skor
Tabel 3.9. Tabel Penilaian Resiko Getaran
Moderate
Large
None Minimal Amplitude Amplitude
1
2
3
Severe
amplitude
4
5
Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
Setelah mendapatkan semua penilaian untuk setiap karakteristik penilaian
selanjutnya dilakukan interpretasi nilai. Untuk setiap bagian tubuh, skor untuk
total waktu, pengulangan, pengerahan tenaga, kekakuan dan getaran dijumlahkan.
Jumlah dari skor untuk setiap bagian tubuh disebut resiko kumulatif, dan memiliki
rentang antara 5-25. Tindakan lebih lanjut perlu dilakukan bila salah satu bagian
tubuh memiliki :
1. Nilai faktor resiko untuk pengerahan tenaga sebesar 5
2. Jumlah dari nilai pengerahan tenaga dan kekakuan sebesar 8 atau lebih
3. Nilai kumulatif resiko dari keseluruhan tubuh sebesar 15 atau lebih.
Nilai tersebut dapat membantu memprioritaskan tugas untuk penilaian/
pengontrolan yang dianjurkan. Demikian juga, skor merefleksikan resiko terbesar
sehingga dapat memperhatikan bagian tubuh yang harus diperhatikan dan
dikontrol (Burgess, 2000).
Universitas Sumatera Utara
3.6.
Antropometri
3.6.1. Definisi Antropometri
Istilah antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri”
yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu
studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia Antropometri
adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik
tubuh manusia ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut
untuk penanganan masalah desain (Nurmianto,1991).
3.6.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengukuran Antropometri
Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi
ukuran tubuhnya. Di sini ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran
tubuh manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus
memperhatikan faktor-faktor tersebut yang antara lain adalah:
a.
Umur. Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah
besar, seiring dengan bertambahnya waktu, yaitu sejak awal kelahirannya
sampai dengan umur sekitar 20 tahunan. Dari suatu penelitian yang dilakukan
oleh A.F.Roche dan G.H.Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan bahwa
laki-laki akan tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia 21,2 tahun,
sedangkan wanita 17,3 tahun, meskipun ada sekitar 10 % yang masih terus
bertambah tinggi sampai usia 23,5 tahun (laki-laki) dan 21,1 tahun (wanita)
Setelah itu, tidak akan terjadi pertumbuhan bahkan akan cenderung berubah
Universitas Sumatera Utara
menjadi penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40
tahunan.
b.
Jenis kelamin (sex). Dimensi ukuran tubuh laki-laki umunya akan lebih besar
dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu
seperti pinggul, dan sebagainya.
c.
Suku/bangsa (ethnic). Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnik akan
memilki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainya.
d.
Jenis pekerjaan. Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya
persyaratan
dalam
seleksi
karyawan/stafnya.
Misalnya
buruh
dermaga/pelabuhan adalah harus mempunyai postur tubuh yang relatif lebih
besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran pada umumnya. Apalagi
dibandingkan dengan jenis pekerjaan militer.
e.
Cacat tubuh, dimana data antropometri disini akan diperlukan untuk
perancangan produk bagi orang-orang cacat (kursi roda, kaki/tangan palsu,
dan lain-lain).
f.
Tebal/tipisnya pakaian yang harus dikenakan, dimana faktor iklim yang
berbeda akan memberikan variasi yang berbeda-beda pula dalam pula dalam
bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian. Dengan demikian dimensi tubuh
orang akan berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain.
g.
Kehamilan
(pregnancy),
dimana
kondisi
semacam
ini
jelas
akan
mempengaruhi bentuk dan ukuran tubuh (khusus perempuan). Hal tersebut
jelas memerlukan perhatian khusus terhadap produk-produk yang dirancang
bagi segmentasi seperti ini (Sritomo, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Tahapan
perancangan
sistem
work
kerja
memperhatikan faktor antropometri secara
umum
space
design
dengan
adalah sebagai berikut
(Roevuck, 1995) :
1.
Menentukan kebutuhan perancangan (establish requirement)
2.
Mendefinisikan dan mendeskripsikan populasi pemakai
3.
Pemilihan sampel yang akan diambil datanya
4.
Penentuan sumber data (dimensi tubuh yang akan diambil)
5.
Penyiapan alat ukur yang akan dipakai
6.
Pengambilan data
7.
Pengolahan data
a. Uji kecukupan data
b. Uji normalitas data
c. Uji keseragaman data
d. Penentuan persentil
3.6.3. Dimensi Antropometri
Dimensi antropometri merupakan ukuran tubuh pada posisi tertentu. Data
ini dapat dimanfaatkan guna menetapkan dimensi ukuran produk yang akan
dirancang dan disesuaikan dengan dimensi tubuh manusia yang akan
mengoperasikan atau menggunakannya. Data antropometri tubuh yang diukur
dalam panduan survei data antropometri dapat dilihat pada Tabel 3.10 (Hartono,
2004).
No
1
2
Tabel 3.10. Pengukuran Dimensi Tubuh
Data yang Diukur
Cara Pengukuran
Tinggi tubuh
Jarak vertikal dari lantai ke bagian paling
atas kepala.
Tinggi mata
Jarak vertikal dari lantai ke bagian luar
sudut mata kanan.
Universitas Sumatera Utara
3
Tinggi bahu
4
Tinggi siku
Jarak vertikal dari lantai ke bagian atas
bahu kanan (acromion) atau ujung tulang
bahu kanan
Jarak vertikal dari lantai ke titik terbawah
di sudut siku bagian kanan.
5
Tinggi pinggul
Jarak vertikal dari lantai ke bagian
pinggul kanan.
6
Tinggi tulang ruas
Jarak vertikal dari lantai ke bagian tulang
ruas/buku
jari
tangan
kanan
(metacarpals).
7
Tinggi ujung jari
Jarak
vertikal dari lantai ke ujung jari
tengah tangan kanan (dactylion).
8
Tinggi dalam posisi duduk
Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian
paling atas kepala.
9
Tinggi mata dalam posisi Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian
duduk
luar sudut mata kanan.
10 Tinggi bahu dalam posisi Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian
duduk
atas bahu kanan
11 Tinggi siku dalam posisi Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian
duduk
bawah lengan bawah tangan kanan.
12 Tebal paha
Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian
paling atas dari paha kanan.
13 Panjang lutut
Jarak horizontal dari bagian belakang
pantat (pinggul) kebagian depan lulut
kaki kanan.
14 Panjang popliteal
Jarak horizontal dari bagian belakang
pantat (pinggul) kebagian belakang lutut
kanan.
15 Tinggi lutut
Jarak vertikal dari lantai ke tempurung
lutut kanan.
16 Tinggi popliteal
Jarak vertikal dari lantai ke sudut
popliteal yang terletak di bawah paha,
tepat di bagian belakang lutut kaki kanan.
Sumber: Panduan Survei Data Antropometri (Hartono, 2004)
Tabel 3.10. Pengukuran Dimensi Tubuh (Lanjutan)
No Data yang Diukur
Cara Pengukuran
17 Lebar sisi bahu
Jarak horizontal antara sisi paling luar
bahu kiri dan sisi paling luar bahu kanan.
18 Lebar bahu bagian atas
Jarak horizontal antara bahu atas kanan
dan bahu atas kiri.
19 Lebar pinggul
Jarak horizontal antara sisi luar pinggul
kiri dan sisi luar pinggul kanan.
20 Tebal dada
Jarak horizontal dari bagian belakang
tubuh ke bagian dada
Universitas Sumatera Utara
21
Jarak horizontal dari bagian belakang
tubuh ke bagian yang paling menonjol di
bagian perut.
22 Panjang lengan atas
Jarak vertikal dari bagian bawah lengan
bawah kanan ke bagian atas bahu kanan.
23 Panjang lengan bawah
Jarak horizontal dari lengan bawah
diukur dari bagian belakang siku kanan
ke bagian ujung dari jari tengah.
24 Panjang rentang tangan ke Jarak dari bagian atas bahu kanan
depan
(acromion) ke ujung jari tengah tangan
kanan dengan siku pergelangan tangan
kanan lurus.
25 Panjang bahu - genggaman Jarak dari bagian atas bahu kanan
tangan ke depan
(acromion) ke pusat batang silinder yang
digenggam oleh tangan kanan, dengan
siku dan pergelangan tangan lurus.
26 Panjang kepala
Jarak horizontal dari bagian paling depan
dahi (bagian tengah antara dua alis) ke
bagian tengah kepala.
27 Lebar kepala
Jarak horizontal dari sisi kepala bagian
kiri ke sisi kepala bagian kanan, tepat di
atas telinga.
28 Panjang tangan
Jarak dari lipatan pergelangan tangan ke
ujung jari tengah tangan kanan dengan
posisi tangan dan seluruh jari lurus dan
terbuka.
29 Lebar tangan
Jarak antara kedua sisi luar empat buku
jari tangan kanan yang diposisikan lurus
dan rapat.
30 Panjang kaki
Jarak horizontal dari bagian belakang
kaki (tumit) ke bagian paling ujung dari
jari kaki kanan.
31 Lebar kaki
Jarak antara kedua sisi paling luar kaki.
Sumber: Panduan Survei Data Antropometri (Hartono, 2004)
No
32
33
34
Tebal perut
Tabel 3.10. Pengukuran Dimensi Tubuh (Lanjutan)
Data yang Diukur
Cara Pengukuran
Panjang rentangan tangan ke Jarak maksimum ujung jari tengah tangan
samping
kanan ke ujung jari tengah tangan kiri.
Panjang rentangan siku
Jarak yang diukur dari ujung siku tangan
kanan ke ujung siku tangan kiri.
Tinggi genggaman tangan ke Jarak vertikal dari lantai ke pusat batang
atas dalam posisi berdiri
silinder (centre of acylindrical rod)
digenggam oleh telapak tangan kanan
Universitas Sumatera Utara
35
36
Tinggi genggaman ke atas
dalam posisi duduk
Panjang genggaman tangan ke
Depan
Jarak vertikal dari alas duduk ke pusat
batang silinder.
Jarak yang diukur dari bagian belakang
bahu kanan (tulang belikat) ke
genggaman telapak tangan kanan.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3.
Skala Pengukur (Kurva)
Alat ini juga dirakit dengan meter pengukur tinggi. Untuk mengukur lebar
tubuh dan bagian yang relatif pendek seperti leher, diameter kepala dan panjang
kaki.
4.
Martin goniometer
Dua kurva yang disambung pada satu ujung yang dapat dibuka dan
ditutup, dilengkapi dengan skala yang digunakan untuk mengukur dari 1 mm –
450 mm. Alat ini digunakan untuk mengukur kepala, lipatan lemak atau bagian
kecil tubuh.
5.
Metal Penggaris
Metal penggaris berukuran 150 mm dengan minimum skala 1 mm untuk
mengukur bagian kecil secara linier.
6.
Martin Caliper
Untuk mengukur bagian kecil dari telinga, wajah, jari kaki atau sudut-
sudutnya. Skala samping adalah tetap pada satu sisi dengan ukuran 200 mm x
1 mm dan pada sisi lain skala dapat digeser.
Caliper mempunyai skala 250 mm didepaknn dan dibelakang. Panjang sisi
lengan adalah tetap pada sudut kanan ke titik nol dan panjangnya 120 mm. Satu
ujung dari sisi lengan adalah tajam di sisi lain tumpul dan datar. Skala pada sisi
juga sama seperti diatas, namun dapat digeser sepanjang caliper. Gabungkan
kedua ujung lengan dan baca langsung skala. Ujung yang tajam biasanya
digunakan untuk kerangka sedang yang tumpul dan datar untuk tubuh hidup.
Universitas Sumatera Utara
7.
Kantong Kapas Alkohol
Letakkan kapas penyerap dan alkohol ke dalam kantong untuk
mensterilkan
ujung alat sebelum pengukuran dilakukan.
8.
Pita Pengukur
Alat ini digunakan untuk mengukur keliling dada atau kepala. Terbuat dari
metal, pemutaran otomatis. Panjang adalah 2 meter dengan skala pertambahan 1
mm (Poerwanto, dkk. 2008).
3.6.5. Aplikasi Distribusi Normal dalam Data Antropometri
Pemakaian distribusi normal dalam penetapan data antropometri sangat
umum diterapkan. Distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan harga ratarata (mean, X) dan simpangan standarnya (standard deviation, X) dari data yang
ada. Dari nilai yang ada maka persentil dapat ditetapkan sesuai dengan tabel
probabilitas distribusi normal. Sebagai contoh 95-th persentil akan menunjukkan
95% populasi akan berada pada atau dibawah ukuran tersebut, sedangkan 5-th
persentil akan menunjukkan 5% populasi akan berada pada atau dibawah ukuran
itu. Data antropometri ukuran 95-th akan menggambarkan ukuran manusia yang
terbesar dan 5-th persentil sebaliknya akan menunjukkan ukuran terkecil.
Pemakaian nilai-nilai persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data
antopometri dapat dijelaskan dalam Gambar 3.4. dan Tabel 3 (Sritomo, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Persentil
1 - St
2,5 – th
5 – th
10 – th
50 – th
90 – th
95 – th
97,5 – th
99 - th
Perhitungan
Χ - 2,325 x
Χ - 1,96 δ x
Χ - 1,645 δ x
Χ - 1,28 δ x
Χ
Χ + 1,28 δ
x
Χ + 1,645 δ x
Χ + 1,96 δ x
Χ + 2,325
x
Universitas Sumatera Utara
sering muncul diperoleh tanpa perhatian suatu langkah yang terlibat dalam suatu
proses (Hyman, 1998). Teknik perancangan berkenaan antara apa yang diinginkan
dengan bagaimana memperolehnya (Suh, 1990).
Teknik perancangan adalah
proses untuk mengenal suatu kebutuhan dan membuat sebuah sistem untuk
mencapai kebutuhan tersebut (Hales, 1993).
SEED (Sharing Experience in Engineering Design) mendefinisikan teknik
perancangan adalah total aktivitas yang dibutuhkan untuk menetapkan dan
menentukan solusi untuk suatu masalah yang belum diselesaikan sebelumnya,
atau membuat solusi baru untuk suatu masalah yang sama yang mana telah
diselesaikan sebelumnya dengan cara yang berbeda. Perancang menggunakan
kemampuan intelektual dan kreatifitasnya untuk menggunakan pengetahuan
umum dan memastikan spesifikasi produk dapat memenuhi kebutuhan pasar dan
kepuasan pelanggan agar dapat dihasilkan dengan metode yang optimum.
Suatu perancangan adalah suatu proses kreatifitas tetapi jika tidak
diarahkan secara sistematis maka kemungkinan untuk mengeluarkan hasil
rancangan melalui proses kreatifitas tersebut akan terbatas (Pahl and Beitz, 1996).
Metode
yang
digunakan
menggunakan
pendekatan
sistematis
yang
direkomendasikan untuk memperoleh proses perancangan dengan tahapantahapan aktivitas yang diperlukan pada setiap tingkatan perancangan (Nigel,
1994).
3.7.1. Empat Tahapan Perancangan Model Pahl dan Beitz
Universitas Sumatera Utara
Perancangan dengan pendekatan sistematis dapat dikelompokan menjadi
dua yaitu perancangan deskriptif dan preskriptif. Model deskriptif sebagai
penyelesaian masalah berdasarkan penekanan dalam menghasilkan solusi lebih
awal dari proses (Nigel, 1994). Salah satu kelemahan yang ditemukan pada
perancangan deskriptif, jika solusi yang diterapkan lebih awal tidak dapat
diwujudkan secara fisik maka konsep rancangan yang baru akan dihasilkan untuk
mengulang siklus rancangan. Proses ini biasanya disajikan dalam bentuk aliran
diagram yang menunjukan proses secara berulang.
Sebaliknya, model perancangan preskriptif mencoba untuk mendorong
perancang untuk bekerja pada suatu metodologi perancangan yang lebih
sistematis. Model ini lebih berfokus dalam menghasilkan kemampuan spesifikasi
sehingga permasalahan rancangan dapat ditentukan tanpa adanya elemen-elemen
lain yang perlu diabaikan. Pembangkitan beberapa konsep alternatif didorong
dengan pilihan akhir yang dibuat dengan seleksi alternatif perancangan yang
rasional. Salah satu sistem yang sangat direkomendasikan untuk model
perancangan preskriptif adalah metode Pahl dan Beitz yang telah berhasil dan
banyak digunakan para perancang dalam aspek rekayasa.
Pahl dan Beitz (1996) mengusulkan cara merancang produk yang terdiri
dari 4 kegiatan atau tahapan, masing-masing tahapan terdiri dari beberapa
langkah. Keempat tahapan tersebut adalah :
1.
Perencanaan dan penjelasan
Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengumpulkan informasi dari
kebutuhan perancangan yang harus dipenuhi oleh produk. Beragam teknik
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk menentukan fungsi dari produk dan batasan sistem dari
rancangan yang baru. Aktifitas ini mengacu kepada penyusunan daftar kebutuhan
part dari produk rancangan dan spesifikasi rancangan produk (berdasarkan
demand dan wish).
2.
Rancangan Konseptual Produk
Setelah spesifikasi rancangan telah dikembangkan, perancang dapat
menuangkan
ide-ide
kreatifnya
terhadap
produk.
Pemikiran
konvergen
(tradisional) yang mengedepankan keterampilan dari klarifikasi tugas berubah
menjadi divergen (modern) yang mengedepankan analisis dan evaluasi melalui
tahap konseptual, yang melibatkan perluasan lingkup untuk mengumpulkan ide
sebanyak mungkin. Tahap rancangan konseptual terdiri atas dua komponen utama
yakni sintesa terhadap solusi untuk menemukan kebutuhan (need) dan evaluasi
solusi untuk menentukan salah satu yang paling layak untuk menyelesaikan
masalah melalui spesifikasi rancangan.
3.
Rancangan Fisik (Secara Visual)
Perwujudan rancangan (rancangan fisik) dtentukan dan dirancang
berdasarkan solusi utama yang dipilih pada tahap konseptual. Tujuan dari tahap
ini adalah untuk mengembangkan kriteria fisik rancangan menjadi lebih detail dari
pada konseptualnya dan untuk menyempurnakan bentuk secara geometris,
dinamis dan dilakukan proses yang berulang-ulang secara alami sehingga analisis
dan sintesis yang digunakan saling melengkapi selama langkah-langkah perbaikan
banyak dilakukan. Tahap rancangan fisik diibaratkan sebagai jembatan antara
tahap rancangan konseptual dengan tahap rancangan detail. Input dari tahapan ini
Universitas Sumatera Utara
biasanya tidak lebih dari sebuah sketsa dan dokumen spesifikasi rancangan
produk. Tujuan dari tahap ini adalah untuk memperhalus informasi awal dan
mengembangkannya kepada titik dimana rancangan detail dan perencanaan
produksi dapat dimulai. Jadi tahap ini meliputi pemodelan secara defenitif yang
diikuti dengan kalkulasi dimensi, batas toleransi, material yang diharapkan dan
proses perakitannya.
4.
Rancangan Detail
Tahap akhir dari proses perancangan Pahl dan Beitz adalah rancangan
detail, dimana keputusan yang paling penting telah ditentukan. Rancangan dari
setiap kompoen harus diverifikasi dan informasi yang berhubungan dengan proses
pembuatan harus diselesaikan. Rancangan detail secara umum berhubungan
dengan rancangan dari subsistem dan komponen-komponen yang membuat
rancangan akhir.
Setiap tahapan proses perancangan berakhir pada hasil tahapan, seperti
tahapan pertama menghasilkan daftar persyaratan dan spesifikasi perancangan.
Hasil setiap tahapan tersebut kemudian menjadi masukan untuk tahapan
berikutnya dan menjadi umpan balik untuk tahapan yang mendahului. Perlu
dicatat pula bahwa hasil tahapan itu sendiri setiap saat dapat berubah oleh umpan
balik yang diterima dari hasil tahapan-tahapan berikutnya seperti pada Gambar
3.5.
Universitas Sumatera Utara
Penjelasan tugas
Menentukan spesifikasi
Perancangan konsep produk
Spesifikasi
Mengembangkan layout awal dan bentuk desain
Memilih layout terbaik
Memperbaiki dan mengevaluasi kriteria teknis dan ekonomi
Layout Awal
Optimalisasi dan Melengkapi bentuk desain
Cek kesalahan dan harga yang efektif
Persiapkan komponen awal dan dokumen produksi
Penyempurnaan Layout dan Bentuk
Konsep
Perancangan bentuk
Informasi : Adaptasi dari spesifikasi
Identifikasi masalah utama
Mengembangkan struktur fungsi
Mencari prinsip-prinsip solusi
Evaluasi terhadap kriteria teknis dan ekonomis
Penyempurnaan Prinsip Produk
Perencanaan dan
penjelasan produk
Tugas
Perancangan detail
Layout Akhir
Gambar detail
Melengkapi gambar detail dan dokumen produksi
Cek semua dokumen
Dokumentasi
Solusi
Sumber: Engineering Design, Systematic Approach (Gerhard, Pahl dkk, 1998)
Gambar 3.5. Proses Perancangan Pahl dan Beitz
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di UKM Cahaya Bakery Jl. Pelita VI No. 44,
Medan Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2016 sampai
Juli 2016.
4.2.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian untuk
mendeskripsikan secara sistematik, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan
sifat-sifat suatu objek tertentu (Sukaria, 2011). Penelitian deskriptif ini
berbentuk survey reasearch yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan
fakta-fakta dari gejala yang ada secara langsung dari orang-orang tertentu yang
dijadikan objek penelitian dan mencari suatu solusi yang akan diaplikasikan pada
UKM Cahaya Bakery untuk dapat merancang fasilitas kerja pada stasiun
pemanggangan guna menghindari resiko cedera kerja.
4.3.
Objek Penelitian
Objek yang diamati adalah operator yang bekerja pada bagian tungku
pemanggangan di UKM Cahaya Bakery dimana proses pemanggangan yang
Universitas Sumatera Utara
dilakukan operator masih secara manual, untuk itu perlu dirancang suatu fasilitas
kerja yang baru.
4.4.
Kerangka Berfikir
Keluhan musculoskeletal operator stasiun pemanggangan di pengaruhi
oleh postur kerja dan prosedur kerja pemanggangan. Keluhan musculoskeletal
disebabkan oleh fasilitas kerja tidak ergonomis . Fasilitas kerja usulan dirancang
untuk mendapatkan fasilitas kerja ergonomis untuk mengurangi resiko cidera saat
bekerja. Kerangka berfikir dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Kerangka Berfikir Penelitian
4.5.
Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:
a. Keluhan musculoskeletal: Keluhan rasa nyeri pada bagian tubuh operator
b. Deskripsi kerja : Tata urutan kerja pemanggangan
c. Postur kerja : Sikap tubuh saat bekerja
d. Dimensi antropometri : Ukuran bagian tubuh operator
e. Dimensi fasilitas kerja : Area stasiun kerja dan ukuran peralatan kerja
Universitas Sumatera Utara
f. Waktu siklus : Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu-satuan
produksi
4.6.
Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen untuk membantu dalam
pengumpulan data, seperti :
1. Standard Nordic Qustionare (SNQ) yang diberikan kepada operator
pemanggangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas dengan tujuan
untuk mengidentifikasi keluhan pada saaat bekerja.
2. ManTRA
checklist
merupakan
instrumen
yang
digunakan
untuk
mengumpulkan informasi mengenai nilai level faktor resiko postur kerja
operator pemanggangan.
3. Human Body Martin Model YM-17 merupakan instrumen pengukuran yang
digunakan untuk mendapatkan dimensi antropometri pada posisi berdiri.
4. Meteran merupakan instrumen untuk mengukur dimensi stasiun kerja aktual
5. Kamera atau vidio recorder merupakan instrumen untuk mengambil gambar
dan merekam kegiatan operator pemanggangan.
6. Stopwatch merupakan instrumen pengukuran waktu yang digunakan untuk
mendapatkan waktu total dan waktu siklus pemanggangan
4.7.
Metode Pengumpulan Data
Data penelitian ini diperoleh dengan cara :
a. Data musculoskeletal : Menggunakan kuisioner SNQ sebelum dan sesudah
bekerja.
Universitas Sumatera Utara
b. Data mantra : Menggunakan kuisioner mantra checklist.
c. Data antropometri: Pengukuran antropometri operator menggunakan alat
human body martin.
d. Dimensi fasilitas kerja : Pengukuran luas area kerja aktual dan peralatan
kerja menggunakan meteran.
e. Waktu siklus : Pengukuran waktu menggunakan stopwatch
4.8.
Pengolahan Data
Data yang diperoleh selanjutnya diolah untuk mendapatkan suatu
gambaran mengenai perancangan standar prosedur kerja dan fasilitas kerja
berdasarkan permasalahan yang ada. Tahapan pengolahan data penelitian dapat
dilihat pada Gambar 4.2.
Penentuan Modus Keluhan Operator Berdasarkan SNQ
Penilaian Postur Kerja dengan Mantra Checklist
Penentuan Data Antropometri Operator
Perancangan Fasilitas Kerja dengan Prinsip-Prinsip
Pahl dan Beitz
Gambar 4.2. Tahapan Pengolahan Data
Universitas Sumatera Utara
Setiap tahapan-tahapan pengolahan data tersebut akan dikaji berdasarkan
langkah-langkah pengolahan data. Adapun tahapan pengolahan data tersebut dapat
dilihat pada blok diagram pengolahan data.
4.8.1. Tahapan Pengolahan Data ManTRA
Tahapan pengolahan data mantra dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Penentuan Skor Resiko Berulang
Penentuan Skor Resiko Pengerahan Tenaga
Menghitung Skor Resiko Berulang
Menghitung Skor Resiko Pengerahan Tenaga
Menghitung Skor Resiko Kumulatif
Gambar 4.3. Blok Diagram Pengolahan Data ManTRA
4.8.2. Tahapan Pengolahan Data Antropometri
Tahapan pegolahan data antropometri dapat dilihat pada Gambar 4.4
Penentuan Rata-Rata, Xmin dan Xmaks
Uji Keseragaman Data Antropometri
Uji Kecukupan Data Antropometri
Uji Kenormalan Data
Penentuan Persentil
Gambar 4.4. Blok Diagram Pengolahan Data Antropometri
Universitas Sumatera Utara
4.8.3. Tahapan Perancangan Pahl dan Beitz
Tahapan perancangan pahl dan beitz dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Perencanaan dan Penjelasan Tugas
Perancangan Konsep Produk
Perancangan Bentuk Produk
Perancangan Detail
Gambar 4.5. Blok Diagram Pengolahan Data Pahl dan Beitz
4.9.
Analisis dan Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah dalam penelitian ini dilakukan melalui rancangan
fasilitas kerja untuk meningkatkan kenyamanan operator di bagian pemanggangan
roti di UKM Cahaya Bakery. Analisis akan dilakukan untuk melihat sejauh mana
pemecahan masalah yang diusulkan dapat mengatasi permasalahan yang dikaji.
Langkah-langkah proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Mulai
Studi Pendahuluan
Studi Literatur
Identifikasi Masalah Awal
Postur Kerja Operator dalam Proses Produksi yang tidak baik
Pengumpulan Data
1. Data primer
- Kuesioner SNQ
- Data postur kerja operator menggunakan ManTRA checklist
- Data dimensi tubuh dengan antropometri
- Data dimensi stasiun kerja aktual
- Data dimensi fasilitas kerja
2. Data sekunder
- Gambaran umum perusahaan
- Sejarah Usaha
- Pengelolaan Usaha
Pengolahan Data
1. Penentuan modus keluhan operator berdasarkan
SNQ
2. Pengolahan data Mantra
- Penentuan skor resiko berulang
- Penentuan skor resiko pengerahan tenaga
- Menghitung skor resiko berulang
- Menghitung skor resiko pengerahan tenaga
- Menghitung skor kumulatif
3. Pengolahan data Antropometri
- Menenentukan rata-rata,standar deviasi, Xmin dan Xmak
- Uji keseragaman data
- Uji kecukupan data
- Uji kenormalan data
- Penentuan persentil
4. Perancangan fasilitas kerja dengan
prinsip-prinsip Pahl dan Beitz
- Perencanaan dan penjelasan tugas
- Perancangan konsep produk
- Perancangan bentuk produk
- Perancangan detail
Analisis Pemecahan Masalah
Rancangan Fasilitas Kerja pada Stasiun Pemanggangan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 4.6. Langkah-Langkah Proses Penelitian
Universitas Sumatera Utara
BAB V
PENGUM
DATA
GUMPULAN DAN PENGOLAHAN DA
5.1.
Pengumpulan
lan Data
5.1.1. Deskripsi Ker
erja Operator
Deskripsi kerja yang
angan ditunjukkan
ng diakukan oleh operator stasiun pemanggang
pada Tabel 5.1.
No.
1
T
Tabel 5.1. Elemen Kegiatan Operator
Uraian Deskripsi Kerja
Operator
mengambil
G
Gambar
loyang dengan tangan
kanan
dengan
sikap
tubuh membungkuk ke
kanan
lalu
meletakkannya ke dalam
pallet besi yang berputar
didalam
tungku
satu-
persatu
untuk
dipanggang
kemudian
tungku ditutup. Kapasitas
1 loyang berisi 12 roti.
Kapasitas
tungku
loyang.
10
Proses
pemanggangan
berlangsung selama ±10
menit.
Universitas Sumatera Utara
2
Operator
koran
mengambil
dengan
tubuh
membungkuk,
membawanya
kemudian
koran
sikap
dan
meletakkan
didalam
loyang
yang lebih besar sebagai
alas roti yang telah jadi
dengan
sikap
tubuh
kembali membungkuk
No
3
Tabel
el 5.1. E
Elemen Kegiatan Operator (Lanjutan
an)
Uraian Deskripsi Kerja
G
Gambar
O
Operator mengisi loyang
llebih besar dengan roti
yyang
de
dengan
telah
sikap
be
berjongkok
matang
tubuh
dan
m
menjangkau
loyang-
lloyang disekitar loyang
yyang
lebih
besar.
K
Kapasitas 1 loyang besar
be
berisi 70 roti.
4
O
Operator
lloyang
memindahkan
besar berisi 70
rroti dengan kedua tangan
ke tempat penumpukan
de
dengan
sikap
m
membungkuk.
tubuh
Berat
Universitas Sumatera Utara
lloyang mencapai 35 kg.
5
O
Operator
memindahkan
lloyang-loyang yang telah
kosong yang berjumlah
10 loyang dengan sikap
ttubuh membungkuk ke
st
stasiun
pemotongan.
B
Berat loyang mencapai
11 kg untuk 7 loyang.
No
Tabel
el 5.1. E
Elemen Kegiatan Operator (Lanjutan
an)
Uraian Deskripsi Kerja
G
Gambar
Universitas Sumatera Utara
6
S
Setelah
roti
matang,
ope
operatormembuka tungku
llalu mengeluarkan loyang
de
dengan tangan kanan lalu
m
meletakkan
de
dengan
sikap
loyang
tubuh
m
membungkuk.
Sumber : Hasil Pengamata
atan
5.1.2. Fasilitas Kerj
erja Stasiun Pemanggangan
nis loyang sebagai
Fasilitas kerja
rja stasiun pemanggangan menggunakan 2 jenis
tempat adonan yang
ng akan dipanggang dan tempat roti, yangg masing-masing
donan) berukuran 86
memiliki dimensi yan
ang berbeda. Loyang yang kecil (tempat adona
x 36 x 6 cm, sedangka
ngkan loyang besar berukuran 62 x 51 x 18 cm.. IIlustrasi masingmasing loyang dapat
at di
dilihat seperti pada Gambar 5.1.
Sumber: Hasil Pengamata
atan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.1. Loyang Roti
5.1.3. Sketsa Stasiun Pemanggangan
Sketsa stasiun pemanggangan dapat dilihat dalam Gambar 5.2
Sumber: Hasil Pengamatan
Gambar 5.2. Sketsa Stasiun Pemanggangan
5.1.4. Data Standard Nordic Questionnaire (SNQ)
Standard Nordic Questionnaire (SNQ) dibuat untuk mengetahui keluhan
yang dialami oleh operator selama melaksanakan proses pemanggangan roti.
Kuesioner diberikan sebelum dan sesudah bekerja untuk melihat pengaruh
aktifitas pemanggangan terhadap keluhan operator. Kuesioner SNQ operator
stasiun pemanggangan dapat dilihat dalam Lampiran 1. Hasil rekapituasi data
SNQ dapat dilihat dalam Tabel 5.2. dan Tabel 5.3.
No.
Dimensi
Tabel 5.2. Rekapitulasi Data SNQ Operator Stasiun Pemanggangan
(Sebelum)
Tingkat Keluhan
No.
Tingkat Keluhan
Operator
Operator
Operator
Operator
Dimensi
Universitas Sumatera Utara
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
0
0
0
0
2
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
0
0
0
0
Sumber : Kuesioner SNQ
No.
Dimensi
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Tabel 5.3. Rekapitulasi Data SNQ Operator Stasiun Pemanggangan
(Sesudah)
Tingkat Keluhan
Tingkat Keluhan
No.
Operator
1
2
2
1
2
2
2
3
3
2
0
0
1
2
2
Operator
2
2
2
2
2
1
2
2
3
2
0
0
0
1
1
Dimensi
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Operator
1
0
0
2
2
3
3
1
2
3
3
1
1
2
2
Sumber : Kuesioner SNQ
Tingkat keluhan 0, 1, 2, 3 menunjukkan kondisi tidak sakit, agak sakit, sakit dan
sangat sakit.
5.1.5. Data Postur Kerja ManTRA Checklist
Universitas Sumatera Utara
Operator
2
0
0
1
2
3
3
2
2
2
2
1
1
1
2
Postur kerja dalam hal ini adalah sikap tubuh operator ketika melakukan
aktifitas pemanggangan. Kuisioner mantra checklist dapat dilihat dalam Lampiran
2. Prosedur kerja yang dinilai menggunakan mantra checklist dibagi menjadi 3
elemen kerja yaitu:
1. Elemen kerja mengambil dan meletakkan loyang
2. Elemen kerja mengambil dan mengisi roti ke loyang yang lebih besar
3. Memindahkan loyang besar dan memindahkan loyang kosong
Deskripsi kerja masing-masing adalah sebagai berikut:
a.
Pekerjaan yang dilakukan operator adalah pekerjaan repetitif (berulang)
dan berlangsung mulai jam 08.30 – 16.30 WIB atau ±7jam. Waktu
pengambilan dan peletakan loyang untuk 10 loyang adalah 2,15 menit.
Durasi mengambil dan meletakkan 1 loyang 7 detik untuk semua bagian
tubuh yang dinilai. Pada elemen kerja ini operator membungkuk 40-60˚
saat mengambil loyang, dengan berat loyang 4-4,5 kg lalu membawa
loyang untuk di letakkan ke dalam tungku dengan jarak ±2-5 meter (semua
loyang tidak tersusun dengan rapi). Sikap tubuh yang membungkuk dan
posisi tangan saat menjangkau yang disebabkkan kegiatan secara manual
dan
tidak
menggunakan
alat
yang
mendukung
menyebabkan
penyimpangan postur tubuh melebihi jarak normal. Tidak ada getaran yang
disebabkan oleh mesin maupun peralatan saat mengambil dan meletakkan
loyang.
b.
Waktu mengambil dan mengisi 70 roti ke loyang adalah ±45 detik untuk
semua bagian tubuh yang dinilai. Durasi mengambil dan mengisi 1 roti
Universitas Sumatera Utara
dalam loyang besar ±2 detik untuk semua bagian tubuh yang dinilai. Pada
elemen kerja ini operator membungkuk 20-40˚ selama proses kegiatan,
tungkai bawah menahan seluruh berat badan, dan lengan beberapa kali
berusaha menjangkau loyang-loyang yang berada diluar jangkauan
operator. Bagian leher/bahu berada posisi statis sedangkan tangan mengisi
roti dengan sangat cepat. Penyimpangan postur tubuh bagian tungkai
bawah dan punggung melebihi jarak normal, sikap menjangkau
menyebabkan salah tungkai bawah mendapat beban maksimal dari berat
tubuh, sedangkan pada bahu dan tangan mendapat penyimpangan kecil
namun lebih dari satu arah karena letak loyang-loyang tidak tepat. Tidak
ada getaran yang disebabkan oleh mesin maupun peralatan saat mengambil
dan meletakkan loyang.
c.
Waktu memindahkan loyang besar berisi 70 roti ±5 detik dan
memindahkan loyang kosong adalah ±30 detik ke stasiun pemotongan,
sehingga durasi pemindahkan loyang ±35 detik. Pada elemen kerja ini
operator membungkuk 40˚ untuk mengangkat loyang seberat 35 kg dengan
jarak 4-3 meter, tungkai bawah menahan tubuh agar stabil, punggung
menahan beban dan selama proses berada dalam sikap membungkuk,
bahu/leher menahan berat kepala, sedangkan tangan menahan berat beban.
Kegiatan pemindahan dilakukan dengan cepat namun bahu/leher berada
pada sikap statis. Sikap tubuh tungkai bawah dan punggung selama proses
melebihi jarak sikap normal ke satu arah sedangkan leher/bahu dan tangan
penyimpangan dikategorikan kecil karena bahu statis dan letak
Universitas Sumatera Utara
penumpukan loyang berada dalam jangkauan tangan. Tidak ada getaran
yang disebabkan oleh mesin maupun peralatan saat mengambil dan
meletakkan loyang.
5.1.6. Data Antropometri Operator
Data antropometri operator yang diukur dalam penelitian ini berupa tinggi
mata tegak (TMT), jangkauan tangan (JT), tinggi siku berdiri (TSB), dan diameter
genggam (DG). Data antropometri operator dapat dilihat dalam Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Dimensi Tubuh Operator
Dimensi Tubuh
Nama
TMT
JT
TSB
Sutrisno
163.5
80
110.5
Arianto
167
75.5
111
Rahmat
148.5
66
101.3
Daeli
149.4
76.4
100.1
Rizki
152.3
78.6
99.7
No
1
2
3
4
5
DG
4.8
4
4
4
4.1
Sumber: Pengukuran Antropometri Tubuh Dengan Human Body Martin 17
Data dimensi tubuh operator pada UKM Cahaya Bakery tidak cukup untuk
digunakan sebagai acuan dalam perancangan fasilitas kerja, sehingga dilakukan
penambahan data dimensi tubuh dari laboratorium E dan APK untuk praktikan
laki-laki dapat dilihat pada Tabel 5.5.
No
1
2
3
Tabel 5.5 Data Dimensi Tubuh
Dimensi Tubuh
TMT
JT
TSB
163.5
80
110.5
167
75.5
111
148.5
66
101.3
DG
4.8
4
4
Universitas Sumatera Utara
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
149.4
152.3
147.8
142.5
160.4
153.4
162
157.5
156
157.5
145.3
153.8
150
148.5
151.5
152
149.2
166.7
154.6
76.4
78.6
68
66
79
75
77
77
78
75
66.7
73
68.4
66.3
76.4
67
68
78
70
100.1
99.7
102
100.5
103.4
110.2
101.5
109
104
107
98.8
104
99.8
107.8
105
101
99.9
108.8
103.1
4
4.1
3.9
4.3
3.6
3.6
4.3
4.4
3.8
4.2
3.8
4.2
4.2
4
4.8
4.5
3.9
3.7
4.7
Sumber: Laboratorium E & APK dan Pengukuran Antropometri
5.2.
Pengolahan Data
5.2.1. Pengolahan Data Hasil Checklist Standard Nordic Questionnaire
Data hasil standard nordic questionnaire ditunjukkan dalam Tabel 5.6.
Adapun histogram dan grafik batang standard nordic questionnaire dapat dilihat
pada Gambar 5.3 dan Gambar 5.4.
Tabel 5.6. Pengolahan
LANDASAN TEORI
3.1.
Ergonomi
Peranan ergonomi sebagai disiplin ilmu tidak lepas dari aspek - aspek
manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi,
engineering, manajemen dan desain (perancangan). Ergonomi adalah suatu studi
tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya berinteraksi
untuk saling menyesuaikan dengan tujuan mencapai optimasi, efisiensi, kesehatan,
keselamatan dan kenyamanan ketika bekerja.
Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun
(desain) ataupun rancang ulang desain (re-desain). Perancangan tersebut meliputi
perangkat keras seperti misalnya perkakas kerja (tools), bangku kerja, patform,
kursi, pegangan alat keja dan lain sebagainya. Penerapan ergonomi dalam
meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja dalam hal perancangan
Universitas Sumatera Utara
fasilitas kerja adalah syarat utama dalam menciptakan keserasian sistem kerja
dengan manusia sebagai pengendalinya (man-machine system).
Perancangan fasilitas yang ideal harus menyesuaikan peranan dan fungsi
pokok dari komponen–komponen yang terlibat dalam sistem kerja tersebut. Salah
satu definisi ergonomi yang menitikberatkan pada penyesuaian desain terhadap
manusia didasarkan pada kemampuan dan keterbatasan manusia dengan
pekerjaannya terutama yang berkaitan dengan aspek pengamatan, kognitif, fisik
maupun psikologisnya (Nurmianto, 2008).
3.2.
Keluhan Musculoskeletal
Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal
yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat
sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama,
akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan
tendon.
Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan
Musculoskeletal disorsders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal.
Apabila pekerjaan berulang tersebut dilakukan dengan cara yang nyaman, sehat
dan sesuai dengan standar yang ergonomis, maka tidak akan menyebabkan
gangguan muskuloskeletal dan semua pekerjaan akan berlangsung dengan efektif
dan efisien. Secara garis besar keluhan otot yang terjadi dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1.
Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat
menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan hilang apabila
pembebanan dihentikan.
2.
Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.
Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih
terus berlanjut.
Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan
dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah
otot rangka (skeletal) yang meliputi leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung,
pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal tersebut,
yang paling banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (low back
pain = LBP).
Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang
berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi
pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi
apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20%. Peredaran darah ke otot
berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang
diperlukan. Bila suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat
terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang
menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.
Faktor yang dapat menyebabkan terjadi keluhan musculoskeletal sebagai
berikut.
1.
Peregangan otot yang berlebihan
Universitas Sumatera Utara
Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhakan oleh para
pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti
aktivitas mengangkat, menarik, mendorong dan menahan beban yang berat.
Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan otot yang
diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering
dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat
menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal.
2.
Aktivitas berulang
Aktivitas berulang merupakan pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus
seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkut dan sebagainya.
Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus
menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.
3.
Sikap kerja tidak alamiah
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian
bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan
terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya.
Semakin jauh posisi tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula
resiko terjadinya keluhan otot skeletal.
4.
Faktor penyebab sekunder
Faktor penyebab sekunder ini adalah berupa tekanan langsung dari jaringan
otot yang lunak atau getaran dengan frekuensi tinggi yang menyebabkan kontraksi
otot bertambah (Peter Vi, 2000).
Universitas Sumatera Utara
No
0
1
2
3
4
5
6
Keterangan
Jenis Keluhan
Sakit kaku di bagian leher
bagian atas
Sakit kaku di bagian leher
bagian bawah
Sakit di bahu kiri
Sakit di bahu kanan
Sakit lengan atas kiri
Sakit di punggung
Sakit lengan atas kanan
Universitas Sumatera Utara
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Sakit pada pinggang
Sakit pada bokong
Sakit pada pantat
Sakit pada siku kiri
Sakit pada siku kanan
Sakit pada lengan bawah kiri
Sakit pada lengan bawah
kanan
Sakit pada pergelangan
tangan kiri
Sakit pada pergelangan
tangan kanan
Sakit pada tangan kiri
Sakit pada tangan kanan
Sakit pada paha kiri
Sakit pada paha kanan
Sakit pada lutut kiri
Sakit pada lutut kanan
Sakit pada betis kiri
Sakit pada betis kanan
Sakit pada pergelangan kaki
kiri
Sakit pada pergelangan kaki
kanan
Sakit pada kaki kiri
Sakit pada kaki kanan
Sumber : Buku Ergonomi Manusia, Peralataan dan Lingkungan (Santoso, 2004)
Gambar 3.1. Standard Nordic Questionnaire (SNQ)
3.4.
Postur Kerja
Posisi tubuh dalam kerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang
dilakukan. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda
terhadap tubuh. Bekerja dengan posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain:
1. Pembebanan pada kaki
2. Pemakaian energi dapat dikurangi
3. Keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi (Grandjean, 1993)
Namun demikian kerja dengan sikap duduk terlalu lama dapat
menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan melengkung
Universitas Sumatera Utara
sehingga cepat lelah. Mengingat posisi duduk mempunyai keuntungan dan
kerugian, maka untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih baik tanpa pengaruh
buruk pada tubuh, perlu dipertimbangkan pada jenis pekerjaan apa saja sesuai
diterapkan posisi duduk. Pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi
duduk antara lain:
1. Pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki
2. Pekerjaan utama adalah menulis atau memerlukan ketelitian pada tangan
3. Tidak diperlukan tenaga dorong yang besar
4. Objek yang dipegang tidak memerlukan tangan bekerja pada ketinggian lebih
dari 15 cm dari landasan kerja
5. Diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi
6. Pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama
7. Seluruh objek yang dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan dengan
posisi duduk (Pulat, 1992)
Selain posisi kerja duduk, posisi berdiri juga banyak ditemukan di
perusahaan. Seperti halnya posisi duduk, posisi kerja berdiri juga mempunyai
keuntungan maupun kerugian. Sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik
maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan
teliti (Sutalaksana, 2000).
Pada dasarnya, berdiri lebih lelah dari pada duduk dan energi yang
dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan duduk.
Untuk meminimalkan pengaruh kelelahan dan keluhan subjektif maka pekerjaan
harus didesain agar tidak terlalu banyak menjangkau, membungkuk, atau
Universitas Sumatera Utara
melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah. Pertimbangan
tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri antara lain:
1.
Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut
2.
Harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg)
3.
Sering menjangkau ke atas, ke bawah dan ke samping.
4.
Sering melakukan pekerjaan dengan menekan ke bawah
5.
Memerlukan mobilitas tinggi (Pulat, 1992)
3.5.
ManTRA (Manual Task Risk Assessment) Tool
ManTRA (Manual Task Risk Assessment) tool merupakan alat penilaian
postur kerja yang dirancang oleh Burgess-Limerick et al,
pada tahun 2000.
Metode ini secara konseptual digunakan untuk menilai postur tubuh saat bekerja
berdasarkan indeks anggota tubuh bagian atas. Peneliti menggunakan alat ini
sebagai bagian dari objek permasalahan yang dibutuhkan untuk mengumpulkan
informasi mengenai total waktu untuk suatu tugas yang sedang dilakukan dan
menentukan penilaian menggunakan 5 skala poin dari lima karakteristik suatu
pekerjaan yakni waktu siklus (pengulangan), gaya yang dibutuhkan, kecepatan,
kekakuan postur, dan getaran.
Aplikasi manTRA mampu mengevaluasi resiko cedera (baik yang bersifat
mendadak maupun kumulatif) yang dialami oleh pekerja saat melakukan
pekerjaannya. Kesimpulan dari penilaian ini hanya dapat diterapkan pada individu
yang diteliti, bukan pada populasinya.
Universitas Sumatera Utara
Penerapan
metode ManTRA dilakukan dengan mengikuti prosedur
penilaian berdasarkan pengukuran total waktu (durasi) kerja, pengukuran faktor
resiko yang berulang, pengukuran faktor resiko akibat pengerahan tenaga,
pengukuran faktor resiko kekakuan, pengukuran faktor resiko getaran. Setelah
mendapatkan nilai-nilai penilaian dari setiap kriteria faktor resiko lalu dilakukan
interpretasi
penilaian
untuk menentukan tindakan lebih lanjut yang akan
dilakukan.
1. Pengukuran Total Waktu
Total waktu merupakan rata-rata dari total waktu suatu pekerjaan
dilakukan dalam suatu hari tertentu. Penilaian rata-rata total waktu dapat dilihat
dalam Tabel 3.1
Jam/hari
Skor
Tabel 3.1. Tabel Penilaian Resiko Waktu Siklus
0-2
2-4
4-6
6-8
1
2
3
4
jam/hari
jam/hari
jam/hari
>8
5
jam/hari
Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
2. Pengukuran Resiko Waktu Siklus Berulang
Pengulangan dinilai dengan mengevaluasi waktu siklus dan durasi suatu
tugas pada setiap bagian tubuh. Waktu siklus merupakan durasi waktu dari suatu
tugas yang dikerjakan lebih dari satu kalitan tanpa adanya gangguan. Penilaian
resiko waktu siklus berulang dapat dilihat dalam Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Tabel Penilaian Resiko Waktu Siklus Berulang
Waktu
>5
15
30 dtk–
10 dtk–
< 10 dtk
Siklus
menit
menit
1min
30dtk
1
2
3
4
5
Skor
Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
Universitas Sumatera Utara
Durasi adalah waktu dimana tugas yang memilki siklus berulang
dilakukan tanpa satu atau banyak gangguan. Kode durasi akan selalu sama untuk
setiap bagian dari tugas tertentu. Waktu siklus dan kode durasi dicantumkan
dalam tabel untuk menentukan nilai dari resiko yang berulang. Penilaian resiko
durasi kerja dapat dilihat dalam Tabel 3.3
Tabel 3.3. Tabel Penilaian Resiko Durasi Kerja
10
30
1
Wakt
mi
mi
<
jam
u
n–
n–
10mi
-2
Dura
30
1
n
Ja
si
mi
ja
m
n
m
1
2
3
4
Skor
>
2
h
r
5
Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
Faktor resiko yang berulang ditentukan dengan mencantumkan skor dari
waktu siklus dan durasi pada tabel resiko yang berulang. Penilaian resiko durasi
waktu dan waktu siklus dapat dilihat dalam Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Tabel Penilaian Resiko Durasi Waktu dan Waktu Siklus
Skor
Skor Durasi Waktu
Waktu
1
2
3
4
Siklus
1
1
2
3
1
1
2
3
4
2
2
3
4
4
3
2
3
4
5
4
3
4
5
5
5
5
4
4
5
5
5
Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
Universitas Sumatera Utara
3. Pengukuran Resiko Akibat Pengerahan Tenaga
Resiko pengerahan tenaga dapat dinilai dengan mengevaluasi gaya akibat
adanya kecepatan setiap bagian tubuh. Sama halnya dengan
resiko berulang
dengan durasi waktu dan waktu siklus, nilai dari resiko akibat pengerahan tenaga
ditentukan dari skor gaya dan kecepatan yang dicantumkan dalam Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Tabel Penilaian Faktor Resiko Gaya (Force)
Kategori Gaya
Minimal
Sedang
Maksimal
1-2
3-4
5
Skor
Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
Gaya merupakan penilaian dari usaha penggunaan otot pada suatu bagian
tubuh selama pekerjaan dilakukan dengan gaya maksimum yang dapat digunakan
oleh seseorang saat bekerja. Pekerjaan yang dilakukan dalam waktu yang singkat
dengan gaya yang sedang dinilai sama dengan pekerjaan yang dilakukan dalam
durasi yang lama dengan gaya yang sedang, karena pengukuran durasi dilakukan
secara terpisah. Kecepatan dinilai dari rata-rata keseluruhan gerakan saat
melakukan
suatu
pekerjaan.
Contohnya,
bila
suatu
tugas
kebanyakan
membutuhkan gerakan yang lambat dengan beberapa elemen cepat, itu akan
dinilai
sebagai langkah sedang dan akan mendapatkan skor 2. Skor 3 akan
diberikan hanya pada pekerjaan statis utama. Penilaian resiko kecepatan dapat
dilihat dalam Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Tabel Penilaian Resiko Kecepatan (Speed)
Sedikit
Cepat
Cepat dan
Katergori Pergerakan Cukup
atau
dan
TersentakKecepatan
Lambat
Cepat
Statis
Lancar
sentak
1
2
3
4
5
Skor
Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
Universitas Sumatera Utara
Resiko akibat pengerahan tenaga (resiko gabungan) ditentukan dengan
mencantumkan skor-skor dari gaya dan kecepatan dalam tabel resiko akibat
pengerahan tenaga. Penilaian resiko gabungan dapat dilihat dalam Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Tabel Penilaian Resiko Gabungan (Gaya dan Kecepatan)
Skor Kecepatan
Skor
Gaya
1
2
3
4
5
1
1
2
3
4
1
2
1
2
3
4
4
3
2
3
4
4
5
4
2
3
4
5
5
5
3
4
5
5
5
Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
4.
Pengukuran Resiko Kekakuan
Kekakuan didefinisikan sebagai derajat deviasi dari tulang sendi. Semakin
besar deviasi, semakin besar pula tingkat bahayanya. Penilaian dilakukan untuk
keseluruhan tugas, oleh karena itu harus menampilkan rata-rata dari berbagai
posisi tubuh untuk setiap bagian tubuh ketika melakukan pekerjaan. Penilaian
resiko kekakuan dapat dilihat dalam Tabel 3.8.
Tabel 3.8. Tabel Penilaian Faktor Resiko Kekakuan
Amount of
A
B
C
D
E
Awardness
Skor
1
2
3
4
5
Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
Keterangan:
A = Postur tubuh mendekati netral
B = Penyimpangan kecil dari kondisi netral ke satu arah
C = Penyimpangan kecil dari kondisi netral lebihdari satu arah
D = Penyimpangan melebihi dari jarak normal dari kondisi netral ke satu arah
E = Penyimpangan melebihi dari jarak normal dari kondisi netral lebih dari satu
arah
5.
Pengukuran Resiko Getaran
Universitas Sumatera Utara
Pekerjaan yang menimbulkan resiko getaran harus mempertimbangkan
kedua faktor berikut: keseluruhan tubuh dan getaran bagian tubuh. Getaran pada
keseluruhan tubuh akan berdampak pada lengan bawah dan tulang belakang ketika
getaran pada bagian tubuh menyerang kaki dan tangan bagian atas. Penilaian
dilakukan untuk keseluruhan tugas, oleh karena itu harus ditampilkan durasi ratarata dan tugas tersebut. Penilaian resiko getaran dapat dilihat dalam Tabel 3.9.
Amount of
Vibration
Skor
Tabel 3.9. Tabel Penilaian Resiko Getaran
Moderate
Large
None Minimal Amplitude Amplitude
1
2
3
Severe
amplitude
4
5
Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
Setelah mendapatkan semua penilaian untuk setiap karakteristik penilaian
selanjutnya dilakukan interpretasi nilai. Untuk setiap bagian tubuh, skor untuk
total waktu, pengulangan, pengerahan tenaga, kekakuan dan getaran dijumlahkan.
Jumlah dari skor untuk setiap bagian tubuh disebut resiko kumulatif, dan memiliki
rentang antara 5-25. Tindakan lebih lanjut perlu dilakukan bila salah satu bagian
tubuh memiliki :
1. Nilai faktor resiko untuk pengerahan tenaga sebesar 5
2. Jumlah dari nilai pengerahan tenaga dan kekakuan sebesar 8 atau lebih
3. Nilai kumulatif resiko dari keseluruhan tubuh sebesar 15 atau lebih.
Nilai tersebut dapat membantu memprioritaskan tugas untuk penilaian/
pengontrolan yang dianjurkan. Demikian juga, skor merefleksikan resiko terbesar
sehingga dapat memperhatikan bagian tubuh yang harus diperhatikan dan
dikontrol (Burgess, 2000).
Universitas Sumatera Utara
3.6.
Antropometri
3.6.1. Definisi Antropometri
Istilah antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri”
yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu
studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia Antropometri
adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik
tubuh manusia ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut
untuk penanganan masalah desain (Nurmianto,1991).
3.6.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengukuran Antropometri
Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi
ukuran tubuhnya. Di sini ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran
tubuh manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus
memperhatikan faktor-faktor tersebut yang antara lain adalah:
a.
Umur. Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah
besar, seiring dengan bertambahnya waktu, yaitu sejak awal kelahirannya
sampai dengan umur sekitar 20 tahunan. Dari suatu penelitian yang dilakukan
oleh A.F.Roche dan G.H.Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan bahwa
laki-laki akan tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia 21,2 tahun,
sedangkan wanita 17,3 tahun, meskipun ada sekitar 10 % yang masih terus
bertambah tinggi sampai usia 23,5 tahun (laki-laki) dan 21,1 tahun (wanita)
Setelah itu, tidak akan terjadi pertumbuhan bahkan akan cenderung berubah
Universitas Sumatera Utara
menjadi penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40
tahunan.
b.
Jenis kelamin (sex). Dimensi ukuran tubuh laki-laki umunya akan lebih besar
dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu
seperti pinggul, dan sebagainya.
c.
Suku/bangsa (ethnic). Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnik akan
memilki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainya.
d.
Jenis pekerjaan. Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya
persyaratan
dalam
seleksi
karyawan/stafnya.
Misalnya
buruh
dermaga/pelabuhan adalah harus mempunyai postur tubuh yang relatif lebih
besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran pada umumnya. Apalagi
dibandingkan dengan jenis pekerjaan militer.
e.
Cacat tubuh, dimana data antropometri disini akan diperlukan untuk
perancangan produk bagi orang-orang cacat (kursi roda, kaki/tangan palsu,
dan lain-lain).
f.
Tebal/tipisnya pakaian yang harus dikenakan, dimana faktor iklim yang
berbeda akan memberikan variasi yang berbeda-beda pula dalam pula dalam
bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian. Dengan demikian dimensi tubuh
orang akan berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain.
g.
Kehamilan
(pregnancy),
dimana
kondisi
semacam
ini
jelas
akan
mempengaruhi bentuk dan ukuran tubuh (khusus perempuan). Hal tersebut
jelas memerlukan perhatian khusus terhadap produk-produk yang dirancang
bagi segmentasi seperti ini (Sritomo, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Tahapan
perancangan
sistem
work
kerja
memperhatikan faktor antropometri secara
umum
space
design
dengan
adalah sebagai berikut
(Roevuck, 1995) :
1.
Menentukan kebutuhan perancangan (establish requirement)
2.
Mendefinisikan dan mendeskripsikan populasi pemakai
3.
Pemilihan sampel yang akan diambil datanya
4.
Penentuan sumber data (dimensi tubuh yang akan diambil)
5.
Penyiapan alat ukur yang akan dipakai
6.
Pengambilan data
7.
Pengolahan data
a. Uji kecukupan data
b. Uji normalitas data
c. Uji keseragaman data
d. Penentuan persentil
3.6.3. Dimensi Antropometri
Dimensi antropometri merupakan ukuran tubuh pada posisi tertentu. Data
ini dapat dimanfaatkan guna menetapkan dimensi ukuran produk yang akan
dirancang dan disesuaikan dengan dimensi tubuh manusia yang akan
mengoperasikan atau menggunakannya. Data antropometri tubuh yang diukur
dalam panduan survei data antropometri dapat dilihat pada Tabel 3.10 (Hartono,
2004).
No
1
2
Tabel 3.10. Pengukuran Dimensi Tubuh
Data yang Diukur
Cara Pengukuran
Tinggi tubuh
Jarak vertikal dari lantai ke bagian paling
atas kepala.
Tinggi mata
Jarak vertikal dari lantai ke bagian luar
sudut mata kanan.
Universitas Sumatera Utara
3
Tinggi bahu
4
Tinggi siku
Jarak vertikal dari lantai ke bagian atas
bahu kanan (acromion) atau ujung tulang
bahu kanan
Jarak vertikal dari lantai ke titik terbawah
di sudut siku bagian kanan.
5
Tinggi pinggul
Jarak vertikal dari lantai ke bagian
pinggul kanan.
6
Tinggi tulang ruas
Jarak vertikal dari lantai ke bagian tulang
ruas/buku
jari
tangan
kanan
(metacarpals).
7
Tinggi ujung jari
Jarak
vertikal dari lantai ke ujung jari
tengah tangan kanan (dactylion).
8
Tinggi dalam posisi duduk
Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian
paling atas kepala.
9
Tinggi mata dalam posisi Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian
duduk
luar sudut mata kanan.
10 Tinggi bahu dalam posisi Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian
duduk
atas bahu kanan
11 Tinggi siku dalam posisi Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian
duduk
bawah lengan bawah tangan kanan.
12 Tebal paha
Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian
paling atas dari paha kanan.
13 Panjang lutut
Jarak horizontal dari bagian belakang
pantat (pinggul) kebagian depan lulut
kaki kanan.
14 Panjang popliteal
Jarak horizontal dari bagian belakang
pantat (pinggul) kebagian belakang lutut
kanan.
15 Tinggi lutut
Jarak vertikal dari lantai ke tempurung
lutut kanan.
16 Tinggi popliteal
Jarak vertikal dari lantai ke sudut
popliteal yang terletak di bawah paha,
tepat di bagian belakang lutut kaki kanan.
Sumber: Panduan Survei Data Antropometri (Hartono, 2004)
Tabel 3.10. Pengukuran Dimensi Tubuh (Lanjutan)
No Data yang Diukur
Cara Pengukuran
17 Lebar sisi bahu
Jarak horizontal antara sisi paling luar
bahu kiri dan sisi paling luar bahu kanan.
18 Lebar bahu bagian atas
Jarak horizontal antara bahu atas kanan
dan bahu atas kiri.
19 Lebar pinggul
Jarak horizontal antara sisi luar pinggul
kiri dan sisi luar pinggul kanan.
20 Tebal dada
Jarak horizontal dari bagian belakang
tubuh ke bagian dada
Universitas Sumatera Utara
21
Jarak horizontal dari bagian belakang
tubuh ke bagian yang paling menonjol di
bagian perut.
22 Panjang lengan atas
Jarak vertikal dari bagian bawah lengan
bawah kanan ke bagian atas bahu kanan.
23 Panjang lengan bawah
Jarak horizontal dari lengan bawah
diukur dari bagian belakang siku kanan
ke bagian ujung dari jari tengah.
24 Panjang rentang tangan ke Jarak dari bagian atas bahu kanan
depan
(acromion) ke ujung jari tengah tangan
kanan dengan siku pergelangan tangan
kanan lurus.
25 Panjang bahu - genggaman Jarak dari bagian atas bahu kanan
tangan ke depan
(acromion) ke pusat batang silinder yang
digenggam oleh tangan kanan, dengan
siku dan pergelangan tangan lurus.
26 Panjang kepala
Jarak horizontal dari bagian paling depan
dahi (bagian tengah antara dua alis) ke
bagian tengah kepala.
27 Lebar kepala
Jarak horizontal dari sisi kepala bagian
kiri ke sisi kepala bagian kanan, tepat di
atas telinga.
28 Panjang tangan
Jarak dari lipatan pergelangan tangan ke
ujung jari tengah tangan kanan dengan
posisi tangan dan seluruh jari lurus dan
terbuka.
29 Lebar tangan
Jarak antara kedua sisi luar empat buku
jari tangan kanan yang diposisikan lurus
dan rapat.
30 Panjang kaki
Jarak horizontal dari bagian belakang
kaki (tumit) ke bagian paling ujung dari
jari kaki kanan.
31 Lebar kaki
Jarak antara kedua sisi paling luar kaki.
Sumber: Panduan Survei Data Antropometri (Hartono, 2004)
No
32
33
34
Tebal perut
Tabel 3.10. Pengukuran Dimensi Tubuh (Lanjutan)
Data yang Diukur
Cara Pengukuran
Panjang rentangan tangan ke Jarak maksimum ujung jari tengah tangan
samping
kanan ke ujung jari tengah tangan kiri.
Panjang rentangan siku
Jarak yang diukur dari ujung siku tangan
kanan ke ujung siku tangan kiri.
Tinggi genggaman tangan ke Jarak vertikal dari lantai ke pusat batang
atas dalam posisi berdiri
silinder (centre of acylindrical rod)
digenggam oleh telapak tangan kanan
Universitas Sumatera Utara
35
36
Tinggi genggaman ke atas
dalam posisi duduk
Panjang genggaman tangan ke
Depan
Jarak vertikal dari alas duduk ke pusat
batang silinder.
Jarak yang diukur dari bagian belakang
bahu kanan (tulang belikat) ke
genggaman telapak tangan kanan.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3.
Skala Pengukur (Kurva)
Alat ini juga dirakit dengan meter pengukur tinggi. Untuk mengukur lebar
tubuh dan bagian yang relatif pendek seperti leher, diameter kepala dan panjang
kaki.
4.
Martin goniometer
Dua kurva yang disambung pada satu ujung yang dapat dibuka dan
ditutup, dilengkapi dengan skala yang digunakan untuk mengukur dari 1 mm –
450 mm. Alat ini digunakan untuk mengukur kepala, lipatan lemak atau bagian
kecil tubuh.
5.
Metal Penggaris
Metal penggaris berukuran 150 mm dengan minimum skala 1 mm untuk
mengukur bagian kecil secara linier.
6.
Martin Caliper
Untuk mengukur bagian kecil dari telinga, wajah, jari kaki atau sudut-
sudutnya. Skala samping adalah tetap pada satu sisi dengan ukuran 200 mm x
1 mm dan pada sisi lain skala dapat digeser.
Caliper mempunyai skala 250 mm didepaknn dan dibelakang. Panjang sisi
lengan adalah tetap pada sudut kanan ke titik nol dan panjangnya 120 mm. Satu
ujung dari sisi lengan adalah tajam di sisi lain tumpul dan datar. Skala pada sisi
juga sama seperti diatas, namun dapat digeser sepanjang caliper. Gabungkan
kedua ujung lengan dan baca langsung skala. Ujung yang tajam biasanya
digunakan untuk kerangka sedang yang tumpul dan datar untuk tubuh hidup.
Universitas Sumatera Utara
7.
Kantong Kapas Alkohol
Letakkan kapas penyerap dan alkohol ke dalam kantong untuk
mensterilkan
ujung alat sebelum pengukuran dilakukan.
8.
Pita Pengukur
Alat ini digunakan untuk mengukur keliling dada atau kepala. Terbuat dari
metal, pemutaran otomatis. Panjang adalah 2 meter dengan skala pertambahan 1
mm (Poerwanto, dkk. 2008).
3.6.5. Aplikasi Distribusi Normal dalam Data Antropometri
Pemakaian distribusi normal dalam penetapan data antropometri sangat
umum diterapkan. Distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan harga ratarata (mean, X) dan simpangan standarnya (standard deviation, X) dari data yang
ada. Dari nilai yang ada maka persentil dapat ditetapkan sesuai dengan tabel
probabilitas distribusi normal. Sebagai contoh 95-th persentil akan menunjukkan
95% populasi akan berada pada atau dibawah ukuran tersebut, sedangkan 5-th
persentil akan menunjukkan 5% populasi akan berada pada atau dibawah ukuran
itu. Data antropometri ukuran 95-th akan menggambarkan ukuran manusia yang
terbesar dan 5-th persentil sebaliknya akan menunjukkan ukuran terkecil.
Pemakaian nilai-nilai persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data
antopometri dapat dijelaskan dalam Gambar 3.4. dan Tabel 3 (Sritomo, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Persentil
1 - St
2,5 – th
5 – th
10 – th
50 – th
90 – th
95 – th
97,5 – th
99 - th
Perhitungan
Χ - 2,325 x
Χ - 1,96 δ x
Χ - 1,645 δ x
Χ - 1,28 δ x
Χ
Χ + 1,28 δ
x
Χ + 1,645 δ x
Χ + 1,96 δ x
Χ + 2,325
x
Universitas Sumatera Utara
sering muncul diperoleh tanpa perhatian suatu langkah yang terlibat dalam suatu
proses (Hyman, 1998). Teknik perancangan berkenaan antara apa yang diinginkan
dengan bagaimana memperolehnya (Suh, 1990).
Teknik perancangan adalah
proses untuk mengenal suatu kebutuhan dan membuat sebuah sistem untuk
mencapai kebutuhan tersebut (Hales, 1993).
SEED (Sharing Experience in Engineering Design) mendefinisikan teknik
perancangan adalah total aktivitas yang dibutuhkan untuk menetapkan dan
menentukan solusi untuk suatu masalah yang belum diselesaikan sebelumnya,
atau membuat solusi baru untuk suatu masalah yang sama yang mana telah
diselesaikan sebelumnya dengan cara yang berbeda. Perancang menggunakan
kemampuan intelektual dan kreatifitasnya untuk menggunakan pengetahuan
umum dan memastikan spesifikasi produk dapat memenuhi kebutuhan pasar dan
kepuasan pelanggan agar dapat dihasilkan dengan metode yang optimum.
Suatu perancangan adalah suatu proses kreatifitas tetapi jika tidak
diarahkan secara sistematis maka kemungkinan untuk mengeluarkan hasil
rancangan melalui proses kreatifitas tersebut akan terbatas (Pahl and Beitz, 1996).
Metode
yang
digunakan
menggunakan
pendekatan
sistematis
yang
direkomendasikan untuk memperoleh proses perancangan dengan tahapantahapan aktivitas yang diperlukan pada setiap tingkatan perancangan (Nigel,
1994).
3.7.1. Empat Tahapan Perancangan Model Pahl dan Beitz
Universitas Sumatera Utara
Perancangan dengan pendekatan sistematis dapat dikelompokan menjadi
dua yaitu perancangan deskriptif dan preskriptif. Model deskriptif sebagai
penyelesaian masalah berdasarkan penekanan dalam menghasilkan solusi lebih
awal dari proses (Nigel, 1994). Salah satu kelemahan yang ditemukan pada
perancangan deskriptif, jika solusi yang diterapkan lebih awal tidak dapat
diwujudkan secara fisik maka konsep rancangan yang baru akan dihasilkan untuk
mengulang siklus rancangan. Proses ini biasanya disajikan dalam bentuk aliran
diagram yang menunjukan proses secara berulang.
Sebaliknya, model perancangan preskriptif mencoba untuk mendorong
perancang untuk bekerja pada suatu metodologi perancangan yang lebih
sistematis. Model ini lebih berfokus dalam menghasilkan kemampuan spesifikasi
sehingga permasalahan rancangan dapat ditentukan tanpa adanya elemen-elemen
lain yang perlu diabaikan. Pembangkitan beberapa konsep alternatif didorong
dengan pilihan akhir yang dibuat dengan seleksi alternatif perancangan yang
rasional. Salah satu sistem yang sangat direkomendasikan untuk model
perancangan preskriptif adalah metode Pahl dan Beitz yang telah berhasil dan
banyak digunakan para perancang dalam aspek rekayasa.
Pahl dan Beitz (1996) mengusulkan cara merancang produk yang terdiri
dari 4 kegiatan atau tahapan, masing-masing tahapan terdiri dari beberapa
langkah. Keempat tahapan tersebut adalah :
1.
Perencanaan dan penjelasan
Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengumpulkan informasi dari
kebutuhan perancangan yang harus dipenuhi oleh produk. Beragam teknik
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk menentukan fungsi dari produk dan batasan sistem dari
rancangan yang baru. Aktifitas ini mengacu kepada penyusunan daftar kebutuhan
part dari produk rancangan dan spesifikasi rancangan produk (berdasarkan
demand dan wish).
2.
Rancangan Konseptual Produk
Setelah spesifikasi rancangan telah dikembangkan, perancang dapat
menuangkan
ide-ide
kreatifnya
terhadap
produk.
Pemikiran
konvergen
(tradisional) yang mengedepankan keterampilan dari klarifikasi tugas berubah
menjadi divergen (modern) yang mengedepankan analisis dan evaluasi melalui
tahap konseptual, yang melibatkan perluasan lingkup untuk mengumpulkan ide
sebanyak mungkin. Tahap rancangan konseptual terdiri atas dua komponen utama
yakni sintesa terhadap solusi untuk menemukan kebutuhan (need) dan evaluasi
solusi untuk menentukan salah satu yang paling layak untuk menyelesaikan
masalah melalui spesifikasi rancangan.
3.
Rancangan Fisik (Secara Visual)
Perwujudan rancangan (rancangan fisik) dtentukan dan dirancang
berdasarkan solusi utama yang dipilih pada tahap konseptual. Tujuan dari tahap
ini adalah untuk mengembangkan kriteria fisik rancangan menjadi lebih detail dari
pada konseptualnya dan untuk menyempurnakan bentuk secara geometris,
dinamis dan dilakukan proses yang berulang-ulang secara alami sehingga analisis
dan sintesis yang digunakan saling melengkapi selama langkah-langkah perbaikan
banyak dilakukan. Tahap rancangan fisik diibaratkan sebagai jembatan antara
tahap rancangan konseptual dengan tahap rancangan detail. Input dari tahapan ini
Universitas Sumatera Utara
biasanya tidak lebih dari sebuah sketsa dan dokumen spesifikasi rancangan
produk. Tujuan dari tahap ini adalah untuk memperhalus informasi awal dan
mengembangkannya kepada titik dimana rancangan detail dan perencanaan
produksi dapat dimulai. Jadi tahap ini meliputi pemodelan secara defenitif yang
diikuti dengan kalkulasi dimensi, batas toleransi, material yang diharapkan dan
proses perakitannya.
4.
Rancangan Detail
Tahap akhir dari proses perancangan Pahl dan Beitz adalah rancangan
detail, dimana keputusan yang paling penting telah ditentukan. Rancangan dari
setiap kompoen harus diverifikasi dan informasi yang berhubungan dengan proses
pembuatan harus diselesaikan. Rancangan detail secara umum berhubungan
dengan rancangan dari subsistem dan komponen-komponen yang membuat
rancangan akhir.
Setiap tahapan proses perancangan berakhir pada hasil tahapan, seperti
tahapan pertama menghasilkan daftar persyaratan dan spesifikasi perancangan.
Hasil setiap tahapan tersebut kemudian menjadi masukan untuk tahapan
berikutnya dan menjadi umpan balik untuk tahapan yang mendahului. Perlu
dicatat pula bahwa hasil tahapan itu sendiri setiap saat dapat berubah oleh umpan
balik yang diterima dari hasil tahapan-tahapan berikutnya seperti pada Gambar
3.5.
Universitas Sumatera Utara
Penjelasan tugas
Menentukan spesifikasi
Perancangan konsep produk
Spesifikasi
Mengembangkan layout awal dan bentuk desain
Memilih layout terbaik
Memperbaiki dan mengevaluasi kriteria teknis dan ekonomi
Layout Awal
Optimalisasi dan Melengkapi bentuk desain
Cek kesalahan dan harga yang efektif
Persiapkan komponen awal dan dokumen produksi
Penyempurnaan Layout dan Bentuk
Konsep
Perancangan bentuk
Informasi : Adaptasi dari spesifikasi
Identifikasi masalah utama
Mengembangkan struktur fungsi
Mencari prinsip-prinsip solusi
Evaluasi terhadap kriteria teknis dan ekonomis
Penyempurnaan Prinsip Produk
Perencanaan dan
penjelasan produk
Tugas
Perancangan detail
Layout Akhir
Gambar detail
Melengkapi gambar detail dan dokumen produksi
Cek semua dokumen
Dokumentasi
Solusi
Sumber: Engineering Design, Systematic Approach (Gerhard, Pahl dkk, 1998)
Gambar 3.5. Proses Perancangan Pahl dan Beitz
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di UKM Cahaya Bakery Jl. Pelita VI No. 44,
Medan Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2016 sampai
Juli 2016.
4.2.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian untuk
mendeskripsikan secara sistematik, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan
sifat-sifat suatu objek tertentu (Sukaria, 2011). Penelitian deskriptif ini
berbentuk survey reasearch yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan
fakta-fakta dari gejala yang ada secara langsung dari orang-orang tertentu yang
dijadikan objek penelitian dan mencari suatu solusi yang akan diaplikasikan pada
UKM Cahaya Bakery untuk dapat merancang fasilitas kerja pada stasiun
pemanggangan guna menghindari resiko cedera kerja.
4.3.
Objek Penelitian
Objek yang diamati adalah operator yang bekerja pada bagian tungku
pemanggangan di UKM Cahaya Bakery dimana proses pemanggangan yang
Universitas Sumatera Utara
dilakukan operator masih secara manual, untuk itu perlu dirancang suatu fasilitas
kerja yang baru.
4.4.
Kerangka Berfikir
Keluhan musculoskeletal operator stasiun pemanggangan di pengaruhi
oleh postur kerja dan prosedur kerja pemanggangan. Keluhan musculoskeletal
disebabkan oleh fasilitas kerja tidak ergonomis . Fasilitas kerja usulan dirancang
untuk mendapatkan fasilitas kerja ergonomis untuk mengurangi resiko cidera saat
bekerja. Kerangka berfikir dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Kerangka Berfikir Penelitian
4.5.
Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:
a. Keluhan musculoskeletal: Keluhan rasa nyeri pada bagian tubuh operator
b. Deskripsi kerja : Tata urutan kerja pemanggangan
c. Postur kerja : Sikap tubuh saat bekerja
d. Dimensi antropometri : Ukuran bagian tubuh operator
e. Dimensi fasilitas kerja : Area stasiun kerja dan ukuran peralatan kerja
Universitas Sumatera Utara
f. Waktu siklus : Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu-satuan
produksi
4.6.
Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen untuk membantu dalam
pengumpulan data, seperti :
1. Standard Nordic Qustionare (SNQ) yang diberikan kepada operator
pemanggangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas dengan tujuan
untuk mengidentifikasi keluhan pada saaat bekerja.
2. ManTRA
checklist
merupakan
instrumen
yang
digunakan
untuk
mengumpulkan informasi mengenai nilai level faktor resiko postur kerja
operator pemanggangan.
3. Human Body Martin Model YM-17 merupakan instrumen pengukuran yang
digunakan untuk mendapatkan dimensi antropometri pada posisi berdiri.
4. Meteran merupakan instrumen untuk mengukur dimensi stasiun kerja aktual
5. Kamera atau vidio recorder merupakan instrumen untuk mengambil gambar
dan merekam kegiatan operator pemanggangan.
6. Stopwatch merupakan instrumen pengukuran waktu yang digunakan untuk
mendapatkan waktu total dan waktu siklus pemanggangan
4.7.
Metode Pengumpulan Data
Data penelitian ini diperoleh dengan cara :
a. Data musculoskeletal : Menggunakan kuisioner SNQ sebelum dan sesudah
bekerja.
Universitas Sumatera Utara
b. Data mantra : Menggunakan kuisioner mantra checklist.
c. Data antropometri: Pengukuran antropometri operator menggunakan alat
human body martin.
d. Dimensi fasilitas kerja : Pengukuran luas area kerja aktual dan peralatan
kerja menggunakan meteran.
e. Waktu siklus : Pengukuran waktu menggunakan stopwatch
4.8.
Pengolahan Data
Data yang diperoleh selanjutnya diolah untuk mendapatkan suatu
gambaran mengenai perancangan standar prosedur kerja dan fasilitas kerja
berdasarkan permasalahan yang ada. Tahapan pengolahan data penelitian dapat
dilihat pada Gambar 4.2.
Penentuan Modus Keluhan Operator Berdasarkan SNQ
Penilaian Postur Kerja dengan Mantra Checklist
Penentuan Data Antropometri Operator
Perancangan Fasilitas Kerja dengan Prinsip-Prinsip
Pahl dan Beitz
Gambar 4.2. Tahapan Pengolahan Data
Universitas Sumatera Utara
Setiap tahapan-tahapan pengolahan data tersebut akan dikaji berdasarkan
langkah-langkah pengolahan data. Adapun tahapan pengolahan data tersebut dapat
dilihat pada blok diagram pengolahan data.
4.8.1. Tahapan Pengolahan Data ManTRA
Tahapan pengolahan data mantra dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Penentuan Skor Resiko Berulang
Penentuan Skor Resiko Pengerahan Tenaga
Menghitung Skor Resiko Berulang
Menghitung Skor Resiko Pengerahan Tenaga
Menghitung Skor Resiko Kumulatif
Gambar 4.3. Blok Diagram Pengolahan Data ManTRA
4.8.2. Tahapan Pengolahan Data Antropometri
Tahapan pegolahan data antropometri dapat dilihat pada Gambar 4.4
Penentuan Rata-Rata, Xmin dan Xmaks
Uji Keseragaman Data Antropometri
Uji Kecukupan Data Antropometri
Uji Kenormalan Data
Penentuan Persentil
Gambar 4.4. Blok Diagram Pengolahan Data Antropometri
Universitas Sumatera Utara
4.8.3. Tahapan Perancangan Pahl dan Beitz
Tahapan perancangan pahl dan beitz dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Perencanaan dan Penjelasan Tugas
Perancangan Konsep Produk
Perancangan Bentuk Produk
Perancangan Detail
Gambar 4.5. Blok Diagram Pengolahan Data Pahl dan Beitz
4.9.
Analisis dan Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah dalam penelitian ini dilakukan melalui rancangan
fasilitas kerja untuk meningkatkan kenyamanan operator di bagian pemanggangan
roti di UKM Cahaya Bakery. Analisis akan dilakukan untuk melihat sejauh mana
pemecahan masalah yang diusulkan dapat mengatasi permasalahan yang dikaji.
Langkah-langkah proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Mulai
Studi Pendahuluan
Studi Literatur
Identifikasi Masalah Awal
Postur Kerja Operator dalam Proses Produksi yang tidak baik
Pengumpulan Data
1. Data primer
- Kuesioner SNQ
- Data postur kerja operator menggunakan ManTRA checklist
- Data dimensi tubuh dengan antropometri
- Data dimensi stasiun kerja aktual
- Data dimensi fasilitas kerja
2. Data sekunder
- Gambaran umum perusahaan
- Sejarah Usaha
- Pengelolaan Usaha
Pengolahan Data
1. Penentuan modus keluhan operator berdasarkan
SNQ
2. Pengolahan data Mantra
- Penentuan skor resiko berulang
- Penentuan skor resiko pengerahan tenaga
- Menghitung skor resiko berulang
- Menghitung skor resiko pengerahan tenaga
- Menghitung skor kumulatif
3. Pengolahan data Antropometri
- Menenentukan rata-rata,standar deviasi, Xmin dan Xmak
- Uji keseragaman data
- Uji kecukupan data
- Uji kenormalan data
- Penentuan persentil
4. Perancangan fasilitas kerja dengan
prinsip-prinsip Pahl dan Beitz
- Perencanaan dan penjelasan tugas
- Perancangan konsep produk
- Perancangan bentuk produk
- Perancangan detail
Analisis Pemecahan Masalah
Rancangan Fasilitas Kerja pada Stasiun Pemanggangan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 4.6. Langkah-Langkah Proses Penelitian
Universitas Sumatera Utara
BAB V
PENGUM
DATA
GUMPULAN DAN PENGOLAHAN DA
5.1.
Pengumpulan
lan Data
5.1.1. Deskripsi Ker
erja Operator
Deskripsi kerja yang
angan ditunjukkan
ng diakukan oleh operator stasiun pemanggang
pada Tabel 5.1.
No.
1
T
Tabel 5.1. Elemen Kegiatan Operator
Uraian Deskripsi Kerja
Operator
mengambil
G
Gambar
loyang dengan tangan
kanan
dengan
sikap
tubuh membungkuk ke
kanan
lalu
meletakkannya ke dalam
pallet besi yang berputar
didalam
tungku
satu-
persatu
untuk
dipanggang
kemudian
tungku ditutup. Kapasitas
1 loyang berisi 12 roti.
Kapasitas
tungku
loyang.
10
Proses
pemanggangan
berlangsung selama ±10
menit.
Universitas Sumatera Utara
2
Operator
koran
mengambil
dengan
tubuh
membungkuk,
membawanya
kemudian
koran
sikap
dan
meletakkan
didalam
loyang
yang lebih besar sebagai
alas roti yang telah jadi
dengan
sikap
tubuh
kembali membungkuk
No
3
Tabel
el 5.1. E
Elemen Kegiatan Operator (Lanjutan
an)
Uraian Deskripsi Kerja
G
Gambar
O
Operator mengisi loyang
llebih besar dengan roti
yyang
de
dengan
telah
sikap
be
berjongkok
matang
tubuh
dan
m
menjangkau
loyang-
lloyang disekitar loyang
yyang
lebih
besar.
K
Kapasitas 1 loyang besar
be
berisi 70 roti.
4
O
Operator
lloyang
memindahkan
besar berisi 70
rroti dengan kedua tangan
ke tempat penumpukan
de
dengan
sikap
m
membungkuk.
tubuh
Berat
Universitas Sumatera Utara
lloyang mencapai 35 kg.
5
O
Operator
memindahkan
lloyang-loyang yang telah
kosong yang berjumlah
10 loyang dengan sikap
ttubuh membungkuk ke
st
stasiun
pemotongan.
B
Berat loyang mencapai
11 kg untuk 7 loyang.
No
Tabel
el 5.1. E
Elemen Kegiatan Operator (Lanjutan
an)
Uraian Deskripsi Kerja
G
Gambar
Universitas Sumatera Utara
6
S
Setelah
roti
matang,
ope
operatormembuka tungku
llalu mengeluarkan loyang
de
dengan tangan kanan lalu
m
meletakkan
de
dengan
sikap
loyang
tubuh
m
membungkuk.
Sumber : Hasil Pengamata
atan
5.1.2. Fasilitas Kerj
erja Stasiun Pemanggangan
nis loyang sebagai
Fasilitas kerja
rja stasiun pemanggangan menggunakan 2 jenis
tempat adonan yang
ng akan dipanggang dan tempat roti, yangg masing-masing
donan) berukuran 86
memiliki dimensi yan
ang berbeda. Loyang yang kecil (tempat adona
x 36 x 6 cm, sedangka
ngkan loyang besar berukuran 62 x 51 x 18 cm.. IIlustrasi masingmasing loyang dapat
at di
dilihat seperti pada Gambar 5.1.
Sumber: Hasil Pengamata
atan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.1. Loyang Roti
5.1.3. Sketsa Stasiun Pemanggangan
Sketsa stasiun pemanggangan dapat dilihat dalam Gambar 5.2
Sumber: Hasil Pengamatan
Gambar 5.2. Sketsa Stasiun Pemanggangan
5.1.4. Data Standard Nordic Questionnaire (SNQ)
Standard Nordic Questionnaire (SNQ) dibuat untuk mengetahui keluhan
yang dialami oleh operator selama melaksanakan proses pemanggangan roti.
Kuesioner diberikan sebelum dan sesudah bekerja untuk melihat pengaruh
aktifitas pemanggangan terhadap keluhan operator. Kuesioner SNQ operator
stasiun pemanggangan dapat dilihat dalam Lampiran 1. Hasil rekapituasi data
SNQ dapat dilihat dalam Tabel 5.2. dan Tabel 5.3.
No.
Dimensi
Tabel 5.2. Rekapitulasi Data SNQ Operator Stasiun Pemanggangan
(Sebelum)
Tingkat Keluhan
No.
Tingkat Keluhan
Operator
Operator
Operator
Operator
Dimensi
Universitas Sumatera Utara
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
0
0
0
0
2
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
0
0
0
0
Sumber : Kuesioner SNQ
No.
Dimensi
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Tabel 5.3. Rekapitulasi Data SNQ Operator Stasiun Pemanggangan
(Sesudah)
Tingkat Keluhan
Tingkat Keluhan
No.
Operator
1
2
2
1
2
2
2
3
3
2
0
0
1
2
2
Operator
2
2
2
2
2
1
2
2
3
2
0
0
0
1
1
Dimensi
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Operator
1
0
0
2
2
3
3
1
2
3
3
1
1
2
2
Sumber : Kuesioner SNQ
Tingkat keluhan 0, 1, 2, 3 menunjukkan kondisi tidak sakit, agak sakit, sakit dan
sangat sakit.
5.1.5. Data Postur Kerja ManTRA Checklist
Universitas Sumatera Utara
Operator
2
0
0
1
2
3
3
2
2
2
2
1
1
1
2
Postur kerja dalam hal ini adalah sikap tubuh operator ketika melakukan
aktifitas pemanggangan. Kuisioner mantra checklist dapat dilihat dalam Lampiran
2. Prosedur kerja yang dinilai menggunakan mantra checklist dibagi menjadi 3
elemen kerja yaitu:
1. Elemen kerja mengambil dan meletakkan loyang
2. Elemen kerja mengambil dan mengisi roti ke loyang yang lebih besar
3. Memindahkan loyang besar dan memindahkan loyang kosong
Deskripsi kerja masing-masing adalah sebagai berikut:
a.
Pekerjaan yang dilakukan operator adalah pekerjaan repetitif (berulang)
dan berlangsung mulai jam 08.30 – 16.30 WIB atau ±7jam. Waktu
pengambilan dan peletakan loyang untuk 10 loyang adalah 2,15 menit.
Durasi mengambil dan meletakkan 1 loyang 7 detik untuk semua bagian
tubuh yang dinilai. Pada elemen kerja ini operator membungkuk 40-60˚
saat mengambil loyang, dengan berat loyang 4-4,5 kg lalu membawa
loyang untuk di letakkan ke dalam tungku dengan jarak ±2-5 meter (semua
loyang tidak tersusun dengan rapi). Sikap tubuh yang membungkuk dan
posisi tangan saat menjangkau yang disebabkkan kegiatan secara manual
dan
tidak
menggunakan
alat
yang
mendukung
menyebabkan
penyimpangan postur tubuh melebihi jarak normal. Tidak ada getaran yang
disebabkan oleh mesin maupun peralatan saat mengambil dan meletakkan
loyang.
b.
Waktu mengambil dan mengisi 70 roti ke loyang adalah ±45 detik untuk
semua bagian tubuh yang dinilai. Durasi mengambil dan mengisi 1 roti
Universitas Sumatera Utara
dalam loyang besar ±2 detik untuk semua bagian tubuh yang dinilai. Pada
elemen kerja ini operator membungkuk 20-40˚ selama proses kegiatan,
tungkai bawah menahan seluruh berat badan, dan lengan beberapa kali
berusaha menjangkau loyang-loyang yang berada diluar jangkauan
operator. Bagian leher/bahu berada posisi statis sedangkan tangan mengisi
roti dengan sangat cepat. Penyimpangan postur tubuh bagian tungkai
bawah dan punggung melebihi jarak normal, sikap menjangkau
menyebabkan salah tungkai bawah mendapat beban maksimal dari berat
tubuh, sedangkan pada bahu dan tangan mendapat penyimpangan kecil
namun lebih dari satu arah karena letak loyang-loyang tidak tepat. Tidak
ada getaran yang disebabkan oleh mesin maupun peralatan saat mengambil
dan meletakkan loyang.
c.
Waktu memindahkan loyang besar berisi 70 roti ±5 detik dan
memindahkan loyang kosong adalah ±30 detik ke stasiun pemotongan,
sehingga durasi pemindahkan loyang ±35 detik. Pada elemen kerja ini
operator membungkuk 40˚ untuk mengangkat loyang seberat 35 kg dengan
jarak 4-3 meter, tungkai bawah menahan tubuh agar stabil, punggung
menahan beban dan selama proses berada dalam sikap membungkuk,
bahu/leher menahan berat kepala, sedangkan tangan menahan berat beban.
Kegiatan pemindahan dilakukan dengan cepat namun bahu/leher berada
pada sikap statis. Sikap tubuh tungkai bawah dan punggung selama proses
melebihi jarak sikap normal ke satu arah sedangkan leher/bahu dan tangan
penyimpangan dikategorikan kecil karena bahu statis dan letak
Universitas Sumatera Utara
penumpukan loyang berada dalam jangkauan tangan. Tidak ada getaran
yang disebabkan oleh mesin maupun peralatan saat mengambil dan
meletakkan loyang.
5.1.6. Data Antropometri Operator
Data antropometri operator yang diukur dalam penelitian ini berupa tinggi
mata tegak (TMT), jangkauan tangan (JT), tinggi siku berdiri (TSB), dan diameter
genggam (DG). Data antropometri operator dapat dilihat dalam Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Dimensi Tubuh Operator
Dimensi Tubuh
Nama
TMT
JT
TSB
Sutrisno
163.5
80
110.5
Arianto
167
75.5
111
Rahmat
148.5
66
101.3
Daeli
149.4
76.4
100.1
Rizki
152.3
78.6
99.7
No
1
2
3
4
5
DG
4.8
4
4
4
4.1
Sumber: Pengukuran Antropometri Tubuh Dengan Human Body Martin 17
Data dimensi tubuh operator pada UKM Cahaya Bakery tidak cukup untuk
digunakan sebagai acuan dalam perancangan fasilitas kerja, sehingga dilakukan
penambahan data dimensi tubuh dari laboratorium E dan APK untuk praktikan
laki-laki dapat dilihat pada Tabel 5.5.
No
1
2
3
Tabel 5.5 Data Dimensi Tubuh
Dimensi Tubuh
TMT
JT
TSB
163.5
80
110.5
167
75.5
111
148.5
66
101.3
DG
4.8
4
4
Universitas Sumatera Utara
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
149.4
152.3
147.8
142.5
160.4
153.4
162
157.5
156
157.5
145.3
153.8
150
148.5
151.5
152
149.2
166.7
154.6
76.4
78.6
68
66
79
75
77
77
78
75
66.7
73
68.4
66.3
76.4
67
68
78
70
100.1
99.7
102
100.5
103.4
110.2
101.5
109
104
107
98.8
104
99.8
107.8
105
101
99.9
108.8
103.1
4
4.1
3.9
4.3
3.6
3.6
4.3
4.4
3.8
4.2
3.8
4.2
4.2
4
4.8
4.5
3.9
3.7
4.7
Sumber: Laboratorium E & APK dan Pengukuran Antropometri
5.2.
Pengolahan Data
5.2.1. Pengolahan Data Hasil Checklist Standard Nordic Questionnaire
Data hasil standard nordic questionnaire ditunjukkan dalam Tabel 5.6.
Adapun histogram dan grafik batang standard nordic questionnaire dapat dilihat
pada Gambar 5.3 dan Gambar 5.4.
Tabel 5.6. Pengolahan