Geografi Dialek Bahasa Angkola Di Kabupaten Tapanuli Selatan

BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep
Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.
2.1.1 Dialek
Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialekto syang berarti varian dari
sebuah bahasa menurut penuturnya. Menurut Kridalaksana (2009:48) dialek
merupakan ragam bahasa yang berbeda-beda menurut pemakai ragam bahasa
yang dipakai oleh sekelompok bahasawan ditempat tertentu atau oleh golongan
tertentu dari suatu kelompok bahasawan yang hidup dalam waktu tertentu.
Menurut Sumarsono (2010:21-22) dialek merupakan bahasa sekelompok
masyarakat yang tinggal di suatu daerah tertentu.Perbedaan dialek dalam sebuah
bahasa ditentukan oleh letak geografis oleh kelompok pemakainya. Dialek
merupakan sistem kebahasaan yang digunakan oleh masyarakat untuk
membedakannya dari masyarakat lain yang bertetangga.
Mahsun (1995:11) menyatakan bahwa dialektologi merupakan ilmu tentang
dialek atau cabang dari linguistik yang mengkaji perbedaan-perbedaan isolek
dengan memperlakukan perbedaan tersebut secara utuh. Perbedaan isolek satu
dengan lainnya dianalisis sehingga dapat ditentukan eksistensi sebuah isolek
lainnya sehingga dapat ditentukan eksistensi sebuah isolek sebagai bahasa,

sebagai dialek atau subdialek.

5
Universitas Sumatera Utara

Selain itu Meillet dalam Nadra dan Reniwati (2009:1-2) mengemukakan
tiga ciri dialek yaitu:
(1)

Dialek adalah perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan

(2)

Dialek adalah seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-beda,
tetapi memiliki ciri-ciri umum yang mirip dengan bentuk ujaran lain dari
bahasa yang sama

(3)

Dialek tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah bahasa


2.1.2 Geografi Dialek
Geografi dialek merupakan cabang dialektologi yang mempelajarai
hubungan yang terdapat di dalam ragam-ragam bahasa, dengan bertumpu pada
satuan ruangan atau tempat terwujudya ragam-ragam tersebut (Debois, dkk dalam
Ayatrohaedi 1983:29). Perbedaan unsur kebahasaan berkaitan dengan faktor
geografis yang berhubungan dengan pemetaan perbedaan unsur-unsur kebahasaan
yang terdapat pada daerah pengamatan dalam sebuah penelitan. Geografi bahasa
merupakan penyelidikan mengenai distribusi dialek atau bahasa dalam wilayah
tertentu (Kridalaksana, 1984:58).
Menurut Keraf (1984:143), geografi dialek mempelajari variasi-variasi
bahasa berdasarkan perbedaan lokal dalam suatu wilayah bahasa. Geografi dialek
mengungkapkan fakta- fakta tentang perluasan ciri-ciri linguistis yang sekarang
tercatat sebagai ciri-ciri dialek.
Geografi dialek cenderung memaparkan hubungan antar ragam bahasa
yang bertumpu pada suatu ruang terwujudnya ragam-ragam itu pada saat
penelitian itu dilakukan (Ayatrohaedi 1979: 13 dari Jaberg, 1963: 13).

6
Universitas Sumatera Utara


Konsep di atas diharapkan akan ditemukannya bentuk dialek beserta
variasi kosa kata dari bahasa khususnya di Kecamatan Arse, Kecamatan Sipirok
dan Kecamatan Angkola Timur.
2.1.3 Isoglos dan Peta Bahasa
Isoglos adalah sebuah garis imajiner yang diterapkan pada sebuah peta
bahasa (Lauder, 1990:117). Menurut Kridaklaksana (1984:78), isoglos adalah
garis peta bahasa yang menadai batas pemakaian ciri atau unsur bahasa.
Ayathrohaedi (1983:31) menyatakan bahwa isoglos merupakan gambaran
umum mengenai sejumlah dialek akan tampak jelas jika semua gejala kebahasaan
yang ditampilkan dari bahan yang terkumpul selama dipetakan.
Menurut Nababan, (1993:19) Isoglos merupakan yang menghubungkan
dua tempat yang menunjukkan ciri atau unsur yang sama, atau garis yang
memisahkan dua tempat yang menunjukkan unsur yang berbeba pada bidang
Fonologi, Morfologi, Sintaksis dan Leksikon.
Ayatrohaedi (2003:9), Peta bahasa merupakan gambaran umum mengenai
sejumlah dialek yang akan tampak jelas jika semua gejala kebahasaan ditampilkan
dari bahan yang terkumpul selama penelitian itu dipetakan. Peranan peta bahasa
dalam geografi dialek mutlak diperlukan, dengan adanya peta bahasa perbedaan
maupun persamaan yang terdapat diantara dialek-dialek yang diteliti dapat dikaji

lebih jauh.
Peta bahasa dapat berupa peragaan (display maps) dan peta tafsiran
(interpretive maps).Peta peragaan merupakan peta yang berisi tabulasi data
lapangan agar data-data tersebut tergambar dalam perspektif yang bersifat

7
Universitas Sumatera Utara

geografis.Peta tafsiran merupakan peta yang membuat pertanyaan yang lebih
umum dengan menunjukkan distribusi variasi utama dari satu daerah ke daerah
yang lain (Chambers dan Trudgill, 1980:29).
Pada penelitian “ Geografi Dialek Bahasa Angkola di Kabupaten Tapanuli
Selatan” penulisan varian menggunakan sistem lambang, yaitu varian yang sama
pada satu bentuk dasar yang sama akan dituliskan dengan lambang yang sama,
untuk varian yang berbeda digunakan lambang y

ang berbeda (Ayatrohaedi,

1979. 52).
2.1.4 Bahasa

Bahasa adalah salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan
manusia, bahasa berkembang seiring dengan perkembangan manusia karena salah
satu sifat bahasa adalah dinamis (Chaer, 2007).
Gorys keraf (1997:1) bahasa merupakan alat komunikasi masyarakat yang
berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.Jadi, dapat disimpulkan
bahwa bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang digunakan manusia satu
dengan manusia yang lainnya yang berasal dari alat ucap yang memiliki makna.
2.1.5 Bahasa Angkola
Bahasa Angkola adalah salah satu bahasa di Sunatera Utara. Bahasa
Angkola dipergunakan masyarakat Angkola dalam melakukan aktivitas dan untuk
berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Daerah pemakaian bahasa Angkola
sangat luas bila dilihat dari segi geografisnya, karena daerah pemakainya tidak
hanya di Kabupaten Tapanuli Selatan, setelah pemekaran pemakai bahasa

8
Universitas Sumatera Utara

Angkola tersebar di Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara,
Kabupaten Mandailing Natal dan Kota Padang Sidempuan.


2.2 Landasan Teori
Penelitian ini dianalisis berdasarkan teori dialektologi struktural.
Dialektologi struktural ini diawali oleh penelitian Weinreich (1954) yang hasilnya
disampaikan dalam salah satu seminar dalam bentuk makalah yang berjudul “Is a
structural dialectology passible? ” Dialektologi struktural merupakan salah satu

upaya untuk menerapkan dialektologi dalam membandingkan varietas bahasa
(Chambers,1980:41).
Mahsun (1995:23) menyatakan bahwa dialektologi mengkaji perbedaan
unsur-unsur kebahasaan yang mencakup seluruh bidang linguistik yaitu fonologi,
morfologi, sintaksis, leksikon dan semantik, Akan tetapi

perbedaan unsur

kebahsaan yang akan diteliti dari bidang leksikon. Dikatakan perbedaan dalam
bidang leksikon jika leksem-leksem yang digunakan untuk merealisasikan suatu
makna yang sama tidak berasal dari satu etimon prabahasa (Mahsun, 1995:54).
Contohnya pada bahasa Batak Toba kata „bakar‟yaitu tutuŋ dan idalaŋ.
Teori yang telah dipaparkan di atas akan menunjukkan seperti apa
perbandingan antara variasi dialek yang akan muncul di Kecamatan Sipirok,

Kecamatan Angkola Timur, Kecamatan Arse.
Variasi leksikon dialek bahasa Batak Mandailing di Kabupaten Tapanuli
Selatan akan dianalisis berdasarkan teori dialektologi struktural. Dialektologi
struktural tidak hanya mengelompokkan variasi-variasi yang memiliki kesamaan

9
Universitas Sumatera Utara

bentuk secara fonetis atau tidak, teori ini

membandingkan bentuk-bentuk

individual tanpa melihat persamaan atau perbedaan tetapi melihat konstituen
sistemnya.

2.3 Tinjauan Pustaka
Tinjauan adalah hasil meninjau pandang, pendapat sesudah menyelidiki
atau mempelajari (Alwi, 2005:1198). Pustaka adalah kitab, buku primbon
(Alwi,2005:912). Penelitain mengenai bahasa Batak Mandailing sudah banyak
dilakukan sebelumnya. Namun penelitian geografi dialek bahasa mandailing di

Kecamatan Tapanuli Selatan belum ada yang meneliti. Penelitian geografi dialek
sudah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya antara lain:
Bangun, dkk (1982) dalam penelitiannya yang berjudul : “Geografi Dialek
Bahasa Toba” dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptip komperatif
dengan teknik observasi, perekam atau pencatatan tak langsung, pencatatan
langsung dan transkripsi dan terjemahan. Teori yang digunakan dalam penelitian
ini berupa daftar pertanyaan, pembahan, alih tulis fonetik. Hasil dari penelitian ini
menyatakan bahwa

bahasa Batak Toba terdiri dari lima dialek yaitu dialek

Slinding, dialek Toba, dialek Samosir, dialek Sibolga.
Widayati (1997) dalam tesisnya “ Geografi Dialek Bahasa Melayu di
Wilayah Timur Asahan” yang mengkaji bidang fonologi dan leksikal dengan hasil
bahwa bahasa Melayu Asahan memiliki dua kelompok fonem dan delapan belas
fonem konsonan dalam deskripsi morfologi terdapat korespondensi afiks dalam
bahasa Melayu Asahan yang secara umum dibedakan dari segi fonem vokal saja

10
Universitas Sumatera Utara


begitu juga deskripsi leksikal yang menunjukkan adanya perbedaan dengan
bahasa Melayu umum dan bahasa Melayu Asahan terdapat dua dialek yaitu
Batubara dan dialek Tanjung Balai.
Riswani Nasution (2001) dalam skripsinya yang berjudul “Geografi Dialek
Bahasa Maindailing di Kecamatan Lembah Melintang” membahas mengenai
variasi-variasi pada bidang leksikon dan fonologi.
Yonelda (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Geografi Dialek Bahasa
Batak Toba di Kabupaten Samosir” dalam penelitian ini menggunakan metode
cakap dalam pengumpulan data dan metode analisis data dengan menggunakan
metode padan, metode berkas isoglos, dan metode dialektrometri. Teori yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu teori dialektologi struktural. Hasil dari
penelitian ini bahwa peneliti menyatakan terdapat 79 variasi leksikal dari 100
kosakata yang digunakan di tiga kecamatan di Kabupaten Samosir.
Basaria Simajuntak (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Geografi
Dialek Bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasudutan” Penelitian ini
menggunakan metode cakap dalam pengumpulan data, metode padan, metode
berkas isoglos dan metode dialektrometri dalam analisis data. Teori yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori dialektologi struktural. Hasil
dari penelitian ini bahwa di Kabupaten Humbang Hasudutan memperlihatkan

variasi fonemis dan variasi leksikon. Berdasarkan hasil dialektrometri bahasa
Batak Toba di Kabupaten ini terdiri atas dua dialek yaitu dialek Humbang
Husundutan dan dialek Humbang Husundutan Selatan.

11
Universitas Sumatera Utara

Diana Novita (2015) dalam skripsinya yang berjudul “Geografi Dialek
Bahasa Minangkabau di Kabupaten Pesisir Selatan” penelitian ini menggunakan
menggunakan metode cakap dalam pengumpulan data, metode padan, metode
berkas isoglos dan metode dialektrometri dalam analisis data. Teori yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan dialektologi struktural. Hasil dari
penelitian ini bahwa di Kabupaten Pesisir Selatan terdapat dua subdialek yaitu
sudialek Linggo Sari Baganti dan subdialek Pancung.

12
Universitas Sumatera Utara