Geografi Dialek Bahasa Minangkabau di Kabupaten Pesisir Selatan

(1)

GEOGRAFI DIALEK BAHASA MINANGKABAU DI

KABUPATEN PESISIR SELATAN

SKRIPSI

OLEH

NAMA

: DIANA NOVITA

NIM

: 110701007

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

PERNYANTAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memeroleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis yang diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar sarjanayang saya peroleh.

Medan, Juli 2015 Penulis,


(3)

GEOGRAFI DIALEK BAHASA MINANGKABAU DI KABUPATEN PESISIR SELATAN

Oleh Diana Novita ABSTRAK

Skripsi ini mendeskripsikan “Geografi Dialek Bahasa Minangkabau Di Kabupaten Pesisir Selatan” ditinjau dari bidang fonologi dan leksikon. Teori yang digunakan dalam penelitian ini merupakan teori dialektologi struktural. Dalam penelitian ini terdapat 3 kecamatan dan 9 titik pengamatan sebagai daerah penelitian dengan tiga informan sebagai narasumber. Pengumpulan data digunakan merupakan metode cakap dengan teknik dasar berupa teknik pancing, dan teknik lanjutan berupa cakap semuka ini juga didukung oleh teknik catat dan teknik rekam. Kemudian, dalam mengkaji data digunakan metode pada artikulatoris dengan alat penentu referen organ wicara. Metode ini menggunakan teknik dasar teknik pilah unsur penentu dengan teknik lanjutan hubung banding menyamakan dan membedakan. Metode padan dilanjutkan dengan metode berkas isoglos dan metode dialektometri. Selanjutnya, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat variasi pada bidang fonologi yang berupa variasi fonemis dan korespondensi fonemis dan pada bidang leksikon ditemukan 100 variasi leksikon dari 200 kosakata yang digunakan dalam penelitian. Hasil perhitungan dialektometri pada daerah pengamatan, terlihat perbedaan tingkat bahasa yang muncul , yaitu antara titik pengamatan 1-2, 1-3, 1-4, 2-3, 3-4, 5-6, 5-8, 6-7, 6-8, 6-9, 7-9, 8-9 tidak terdapat perbedaan pada bentuk kategori (0-20%); antara titik pengamatan 4-5, 4-6 merupakan perbedaan wicara pada bentu kategori (21-30%); antara titik pengamatan 2-8, 3-5, 3-8,4-7 merupakan perbedaan subdialek pada bentuk kategori (31-50%).


(4)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karuniaNya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan hasil akhir dari kegiatan akademik selama penulis menuntut ilmu di Departemen Sastra Indonesia, Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul skripsi ini adalah Geografi Dialek Bahasa Minangkabau di Kabupaten Pesisir Selatan. Pemilihan judul dalam skripsi ini bertujuan untuk mengetahui tentang variasi dialek, pemetaan bahasa, dan tingkat isolek bahasa Minangkabau di Kabupaten Pesisir Selatan.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik moral maupun material serta secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. M. Husnan Lubis, M.A. selaku Pembantu Dekan I, Bapak Drs. Samsul Tarigan selaku Pembantu Dekan II, Bapak Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.


(5)

3. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. selaku Ketua Departemen Sastra Indonesia.

4. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M,Sp selaku Sekretaris Departemen Sastra Indonesia.

5. Ibu Dr. Dwi Widayati, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I yang dengan penuh kesabaran membimbing dan memberikan saran-saran yang sangat membangun untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Drs. Pribadi Bangun, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang selalu member saran-saran yang cukup berharga kepada penulis.

7. Seluruh dosen yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama dalam masa perkuliahan.

8. Ayahanda Martius dan Ibunda Yurliana yang telah memberikan kasih saying, doa, dan menemani selama penelitian untuk memenuhi data, serta dorongan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan. 9. Kak siska yang telah bersedia menemani peneliti untuk menjelajahi

Kabupaten Pesisir Selatan untuk memenuhi data penelitian penulis.

10.Sahabat dan teman seperjuangan Suci, Nafirah, Ayu, Sri, Masita, Heny, April yang selalu mendukung peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. 11.Kak Basaria Simanjuntak yang telah member dukungan, dan berbagi ilmu

peneliti dalam menyelesaikan skripsi.


(6)

13.Teman-teman stambuk 2011 yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun penyajiannya, karena itu penulis berharap kiranya pembaca memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga seluruh pihak yang berjasa kepada penulis, senantiasa dilimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ...i

ABSTRAK ... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR PETA ...x

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...7

1.3 Batasan Masalah ...7

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...8

1.4.1 Tujuan Penelitian ...8

1.4.2 Manfaat Penelitian ...8

1.4.2.1 Manfaat Teoretis ...8

1.4.2.2 Manfaat Praktis ...3

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA ...10

2.1 Konsep ...10


(8)

2.1.2 Isolek ...11

2.1.3 Geografi Dialek ...11

2.1.4 Korespondensi Bunyi dan Variasi Bunyi ...12

2.1.5 Variasi Fonetik ...12

2.1.6 Variasi Leksikon ...13

2.1.7 Isoglos, Heteroglos, Watas Kata dan Berkas Isoglos ...13

2.1.8 Peta Bahasa ...14

2.1.9 Bahasa Minangkabau ...16

2.2 Landasan Teori ...16

2.3 Tinjauan Pustaka ...18

BAB III METODE PENELITIAN ...22

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...22

3.1.1 Lokasi Penelitian ...22

3.1.2 Waktu Penelitian ...24

3.2 Sumber Data ...24

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...25

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ...26

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Analisis Data ...31

BAB IV PEMBAHASAN ...32

4.1 Variasi Isolek Bahasa Minangkabau pada Bidang Fonologi dan Leksikon ...32

4.1.1 Variasi Isolek pada Perbedaan Bidang Fonologi ...32


(9)

4.1.1.1.1 Variasi Bunyi Vokal ...37

4.1.1.1.2 Variasi Bunyi Konsonan ...39

4.1.1.2 Korespondensi Bunyi ...41

4.1.1.2.1 Korespondensi Bunyi Vokal ...41

4.1.1.2.2 Korespondensi Bunyi Konsonan ...44

4.1.1 Variasi Isolek pada Perbedaan Bidang Leksikon ...46

4.2. Garis Isoglos dan Berkas Isoglos pada Peta Isolek Bahasa Minangkabau ..65

4.2.1 Garis Isoglos pada Peta Perbedaan Fonologi ...65

4.2.2 Garis Isoglos pada Peta Perbedaan Leksikon ...75

4.2.3 Berkas Isoglos pada Peta Isolek Bahasa Minangkabau ... 125

4.3 Analisis Dialektometri pada Bahasa Minangkabau ... 126

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 129

5.1 Simpulan ... 129

5.2 Saran ... 130 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN I : TABULASI TAHAP I LAMPIRAN II: TABULASI TAHAP II LAMPIRAN III: NAMA INFORMAN SURAT KETERANGAN PENELITIAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Perbedaan Isolek Ketiga Kecamatan ...4

Tabel II : Variasi Isolek Bahasa Minangkabau ... 27

Tabel III: Distribusi Bunyi Vokal ...32

Tabel IV: Peta Vokal ...33

Tabel V: Distribusi Bunyi Konsonan ...34

Tabel VI: Peta Konsonan ... 23


(11)

DAFTAR PETA

Peta Kabupaten Pesisir Selatan ...6

Peta Daerah Pengamatan ... 23

Peta Berkas Isoglos ... 125


(12)

GEOGRAFI DIALEK BAHASA MINANGKABAU DI KABUPATEN PESISIR SELATAN

Oleh Diana Novita ABSTRAK

Skripsi ini mendeskripsikan “Geografi Dialek Bahasa Minangkabau Di Kabupaten Pesisir Selatan” ditinjau dari bidang fonologi dan leksikon. Teori yang digunakan dalam penelitian ini merupakan teori dialektologi struktural. Dalam penelitian ini terdapat 3 kecamatan dan 9 titik pengamatan sebagai daerah penelitian dengan tiga informan sebagai narasumber. Pengumpulan data digunakan merupakan metode cakap dengan teknik dasar berupa teknik pancing, dan teknik lanjutan berupa cakap semuka ini juga didukung oleh teknik catat dan teknik rekam. Kemudian, dalam mengkaji data digunakan metode pada artikulatoris dengan alat penentu referen organ wicara. Metode ini menggunakan teknik dasar teknik pilah unsur penentu dengan teknik lanjutan hubung banding menyamakan dan membedakan. Metode padan dilanjutkan dengan metode berkas isoglos dan metode dialektometri. Selanjutnya, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat variasi pada bidang fonologi yang berupa variasi fonemis dan korespondensi fonemis dan pada bidang leksikon ditemukan 100 variasi leksikon dari 200 kosakata yang digunakan dalam penelitian. Hasil perhitungan dialektometri pada daerah pengamatan, terlihat perbedaan tingkat bahasa yang muncul , yaitu antara titik pengamatan 1-2, 1-3, 1-4, 2-3, 3-4, 5-6, 5-8, 6-7, 6-8, 6-9, 7-9, 8-9 tidak terdapat perbedaan pada bentuk kategori (0-20%); antara titik pengamatan 4-5, 4-6 merupakan perbedaan wicara pada bentu kategori (21-30%); antara titik pengamatan 2-8, 3-5, 3-8,4-7 merupakan perbedaan subdialek pada bentuk kategori (31-50%).


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Variasi bahasa sangat beragam ditemukan dalam masyarakat. Ketika seseorang berinteraksi akan tampak perbedaan satu dengan lainnya. Perbedaan tersebut biasa dilihat dari latar belakang etnis yang berbeda, situasi yang berbeda, tujuan yang berbeda dan lain-lain. Perbedaan dari latar belakang etnis yang berbeda lazim disebut dialek karena menyangkut beda wilayah atau geografi pemilik etnis tersebut. Sebaliknya beda situasi, tujuan dan lain-lain disebut sebagai sosiolek karena adanya kasus-kasus sosial di dalamnya. Menurut (Weijnen dalam Ayatrohaedi, 1983:1) dialek adalah sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh suatu masyarakat untuk membedakannya dari masyarakat lain yang bertetangga yang menggunakan sistem yang berlainan walaupun erat hubungannya.

Di Indonesia dialek tercermin dalam bahasa. Salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia adalah bahasa Minangkabau. Menurut Halim (1990:67), fungsi bahasa daerah adalah sebagai lambang kebanggaan daerah, lambang identitas daerah dan alat penghubung antarkeluarga dan masyarakat daerah.

Bahasa daerah sangat penting untuk dilestarikan dan penelitian tentang bahasa daerah layak untuk dilaksanakan karena bahasa daerah merupakan sumber kosa kata bahasa Indonesia. Begitu pun bahasa Minangkabau merupakan salah satu bahasa daerah yang harus dilestarikan. Bahasa Minangkabau memiliki penutur yang cukup besar dan bagi masyarakatnya bahasa Minangkabau berfungsi sebagai alat


(14)

komunikasi antarkeluarga serta menjadi alat pendukung kebudayaan dan lambang identitas daerah itu sendiri.

Salah satu daerah yang menggunakan bahasa Minangkabau sebagai bahasa sehari-hari dalam berkomunikasi adalah Kabupaten Pesisir Selatan. Kabupaten Pesisir Selatan terletak di pinggir pantai, dengan garis pantai sepanjang 218 kilometer. Topografinya terdiri atas dataran, gunung, dan perbukitan yang merupakan perpanjangan gugusan Bukit Barisan.

Secara geografis Kabupaten Pesisir Selatan terletak pada, 0059’- 2028,6’ Lintang Selatan dan 1000190 – 101018’ Bujur Timur yang membujur dari Utara ke Selatan dengan panjang garis pantai 287,2 km, tinggi dari permukaan laut 0 – 1000 meter, luas 5.749,89 km2, beriklim tropis dengan temperatur rata-rata 220C hingga 320 C pada siang hari, 220C hingga 280C pada malam hari. Luas perairan laut 84.312 km2. Kabupaten Pesisir Selatan dengan Ibukota Painan memiliki batas:

 Sebelah Utara : Kota Padang

 Sebelah Timur : Kabupaten Solok dan Provinsi Jambi  Sebelah Selatan : Provinsi Bengkulu

 Sebelah Barat : Samudera Indonesia

Daerah pada kabupaten ini berdekatan dan terdapat beberapa kecamatan yang ada di kabupaten ini. Di antaranya, Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal yang berdampingan dan tidak di antarai oleh kecamatan lain. Ketiga kecamatan tersebut memiliki cara bertutur masyarakat yang


(15)

berbeda dan memiliki isolek yang berbeda. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Ahmad Hidayat, pegawai camat Linggo Sari Baganti mengatakan “Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal mendapat pengaruh budaya Kerajaan Ranah Indojati dan pengaruh wilayah yang berbatasan dengan tiga provinsi yaitu Sumbar, Jambi dan Bengkulu, sedangkan Kecamatan Linggo Sari Baganti tidak mendapat pengaruh daerah lain karena perpotongan wilayah antara kabupaten dengan provinsi lain tidak ada”.

Perbedaan isolek di ketiga kecamatan yang bersangkutan tersebut menjadi hal yang menarik untuk dideskripsikan, antara lain apakah perbedaan isolek tersebut merupakan dialek atau bukan. Perbedaan isolek yang terjadi adanya fonologis dan leksikon. Di Kecamatan Linggo Sari Baganti terdapat kata [taga?P] untuk menyatakan kata ‘berdiri’, sedangkan di Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung soal terdapat kata [təga?], di Kecamatan Linggo Sari Baganti terdapat kata

[daŋaR] dan [daŋah] untuk menyatakan kata ‘dengar’, sedangkan di Kecamatan Air

Pura dan Pancung Soal terdapat kata[dəŋah], dan di Kecamatan Linggo terdapat kata

[bisua?] untuk menyatakan ‘besok’, di Kecamatan Air Pura dan Pancung Soal

terdapat kata [bisu?] perbedaan ini secara linguistik termasuk ke dalam perbedaan fonologi. Adapun perbedaan leksikal, misalnya di Kecamatan Linggo Sari Baganti digunakan kata [padusi] untuk menyatakan ‘perempuan’, sedangkan di Kecamatan Air Pura dan Pancung Soal terdapat kata [tino]. Di Kecamatan Linggo Sari Baganti terdapat kata [kilaki] untuk menyatakan ‘lelaki’, sedangkan di Kecamatan Air Pura dan Pancung Soal terdapat kata [jatan]. Dan di Kecamatan Linggo Sari Baganti


(16)

terdapat kata [upa] untuk menyatakan ‘cium’, sedangkan di Kecamatan Air Pura dan Pancung Soal terdapat kata [cium]. Selain perbedaan leksikal terdapat juga perbedaan fonologi misalnya [daŋaR], [daŋah] dan [dəŋah] di Kecamatan Linggo Sari Baganti tidak terdapat bunyi [R] pada akhir kata, sedangkan pada Kecamatan Air Pura dan Pancung Soal muncul bunyi [R] pada akhir kata. Demikian juga pada bunyi [a] bervariasi dengan bunyi [∂] pada Kecamatan Air Pura dan Pancung Soal. Pada kata

[bisua?] dan [bisu?] di Kecamatan Linggo Sari Baganti muncul bunyi [ua] di tengah

kata, sedangkan di Kecamatan Air Pura dan Pancung soal hanya muncul bunyi [u] di tengah kata, bunyi [ua] bervariasi dengan bunyi [u]. Perbedaan di atas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel I. Perbedaan Isolek Ketiga Kecamatan Beda Linguistik Kec. Linggo Sari Baganti Kec. Air Pura Kec. Pancung Soal Glos [taga?] [təga?] [təga?] berdiri [daŋaR]

[daŋah] [dəngah] [dəngah] dengar

Fonologi [bisua?] [bisu?] [bisu? besok

[padusi] [tino] [tino] perempuan

Leksikon [kilaki] [jatan] [jatan] lelaki


(17)

Fenomena tersebut di atas menyebabkan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang geografi dialek bahasa Minangkabau dengan wilayah penelitian di Kabupaten Pesisir Selatan yang merupakan penutur bahasa Minangkabau. Kabupaten Pesisir Selatan memiliki lima belas kecamatan di antaranya, yaitu Kecamatan Koto XI Tarusan, Kecamatan Bayang, Kecamatan Bayang Utara, Kecamatan IV Jurai, Kecamatan Batang Kapas, Kecamatan Sutera, Kecamatan Lengayang, Kecamatan Ranah Pesisir, Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura, Kecamatan Pancung Soal, Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan, Kecamatan Ranah Ampek Hulu Tapan, Kecamatan Lunang, Kecamatan Silaut. Dalam penelitian ini peneliti menetapkan tiga kecamatan dari lima belas kecamatan yaitu, Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal. Ketiga kecamatan tersebut memiliki khas wilayah yang berbeda dan cara bertutur yang berbeda terutama pelafalan dan kosa kata.


(18)

(19)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah variasi isolek dalam bahasa Minangkabau pada bidang

fonologi dan leksikon di Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal?

2. Bagaimanakah garis isoglos dan berkas isoglos pada peta isolek bahasa Minangkabau pada bidang fonologi dan leksikon di Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal?

3. Bagaimanakah penetapan isolek bahasa Minangkabau secara statistik bahasa (dialektrometri) di Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal?

1.3 Batasan Masalah

Penelitian harus memiliki batasan masalah agar penelitian yang dilakukan terarah sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Penelitian ini hanya meliputi persamaan dan perbedaan variasi fonologi dan variasi leksikal dalam bahasa Minangkabau di Kabupaten Pesisir Selatan secara deskriptif dan kemudian diwujudkan dalam peta bahasa. Dalam penetapan status isolek bahasa Minangkabau di Kabupaten Pesisir Selatan pada daerah pengamatan yang berupa tiga kecamatan secara statistik hanya pada perhitungan leksikon, karena perbedaan leksikon sudah dapat memenuhi persyaratan untuk penetapan status isolek di daerah tersebut.


(20)

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan perbedaan dan persamaan variasi isolek bahasa Minangkabau pada bidang fonologi dan leksikon di Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal.

2. Menggambarkan garis isoglos dan berkas isoglos pada peta isolek bahasa Minangkabau pada bidang fonologi dan leksikon di Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal.

3. Menetapkan isolek bahasa Minangkabau secara statistik bahasa (dialektrometri) di Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal.

1.4.2 Manfaat Penelitian 1.4.2.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian dialek bahasa Minangkabau di Kabupaten Pesisir Selatan ini dapat memberi manfaat yaitu:

1. Menambah penelitian tentang dialektologi dan linguistik.

2. Menjadi bahan acuan dan sumber masukan bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian mengenai geografi dialek bahasa Minangkabau. 3. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang geografi dialek


(21)

4. Hasil penelitian dialektologi akan dapat memberi status penamaan dialek di Kabupaten Pesisir Selatan.

5. Variasi data fonologi dan leksikon akan dapat menjadi sumber data bagi peneliti linguistik selanjutnya.

1.4.2.2 Manfaat Praktis

Secara Praktis manfaat dalam penelitian ini yaitu:

1. Sebagai informasi bagi pemerintah daerah mengenai hasil penelitian tentang variasi dialek bahasa Minangkabau.

2. Melakukan pelestarian, pembinaan, dan pengembangan salah satu bahasa nusantara khususnya bahasa Minangkabau.

3. Memperkenalkan bahasa Minangkabau kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah yang dapat memperkaya kebudayaan nasional.


(22)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Dialek

Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialektos. Dialektologi merupakan ilmu yang mempelajari ilmu kebahasaan yang terdapat dalam suatu bahasa yang disebabkan oleh faktor geografis. Meillet (dalam Ayatrohaedi 1983:1) menyatakan bahwa ciri utama dialek adalah perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan. Selain itu terdapat dua ciri-ciri lain yang ada dalam dialek yaitu:

1. Dialek ialah seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-beda, yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama.

2. Dialek tidak harus mengambil seluruh bentuk ujaran dari sebuah bahasa. Selain itu, Mahsun (1995:11) menyatakan bahwa dialektologi merupakan ilmu tentang dialek atau cabang dari linguistik yang mengkaji perbedaan-perbedaan isolek dengan memperlakukan perbedaan tersebut secara utuh. Perbedaan isolek satu dengan isolek lainnya dianalisis sehingga dapat ditentukan eksistensi sebuah isolek sebagai bahasa, sebagai dialek atau sebagai subdialek.


(23)

2.1.2 Isolek

Istilah isolek diambil oleh Adelaar dari Hudson (1970:302-303) yang digunakan untuk mengacu pada bentuk bahasa tanpa memperhatikan statusnya sebagai bahasa ataukah sebagai dialek. Istilah isolek merupakan istilah netral yang dapat digunakan untuk menunjuk pada bahasa, dialek, atau subdialek.

2.1.3 Geografi Dialek

Perbedaan unsur kebahasaan berkaitan dengan faktor geografis yang berhubungan dengan pemetaan perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang terdapat pada daerah pengamatan dalam sebuah penelitian. Geografi bahasa merupakan penyelidikan mengenai distribusi dialek atau bahasa dalam wilayah tertentu (Kridalaksana, 1984:58).

Geografi dialek merupakan suatu bidang kajian dalam dialektologi yang mempelajari hubungan yang terdapat di dalam ragam-ragam bahasa dengan bertumpu kepada satuan ruang atau tempat terwujudnya ragam-ragam tersebut (Debois, dkk dalam Ayatrohaedi 1983:29). Geografi dialek mencoba mempelajari variasi-variasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal (tempat) dalam suatu wilayah bahasa (Keraf, 1984:143).

Berdasarkan konsep di atas, disimpulkan bahwa geografi dialek adalah variasi bahasa yang dituturkan masyarakat dengan cara yang berbeda berdasarkan tempat. Dari konsep tersebut diharapkan dapat ditemukan variasi dialek dari bahasa yang akan diteliti pada daerah pengamatan.


(24)

2.1.4 Korespondensi Bunyi dan Variasi Bunyi

Perubahan bunyi yang muncul secara teratur disebut korespondensi. Pada dasarnya perubahan bunyi yang terjadi di antara dialek-dialek atau subdialek atau bahasa turunan dalam merefleksikan bunyi-bunyi yang terdapat dalam prabahasa atau proto bahasa yang mengakibatkan terjadi perbedaan dialek atau subdialek secara teratur. Berdasarkan sudut pandang dialektologi, bahwa kekorespondensian suatu perubahan bunyi berkaitan dengan dua aspek yaitu aspek linguistik dan aspek geografi. Dari aspek linguistik, bahwa korespondensi terjadi dengan persyaratan lingkungan linguistik tertentu, dari aspek geografi korespondensi terjadi pada daerah pengamatan yang sama (Mahsun, 1995: 29).

Perubahan bunyi yang muncul secara tidak teratur disebut variasi. Variasi juga dilihat dari segi linguistik dan segi geografi. Dari segi linguistik perubahan bunyi yang muncul karena persyaratan lingkungan linguistik tertentu, sedangkan dari segi geografi perubahan bunyi yang terjadi pada sebaran geografisnya tidak sama.

2.1.5 Variasi Fonetik

Variasi fonetik berada di bidang fonologi dan biasanya si pemakai dialek atau bahasa yang bersangkutan tidak menyadari adanya variasi tersebut (Ayatrohaedi, 1983:3). Variasi fonologi dianalisis dengan menggunakan teori fonologi yang diawali dengan menganalisis perubahan bunyi dan status bunyi tersebut sebagai sebuah fonem atau variasi sebuah fonem. Perbedaan fonetik pada tataran fonologi dapat terjadi pada vokal ataupun konsonan. Contohnya, perbedaan fonetik pada konsonan, dalam bahasa Sunda untuk merealisasikan kata ‘gudang’, yaitu [gudaŋ] dan [kudaŋ].


(25)

Dalam bahasa Minangkabau kata [batu] di Kecamatan Linggo Sari Baganti untuk menyatakan kata ‘batu’, sedangkan di Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung soal menggunakan kata [batuŋ].

2.1.6 Variasi Leksikon

Suatu perbedaan disebut sebagai perbedaan dalam bidang leksikon, jika leksem-leksem yang digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang sama tidak berasal dari satu etimon prabahasa. Semua perbedaan bidang leksikal selalu berupa variasi (Mahsun, 1995:54). Sebagai contohnya, dalam bahasa Minahasa (Timur Laut) terdapat 3 kata yang digunakan untuk merealisasikan makna ‘lekas’, yaitu [rawak], [rior], dan [hagog]. Dalam bahasa Minangkabau Contohnya, kata ‘pondok’ di Kecamatan Linggo Sari Baganti menyatakan kata [pondoɁ], sedangkan di Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal menyatakan kata [suduaŋ].

2.1.7 Isoglos, Heteroglos, atau Watas Kata dan Berkas Isoglos

Isoglos pada dasarnya merupakan sebuah garis imajiner yang diterapkan di atas sebuah peta (Lauder, 1990:117). Isoglos atau (garis) watas kata adalah garis yang memisahkan dua lingkungan dialek atau bahasa berdasarkan wujud atau sistem kedua lingkungan itu yang berbeda, yang dinyatakan di dalam peta bahasa (Dubois, dkk dalam Ayatrohaedi, 1983:5). Heteroglos merupakan garis yang memisahkan setiap gejala bahasa dari lingkungan varietas bahasa berdasarkan wujud atau sistem kedua lingkungan yang berbeda (Fernandes, 1992:9).

Selain itu, menurut Kridalaksana (1984:78), isoglos adalah garis pada peta bahasa atau peta dialek yang menandai batas pemakaian ciri atau unsur bahasa. Jadi


(26)

isoglos dapat menunjukkan batas-batas dari dialek dan dapat menunjukkan perkembangan yang terjadi pada daerah pemakai bahasa.

Selanjutnya, berkas isoglos adalah kumpulan dari beberapa isoglos yang membentuk satu berkas. Berkas isoglos ini dapat berupa metode dalam analisis data. Metode berkas isoglos dalam penelitian dialektologi merupakan salah satu metode pemilahan isolek atas dialek dan subdialek (Mahsun, 1995:126).

2.1.8 Peta Bahasa

Perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang terdapat di antara daerah pengamatan perlu digambarkan secara umum pada peta bahasa. Dalam peta bahasa tergambar pernyataan yang lebih umum tentang perbedaan dialek yang penting dari satu bahasa dengan daerah yang lain. Karena itu, kedudukan dan peran peta bahasa dalam kajian geografi dialek mutlak diperlukan (Ayatrohaedi, 1983:31).

Jenis peta yang digunakan dalam dialektologi yaitu peta peragaan (display mab) dan peta penafsiran (interpretative mab). Peta peragaan merupakan peta yang berisi tabulasi data lapangan agar data-data tergambar dalam perspektif yang bersifat geografis. Pengisian data lapangan pada peta peragaan dapat dilakukan dengan sistem:

1. Sistem langsung dapat dilakukan dengan memindahkan unsur-unsur kebahasaan yang memiliki perbedaan ke atas peta. Sistem ini dapat efektif jika unsur yang berbeda dimungkinkan dapat ditulis langsung pada daerah pengamatan,


(27)

2. Sistem lambang dapat dilakukan dengan mengganti unsur-unsur yang berbeda dengan menggunakan lambang tertentu yang ditulis di sebelah kanan daerah pengamatan yang menggunakan bentuk (untuk perbedaan fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon) atau makna (untuk perbedaan semantik) yang dilambangkan,

3. Sistem petak merupakan daerah-daerah pengamatan yang menggunakan bentuk atau makna yang lain dipersatukan oleh sebuah garis, sehingga keseluruhan peta terlihat terpetak-petak menurut daerah-daerah pengamatan yang menggunakan unsur-unsur kebahasaan yang serupa (Mahsun, 1995:59).

Jadi, dalam penelitian ini digunakan sistem lambang dengan membuat lambang yang sederhana dan konsisten untuk semua unsur-unsur perbedaan baik fonologi maupun leksikon.

Selanjutnya, peta penafsiran merupakan peta yang memuat akumulasi pernyataan-pernyataan umum tentang distribusi perbedaan-perbedaan unsur linguistik yang dihasilkan berdasarkan peta peragaan. Peta penafsiran merupakan peta yang berisi hal-hal yang berkaitan dengan inovasi dan relik (bila kajian secara diakronis, yaitu dengan memadukan teori linguistik historis komparatif dan dialektologi), juga termasuk peta berkas isoglos (Mahsun, 1995:68).

Penelitian ini hanya bersifat deskriptif tanpa mengaitkan unsur-unsur kesejarahan. Jadi, teori linguistik historis komparatif tidak digunakan dalam penelitian ini.


(28)

2.1.9 Bahasa Minangkabau

Bahasa Minangkabau merupakan salah satu bahasa yang dituturkan oleh masyarakat Minangkabau sebagai bahasa Ibu di Provinsi Sumatera Barat. Bahasa Minangkabau masih digunakan sebagai bahasa sehari-hari oleh masyarakat Minangkabau, baik yang berdomisili di Sumatera maupun di perantauan. Secara historis, daerah sebar tutur bahasa Minangkabau meliputi bekas wilayah kekuasaan Kerajaan Pagaruyung yang berpusat di pedalaman Minangkabau.

Bahasa Minangkabau memiliki banyak isolek, kampung yang dipisahkan oleh sungai pun isoleknya berbeda. Dalam penelitian ini penulis hanya membahas perbedaan isolek di Kabupaten Pesisir Selatan. (Elyondri dalam https://mersi.wordpress.com/2008/08/12/rahasia-dibalik-bahasa-minangkabau/). 2.2 Landasan Teori

Penelitian ini dianalisis berdasarkan teori dialektologi yang merupakan cabang ilmu linguistik yang khusus mengkaji tentang dialek. Dialektologi disebut juga kajian variasi bahasa. Pada dialek bahasa Minangkabau di Kabupaten Pesisir Selatan akan dianalisis berdasarkan teori dialektologi struktural. Teori ini menganalisis perbedaan atau variasi isolek berdasarkan strukturnya, misalnya struktur bunyi dan perbedaan leksikon. Dialektologi struktural muncul pada tahun 1954 yang dikemukan oleh Uriel Weinreich dalam artikelnya “Is a structural dialectology possible?” Apakah dialektologi struktural memungkinkan?. Menurut (Chambers, 1990:54) dialektologi strukstural adalah salah satu upaya untuk menerapkan dialektologi dalam membandingkan varietas bahasa.


(29)

Perbedaan unsur kebahasaan yang diteliti adalah bidang fonologi dan leksikon. Perbedaan dalam bidang fonologi, adanya perubahan bunyi yang berupa korespondensi dan variasi mengisyaratkan adanya perbedaan fonologi yang berkorespondensi dan variasi. Perbedaan fonetik dapat terjadi pada vokal dan konsonan. Contohnya, dalam bahasa Sunda menyatakan kata ‘jendela’ yaitu,

[jendela], [ gandela] dan [ janela]. Dikatakan perbedaan dalam bidang leksikon, jika

leksem-leksem yang digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang sama tidak berasal dari suatu etimon prabahasa (Mahsun, 1995;54). Contohnya, kata ‘nyaris’ memunculkan tiga varian yaitu, [hampē], [ŋai], [cɔmas]. Perbedaan ini terdapat di Kabupaten Batubara dan Kabupaten Asahan (Widayati, 1997:111).

Dalam penelitian ini juga menggunakan pemetaan bahasa sesuai dengan objek kajiannya yang berupa perbedaan unsur-unsur kebahasaan karena faktor spasial (geografis). Peta bahasa dalam dialektologi khususnya dialek geografis memiliki peran yang cukup penting. Peran itu berkaitan dengan upaya memvisualisasikan data lapangan ke dalam bentuk peta agar data itu tergambar dalam perspektif yang bersifat geografis serta memvisualisasikan pernyataan-pernyataan umum yang dihasilkan berdasarkan distribusi geografis perbedaan-perbedaan yang lebih dominan dari wilayah ke wilayah yang dipetakan. Ada dua jenis peta yang digunakan dalam dialektologi yaitu peta peragaan dan peta penafsiran (Mahsun, 1995: 58-59).

Pada peta bahasa akan diterangkan sejumlah unsur perbedaan baik secara fonologi maupun leksikon yang diperoleh di daerah pengamatan dengan


(30)

menggunakan sistem lambang, misalnya lambang bulat ( ), segitiga ( ) dan lambang kotak ( ) yang sederhana bentuknya.

Selanjutnya, untuk mengelompokkan unsur-unsur yang sama, data yang sama agar tampak berbeda dengan data yang lainnya, baik perbedaan bunyi maupun perbedaan leksikal, digunakan isoglos. Isoglos adalah sebuah garis imajiner yang diterakan di atas sebuah peta (Lauder, 1990: 117). Selanjutnya isoglos tersebut diakumulasikan menjadi sekumpulan isoglos-isoglos dalam sebuah peta. Kumpulan tersebut disebut berkas isoglos, baik berkas isoglos fonologi maupun berkas isoglos leksikal. Berkas isoglos adalah kumpulan dari beberapa isoglos yang membentuk satu berkas. Kemudian, perbedaan-perbedaan yang terdapat baik secara leksikal maupun secara fonologi. Perbedaan secara leksikal dihitung statusnya apakah perbedaan-perbedaan itu merupakan perbedaan dialek atau perbedaan subdialek dengan menggunakan perhitungan statistik bahasa atau dialektrometri. Dialektrometri merupakan ukuran statistik yang digunakan untuk melihat seberapa jauh perbedaan dan persamaan yang terdapat pada tempat-tempat yang diteliti dengan membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul dari tempat tersebut (Revier dalam Mahsun, 1995: 118). Setelah langkah-langkah itu, dirumuskanlah status isolek dari Kabupaten Pesisir Selatan.

2.3 Tinjauan Pustaka

Pada penelitian ini terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pemetaan kebahasaan sebagai berikut:


(31)

Bangun, dkk (1982) dalam penelitiannya yang berjudul : “Geografi Dialek Bahasa Batak Toba” dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif komperatif dengan teknik observasi, perekaman atau pencatatan tak langsung, pencatatan langsung dan transkripsi dan terjemahan. Kerangka teori yang digunakan berupa daftar pertanyaan, pembahan, alih tulis fonetik. Maka hasil dari penelitian, peneliti menyatakan bahwa bahasa Batak Toba terdiri dari lima dialek yaitu dialek Silinding, dialek Humbang, dialek Toba, dialek Samosir, dialek Sibolga. Dan adanya perbedaan yang berada pada bidang fonologis, perbedaan lafal dan perbedaan semantis.

Widayati (1997) dalam tesisnya yang berjudul “Geografi Dialek Bahasa Melayu di Wilayah Timur Asahan”, tesis ini mengkaji pada bidang fonologi dan leksikal. Penelitian ini menggunakan metode simak, metode cakap dan metode padan. Selain itu juga menggunakan metode kuantitatif dan metode kualitatif. Maka hasil dari penelitian bahwa bahasa Melayu Asahan memiliki dua kelompok fonem dan 18 fonem konsonan, dalam mendeskripsikan morfonologi terdapat korespondensi afiks Asahan secara umum yang dibedakan dari segi fonem vokal. Pada deskripsi leksikal menunjukan adanya beberapa perbedaan dengan bahasa Melayu Umum dan dalam Melayu Asahan terdapat dua dialek, yaitu dialek Melayu Batubara dan dialek Melayu Tanjung Balai.

Isra Hayati (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Geografi Dialek Bahasa Minangkabau di Kecamatan Kamang Baru Kabupaten Sijunjung”, mengkaji variasi dibidang fonologis dan leksikal. Dalam penelitian ini menggunakan tiga tahap dalam pemecahan masalah terdiri dari penyediaan data dengan metode simak, metode


(32)

analisis data digunakan metode padan dan metode penyajian hasil analisis data yaitu metode penyajian formal dan informal. Sebagai hasil analisisnya, bahwa bahasa Minangkabau di daerah Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sijunjung memiliki variasi fonologis yang ditemukan adalah 3 variasi vokal, 14 variasi konsonan dan 3 variasi diftong. Dan memiliki 117 variasi leksikal dengan hasil hitung dialektrometri dengan persentase 0%-20%.

Yonelda (2013) dalam skripsinya yang berjudul “ Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir”, dalam penelitian ini menggunakan metode cakap dalam pengumpulan data dan metode analisis data dengan menggunakan metode padan, metode berkas isoglos, dan metode dialektrometri. Teori yang digunakan yaitu teori dialektologi struktural. Hasil dari penelitian ini bahwa peneliti menyatakan terdapat 79 variasi leksikal dari 100 kosakata yang digunakan di tiga kecamatan di Kabupaten Samosir. Di Kabupaten Samosir terdapat tiga bentuk kategori perbedaan, yaitu perbedaan subdialek (31-50%), perbedaan wicara (21-30%), dan tidak ada perbedaan (0-20%).

Basaria Simanjuntak (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Geografi Dialek

Bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan” penelitian ini menggunakan

metode cakap dalam pengumpulan data, metode padan, metode berkas isoglos dan metode dialektrometri dalam analisis data. Serta teori yang digunakan dalam penelitian ini merupakan teori dialektologi struktural. Adanya hasil penelitian ini menunjukan bahwa di Kabupaten Humbang Hasundutan memperlihatkan variasi fonemis dan variasi leksikon. Berdasarkan hasil dialektrometri bahasa Batak Toba di


(33)

Kabupaten ini terdiri atas dua dialek yaitu dialek Humbang Husundutan Utara dan dialek Humbang Husundutan Selatan.

Dari uraian di atas, bahwa penelitian ini memiliki perbedaan dengan Minangkabau di Kabupaten Pesisir Selatan. Adapun manfaat dari penelitian sebelumnya dapat menjadi referensi yang memberikan gambaran dan langkah-langkah yang digunakan dalam pemecahkan masalah pada penelitian ini.


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tiga kecamatan yang terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan, yaitu Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatam Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal. Pengambilan sampel dalam penelitian ini merupakan penutur asli bahasa Minangkabau di Kabupaten Pesisir Selatan:

1. Kecamatan Linggo Sari Baganti

a. Nagari Lagan Hilir Punggasan (TP 1) b. Nagari Punggasan (TP 2)

c. Nagari Air Haji (TP 3) 2. Kecamatan Air Pura

a. Nagari Lalang Panjang Inderapura (TP 4) b. Nagari Tanah Bakali (TP 5)

c. Inderapura Timur (TP 6) 3. Kecamatan Pancung Soal

a. Nagari Kudo-kudo Inderapura (TP 7) b. Nagari Muara Sakai (TP 8)


(35)

(36)

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan sekitar enam bulan mulai disetujui proposal. 3.2 Sumber Data

Data penelitian ini bersumber dari tuturan bahasa Minangkabau yang dituturkan oleh informan yang merupakan masyarakat di daerah Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura, Kecamatan Pancung Soal di Kabupaten Pesisir Selatan. Data penelitian ini berupa kosa kata yang telah disediakan oleh peneliti. Kosa kata yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 200 kosa kata, yaitu 100 kosa kata yang digunakan dari daftar Swadesh dan 100 kosa kata berdasarkan daftar Mahsun, yaitu berupa bagian tubuh, kata ganti, sapaan dan acuan, sistem kekerabatan, rumah dan bagiannya, peralatan dan perlengkapan, tumbuh-tumbuhan, binatang dan bagiannya, keadaan alam, gerak dan kerja, sifat dan warna, penyakit, kata penunjuk jumlah, serta pakaian dan perhiasan (Terlampir).

Sumber data ini diperoleh melalui informan. Sumber informasi pada penelitian ini adanya peran informan merupakan sebagai sumber informasi dan sekaligus bahasa yang digunakan itu mewakili kelompok tutur di daerah pengamatannya masing-masing. Seorang informan harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut, yaitu :

1. Berjenis kelamin pria dan wanita;

2. Berusia antara 25-65 tahun (tidak pikun);

3. Orang tua, istri, atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya;


(37)

4. Berpendidikan maksimal tamat pendidikan dasar (SD – SLTP);

5. Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya;

6. Pekerjaan bertani atau berburuh;

7. Memiliki kebanggaan terhadap isolek dan masyarakat isoleknya; 8. Dapat berbahasa Indonesia; dan

9. Sehat Jasmani dan rohani (Mahsun, 1995:106).

Jumlah informan pada setiap titik pengamatan atau daerah pengamatan adalah tiga orang dengan ketentuan satu orang sebagai informan utama dan dua orang sebagai informan pembanding. Untuk keakuratan tiga informan setiap daerah pengamatan atau jumlah ganjil lebih dari satu adalah cukup layak.

Kriteria informan yang digunakan dalam penelitian ini sesuai kriteria yang tercantum di atas. Peneliti memilih informan yang mememenuhi kriteria agar mendapatkan data yang sebenarnya.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode dan teknik pengumpulan data pada penelitian dialektologi ini adalah metode cakap. Metode cakap adalah berupa percakapan peneliti dengan informan. Metode cakap memiliki teknik dasar berupa teknik pancing. Karena “percakapan” yang diharapkan muncul jika peneliti memberikan stimulasi (pancingan) pada informan untuk memunculkan gejala bahasa yang diharapkan peneliti (Mahsun, 1995:94).


(38)

Dalam penelitian ini juga menggunakan teknik lanjutan berupa teknik cakap semuka. Peneliti langsung mendatangi daerah pengamatan dan melakukan percakapan melalui daftar pertanyaan yang telah disediakan kepada informan. Teknik cakap semuka ini juga didukung oleh teknik catat dan teknik rekam. Teknik catat digunakan peneliti untuk membantu peneliti dan mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data dan teknik catat juga dilengkapi dengan teknik rekam. Teknik rekam untuk melengkapi teknik catat dan dicek kembali dengan rekaman yang dihasilkan. Teknik ini berguna untuk melengkapi dan memperkuat data dalam penelitian.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode padan, yaitu metode padan artikulatoris dengan alat penentu referen organ wicara. Teknik dasar yang digunakan adalah teknik pilah unsur penentu, yaitu penentu artikulatoris. Dengan teknik ini ditentukan bunyi-bunyi bahasa yang bervariasi pada daerah pengamatan. Teknik ini dilanjutkan dengan teknik hubung banding menyamakan dan membedakan. Teknik ini sebagai penentu untuk mencari kesamaan dan perbedaan tentang data baik, secara fonologis maupun leksikal. Metode ini diharapkan dapat menjawab pertanyan pertama dari penelitian ini yaitu “Bagaimanakah variasi isolek dalam bahasa Minangkabau pada bidang fonologi dan leksikon di Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal?”, Misalnya, variasi isolek bahasa Minangkabau pada bidang fonologi dan leksikon dapat dilihat pada peta berikut:


(39)

Tabel II. Variasi Isolek Bahasa Minangkabau

Gloss Bahasa

Minangkabau Titik Pengamatan Keterangan air

[ayiu] [ayia] [ayi]

1 2,3,4 5,6,7,8,9

Beda fonologi

akar [akaU]

[aka]

1

2,3,4,5,6,7,8,9 Beda fonologi batu [batuŋ][batU]

1,2,3,4

5,6,7,8,9 Beda fonologi

angin [badai] [aŋin]

1

2,3,4,5,6,7,8,9 Beda leksikon

kecil [aluy] [keteɁ] [keciɁ] 1 2,3,4

5,6,7,8,9 Beda leksikon

satu [cieɁ] [satuŋ] [suwa] 1 5,6,8 7,9 Beda leksikon

Metode padan kemudian dilanjutkan dengan metode berkas isoglos dan metode dialektrometri. Untuk menjawab pertanyaan kedua yaitu “Bagaimanakah garis isoglos dan berkas isoglos pada pemetaan isolek bahasa Minangkabau pada bidang fonologi dan leksikon di Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal?”, maka digunakan metode berkas isoglos. Metode berkas isoglos yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pemilahan isolek atas dialek dan subdialek dengan mempertimbangkan kualitas isoglos-isoglos yang mempersatukan serta memperbedakan daerah-daerah pengamatan. Pada berkas isoglos terdapat batasan isoglos yang merupakan garis yang menyatukan daerah-daerah pengamatan yang menggunakan gejala kebahasaan yang sama.


(40)

Cara pembuatan dan penghimpunan isoglos-isoglos menjadi berkas isoglos sebagai berikut:

1. Membuat garis melengkung atau garis lurus pada peta yang terdapat dalam daerah pengamatan. Garis tersebut berfungsi menyatukan daerah-daerah pengamatan yang memiliki gejala kebahasaan yang sama dan membedakan daerah-daerah pengamatan yang memiliki gejala kebahasaan yang sama;

2. Membuat isoglos yang realisasi bentuknya memiliki sebaran yang paling luas; 3. Setiap penomen (perbedaan) hanya dihitung satu isoglos, tanpa

memperhatikan jenis perbedaannya sebagai korespondensi atau variasi.

Kemudian, setelah semua peta telah dibubuhi isoglos, maka diambil sebuah peta dasar untuk membuat berkas isoglos. Mengelompokan peta berdasarkan pola isoglosnya kemudian menyalin semua isoglos pada sebuah peta dasar yang memuat daerah pengamatan maka itulah yang disebut berkas isoglos.

Kemudian, untuk menjawab pertanyaan ketiga yaitu “Bagaimanakah

penetapan isolek bahasa Minangkabau secara statistik bahasa (dialektrometri) di Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal?”, penelitian juga menggunakan metode dialektrometri. Metode ini merupakan ukuran statistik yang digunakan untuk melihat berapa jauh perbedaan dan persamaan yang terdapat pada tempat yang diteliti dengan membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul dari tempat tersebut (Revier dalam Mahsun,1995: 118). Dalam persentase status dialek yang diteliti digunakan rumus:


(41)

S x

n = d %

Keterangan :

S = Jumlah beda dengan daerah pengamatan lain n = Jumlah peta yang diperbandingkan

d = Jarak kosakata dalam persentase

Setelah itu, hasil yang diperoleh berupa presentase jarak unsur-unsur kebahasaan di antara daerah-daerah pengamatan itu. Selanjutnya, digunakan untuk menentukan hubungan antardaerah pengamatan tersebut, sebagai berikut:

Perbedaan bidang leksikon

81% ke atas : dianggap perbedaan bahasa 51 - 80% : dianggap perbedaan dialek 31 - 50% : dianggap perbedaan subdialek 21 - 30% : dianggap perbedaan wicara di bawah 20% : dianggap tidak ada perbedaan

Penelitian ini dengan penghitungan dialektometri dilakukan dengan cara segitiga antardaerah pengamatan. Ketentuannya adalah sebagai berikut:

1. Daerah pengamatan yang diperbandingkan merupakan daerah yang letaknya masing-masing mungkin melakukan komunikasi;

2. Setiap daerah pengamatan yang mungkin melakukan komunikasi secara langsung di hubungkan dengan sebuah garis yang membentuk segitiga;


(42)

3. Garis-garis pada segitiga dialektrometri tidak boleh saling berpotongan, sebaiknya dipilih lokasi yang memiliki kedekatan satu sama lain (Mahsun, 1995:119).

Selanjutnya, hal yang harus diperhatikan dalam penerapan pengamatan dialektrometri di atas adalah:

1. Jika pada sebuah daerah pengamatan ditemukan lebih dari satu bentuk untuk menyatakan suatu makna dan salah satu katanya digunakan di daerah yang diperbandingkan, maka perbedaan dianggap tidak ada;

2. Bila daerah pengamatan yang dibandingkan itu, salah satu di antaranya tidak memiliki bentuk sebagai realisasi suatu makna, maka dianggap perbedaan;

3. Jika daerah pengamatan yang dibandingkan itu tidak memiliki bentuk untuk merealisasikan suatu makna tertentu, maka daerah-daerah pengamatan itu dianggap sama;

4. Dalam penghitungan dialektrometri pada bidang leksikon, perbedaan fonologi dan morfologi yang muncul harus dikesampingkan;

5. Hasil perhitungan dipetakan dengan sistem konstruksi pada peta segitiga dialektrometri.

Dengan perhitungan secara dialektrometri terhadap antardaerah pengamatan tersebut kita dapat mengetahui status isolek di Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal apakah merupakan perbedaan bahasa, dialek, subdialek atau wicara untuk bidang leksikon.


(43)

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil data yang telah dianalisis disajikan secara metode formal dan metode informal. Metode formal, yaitu menggunakan peta, tanda-tanda atau lambang-lambang, serta tabel. Selain itu metode informal yaitu dengan menggunakan kata-kata biasa. Beberapa tanda atau lambang yang digunakan diantaranya , misalnya tanda kurung persegi [ ] , tanda kurung biasa dan tanda garis miring // untuk mengurungi tanda bunyi atau huruf fonetis, untuk mengapit bunyi fonemis atau fonem serta lambang bulat , segitiga sebagai simbol yang diterangkan dalam peta bahasa. Tanda  untuk menyatakan variasi bunyi dan tanda ≃ untuk menyatakan korespondensi bunyi.


(44)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Variasi Isolek Bahasa Minangkabau pada Bidang Fonologi dan Leksikon 4.1.1 Variasi Isolek Pada Perbedaan Bidang Fonologi

Perbedaan bidang fonologi mencakup perbedaan yang bersifat korespondensi dan variasi. Korespondensi dan variasi akan dipilah masing-masing menjadi dua berupa vokal dan konsonan. Dengan demikian, pada pembahasan fonologi ini meliputi variasi vokal, variasi konsonan dan korespondensi vokal dan korespondensi konsonan.

Tabel III

Distribusi Bunyi Vokal

Vokal Posisi

Awal Tengah Akhir

[a] [abu]’abu’ [maŋanut]’alir (me) [bakka]’bakar]

[i] [iso?]’hisap’ [babisia?]’berbisik’ [ayi]’air’

[u] [upa]’cium’ [babuRu]’buru (ber) [baRu]’baru’

[e] [elo]’tarik’ [maŋece?]’berbicara’ [gale]’gelas’

[o] [oncen]’lempar’ - [bapo]’bagaimana’


(45)

Tabel IV Peta Vokal

Depan Tengah Belakang

Tinggi i u

Sedang e ə o

Rendah a

Bunyi vokal yang ditemukan sebanyak 6 buah, meliputi [a, i, u, e, o, ə] yang terdapat pada posisi awal, tengah dan belakang. Bunyi vokal [a] muncul pada posisi awal pada kata [abu], tengah pada kata [maŋanut] dan posisi akhir pada kata [bakka]. Bunyi vokal [i] muncul pada posisi awal pada kata [iso?], tengah pada kata [babisia?], akhir pada kata [ayi]. Bunyi vokal [u] muncul pada posisi awal terdapat pada kata [upa], tengah pada kata [babuRu], akhir pada kata [baRu]. Bunyi vokal [e] muncul pada posisi awal pada kata [elo], tengah pada kata [maŋece?], akhir pada kata [gale]. Bunyi vokal [o] muncul pada posisi awal pada kata [oncen], vokal [o] tidak muncul pada posisi tengah, akhir pada kata [bapo]. Bunyi vokal [ə] terdapat pada posisi awal pada kata [əmpe?], tengah [səpedeh], tetapi tidak muncul pada posisi akhir.


(46)

Tabel V

Distribusi Bunyi Konsonan

Konsonan Posisi

Awal Tengah Akhir

[b] [balia?]’balik’ [kabuy?]’debu’ -

[c] [caca?]’cicak’ [caciaŋ]’cacing’ -

[d] [dapu]’dapu’ [gadaŋ]’besar’ -

[ŋ] [ŋole?]’baring’ [baŋka?]’bengkak’ [ituŋ]’itu’

[g] [gaRam]’garam’ [pəgaŋ]’pegang’ -

[h] - - [agih]’beri’

[j] [jaŋe?]’kulit’ [panjaŋ]’panjang’ -

[k] [kilaki]’lelaki’ [pikia]’pikir’ -

[l] [limo]’lima’ [saleRo]’ludah’ -

[m] [malam]’malam’ [kumuah]’kotor’ [antam]’hantam’

[n] [namo]’nama’ [bunUh]’bunuh’ [nen]’kakak

perempuan

[p] [padusi]’perempuan’ [umpuy?]’rumput’ -

[s] [suwo?]’kanan’ [basamo]’kami’ -

[r] [kerjo]’bekerja’

[t] [tibo]’datang’ [kete?]’kecil’ [gawut]’garuk’


(47)

[R] [Rimbe?]’lempar’ [kaRiaŋ]’kering’ [daŋaR]’dengar’

[w] [wa?aŋ]’kamu(laki

-laki)’ [lawua?]’ikan’ [ijaw]’hijau’ Tabel VI Peta Konsonan Ca ra A rt ik u la si D ae ra h A rt ik u la si Bi la b ia l L ab io d en ta l D en ta l/a lv eo la P al at al V el ar L ari n g al

Hambat tak bersuara p t k

bersuara b d g

Afrikatif tak bersuara c

bersuara j

Frikatif tak bersuara s h

bersuara R

Nasal/sengau bersuara m n ŋ

Getar bersuara r

Lateral bersuara I


(48)

Bunyi konsonan yang ditemukan sebanyak 18 buah, meliputi [b, c, d, ŋ, g, h, j, k, l, m, n, p, r, s, t, y, R, w] yang terdapat pada posisi awal, tengah, dan belakang. Bunyi konsonan [b] muncul pada posisi awal pada kata [balia?], tengah pada kata [kabuy?], tidak muncul pada posisi akhir. Bunyi konsonan [c] muncul pada posisi awal pada kata [caca?], tengah pada kata [caciaŋ], tidak muncul pada posisi akhir. Bunyi konsonan [d] muncul pada posisi awal pada kata [dapu], tengah pada kata [gadaŋ], tidak muncul pada posisi akhir. Bunyi konsonan [ŋ] muncul pada posisi awal pada kata [ŋole?], tengah pada kata [baŋka?], akhir pada kata [ituŋ]. Bunyi konsonan [g] muncul pada posisi awal pada kata [gaRam], tengah pada kata [pəgaŋ], tidak muncul pada posisi akhir. Bunyi konsonan [h] tidak muncul pada posisi awal dan tengah, muncul pada posisi akhir pada kata [agih]. Bunyi konsonan [j] muncul pada posisi awal pada kata [jaŋe?], tengah pada kata [panjaŋ], tidak muncul pada posisi akhir. Bunyi konsonan [k] muncul pada posisi awal pada kata [kilaki], tengah pada kata [pikia], tidak muncul pada posisi akhir. Bunyi konsonan [l] muncul pada posisi awal pada kata [limo], tengah pada kata [saleRo], tidak muncul pada posisi akhir. Bunyi konsonan [m] muncul pada posisi awal pada kata [malam], tengah pada kata [kumuah], akhir pada kata [antam]. Bunyi konsonan [n] muncul pada posisi awal pada kata [namo], tengah pada kata [bunUh], akhir pada kata [nen]. Bunyi konsonan [p] muncul pada posisi awal pada kata [padusi], tengah pada kata [umpuy?], tidak muncul pada posisi akhir. Bunyi Konsonan [r] tidak muncul pada posisi awal dan akhir, tetapi muncul pada posisi tengah pada kata [kerjo]. Bunyi konsonan [s] muncul pada posisi awal pada kata [suwo?], tengah pada kata [basamo], tidak muncul pada


(49)

posisi akhir. Bunyi konsonan [t] muncul pada posisi awal pada kata [tibo], tengah pada kata [kete?], akhir pada kata [gawut]. Bunyi konsonan [y] tidak muncul pada posisi awal, tengah terdapat pada kata [liye?], akhir pada kata [luRuy]. Bunyi konsonan [R] muncul pada posisi awal pada kata [Rimbe?], tengah pada kata [kaRiaŋ], akhir pada kata [daŋaR]. Bunyi konsonan [w] muncul pada posisi awal pada kata [wa?aŋ], tengah pada kata [lawua?], akhir pada kata [ijaw].

4.1.1.1 Variasi Bunyi

Perubahan bunyi yang muncul secara tidak teratur disebut variasi. Variasi juga dilihat dari segi linguistik dan segi geografi. Dari segi linguistik perubahan bunyi yang muncul karena persyaratan lingkungan linguistik tertentu, sedangkan dari segi geografi perubahan bunyi yang terjadi pada sebaran geografisnya tidak sama (Mahsun, 1995: 33-34).

4.1.1.1.1 Variasi Bunyi Vokal

4.1.1.1.1.1 Variasi Vokal [ia] [I] /-K#

Vokal [ia] bervariasi dengan [I] pada posisi akhir sebelum konsonan. Variasi ini terdapat pada kata [putiah] pada TP: 1,2,3,4, dan kata [putIh] pada TP: 5,6,7,8,9, seperti pada tabel di bawah ini.

No Glos Varian [ia] Varian [I]


(50)

4.1.1.1.1.2 Variasi vokal [ua]  [a] /#K-

Vokal [ua] bervariasi dengan [a] pada posisi awal setelah konsonan. Variasi ini terdapat pada kata [muaŋo?] pada TP: 1,2,3,4, dan kata [baŋo?] pada TP: 5,6,7,8,9 seperti pada tabel di bawah ini.

No Glos Varian [ua] Varian [a]

1. bernafas [muaŋo?]: 1,2,3,4 [baŋo?]: 5,6,7,8,9

4.1.1.1.1.3 Variasi vokal [ia][u] /#K-

Vokal [ia] bervariasi dengan [u] pada posisi awal setelah konsonan. Variasi ini terdapat pada kata [siawah] pada TP: 1,2,3,4, dan kata [suwah] pada TP: 5,6,7,8,9 seperti pada tabel di bawah ini.

No Glos Varian [ia] Varian [u]

1. celana [siawah]: 1,2,3,4 [suwah]: 5,6,7,8,9

4.1.1.1.1.4 Variasi vokal [o]  [u] /-#

Vokal [o] bervariasi dengan [u] pada posisi akhir. Variasi ini terdapat pada kata [limo], [namo] pada TP: 1,2,3,4,5,7,8,9 dan kata [limu] dan [namu]pada TP: 6, seperti pada tabel di bawah ini.

No Glos Varian [o] Varian [u]

1. lima [limo]: 1,2,3,4,5,7,8,9 [limu]: 6


(51)

4.1.1.1.1.5 Variasi vokal [a]  [i] /#K-

Vokal [a] bervariasi dengan [i] pada posisi awal setelah konsonan. Variasi ini terdapat pada kata [caca?] pada TP: 1,2,3,4, dan kata [cica?] pada TP: 5,6,7,8,9 seperti pada tabel di bawah ini.

No Glos Varian [a] Varian [i]

1. cicak [caca?]: 1,2,3,4 [cica?]: 5,6,7,8,9

4.1.1.1.2 Variasi Bunyi Konsonan

4.1.1.1.2.1 Variasi Konsonan [ŋ] [Ø] /#KV-

Konsonan [ŋ] bervariasi dengan [Ø] pada silabel awal. Variasi ini terdapat pada kata [laŋkueh] pada TP: 1,2,3,4, dan pada kata [lakueh] pada TP: 5,6,7,8,9 seperti pada tabel berikut.

No Glos Varian [ŋ] Varian [Ø]

1. lengkuas [laŋkueh] : 1,2,3,4 [lakueh] : 5,6,7,8,9

4.1.1.1.2.2 Variasi Konsonan [m]  [t] /#-

Konsonan [m] bervariasi dengan [t] pada posisi awal. Variasi ini terdapat pada kata [mipi] pada TP: 1,2,3,4, dan kata [tipih] pada TP:5,6,7,8,9 seperti pada tabel berikut.

No Glos Varian [m] Varian [p]


(52)

4.1.1.1.2.3 Variasi Konsonan [R][g] /#-

Konsonan [R] bervariasi dengan [g] pada posisi awal. Variasi terdapat pada kata [Rimbo] pada TP: 4,5,6, dan pada kata [gimbo] pada TP: 7,8,9 seperti pada tabel berikut.

No Glos Varian [R] Varian [g]

1. hutan [Rimbo] : 4,5,6 [gimbo] : 7,8,9

4.1.1.1.2.4 Variasi Konsonan [Ø]  [g] /#-

Konsonan [Ø] bervariasi konsonan [g] pada posisi awal. Variasi ini terdapat pada kata [ambUt] pada TP: 5,6, dan kata [gambUt] pada TP : 7,8,9 seperti pada tabel berikut.

No Glos Varian [Ø] Varian [g]

1. rambut [ambUt] : 5,6 [gambUt] : 7,8,9

4.1.1.1.2.5 Variasi Konsonan [Ø]  [r] /#K-K#

Konsonan [Ø] bervariasi dengan [r] pada posisi tengah. Variasi ini terdapat pada kata [bakajo] pada TP: 1,2,3,4, dan pada kata [kerjo] pada TP: 5,6,7,8,9 seperti pada tabel berikut.

No Glos Varian [Ø] Varian [r]


(53)

4.1.1.2 Korespondensi bunyi

Perubahan bunyi yang muncul secara teratur disebut korespondensi.. Berdasarkan sudut pandang dialektologi, bahwa kekorespondensian suatu perubahan bunyi berkaitan dengan dua aspek yaitu aspek linguistik dan aspek geografi. Dari aspek linguistik, bahwa korespondensi terjadi dengan persyaratan lingkungan linguistik tertentu, dari aspek geografi korespondensi terjadi pada daerah pengamatan yang sama (Mahsun, 1995: 29).

4.1.1.2.1 Korespondensi Bunyi vokal

4.1.1.2.1.1 Korespondensi Vokal [u][a] /_#

Vokal [a] berkorespondensi dengan [u] pada posisi akhir. Korespondensi ini terdapat pada kata [ayiu], [mailiu], [taŋ ay

iu], [bibiu], pada TP:1, dan kata [ayia], [mailia], [taŋ ay

ia], [bibia] pada TP: 2,3,4, seperti pada tabel di bawah ini.

No Glos Varian [u] Varian [a]

1. air [ayiu] : 1 [ayia] : 2,3,4

2. alir (me) [mailiu]: 1 [mailia]: 2,3,4

3. sungai [taŋ ayiu]: 1 [taŋ ayia]: 2,3,4

4. bibir [bibiu]: 1 [bibia]: 2,3,4

4.1.1.2.1.2 Korespondensi Vokal [ia][i] /-K#

Vokal [ia] berkorespondensi dengan [i] pada posisi akhir sebelum konsonan. Korespondensi ini terdapat pada kata [ambia?], [balia?], [kasia?], [adia?] pada TP:


(54)

1,2,3,4, dan kata [ambi?], [bali?], [kasi?], [adi?] pada TP: 5,6,7,8,9, seperti pada tabel di bawah ini.

No Glos Varian [ia] Varian [i]

1. ambil [ambia?] : 1,2,3,4 [ambi?] : 5,6,7,8,9

2. balik [balia?]: 1,2,3,4 [bali?]: 5,6,7,8,9

3. pasir [kasia?]: 1,2,3,4 [kasi?]: 5,6,7,8,9

4. adik [adia?]: 1,2,3,4 [adi?]: 5,6,7,8,9

4.1.1.2.1.3 Korespondensi Vokal [a][ə] /#K-

Vokal [a] berkorespondensi dengan [ə] pada posisi awal setelah konsonan. Korespondensi ini terdapat pada kata [basah], [baŋka?] pada TP: 2,3,4, [dake?], [baRe?], pada TP: 1,2,3,4, dan kata [bəsah], [bəka?], [dəke?], [bəRe?] pada TP: 5,6,7,8,9, aeperti pada tabel di bawah ini.

No Glos Varian [a] Varian [ə]

1. basah [basah] : 2,3,4 [bəsah] : 5,6,7,8,9

2. bengkak [baŋka?]: 2,3,4 [bəka?]: 5,6,7,8,9

3. dekat [dake?]: 1,2,3,4 [dəke?]: 5,6,7,8,9


(55)

4.1.1.2.1.4 Korespondensi Vokal [ua] [u] /-K#

Vokal [ua] berkorespondensi [u] pada posisi akhir sebelum konsonan. Korespondensi ini terdapat pada kata [busua?], [iduaŋ], [dudua?], [batua?] pada TP: 1,2,3,4, dan [busu?], [iduŋ], [dudu?], [batu?] pada TP: 5,6,7,8,9, seperti pada tabel di bawah ini.

No Glos Varian [ua] Varian [u]

1. busuk [busua?] : 1,2,3,4 [busu?] : 5,6,7,8,9

2. hidung [iduaŋ]: 1,2,3,4 [iduŋ]: 5,6,7,8,9

3. duduk [dudua?]: 1,2,3,4 [dudu?]: 5,6,7,8,9

4. batuk [batua?]: 1,2,3,4 [batu?]: 5,6,7,8,9

4.1.1.2.1.5 Korespondensi Vokal [uy] [U] / -K#

Vokal [uy] berkorespondensi dengan [U] pada posisi akhir sebelum konsonan. Korespondensi ini terdapat pada kata [kabuy?], [takuy?], [suŋuy?], [lutuy?] pada TP: 1,2,3,4, dan pada kata [kabUt] pada TP: 5,6,7, dan [takUt], [suŋUt], [lutUt] pada TP: 5,6,7,8,9, seperti pada tabel di bawah ini.

No Glos Varian [uy] Varian [U]

1. debu [kabuy?] : 1,2,3,4 [kabUt] : 5,6,7

2. takut [takuy?]: 1,2,3,4 [takUt]: 5,6,7,8,9


(56)

4. lutut [lutuy?]: 1,2,3,4 [lutUt]: 5,6,7,8,9

4.1.1.2.2 Korespondensi Konsonan

4.1.1.2.2.1 Korespondensi Konsonan [Ø] ≃[ŋ] /-#

Konsonan [Ø] berkorespondensi dengan [ŋ] pada posisi akhir. Korespondensi ini terdapat pada kata [abu], [batu], [bulu], [itu] pada TP: 1,2,3,4, dan kata [abuŋ], [batuŋ], [buluŋ], [ituŋ] pada TP: 5,6,7,8,9, seperti pada tabel di bawah ini.

No Glos Varian [uy] Varian [U]

1. abu [abu] : 1,2,3,4 [abuŋ] : 5,6,7,8,9

2. batu [batu]: 1,2,3,4 [batuŋ]: 5,6,7,8,9

3. bulu [bulu]: 1,2,3,4 [buluŋ]: 5,6,7,8,9

4. itu [itu]: 1,2,3,4 [ituŋ]: 5,6,7,8,9

4.1.1.2.2.2 Korespondensi Konsonan [?] [t] /-#

Konsonan [?] berkorespondensi dengan [t] pada posisi akhir. Korespondensi ini terdapat pada kata [jayi?], lawuy?], [puse?], [maŋgaRi?] pada TP: 1,2,3,4, dan kata [jait], [lawut], [puset], [maŋgaRit] pada TP: 5,6,7,8,9, seperti pada tabel di bawah ini.


(57)

No Glos Varian [?] Varian [t]

1. jahit [jayi?] : 1,2,3,4 [jait] : 5,6,7,8,9

2. laut [lawuy?]: 1,2,3,4 [lawut]: 5,6,7,8,9

3. pusar [puse?]: 1,2,3,4 [puset]: 5,6,7,8,9

4. bergerak [maŋgaRi?]: 1,2,3,4 [maŋgaRit]: 5,6,7,8,9

4.1.1.2.2.3 Korespondensi Konsonan [w][ Ø] /#V-V#

Konsonan [w] berkorespondensi dengan [Ø] pada posisi antarvokal yang tidak identis. Korespondensi ini terdapat pada kata [bawu], [lawua?], [kawu] terdapat pada TP: 1,2,3,4, kata [bauŋ], [lau?], [kauŋ], pada TP: 5,6,7,8,9, seperti pada tabel di bawah ini.

No Glos Varian [w] Varian [Ø]

1. bahu [buwu] : 1,2,3,4 [bauŋ] : 5,6,7,8,9

2. ikan [lawua?]: 1,2,3,4 [lau?]: 5,6,7,8,9

3. Kamu (perempuan) [kawu]: 1,2,3,4 [kauŋ]: 5,6,7,8,9

4.1.1.2.2.4 Korespondensi Konsonan [n][Ø] /#V-K#

Konsonan [n] berkorespondensi dengan [Ø] pada posisi awal setelah konsonan. Korespondensi ini terdapat pada kata [lantiaŋ] pada TP:2,3,4, [muncuaŋ] pada TP:1,2,4, [jantuaŋ] dan [pintu] pada TP: 1,2,3,4, dan kata [latiaŋ] pada TP: 5,6,7, [mucuaŋ], [jatuaŋ], [pituŋ] pada TP: 5,6,7,8,9, seperti pada tabel di bawah ini.


(58)

No Glos Varian [w] Varian [R]

1. lempar [lantiaŋ] : 2,3,4 [latiaŋ] : 5,6,7,8,9

2. mulut [muncuaŋ]: 1,2,4 [mucuaŋ]: 5,6,7,8,9

3. jantung [jantuaŋ]: 1,2,3,4 [jatuaŋ]: 5,6,7,8,9

4. pintu [pintu]: 1,2,3,4 [pituŋ]: 5,6,7,8,9

4.1.1.2.2.5 Korespondensi Konsonan [ñ] [n] /#V-V#

Konsonan [ñ] berkorespondensi dengan [n] pada posisi antarvokal yang tidak idenstis. Konsonan ini terdapat pada kata [biñi], [kuñiaŋ], [bania], [kuñi?] terdapat pada TP: 1,2,3,4, dan kata [kuñit] pada TP:5,6,7, dan kata [biniŋ], [kuniaŋ], [bənih] pada TP: 5,6,7,8,9, kata [kunit] pada TP: 8,9.

No Glos Varian [ñ] Varian [n]

1. istri [biñi] : 1,2,3,4 [biniŋ] : 5,6,7,8,9

2. kuning [kuñiaŋ]: 1,2,3,4 [kuniaŋ]: 5,6,7,8,9

3. benih [bañia]: 1,2,3,4 [bənih]: 5,6,7,8,9

4. kunyit [kuñi?]: 1,2,3,4

[kuñit]: 5,6,7

[kunit]: 8,9

4.1.2 Variasi Isolek Pada Perbedaan Bidang Leksikon

Suatu perbedaan disebut sebagai perbedaan dalam bidang leksikon, jika leksem-leksem yang digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang sama tidak


(59)

berasal dari satu etimon prabahasa. Semua perbedaan bidang leksikon selalu berupa variasi (Mahsun, 1995:54). Pada data dalam bahasa Minangkabau berupa Glos yang diambil adalah yang beriannya bervariasi secara leksikon.

1. Glos ‘alir (me)’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘alir (me)’. Kedua berian itu adalah [mailiu] dan [maŋañut]. Berian [mailiu] terdapat di TP: 1 dengan varian [mailia] di TP: 2,3,4 dan varian [maili] di TP: 5,6,8,9. Berian [maŋañut] terdapat pada TP: 7.

2. Glos ‘angin’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘angin’. Kedua berian itu adalah [baday] dan [aŋin]. Berian [baday] terdapat pada TP: 1,2,3 dan berian [aŋin] terdapat pada TP: 5,6,7,8,9.

3. Glos ‘apa’

Pada glos ‘apa’ hanya terdapat satu berian. Berian itu adalah [apo] yang terdapat pada TP: 1,2,3,4,5,6,7,8,9.

4. Glos ‘asap’

Pada glos ‘asap’ hanya terdapat satu berian. Berian itu adalah [aso?] yang terdapat pada TP: 1,2,3,4,5,6,7,8,9.

5. Glos ‘bagaimana’

Terdapat tiga berian yang berbeda pada glos ‘bagaimana’. Ketiga berian itu adalah [bapo], [podea], dan [poman]. Berian [bapo] terdapat pada TP: 1,2,3 ,4,


(60)

berian [podea] terdapat pada TP: 5, dan berian [poman] terdapat pada TP: 6,7,8,9.

6. Glos ‘bakar’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘bakar’. Kedua berian itu adalah [paŋgaŋ] dan [bakka]. Berian [paŋgaŋ] terdapat pada TP: 1,2,5,6,7,8,9, dan berian [bakka] terdapat pada TP: 3,4.

7. Glos ‘baring’

Terdapat tiga berian yang berbeda pada glos ‘baring’. Ketiga berian itu adalah [tidu], [ŋeletaŋ], dan [ŋole?]. Berian [tidu] terdapat pada TP: 1,2,3,4, berian [ŋeletaŋ] terdapat pada TP: 5,6,7 dan berian [ŋole?] terdapat pada TP: 8,9. 8. Glos ‘basah’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘basah’. Kedua berian itu adalah [babiya?] dan [basah]. Berian [babiya?] terdapat pada TP: 1, dan berian [basah] terdapat pada TP: 2,3,4 dengan varian [bəsah] di TP: 5,6,7,8,9.

9. Glos ‘beberapa’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘beberapa’. Kedua berian itu adalah [baRapo] dan [poña?]. Berian [baRapo] terdapat pada TP: 1,2,3,4, dan berian [poña?] terdapat di TP: 5,6,7,8,9.

10.Glos ‘benar’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘benar’. Kedua berian itu adalah [batua] dan [bəna]. Berian [batua] terdapat pada TP: 1,2,3,4, dan berian [bəna] terdapat di TP: 5,6,7,8,9.


(61)

11.Glos ‘bengkak’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘bengkak’. Kedua berian itu adalah [sambo?] dan [baŋka?]. Berian [sambo?] terdapat pada TP:1, dan berian [baŋka?] di TP:2,3,4, dengan varian [bəŋka?] di TP: 5,6,7,8,9.

12.Glos ‘buah’

Pada glos ‘buah’ hanya terdapat satu berian. Berian itu adalah [buw

ah] yang terdapat pada TP: 1,2,3,4,5,6,7,8,9.

13.Glos ‘cacing’

Pada glos ‘cacing’ hanya terdapat satu berian. Berian itu adalah [caciaŋ] yang terdapat pada TP: 1,2,3,4,5,6,7,8,9.

14.Glos ‘cium’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘cium’. Berian itu adalah [upa] dan [cium]. Berian [upa] terdapat pada TP: 1,2,3,4, dan berian [cium] di TP : 5,6,7,8,9.

15.Glos ‘cuci’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘cuci’. Berian itu adalah [ñasah] dan [basUh]. Berian [ñasah] terdapat pada TP: 1,2,3,4, dengan varian [ñesah] di TP: 5,6,7 Berian [basUh] di TP: 7,8,9.

16.Glos ‘datang’

Pada glos ‘datang’ hanya terdapat satu berian. Berian itu adalah [tibo] yang terdapat pada TP: 1,2,3,4,5,6,7,8,9.


(62)

17.Glos ‘daun’

Pada glos ‘daun’ hanya terdapat satu berian. Berian itu adalah [daw

un] yang terdapat pada TP: 1,2,3,4,5,6,7,8,9.

18.Glos ‘darah’

Pada glos ‘darah’ hanya terdapat satu berian. Berian itu adalah [daRah] yang terdapat pada TP: 1,2,3,4,5,6,7,8,9.

19.Glos ‘daging’

Pada glos ‘daging’ hanya terdapat satu berian. Berian itu adalah [dagiaŋ] yang terdapat pada TP: 1,2,3,4,5,6,7,8,9.

20.Glos ‘garam’

Pada glos ‘garam’ hanya terdapat satu berian. Berian itu adalah [gaRam] yang terdapat pada TP: 1,2,3,4,5,6,7,8,9.

21.Glos ‘hantam’

Terdapat empat berian yang berbeda pada glos ‘baring’. Keempat berian itu adalah [cuten], [antam], [baeh], dan [cipa?]. Berian [cuten] terdapat pada TP: 1, berian [antam] terdapat pada TP: 3,4,5, berian [baeh] di TP: 5,6,7 dan berian [cipa?] terdapat pada TP: 8,9.

22.Glos ‘hisap’

Terdapat tiga berian yang berbeda pada glos ‘hisap’. Ketiga berian itu adalah [ewuy?]. [iso?] dan [ŋinih]. Berian [ewuy?] terdapat pada TP: 1, berian [iso?] terdapat pada TP: 2,3,4,5,6,,8,9, dan berian [ŋinih] terdapat pada TP: 7.


(63)

23.Glos ‘kabut’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘hisap’. Kedua berian itu adalah [kabuy?] dan [debuŋ]. Berian [kabuy?] terdapat pada TP: 1,2,3,4, dengan varian [kabUt] di TP: 5,6,8,9, berian [debuŋ] terdapat pada TP:7.

24.Glos ‘kanan’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘kanan’. Kedua berian itu adalah [suwo?] dan [kanan]. Berian [suwo?] terdapat pada TP: 1,2,3,4, berian [kanan] terdapat pada TP: 5,6,7,8,9.

25.Glos ’kecil’

Terdapat tiga berian yang berbeda pada glos ‘kecil’. Berian itu adalah [aluy], [kete?] dan [kəci?]. Berian terdapat pada [aluy] terdapat pada TP: 1, berian [kete?] terdapat pada TP: 2,3,4, dan berian [kəci?] terdapat pada TP: 5,6,7,8,9. 26.Glos ‘kepala’

Pada glos ‘kepala’ hanya terdapat satu berian. Berian itu adalah [kapalo] yang terdapat pada TP: 1,2,3,4,5,6,7,8,9.

27.Glos ‘kulit’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘kulit’. Berian itu adalah [jaŋe?] dan [kuli?]. Berian [jaŋe?] terdapat pada TP: 1,2, berian [kuli?] di TP: 3,4, dengan varian [kulit] terdapat pada TP: 5,6,7,8,9.


(64)

28.Glos ‘lelaki’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘lelaki’. Berian itu adalah [kilaki] dan [jatan]. Berian [kilaki] terdapat pada TP: 1,2,3,4, berian [jatan] terdapat pada TP: 5,6,7,8,9.

29.Glos ‘lempar’

Terdapat tiga berian yang berbeda pada glos ‘lempar’. Berian itu adalah [oncen], [lantiaŋ] dan [Rimbe?]. Berian [oncen] terdapat pada TP: 1, berian [lantiaŋ] terdapat pada TP: 2,3,4, berian [Rimbe?] terdapat pada TP: 5,6,7,8,9. 30.Glos ‘lihat’

Terdapat tiga berian yang berbeda pada glos ‘lihat’. Berian itu adalah [liye?], [calia?], dan [teŋo?]. Berian [liye?] terdapat pada TP: 1, berian [calia?] di TP: 2,3,4, dengan varian [cəli?] di TP: 6,7,8,9, berian [teŋo?] terdapat pada TP: 5. 31.Glos ‘ludah’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘ludah’. Berian itu adalah [saleRo] dan [liyuh]. Berian [saleRo] terdapat pada TP: 1,2,3,4, berian [liyuh] terdapat pada TP: 5,6,7,8,9.

32.Glos ‘lurus’

Pada glos ‘lurus’ hanya terdapat satu berian. Berian itu adalah [luRuy] yang terdapat pada TP: 1,2,3,4,5,6,7,8,9.


(65)

33.Glos ‘mulut’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘mulut’. Berian itu adalah [muncuaŋ] dan [muluy?]. Berian [muncuaŋ] terdapat pada TP: 1,2,4, dengan varian [mucuaŋ] di TP: 5,6,7,8,9, berian [muluy?] terdapat pada TP: 3.

34.Glos ‘malam

Pada glos ‘panjang’ hanya terdapat satu berian. Berian itu adalah [malam] yang terdapat pada TP: 1,2,3,4,5,6,7,8,9.

35.Glos ‘nyanyi’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘nyanyi’. Berian itu adalah [lagu] dan [ñañiŋ]. Berian [lagu] terdapat pada TP: 1,2,3,4, dengan varian [laguŋ] di TP: 5,6,7, berian [ñañiŋ] terdapat pada TP: 8,9.

36.Glos ‘panjang’

Pada glos ‘panjang’ hanya terdapat satu berian. Berian itu adalah [panjaŋ] yang terdapat pada TP: 1,2,3,4,5,6,7,8,9.

37.Glos ‘pegang’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘pegang’. Berian itu adalah [paci?] dan [pəgaŋ]. Berian [paci?] terdapat pada TP: 1,2,3,4, berian [pəgaŋ] terdapat pada TP: 5,6,7,8,9.

38.Glos ‘pendek’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘pendek’. Berian itu adalah [siŋke?] dan [pende?]. Berian [siŋke?] terdapat pada TP: 1,2,3,4, berian [pende?] terdapat pada TP: 5,6,7,8,9.


(66)

39.Glos ‘peras’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘peras’. Berian itu adalah [game] dan [pəRah]. Berian [game] terdapat pada TP: 1,2,3,4, berian [pəRah] terdapat pada TP: 5,6,7,8,9.

40.Glos ‘perempuan’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘perempuan’. Berian itu adalah [padusi] dan [tino]. Berian [padusi] terdapat pada TP: 1,2,3,4, berian [tino] terdapat pada TP: 5,6,7,8,9.

41.Glos ‘pondok’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘pondok’. Berian itu adalah [pondo?] dan [suduaŋ]. Berian [pondo?] terdapat pada TP: 1,2,3,4, berian [suduaŋ] terdapat pada TP: 5,6,7,8,9.

42.Glos ‘punggung’

Pada glos ‘punggung’ hanya terdapat satu berian. Berian itu adalah [puŋguaŋ] yang terdapat pada TP: 1,2,3,4,5,6,7,8,9.

43.Glos ‘rambut’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘rambut’. Berian itu adalah [abua?] dan [ambut]. Berian [abua?] terdapat pada TP: 1,2,3,4, berian [ambUt] terdapat pada TP: 5,6, dengan varian [gambUt] terdapat pada TP: 7,8,9.


(67)

44.Glos ‘rumput’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘rumput’. Berian itu adalah [umpuy?] dan [gupUt]. Berian [umpuy?] terdapat pada TP: 1,2,3,4, berian [gupUt] terdapat pada TP: 5,6,7,8,9.

45.Glos ‘satu’

Terdapat tiga berian yang berbeda pada glos ‘satu’. Berian itu adalah [cie?], [satuŋ] dan [suwa]. Berian [cie?] terdapat pada TP: 1,2,3,4, berian [satuŋ] terdapat pada TP: 5,6, berian [suwa] terdapat pada TP: 7,8,9.

46.Glos ‘saya’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘saya’. Berian itu adalah [den] dan [ambo]. Berian [den] terdapat pada TP: 1,2,3,4, berian [ambo] terdapat pada TP: 5,6,7,8,9.

47.Glos ‘sayap’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘sayap’. Berian itu adalah [sayo?] dan [kəpa?]. Berian [sayo?] terdapat pada TP: 1,2,3,4, berian [kəpa?] terdapat pada TP: 5,6,7,8,9.

48.Glos ‘semua’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘semua’. Berian itu adalah [sado] dan [galo]. Berian [sado] terdapat pada TP: 1,2,3,4, berian [galo] terdapat pada TP: 5,6,7,8,9.


(68)

49.Glos ‘siang’

Pada glos ‘siang’ hanya terdapat satu berian. Berian itu adalah [siaŋ] yang terdapat pada TP: 1,2,3,4,5,6,7,8,9.

50.Glos ‘sungai’

Terdapat tiga berian yang berbeda pada glos ‘sungai’. Berian itu adalah [taŋ ayiu], [ayi gədaŋ], dan [bataŋ ayi]. Berian [taŋ ayiu] terdapat pada TP: 1, dengan varian [taŋ ay

ia] di TP: 2,3,4, berian [ayi gədaŋ] di TP: 5,6,7, berian [bataŋ ay

i] terdapat pada TP: 8,9. 51.Glos ‘tarik’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘tarik’. Berian itu adalah [elo] dan [taRi?]. Berian [elo] terdapat pada TP: 1,2,3,4, berian [tari?] terdapat pada TP: 5,6,7,8,9.

52.Glos ‘tidur’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘tidur’. Berian itu adalah [tidu] dan [lalo?]. Berian [tidu] terdapat pada TP: 1,2,5,6,7,8,9 berian [galo] terdapat pada TP: 3,4.

53.Glos ‘leher’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘leher’. Berian itu adalah [maRiah] dan [liyi]. Berian [maRiah] terdapat pada TP: 1,2,3,4,dengan varian [meRih] terdapat pada TP: 5,6,7, berian [liyi] terdapat 8,9.


(69)

54.Glos ‘lidah’

Pada glos ‘lidah’ hanya terdapat satu berian. Berian itu adalah [lidah] yang terdapat pada TP: 1,2,3,4,5,6,7,8,9.

55.Glos ‘adik perempuan ayah’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘adik perempuan ayah’. Berian itu adalah [ete?] dan [bako]. Berian [ete?] terdapat pada TP: 1,2,3,4, berian [bako] terdapat pada TP: 5,6,7,8,9.

56.Glos ‘kakak laki-laki’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘kakak laki-laki’. Berian itu adalah [uda] dan [kaci?]. Berian [uda] terdapat pada TP: 1,2,3,4, berian [kaci?] terdapat pada TP: 7.

57.Glos ‘kakak perempuan’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘kakak perempuan’. Berian itu adalah [uni] dan [nen]. Berian [uni] terdapat pada TP: 1,2,3,4, dengan varian [uniaŋ] di TP: 7, berian [nen] terdapat pada TP: 5,6,8,9.

58.Glos ‘kakak laki-laki ibu’

Pada glos ‘kakak laki-laki ibu’ hanya terdapat satu berian. Berian itu adalah [uwan] yang terdapat pada TP: 1,2,3,4,5,6,7,8,9.

59.Glos ‘kakak laki-laki ayah’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘kakak laki-laki’. Berian itu adalah [apa?] dan [pa? wo]. Berian [apa?] terdapat pada TP: 1,2,3,4,5,6,8,9 berian [pa? wo] terdapat pada TP: 7.


(70)

60.Glos ‘ibu’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘ibu’. Berian itu adalah [ama?] dan [ibuŋ]. Berian [ama?] terdapat pada TP: 1,2,3,4, berian [ibuŋ] terdapat pada TP: 5,6,7,8,9.

61.Glos ‘ibu dari orang tua’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘ibu dari orang tua’. Berian itu adalah [aye?] dan [ma? gae?]. Berian [aye?] terdapat pada TP: 1,2,3, berian [ma? gae?] terdapat pada TP: 4,5,6,7,8,9.

62.Glos ‘ayah dari orang tua’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘ibu dari orang tua’. Berian itu adalah [aye?] dan [pa? gae?]. Berian [aye?] terdapat pada TP: 1,2,3, berian [pa? gae?] terdapat pada TP: 4,5,6,7,8,9.

63.Glos ‘nenek moyang’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘nenek moyang’. Berian itu adalah [ñiñia?] dan [puyaŋ]. Berian [ñiñia?] terdapat pada TP: 1,2,3,4, berian [puyaŋ] terdapat pada TP: 5,6,7,8,9.

64.Glos ‘cangkul

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘cangkul’. Berian itu adalah [badua?] dan [paku]. Berian [badua?] terdapat pada TP: 1,2,3,4, berian [paku] terdapat pada TP: 5,6,7,8,9.


(71)

65.Glos ‘gayung’

Terdapat tiga berian yang berbeda pada glos ‘gayung’. Berian itu adalah [gayuaŋ], [timbo], dan [cebo?]. Berian [gayuaŋ] terdapat pada TP: 1,2,5,6,7,8,9, berian [timbo] terdapat pada TP: 3, berian [cebo?] terdapat pada TP: 4.

66.Glos ‘gelas’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘gelas’. Berian itu adalah [galeh] dan [glas]. Berian [galeh] terdapat pada TP: 1,2,3,4, berian [glas] terdapat pada TP: 5,6,7,8,9.

67.Glos ‘selimut’

Terdapat dua berian yang berbeda pada glos ‘selimut’. Berian itu adalah [salimuy?] dan [kayin]. Berian [salimuy?] terdapat pada TP: 1,2,3,4, dengan varian [salimUt] di TP: 5,6,8,9, berian [kayin] terdapat pada TP: 7.

68.Glos ‘sendok’

Pada glos ‘sendok’ hanya terdapat satu berian. Berian itu adalah [sendo?] yang terdapat pada TP: 1,2,3,4,5,6,7,8,9.

69.Glos ‘tempat beras’

Terdapat empat berian yang berbeda pada glos ‘tempat beras’. Keempat berian itu adalah [bagasan], [puasan], [bagu], dan [salabuŋ]. Berian [bagasan] terdapat pada TP: 1,4,5,6, berian [puasan] terdapat pada TP: 2,3, berian [bagu] di TP: 7, dan berian [salabuŋ] terdapat pada TP: 8,9.


(1)

[buwayo] 1-4

[boyo] 5-9

a o /#K-

[buwayo] 1-4

[boyo] 5-9

107. cicak ai/#K-

[caca?] 1-4

[cica?] 5-9

108. ikan w Ø /#K-

[lawua?] 1-4

[lau?] 5-9

ua u/-K#

[lawua?] 1-4

[lau?] 5-9

109. nyamuk ØR/#-

[aŋi?] 1-3

[Raŋi?] 4

110. kami Øŋ/-#

[kami] 1-4

[kamiŋ] 5-9

111. kamu (perempuan) w Ø /#V-V#

[kawu] 1-4

[kauŋ] 5-9

112. baju Øŋ/-#

[baju] 1-4

[bajuŋ] 5-9

113. celana ia u /#K-

[siawah] 1-4


(2)

114. batuk ua u/-K#

[batua?] 1-4

[batu?] 5-9

115. bisu Øŋ/-#

[bisu] 1-4

[bisuŋ] 5-9

116. panu aə/#K-

[panaw] 1-4

[pənaw] 5-9

117. tuli aə/#K-

[paka?] 1-4

[pəka?] 5-9

118. hutan ØR/#-

[imbo] 1-3

[Rimbo] 4-6

119. Rg/#-

[Rimbo] 4-6


(3)

Lampiran III

DAFTAR NAMA INFORMAN 1. Nama : Iyan

Usia : 50 tahun Pendidikan : SMP Pekerjaan : Petani

Alamat :Lagan Hilir Punggasan

2. Nama : Itok Usia : 50 tahun Pendidikan : SMP Pekerjaan : Petani

Alamat : Lagan Hilir Punggasan

3. Nama : Iwel Usia : 27 tahun Pendidikan : SMP Pekerjaan : Petani

Alamat : Lagan Hilir Punggasan

4. Nama : Mardiana Usia : 50 tahun Pendidikan : SD Pekerjaan : Petani Alamat : Punggasan 5. Nama : Utis

Usia : 46 tahun Pendidikan : SD Pekerjaan : Petani Alamat : Punggasan 6. Nama : Nurmas

Usia : 60 tahun Pendidikan : SD Pekerjaan : Petani Alamat : Punggasan


(4)

7. Nama : Ismael Usia : 46 tahun Pendidikan : SD Pekerjaan : Petani Alamat : Air Haji 8. Nama : Nova Rita

Usia : 43 tahun Pendidikan : SMP Pekerjaan : Petani Alamat : Air Haji 9. Nama : Yanti

Usia : 32 tahun Pendidikan : SD Pekerjaan : Petani Alamat : Air Haji 10.Nama : Iyai

Usia : 50 tahun Pendidikan : SD Pekerjaan : Petani

Alamat : Lalang Panjang Inderapura

11.Nama : Nizar Usia : 42 tahun Pendidikan : SMP Pekerjaan : Petani Alamat :Lalang Panjang Inderapura 12.Nama : Listina

Usia : 46 tahun Pendidikan : SD Pekerjaan : Petani

Alamat : Lalang Panjang Inderapura

13.Nama : Imas Usia : 50 tahun Pendidikan : SD Pekerjaan : Petani


(5)

14.Nama : Susi Usia : 33 tahun Pendidikan : SMP Pekerjaan : Petani

Alamat : Tanah Bakali 15.Nama : El

Usia : 33 tahun Pendidikan : SMP Pekerjaan : Petani

Alamat : Tanah Bakali 16.Nama : Ramzil

Usia : 32 tahun Pendidikan : SLTP Pekerjaan : Petani

Alamat : Inderapura Timur

17.Nama : Ermu Usia : 25 tahun Pendidikan : SLTP Pekerjaan : Petani

Alamat : Inderapura Timur

18.Nama : Arnawati Usia : 36 tahun Pendidikan : SLTP Pekerjaan : Petani

Alamat : Inderapura Timur

19.Nama : Tolen Usia : 60 tahun Pendidikan : SD Pekerjaan : Petani

Alamat : Kudo-kudo Inderapura

20.Nama : Sapril Usia : 55 tahun Pendidikan : SD Pekerjaan : Petani Alamat :Kudo-kudo Inderapura


(6)

21.Nama : Oyon Usia : 45 tahun Pendidikan : SD Pekerjaan : Petani

Alamat : Kudo-kudo Inderapura

22.Nama : Apyani Usia : 48 tahun Pendidikan : SD Pekerjaan : Petani Alamat : Muaro Sakai 23.Nama : Idel

Usia : 31 tahun Pendidikan : SMP Pekerjaan : Petani Alamat : Muaro Sakai 24.Nama : Linda

Usia : 37 tahun Pendidikan : SMP

25.Nama : Dermaningsih

Usia : 55 tahun Pendidikan : SMP Pekerjaan : Petani

Alamat : Inderapura Tengah

26.Nama : Hj. Lasinis Usia : 60 tahun Pendidikan : SMP Pekerjaan : Petani

Alamat : Inderapura Tengah

27.Nama : Ismaini Usia : 40 tahun Pendidikan : SMP Pekerjaan : Petani