Faktor Resiko yang Memengaruhi Terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sirosis Hepatis
2.1.1. Pengertian
Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata
Khirros yang berarti kuning, karena perubahan pada nodul-nodul yang terbentuk.
Pengertian Sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut: Suatu keadaan disorganisasi
yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regenerative yang dikelilingi
jaringan yang mengalami fibrosis (Sutadi, 2003).
Pada penderita hepatitis yang tidak mampu menjaga kondisi organ hatinya
akan berlanjut menjadi penderita hepatitis kronik, dan jika keadaannya masih terus
memburuk

akan timbul semacam jerawat-jerawat besar

pada hati/nodul, yang

merupakan ciri khas dari Sirosis (Misnadiarly, 2007)
Menurut Nurdjanah (2009), Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang
menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang

ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.
Hal ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps
disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular dan regenerasi nodularis
parenkim hati.
Secara lengkap Sirosis adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi
pembuluh darah darah besar dan seluruh system arsitektur hati mengalami perubahan

11
Universitas Sumatera Utara

12

menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar
parenkim hati yang mengalami regenerasi (Sutadi, 2003).
2.1.2. Anatomi dan Fisiologi Hati
a. Anatomi
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga
perut, persis disamping lambung dibawah paru-paru. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 %
dari berat badan orang dewasa normal. Hati dibungkus oleh selaput tipis yang disebut
kapsul Glisson. Kadang-kadang hati dapat membengkak dan kapsul tersebut

meregang, menimbulkan rasa tidak nyaman (Sievert, 2010).
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu :
1. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan
nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan
mineral.
2. Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
Cabang-cabang pembuluh darah vena porta hepatica dan arteri hepatica
mengalirkan darahnya ke sinusoid. Hematosit menyerap nutrien, oksigen, dan
zat racun dari darah sinusoid. Di dalam hematosit zat racun akan dinetralkan
sedangkan nutrien akan ditimbun atau dibentuk zat baru, dimana zat tersebut
akan disekresikan ke peredaran darah tubuh.
Pada kondisi hidup, hati berwarna merah tua karena kaya akan persediaan
darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh
ligamentum falciforme. Lobus kanan hati lebih besar dari lobus kirinya dan

Universitas Sumatera Utara

13

mempunyai 3 bagian utama yaitu: lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus

quadrates.
Untuk mengetahui perbedaan bentuk hati normal dan tidak normal (sirosis)
dapat dilihat pada gambar berikut :
A

B
Gambar 2.1 Hati Normal dan Hati dengan Sirosis
A. Hati Normal
B. Hati dengan Sirosis
b. Fisiologi Hati
Fungsi utama hati yaitu :
1. Untuk metabolisme Protein, Lemak, dan Karbohidrat. Bergantung kepada
kebutuhan tubuh, ketiganya dapat saling dibentuk.
2. Untuk tempat penyimpanan berbagai zat seperti Mineral (Cu, Fe) serta
vitamin yang larut dalam Lemak (Vitamin A,D,E, dan K), likogen dan

Universitas Sumatera Utara

14


berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan dari tubuh (contohnya:
pestisida DDT).
3. Untuk detoksifikasi, dimana hati melakukan inaktivasi hormon dan
detoksifikasi toksin dan obat.
4. Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit, dan leukosit yang sudah tua
atau rusak.
5. Untuk sekresi, dimana hati memproduksi empedu yang berperan dalam
emulsifikasi dan absorbsi lemak.
Hati mensekresi ± 1 liter cairan empedu ke dalam saluran empedu yang terdiri
dari pigmen empedu dan asam empedu, yang termasuk pigmen empedu adalah
bilirubin dan biliverdin yang memberi warna tertentu pada feses. Asam empedu yang
di bentuk dari kolesterol membantu pencernaan lemak (Wibowo, 2009).
2.1.3. Epidemiologi
a. Menurut Orang
Berdasarkan national Vital Statistics Reports, di Amerika Serikat pada tahun
2004 angka kematian sirosis dengan infeksi hepatitis B berdasarkan kelompok umur
per 100.000 penduduk yang tertinggi terdapat pada kelompok umur 65-74 tahun yaitu
27,7%, pada umur 55-64 yaitu 22,6 %, pada umur 45-54 tahun yaitu 18 %, pada umur
35-44 tahun yaitu 6,3% dan terendah pada umur 25-34 tahun yaitu 0,8%.
Di Inggris pada tahun 2002, angka kematian akibat Sirosis hati akibat

Hepatitis B berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur per 100.000 penduduk

Universitas Sumatera Utara

15

tertinggi pada laki-laki umur 45-64 tahun yaitu 28,9% dan terendah pada perempuan
umur 15-44 tahun yaitu 3,5%.
Dari data beberapa Rumah Sakit di kota-kota besar di Indonesia
memperlihatkan bahwa penderita Sirosis pada pria lebih banyak dari perempuan
dengan rasio 1,5-2:1. Hasil penelitian Suyono, dkk, di RSUD Dr.Moewardi Surakarta
tahun 2001-2003, menunjukkan Prevalensi pasien Sirosis akibat Hepatitis B pada
laki-laki (71%) lebih banyak dari perempuan (29%) dengan kelompok umur 51-60
tahun merupakan kelompok umur yang terbanyak.
b. Tempat
Sirosis hati dijumpai di seluruh negara, tetapi kejadiannya berbeda-beda tiap
negara. Pada periode 1999-2004 insidensi sirosis hati dengan Hepatitis B di Norwegia
sebesar 13,4 per 100.000 penduduk. Kejadian Sirosis hepatis di China, dan India
berkisar 4-7%, di Afrika Timur 6,7%, dan di Chili 8,5%.
Dalam kurun waktu empat tahun di Medan, Proporsi pasien Sirosis hati

dengan Hepatitis B yaitu: 72,8% (berdasarkan pengamatan secara klinis).
c. Waktu
Di Amerika Serikat terjadi peningkatan persentase kematian akibat Sirosis
hati dengan hepatitis B sebesar 3,4 % dari tahun 2006 ke tahun 2007. Di Moldovo
pada tahun 2002 Case Spesifik Death Rate (CSDR) Sirosis 89,2% per 100.000
penduduk, sedangkan pada tahun 2004 CSDR Sirosis sebesar 99,2% per 100.000
penduduk.

Universitas Sumatera Utara

16

Di Indonesia

Insiden Sirosis akibat infeksi Hepatitis B kasusnya terus

meningkat, dari data salah satu rumah sakit di kota Medan, yaitu dari rekam medik
RSUP H.Adam malik medan tahun 2013, ada 20 penderita Sirosis dengan Hepatitis
B, tahun 2014 tercatat 105 penderita dan tahun 2015 ada 240 orang penderita.
2.1.4. Insiden

Penderita Sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki, jika
dibandingkan rasio kaum laki-laki dengan perempuan sekitar 1,6:1, dengan rata-rata
terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun, dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun
(Sutadi, 2003).
2.1.5. Klasifikasi
1. Menurut Patologinya, Sirosis dibagi atas 4 jenis:
a. Mikronodular (portal), bila nodul bergaris tengah sekitar 1cm. Vena
hepatika sangat sedikit, sedangkan saluran portal masih terlihat.
b. Makronodular (pascanekrotik), bila nodul bergaris tengah sekitar 5 cm,
dengan septum fibrotic yang lebar melingkari nodul tersebut. Hati akan
menjadi mengkerut.
c. Sirosis septal inkomplit, merupakan gabungan makro dan mikronodul. Vena
hepatika dan saluran portal masih terlihat, namun letaknya sudah tidak
teratur lagi (Hassan, 2007).
d. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi didalam hati
disekitar saluran empedu.Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier
yang kronis dan infeksi (kolangitis) (Bunner dan Suddarth, 2002).

Universitas Sumatera Utara


17

2. Secara Klinis sirosis dibagi atas:
a. Sirosis hati kompensasi
Yaitu: belum adanya gejala klinik yang nyata. Merupakan kelanjutan dari
proses Hepatitis kronis dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaan secara
klinik. Tes biokimia pada hati yang terkompensasi menunjukkan hasil yang
normal, sedikit peningkatan yang umumnya terjadi pada nilai serum
transaminase dan gamma-T. Diagnosis pastinya baru dapat dikonfirmasi
dengan pemeriksaan biopsy hati.
Tidak ditemukan tanda kearah penurunan fungsi sel hati. Pada Sirosis yang
terkompensasi baik, gambaran klinis penyakit dasarnya lebih menonjol.
Misalnya sirosis setelah hepatitis aktif kronik, maka akan terlihat gambaran
kelainan kulit seperti jerawat dan stria. Pada fibrosis kistik yang terlihat
menonjol adalah infeksi saluran nafas kronik dan insufisiensi pankreas.
Yang aktif terkompensasi dapat menunjukkan pruritis, ikterus, xantelasma,
mall absorbsi dan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak terutama
vitamin D dan K.
Sirosis hati sering terjadi, biasanya ditemukan pada saat pemeriksaan tes
rutin, pemeriksaan karena masalah lain atau ketika pembedahan, dan pada

saat otopsi.
b. Sirosis hati dekompensasi
Ditandai dengan edema perifer dan asites akibat penurunan fungsi hati.
Tanda penting lain yaitu: adanya ensefalopati hepatic dan fetor hepatic.

Universitas Sumatera Utara

18

Adanya ikterus pada Sirosis pascanekrotik menunjukkan penyakit yang lanjut.
Adanya perdarahan akibat hipersplenisme, berkurangnya trombosit dan infeksi
menunjukan keganasan penyakit yang diderita (Hassan, 2007).
2.1.6. Faktor Resiko yang Memengaruhi Sirosis pada Penderita Hepatitis B
Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering
disebutkan antara lain :
a. Umur
Seseorang dengan umur yang lebih muda tidak tertutup kemungkinan untuk
menderita sirosis hati, karena apabila seseorang terinfeksi Virus Hepatitis B akut,
90% yang terinfeksi pada anak-anak dan 70% pada orang dewasa tidak
menampakkan gejala sama sekali. Selanjutnya 90% pada mereka yang terinfeksi pada

masa anak-anak berlanjut menjadi kronis, sehingga tidak heran jika sering ditemukan
Sirosis hepatis pada seseorang sebelum usia 30 tahun (Sutadi, 2003).
Nurdjanah (2009), mengatakan bahwa di Amerika penyakit hati kronik dan
sirosis hati menduduki peringkat ketujuh teratas dengan usia individu berkisar antara
25 tahun dan 64 tahun. Karena penyakit sirosis merupakan penyakit yang menyerang
di usia produktif kehidupan, sehingga keadaan ini akan memberikan dampak berupa
menurunnya kualitas hidup penderita yang terkena. Bila kita perhatikan di Indonesia
rata-rata penderita Sirosis berada pada kelompok

umur

30-59 tahun,

dengan

puncaknya sekitar 40-49 tahun (Sutadi, 2003).

Universitas Sumatera Utara

19


b. Jenis kelamin
Pola hidup pria masa kini menambah daftar panjang terjangkitnya sirosis hati.
Saat ini penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada pria dibandingkan wanita
dengan rasio 1,6:1, hal ini dikarenakan banyaknya laki-laki yang mengkonsumsi
alkohol/peminum alkohol berat. Dari kebiasaan tersebut menyebabkan penyakit yang
ada makin berat, apalagi dalam diri seseorang telah ada infeksi Virus Hepatitis B
secara otomatis mempercepat kerusakan hati/terjadinya Sirosis hati.
Selain itu, laki-laki lebih banyak menderita Sirosis hati kemungkinan karena
laki-laki adalah kepala rumah tangga yang harus bekerja lebih keras tanpa
memperhatikan kemampuan fisik dan mentalnya sehingga lebih mudah terkena
penyakit, khususnya berbagai penyakit infeksi (Hepatitis B) (Karina (2007).
c. Virus Hepatitis B
Hepatitis B adalah: Suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B
(VHB), suatu anggota family Hepadnavirus yang menyebabkan peradangan hati akut
atau menahun, yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi Sirosis hati
atau kanker hati (Zulkoni, 2010).
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
Sirosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun
1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis, maka diduga mempunyai
peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi Sirosis. Secara
klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus

tipe B lebih banyak mempunyai

Universitas Sumatera Utara

20

kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan
perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.
Seseorang mengalami Hepatits B akut ada kemungkinan yang akan terjadi.
Pertama, apabila seseorang terkena virus Hepatits B pada usia dewasa, maka 90-95 %
beresiko menderita virus diantaranya sembuh. Sementara sisanya sekitar 5-10 % akan
menderita virus Hepatitis B kronis. Sedangkan apabila terkena virus Hepatitis B akut
pada usia anak- anak, maka resiko menderita virus Hepatits B kronis sebesar 90%.
Kedua, pada kelompok dewasa(5-10%) yang menderita virus Hepatitis B kronis
sebagai Hepatitis carrier inaktif atau menjadi hepatitis kronik aktif. Pada kelompok
hepatitis kronis aktif inilah yang kemudian beresiko menjadi Sirosis hati bahkan
menjadi kanker hati.
Temuan serupa dijumpai pada pasien dengan Sirosis akibat Hepatitis B kronik.
Dari pasien- pasien yang terpajan Hepatitis B, 5% mengalami hepatitis B kronik dan
sekitar 20% dari pasien ini akan berlanjut mengalami Sirosis. Pulasan khusus untuk
antigen HBc (Hepatitis B core) dan HBs (Hepatitis B surface) akan positif, dan
mungkin ditemukan hepatosit ground-glass yang menandakan HBsAg Positif
(Longo, 2014)
d. Konsumsi obat-obatan
Luka pada hati yang disebabkan oleh obat, termasuk obat yang diresepkan
amatlah umum. Ada lebih dari 600 jenis obat yang dapat merusak hati dalam berbagai
cara. Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya

Universitas Sumatera Utara

21

kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat
nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa Sirosis hati.
Suatu obat dapat dinyatakan menyebabkan kerusakan pada hati, apabila bahan
tersebut dapat menimbulkan kelainan hati yang terus-menerus sejak obat tersebut
diberikan dengan cara dan dosis tertentu.
Kerusakan akibat obat yang ditimbulkan pada hati dapat berupa:
1. Hepatotoksik
a) Merubah sintesis hati dan zat lain yang esensial
b) Merubah aliran darah
c) Merubah metabolisme lemak
2. Kolestatik
a) Penyempitan kanalikuli akibat kerusakan sel hati dan viskositas cairan
b) Penurunan sekresi empedu akibat membran hati
c) Penyumbatan segitiga portal dan eksudat
d) Kerusakan saluran empedu yang akan menyebabkan naiknya permeabilitas
saluran tersebut. Secara histopatologi terlihat statis yang hebat dengan
infiltrasi radang tanpa ditemukan adanya nekrosis atau hanya nekrosis
setempat. Bila statis berlangsung lama akan terjadi proliferasi saluran
empedu dan mengakibatkan fibrosis portal yang selanjutnya dapat
mengakibatkan sirosis.
3. Hepatik
a) Sukar membedakan dengan hepatitis Virus

Universitas Sumatera Utara

22

b) Kerusakan perenkim menonjol, yaitu berupa subakut, submasif, dan masif.
Kelainan akan berkurang bila pemberian bahan dihentikan dan akan timbul
kembali bila bahan tersebut diberikan kembali. Obat-obatan yang biasanya
mengalami metabolisme dihati dapat menimbulkan masalah. Walaupun
diberi dalam takaran/dosis biasa, hati yang sakit tidak dapat mengatasi zatzat dari obat- obatan yang masuk sekalipun dalam jumlah normal.
Kemungkinan suatu obat menjadi penyebab hepatitis harus selalu
dipertimbangkan. Beberapa obat dapat menyebabkan luka pada sel hati,
yang dapat menjadi Sirosis. Mengapa seseorang minum obat dalam jangka
panjang terus-menerus mengakibatkan kerusakan hati. Hal ini mungkin
disebabkan:
1. Kerusakan yang disebabkan oleh obat tidak diperhatikan sampai pada
titik dimana kerusakan tersebut tidak dapat dipulihkan lagi.
2. Hepatitis akut mungkin dapat didiagnosis, namun tidak diketahui bahwa
pengobatan

yang

dilakukan

merupakan

penyebabnya,

sehingga

pengobatan berlangsung terus.
3. Pengobatan yang menyebabkan kerusakan dihentikan, tetapi dimulai
kembali sebelum sembuh total.
4. Hati mengalami kerusakan meskipun obat-obatan penyebabnya tidak
lagi digunakan.
Tubuh tiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dalam metabolisme obat.
Perbedaan ini dapat disebabkan keadaan kesehatan seseorang tersebut. Apakah

Universitas Sumatera Utara

23

penyakit hati (Hepatitis B) mengubah reaksi hati, sehingga hati lebih rentan terhadap
kerusakan akibat obat tertentu. Beberapa obat juga dapat menyebabkan perubahan
pada system kekebalan tubuh seseorang, dan perubahan ini menyebabkan kerusakan
pada hati (Sievert, 2010).
Adapun Obat- obatan yang dapat menyebabkan sirosis atau merusak jaringan
hati pada hati dapat dilihat pada table berikut:
Tabel. 2.1 Daftar Obat yang dapat Merusak Jaringan Hati
Antibiotik
Ampisilin
Amoksisilin
Ciprofloksasin
Gentamisin
Kloramfenikol
Kotrimoxaxol
Metronidazole
Seftriaxon
Cefotaxim
Metronidazole
Analgesik Narkotik
Codein
Fentanyl
Anti ansietas
Alprazolam
Amitriptilin
Diazepam

Analgesik non narkotik
Asetosal
Ibuprofen
Ketorolac
Metamizole
Metampiron
Parasetamol
Tramadol
Antialergi
Difenhidramin
Antidiare
Atapulgit
Lactobacillus
Loperamide
Anestetik
Ketamin hidroklorida
Midazolam

Anti tukak
Lansoprozol
Omeprazole
Pantoprozole
Ranitidine
Antiangina
Isosorbide dinitrate

Antidiabetik
Insulin aspart
Insulin glargin

Dari beberapa jenis obat yang sering dikonsumsi oleh penderita Hepatitis B
yang menyebabkan hepatotoksik, diantaranya:
1. Ranitidine merupakan golongan histamine reseptor (H2) antagonis (RAS)

yang tergolong inducer idiosyncratic hepatotoksik. Secara umum ranitidin

Universitas Sumatera Utara

24

dapat meningkatkan nilai SGPT. Efek ranitidine terhadap hati akan
memperluas kerusakan hati dan telah terjadi kematian dibeberapa individu.
Pada pasien lanjut usia dan memiliki ganguan fungsi hati, ranitidine harus
digunakan secara hati-hati. Dosis ranitidine adalah 150 mg dan dosis
maksimal 6 gram per hari (BPOM RI, 2008).
2. Paracetamol dimetabolisme pada hati, apabila digunakan secara berlebihan

maka paracetamol dapat menyebabkan gagal hati fulminal, gagal hati akut
dan transplatasi hati (Larson, 2005). Gambaran klinis pada penderita
kelainan hati akibat obat biasanya menimbulkan gejala 2-5 minggu setelah
kontak dengan bahan. Pada paracetamol dosis tinggi, gejala dapat timbul 1
minggu kemudian. Penderita akan mengeluh menggigil, panas, timbul
kemerahan dimuka, gatal dan artralgia. dan pada penderita Hepatitis B reaksi
yang ditimbulkan obat yang menyebabkan kerusakan bisa lebih cepat
(Hassan, 2007).
3. Cefotaxim termasuk antibiotik golongan sefalosporin, untuk golongan

antibiotik sefalosporin banyak dikaitkan dengan disfungsi hati termasuk
kolestasis. Efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan spironolactone
pada pasien penyakit hati dapat menyebabkan kolestatis kerana adanya
kesamaan struktur antara spironolactone dan streroid. Dosis IV 1-2 g / 8-12
jam.

Pada

pasien

yang

mengalami

Sirosis,

spironolactone

dapat

Universitas Sumatera Utara

25

memperburuk ensefalopati hati, resiko akan menjadi berat apabila digunakan
bersamaan dengan diuretik lainnya (Depkes, 2007).
Pemberian obat penginduksi hati terhadap pasien gangguan fungsi hati perlu
dilakukan khusus seperti penentuan regimen dosis, perpanjangan frekuensi
penggunaan obat, penambahan zat lain yang dapat mengurangi efek toksik dan perlu
dilakukan pengawasan parameter fungsi hati (Dipiro, 2005).
d. Konsumsi alkohol
Alkohol adalah bahan utama dalam pembuatan minuman keras, dengan
kadarnya masing-masing, seperti wishky, bir, anggur, dan Tuak. Alkohol merupakan
suatu cairan bening, yang mudah menguap, mudah bergerak, bersifat memabukan,
memiliki bau khas, rasa panas, mudah terbakar dengan memberikan nyala api
berwarna biru dan tidak berasap.
Alkohol adalah suatu penyebab yang paling umum dari Sirosis. Sirosis hati
dijumpai di seluruh negara, tetapi kejadiannya berbeda-beda, di negara Barat etiologi
sirosis hati tersering diakibatkan oleh alkohol. Semakin murah harga alkohol,
semakin banyak orang kurang mampu yang dapat membelinya, dan semakin tinggi
resiko penyakit hati.
Nama yang populer alkohol di Indonesia yang konsumsi adalah miras, kamput,
topi miring, raja jemblung, cap tikus, balo, dan lain sebagainya. Minuman beralkohol
mempunyai kadar yang berbeda-beda, misalnya bir dan soda alkohol (1%-10%
alkohol), martini dan anggur (10%-20% alkohol), dan minuman keras import yang
biasa disebut sebagai whisky dan brandy (20% - 50% alkohol).

Universitas Sumatera Utara

26

Jumlah alkhol yang diminum dapat dihitung dalam satuan unit, dimana
setengah kaleng bir (300cc), setara dengan segelas anggur, atau 1 takaran kecil wiski
(1 unit). Untuk mencegah gangguan kesehatan, seorang pria sehat sebaiknya tidak
mengkonsumsi lebih dari 21 unit per minggu dan wanita tidak lebih dari 14 unit
perminggu. Berapa lama alkohol dikonsumsi penting pula untuk diketahui, karena
konsumsi alkohol dalam jumlah banyak secara teratur setiap harinya, lebih berbahaya
dibandingkan dengan peminum yang kadangkala saja dalam pesta.
Beberapa penyakit yang diyakini berasosiasi dengan kebiasaan minum alkohol
antara lain sirosis hati, kanker, penyakit jantung dan syaraf. Sebagian besar kasus
sirosis hati (liver cirrhosis) dialami oleh peminum berat yang kronis. Sebuah studi
memperkirakan bahwa konsumsi 210 gram alkohol atau setara dengan minum
sepertiga botol minuman keras (liquor) setiap hari selama 25 tahun akan
mengakibatkan sirosis hati.
Dalam jurnal Eko (2016), Konsumsi alkohol Pada individu dengan infeksi
HBV dan peminum alkohol berat, resiko terjadinya sirosis lebih cepat dibandingkan
dengan mereka yang mengkonsumsi alkohol tanpa adanya infeksi HBV dan
kelangsungan hidup mereka juga menurun. Dimana 4-7% pasien dengan HBeAgpositif dan 2-3% pasien dengan HBeAg-negatif pada seorang yang mengkonsumsi
alkohol, akan berkembang menjadi suatu sirosis, jika tidak diobati kemungkinan
untuk bertahan hidup dari mereka tidak lebih dari 5 tahun.
Menurut Longo (2014), minum alkohol dalam jangka waktu yang panjang
dapat menyebabkan berbagai tipe penyakit hati kronik, termasuk perlemakan hati

Universitas Sumatera Utara

27

alkoholik, hepatitis alkoholik, dan sirosis. Pemakaian alkohol yang berlebihan ikut
menimbulkan kerusakan hati yang lebih cepat pasien yang sudah mengidap penyakit
hati, misalnya Hepatitis B.
Mekanisme penyakit hati akibat konsumsi alkohol masih belum pasti,
diperkirakan mekanismenya yaitu sel hati mengalami fibrosis dan destruksi protein
yang berkepanjangan akibat metabolisme alkohol yang menghasilkan acetaldehyde.
Fibrosis yang terjadi merangsang pembentukan kolagen. Regenenerasi sel tetap
terjadi tetapi tidak dapat mengimbangi kerusakan sel. Penimbunan kolagen terus
berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol-benjol dan mengeras sehingga terjadi
sirosis hati.
Secara sederhana peminum alkohol dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok,
yang meliputi peminum ringan, peminum sedang, dan peminum berat.
1. Peminum Ringan (Light Drinker), yaitu mereka yang mengkonsumsi antara 0,285,9 gram atau ekuivalen dengan minum 1 botol bir atau kurang.
2. Peminum Menengah (Moderate Drinker), kelompok ini mengkonsumsi antara
6,2-27,7 gram alkohol atau setara dengan 1- 4 botol bir per hari.
3. Peminum Berat (Heavy Drinker), yang mengkonsumsi lebih dari 28 gram alkohol
per hari atau lebih dari 4 botol bir setiap harinya.
Bagi mereka yang menderita penyakit hati karena sebab apapun, dianjurkan
untuk tidak minum alkohol agar proses penyembuhan lebih cepat. Jika kerusakan hati
disebabkan kerena minum alkohol, maka seumur hidup harus berhenti minum
alkohol. Walaupun minuman dengan kadar alkohol yang rendah ternyata

Universitas Sumatera Utara

28

mengandung 3 % alkohol yang setara dengan bir biasa, karena kandungan alkohol
dalam bir, anggur, dan minuman keras lainnya menghasilkan bahan kimia yang
sangat beracun, seperti asetaldehida. Bahan kimia ini dapat memicu terjadinya
peradangan yang nantinya dapat merusak sel-sel hati dan dapat mengganggu
kemampuan fungsi hati (Sievert, 2010).
2.1.7. Patogenesis Sirosis Hati
Infeksi virus Hepatitis B menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini
menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoselular) terjadi kolaps
lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa
fibrosa difus dan nodul sel hati. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta
yang satu dengan yang lainnya.
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran
dan distorsi percabangan pembuluh hepatic dan gangguan aliran darah porta dan
menimbulkan hipertensi portal. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis
pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis, dan septa aktif.
Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi irreversibel bila telah terbentuk
septa permanen yang aselular pada daerah porta dan parenkim hati.
2.1.8. Manifestasi Klinis
Gejala dapat terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan
beratnya kerusakan yang terjadi dari pada etiologinya.

Universitas Sumatera Utara

29

a. Pembesaran hati
Pada awal perjalanan sirosis, hati cendrung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat
diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari
pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi mengakibatkan regangan pada
selubung fibrosa hati (kapsul Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut,
ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan
hati. Apabila dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler).
b. Obstruksi Portal dan Asites
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang
kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ
digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati. Karena hati
yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah
tersebut akan kembali kedalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi
bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongestif pasif yang kronis, dengan kata lain
kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat
bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cendrung menderita
dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara berangsurangsur mengalami penurunan.
c. Varises Gastro Intestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik
juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem

Universitas Sumatera Utara

30

gastrointestinal dan pemintasan darah dari pembuluh darah dengan tekanan yang
lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi
pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput
medusa), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus,
lambung dan rectum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami
pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini membentuk
varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan
yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami rupture dan
menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk
mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal.
Kurang lebih 25% akan mengalami hematemesis ringan, sisanya akan mengalami
hemoragi massif dari rupture varises pada lambung dan esophagus.
d. Edema
Gejala lanjut pada Sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis.
Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya
edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta
air dan ekskresi kalium.
e. Defesiensi Vitamin dan Edema
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang
tidak memadai (terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin
tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan

Universitas Sumatera Utara

31

dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal
bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut
menimbulkan anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan
mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan
aktifitas rutin sehari-hari.
f. Kemunduran mental
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan
ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu pemeriksaan neurologi
perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien,
kemampuan kognotif, orientasi terhadap waktu serta tempat dan pola bicara
(Bunner dan Suddarth, 2002).
2.1.9. Diagnosa
Diagnosa Sirosis Hepatis Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium, terdiri dari:
a. Urin
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada
ikterus. Pada penderita dengan asites, maka ekskresi Natrium (Na) dalam urin
berkurang (urin kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi
syndrome hepatorenal.
b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus,
ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di

Universitas Sumatera Utara

32

dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan
tinja berwarna cokelat atau kehitaman.
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normo kronik anemia yang ringan, kadang–
kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asamfolik dan vitamin
B12 atau karena Splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan
gastrointestinal maka akan terjadi hipokromik anemi, juga dijumpai likopeni
bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d. Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi
penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin
bertambah, sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap hari akan
diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan Sirosis hanya dapat disintesa antara
3,5-5,9 gr/hari. Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dl. Jumlah albumin dan
globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang disebut elektroforesis
protein serum.
Perbandingan normal albumin:globulin (2:1) atau lebih. Selain itu, kadar asam
empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan
hati secara dini (Hadi, 2002).
2.1.10. Sarana Penunjang Diagnostik
a. Radiologi

Universitas Sumatera Utara

33

Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan adalah: pemeriksaan foto
toraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP) (Hadi,
2002).
b. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelainan di
hati, termasuk sirosis hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya
penyakit. Pada tingkat permulaan Sirosis akan tampak hati membesar, permulaan
irregular, tepi hati tumpul. Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu
tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar
dan sebagian lagi dalam batas nomal.
c. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hepatis akan
jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau
kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali
didapatkan pembesaran limpa.
2.1.11. Komplikasi
a. Varises Esophagus dan Perdarahan
Setiap penderita sirosis hati dekompensata terjadi hipertensi portal dan timbul
varises esophagus.Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah,
sehingga timbul perdarahan. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah
atau hematemesis, biasanya mendadak tanpa didahului rasa nyeri pada epigastrium.
Varises esophagus merupakan komplikasi Sirosis hati yang biasanya ditemukan pada

Universitas Sumatera Utara

34

kira-kira 50% pasien saat diagnosis sirosis dibuat. Varises ini memiliki kemungkinan
pecah dalam 1 tahun pertama sebesar 5-15% dengan angka kematian dalam 6 minggu
sebesar 15-20% .
b. Koma Hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak,
sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum
memiliki gejala yaitu hilangnya kesadaran penderita. Koma hepatikum dibagi
menjadi dua. Pertama koma hepatikum primer yaitu disebabkan oleh nekrosis hati
yang meluas dan fungsi vital terganggu seluruhnya maka metabolisme tidak dapat
berjalan dengan sempurna. Kedua koma hepatikum sekunder yaitu koma hepatikum
yang timbul bukan karena kerusakan hati secara langsung melainkan karena
perdarahan akibat terapi terhadap asites karena obat-obatan dan pengaruh substansia
nitrogen.
c. Ensefalopati Hepatikum
Ensefalopati Hepatikum adalah gangguan neuropsikiatrik yang terjadi karena
kerusakan hati terutama pada sirosis hati, morbiditasnya 70% dan mortalitasnya 20%.
Ensefalopati hepatikum ditandai dengan meningkatnya kadar ammonia dalam serum
dan sistem saraf pusat. Sebagian besar kasus ensefalopati hepatikum disebabkan oleh
zat-zat toksik diantaranya ammonia. Tingginya kadar ammonia dapat mengganggu
kerja otak sehingga muncul keluhan seperti apatis, gelisah, mengantuk, kebingungan,
kesadaran menurun sampai kedaan tidak sadar.

Universitas Sumatera Utara

35

d. Peritonitis Bakterial Spontan
Peritonitis Bakterial Spontan adalah infeksi cairan acites oleh salah satu jenis
bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa
gejala namun dapat timbul gejala demam dan nyeri abdomen. Peritonitis bakterial
spontan disebabkan oleh adanya translokasi bakteri menembus dinding usus dan juga
oleh karena penyebaran bakteri secara hematogen. Bakteri penyebabnya antara lain:
escherechia coli, stereptococcus pneumoniae, spesies klebsiella dan organisme
enterik gram negatif lainnya. Diagnosa peritonitis bakterial spontan berdasarkan
pemeriksaan pada cairan asites dimana ditemukan sel polimorfonuklear lebih dari 250
sel/mm³ dengan kultur cairan positif.
e. Kanker Hati (Hepatocellular Carcinoma)
Apapun penyebab Sirosis, dapat meningkatkan risiko kanker hati primer
(hepatocellular carcinoma). Istilah primer menunjukkan tumor berasal dari hati.
Kanker hati sekunder merupakan kanker hati yang berasal dari penyebaran kanker
dari tempat lain dalam tubuh (metastasis). Keluhan terbanyak kanker hati primer
adalah nyeri perut, pembengkakan, pembesaran hati, penurunan berat badan, dan
demam. Sebagai tambahan, kanker hati dapat memproduksi dan melepaskan sejumlah
bahan yang menimbulkan berbagai kelainan diantaranya: peningkatan sel darah
merah (eritrositosis), gula darah yang rendah (hipoglikemia) dan kalsium darah yang
tinggi (hiperkalsemia).
Sirosis merupakan kondisi premaligna dan berhubungan dengan risiko
peningkatan kanker hepatoseluler. Dari data statistik selama selama dua dekade

Universitas Sumatera Utara

36

terakhir, kejadian kanker jenis ini meningkat di Amerika Serikat, terutama karena
penyebaran HBV dan HCV. Untuk itu diperlukan langkah-langkah pencegahan,
pengukuran pencegahan termasuk didalamnya skrining dengan alpha-fetoprotein dan
ultrasonografi setiap 6 bulan (Anand , 2002).
1.1.12 Prognosis
Prognosis tergantung pada luasnya kerusakan hati/kegagalan hepatoseluler,
beratnya hipertensi portal, dan timbulnya komplikasi lain. Klasifikasi Child-pugh
dipakai sebagai petunjuk prognosis yang tidak baik dari pasien Sirosis.
Tabel 2.2 Kriteria Child-Pugh pada Penderita Sirosis Hepatis
Parameter klinis
Billirubin
Albumin
Asites
Defisit neurologic
Nutrisi
(Mansjoer, dkk, 2001)

1
3,5
Tidak ada
Tidak ada
Baik

DerajatKlasifikasi
2
3
2-3
>3
3-3,5