Faktor Resiko yang Memengaruhi Terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016 Chapter III VI

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode analitik dengan desain case
control study. Dengan memilih kasus penderita Hepatitis B dengan Sirosis dan
kontrolnya penderita Hepatitis B tanpa Sirosis. Dalam penelitian ini peneliti melihat
faktor resiko yang memengaruhi terjadinya Sirosois pada penderita Hepatitis B
dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner.

Populasi
Penderita Hepatitis B

Faktor resiko (+)
Retrosfektif
Faktor resiko (+)

Faktor resiko (+)
Retrosfektif
Faktor resiko (+)


Kasus
Penderita Hepatitis B
dengan Sirosis

Kontrol
Penderita Hepatitis B
tanpa Sirosis

Gambar 3.1 Desain Penelitian Case Control

43
Universitas Sumatera Utara

44

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan.
3.2.2.Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai dari bulan Januari 2016 dan selesai pada bulan Juni

2016.

3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi kasus dalam penelitian ini adalah seluruh Penderita Hepatitis B dengan
Sirosis yang telah didiagnosa dokter di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016,
dan populasi kontrolnya adalah seluruh penderita Hepatitis B tanpa Sirosis yang
telah didiagnosa oleh dokter di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016.
3.3.2. Sampel
a. Besar sampel
Besar sampel untuk studi kasus kontrol yang ditetapkan berdasarkan rumus
Sastroasmoro dan Ismael (2011) sebagai berikut :
n=

Dimana:
P2= 0,2
P =1/2 (P1+P2) = 0,3

Universitas Sumatera Utara


45

Tabel 3.1. Nilai Odds Rasio Beberapa Variabel dari Penelitian Terdahulu
Judul Penelitian
Analisis faktor resiko terjadinya kanker leher
rahim di RS.Wahidin Sudirohusodo Makassar
Faktor resiko kejadian penyakit kusta di kota
Makassar tahun 2013
Faktor Risiko Kejadian Sirosis Hepatis Di RSUD
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun
2007
Hubungan konsumsi alkohol dan obesitas dengan
kejadian hipertensi pada laki-laki dewasa di
wilayah
kerja
Puskesmas
Madulindung
Kab.Minahasa Selatan tahun 2013

Variabel


OR

Umur

2,9

Jenis Kelamin

2,83

Riwayat Konsumsi
Obat-obatan

3,0

Riwayat Konsumsi
Alkohol

3,2


Keterangan:
P1= 2,83x0,2/1-0,2+2,83x0,2=0,41
R = 2,83 ( OR Penelitian terdahulu)
Zα = 1,645
Zß = 0,842
Q = (1-P) = (1-0,3) = 0,7
Q1= (1-P1)= 0,59
Q2=(1-P2)=0,8
Maka:
n=

n=

Universitas Sumatera Utara

46

(1,61)
n=

0,04

2

n = 62 orang.
Berdasarkan hasil perhitungan diatas didapatkan jumlah sampel minimal kasus =
62 Penderita Hepatitis B dengan Sirosis dan kontrol 62 orang Penderita Hepatitis B
tanpa Sirosis. Dengan demikian jumlah sampel sebanyak 124 orang.
b. Cara pengambilan sampel
1. Pengambilan sampel dilakukan secara Purposive sampling dengan tekhnik
Consecutive sampling. Sampel penelitian untuk kelompok kasus diambil dari
pasien yang datang berobat (rawat inap) ke bagian Penyakit Dalam (Ruang
Rindu A1 dan A2), dan telah didiagnosa dokter sebagai penderita Hepatitis B
dengan sirosis di RSUP H. Adam Malik Medan. Sedangkan kelompok kontrol
diambil dari pasien yang datang berobat (rawat jalan) ke bagian Penyakit
Dalam

(Poli Gastrologi), dan telah didiagnosa dokter sebagai penderita

Hepatitis B tanpa Sirosis di RSUP H. Adam Malik Medan.

1) Kriteria Inklusi kasus :
a) Pasien Penderita Hepatitis B dengan sirosis yang dalam Rawat inap dan
Rawat jalan.
b) Semua Umur
c) Semua Jenis Kelamin
d) Bersedia dijadikan Responden penelitian

Universitas Sumatera Utara

47

2) Kriteria inklusi kontrol:
a) Pasien Penderita Hepatitis B tanpa sirosis yang dalam Rawat inap dan
Rawat jalan.
b) Semua umur
c) Semua Jenis Kelamin
d) Bersedia dijadikan Responden penelitian
3) Kriteria Eksklusi kasus dan kontrol
a) Responden tidak bersedia diwawancarai
b) Data Rekam Medik yang tidak jelas (tidak jelas Identitas berupa Nama,

dan Umur, Diagnosa penyakit, dan tulisan pada status tidak terbaca).

3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti secara langsung
dengan Instrumen berupa kuesioner dan wawancara terstruktur yang telah disiapkan,
mencakup variabel yang memengaruhi terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B
di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Laporan Rekam Medik RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2016.

Universitas Sumatera Utara

48

3.4.3. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan tahapan sebagai
berikut :
a. Editing (pemeriksaan data)

Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan jawaban atau
pertanyaan. Apabila terdapat jawaban yang belum lengkap atau terdapat
kesalahan maka data harus dilengkapi dengan wawancara dan observasi
kembali kepada responden.
b. Coding (pemberian kode)
Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya
kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan
menggunakan computer.
c. Entry (pemasukan data ke komputer)
Data yang telah terkumpul dan tersusun secara tepat dimasukkan ke program
komputer untuk dianalisis.
d. Cleaning data
Pemeriksaan kembali semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer
guna menghindari terjadinya kesalahan pemasukan data.

Universitas Sumatera Utara

49

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel
Variabel

terikat (Dependen) dalam penelitian ini adalah Sirosis pada

penderita Hepatitis B. Dan Variabel bebas (Independen) dalam penelitian ini adalah:
Umur, Jenis Kelamin, Riwayat Konsumsi Obat-obatan, dan Riwayat Konsumsi
Alkohol.
3.5.2. Definisi Operasional
a. Variabel Terikat (dependen)
1) Sirosis pada penderita Hepatitis B adalah: Hati yang rusak bentuknya pada
penderita Hepatitis B, berupa pengecilan hati, mengeras, bahkan timbulnya nodul
yang bisa di ketahui dari diagnosa dokter yang tertulis pada rekam medik
penderita.
b. Variabel Bebas (independen)
1) Umur adalah: Lama hidup penderita Hepatitis B mulai dilahirkan sampai sekarang
menderita Sirosis atau tidak menderita Sirosis yang dinyatakan dalam satuan
tahun.
2) Jenis Kelamin adalah: Identitas gender penderita Hepatitis B dengan Sirosis atau
tanpa Sirosis yang berupa laki-laki atau perempuan.

3) Riwayat konsumi Obat-obatan adalah: Kebiasaan meminum obat-obatan pada
penderita Hepatitis B, berupa obat-obatan yang tidak dianjurkan oleh dokter
(Ranitidine, Paracetamol, Antibiotik, dan Jamu-jamuan), sehingga menjadi
penginduksi/ mempercepat kerusakan hati (Sirosis).

Universitas Sumatera Utara

50

4) Riwayat Konsumsi Alkohol: Kebiasaan minum alkohol (Tuak, Anggur, Wiski, dan
Bir), secara rutin pada penderita Hepatitis B sehingga mempercepat kerusakan hati
(Sirosis).

3.6. Metode Pengukuran
Metode pengukuran dalam penelitian ini seperti berikut :
Tabel 3.2 Nama Variabel, Kategori, Jumlah Indikator, Bobot Nilai,
dan Skala Ukur
No

1

Nama Variabel

Kategori

Variabel
Independen:
.> a. 49 Tahun
Umur
b.>b. ≤ 49 Tahun

Jumlah
Indikator

Bobot
Nilai

Skala
Ukur

1

Ordinal

1

Nominal

(Sutadi, 2003)

2
3

4

1

Jenis kelamin

a. Lk
b. Pr
Riwayat
a. Mengkonsumsi
Konsumsi Obat-b.b. Tidak
obatan
mengkonsumsi
Riwayat
a. Mengkonsumsi
Konsumsi
b. Tidak
Alkohol
mengkonsumsi
Variabel
Dependen :
Sirosis pada
penderita
Hepatitis B

a. Ya
b. Tidak

1

Ya =1
Tidak=2

Ordinal

1

Ya =1
Tidak=2

Ordinal

1

Ya =1
Tidak=2

Ordinal

Universitas Sumatera Utara

51

3.8. Metode Analisis Data
3.8.1. Analisis Univariat
Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran
distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran
pada masing- masing Variabel Independen yang meliputi (Umur, Jenis Kelamin,
Riwayat Konsumsi Obat-obatan, dan Riwayat Konsumsi Alkohol). Variabel
Dependen yaitu Sirosis pada penderita Hepatitis B.
3.8.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara dua variabel
yaitu variabel bebas (umur, jenis kelamin, riwayat konsumsi obat-obatan, dan riwayat
konsumsi alkohol ) dengan variabel terikat yaitu: Sirosis pada penderita Hepatitis B,
menggunakan uji Chi Square. Uji Chi Square dapat digunakan untuk mengetahui
apakah diantara variabel penelitian memiliki pengaruh/hubungan atau tidak memiliki
pengaruh/hubungan (Uji Independensi) dengan tingkat kemaknaan p 1 berarti faktor yang diteliti merupakan Faktor resiko
2) RO = 1 berarti faktor yang diteliti bukan merupakan Faktor Resiko

Universitas Sumatera Utara

53

3) RO 49 Tahun
≤ 49 Tahun
Jumlah
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
Suku
Batak Karo
Batak Mandailing
Batak Toba
Jawa
Jumlah
Pendidikan
SD
SMP
SMA
PT
Jumlah
Pekerjaan
Petani
Pegawai swasta
Wiraswasta
PNS/TNI/POLRI
Jumlah

Kasus

Kontrol

n

%

n

%

45
17
62

72,6
27,4
100

26
36
62

41,9
58,1
100

53
9
62

85,5
14,5
100

43
19
62

69,4
30,6
100

29
12
17
4
62

46,8
19,4
27,4
6,5
100

27
10
17
8
62

43,5
16,1
27,4
12,9
100

17
13
23
9
62

27,4
21,0
37,1
14,5
100

14
13
26
9
62

22,6
21,0
41,9
14,5
100

23
7
28
4
62

37,1
11,3
45,2
6,5
100

18
14
26
4
62

29,0
22,6
41,9
6,5
100

Universitas Sumatera Utara

57

Berdasarkan Tabel 4.1 diatas menjelaskan bahwa kelompok Umur responden
pada kelompok kasus mayoritas berumur > 49 tahun sebanyak 45 orang (72,6%) dan
pada kelompok kontrol mayoritas berumur ≤ 49 tahun yaitu sebanyak 36 orang
(41,9%). Bila dilihat Jenis Kelamin responden pada kelompok kasus mayoritas adalah
Laki-laki yaitu

sebanyak

53 orang (85,5%) dan pada kelompok kontrol juga

mayoritas Laki-laki yaitu sebanyak 43 orang (69,4%). Bila di tinjau dari Suku
responden pada kelompok kasus dan kontrol mayoritas bersuku Batak Karo, pada
kelompok kasus yaitu sebanyak 29 orang (46,8%), sedangkan pada kelompok kontrol
sebanyak 27 orang (43,5%). Untuk Pendidikan responden pada kelompok kasus dan
kontrol mayoritas berpendidikan SMA, pada kelompok kasus yaitu sebanyak 23
orang (37,1%), sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 26 (41,9%). Dan untuk
Pekerjaan responden pada kelompok kasus dan kontrol mayoritas bekerja sebagai
Wiraswasta pada kelompok kasus sebanyak 28 orang (45,2%), sedangkan pada
kelompok kontrol sebanyak 26 orang (41,9%).
4.2.2. Faktor Resiko yang Memengaruhi Terjadinya Sirosis pada Penderita
Hepatitis B
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Faktor Resiko yang Memengaruhi terjadinya
Sirosis pada Penderita Hepatitis B Berdasarkan Umur di RSUP H.
Adam Malik Medan Tahun 2016
Umur
>49 Tahun
≤ 49Tahun
Jumlah

Kasus
n
45
17
62

Kontrol
%
72,6
27,4
100

n
26
36
62

%
41,9
58,1
100

Universitas Sumatera Utara

58

Berdasarkan Tabel 4.2 diatas diketahui bahwa umur responden pada kelompok
kasus mayoritas berumur > 49 tahun yaitu sebanyak 45 orang (72,6%) sedangkan
pada kelompok kontrol mayoritas responden berumur ≤ 49 tahun sebanyak 36 orang
(58,1%).
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Faktor Resiko yang Memengaruhi terjadinya
Sirosis pada Penderita Hepatitis B Berdasarkan Jenis Kelamin di
RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah

Kasus
n
53
9
62

Kontrol
%
85,5
14,5
100

n
43
19
62

%
69,4
30,6
100

Berdasarkan Tabel 4.3 diatas diketahui bahwa jenis kelamin responden pada
kelompok kasus mayoritas adalah Laki-laki sebanyak 53 orang (85,5%), dan pada
kelompok kontrol sebanyak 43 orang (69,4%)
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Faktor Resiko yang Memengaruhi terjadinya
Sirosis pada Penderita Hepatitis B Berdasarkan Riwayat Konsumsi
Obat di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016
Riwayat konsumsi
Obat-obatan
Ya
Tidak
Jumlah

Kasus
n
54
8
62

Kontrol
%
87,1
12,9
100

n
45
17
62

%
72,6
27,4
100

Berdasarkan Tabel 4.4 diatas diketahui bahwa responden pada kelompok kasus
dan kontrol mayoritas memiliki Riwayat Konsumsi Obat pada kelompok kasus
sebanyak 54 orang (87,1%), dan pada kelompok kontrol sebanyak 45 orang (72,6%).

Universitas Sumatera Utara

59

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Faktor Resiko yang Memengaruhi terjadinya
Sirosis pada Penderita Hepatitis B Berdasarkan Riwayat Konsumsi
Alkohol di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016
Riwayat konsumsi alkohol

Kasus
n
9
53
62

Ya
Tidak
Jumlah

%
14,5
85,5
100

n
7
55
62

Kontrol
%
11,3
88,7
100

Berdasarkan Tabel 4.5 diatas diketahui bahwa responden pada kelompok kasus
dan kontrol mayoritas tidak memiliki Riwayat Konsumsi Alkohol, pada kelompok
kasus sebanyak 53 orang (85,5%), dan pada kelompok kontrol sebanyak 55 orang
(88,7%).

4.3. Analisis Bivariat
4.3.1 Pengaruh Umur terhadap terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B
Tabulasi silang antara umur dengan faktor resiko yang memengaruhi terjadinya
Sirosis pada penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan dikategorikan
sebagai berikut :
Tabel 4.6 Pengaruh Umur terhadap terjadinya Sirosis pada Penderita
Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016
Sirosis
Umur

Ya
n

> 49 Tahun
≤ 49 Tahun
Jumlah

45
17
62

%
36,3
13,7
50

Tidak
n
%
26
36
62

21,0
29,0
50

P
0,001

OR
(95% CI)
3,665
(1,728-7,776)

Universitas Sumatera Utara

60

Berdasarkan Tabel 4.6 tabulasi silang antara Umur dengan terjadinya Sirosis
pada penderita Hepatitis B, dari hasil uji chi-square diperoleh nilai p< 0,05 artinya
ada pengaruh Umur terhadap terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B di RSUP
H.Adam Malik Medan. Nilai OR = 3,665, menunjukkan yang menderita Sirosis 3,6
kali kecendrungannya terjadi pada umur > 49 tahun dibandingkan yang tidak
menderita Sirosis.
4.3.2 Pengaruh Jenis Kelamin terhadap terjadinya Sirosis pada Penderita
Hepatitis B
Tabulasi silang antara Jenis Kelamin dengan faktor resiko yang memengaruhi
terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan
dikategorikan sebagai berikut :
Tabel 4.7 Pengaruh Jenis Kelamin terhadap terjadinya Sirosis pada Penderita
Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016
Sirosis
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah

Ya
n
53
9
62

%
42,7
7,3
50

n
43
19
62

Tidak
%
34,7
15,3
50

P
0,03

OR
(95% CI)
2,602
(1,069-6,332)

Berdasarkan Tabel 4.7 tabulasi silang antara Jenis Kelamin dengan terjadinya
Sirosis pada penderita Hepatitis B, dari hasil uji chi-square diperoleh nilai p< 0,05
artinya ada pengaruh Jenis Kelamin terhadap terjadinya Sirosis pada penderita
Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan. Nilai OR = 2,602 menunjukkan bahwa

Universitas Sumatera Utara

61

yang menderita Sirosis 2,6 kali kecendrungannya berjenis kelamin Laki-laki
dibandingkan yang tidak menderita Sirosis.
4.3.3 Pengaruh Riwayat Konsumsi Obat terhadap terjadinya Sirosis pada
Penderita Hepatitis B
Tabulasi silang antara Riwayat Konsumsi Obat dengan faktor resiko yang
memengaruhi terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik
Medan dikategorikan sebagai berikut :
Tabel 4.8 Pengaruh Riwayat Konsumsi Obat terhadap terjadinya Sirosis pada
Penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016
Riwayat
Konsumsi obat
Ya
Tidak
Jumlah

Sirosis
Ya
n
54
8
62

%
43,5
6,5
50

Tidak
%
36,3
13,7
50

n
45
17
62

OR
(95% CI)

P
0,044

2,550
(1,007-6,45)

Berdasarkan Tabel 4.8 tabulasi silang antara Riwayat Konsumsi Obat dengan
terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B, dari hasil uji chi-square diperoleh nilai
p< 0,05 artinya ada pengaruh Riwayat Konsumsi Obat terhadap terjadinya Sirosis
pada penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan. Nilai OR = 2,550
menunjukkan bahwa yang menderita Sirosis 2,5 kali kecendrungannya pada
responden yang memiliki Riwayat Konsumsi Obat dibandingkan yang tidak
menderita Sirosis.

Universitas Sumatera Utara

62

4.3.4 Pengaruh Riwayat Konsumsi Alkohol terhadap terjadinya Sirosis pada
Penderita Hepatitis B
Tabulasi silang antara Riwayat Konsumsi Alkohol dengan faktor resiko yang
memengaruhi terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik
Medan dikategorikan sebagai berikut :
Tabel 4.9 Pengaruh Riwayat Konsumsi Alkohol terhadap terjadinya Sirosis
pada Penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016
Riwayat
Konsumsi alkohol
Ya
Tidak
Jumlah

Sirosis
Ya
n
9
53
62

%
7,3
42,7
50

Tidak
%
5,6
44,4
50

n
7
55
62

OR
(95% CI)

P
0.592

1,334
(0,463-3,841)

Berdasarkan Tabel 4.9 Tabel silang antara Riwayat Konsumsi Alkohol dengan
terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B, dari hasil uji chi-square diperoleh nilai
p> 0,05 artinya tidak ada pengaruh konsumsi alkohol terhadap terjadinya Sirosis pada
penderita Hepatitis B di RSUP H.Adam Malik Medan. Nilai OR =1,334
menunjukkan yang menderita Sirosis 1,3 kali kecendrungannya memiliki riwayat
konsumsi alkohol dibandingkan yang tidak menderita Sirosis.

4.4. Analisis Multivariat
4.4.1 Pemilihan Variabel Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk menganalisis pengaruh Variabel
Independen (Umur, Jenis Kelamin, Riwayat Konsumsi Obat, dan Riwayat Konsumsi
Alkohol terhadap Variabel Dependen (Sirosis pada penderita Hepatitis B) di RSUP

Universitas Sumatera Utara

63

H. Adam Malik Medan. Dalam penelitian ini terdapat empat Variabel Independen
yaitu Umur, Jenis Kelamin, Riwayat Konsumsi Obat, dan Riwayat Konsumsi
Alkohol. Untuk menjadikan variabel Multivariate terlebih dahulu dilakukan analisis
Bivariat.Variabel yang menjadi kandidat Multivariat adalah Variabel Independen
dengan nilai p0,05 akan dikeluarkan secara berurutan dimulai dari nilai pvalue terbesar.
Tabel 4.10 menunjukkan Variabel-variabel yang memiliki nilai p0,05 akan dikeluarkan secara
berurutan dimulai dari nilai pvalue yang terbesar. Hasil analisis dapat kita lihat Tabel
4.11berikut ini.

Universitas Sumatera Utara

64

Tabel 4.11 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Berganda antara Umur,
Jenis Kelamin, dan Riwayat Konsumsi Obat
Variabel
Umur
Jenis Kelamin
Riwayat Konsumsi
Obat
Constant

B

p

EXP(B)

1.378
1.024
1.547

.001
.038
.004

3.968
2.785
4.699

-2.906

.000

.055

95% C.I
Lower
Upper
1.789
8.801
1.058
7.328
1.619 13.642

Tabel 4.11 diatas adalah merupakan hasil akhir analisis multivariat Regresi
Logistik

Berganda yang menunjukkan variabel Umur (p=0,001), Jenis Kelamin

(p=0,038), dan Riwayat Konsumsi Obat (p=0,004). Dengan demikian ketiga variabel
mempunyai pengaruh terhadap terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B.
Hasil analisis uji regresi logistik juga menunjukkan bahwa variabel yang
paling dominan memengaruhi terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B di Rumah
Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan adalah Riwayat Konsumsi Obat
(p=0,004) dengan nilai odds Ratio (OR) 4,699. Hal ini menunjukkan variabel tersebut
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya Sirosis pada penderita
Hepatitis B di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Dapat dijelaskan bahwa variabel Riwayat Konsumsi Obat dengan nilai OR
sebesar 4,699 dengan 95% CI yaitu antara 1,699 sampai 13,642 artinya seseorang
yang mempunya Riwayat Konsumsi Obat mempunyai peluang 4,699 (5 kali) lebih
besar untuk menjadi Sirosis pada penderita Hepatitis B.

Universitas Sumatera Utara

65

Variabel kedua yang dominan memengaruhi terjadinya Sirosis pada penderita
Hepatitis B di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan adalah Umur
dengan nilai OR 3,968 dengan 95% CI (1,789-8,801) artinya Umur > 49 tahun
mempunyai peluang 3,968 (4 kali) lebih besar untuk menderita Sirosis pada penderita
Hepatitis B, dan variabel ketiga yang memengaruhi terjadinya Sirosis pada penderita
Hepatitis B di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan adalah Jenis
Kelamin dengan nilai OR 2,785 dengan 95% CI (1,058-7,328) artinya Jenis Kelamin
Laki-laki mempunyai peluang 2,785 (3 kali) lebih besar untuk menderita Sirosis pada
penderita Hepatitis B.
Berdasarkan hasil analisis Regresi Logistik tersebut dapat ditentukan model
persamaan Regresi Logistik Berganda yang dapat menafsirkan Variabel Umur, Jenis
Kelamin, dan Riwayat Konsusmsi Obat, di RSUP H. Adam malik Medan tahun 2016,
adalah sebagai berikut :

P

P

1
1 e

-(-3,1061, 378(Umur ) 1, 024( JenisKelamin)1, 547( R. K .Obat)

1
1  2,14 7,055

P  0,3
P  30%
Persamaan di atas diketahui bahwa penderita Hepatitis B, pada Umur
>49tahun, Jenis kelamin Laki-laki, dan memiliki Riwayat Konsumsi Obat berpeluang
untuk menderita sirosis sebesar 30%.

Universitas Sumatera Utara

66

Untuk melihat seberapa besar faktor resiko (riwayat konsumsi obat) bisa
dicegah, dapat dilihat pada persamaan berikut:
PAR=
PAR= 0,6
PAR= 60%
Persamaan diatas menunjukkan bahwa bila riwayat konsumsi obat dihilangkan, maka
Sirosis pada penderita Hepatitis B dapat dicegah 60%.

Universitas Sumatera Utara

BAB 5
PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Umur terhadap terjadinya Sirosis pada Penderita Hepatitis B
Hasil penelitian Umur responden pada penderita Hepatitis B dengan Sirosis
mayoritas berumur tahun >49 tahun yaitu sebanyak 45 orang (72,6%), dan Umur
responden pada penderita Hepatitis B tanpa Sirosis mayoritas berumur tahun ≤ 49
tahun yaitu sebanyak 36 orang (58,1%) dan rentang waktu seseorang mulai
terdiagnosa positif menderita Hepatitis B hingga terjadinya Sirosis sangat bervariasi
yaitu: antara 5 sampai 30 tahun. Pada hasil penelitian ini penderita Sirosis hati
dengan Hepatitis B sebagian besar didiagnosa pada dekade keempat.
Berdasarkan hasil uji statistic secara Multivariat dengan uji Regresi Logistik
berganda diperoleh hasil bahwa umur responden berpengaruh terhadap terjadinya
sirosis pada penderita hepatitis B dengan nilai p49 tahun
dibandingkan yang tidak menderita Sirosis.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Stanislaus (2007) yang mengatakan
bahwa umur memililiki pengaruh terhadap terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis
B, pada uji chi square diperoleh nilai (p< 0,05, OR=3,667).
Berbeda dengan hasil Penelitian Karina (2007) yaitu sebagian besar pasien
Sirosis hati dengan Hepatitis B berada pada kelompok umur 50-59 tahun (35,5%),
dan penelitian Yunellia (2015) juga menyebutkan bahwa Proporsi tertinggi umur

67
Universitas Sumatera Utara

68

penderita Sirosis dengan Hepatitis B adalah kelompok umur 50-59 tahun yang
berjumlah 16 pasien (31,4%). Selanjutnya Stiphany, dkk (2012) mengatakan bahwa
proporsi tertinggi penderita Sirosis hati dengan Hepatitis B berdasarkan umur yaitu
pada kelompok umur 49-55 tahun sebesar (28,2%), dan penelitian Arda (2012) juga
menemukan mayoritas pasien Sirosis ada pada kelompok umur 49-55 tahun (30,2%).
Para Peneliti Hati (PPHI 2013) memperkirakan 15-20% pasien dengan Hepatitis B
kronik akan mengalami Sirosis setelah 20-30 tahun.
Sutadi (2003) mengatakan, dinegara maju Sirosis hati dengan Hepatitis B
merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien yang berusia 45–46 tahun,
bila kita perhatikan di Indonesia rata-rata penderita sirosis berada pada kelompok
umur 30-59 tahun, dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun. Karena penyakit Sirosis
merupakan penyakit yang menyerang di usia produktif kehidupan, sehingga keadaan
ini akan memberikan dampak berupa menurunnya kualitas hidup penderita yang
terkena (Nurdjanah (2009)).
Sirosis hati adalah penyakit hati kronis atau menahun yang mengakibatkan
kemunduran fungsi liver yang permanen yang ditandai dengan perubahan
histopatologi, yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang merangsang proses peradangan
dan perbaikan sel-sel hati yang mati sehingga menyebabkan terbentuknya jaringan
parut. Sel-sel hati yang tidak mati beregenerasi untuk menggantikan sel-sel yang telah
mati. Akibatnya, terbentuk sekelompok-sekelompok sel-sel hati baru (regenerative
nodules) dalam jaringan parut.

Universitas Sumatera Utara

69

Penyakit ini merupakan penyakit hati kronik yang timbul seiring dengan
bertambahnya umur. Sirosis hati banyak di jumpai pada usia yang lebih tua, karena
sirosis hati merupakan penyakit hati kronik yang akan muncul seiring bertambahnya
usia. Gejala dan tanda penyakit ini baru akan muncul bertahun-tahun kemudian
setelah penderita terpapar faktor risiko dalam waktu yang lama ataupun pernah
mengalami penyakit hati yaitu Hepatitis B. Penderita yang sudah terkena sirosis hati
berat jika tanpa perawatan sekitar 15% pasien Sirosis hati akan meninggal dalam lima
tahun (Hadi, 2002)
Faktor penyebaran virus di Indonesia berkembang sangat cepat yang salah
satunya dipengaruhi oleh ketidaktahuan masyarakat ada tidaknya virus hepatitis yang
diidap dirinya. Padahal, 25% di antara pengidap yang tidak tahu ini berpotensi
menderita sirosis setelah rentang waktu 15-20 tahun virus bersarang di tubuh mereka
(Budihusodo, 2009)
Seseorang dengan umur yang lebih muda tidak tertutup kemungkinan untuk
menderita sirosis hati, karena apabila seseorang terinfeksi Virus Hepatitis B akut,
90% yang terinfeksi pada anak-anak dan 70% pada orang dewasa tidak
menampakkan gejala sama sekali. Selanjutnya 90% pada mereka yang terinfeksi pada
masa anak-anak berlanjut menjadi kronis, sehingga tidak heran jika sering ditemukan
Sirosis hepatis pada seseorang sebelum usia 30 tahun (Sutadi, 2003).

Universitas Sumatera Utara

70

5.2. Pengaruh Jenis Kelamin terhadap terjadinya Sirosis pada Penderita
Hepatitis B
Berdasarkan hasil penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan Jenis Kelamin
responden penderita Hepatitis B dengan Sirosis mayoritas adalah Laki-laki, sebanyak
53 orang (85,5%) dan pada responden penderita Hepatitis B tanpa Sirosis juga di
peroleh hasil mayoritas laki-laki yaitu sebanyak 43 orang (69,4%). Secara statistic
dengan uji chi-square diperoleh nilai p< 0,05 artinya ada pengaruh Jenis Kelamin
terhadap terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B.
Berdasarkan hasil uji statistik secara multivariat dengan uji regresi logistik
berganda diperoleh hasil bahwa Jenis Kelamin responden yang menderita Hepatitis B
berpengaruh terhadap terjadinya Sirosis dengan nilai p< 0,05, nilai Exp (B) pada
interval kepercayaan CI 95 % sebesar 2,863 artinya responden yang menderita
Sirosis 2,8 kali kecendrungannya terjadi pada laki-laki dibandingkan

pada

perempuan.
Hasil penelitian sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya hanya pada
rasio perbandingan antara penderita laki-laki dan perempuan saja yang berbeda,
dimana hasil penelitian peneliti bila di bandingkan antara laki-laki dan perempuan,
maka rasio perbandingannya adalah 3,2:1.
Penelitian Vyola, dkk (2011) sejalan dengan hasil penelitian dimana penderita
Sirosis hati

dengan Hepatitis B, yang berjenis kelamin Laki-laki lebih banyak

ditemukan yaitu 37 kasus (56,9%) dibandingkan wanita 28 kasus (43,1%), rasio
perbandingannya adalah 1,3 : 1.

Universitas Sumatera Utara

71

Penelitian Stiphany, dkk (2012), proporsi tertinggi pasien Sirosis hati dengan
Hepatitis B, pada Jenis Kelamin adalah Laki-laki sebesar 62,7% sedangkan Proporsi
yang terendah adalah Perempuan sebesar 37,3%. Sejalan juga dengan penelitian
Karina (2007) yang menemukan bahwa pasien Sirosis hati dengan Hepatitis B lebih
banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 2:1,6 .
Penelitian Sibuea (2014) yaitu penderita sirosis hati terbanyak adalah laki-laki
(67,6%) dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 2,1:1. Penelitian Yunellia
(2015) juga menunjukkan bahwa dari 87 penderita sirosis hati didapatkan 61
penderita (70,11%) berjenis kelamin laki-laki dan 26 (29,89%) penderita berjenis
kelamin perempuan. Bila dihitung perbandingan antara laki-laki dan perempuan
adalah 2,4:1.
Banyak faktor yang memengaruhi hasil penelitian bahwa Laki-Laki lebih rentan
menderita gangguan fungsi hati (Sirosis) dibandingkan wanita diantaranya mengenai
waktu istirahat (tidur malam). Berdasarkan wawancara terhadap 20 orang pasien pria,
16 dari pasien mengaku memulai waktu tidur lebih malam yaitu diatas jam 12 malam,
dan 7 dari mereka merupakan supir yang bekerja pada waktu malam hari.
Proses detoksifikasi yang dilakukan oleh hati terjadi antara rentang pukul 11
malam hingga pukul 1 pagi, proses ini akan berlangsung bila seseorang dalam
keadaan tidur nyenyak, sehingga apabila mereka tidak istirahat (tidur) pada jam
tersebut

maka

proses

detoksifikasi

tidak

berjalan

sebagaimana

mestinya,

mengakibatkan racu-racun menumpuk dalam tubuh.

Universitas Sumatera Utara

72

Faktor lain yang memengaruhi banyaknya laki-laki menderita Sirosis hati
berdasarkan hasil penelitian, akibat terpapar pestisida secara berulang-ulang dalam
waktu yang lama sehingga mengakibatkan keracunan pestisida.
Sejalan dengan hasil penelitian Eka Lestari Mahyuni tahun 2014, bahwa petani
yang menggunakan pestisida di daerah Karo mengalami gangguan kesehatan berupa,
mual, pusing, dan iritasi yang merupakan gejala dari keracunan pestisida, dengan kata
lain ada hubungan yang signifikan antara penggunaan pestisida dengan gangguan
kesehatan berupa keracunan (mual, pusing, dan iritasi) dengan nilai p= 0,021 pada uji
chi square.
Penelitian Arum Siwiendayanti tahun 2011, dari 86 sampel yang diteliti yang
erat melakukan kontak dengan pestisida yang disemprotkan pada tanaman bawang,
20 orang ( 25%) diantaranya mengalami gangguan fungsi hati.
Penggunaan pestisida perlu diperhatikan secara serius mengingat bahaya dari
pestisida yang dapat menyebabkan keracunan, penyakit, kanker bahkan kematian
akibat keracunan ataupun terpapar pestisida. Efek sistemik muncul bila pestisida
masuk ke dalam tubuh manusia yang mempengaruhi seluruh sistem tubuh. Darah
akan membawa pestisida ke seluruh bagian dari tubuh dan memengaruhi organ tubuh
misalnya hati.
Pajanan bahan toksik seperti pestisida, yang berlangsung terus menerus dalam
jangka waktu yang lama maupun gangguan fungsi hati yang kronis dapat
meningkatkan risiko kejadian Sirosis hati. Gangguan terhadap fungsi hati dan
penyakit hati seperti Sirosis hati, akan mengganggu tugas hati dalam melakukan

Universitas Sumatera Utara

73

biotransformasi

dan

detoksifikasi.

Tidak

optimalnya

biotransformasi

dan

detoksifikasi mengakibatkan makin besarnya efek buruk yang diakibatkan oleh bahan
toksik seperti pestisida (Budiawan, 2000).

5.3. Pengaruh Riwayat Konsumsi Obat terhadap terjadinya Sirosis pada
Penderita Hepatitis B
Berdasarkan hasil penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan responden
penderita hepatitis B dengan sirosis mayoritas memiliki Riwayat Konsumsi Obat
sebanyak 54 orang (87,1%) dan pada responden penderita hepatitis tanpa Sirosis
mayoritas juga memiliki riwayat konsumsi obat yaitu sebanyak 45 orang (72,6%).
Secara statistic dengan uji chi-square diperoleh diperoleh nilai p
0,05, artinya tidak ada pengaruh Riwayat Konsumsi Alkohol terhadap terjadinya
Sirosis pada penderita Hepatitis B.
Berdasarkan hasil uji statistic secara multivariate dengan uji Regresi Logistik
Berganda diperoleh hasil bahwa Riwayat Konsumsi Alkohol responden yang tidak
berpengaruh terhadap terjadinya Sirosis dengan nilai p=0,592.
Alkohol adalah suatu penyebab yang paling umum dari Sirosis terutama didunia
Barat. Perkembangan Sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan dari Konsumsi

Universitas Sumatera Utara

78

Alkohol. Konsumsi Alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis melukai selsel hati. Tiga puluh persen dari individu-individu yang meminum setiap harinya
paling sedikit 8 sampai 16 ounces minuman keras (hard liquor) atau atau yang sama
dengannya untuk 15 tahun atau lebih akan mengembangkan Sirosis (Nurdjanah,
2009)
Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati, yaitu: dari hati
berlemak yang sederhana dan tidak rumit (Steatosis), ke hati berlemak yang lebih
serius dengan peradangan (Steatohepatitis atau Alcoholic hepatitis), yang hasil
akhirnya adalah Sirosis. Kenyataannya, Alkohol dan organ hati tidak serasi sama
sekali. Dampak alkohol terlalu negatif pada organ hati karena sangat berpeluang
untuk menyebabkan kondisi hati yang parah seperti Sirosis dan kanker hati. Untuk
beberapa orang, bahkan minum segelas Wine atau Bir saja dalam sehari dapat
menyebabkan beragam penyakit untuk hati (Sutadi, 2003).
Alkohol adalah bahan utama dalam pembuatan minuman keras, dengan
kadarnya masing-masing seperti: Wishky, Bir, Anggur, dan Tuak. Alkohol
merupakan suatu cairan bening, yang mudah menguap, mudah bergerak, bersifat
memabukan, memiliki bau khas, rasa panas, mudah terbakar yang memberikan nyala
api berwarna biru dan tidak berasap.
Walaupun alkohol merupakan salah satu penyebab terjadinya Sirosis hati, tetapi
hasil Penelitian menunjukkan bahwa variabel Riwayat Konsumsi Alkohol tidak
berhubungan dengan terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B di RSUP H. Adam
Malik, karena mayoritas responden yang diteliti setelah mengetahui dirinya menderita

Universitas Sumatera Utara

79

Hepatitis B berdasarkan diagnosa Dokter Penyakit Dalam, mereka telah berhenti
secara total mengkonsumsi Alkohol apapun jenisnya, hanya sebagian kecil yang
masih pernah mengkonsumsi alkohol jenis Tuak yaitu: sebanyak 16 orang dari 124
responden dengan jumlah 30-100 cc yang mereka konsumsi hanya 1-2 hari,
sedangkan 108 orang tidak pernah mengkonsumsi Tuak lagi setelah didiagnosa
menderita Hepatitis B.
Tuak merupakan minuman beralkohol nusantara yang merupakan hasil
fermentasi dari nira, beras, atau bahan minuman/buah yang mengandung gula,
sedangkan minuman beralkohol berupa bir, anggur, dan wiski tidak ada mereka
konsumsi sama sekali.
Sejalan dengan penelitian Stanislius (2007) yang mengatakan bahwa Riwayat
Konsumsi Alkohol setelah menderita Hepatitis B tidak memiliki hubungan dengan
terjadinya Sirosis/bukan merupakan faktor resiko terjadinya Sirosis diruang penyakit
dalam RSUD kota Semarang, karena dalam penelitian ini seluruh sampel yaitu 100
sampel yang diteliti tidak ada yang memiliki Riwayat Konsumsi Alkohol terdahulu.
uji chi-square dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa (p>0,05).
Dari hasil penelitian juga diperoleh, bahwa seseorang yang tidak memiliki
Riwayat Konsumsi Alkohol bukan berarti tidak bisa terkena Sirosis pada penderita
Hepatitis B, karena kejadian Sirosis dengan Hepatitis B, lebih dominan berhubungan
dengan Umur, Jenis Kelamin dan Riwayat Konsumsi Obat. Selain itu dari hasil
penelitian, yang memperburuk kondisi hati penderita Hepatitis B, diantaranya
disebabkan oleh adanya penyakit penyerta diantaranya Diabetes Melitus (DM). Pada

Universitas Sumatera Utara

80

penderita DM yang tidak mengontrol dan menjaga kadar gula dalam darah,
mengakibatkan organ hati harus bekerja lebih keras sehingga sering terjadi kerusakan
yang dapa terjadi secara permanen (Sirosis).
Menurut Eko (2016) penderita Hepatitis B tanpa Konsumsi Alkohol, tidak
menutup kemungkinan terkena Sirosis karena supresi jangka panjang dari replikasi
virus memungkinkan terjadinya suatu potensi regeneratif hati yang mengakibatkan
perubahan derajat fibrosis hati ke arah yang lebih berat (Sirosis).
Danastri (2013), Mengatakan bahwa apabila seseorang terkena penyakit
Hepatitis B, maka ia harus menghentikan secara total minum-minuman beralkohol
apapun jenisnya untuk mencegah makin memburuknya tekstur hati penderita
Hepatitis B tersebut.

Universitas Sumatera Utara

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitaian pada bab terdahulu diperoleh kesimpulan, sebagai
berikut:
1.

Hasil Analisis Univariat, Umur responden penderita Hepatitis B dengan Sirosis
mayoritas >49 tahun, Jenis Kelamin responden mayoritas Laki-laki, Riwayat
Konsumsi Obat mayoritas mengkonsumsi Obat, Riwayat Konsumsi Alkohol
mayoritas tidak mengkonsumsi Alkohol.

2.

Hasil Analisis Bivariat dengan menggunakan uji Chi square, variabel Umur,
Jenis Kelamin, Riwayat Konsumsi Obat, memiliki pengaruh terhadap terjadinya
Sirosis pada penderita Hepatitis B, sedangkan Riwayat Konsumsi Alkohol tidak
memiliki pengaruh terhadap terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B.

3.

Hasil Analisis Multivariat dengan uji Regresi Logistik Berganda, variabel yang
paling memengaruhi terjadinya Sirosis pada penderita Hepatitis B di RSUP H.
Adam Malik adalah Riwayat Konsumsi Obat, kemudian Umur dan Jenis
Kelamin.

81
Universitas Sumatera Utara

82

6.2 Saran
1.

Bagi Pihak Rumah sakit Adam Malik
Agar perawatan bagi penderita Hepatitis B yang selama ini telah baik tetap

dipertahankan serta diharapkan adanya penyuluhan mengenai penyakit Sirosis hati
dan penggunaan Obat-obatan pada penderita Hepatitis B.
2.

Bagi Penderita Hepatitis B
Dalam mengkonsumsi Obat-obatan, harus sesuai anjuran dokter dan dan Obatobatan yang dikonsumsi seharusnya atas resep dokter, sehingga obat yang tidak
menghambat virus/bahkan yang memperburuk struktur hati dapat dihindarkan/
diminimalkan penggunaanya.

3.

Peneliti Lain
Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode prospektif agar

peneliti dapat mengamati kondisi pasien dan permasalahan terkait terapi obat secara
langsung, dapat berinteraksi dengan pasien, dokter dan para klinisi serta dihasilkan
profil penggunaan obat yang lebih rasional.

Universitas Sumatera Utara