T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Perempuan (Istri) Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga T1 BAB I

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pada prinsipnya hubungan hukum melahirkan hak dan kewajiban hukum bagi
para subjek hukum serta berakibat hukum. Demikian prinsip tersebut berlaku untuk
hubungan hukum yang terjadi antara rakyat dengan negara. Hubungan antara negara
(pemerintah) dengan rakyatnya, menurut Locke seperti yang dipaparkan oleh Titon
Slamet Kurnia, adalah hubungan yang bersifat fiduciary trust (hubungan
kepercayaan), dimana rakyat adalah sebagai pihak yang memberikan kepercayaan
(trustor ) sekaligus beneficiary dan pemerintah sebagai pihak trustee1. Pada tulisannya
yang lain, Titon Slamet Kurnia mengemukakan bahwa obyek kepercayaan yang
dimaksud adalah Hak Asasi Manusia2. Hal tersebut dikemukakan berdasarkan Teori
Locke, bahwa perlindungan hak-hak kodrati merupakan basis dalam pendirian Negara

(Friedrich, 1969:101-103)3, yang dengan demikian, negara memperoleh legitimasi
kekuasaannya dari rakyat hanya karena kepercayaan bahwa negara akan
merealisasikan hak-hak asasi rakyatnya4.
Konsep tersebut seiring-sejalan dengan teori hukum HAM berdasarkan

yurisprudensi atau case law yang dipaparkan oleh Titon Slamet Kurnia, bahwa

1

Locke dalam Titon Slamet Kurnia, Reparasi (Reparation) terhadap Korban Pelanggaran HAM di
Indonesia , Cetakan Ke-1, Penerbit P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, h. 10.
2
Locke dalam Titon Slamet Kurnia, Hak atas Derajat Kesehatan Optimal sebagai HAM di Indonesia ,
Cetakan ke-1, Penerbit P.T. Alumni, Bandung, 2007, h. 1.
3
Ibid.
4
Ibid.

2

terdapat dua kewajiban hukum utama negara/pemerintah, yakni (1) primary rules,
yaitu the duty to abstain from infringing upon human rights dan (2) secondary rules,
yaitu the duty to guarantee respect of human rights5. Bahwa pemerintah tidak hanya
wajib tidak melanggar atau menghormati HAM rakyatnya, tetapi juga wajib

melakukan upaya untuk melindungi rakyatnya dari perbuatan melanggar HAM yang
dilakukan oleh pihak ketiga, baik dalam ruang lingkup hubungan hukum yang
bersifat privat maupun dalam ruang lingkup hubungan hukum yang bersifat publik.
Salah satu hak asasi warga negara atau rakyat yang harus dilindungi oleh
Negara adalah perlindungan oleh Negara dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia6, demikian konstitusi negara Indonesia
mengamanatkan. Negara wajib melindungi warga negaranya dari perlakuanperlakuan yang melanggar hak asasi warganya, termasuk didalamnya tindakan
kekerasan (violence) yang merupakan suatu peristiwa hukum dimana terjadi suatu
tindakan penggunaan kekuatan fisik yang melanggar hukum dan membahayakan oleh
satu pihak (pelaku) terhadap pihak lain (korban). Black’s Law Dictionary
mendefinisikan violence sebagai “the use of physical force, usu. accompanied by fury,
vehemence, or outrage, esp., physical force unlawfully exercised with the intent to

harm”7 (terjemahan penulis: “kekerasan merupakan suatu penggunaan kekuatan fisik
yang biasanya disertai dengan kemarahan, kegeraman, atau kekejaman, secara khusus

5

Titon Slamet Kurnia II, Op.Cit., h. 12.
Pasal 28G ayat (2), Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk bebas

dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh
suaka politik dari negara lain”.
7
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, Ninth Edition, West Publishing Co., 2009, p. 1705.

6

3

menggunakan kekerasan fisik yang bertentangan dengan hukum dan dilakukan
dengan niat untuk membahayakan”).
Kekerasan dalam rumah tangga atau yang sering dikenal dengan singkatan
KDRT merupakan salah satu tindakan kekerasan. Undang-Undang No 23 Tahun
2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga pasal 1 ayat (1)
mendefinisikan KDRT sebagai setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga. Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan tindak
kekerasan oleh suami terhadap istrinya. atau orang tua terhadap anak. Dengan demikian

Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan suatu bentuk pelanggaran hak-hak asasi
manusia dan kejahatan terhadap kemanusiaan, juga merupakan tindakan diskriminasi.
Data dari hasil Survei Kekerasan terhadap perempuan dan anak tahun 2006 oleh
BPS dan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, khususnya mengenai
Tindak Kekerasan terhadap Perempuan menurut Pelaku menunjukkan bahwa:
sebanyak 51,1%(pelaku: suami); 11,7% (pelaku: orang tua/mertua, anak/cucu, dan
famili); 19,6%(pelaku:tetangga); 2,5%(pelaku: atasan/majikan); 2,9 (pelaku: rekan
kerja); 0,2% (pelaku: guru);dan 8,0% (pelaku: lainnya).selain itu dalam penilitian yang
dilakukan oleh Rina Septiani dalam mengumpulkan data dalam penulisan karya
ilmiah tahun 2011, dia mengatakan bahwa kasus di Jakarta pusat pada beberapa tahun
terakhir dia menemukan sebuah kasus dalam hal gugatan ceria dengan alasan KDRT,

4

yang didalamnya hakim mengunakan UU No. 23 tahun 2004 dengan acuan putusan
pengadilan Jakarta pusat dengan nomor perkara 078/Pdt.G/2007/PA.JP. maka dari
kasus itu yang digunakan adalah Undang-Undang No 23 Tahun 2004 karena
didalamnya ada kekerasan serta penganiaan dalam rumah tangga.
Dengan menyatakan:
1. Menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan

diancam hukuman dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-undang No. 23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga oleh karena itu
membebaskan terdakwa dari dakwaan dimaksud ;
2. Menyatakan terdakwa TERDAKWA bersalah melakukan tindak pidana
sebagaimana diatur dan diancam hukuman dalam Pasal 44 ayat (4) UndangUndang No. 23 Tahun 2004 Tentang KDRT.
3. Menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama
5 (lima) bulan dengan percobaan selama 10 (sepuluh) bulan.
4. Menetapkan agar terdakwa juga dibebani untuk membayar biaya perkara sebesar
Rp. 1.000,- (seribu rupiah) ;
Dari gambaran data tersebut menunjukkan bahwa bentuk kekerasan dalam
rumah tangga sangat mendominasi, yakni, dengan pelaku adalah suami (tertinggi),
kemudian pelaku kekerasan adalah orang tua/mertua, anak dan cucu, dan menyusul
pelaku adalah atasan/majikan. Hal ini tentu saja cukup memprihatinkan.
Sedangkan dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Paragraf V, dinyatakan bahwa

5

negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam
rumah tangga, adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

kemanusiaan serta bentuk diskriminasi.
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan perbuatan yang dikategorikan oleh
hukum sebagai kejahatan yang luar biasa. KDRT terutama dengan korban perempuan
merupakan tindak pidana khusus yang hanya melanggar penghormatan atas HAM,
tetapi juga telah sekaligus melanggar prinsip atau asas keadilan dan kesetaraan gender
serta non diskriminasi.
Norma hukum internasional yang menegaskan larangan tersebut salah satunya
melalui Universal Declaration of Human Rights. The Universal Declaration of
Human Rights telah menegaskan larangan atas perbuatan kekerasan pada article 5

dan article 7, yang bunyinya sebagai berikut:
1) Article 5:
“No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or degrading
treatment or punishment”. Bahwa tidak ada seorangpun boleh di siksa atau

diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau di kukung secara tidak
manusiawi atau dihina.
2) Article 7:
“All are equal before the law and are entitled without any discrimination to
equal protection of the law. All are entitled to equal protection against any

discrimination in violation of this declaration and against any incitement to
such discrimination”. Bahwa semua orang sama di depan hukum dan berhak

6

atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas
perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang
bertentangan dengan diskriminasi ini, dan terhadap segala hasutan yang
mengarah pada diskriminasi semacam ini.
Larangan atas kekerasan dalam

rumah tangga sangat beralasan jika

memperhatikan dampak yang sangat buruk dari perbuatan yang melawan hukum
tersebut. Berdasarkan The United Nations Office at Vienna, Centre for International
Crime Prevention, Office for Drug Control and Crime Prevention, the Office for
Victims of Crime, United States Department of Justice, secara umum dampak

kekerasan bagi korban dapat dikategorikan menjadi:
1) Direct Impact

Dampak langsung kekerasan terhadap korban diantaranya berkaitan dengan
dampak fisik dan finansial, yang terjadi baik pada saat dilakukannya
kekerasan maupun pada saat kekerasan telah selesai dilakukan, dan dampak
psikis dan biaya sosial.
a. The physical and financial impact of victimization:
i.

At the time of a crime

ii.

After the time of a crime

b. Psychological injury and social cost:
i.

Post-traumatic stress disorder

ii.


Post-traumatic stress and the “conspiracy of silence”

iii.

Effect of trauma on subsequent responses

7

2) Indirect Impact
Secondary victimization refers to the victimization that occurs not as a direct
result of the criminal act but through the response of institutions and
individuals to the victim. Maksudnya, dampak tidak langsung bagi korban

diantaranya adalah berkaitan dengan respon dari lembaga-lembaga atau
institusi-institusi sosial dan masyarakat terhadap sistem peradilan atas
kejahatan yang dilakukan.
Mohammad Taufik Makarao, dkk. juga memberikan pemaparan yang tidak jauh
berbeda dengan pemaparan tentang dampak KDRT bagi perempuan. Mohammad
Taufik Makarao, dkk. menyatakan bahwa dampak kekerasan bagi perempuan dapat
ditinjau dari berbagai perspektif, yaitu :

1) Tinjauan Psikologis, dampak yang terjadi pada korban dapat berupa:
a. Terisolasi;
b. Memiliki perasaan tidak berdaya;
c. Selalu menyalahkan diri sendiri;
d. Memiliki harga diri rendah;
e. Tidak realistis dan memiliki sikap pasrah
2) Tinjauan Medis
Menurut Departemen

Kesehatan Republik

Indonesia, dampak

kekerasan pada korban akan berakibat antara lain :
a. Aspek fisik korban;

8

i.


Kematian, akibat kekerasan fisik, pembunuhan, dan
bunuh diri;

ii.

Trauma fisik berat, yaitu memar, patah tulang, hingga
cacat;

iii.

Trauma fisik kehamilan yang berisiko pada ibu dan
janin (abortus, infeksi, anemia, dan sebagainya);

iv.

Luka pada anak sebagai korban dalam kejadian
kekerasan;

v.

Kehamilan yang tidak diinginkan, akibat perkosaan dan
kelahiran premature;

vi.

Meningkatnya

risiko

terhadap

kesakitan

seperti

gangguan haid, infeksi saluran air kencing, dan
gangguan pencernaan.
b. Aspek psikis korban
i.

Gangguan mental, seperti depresi, stres, ketakutan,
rendah diri, kelelahan kronis, putus asa, sulit tidur,
mimpi buruk, disfungsi seksual, gangguan makan,
kecanduan alkohol, mengisolasi dan menarik diri dari
lingkungan;

ii.

Pengaruh psikologis yang dialami oleh anak akibat
sering melihat tindak kekerasan yang dialami ibunya.

9

3) Tinjauan Waktu
Secara umum kasus kekerasan terhadap perempuan (penganiayaan dan
pelecehan seksual), korban akan mengalami dampak jangka pendek
dan dampak jangka panjang, yaitu :
a. Dampak Jangka Pendek
Biasanya dialami sesaat hingga beberapa hari setelah kejadian.
Pada umumnya berupa cedera fisik seperti luka. Dari segi
psikologis biasanya korban merasa sangat marah, jengkel,
merasa bersalah, malu, dan terhina. Gangguan emosi ini
biasanya menyebabkan kesulitan tidur dan kehilangan nafsu
makan.
b. Dampak Jangka Panjang
Dapat terjadi apabila korban kekerasan tidak mendapat
penanganan dan bantuan (konseling psikologis) yang memadai.
Dampak yang timbul dapat berupa sikap atau persepsi yang
negatif terhadap laki-laki, atau terhadap seks, serta dapat pula
mengakibatkan stres pascatrauma yang biasanya ditandai
dengan gejala-gejala yang khas seperti mimpi buruk, atau
ingatan-ingatan kejadian yang muncul secara tiba-tiba yang
berkepanjangan.
Fakta pada kehidupan sehari-hari yang disampaikan oleh Sri Nurherwati
(Komisioner Komnas Perempuan), bahwa kasus KDRT/RP yang ditangani oleh

10

lembaga mitra pengadalayanan di Indonesia sepanjang tahun 2012 berjumlah 8.315
kasus (66%), sementara 34% lainnya merupakan kekerasan di ranah komunitas dan
ranah negara, dan dari jumlah tersebut, kekerasan psikis merupakan bentuk
KDRT/RP paling tinggi (46%), bentuk kekerasan fisik mencapai 28%, kekerasan
seksual 17%, dan kekerasan ekonomi sejumlah 8% . Jumlah tersebut menunjukan
betapa Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan satu kejahatan yang sangat
tinggi jumlahnya dan diperkirakan berpotensi semakin tinggi jumlahnya jika seluruh
pihak yang berkewajiban untuk mencegah terjadinya Kekerasan Dalam Rumah
Tangga tersebut tidak patuh terhadap hukum yang mengatur.
Atas kegagalan Negara dalam mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah
tangga tersebut, hukum telah menentukan suatu kewajiban turunan atau kewajiban
sekunder bagi Pemerintah untuk memulihkan kondisi korban KDRT, terutama
perempuan. Paling tidak menurut Theo Van Boven, seperti yang dikutip oleh Ifdhal
Kasim, secara komprehensif hak-hak korban adalah mencakup hak untuk tahu (right
to know), hak atas keadilan (right to justice), dan hak atas reparasi (right to
reparation)8.

Perlindungan hukum menjadi upaya utama Negara (Pemerintah) dalam rangka
melaksanakan kewajibannya sebagai pihak yang telah dipercaya oleh rakyat untuk
melindungi dan memenuhi HAM rakyat. Namun faktanya, realisasi dari kewajiban

8

Theo Van Boven, Mereka yang Menjadi Korban: Hak Korban atas Restitusi, Kompensasi, dan
Rehabilitasi, Cetakan Pertama, Penerbit Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Jakarta,
Agustus 2002, h. XV.

11

tersebut merupakan upaya yang harus dikerjakan secara bersinergi, yakni melibatkan
seluruh komponen bangsa.
Melihat potensi kejahatan yang demikian “masif”, baik dari sisi obyek yang
dilanggar, yakni HAM, dampak yang diderita oleh korban, dimana korban yang
sudah mengalami penderitaan berpotensi mengalami penderitaan lanjutan dari
reviktimisasi, serta keutamaan Pemerintah yang wajib melindungi dan memenuhi
HAM rakyatnya, maka upaya perlindungan hukum terhadap perempuan korban
KDRT menjadi isu hukum yang penting untuk dikaji. Inilah yang menjadi latar
belakang penelitian hukum (legal research), “Perlindungan Hukum Terhadap
Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga”.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pemaparan dari latar belakang penelitian hukum, maka penulis
merumuskan masalah yang akan diteliti adalah: “Apakah pengaturan UU No. 23
Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga telah
memberikan perlindungan hukum terhadap perempuan korban kekerasan dalam
rumah tangga?”

C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah penelitian hukum diatas, maka yang
menjadi tujuan penelitian hukum penulis adalah: “Untuk mengetahui

12

pengaturan tentang perlindungan hukum terhadap perempuan korban
kekerasan dalam rumah tangga dalam UU No. 23 Tahun 2004”

D. MANFAAT PENELITIAN
Menurut Prof. Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum merupakan suatu
kegiatan know-how yang dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi9.
Yang dimaksud dengan kegiatan know-how tersebut adalah kegiatan menemukan
hukum yang berlaku dalam kegiatan hidup bermasyarakat yang berkaitan dengan isu
hukum yang sedang dihadapi. Sehingga, penelitian hukum harus bermanfaat secara
teoritis dan praktis.
Berdasarkan konsep penelitian hukum yang demikian, maka penelitian hukum
Penulis dimaksudkan untuk bermanfaat secara teoritis dan praktis, yakni

dalam

rangka memperkaya wawasan hukum dan dapat menjadi bagian rujukan dalam
rangka memecahkan permasalahan hukum yang terkait dengan perlindungan hukum
dari reviktimisasi terhadap perempuan korban KDRT.

E. METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian dalam studi ilmu hukum, maka metode
penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian penulis adalah penelitian hukum
(legal research), yaitu upaya mengkaji isu hukum dengan menemukan dan

9

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Penerbit Kencana, Edisi Revisi, Cetakan ke-8, Jakarta,
2013, h. 60.

13

menerapkan teori-teori hukum, prinsip-prinsip hukum, dan norma-norma hukum yang
relevan.
Pendekatan dalam penelitian hukum (legal research) penulis adalah Pendekatan
Undang-Undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual
approach). Pendekatan Undang-Undang (statute approach) dilakukan dengan

menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu
hukum yang sedang ditangani, dalam hal ini penulis akan menelaah beberapa
peraturan perundang-undangan yang diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan isu hukum
“Perlindungan Hukum Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga”.
Sedangkan berdasarkan definisi pendekatan konseptual (conceptual approach), Peter
Mahmud Marzuki, memaparkan bahwa pendekatan konseptual (conceptual
approach) merupakan suatu pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan

dan doktrin-doktrin yang berkembang didalam ilmu hukum, maka penulis akan
merujuk pada pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang didalam
ilmu hukum yang mengatur tentang bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap
perempuan korban KDRT. Lebih lanjut Peter Mahmud Marzuki, menjelaskan bahwa
dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin didalam ilmu hukum,
Peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum,
konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.
Sedangkan sumber hukum Penulis untuk mengkaji dan memecahkan isu hukum
penelitian hukum ini adalah sumber hukum primer, yaitu beberapa Peraturan

14

Perundang-Undangan Negara Republik Indonesia yang berkaitan dengan isu hukum
dalam judul penelitian hukum penulis, diantaranya; Undang-Undang Dasar Tahun
1945, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3886), Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 95, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4419),
Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4635), Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234), Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2006 Tentang
Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 15, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4604), serta Convention Internasional Law yang
telah diratifikasi oleh Negara Republik Indonesia, dan sumber hukum sekunder, yaitu
yang terutama dari buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum
dan jurnal-jurnal hukum, kamus hukum dan komentar-komentar atas putusan
pengadilan.

Dokumen yang terkait

ANALISIS DANA PIHAK KETIGA PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE TRIWULAN I 2002 – TRIWULAN IV 2007

40 502 17

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA EMPIRIS PADA PASIEN RAWAT INAP PATAH TULANG TERTUTUP (Closed Fracture) (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

11 138 24

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

OPTIMASI FORMULASI dan UJI EFEKTIVITAS ANTIOKSIDAN SEDIAAN KRIM EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L) dalam BASIS VANISHING CREAM (Emulgator Asam Stearat, TEA, Tween 80, dan Span 20)

97 464 23

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15

IMPROVING CLASS VIII C STUDENTS’ LISTENING COMPREHENSION ACHIEVEMENT BY USING STORYTELLING AT SMPN I MLANDINGAN SITUBONDO IN THE 2010/2011 ACADEMIC YEAR

8 135 12