Faktor Resiko yang Memengaruhi Terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif, ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar
dan pembentukan nodulus regeneratif. Sirosis hepatis merupakan salah satu bentuk

perjalanan akhir dari infeksi virus hepatitis B (VHB) (Nurdjanah, 2009).
Hepatitis virus terutama tipe B menjadi salah satu penyebab Sirosis hepatis,
karena VHB mempunyai peranan yang sangat besar sebagai penyebab terjadinya
nekrosa sel hati, hal ini makin jelas dengan ditemukannya VHB dalam darah
penderita dengan Hepatitis kronis oleh Blumberg pada tahun 1965, dan secara klinik
telah dikenal bahwa VHB mempunyai kecenderungan untuk menetap dalam tubuh
penderitanya, yang menunjukkan bahwa infeksi VHB ini telah berjalan secara kronis
yang nantinya tahap akhir dari infeksi ini adalah terjadinya Sirosis (Hadi, 2002).
Sebagian besar penderita Hepatitis B

kondisinya tidak kunjung membaik,

melainkan memburuk meski telah menjalani terapi. Memburuknya kondisi ini akan

mengarah pada terjadinya kegagalan fungsi hati, yang merupakan pertanda bahwa Sirosis
sudah berada pada stadium akhir (Misnadiarly, 2007).

Berdasarkan laporan World Health Organizatiaon (WHO) tahun 2008, lebih
dari 2 miliar orang didunia telah terinfeksi virus Hepatitis B. Dari pasien-pasien yang
terinfeksi Hepatitis B ini, 5 % akan mengalami Hepatitis B kronik, setelah 30 tahun,

1
Universitas Sumatera Utara

2

30% pasien dengan hepatitis B kronik aktif akan berkembang menjadi Sirosis hati,
jika tanpa perawatan sekitar 15% pasien Sirosis hati akan meninggal dunia dalam 5
tahun.
Di seluruh dunia, Sirosis hati menempati urutan ke tujuh sebagai penyebab
kematian, dengan Prevalensi Sirosis hati berkisar antara 25-400 per 100.000 jiwa.
Tercatat 25.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini, dan Proporsi
sirosis hati yang disebabkan oleh Hepatitis B adalah sebesar 30 % (Wiersma, 2007).
Sedangkan di negara maju Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga

setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker (Sutadi, 2003).
Di Amerika, Sirosis hati berada di urutan nomor 9 sebagai penyakit yang
menyebabkan kematian. Hepatitis B menyumbang 15% sebagai faktor resiko
terjadinya sirosis, dan Insiden Sirosis di Amerika yaitu: 360 per 100.000 penduduk.
Dale & Federman (2007), mengatakan tingginya

insiden sirosis dinegara ini,

disebabkan oleh jumlah karier Hepatitis B, yaitu: 800.000-1 juta orang, dimana 25%
dari karier ini berkembang menjadi hepatitis kronik aktif, yang seringkali berlanjut
menjadi Sirosis. Di Korea pada tahun 2013, infeksi VHB menjadi penyebab tertinggi
sirosis hati, dimana insiden Sirosis yang disebabkan oleh Hepatitis B sebesar 85 %
(408 orang) dari 481 penderita Sirosis.
Di Indonesia, Sirosis hepatis yang disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis B
insidennya sangat tinggi yaitu: 13 juta orang, hal ini disebabkan karena Indonesia
merupakan negara endemisitas tinggi Hepatitis B. Indonesia juga merupakan negara
dengan penderita Hepatitis B tertinggi ketiga setelah China dan India. Diperkirakan

Universitas Sumatera Utara


3

dari 100 orang di Indonesia 10 diantaranya telah terinfeksi virus hepatitis B
(Kemenkes, 2014).
Dari beberapa penelitian yang dilakukan di Indonesia menyebutkan bahwa
proporsi sirosis yang disebabkan oleh virus hepatitis B adalah sebesar 40-50%.
Laporan dari beberapa rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, secara
keseluruhan Prevalensi Sirosis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di
bangsal Penyakit Dalam atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang
dirawat di bangsal (Nurdjannah, 2009).
Hasil penelitian Suyono dkk, di RSDM Surakarta sejak tahun 2001-2003,
prevalensi penderita sirosis hati yang disebabkan oleh Hepatitis B sebesar 11%. Di
RSUP Dr. Kariadi Semarang berdasarkan penelitian Karina tahun 2002-2006,
diketahui dari 134 penderita sirosis hati terdapat 19 penderita dengan riwayat
Hepatitis B, dengan kata lain proporsi penderita Sirosis pada penderita Hepatitis B di
Rumah Sakit ini adalah sebesar 13,9%.
Penelitian Rencianisari di Rumah Sakit Dr Saiful Anwar Malang tahun 2008,
ditemukan 20 penderita Sirosis hati yang disebabkan oleh Hepatitis B pada bulan
Maret dan April yaitu sebanyak: 13 penderita (65%). Penelitian Nur Aisyah di RSU
Dr. Pirngadi Medan tahun 2002-2006, proporsi penderita Sirosis hati dengan riwayat

Hepatitis B adalah sebanyak 142 orang (56,6%) dari 251 penderita sirosis.
Dalam kurun waktu empat tahun di Medan, dari 19.914 pasien yang dirawat di
bagian Penyakit Dalam, diperoleh Proporsi pasien Hepatitis B yaitu: 1.115 pasien
(5,6% ) dan pengamatan secara klinis pada penderita Hepatitis B tersebut dijumpai

Universitas Sumatera Utara

4

Proporsi Sirosis hati yaitu: 811 pasien (72,8%). Penelitian Imelda Rey tentang Profil
Pasien Sirosis hati Di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik
Medan periode Januari 2009-Desember 2011, dari 141 pasien yang dirawat di ruang
rawat inap Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik medan, Hepatitis B merupakan
penyebab terbanyak yang dijumpai pada pasien Sirosis hepatis yaitu sebanyak 83
pasien (58.9%).
Dari Insiden yang ada, laki-laki lebih mudah terkena Sirosis hepatis
dibandingkan perempuan dengan rasio 2,4-5:1 (Nurdjannah, 2009), yang relevan
dengan penelitian Sutadi tahun 2003, dimana penderita Sirosis hati yang disebabkan
oleh Hepatitis B lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibanding perempuan dengan
rasio 1,6:1. Dari segi umur, penderita Sirosis hati terbanyak pada kelompok umur

44-50 tahun yaitu dengan proporsi sebesar 35,4%, sedangkan jumlah penderita
terkecil adalah pada kelompok umur 65-71 tahun dengan Proporsi sebesar 6,2%.
Menurut Penelitian Nur Rahmah pada periode Januari 2011-Juni 2013,
diperoleh hasil penelitian : dari 100 sampel yang diteliti, berdasarkan kelompok umur
menunjukkan bahwa insiden Sirosis terbanyak terjadi pada rentang umur 40-49 tahun
dengan jumlah kasus 43 orang (43%), jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki
sebanyak 79 pasien (79%), dan 35 orang (35%) mengatakan pernah menderita
Hepatitis B sebelumya.
Penelitian Herlida tahun 2015, dari 87 penderita Sirosis hati didapatkan 61
penderita (70,11%) berjenis kelamin laki-laki dan 26 orang (29,89%) penderita
berjenis kelamin perempuan. Bila dihitung perbandingan antara laki-laki dan

Universitas Sumatera Utara

5

perempuan, maka rasionya adalah 2,4:1. Dari sampel yang diteliti ditemukan Sirosis
hati yang terkait virus hepatitis B dengan seromarker hepatitis B surface antigen
(HBsAg) positif sebanyak 31 kasus. Menurut Karina (2007), laki-laki lebih banyak
menderita Sirosis hati kemungkinan karena laki-laki adalah kepala rumah tangga

yang harus bekerja lebih keras tanpa memperhatikan kemampuan fisik dan mentalnya
sehingga lebih mudah terkena penyakit, khususnya berbagai penyakit infeksi
(Hepatitis B).
Selain virus hepatitis B, umur, dan jenis kelamin terdapat beberapa faktor
resiko yang juga memengaruhi terjadinya Sirosis hepatis pada penderita Hepatitis B,
diantaranya: riwayat konsumsi obat-obatan, dan riwayat konsumsi alkohol. Faktor
resiko ini mempunyai pengaruh yang bervariasi pada pasien yang berbeda (Borrugh,
dkk 2011).
Pada usia dewasa faktor resiko yang memengaruhi banyaknya pasien yang
terkena gangguan fungsi hati (Sirosis) antara lain: disebabkan oleh zat-zat toksik
seperti obat-obatan dan alkohol. Riwayat konsumsi obat terdahulu terutama obatobatan hepatotoksik pada penderita hepatitis B, memiliki hubungan yang erat dengan
kejadian Sirosis. Walaupun diberi dalam takaran/dosis biasa, hati yang sakit
(terinfeksi Hepatitis B) tidak dapat mengatasi zat-zat dari obat- obatan yang masuk
sekalipun dalam jumlah normal.
Obat-obatan yang mengalami metabolisme dihati dapat menimbulkan masalah
dan kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati secara akut akan

Universitas Sumatera Utara

6


berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan hati kronik dapat
terjadi apabila obat-obatan yang bersifat hepatotoksik digunakan secara berulang,
maka akan menyebabkan kerusakan secara setempat, kemudian terjadi kerusakan hati
yang merata dan akhirnya terjadi sirosis hepatis (Sievert, 2010).
Menurut Sindy E. Cinthya (2012), penggunaan obat yang tinggi sampai 96%
pada penderita penyakit hati (Hepatitis B), mengakibatkan kerusakan hati berupa
sirosis. Obat-obatan penginduksi kerusakan hati yang digunakan antara lain:
Ranitidin (31,3%), Seftriaxon (23,1%), dan Paracetamol (16,4 %).
Hati sangat terganggu dengan masuknya zat alkohol (methanol dan etanol)
kedalam tubuh, karena alkohol yang masuk akan dieliminasi oleh hati. Konsumsi
alkohol dapat memperberat kerja hati dan merusak fungsi hati secara perlahan dan
terus-menerus. Keadaan ini dapat lebih parah dan berkembang menjadi Sirosis
hepatis (Mukherjee, 2011).
Konsumsi alkohol > 50-70 gram perhari dan dalam jangka waktu yang lama
ternyata tidak hanya meningkatkan resiko terjadinya Sirosis hati namun juga
mempercepat terjadinya Hepatoma/kanker hati (PPHI, 2013). Danastri (2013)
mengatakan bahwa dengan mengonsumsi alkohol secara kronik selama 5 tahun
menyebabkan kerusakan hati secara irreversible yaitu Sirosis hati beserta
komplikasinya.

Gejala klinis dari Sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai
dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan kasus Sirosis hepatis yang
datang berobat kedokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit ini, dan

Universitas Sumatera Utara

7

kurang lebih 30 % lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit
lain, sisanya ditemukan pada saat otopsi (Sutadi, 2003).
Diperkirakan dari seluruh penderita Sirosis hepatis yang ada, hanya
setengahnya yang telah terdiagnosis dan mendapatkan perhatian medis, sedangkan
sisanya belum terdiagnosis karena sulit membedakan Hepatitis kronik aktif yang
berat dengan Sirosis hati dini. Mengingat pengobatan sirosis hati hanya merupakan
simptomatik dan mengobati penyulit, maka prognosa Sirosis hepatis bisa jelek.
Namun penemuan sirosis yang masih terkompensasi mempunyai prognosa yang baik.
Menurut Eko (2016), dalam penatalaksanaan sirosis hepatis terkait VHB, hal
yang harus dilakukan adalah memberikan pengobatan yang efektif, mengidentifikasi,
dan menghindari faktor risiko yang dapat memicu terjadinya perkembangan Sirosis
dengan tidak mengkonsumsi alkohol, dan meminimalisir penggunaan obat.

Pada penatalaksanaan Sirosis hati ketepatan diagnosa dan penanganan yang
tepat sangat dibutuhkan, karena penderita yang telah diketahui menderita Sirosis
hepatis tetapi tidak dirawat dengan baik dapat berlanjut kearah komplikasi yang lebih
parah. Penting diingat seseorang yang telah menderita sirosis, keadaan hatinya tidak
akan bisa kembali seperti semula, dan hanya 20% pasien sirosis tahap akhir yang
mampu bertahan sampai 5 tahun.
Survei pendahuluan yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada tiga
tahun terakhir yaitu tahun 2013-2015 ditemukan penderita hepatitis B sebanyak
1.894 orang. Penderita Hepatitis B ini terus mengalami peningkatan yang cukup
tajam, dimana pada tahun 2013 dari 173 penderita Hepatitis B, 20 orang telah

Universitas Sumatera Utara

8

menderita Sirosis. Tahun 2014 dari 674 penderita Hepatitis B, 105 orang menderita
Sirosis. dan pada tahun 2015 penderita Hepatitis B sebanyak 1.047 orang, 240 orang
diantaranya didiagnosa menderita Sirosis.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “ Faktor Resiko yang memengaruhi terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis

B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016 ”.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah “Apa Faktor Resiko yang memengaruhi terjadinya Sirosis pada penderita
Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016.”

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Faktor Resiko yang memengaruhi terjadinya Sirosis pada
penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi faktor resiko yang memengaruhi
terjadinya Sirosis berdasarkan umur, jenis kelamin, riwayat konsumsi obatobatan, dan riwayat konsumsi alkohol pada penderita Hepatitis B di RSUP
H. Adam Malik Medan Tahun 2016.
2. Untuk mengetahui pengaruh

umur terhadap terjadinya Sirosis pada

penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016.


Universitas Sumatera Utara

9

3. Untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin terhadap terjadinya Sirosis pada
penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016.
4. Untuk mengetahui pengaruh riwayat konsumsi obat-obatan terhadap
terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2016.
5. Untuk mengetahui pengaruh riwayat konsumsi alkohol terhadap terjadinya
Sirosis pada penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun
2016.
6. Untuk mengetahui faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap
terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2016.

1.4. Hipotesis
1. Ada pengaruh umur terhadap terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B
di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016.
2. Ada pengaruh jenis kelamin terhadap terjadinya Sirosis pada penderita
Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016.
3. Ada pengaruh riwayat konsumsi obat-obatan terhadap terjadinya Sirosis
pada penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016.
4. Ada pengaruh riwayat konsumsi alkohol terhadap terjadinya Sirosis pada
penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016.

Universitas Sumatera Utara

10

1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat:
1. Memberi informasi kepada seluruh pegawai rumah sakit pada umumnya
dan khususnya perawat di bagian poli penyakit dalam, tentang faktor yang
paling berpengaruh terhadap terjadinya Sirosis hati pada penderita Hepatitis
B di RSUP H. Adam Malik Medan.
2. Memberi informasi

dan pengetahuan kepada responden tentang faktor

resiko yang memicu terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B.
3. Bagi peneliti yang akan meneliti masalah Sirosis, penelitian ini dapat
diteruskan lebih lanjut dengan melihat pengaruh yang berbeda dan desain
yang berbeda.

Universitas Sumatera Utara