Gambaran Mekanisme Koping Pada Pasien Luka Kaki Diabetes di Asri Wound Care Centre

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Luka Kaki Diabetes
1.1. Konsep luka kaki diabetes
Kaki diabetes adalah istilah yang digunakan untuk menyebut sekelompok
syndrom yaitu gangguan vaskuler, syaraf, atau kombinasi yang juga merupakan
dua dari tiga faktor predisposisi yang mengancam timbulnya suatu perlukaan pada
kaki. Faktor predisposisi ke tiga adalah tekanan mekanik. Dari faktor ke tiga
tersebut, neuropati merupakan faktor yang paling sering menyebabkan terjadinya
perklukaan atau sekitar 50-64% (Ekaputra, 2013).
Karena hal tersebut, para penyandang diabetes sering ditemukan dua
kondisi kaki seperti dibawah ini :
1.1.1. Neuropati kaki dengan hilangnya sensasi rasa tetapi dengan denyut nadi
kaki yang adekuat. Neuropati yng terjadi pada pasien diabetes bisa
meliputi neuropati sensori (pengontrolan sensasi), neuropati motorik
(pengontrolan motorik/otot), serta neuropati outonom (pengontrolan fungsi
seperti keringat, aliran darah dan denyut jantung) (Ekaputra, 2013).
1.1.2. Neuro-iskemia pada kaki dengan hilangnya sensasi rasa dan iskemia.
Iskemia menjadi penyebab tersebar tindakan amputasi dilakukan,
khususnya pada pasien dengan diabetes karena tidak adekuatnya
oksigenisasi dan perfusi jaringan yang menyebabkan gagalnya proses

penyembuhan. Meskipun disebutkan bahwa iskemia atau neuroiskemia

5
Universitas Sumatera Utara

6

lebih sedikit menjadi penyebab timbulnya luka kaki diabetes, hal ini lebih
berbahaya karena proses penyembuhan yang memakan waktu lebih lama
serta tingginya tingkat rata-rata amputasi (Ekaputra, 2013).
1.2. Proses terjadinya luka kaki diabetes
Luka diabetes terjadi karena kurangnya kontrol diabetes selama bertahuntahun yang sering memicu terjadinya kerusakan syaraf atau masalah sirkulasi
yang serius yang dapat menimbulkan efek pembentukan luka diabetes
(Maryunani, 2013 dalam Suryani, 2014).

1.3. Pengakajian luka kaki diabetes
1.3.1. Letak Luka : Letak luka pada pasien-pasien diabetes juga bisa
menggambarkan penyebab luka tersebut. Misalnya ; adanya perlukaan di
plantar pedis kemungkinan besar pasien mengalami neuropati, luka
kehitaman di ujung-ujung jari kaki bisa mengindikasikan kemungkinan

iskemia
1.3.2. Ukuran Luka : Meliputi panjang yang di ukur “ head to toe” atau vertika,
luas dan kedalaman luka. Selain itu di kaji juga adanya goa ( undermining
tissue) atau adaya sinius

1.3.3. Gambaran Klinis : Biasa digunakan istilah R ( Red) untuk luka kemerahan
atau granulasi, Y ( Yellow) untuk luka berslough, B (Black) untuk luka
nekrotik

Universitas Sumatera Utara

7

1.3.4. Eksudat : Mengacu pada moisture balance, pengkajian eksudat menjadi
sangat penting terutama mengenai jumlah dan tipe eksudat
1.3.5. Kulit sekitar luka : Melindungi kulit sekitar luka sangatlah penting,
terutama untuk luka-luka ber eksudat. Dengan perlindungan pada kulit
sekitarnya diharapkan tidak terjadi maserasi atau denudasi
1.3.6. Tepi luka : Tepi luka bisa menjadi informasi penting mengenai penyebab
dan status proses penyembuhan. Misalnya ; tepi luka yang irriguler dan

tajam mengkarekteriskkan luka karena gangguan arteri. Bila terlihat
epitelisasi pada tepi luka menunjukkn bahwa luka mengalami proses
penyembuhan
1.3.7. Nyeri : Kapan nyeri muncul, apakah terus menerus, atau dipacu oleh
faktor-faktor tertentu. Pada pasien dengan gangguan neuropati nyeri akan
sulit untuk dikaji
1.3.8. Re-Assessment : Tujuan dilakukan pengkajian ulang adalah untk
mengetahui adakah tanda-tanda komplikasi dan memonitor perkembangan
luka (Ekaputra, 2013).

Universitas Sumatera Utara

8

2. Mekanisme Koping
2.1. Pengertian mekanisme koping
Mekanisme koping adalah mekanisme yang digunakan individu untuk
menghadapi perubahan yang diterima (Nursalam, 2007). Apabila mekanisme
koping berhasil, maka orang tersebut akan dapat beradaptasi terhadap perubahan
yang terjadi. Kemampuan koping individu tergantung dari temperamen, persepsi,

dan kognisi serta latar belakang budaya/norma tempatnya dibesarkan (Nursalam,
2007).
Mekanisme koping adalah perubahan kognitifdan perilaku secara konstan
dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal maupun eksternal yang
melelahkan atau melebihi kemampuan individu (Lazarus dan Folkman, 1984).
Dapat disimpulkan mekanisme koping adalah upaya yang dilakukan individu baik
secara kognitif maupun perilaku dalam menghadapi atau menangani suatu
masalah dan situasi.
2.2. Jenis koping
Menurut Lazarus dan Folkman (1984), dalam melakukan koping, ada dua
strategi yang bisa dilakukan.
2.2.1. Koping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping).
Problem-focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur

atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang
menyebabkan terjadinya tekanan. Problem-focused coping ditunjukkan
dengan mengurangi demands dari situasi yang penuh dengan stres atau

Universitas Sumatera Utara


9

memperluas

sumber

untuk

mengatasinya.

Seseorang

cenderung

menggunakan metode problem-focused coping apabila mereka percaya
bahwa sumber atau demands dari situasinya dapat diubah. Contoh problemfocused coping yaitu mencari informasi mengenai suatu masalah,

mengumpulkan

solusi


yang

dapat

dijadikan

sebagai

alternatif,

mempertimbangkan alternatif dari segi biaya dan manfaatnya, memilih
alternatif, dan menjalani alternatif yang dipilih (Lazarus dan Folkman,
1984). Strategi yang dipakai dalam problem-focused coping antara lain
sebagai berikut:
a. Confrontative coping: usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap
menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi,
dan pengambilan risiko.
b. Seeking sosial support: usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional
dan bantuan informasi dari orang lain.

c. Planful problem solving : usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap
menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis.
2.2.2. Emotion-focused coping.
Emotion-focused coping, yaitu usaha mengenai stres dengan cara mengatur

respons emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang
akan ditimbulkan oleh satu kondisi atau situasi yang dianggap penuh
tekanan. Emotion-focused coping ditunjukan untuk mengontrol respon
emosionalnya melalui pendekatan perilaku dan kognitif. Contoh Emotionfocused coping yaitu menghindari, meminimalisir, menjaga jarak, selektif

Universitas Sumatera Utara

10

memilih perhatian, perbandingan positif, dan mencari nilai positif dari
sebuah peristiwa negatif (Lazarus dan Folkman, 1984). Contoh lain
Emotion-focused coping mengalihkan perhatian dari masalah yang dihadapi
dengan bersantai atau mencari kesenangan dengan pergi ke bioskop, cafe,
karoeke, berenang dan sebagainya (Fausiah dan Widury, 2005). Strategi
yang digunakan dalam Emotion-focused coping antara lain sebagai berikut:

a. Self-control: usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi yang
menekan.
b. Distancing, usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti
menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau
menciptakan pandangan-pandangan yang positif, seperti mrnganggap
masalah seperti lelucon.
c. Positive reappraisal: usaha untuk mencari makna positif dari permasalahan
dengan berfokus pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal
yang bersifat religius.
d. Accepting responsibility, usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri
dalam permasalahan yang dihadapinya dan mencoba menerimanya untuk
membuat semuanya menjadi lebih baik. Strategi ini baik, terlebih bila
masalah terjadi karena pikiran dan tindakannya sendiri. Namun, strategi ini
menjadi tidak baik bila individu tidak seharusnya bertanggung jawab atas
masalah tersebut.

Universitas Sumatera Utara

11


e. Escape/avoidance : usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari
situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti
makan, minum, merokok, atau menggunakan obat-obatan.
Kozier, Erb, Berman dan Synder (2004) mengklarifikasi koping
berdasarkan jangka waktunya menjadi dua tipe yaitu: mekanisme koping jangka
panjang dan pendek. Mekanisme koping jangka panjang bersifat konsuktif dan
realistis, contohnya berbicara dengan orang lain untuk mencari solusi dari
masalah yang dihadapi. Mekanisme ini melibatkan perubahan pola hidup seperti
makanan yang sehat, olahraga teratur, menyeimbangkan waktu luang dengan
waktu kerja, upaya penyelesaian masalah sebagai pengambilan keputusan
daripada marah atau respon yang konstruktif. Mekanisme koping jangka pendek
dapat menguragi stres yang sifatnya sementara dan berakhir pada cara inefektif
untuk menghadapi ralita. Contohnya dalam minum minuman beralkohol atau
obat-obatan dan mengandalkan keyakinan bahwa segalanya akan berhasil.
2.3. Penggolongan mekanisme koping
Menurut Suryani & Widyasih (2008) secara garis besar mekanisme koping
terdiri dari mekanisme koping adaptif dan maladaptif:
2.3.1. Mekanisme koping adaptif
Penggunaan koping yang adaptif membantu individu dalam beradaptasi
untuk menghadapi keseimbangan. Adaptasi individu yang baik muncul reaksi

untuk menyelesaikan masalah dengan melibatkan proses kognitif, efektif dan
psikomotor (bicara dengan orang lain untuk mencari jalan keluar suatu
masalah, membuat berbagai tindakan dalam menangani situasi dan belajar dari

Universitas Sumatera Utara

12

pengalaman masa lalu). Kegunaan koping adaptif membuat individu akan
mencapai keadaan yang seimbang antara tingkat fungsi dalam memelihara dan
memperkuat kesehatan fisik dan psikologi. Kompromi merupakan tindakan
adaptif yang dilakukan oleh individu untuk menyelesaikan masalah, lazimnya
kompromi dilakukan dengan cara bermusyawarah atau negosiasi untuk
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi, secara umum kompromi dapat
mengurangi ketegangan dan masalah dapat di selesaikan. Mekanisme koping
adaptif yang lain adalah berbicara dengan orang lain tentang masalah yang
sedang dihadapi, mencoba mencari informasi lebih banyak tentang masalah
yang sedang dihadapi, berdoa, melakukan latihan fisik untuk mengurangi
ketegangan masalah, membuat berbagai alternatif tindakan untuk mengurangi
situasi, dan merasa yakin bahwa semua akan kembali stabil, mengambil

pelajaran dari peristiwa atau pengalaman masa lalu.
2.3.2. Mekanisme koping maladaptif
Penggunaan koping yang maladaptif dapat menimbulkan respon negatif
dengan munculnya reaksi mekanisme pertahanan tubuh dan respon verbal.
Perilaku mekanisme koping maladaptif antara lain perilaku agresi dan menarik
diri. Perilaku agresi dimana individu menyerang objek, apabila dengan ini
individu mendapat kepuasan, maka individu tidak akan berperilaku agresi.
Perilaku agresi (menyerang) terhadap sasaran atau objek dapat merupakan
benda, barang atau orang atau bahkan terhadap dirinya sendiri. Adapun
perilaku menarik diri dimana perilaku yang menunjukan pengasingan diri dari
lingkungan dan orang lain, jadi secara fisik dan psikologis individu secara

Universitas Sumatera Utara

13

sadar pergi meninggalkan lingkungan yang menjadi sumber stresor misalnya ;
individu melarikan diri dari sumber stres. Sedangkan reaksi psikologis individu
menampilkan diri seperti apatis, pendiam dan munculnya perasaan tidak
berminat yang menetap pada individu. Perilaku yang dapat dilakukan adalah
menggunakan alkohol atau obat-obatan, melamun dan fantasi, banyak tidur,
menangis, beralih pada aktifitas lain agar dapat melupakan masalah.

Universitas Sumatera Utara