Tinjauan Pelaksanaan Program Pemantauan Lingkungan Kerja Fisik dan Kimia di PT. Taka Turbomachinery Indonesia Duri Riau Tahun 2014

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Lingkungan Kerja
Menurut Leavitt (1997) mendefinisikan lingkungan sebagai sebuah dunia

tempat tinggal kita yang relatif masih lapang, yang masih jarang baik penduduknya
maupun organisasi yang ada didalamnya. Menurut Ahyari (1986) secara umum
lingkungan kerja didalam perusahaan merupakan lingkungan dimana para karyawan
melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari. Kartono (1989) mengatakan bahwa
lingkungan kerja adalah kondisi-kondisi material dan psikologis yang ada dalam
perusahaan dimana karyawan tersebut bekerja.
Lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab dari keberhasilan dalam
melaksanakan suatu pekerjaan, tetapi juga dapat menyebabkan suatu kegagalan dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan, karena lingkungan kerja dapat mempengaruhi pekerja,
terutama lingkungan kerja yang bersifat psikologis. Sedangkan pengaruhnya itu
sendiri dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif (Sihombing, 2004).
Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan, salah
satunya adalah lingkungan kerja. Ravianto, (1986) mengemukakan lingkungan kerja
adalah segala sesuatu yang ada disekitar karyawan dan dapat mempengaruhi dirinya

dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Faktor-faktor yang termasuk
lingkungan kerja dan banyak pengaruhnya terhadap produktivitas kerja antara lain
kebersihan,pertukaran udara, penerangan, musik, keamanan, kebisingan.
Menurut Anoraga dan Widiyanti (2001) lingkungan kerja adalah segala
sesuatu yang ada disekitar karyawan dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam

Universitas Sumatera Utara

menjalankan tugas-tugas yang dibebankannya. Jadi lingkungan kerja disini
merupakan faktor yang penting dan besar pengaruhnya bagi perusahaan yang
bersangkutan. Nitisemito (2000) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai sesuatu
yang ada disekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang dibebankan.
2.1.1

Lingkungan Kerja Fisik
Manusia sebagai mahluk sempurna tetap tidak luput dari kekurangan, dalam

arti segala kemampuannya masih dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor
tersebut berasal dari diri sendiri (intern), dapat juga dari pengaruh luar (ekstern) Salah

satu faktor yang berasal dari luar adalah kondisi fisik lingkungan kerja yaitu semua
keadaan yang terdapat di sekitar tempat kerja seperti temperatur, kelembapan udara,
sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan
lain-lain. Hal-hal tersebut dapat berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerja
manusia (Wignjosoebroto, 1995).
Di dalam meningkatkan semangat kerja tidak terlepas dari lingkungan kerja
yang mendukung seperti kualitas lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah salah satu
unsur yang harus didaya gunakan oleh organisasi sehingga menimbulkan rasa
nyaman, tentram, dan dapat meningkatkan hasil kerja yang baik untuk meningkatkan
kinerja organisasi tersebut (Sihombing, 2004).
Lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja
yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan,
misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak, keamanan, kebersihan, musik dan
lain-lain (Nawawi, 2001). Lingkungan fisik adalah sesuatu yang berada disekitar para

Universitas Sumatera Utara

pekerja yang mmeliputi cahaya, warna, udara, suara serta musik yang mempengaruhi
dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan (Moekijat, 1995).
Menurut Gie (2000) lingkungan fisik merupakan segenap faktor fisik yang

bersama-sama merupakan suatu suasana fisik yang meliputi suatu tempat kerja.
Menurut Nitisemito (2000) lingkungan kerja dapat berpengaruh terhadap pekerjaan
yang dilakukan oleh para pegawai, sehingga setiap organisasi atau perusahaan harus
mengusahakan agar lingkungan kerja dimana pegawai berada selalu dalam kondisi
yang baik.
Menurut Cary Cooper (Rini, 2002) Kondisi kerja yang buruk berpotensi
menjadi penyebab karyawan mudah jatuh sakit, mudah stres, sulit berkonsentrasi, dan
menurunnya produktivitas kerja. Kondisi lingkungan kerja meliputi ruang kerja yang
tidak nyaman, panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruang kerja terlalu padat,
lingkungan kerja yang kurang bersih, dan bising atau berisik. Menurut Sihombing
(2004) menyatakan bahwa didalam meningkatkan semangat kerja pegawai tidak
terlepas dari lingkungan tempat kerja yang harus mendukung seperti kualitas
lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah unsur yang harus didaya gunakan oleh
organisasi sehingga menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan dapat meningkatkan
hasil kerja yang baik untuk meningkatkan kinerja organisasi tersebut
2.1.1.1 Unsur-Unsur Lingkungan Kerja Fisik
Lingkungan kerja fisik merupakan salah satu penyebab dari keberhasilan
dalam melaksanakan suatu

pekerjaan, tetapi juga dapat menyebabkan suatu


kegagalan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, karena lingkungan kerja dapat
mempengaruhi pekerja, terutama lingkungan kerja yang bersifat psikologis,

Universitas Sumatera Utara

sedangkan pengaruh itu sendiri dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif.
Menurut Anoraga dan Widiyanti (2001) kondisi lingkungan kerja fisik meliputi
aspek-aspek sebagai berikut
1. Pertukaran udara, yaitu agar setiap ruang diberi ventilasi yang cukup supaya
karyawan merasa nyaman saat bekerja.
2. Penerangan yang cukup, untuk pekerjaan yang memerlukan ketelitian maka
diperlukan penerangan yang cukup dan tidak menyilaukan.
3. Penerangan atau pencahayaan, fasilitas penerangan dalam ruangan yang cukup
memadai akan mendukung kelancaran dalam bekerja.
4. Kebisingan atau suara gaduh, bising yang ada dalam lingkungan kerja akan
mengganggu konsentrasi.
5. Tata ruang kerja, penataan, pewarnaan dan kebersihan setiap ruangan akan
berpengaruh terhadap karyawan pada saat melakukan pekerjaan.
Menurut As‟ad (1999) lingkungan fisik merupakan jenis lingkungan yang

berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja :
1. Tempat kerja di dalam atau di luar, jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan
waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, serta suhu.
2. Kondisi – kondisi penerangan.
3. Kondisi – kondisi ventilasi.
4. Kondisi – kondisi keriuhan suara.
5. Segi – segi berbahaya dan tak sehat.
A. Suhu Ekstrim

Universitas Sumatera Utara

Menurut Soeripto (2008) yang dimaksud dengan suhu ekstrim adalah suhu
tinggi (lingkungan tempat kerja panas) atau juga suhu rendah (lingkungan tempat
kerja yang dingin).
Thermal comfort Zone, Moore (1999) adalah kombinasi dari temperature
udara, kelembaban, radiant temperature, arus udara, dan hal yang berpengaruh di
dalam comfort zone adalah temperatur udara dan kelembaban.
Menurut American Society for Heating, refrigerating and air conditioning engineers
(ASHRAE Standard 55-56). Thermal comfort-that conditioning of mind which
expresses satisfaction with the thermal environment. Comfort Zone tidak absolut


tetapi tergantung dari kultur, musim, kesehatan, lapisan lemak seseorang, tebalnya
baju pakaian, kegiatan fisik. Kalau banyak kegiatan fisik maka comfort zone turun
kearah bawah.
B. Kebisingan
Kebisingan (Noise) adalah suara yang tidak dikehendaki. Menurut Wall
(1979), kebisingan adalah suara yang mengganggu. Sedangkan menurut Kep.Men
48/MEN.LH/11/1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu
usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan kerja (Subaris dan
Haryono, 2008).
Suara bising yang keras, tajam dan tidak terduga adalah penyebab gangguan
yang kerap dialami pekerja tulis menulis. Gangguan ini seringkali didiamkan saja
walaupun tindakan perbaikan yang sederhana dapat dilakukan apabila waktu dan
pikiran diluangkan untuk masalah itu. (Budiyanto, 1991). Sebagian besar dari

Universitas Sumatera Utara

pekerjaan kantor merupakan pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi pikiran, oleh
karena itu diusahakan agar jangan banyak terjadi suara-suara gaduh. Suara yang

gaduh menyebabkan kesulitan memusatkan fikiran, dalam menggunakan telepon dan
dalam melaksanakan pekerjaan kantor dengan baik. Seorang mungkin tidak
menyadari pengaruh kegaduhan suara, tetapi setelah beberapa waktu orang akan
menjadi sangat lelah dan lekas marah sebagai pengaruh suara yang gaduh. Pengaruh
suara yang gaduh adalah :
1. Gangguan mental dan syaraf pekerja.
2. Kesulitan mengadakan konsentrasi.
3. Kelelahan yang bertambah dan semangat kerja yang berkurang
(Moekijat, 2002).
Banyak sumber suara terdapat dalam kantor antara lain percakapan, gesekan
kursi-kursi pada lantai, dan mesin mesin kantor yang mengeluarkan suara. Kondisi
suara yang baik adalah kondisi suara yang tidak gaduh atau tenang, tidak terganggu
dari alat-alat kantor itu sendiri maupun dari luar kantor sehingga pekerja dapat
bekerja sebaik mungkin. Kebisingan dapat dikurangi dengan pengaturan maupun
pengendalian sumber suara, isolasi dari suara, penggunaan peredam suara,
penggunaan sistem akuistik dan pemakaian alat pelindung telinga.
Bunyi mempunyai definisi:
1. Secara fisis, bunyi adalah penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam
medium elastic seperti udara. Ini adalah bunyi objektif.


2. Secara

fisiologis,

bunyi

adalah

sensasi

pendengaran

yang

disebabkan

penyimpangan fisis yang digambarkan di atas. Ini adalah bunyi subjektif.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Doelle (1998) Bunyi dapat dihasilkan :
1. Di udara (airborne sound), misalnya suara manusia bercakap atau bernyanyi.
2. Karena benturan/tumbukan (impact sound) atau bunyi struktur (structure sound).
3. Karena getaran mesin.
Telinga normal tanggap terhadap bunyi diantara jangkauan frekuensi audio
sekitar 20 sampai 20.000 Hz. Gelombang bunyi yang merambat dari sumbernya
dengan muka gelombang berbentuk bola yang terus-menerus membesar, segera
melemah bila jarak dari sumbernya bertambah. Sebagian energinya akan dipantulkan,
diserap, disebarkan, dibelokkan atau ditransmisikan ke ruang yang berdampingan,
tergantung pada sifat akustik dindingnya.
Bising adalah semua bunyi yang mengalihkan perhatian, mengganggu atau
berbahaya bagi kegiatan sehari-hari. Dengan kata lain tiap bunyi yang tidak
diinginkan oleh penerima dianggap sebagai bising. Jadi pembicaraan atau musik
dianggap sebagai bising bila mereka tidak diinginkan. Seseorang cenderung
mengabaikan bising bila bising itu secara wajar menyertai pekerjaan, seperti mesin
ketik atau mesin di pabrik. Sumber bising dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
(1) bising interior bisa dari alat-alat seperti mobil, motor, kipas angin, AC, televisi,
radio, penghisap debu, mesin bor, dan (2) outdoor , seperti bunyi air hujan, angin, air
mengalir. Bising berfrekuensi tinggi lebih mengganggu dari pada bising frekuensi
rendah. Secara umum bising bias menghasilkan gangguan yang jauh lebih besar pada

malam hari dari pada siang hari.
Sebuah rumah sakit adalah jenis bangunan yang penghuninya sangat
dipengaruhi oleh bising. Karena itu pemilihan lokasi yang sesuai harus

Universitas Sumatera Utara

dipertimbangkan agar dapat mengurangi bising outdoor . Sedangkan bising interior
dalam rumah sakit disebabkan oleh:
1. Peralatan mekanik (mesin diesel, kompresor , AC, elevator ).
2. Fasilitas operasional (unit pipa ledeng, mesin cuci, mesin cetak, fasilitas masuk).
3. Fasilitas pelayanan pasien (tangki oksigen, trolley, alat-alat kesehatan).
4. Kegiatan karyawan dan pasien (pembicaraan, langkah orang berjalan).
Menurut Doelle (1998), bising yang cukup keras di atas 70 dB dapat
menyebabkan kegelisahan (nervousness), kurang enak badan, kejenuhan mendengar,
sakit lambung dan masalah peredaran darah. Bising yang sangat keras, di atas 85 dB
dapat menyebabkan kemunduran yang serius pada kondisi kesehatan seseorang pada
Pengaruh bising dapat menurunkan produktivitas dari pekerja. Hal ini telah
dibuktikan dalam bidang industri, produksi akan turun dan pekerja-pekerja akan
membuat lebih banyak kesalahan. Bila dipengaruhi oleh bising di atas 80 dB untuk
waktu yang lama. Sebaliknya, juga terbukti bahwa hal yang sama dapat terjadi bila

pekerja bekerja di tempat yang terlalu sunyi. Ini dibuktikan bahwa bising dalam
jumlah tertentu dapat ditolerir dan sebenarnya sejumlah bising dibutuhkan untuk
mempertahankan kesehatan jiwa. Bising buatan disebut acoustical deodorant.
Misalnya musik latar belakang yang dipilih secara tepat dan didistribusikan dengan
baik, seperti di ruang tunggu, hotel dan restoran.
Untuk mengendalikan bising yang disebabkan bantingan pintu dapat dihindari
dengan menggunakan penahan pintu karet. Lantai dapat ditutup dengan penutup
elastic (tegel karet, tegel gabus, tegel vinyl atau linoleum) untuk mengurangi bising

Universitas Sumatera Utara

benturan. Selain itu petugas rumah sakit juga dilatih untuk berbicara dengan sopan
dan menghargai orang lain, seperti tidak berbicara atau tertawa keras-keras.
C. Radiasi
Pemanfaatan tenaga nuklir secara positif dapat meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat serta turut mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tenaga nuklir disamping mempunyai
manfaat yang cukup besar dalam berbagai aplikasi di bidang industry, pertanian,
kesehatan, hidrologi, energy, pendidikan, dan lain-lain, juga mempunyai potensi
bahaya radiasi yang cukup besar, sehingga pemanfaatan itu harus berwawasan
keselamatan yaitu dengan membuat peraturan ketat dan dilaksanakan dengan seksama
serta dilakukan pengawasan agar potensi itu tidak menjadi kenyataan.
Beberapa pengertian yang berkaitan dengan radiasi di tempat kerja yang harus
dipahami terlebih dahulu untuk memudahkan pemahaman dalam mempelajari radiasi:
1. Radiasi adalah emisi energi yang dilepas dari bahan atau alat radiasi.
2. Radiasi Non Pengion adalah gelombang elektromagnetik yang mempunyai
panjang gelombang lebih besar dari 100 nanometer dengan energy sangat rendah,
sehingga tidak dapat mengionisasi media yang dilaluinya.
3. Pengamanan Dampak Radiasi (PDR) adalah upaya perlindungan kesehatan
masyarakat dari dampak radiasi melalui promosi dan pencegahan risiko atau
bahaya radiasi melalui kegiatan pemantauan, investigasi, dan mitigasi pada
sumber, media lingkungan, dan manusia yang terpajan bahan atau alat yang
mengandung radiasi.

Universitas Sumatera Utara

4. Nilai Ambang Batas (NAB) adalah standar faktor tempat kerja yang dapat
diterima dengan tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan
kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam/ hari
atau 40 jam/ minggu.
5. Radiasi Ultra Ungu (Ultraviolet) adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang
gelombang 180 nanometer sampai 400 nanometer (nm).
6. Nilai Ambang Batas yang diizinkan adalah dosis radiasi yang masih dapat
diterima oleh seseorang tanpa menimbulkan kelainan-kelainan genetic atau
somatik.
Jenis radiasi secara rinci meliputi radiasi pengion dan radiasi non pengion dan
salah satu dari jenis radiasi non pengion adalah radiasi optic meliputi ultraviolet dan
infra merah misalnya alat penegering, matahari, lampu halogen tungsiram, industry
kaca, sinar matahari, laser pengelasan. (Subaris dan Haryono, 2008).
Pemajanan radiasi sinar ultra ungu dapat terjadi dari alam maupun dari
sumber buatan manusia. Sinara matahari adalah suatu pajanan penting bagi tenaga
kerja yang bekerja di luar gedung. Proses industry seperti pengelasan dan beberapa
pekerjaan logam panas atau pijar menghasilkan radiasi ultra ungu. Absorpsi ultra
ungu dapat menghasilkan reaksi photo kimia dan menyebabkan pengaruh mencakup
protein “DNA cross linking”. Beberapa pengaruh pemajanan pemajanan ultra ungu
termasuk photokeratitis dan conjunctivitis, terutama setelah terpapar kepada ultra
ungu dengan panjang gelombang 270-280 nm. Tanda-tanda termasuk nyeri, keluar air
mata, tidak toleran terhadap sinar, kulit terbakar juga dihubungkan dengan pemajanan
ultra ungu yang berada pada (didalam) tangga 300 nm, penglihatan kabur dan suatu

Universitas Sumatera Utara

perasaaan ada pasir di dalam mata (welder flash). Kepada mereka yang bekerja
dengan bahan yang menimbulkan reaksi photosensitisasi harus menghindari pajanan
sinar matahari dan sumber ultra ungu yang lain dan mempersiapkan peringatanperingatan bila pajanan tidak dapat dihilangkan. Tenaga kerja diluar gedung dapat
menggunakan baik krim pelindung cahaya matahari maupun pakaian, yang tepat
(baju lengan panjang, celana, topi dan tutup leher) untuk melindungi kulit terbakar
dan berwarna coklat.
Mata para tenaga kerja dapat dilindungi terhadap sumber ultra ungu dengan
intensitas rendah (tekanan dari uap air raksa, lampu sinar matahari dan cahaya lampu
hitam) dengan menggunakan kacamata gelas atau kacamata plastik, goggles atau
tabir. Pakaian yang ringan atau krem penyerap ultra ungu akan melindungi kulit.
(Soeripto, 2008).
2.1.2

Lingkungan Kerja Kimia
Bahan kimia telah meningkatkan mutu kehidupan. Bahan kimia disektor

pertanian dalam bentuk pembasmian hama (pestisida) dan pupuk (fertilizer) telah
secara besar-besaran meningkatkan produksi makanan. Obat kemotrapi telah
memberikan kontribusi terhadap pengobatan kanker dan obat-obat baru terus menerus
secara konstan memasuki pasaran untuk pengobatan penyakit jantung misalnya. Serat
karbon secara luas digunakan dipabrik pembuatan bahan baru yang ringan, sementara
serat keramik digunakan sebagai bahan penyekat dan sering digunakan sebagai
pengganti asbestos.
Kini sesungguhnya setiap tempat kerja, tercemar oleh bahan kimia seperti
bahan pelarut yang digunakan untuk membersihkan dan menghilangkan minyak ,

Universitas Sumatera Utara

campuran cat dan pernis dan pelarut campuran yang kental dan bahan campuran
lainnya. Bahan kimia dalam bentuk padat dapat berubah dijadikan bubuk atau partikel
abu selama proses manufaktur dan dapat bersisa masuk kedalam udara ambient untuk
jangka waktu yang lama.
Gas dan uap digunakan dalam operasi industri seperti pengelasan dan
pendinginan, atau pada bermacam-macam proses kimia lainnya, gas juga
dipergunakan dirumah sakit sebagai bahan anestesi. laboratorium di sekolah,
universitas, badan penelitian, perwakilan pemerintah dan perusahaan perorangan
banyak menggunakan berbagai macam bahan kimia baik dalam jumlah besar maupun
kecil.
Menurut SNI No. 0575/PUSTAN/SNI-AS/VIII/2002 (2002), Asetilen (C2H2)
adalah gas yang tidak berwarna, mudah terbakar, dengan bau mirip bawang putih.
Asetilen adalah gas sintetis yang diproduksi dari reaksi kalsium karbid dengan air,
dan disimpan didalam silinder yang berisi cairan aseton. Asetilen banyak digunakan
untuk pemotongan besi dan pengelasan.
Lube oil atau oli pelumas adalah cairan atau padatan yang terbuat dari
campuran base oil (bahan dasar pelumas) dan additive. Base oil yang banyak
digunakan umumnya berasal dari minyak bumi (dihasilkan proses destilasi minyak
mentah di kilang). Pelumas yang mengguanak base oil dari minyak bumi, sering
disebut dengan pelumas mineral. Sedangkan additive oil adalah zat tambahan yang
digunakan untuk menambah performance dari base oil menjadi lebih baik dalam
penggunaan di beberapa aplikasi. Lube oil banyak digunakan untuk mengurangi suhu

Universitas Sumatera Utara

atau temperatur, mengurangi korosi atau karat, mengendalikan kehausan, dan
membersihkan kotoran atau kerak.
Bahan bakar diesel biasa juga disebut light oil atau solar adalah suatu
campuran dari hydrocarbon yang telah di distilasi setelah bensin dan minyak tanah
dari minyak mentah pada temperatur 200 sampai 340. Sebagian besar solar digunakan
untuk menggerakkan mesin diesel. Bahan bakar diesel mempunyai sifat utama yaitu
tidak berwarna atau sedikit kekuning-kuningan dan berbau, encer dan tidak menguap
dibawah temperatur normal, mempunyai titik nyala tinggi (40 C-100C), terbakar
spontan pada 350, mempunyai berat jenis 0,82-0,86, menimbulkan panas yang besar
(sekitar 10.500 kcal/kg), mempunyai kandungan sulfur lebih besar dibanding bensin,
dan memiliki rantai hidrokarbon C14 s/d C18.
2.1.2.1 Sifat Bahan Kimia
Aerosol (partikel) yaitu setiap sistem titik-titik cairan atau debu yang
mendispersi di udara

yang mempunyai ukuran demikian lembutnya sehingga

kecepatan jatuhnya mempunyai stabilitas cukup sebagi suspensi diudara. Perlu
diingat bahwa partikel-partikel debu selalu berupa suspensi.
a. Partikel dapat diklasifikasikan:
1.

Debu diudara (airbon dust) adalah suspensi partikel benda padat
diudara . Butiran debu ini dihasilkan oleh pekerjaan yang berkaitan dengan
gerinda, pemboran dan penghancuran pada proses pemecahan bahan-bahan padat.
Ukuran besarnya butiran-butiran tersebut sangat bervariasi mulai yang dapat
dilihat oleh mata telanjang (> 1/20 mm) sampai pada tidak kelihatan. Debu yang

Universitas Sumatera Utara

tidak kelihatan berada diudara untuk jangka waktu tertentu dan hal ini
membahayakan karena bisa masuk menembus kedalam paru-paru.
2.

Kabut (mist) adalah sebaran butir-butir cairan diudara. Kabut biasanya
dihasilkan oleh proses penyemprotan dimana cairan tersebar, terpercik atau
menjadi busa partikel buih yang sangat kecil.

3.

Asap (fume) adalah butiran-butiran benda padat hasil kondensasi
bahan-bahan dari bentuk uap. Asap ini biasanya berhubungan dengan logam di
mana uap dari logam terkondensasi menjadi butiran-butiran padat di dalam
ruangan logam cair tersebut. Asap juga ditemui pada sisa pembakaran tidak
sempurna dari bahan-bahan yang mengandung karbon, karbon ini mempunyai
ukuran lebih kecil dari 0,5  (micron)

b.

Non Partikel dapat diklasifikasikan:

1. Gas adalah Bahan seperti oksigen, nitrogen, atau karbon dioksida dalam bentuk
gas pada suhu dan tekanan normal, dapat dirubah bentuknya hanya dengan
kombinasi penurunan suhu dan penambahan tekanan.
2. Uap Air (Vavor) adalah bentuk gas dari cairan pada suhu dan tekanan ruangan
cairan mengeluarkan uap, jumlahnya tergantung dari kemampuan penguapannya.
Bahan-bahan yang memiliki titik didih yang rendah lebih mudah menguap dari
pada yang memiliki titik didih yang tinggi.
2.1.2.2 Pengaruh Bahan Kimia Terhadap Kesehatan
Faktor atau bahaya kimia berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan yang
sangat luas spektrumnya, dari yang ringan seperti bersin-bersin, kulit gatal sampai
yang berat seperti kelainan organ hati dan saraf, ginjal dan cacat fungsi paru, bahkan

Universitas Sumatera Utara

menimbulkan kanker, cacat bawaan bagi janin yang dikandung oleh pekerja yang
terpajan dan yang terberat adalah kematian. Bahan kimia dapat merupakan suatu zat
toksik yang tunggal atau berupa campuran senyawa kimia toksik. Sebagai contoh,
timbale kromat adalah senyawa kimia toksik yang tunggal, asbestos terdiri atas bahan
kimia yang komposisinya tidak jelas, tetapi merupakan variasi jenis serat dan mineral,
sedangkan bahan bakar bensin adalah bahan merupakan campuran dari banyak bahan
kimia. Komposisi suatu senyawa bahan kimia dapat bervariasi, misalnya komposisi
bensin bervariasi dengan tingkat oktan, industri penghasil, dan sebagainya. Bahan
kimia di tempat kerja dapat berupa kimia organik atau anorganik. Pekerja berisiko
adalah mereka yang bekerja dengan menggunakan bahan kimia.
Bahan kimia yang ada ditempat kerja sangat beragam jenis maupun
bentuknya, yang paling sering digunakan dalam dunia kerja dan dunia usaha adalah
seperti berikut.
1. Logam berat
Banyak logam berat yang digunakan di berbagai tempat kerja, jarang
dalam bentuk murni namun dalam bentuk senyawa seperti timbal, merkuri,
kadmium, krom, cobalt, arsen, aluminium, berilium, nikel dan mangan.
2. Solvent/Pelarut organik
Pelarut organik adalah kelompok senyawa hidrokarbon (HC), seperti
hidrokarbon alifatik, hidrokarbon aromatik, atau hidrokarbon bersubstitusi.
Pelarut organik yang paling banyak digunakan di industri antara lain asam
sulfat, asam fosfat, benzena, toluena, xylena, formaldehid, aseton,
tetraklorokarbon, trikloretilen, alkohol, alkali, dan ester.

Universitas Sumatera Utara

3. Gas dan uap
Gas dan uap di udara ada yang bersifat asphyxiants, iritasi lokal,
sensitasi dan yang toksik.
a. Gas asphyxians menimbulkan tubuh kekurangan oksigen (normal 20℅),
ada dua jenis yang berbeda cara kerjanya, yaitu gas simple asphyxians dan
gas chemichal asphyxians. Gas simple asphyxians menggantikan oksigen
secara fisik, seperti karbondioksida alifatik dengan bobot molekul rendah
(C1 sampai dengan C4) seperti gas metana, etana, propana, dan butana.
Gas chemical asphyxians melalui reaksi kimia atau menghambat
transportasi oksigen, seperti karbon monoksida, hidrogen sianida, dan asam
sulfida.
b. Gas dan uap yang dapat menyebabkan iritasi lokal terutama pada mukosa
mata dan saluran pernapasan.
c. Gas dan uap yang bersifat sensitasi yaitu menimbulkan respon imun
berlebih sehingga terjadi reaksi alergi, kelompok isosianat dan aldehida.
d. Uap dan gas yang bersifat toksik terhadap susunan saraf pusat seperti gas
karbon disulfida, hidrokarbon alifatik dan juap dari pelarut organik; toksik
terhadap pembentukan darah seperti arsin; dan bersifat karsinogen seperti
formaldehid, nikel karbonil, vinil klorida, dan monomer lainnya.
4. Pestisida
Pestisida adalah kelompok bahan kimia yang digunakan untuk
mengendalikan serangga, jamur, hama berbentuk tanaman dan lain-lain.
5. Partikel di udara

Universitas Sumatera Utara

Partikel di udara ada yang bersifat organic dan ada yang bersifat
anorganik. Partikel anorganik ada logam dan non logam. Partikel logam
seperti merkuri, besi, arsen dan mangan. Partikel anorganik yang non logam
ada yang bersifat fibrogenik seperti silika bebas, asbes dan debu batu bara,
dan ada yang bersifat non fibrogenik atau disebut debu inert seperti debu mika
dan talk. (Kurniawidjaja, 2010).
A. Pengaruh Asetilen Terhadap Kesehatan
Pernapasan: Asetilen adalah zat yang dapat menyebabkan sesak napas.
Perlu diperhatikan bahwa sebelum timbul sesak napas, maka batas bawah
flammability asetilen didalam udara akan terlampaui; kemungkinan menimbulkan
atmosfer yang kekurangan oksigen dan atmosfer yang bersifat ekskplosif.
Keterpaparan terhadap konsentrasi sedang dapat menimbulkan rasa pusing, sakit
kepala, dan pingsan.
B. Pengaruh Lube Oil Terhadap Kesehatan
Jika terjadi kontak dengan waktu yang singkat, relatif tidak berisiko
terhadap kesehatan. Namun dalam beberapa hal dapat juga menimbulkan iritasi
kulit yang sedang-sedang saja. Seharusnya tidak ada dampak yang luar biasa
sepanjang standar kesehatan industri diperhatiakn. Kontak yang sering dan
berlangsung lama dengan jenis pelumas mneral dalam beberapa hal dapat
menimbulkan beragam bentuk iritasi kulit, dalam kondisi sangat khusus dapat
menyebabkan kanker kulit. Jenis pelumas yang dapat mengakibatkan kondisi kulit
yang amat serius muncul bagi jenis pelumas yang sudah diproses dan yang
mengandung banyak aromatics yang lebih polycylic.

Universitas Sumatera Utara

C. Pengaruh Minyak Solar Terhadap Kesehatan
Berdasarkan standar OSHA 29 CFR 1910.1200 (Berbahaya) iritasi
pernafasan pusing, mual, pingsan. Pada pemaparan dalam waktu yang lama dan
waktu yang berulang-ulang akan menyebabkan iritasi kulit atau gangguan kulit
yang lebih serius. Selain itu dilaporkan juga dari penelitian bahwa produk ini ini
dapat menyebabkan kanker kulit pada manusia terhadap kondisi higiene
seseorang yang buruk, pemaparan dengan sinar matahari, waktu pemaparan yang
lama dan berulang-ulang.
2.2

Program Pemantauan Lingkungan Kerja
Menurut Dewan K3 Nasional, program K3 adalah upaya untuk mengatasi

ketimpangan pada empat unsur produksi yaitu manusia, sarana, lingkungan kerja dan
manajemen. Program ini meliputi administrasi dan manajemen, P2K3, tata ruang,
peralatan keselamatan kerja, pengendalian bahaya dan beracun, pencegahan
kebakaran, keadaan darurat, program pemantauan lingkungan kerja, penerapan K3
dan sistem evaluasi program (DK3N, 1993).
Lingkungan kerja yang manusiawi dan lestari akan menjadi pendorong bagi
kegairahan dan efisiensi kerja. Sedangkan lingkungan kerja yang melebihi toleransi
kemampuan manusia tidak saja merugikan produktifitas kerjanya, tetapi juga menjadi
sebab terjadinya penyakit atau kecelakaan kerja. Hanya lingkungan kerja yang aman,
selamat dan nyaman merupakan prasyarat penting untuk terciptanya kondisi
kesehatan prima bagi karyawan yang bekerja didalamnya. Untuk menjamin ke arah
itu diperlukan pemantauan lingkungan kerja terhadap semua, unit yang bertujuan:

Universitas Sumatera Utara

1. Memastikan apakah lingkungan kerja (tempat kerja) tersebut telah memenuhi
persyaratan K3.
2. Sebagai pedoman untuk bahan perencanaan dan pengendalian terhadap bahaya
yang ditimbulkan oleh faktor-faktor yang ada di setiap tempat kerja.
3. Sebagai data pembantu untuk mengkorelasikan hubungan sebab akibat terjadinya
suatu penyakit akibat kerja maupun kecelakaan.
4. Bahan dokumen untuk mengembangkan program-program K3 selanjutnya.
(Ichsan, 2001).
Pemantauan lingkungan kerja tidak hanya dilakukan dengan pengukuran
dengan pengukuran secara kualitatif, tetapi harus dilakukan melalui pengukuran
secara kuantitatif dengan menggunakan peralatan lapangan atau analisis laboratorium
agar diperoleh data obyektif. Meskipun belum ada norma dan kajian yang baku,
seyogianya pemantauan lingkungan kerja dilakukan sekerap mungkin untuk
mendapatkan data dan akurasi yang tepat.
Agar didapatkan tingkat kepercayaan yang tinggi dalam melakukan
pemantauan lingkungan kerja harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Dilakukan oleh personil yang memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang
K3, mampu melakukan pengumpulan data dan menganalisanya.
2. Menggunakan peralatan yang akurat dan terkalibrasi.
3. Menggunakan metode yang telah disepakati baik secara nasional maupun
internasional.
4. Diikuti dengan langkah membandingkan hasil pemantauannya terhadap standar

Universitas Sumatera Utara

(nilai) dan ketentuan yang ada, sekaligus menemukan awal penyebabnya.
Selanjutnya diupayakan untuk melakukan saran tindak lanjutnya (pengendalian).
(Ichsan, 2001).
Pemantauan lingkungan kerja (environmental monitoring ) akan memberikan
informasi dasar tentang luas dan besarnya potensi suatu pajanan bahaya kerja di
tempat kerja. Hasil pengukuran konsentrasi/ derajat pajanan bahaya di lingkungan
kerja kemudian dibandingkan dengan standar yang direkomendasikan dalam acuan
resmi. Pemantauan ini dapat dilaksanakan dalam bentuk :
a. Personal breathing zone sampling
Personal breathing zone sampling dilakukan dengan menggunakan alat

pengumpul debu/ uap kerja yang dilekatkan pada tubuh pekerja, sedekat mungkin
dengan hidung/ mulutnya, untuk jangka waktu tertentu. Kegunaan alat tersebut
untuk menangkap debu/ uap kerja yang sama pada saat bernapas, di sekitar
lingkar area pernapasan, sehingga alat tersebut turut bergerak bersama-sama
pekerja. Lingkar area pernapasan (breating zone) merupakan area setengah
lingkaran di depan muka dengan jari-jari 30 cm, yang diukur dari garis
pertengahan telinga.
Dengan cara pengukuran seperti itu, potensi pajanan yang sebenarnya lebih
memungkinkan untuk digambarkan, tetapi mempunyai kekurangan karena
volume pengumpulan contoh udara yang mengandung debu/ uap kerja sering kali
dibatasi oleh kapasitas pompa yang digunakan (biasanya menggunakan baterai).
Kadang-kadang penggunaan alat pengumpul debu/ uap kerja juga kurang praktis
karena alat tersebut terlalu besar/ berat.

Universitas Sumatera Utara

b. Positional/ fixed monitoring
Pemantauan ini dilaksanakan dengan meletakkan alat pengumpul debu/ uap
kerja di tempat yang strategis pada lingkungan kerja. Alat ini biasanya berukuran
lebih besar dan menggunakan tenaga listrik, digunakan untuk mengukur sumber
bahaya kerja yang keluar dari suatu tempat tertentu atau mengukur konsentrasi/
derajat pajanan bahaya di beberapa tempat kerja yang simultan.
Positional/ fixed monitoring berguna untuk mengevaluasi efektifitas tindakan

pengendalian yang telah dilaksanakan atau untuk menetapkan status kebersihan
lingkungan di suatu tempat kerja.
Konsentrasi debu/ uap kerja di udara (airborne contaminant) di suatu tempat
kerja sangat fluktuatif di tiap saat pada tiap ruangan tempat kerja. Dengan
demikian, untuk pengambilan contoh (sampling) debu/ uap kerja kita perlu
mempertimbangkan beberapa hal, yakni :
1. Lokasi alat pengumpul debu/ uap kerja harus diletakkan.
2. Pekerja yang harus diukur.
3. Jumlah alat pengumpul debu/ uap kerja yang diperlukan.
4. Lamanya, frekuensi dan waktu pengambilan contoh (Harrianto, 2009).
2.2.1

Pemantauan Bahaya Fisik Di Lingkungan Kerja

Bahaya yang berasal dari faktor fisik antara lain:
a. Bising, dapat mengakibatkan bahaya ketulian atau kerusakan indera
pendengaran.
b. Tekanan.
c. Getaran.

Universitas Sumatera Utara

d. Suhu panas atau dingin.
e. Cahaya atau penerangan.
f. Radiasi dari bahan radioaktif, sinar ultra violet atau infra merah.
Bahaya dapat diketahui dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber antara
lain dari peristiwa atau kecelakaan yang pernah terjadi, pemeriksaan ke tempat kerja,
melakukan wawancara dengan pekerja di lokasi kerja, informasi dari pabrik atau
asosiasi industri, data keselamatan bahan (material safety data sheet) dan lain-lain
(Ramli, 2010).
2.2.1.1 Pengukuran Suhu di Tempat Kerja
Suhu lingkungan di tempat kerja yang terlalu panas atau terlalu dingin
berbahaya terhadap kesehatan individu pekerja. Pajanan suhu lingkungan yang terlalu
panas disebut heat stress, sedangkan pajanan suhu lingkungan yang terlalu dingin
disebut cold stress. Pertukaran panas dengan suhu disekeliling tubuh diatur oleh
kontrol fisiologis yang sesuai dengan hukum fisika, yaitu dengan proses konduksi,
konveksi, evaporasi, radiasi, dan respirasi.
Bila uap atau gas pada suhu tertentu mengalir melewati suatu permukaan yang
mempunyai suhu berbeda, akan terjadi pertukaran panas dengan proses konveksi.
Dalam hal ini, tubuh mendapat penambahan atau kehilangan panas dari udara panas
dan dingin yang kontak dengan kulit. (Harrianto, 2009).
Untuk mengetahui tingkat tekanan panas harus diukur faktor-faktor yang
mempengaruhi sehingga diperlukan unit peralatan, yaitu:
1. Psycrometer, alat untuk mengukur suhu udara dan kelembaban nisbi.
2. Termometer globe, alat untuk mengukur tingkat radiasi.

Universitas Sumatera Utara

3. Termometer kata, alat untuk mengukur kecepatan gerakan udara.
4. Termometer basah alami, alat untuk mengukur suhu basah alami.
5. Anemometer/velometer, alat untuk mengukur kecepatan gerakan udara.
(Subaris & Haryono, 2008).
Metode Pengukuran
Dalam melakukan pengukuran suatu area atau lokasi kerja dan pajanan panas
personal ditempat kerja beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah.
1. Penentuan sampel.
2. Langkah pengukuran.
3. Kalkulasi hasil pengukuran.
Pengukuran temperatur lingkungan
1. Penentuan titik pengukuran
Untuk menentukan titik pengukuran hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
a. Area yang diduga secara kualitatif atau penilaian secara professional
(professional judgment) mengindikasikan adanya kemungkinan terjadinya
tekanan panas karena adanya sumber panas.
b. Adanya keluhan subjektif yang terkait dengan kondisi panas di tempat kerja.
c. Pada area tersebut terdapat pekerja yang melaksanakan pekerjaan dan
berpotensi mengalami tekanan panas.
Aspek lain yang harus diperhatikan adalah jumlah titik pengukuran. Secara umum
jumlah titik pengukuran dipengaruhi oleh jumlah sumber panas dan luas area yang
terpajan panas.
2. Lama pengukuran

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan SNI 16-7061-2004 tentang pengukuran iklim kerja (panas) dengan
parameter suhu basah dan bola

tidak dijelaskan berapa lama pengukuran

dilakukian pada setiap titik pengukuran, tapi hanya menyatakan bahwa
pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali selama 8 jam kerja yaitu pada awal shift,
tengah shift, dan akhir shift. Menurut OSHA technical manual lama pengukuran
indeks WBGT dapat dilakukan secara kontinyu (selama 8 jam kerja) atau hanya
pada waktu-waktu tertentu. Pengukuran seharusnya dilakukan dengan periode
waktu minimal 60 menit.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.405/Menkes/SK/XI/2002 yang
tercantum dalam persyaratan dan tata cara penyelenggaraan kesehatan lingkungan
kerja industri tentang suhu dan kelembaban adalah agar ruang kerja industri
memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:
1. Tinggi langit-langit dari lantai minimal 2,5 m.
2. Bila suhu udara > 30 ºC perlu menggunakan alat penata udara seperti Air
Conditioner (AC), kipas angin, dll.

3. Bila suhu udara luar < 18 ºC perlu menggunakan alat pemanas ruang (heater ).
4. Bila kelembaban udara ruang kerja > 95 % perlu menggunakan alat dehumidifier.
Bila kelembaban udara ruang kerja < 65 %

perlu menggunakan humidifier

(misalnya: mesin pembentuk aerosol).
2.2.1.2 Pengukuran Kebisingan di Lingkungan Kerja
Pengukuran kebisingan bertujuan untuk membandingkan hasil pengukuran
pada suatu saat dengan standar atau nilai ambang batas (NAB) yang telah ditetapkan.
Pengukuran yang ditujukan hanya untuk mengendalikan terhadap lingkungan kerja

Universitas Sumatera Utara

dilaksanakan di tempat dimana pekerja menghabiskan waktu kerjanya serta
dilaksanakan pada waktu pagi, siang, dan sore hari. Pengukuran yang bertujuan untuk
mengetahui efek kebisingan terhadap pendengaran perlu dilaksanakan secara intensif
selama jam kerja. Bila pekerja selalu berpindah tempat maka disamping dilaksanakan
pengukuran tingkat tekanan suara juga dicatat waktu selama pekerja berada di
tempat-tempat tersebut agar dapat diketahui apakah pekerja sudah terpajan
melampaui NAB.
Alat yang digunakan untuk pengukuran intensitas kebisingan adalah Sound
Level Meter (SLM) yang mempunyai beberapa jenis antara lain:
a. Precision Sound Level Meter.

b. General Purpose Sound Level Meter .
c. Survey Sound Level Meter .
d. Special Purpose Sound Level Meter.

Tindakan pencegahan dalam pengkuran:
1. Catat sebelum pengukuran
Catat tanggal dan waktu pengukuran, lokasi, kondisi cuaca, nama-nama
personil, tinggi mikrofon, lingkup pengukuran, kompensasi frekwensi dari
meteran tingkat kebisingan, kecepatan pencatuan kertas dari perekam tingkat,
model peralatan dan pabrik peralatan.
2. Pengaruh angin
Waktu mengukur kebisingan diluar rumah, pasanglah layar pencegah angin
pada mikrofon dari meteran tingkat kebisingan.
3. Tempat pengukuran

Universitas Sumatera Utara

Pilihlah lokasi yang tidak dipengaruhi oleh suara yang tidak bergema atau
yang terpengaruhi oleh medan magnetik, getaran-getaran, atau suhu ekstrim atau
kelembapan.
4. Periode pengukuran
Pilihlah waktu yang kebisingan latar belakangnya stabil dan tidak ada sumbersumber lainnya yang mempengaruhi pengukuran-pengukuran. Dimana sumber
masalah stabil, kebutuhan pengukuran hanya perlu berlangsung 2-3 menit. Tetapi
jika tingkat tekanan suara berbobot A sangat berfluktuasi, ukurlah selama 20 detik
atau lebih. Apabila ada kebisingan latar belakang dari lalu lintas mobil atau
sumber lain, ukurlah untuk waktu yang disebutkan sebelumnya dalam waktu
periode dimana efek-efek tersebut tidak kelihatan dengan jelas. Terutam bila
sedang merekam, makin lama perekamannya, makin baik.
5. Mengatur lingkup
Dapatkan ide tentang tingkat tekanan suara bebrbobot A sebelum pengukuran,
kemudian stel skala penuh dengan kelonggaran terentu yang bertanggung jawab
atas waktu pengukuran penuh.
Dengan sinyal-sinyal kejutan,puncak bentuk gelombang dapat keluar dari
skala meskipun pembacaan jarum (nilai yang terukur) mungkin tidak. Oleh karena
itu perlu mengawasi lampu pengingat kelebihan beban yang menyala bila suatu
bentuk gelombang memuncak. ;angkah pencegahan yang sama diperlukan unuk
perekam audio dan tidak hanya untuk alat-alat pengukuran.
6. Pelihara catatan-catatan selama pengukuran

Universitas Sumatera Utara

Dengan menggunakan indera pendengaran seseorang, bedakan antara suara
target dan kebisingan lainnya dan buatlah catata tentang itu pada kertas rekaman
selama pengukuran, cataatlah prubahan itu dalam status dan wakt hal itu terjadi
dan informasi terkait lainnya pada kertas rekaman. Misalnya suatu mesin berhenti
atau seseorang lewat didepan meteran tingkat kebisingan, buatlah catatan
mengenai satus dan waktu hal itu terjadi pada kertas rekaman.
7. Instruksi kepada orang-orang lain
Peringatkan orang-orang lain untuk tidak membuat suara-suara selama
merekam kebisingan.
8. Catatan-catatan titik pengukuran
Bedakan titik-titik perekaman dengan angka-angka atau cara-cara lainnya dan
terlebih dahulu tandailah hal-hal itu pada dokumen-dokumen yang disediakan.
Juga masukkan jarak dari sumber, dinding-dinding, dan sebagainya. Untuk
mengecek kembali titik pengukuran sesudah pengukuran, ambillah foto tempat
kerja.
9. Komunikasi selama pengukuran
Bila daerah perbatasan tak dapat dilihat dari sumber, tempatkan seseorang
pada sumber untuk memantau operasi dan seorang lain pada titik pengukuran,
keduanya berkomunikasi dengan transceiver . Bila ditemukan adanya pemuncakan
yang tinggi atau kejadian istimewa lainnya pada titik pengukuran maka orang
yang ada pada titik pengukuran harus menghubungi orang yang memantau
sumber dan mencatat informasi apa saja yang berguna yang dapat dilaporkan.
(Subaris dan Haryono, 2008).

Universitas Sumatera Utara

2.2.1.3 Upaya Pengamanan Dampak Radiasi Non Pengion
a. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) pada sumber, media lingkungan,
dan manusia (population at risk/masyarakat berisiko).
b. Kewaspadaan dini (penyuluhan, proteksi) apabila hasil PWS menunjukkan
eskalasi atau peningkatan kasus yang bermakna atau kecendrungan bahwa
Nilai Ambang Batas (NAB) melenihi nilai yang diperbolehkan.
c. Investigasi, dengan melakukan penyelidikan kasus bila ada laporan
keluhan masyarakat.
d. Mitigasi atau Remedial action berupa kegiatan tindak lanjut dari hasil
monitoring dan investigasi, yang diberikan pada pengelola program baik
lintas program, sektoral maupun masyarakat melalui penyuluhan,
pemberian sarana proteksi terhadap radiasi.
Kegiatan penunjang upaya pengamanan dampak radiasi
a. Penetapan

standar,

kriteria

persyaratan

kesehatan

dan

peraturan

perundang-undangan pengamanan dampak radiasi.
b. Kemitraan lintas program, lintas sektoral, dan asosiasi profesi.
c. Pembinaan dan penyuluhan masyarakat.
d. Pengembangan riset/kajian pengamanan dampak radiasi.
e. Pengembangan sarana/peralatan lapangan dan laboratorium yang telah
dikalibrasi oleh instansi yang berwenang dan prasarana penunjang
pengamana dampak radiasi.

Universitas Sumatera Utara

f. Pengembangan sumber

daya

manusia

yang profesional,

melalui

pendidikan, kursus, pelatihan teknis, studi banding ke Negara yang telah
melakukan pengamanan dampak radiasi dengan baik.
Pengembangan jaringan informasi antara lain lintas program, sektor di daerah dan
nasional, serta jaringan informasi secara regional maupun internasional. (Subaris dan
Haryono, 2008).
2.2.2

Pemantauan Bahaya Kimia di Lingkungan Kerja
Bahan kimia dewasa ini telah mencapai ratusan ribu jenis untuk berbagai

keperluan. Diantara bahan-bahan kimia tersebut, ada yang dapat digolongkan sebagai
bahan kimia yang tidak berbahaya dan beracun (non-B3) dan ada yang digolongkan
sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3). Secara umum bahan kimia yang
digolongkan sebagai B3, selain bahan radiasi memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Bahan kimia mudah terbakar.
Bahan mudah terbakar adalah bahan yang mudah bereaksi dengan oksigen
dan menimbulkan kebakaran. Reaksi kebakaran yang amat cepat juga dapat
menghasilkan ledakan. Bahan cair dinyatakan mudah terbakar bila titik nyala > 21
ºC dan < 55 ºC pada tekanan 1 atm. Bahan cair dinyatakan sangat mudah terbakar
bila titik nyala < 21 ºC dan titik didih > 20 ºC pada tekanan 1 atm.
Bahan mudah terbakar dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Zat padat mudah terbakar
Zat padat mudah terbakar dalam industri adalah belerang, fosfor,
kertas/rayon, hidrida logam dan kapas.
b. Zat cair mudah terbakar

Universitas Sumatera Utara

Contohnya adalah eter, alkohol, aseton, benzena, hekson, dan lain-lain.
Zat-zat tersebut pada suhu kamar menghasilkan uap yang dalam perbandingan
tertentu dapat terbakar oleh adanya api terbuka atau loncatan listrik.
Kecendrungan suatu pelarut organik untuk mudah terbakar ditentukan oleh
titik nyala, titik bakar, daerah konsentrasi mudah terbakar dan titik didih.
c. Gas mudah terbakar
Gas mudah terbakar dalam industri misalnya adalah gas alam,
hydrogen, asetilen, etilen oksida. Gas-gas tersebut amat cepat mudah terbakar
sehingga sering menimbulkan ledakan.
2. Bahan kimia mudah meledak
Bahan kimia mudah meledak adalah bila reaksi kimia bahan tersebut
menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan yang besar serta suhu yang tinggi,
sehingga menimbulkan kerusakan di sekelilingnya. Selain itu ada jenis lain yang
bersifat eksplosif, yaitu debu dan campuran eksplosif. Debu-debu seperti debu
karbon dalam industry batu bara, zat warna diazo dalam pabrik zat warna, dan
magnesium dalam pabrik baja adalah debu-debu yang sering menimbulkan
ledakan.
3. Bahan kimia reaktif terhadap air
Bahan kimia reaktif terhadap air adalah bahan yang bila bereaksi dengan
air akan menghasilkan panas dan gas yang mudah terbakar hal ini disebabkan zatzat tersebut bereaksi secara eksotermik yaitu mengeluarkan panas dan gas yang
mudah terbakar. Adapun bahan-bahan kimia tersebut adalah:
a. Alkali dan alkali tanah.

Universitas Sumatera Utara

b. Logam halida anhidrat.
c. Logam oksida anhidrat
d. Oksida non-logam halida.
4. Bahan kimia yang reaktif terhadap asam
Bahan reaktif terhadap asam akan menghasilkan panas dan gas yang
mudah terbakar atau gas-gas beracun dan korosif. Contohnya:
a. Kalium klorat/perklorat.
b. Kalium permanganate.
c. Asam kromat.
5. Bahan kimia korosif
Bahan korosif adalah bahan yang karena reaksi kimia dapat merusak
logam. Bahan kimia korosif antara lain adalah asam sulfat, asam nitrat, asam
klorida, natrium hidroksida, kalsium hidroksida dan gas belerang dioksida.
6. Bahan kimia iritan
Bahan iritan adalah bahan yang karena reaksi kimia dapat menimbulkan
kerusakan atau peradangan atau sensitisasi bila kontak dengan permukaan tubuh
yang lembab seperti kulit, mata, dan saluran pernapasan. Bahan iritan pada
umumnya adalah bahan korosif seperti asam trikloroasetat, asam sulfat, gas
belerang dioksida dapat bereaksi dengan jaringan tubuh seperti kulit, mata, dan
saluran pernapasan.
7. Bahan kimia beracun
Bahan dinyatakan sebagai beracun jika pemaparan melalui mulut LD50 >
25 atau 200 mg/kg berat badan, atau pemaparan melalui kulit LD50 > 25 atau 400

Universitas Sumatera Utara

mg/kg berat badan, atau melalui pernapasan LD50 > 0,5 mg/L atau 2 mg/L.
bahan-bahan beracun dalam industri

dapat digolongkan dalam beberapa

golongan, yakni:
a. Senyawa logam dan metaloid.
b. Bahan pelarut.
c. Gas-gas beracun.
d. Bahan karsinogenik
e. Pestisida.
8. Bahan kimia karsinogenik
Bahan lain yang dapat mengubah struktur genetik manusia seperti kanker,
mutagenesis.
9. Gas bertekanan
Bahan ini adalah gas yang disimpan dalam tekanan tinggi, baik gas yang
ditekan, gas cair, atau gas yang dilarutkan dalam pelarut dengan tekanan.
10. Bahan kimia oksidator
Bahan ini adalah bahan kimia yang mungkin tidak terbakar, tetapi dapat
menghasilkan oksigen yang dapat menyebabkan kebakaran pada bahan-bahan
lainnya. Bahan kimia oksidator bersifat eksplosif karena sangat reaktif atau tidak
stabil, selain itu mampu menghasilkan oksigen dalam reaksi atau penguraiannya
sehingga dapat menimbulkan kebakaran selain ledakan. (Cahyono, 2010).
2.2.2.1 IDENTIFIKASI BAHAYA BAHAN KIMIA

Universitas Sumatera Utara

Dalam upaya memastikan bahan kimia yang berbahaya ada di tempat kerja,
maka perlu dilakukan identifikasi awal. Identifikasi awal dapat dilakukan berdasarkan
pada:
1. Data bahan kimia yang diterima oleh pihak gudang.
2. Bahan kimia yang bisa dipergunakan oleh suatu tempat kerja.
3. Proses yang ada.
Identifikasi awal yang dilakukan secara umum memakai format berikut:
1. Nama bahan kimia
Keperluan untuk ini jelas, tetapi nama popular ataupun nama merek harus
diberikan sebagaimana nama kimianya. Hal ini seperti asam asetil salisilat yang
berarti aspirin bagi ahli kimia. Tidak mebingungkan operator yang telah
berpengalaman. Contoh lain adalah H2S bagi ahli kimia berarti hydrogen sulfide
bagi insinyur, kalsium hipoklorit sama dengan kapur klor, fenol menjadi asam
karbolat, dan soda kue menjadi soda bikarbonat.
2. Apa kondisi fisiknya?
Obyek ini untuk menentukan secara sederhana apakah bahan kimia yang
diterima berbentuk padat, cair, atau gas.
3. Apakah beracun?
a. Apakah menyebabkan akut?
b. Apakah menyebabkan kronis?
c. Apakah masuk melalui saluran makanan?
d. Apakah masuk melalui saluran pernapasan?
e. Apakah masuk melalui absorpsi?

Universitas Sumatera Utara

f. Apakah kadar toksisitas dapat segera ditentukan?
g. Berapakah Nilai Ambang Batas (MAC) nya?
Aspek lanjutan dari pertanyaan mengenai kadar racun adalah apakah kadar
racun dapat segera ditentukan dan apakah Nilai Ambang Batas (NAB) yang
dinyatakan dalam bagian per juta, yang menyatakan kondisi yang karyawan dapat
terpapar setiap hari tanpa mengalami efek yang berarti. Tetapi, peringatan harus
diberikan bahwa NAB, dalam konteks yang benar, hanya dapat diinterpretasikan
dengan benar oleh personil yang terlatih dalam higiene industri, dan tidak boleh
digunakan sebagai:
a. Indeks relatif atas bahaya atau kadar racun;
b. Alat evaluasi pada gangguan polusi udara;
c. Perkiraan potensi racun pada pemaparan terus-menerus yang tidak berhenti.
4. Berapakah?
a. Densitas uap?
b. Tekanan uap?
c. Titik beku?
d. Specific gravity?
e. Kelarutan dalam air?
Pengetahuan atas kelima karakter fisik diatas memberikan fakta dan informasi yang
terpisah dan berharga. Semua cairan akan menguap, tetapi kecepatan penguapannya
tergantung pada suhu dantekanan; secara umum cairan panas menguap lebih cepat
daripada cairan dingin. Tekanan uap cairan dan larutan harus diperhatikan, terutama

Universitas Sumatera Utara

pada suhu tuang. Hal ini sangat penting bila menyimpan drum berisi cairan
berbahaya. Kebocoran dari beberapa bahan kimia, dapat menimbulkan bahaya.
5. Apa bahan yang inkompatibilitas?
Beberapa bahan kimia beraksi hebat dengan bahan kimia lain dan bahanbahan yang berhubungan tersebut disebut inkompatibel. Sebagai contoh adalah
asitelene yang akan bereaksi hebat dengan klorin, sehingga kecelakaan yang
memungkinkan bergabungnya dua bahan kimia tersebut harus dicegah.