Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Perilaku Seksual Pada Remaja di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan

16

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pola Asuh Orangtua
1.1. Defenisi Pola Asuh
Dalam pengelompokan pola asuh terdiri dari dua kata yaitu ‘‘pola’’ dan
‘‘asuh’’. Menurut Kamus Bahasa Indonesia ‘‘pola berarti corak, model, sistem,
cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap’’. Sedangkan kata ‘‘asuh berarti menjaga
(merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu; melatih dan
sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau
lembaga’’. Dengan kata lain kata asuh adalah mencakup segala aspek yang
berkaitan dengan pemeliharaan , perawatan, dukungan, dan bantuan sehingga
orang tetap berdiri dan menjalankan hidupnya secara sehat
Jadi pola asuh adalah merupakan cara orangtua bertindak sebagai orangtua
terhadap anak-anaknya dimana mereka melakukan serangkaian usaha aktif
(Gunarsa, 2008). Sementara menurut Shochib (2010) pola asuh adalah orang yang
melaksanakan tugas bimbingan, memimpin atau memimpin atau mengelolah.
Pengasuhan yang dimaksud disini adalah pengasuhan anak.
1.2. Defenisi Orangtua

Orangtua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan
merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk
sebuah keluarga. Orangtua mempunyai tanggung jawab mendidik, mengasuh dan

Universitas Sumatera Utara

17

membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan
anak untuk siap dalam kehidupan masyarakat.
Pengertian orangtua di atas tidak terlepas dari pengertian keluarga, karena
orangtua merupakan bagian keluarga besar yang sebagian besar telah tergantikan
oleh keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak.
Berdasarkan Undang – Undang no.10 tauhun 1972 keluarga terdiri atas ayah ,
ibu dan anak karena ikatan darah dan hukum. Perlu diingat hubungan orangtua
memiliki hubungan yang kuat dan orangtua diidentik sebagai tempat atau lembaga
pengasuhan yang saling terkait dan memiliki fungsi peranan dalam mengasuh.
Menurut Gunarsa (2008) dalam keluarga yang ideal (lengkap) ada dua
individu yang memainkan peran penting yaitu peran ayah dan peran ibu. Secara
umum peran kedua individu tersebut adalah :

a. Peran ibu
1. Memenuhi kebutuhan biologis dan fisik.
2. Merawat dan mengurus keluarga dengan sabar, mesra dan

Konstinten.

3.Mendidik, mengatur dan mengendalikan anak.
4. Menjadi contoh dan teladan bagi anak.
b. Peran ayah
1. Ayah sebagai pencari nafkah.
2. Ayah sebagai suami yang penuh perhatian dan memberi rasa aman.
3. Ayah berpartisipasi dalam pendidikan anak.
4. Ayah sebagai pelindung atau tokoh yang tegas, bijaksana, Mengasihi
keluarga.

Universitas Sumatera Utara

18

Orangtua juga memiliki peran yang sangat penting dalam mengajar,

mendidik, menjaga serta memberi contoh bimbingan kepada anak–anak untuk
mengetahui, mengenal, mengerti dan akhirnya dapat menerapkan tingkah yang
sesuai dengan nilai – nilai dan norma – norma yang ada di dalam masyarakat.
Pola asuh yang ditanamkan tiap keluarga berbeda dengan keluarga lainnya. Hal
ini tergantung dari pandangan pada diri tiap orang tua (Gunarsa, 2008).
Pengaruh pola asuh orangtua dalam pembentukan dan perkembangan
kepribadian sangatlah besar, artinya banyak faktor yang berpengaruh dalam
proses perkembangan anak. Salah satu adalah pola asuh yang diterapkan oleh
orang tua pada anaknya. Dalam menerapkan pola asuh yang sukses berbeda
dengan menerapkan pola asuh yang efektif. Pola asuh yang sukses adalah jika
orangtua tertarik pada kesuksesan, mereka cenderung menekan pada power
mereka sebagai orangtua dan hanya peduli pada apa yang dilakukan anak dimana
hal tersebut merupakan sesuatu yang diinginkan orangtua untuk dikerjakan anak
segera. Sedangkan pola asuh yang efektif adalah dimana orangtua mendapatkan
prilaku yang diinginkan dan juga hubungan dengan anaknya terdapat rasa hormat
dan saling percaya Hersey & Blanchard (1978) dalam Soelaiman (2008).
Dengan kata lain pola asuh orangtua terhadap anak adalah merupakan suatu
interaksi antara otangtua dan anak selama mengadakan kegiatan pengasuhan yang
berarti orangtua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi
anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma –norma yang berlaku

dalam lingkungan setempat dan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

19

1.3. Macam – macam Tipe Pola Asuh Orangtua
Orangtua memiliki berbagai macam fungsi, salah satunya adalah dalam
pengasuhan anaknya. Dalam mengasuh orang tua di pengaruhi oleh budaya yang
ada di lingkingannya. Disamping itu orangtua memili sikap - sikap tertentu dalam
memelihara, membimbing, dan mengararahkan anak–anaknya. Sikap tersebut
tercermin dalam pola pengasuhan kepada anak yang berbeda-beda, karena
orangtua memiliki pola asuhan tertentu dalam pengasuhannya (Gunarsa 2008).
Tipe pola asuh terdiri dari dua dimensi prilaku yaitu Directive Behavior dan
Supportive Behavior. Directive Behavior melibatkan komunikasi searah di mana
orangtua menguraikan peran dan memberitahu anak tentang apa yang harus
mereka lakukan, di mana, kapan dan bagaimana mereka melakukan suatu tugas.
Supportive Behavior melibatkan komunikasi dua arah dimana orangtua
mendengarkan anak, memberikan dorongan, membesarkan hati, memberikan
teguran positif dan membantu mengarahkan prilaku anak (Shochib 2010).

Beberapa pendapat mengenai tipe pola asuh diantaranya sebagai berikut :
a.Tipe pola asuh menurut Elizabet B Hurlock (2006).
Ada beberapa sikap orangtua dalam dalam mengasuh anaknya antara lain:
1. Melindungi secara berlebihan.
2. Perlindungan orangtua yang berlebihan mencakup pengasuhan dan
pengendalian anak yang berlebihan.

Universitas Sumatera Utara

20

3. Permisivitas
Permisivitas terlihat pada orangtua yang membiarkan anak berbuat sesuka
hati dengan sedikit pengendalian.
4. Memanjakan
Permisivitas yang berlebih memanjakan membuat anak egois dan menuntut.
5. Penolakan
Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan anak atau
dengan sikap bermusuhan yang terbuka.
6. Penerimaan

Penerimaan orangtua ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang pada
anak, orangtua yang menerima, memperhatikan perkembangan anak dan
memperhitungkan minat anak.
7. Dominasi
Anak yang didominasi oleh salah satu atau kedua orangtua bersifat jujur,
sopan dan berhati – hati, tetapi cenderung malu, patuh dan mudah
dipengaruhi orang lain, mengalah dan sangat sensitif.
8. Tunduk pada anak
Orangtua yang tunduk pada anaknya membiarkan anaknya mendominasi
mereka dan rumah mereka.
9. Favoritisme
Meskipun mereka berkata mereka mencintai semua anak dengan sama rata,
kebanyakan orangtua mempunya favorit. Hal ini membuat mereka lebih

Universitas Sumatera Utara

21

menuruti dan mencintai anak favoritnya daripada anak yang lain dari
keluarga.

10. Ambisi orangtua
Hampir semua orangtua memiliki ambisi yang sangat tinggi kepada anak,
sehingga tidak realistis. Ambisi ini dipengaruhi oleh ambisi orangtua yang
tidak tercapai dan hasrat orang tua supaya anak mereka naik ditangga sosial.
b. Tipe pola asuh menurut Hersey dan Blanchard dalam soelaiman (2008) terdiri
dari empat tipe pola asuh yaitu :
1.

Telling
Telling merupakan perilaku orangtua yang derective – nya tinggi dan

supportive – nya rendah, karena dikarakteristikan dengan komunikasi satu arah
antara orangtua dan anak. Dimana orangtua menentukan peran anak dan
mengatakan apa, bagaimana, kapan dan dimana anak harus melakukan berbagai
tugas.
2. Selling
Perilaku oragtua yang derective dan supportive tinggi disebut Selling,
karena sebahagian besar arahan yang diberikan oleh orangtua. Orangtua juga
berusaha melalui kemunikasi dua arah yang membolehkan anak untuk
mengajukan pertanyaan dan memberikan dukungan serta dorongan.

3. Participating
Merupakan perilaku orangtua yang derective – nya rendah dan supportive
– nya tinggi, karena orangtua dan anak saling berbagi dalam membuat keputusan

Universitas Sumatera Utara

22

melalui komunikasi dua arah. Anak memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk
berbagi ide tentang bagaimana suatu masalah itu dipecahkan dan membuat
kesepakatan dengan orangtua apa yang harus dilakukan.
4. Delegating
Perilaku oragtua yang derective dan supportive rendah, karena meskipun
orangtua tetap menetapkan apa yang harus dilakukan dalam menghadapi suatu
masalah, namun anak diperbolehkan untuk menjalankan apa yang diinginkannya
dan memutuskan kapan, dimana dan bagaimana mereka melakukan suatu hal.
c. Tipe pola asuh menurut Marcolm Hardy dan Steve Heyes dalam Gunarsa
(2008) mengemukakan empat macam pola asuhyang dilakukan orangtua
dalam keluarga yaitu :
1. Autikratis (otoriter)

Ditandai dengan adanya aturan- aturan yang kaku dari orangtua dan
kebebasan anak sangat dibatasi.
2. Demokrasi
Dintandai dengan adanya sikap terbuka antara orangtua dan anak.
3. Permisif
Ditandai dengan adanya adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk
berprilaku sesuai dengan keinginan sendiri.
4. Laissez faire
Ditandai dengan sikap acuh tak acuh orangtua terhadap anaknya.
Dari berbagai macam tipe pola asuh yang dikemukakan di atas peneliti
hanya mengemukakan tiga macam pola asuh saja menurut Stewart dan

Universitas Sumatera Utara

23

Koch (1983: 178) yaitu : pola asuh Otoriter, Demokratis, Permisif. Hal
tersebut dilakukan agar pembahasan lebih terfokus dan jelas.
1.3.1 Pola Asuh Otoriter
Pola asuh Otoriter adalah suatu bentuk pola asuh yang menuntut anak agar

patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orangtua
tanpa ada bertanya dan mengemukakan pendapatnya sendiri (Gunarsa, 2008) .
Pola asuh otoriter adalah pengasuhan yang kaku, dictator, dan memaksa untuk
selalu mengikuti orangtua tanpa banyak alasan. Perilaku dalam berinteraksi pola
asuh otoriter ini tegas, dan suka menghukum, serta mengekang keinginan anak.
Jadi apabila seorang anak menentang atau membantah maka orangtua tidak segan
- segan akan diberikan hukuman. Dalam hal ini kebebasan anak sangatlah
dibatasi. Apa saja yang dilakukan seorang anak harus sesuai dengan keinginan
orangtua bukan dari kesadaran dari anak. Pola asuh otoriter dapat berdampak
buruk pada anak, yaitu anak merasa tidak bahagia, ketakutan, tidak terlatih untuk
berinisiatif, selalu tegang, cenderung ragu,tidak mampu menyelesaikan masalah
(kemampuan problem solving- nya buruk), kemampuan komunikasinya buruk,
serta mudah gugup. Akibat seringnya mendapat hukuman dari orangtua. Anak
menjadi tidak disiplin dan nakal, pola asuh otoriter ini anak diharuskan untuk
berdisiplin karena keputusan dan peraturan ada ditangan orangtua.
Komunikasi yang terjadi dalam pola asuh ini adalah komunikasi searah,
dimana orangtualah yang memberikan tugas dan menentukan berbagai aturan
tanpa memperhitungkan keadaan dan keinginan anak. Perintah yang diberikan
berorientasi pada sikap keras orangtua, karena tanpa sikap keras itu anak tidak


Universitas Sumatera Utara

24

akan melaksanakan tugas dan kewajibanya. Jadi anak melakukan perintah karena
takut bukan karena kesadaran dan keinginan sendiri.
1.3.2 Pola Asuh Demokratis
Menurut Shocib (2010) pola asuh demokratis adalah suatu bentuk pola
asuh yang memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun kebebasan itu
tidak sepenuhnya diberikan tetapi tetap dalam pengendalian, bimbingan dan
penuh pengertian antara orantua dan anak serta memberikan arahan yang mana
boleh dilakukan dan yang mana tidak boleh dilakukan. Dengan kata lain pola asuh
demokratis ini memberikan kebebasan kepada anak untuk mengemukakan
pendapat, dan melakukan apa yang diinginkan dengan tidak melewati batas atau
atiuran – aturan yang telah ditetapkan antara orangtua dan anak.
Pola asuh demokratis ini ditandai dengan :
Adanya sikap terbuka antara orangtua kepada anak sehingga dapat menciptakan
keharmonisan dalam keluarga.
a. Menentukan

peraturan

dan

disiplin

dengan

memperhatikan

dan

mempertimbangkan alasan – alasan yang dapat diterima dipahami dan
dimengerti oleh anak yang disetujui bersama.
b. Menentukan

peraturan

dan

disiplin

dengan

memperhatikan

dan

mempertimbangkan alasan – alasan yang dapat diterima dipahami dan
dimengerti oleh anak yang disetujui bersama.
c. Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan
dan yang tidak baik agar ditinggalkan.

Universitas Sumatera Utara

25

d. Anak diberikan kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan dan
keinginan serta belajar untuk menaggapi pendapat orang lain.
e. Terdapatnya komunikasi yang baik antara orantua dan anak.
Dalam pola asuh demokratis ini, anak akan mampu mengembangkan kontrol
terhadap prilakunya sendiri dengan hal – hal yang dapat diterima oleh masyarakat.
Hal ini mendorong anak untuk mampu berdiri sendiri, bertanggungjawab dan
yakin terhadap diri sendiri.
Shochib juga berpendapat bahwa dalam pola asuh demokratis menjadikan
adanya komunikasi dialogis antara orangtua dan anak, dengan adanya kehangatan
membuat anak remaja diterima oleh orangtua, sehingga memungkinkan mereka
untuk memahami, menerima dan menginternalisasikan “pesan’’nilai moral yang
di upayahkan untuk diapresiasikan berdasarkan pertimbangan anak remaja
tersebut.
1.3.3 Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif adalah bentuk pola asuh yang tidak membimbing anak
ke pola perilaku yang menyetujui segala tingkah laku anak termasuk keinginan –
keinginan yang sifatnya segera dan tidak diberikan hukuman. Anak tidak
diberikan batasan atau kendali yang mengatur, apa saja boleh dilakukan dan
mereka diijinkan untuk mengambil keputusan sendiri dan berbuat sesuai dengan
kehendak mereka sendiri (Hurlock, 2006).
Pola asuh permisif ditandai dengan :
a. Orang tua yang memanjakan anak.
b. Anak memperoleh kebebasan dan memiliki kedisiplinan longgar .

Universitas Sumatera Utara

26

c. Segala keinginan anak selalu dipenuhi.
d. Memberi kepercayaan penuh kepada anak.
1.4 Karakteristik – karakteristik anak berdasarkan pola asuh orangtua
Menurut Gunarsa (2009) karakteristik – karakteristik remaja berdasarkan pola
asuh adalah :
a. Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak remaja yang
mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman,
mampu menghadapi stess, mempunyai minat terhadap hal – hal baru dan
kooperaktif terhadap orang lain.
b. Pola asuh Otoriter akan menghasilkan karakteristik – karakteristik anak
remaja yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar
menentang, suka melanggar morma, berkepribadian lemah, cemas dan
menarik diri.
c. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik – karakteristik anak
remaja yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau
menang sendiri, kurang percaya diri dan kurang matang secara sosial.
1.5 Cara pengasuhan orangtua untuk mempererat hubungan dengan anak
Menirut Nakita (2008) cara pengasuhan orangtua mempererat hubungan
antara orangtua dengan anak remajanya yaitu :
a. Menyediakan waktu untuk remaja
Komunikasi yang baik memerlukan waktu yang berkualitas dan ini yang
terkadang tidak dipikirkan oleh orangtua. Bila orangtua bisa memberikan

Universitas Sumatera Utara

27

waktu yang berkualitas bagi anaknya, maka itu berarti ia sudah mengasihi
dan memperhatikan anaknya.
b. Berkomunikasi secara pribadi
Berbicara dengan remaja bukan hanya sekedar basa basi apa kabarnya
sehari ini. Akan tetapi, sebaiknya orangtua juga bisa menyelami perasaan
senang, sedih, marah maupun keluh kesah remaja.
c. Menghargai remaja
Hargai keberadaan remaja, jangan hanya menganggapnya sebagai anak
kecil. Karena dalam beberapa hal tertentu ada yang lebih diketahui remaja
daripada orangtua.
d. Mengerti remaja
Dalam komunikasi dengan remaja, orangtua sebaiknya berusaha untuk
mengerti dunia remaja, memandang posisis mereka, mendengarkan apa
ceritanya dan apa keinginannya.
e. Menciptakan hubungan yang baik
Hubungan yang baik dapat mempersempit jurang pemisah antara orangtua
dengan remaja.
f. Berikan sentuhan/ledekatan fisik dan kontak mata
Remaja akan merasakan kasih sayang dan kehangatan orangtua bila
orangtua (ayah dan ibu) menyentuh, melakukan kontak mata dan fisik
dengan remaja.
g. Dengarkan remaja

Universitas Sumatera Utara

28

Orangtua sebaiknya belajar untuk menjadi pendengar aktif bagi anaknya.
Cara ini akan membuat remaja merasa penting dan berharga. Selain itu
remaja akan belajar untuk mengenali, menerima dan mengerti perasaan
mereka sendiri, serta menemukan cara mengatasi masalahnya.
2. Remaja
2.1 Defenisi Remaja
Remaja adalah sebagai masa peralihan dari masa anak – anak ke masa dewasa
(Kesrepro, 2011). Menurut Gunarsa (2008) remaja merupaka batasan remaja
dengan batasan–batasan yang dikelompokan menjadi :
a. Usia 12 – 14 tahun disebut remaja awal.
b. Usia 15 – 17 tahun disebut remaja.
c. Usia 18 – 21 tahun disebut remaja lanjut.
Menurut WHO (World Health Organization) adalah suatu masa dimana :
a. Individu berkembah dari saat pertama kali ia menunjukan tanda – tanda
seksual sekunder sampai saat ini mencapai pematangan seksual.
b. Individu mengalami psikologi dan pola identifikasi dari kanak – kanak
menjadi dewasa.
c. Terjadi peralihan dan ketergantungan sosial ekonomi yang penuh dengan
keadaan yang relatif lebih mandiri.
WHO menetapkan batasan usia 10 – 20 tahun sebagai batasan usia remaja.
Dengan membagi menjadi dua bagian dimana remaja awal 10-14 tahun dan
remaja akhir 15 – 20 tahun (Sarwono, 2010).

Universitas Sumatera Utara

29

2.2 Ciri – ciri Masa Remaja
Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan
periode sebelum dan sesudahnya. Gunarsa (2010) menyatakan
ciri–ciri tertentu yaitu:
a. Masa remaja sebagai periode yang penting.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan.
d. Masa remaja sebagai periode bermasalah.
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas.
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan.
g. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.
Gunarsa (2001) menyebutkan bahwa masa remaja sebagai masa peralihan
dari masa anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami
sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Semua aspek perkembangan dalam
masa remaja secara global berlangsung antara umur 12–21 tahun, dengan
pembagian usia 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa
remaja pertengahan, 18- 21 tahun adalah masa remaja akhi (Monks, et al. 2002).
2.3 Tahap Perkembangan Remaja
Dalam proses penyesuaian diri menuju dewasa ada Menurut Sarwono (2010) ada
tiga tahap perkembangan remaja yaitu :
a. Remaja Awal (Early Adolescence) 12-15 tahun
Remaja pada tahap ini masih terheran–heran akan perubahan yang terjadi
pada tubuhnya sendiri dan dorongan–dorongan yang menyertai perubahan–

Universitas Sumatera Utara

30

perubahan itu. Mereka cepat tertarik pada lawan jenis, ingin bebas serta
mulai berfikir abstrak dan sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa
b. Remaja Madya (Middle Adolescence) 15-18 tahun
Remaja pada tahap ini mulai mencari identitas diri serta sangat
membutuhkan kawan – kawan . Ia sangat senang bila banyak teman yang
menyukai nya. Ada kecendrungan ‘‘ Narcictis” yaitu mencintai diri sendiri.
c. Remaja Akhir (Late Adolescence) 18-21 tahun
Remaja pada tahap ini adalah masa kondolisasi menuju dewasa dengan ditandai
dengan pancapaian lima hal yaitu :
a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi – fungsi inteleknya.
b. Mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan dalam
pengalaman – pengalaman baru.
c. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
d. Egosentrisisme.
e. Tumbuh

“dinding’’

yang

memisahkan

tubuh

pribadinya

dengan

masyarakat umum.
2.4 Perkembangan Fisik Remaja
Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat. Dalam
perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-ciri seks
primer dan ciri-ciri seks sekunder. Berikut ini adalah uraian lebih lanjut mengenai
kedua hal tersebut

Universitas Sumatera Utara

31

1. Ciri-ciri seks primer
Dalam modul kesehatan reproduksi remaja (Depkes, 2002) disebutkan bahwa ciriciri seks primer pada remaja adalah:
a. Remaja laki-laki Remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi
bila telahmengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi padaremaja
laki-laki usia antara 10-15 tahun.
b. Remaja perempuan Jika remaja perempuan sudah mengalami menarche
(menstruasi),menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat
kelamin perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang
banyak mengandung darah.
2. Ciri-ciri seks sekunder
Menurut Sarwono (2003), Ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja adalah
sebagai berikut :
a. Remaja laki-laki
a) Bahu melebar, pinggul menyempit
b) Petumbuhan rambut disekitar alat kelamin, ketiak, dada, tangan, dan kaki
c) Kulit menjadi lebih kasar dan tebal
d) Produksi keringat menjadi lebih banyak
e) Remaja perempuan
f) Pinggul lebar, bulat, dan membesar, puting susu membesar dan menonjol,
serta berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi lebih besar dan
lebih bulat.

Universitas Sumatera Utara

32

g) Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang pori-pori
bertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif.
h) Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan
menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu,
lengan, dan tungkai.
i) Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu.
Menurut Kurt Lewin dalam Sarwono (2010) asa tingkahlaku yang akan selalu
terdapat pada remaja yaitu :
a. Pemalu dan perasa, tapi sekaligus juga cepat marah dan agresif.
b. Remaja terus menerus merasakan pertentangan antar sikap, nilai, gaya
hidup dan ideologi. Keadaan ini remaja yang berada di ambang peralihan
antara masa anak – anak dan dewasa, sehingga remaja disebut manusia
maginal dalam arti anak bukan, dewasa pun bukan.
c. Konflik sikap, nilai dan ideologi tersebut muncul dalam bentuk ketegangan
emosi yang meningkat.
d. Ada kencendrungan pada remaja untuk mengambil posisi sangat ekstrem
dan mengubah kelakuannya secara drastis, akibatnya sering muncul radikal
dan memberontak di kalangan remaja.
e. Bentuk – bentuk khusus dari tingkah laku remaja pada individu yang
berbeda ditentukan oleh sifat.
2.5 Kondisi yang Mempengaruhi Konsep Diri Remaja
a. Usia kematangan.

Universitas Sumatera Utara

33

b. Remaja yang lebih matang lebih awal, yang diperlakukan hampir dewasa,
mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan baik.
c. Penampilan diri
Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri
meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik.
d. Kepatutan seks
Kepatutan seks remaja dalam penampilan diri, minat dan prilaku membantu
remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidak patutan seks membuat
remaja sadar diri dan hal ini memberikan buruk pada prilakunya.
e. Hubungan keluarga
Remaja yang mempunyai hubungan erat dengan anggota keluarga akan
mengidentifikasi diri dengan orang lain, dan ingin mengembangkan konsep
diri yang layak untuk jenis seksnya.
f. Teman sebaya
Teman sebaya sengan mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara :
1. Konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang
konsep teman – temanya tentang dirinya.
2. Remaja berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri - ciri
kepribadian
g. Kreativitas

Universitas Sumatera Utara

34

Semasa anak – anak remaja didorong untuk kreatif dalam bermain dan
tugas – tugas akedemisnya, mengembangkan perasaan individualitas
dan identitas pengaruh yang baik tentang konsep diri.
2.6 Perilaku Seksual Remaja
2.6.1 Defenisi Perilaku Seksual Remaja
Prilaku seksual adalah tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik
dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk – bentuk tingkah laku ini dapat
beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan,
bercumbu dan bersenggama. Objek seksual dapat berupa orang baik sejenis
maupun dengan lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Dianawati,
2007).
Menurut Gunarsa (2008) ada beberapa prilaku seksual yang belum saatnya
remaja melakukan seksual secara wajar yaitu :
a. Masturbasi atau onani
Kebiasaan buruk yang berupa manipulasi terhadap alat genital dalam
rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang
seringkali menimbulkan goncangan pribadi yang emosi.
b. Berpacaran dengan berbagai prilaku seksual yang ringan seperti
sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan –
sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati
dan memuaskan dorongn seksual.
c. Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual
yang pada dasarnya menunjukan dorongan tersebut ke kegiatan lain

Universitas Sumatera Utara

35

yang sebenarnya yang masih dapat dikerjakan, contoh menonton dan
membaca buku pornografi.
2.6.2 Perkembangan Perilaku Seksual Remaja
Perkembangan masa remaja memiliki pengaruh besar sebagaimana
perwujudan dari perkembangan prilaku seksual pada remaja. Seorang remaja
membutuhkan banyak informasi untuk dapat membuat keputusan yang penting
tentang seks. Remaja juga harus belajar untuk membuat keputusan sendiri dan
tidak terpaksa melakukan sesuatu yang tidak mereka kehendaki atau sesuatu yang
belum pasti. Yang paling penting, Remaja seharusnya merasa senang terhadap diri
mereka dan tubuh mereka sendiri (Sarwono, 2010).
Pada

kehidupan

psikologis

remaja,

perkembangan

organ

seksual

mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan jenis. Terjadinya
peningkatan perhatian remaja terhadap lawan jenis sangat dipengaruhi oleh faktor
perubahan-perubahan fisik selama periode pubertas (Santrock, 2003). Remaja
perempuan lebih memperlihatkan bentuk tubuh yang menarik bagi remaja lakilaki, demikian pula remaja pria tubuhnya menjadi lebih kekar yang menarik bagi
remaja perempuan (Sarwono, 2004).
Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting
dalam pembentukan hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis. Matangnya
fungsi-fungsi seksual maka timbul pula dorongandorongan dan keinginankeinginan untuk pemuasan seksual. Sebagian besar dari remaja biasanya sudah
mengembangkan perilaku seksualnya dengan lawan jenis dalam bentuk pacaran
atau percintaan. Bila ada kesempatan para remaja melakukan sentuhan fisik,

Universitas Sumatera Utara

36

mengadakan pertemuan untuk bercumbu bahkan kadang-kadang remaja tersebut
mencari kesempatan untuk melakukan hubungan seksual (Gunarsa, 2008).
Meskipun fungsi seksual remaja perempuan lebih cepat matang dari pada
laki-laki, tetapi pada perkembangannya remaja laki-laki lebih aktif secara seksual
dari pada remaja perempuan. Banyak ahli berpendapat hal ini dikarenakan adanya
perbedaan sosialisasi seksual antara remaja perempuan dan remaja laki-laki.
Bahkan hubungan seks sebelum menikah dianggap ”benar” apabila orang-orang
yang

terlibat

saling

mencintai

ataupun

saling

terikat.

Mereka

sering

merasionalisasikan tingkah laku seksual mereka dengan mengatakan pada diri
mereka sendiri bahwa mereka terhanyut cinta. Sejumlah peneliti menemukan
bahwa remaja perempuan, lebih daripada remaja laki-laki, mengatakan bahwa
alasan utama mereka aktif secara seksual adalah karena jatuh cinta (Santrock,
2003).
Menurut Havighurst tahu 1961 dalam Hurlock (2006) menjelaskan tentang
tugas–tugas perkembangan prilaku seksual remaja sebagai berikut :
a. Menerima keadaan fisik dirinya sendiri dan menggunakan tubuhnya
secara lebih efektif.
b. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa
lainnya.
c. Mencapai suatu hubungan dan pergaulan yang lebih matang.
d. Dapat menjalankan peren sosial maskulin dan feminim
e. Berprilaku sosial yang bertanggung jawab.

Universitas Sumatera Utara

37

f. Mempersiapkan diri untuk memiliki karir atau pekerjaan yang
memiliki konsekuensi ekonomi dan financial.
g. Mempersiapkan perkawinan dan membentuk keluarga.
h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
berprilaku sesuai dengan norma yang ada di masyarakat.
Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul
pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah)
maka harus dilakukan pengertian dan pengetahuan.
2.6.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah Remaja
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja adalah :
a. faktor internal (pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap
terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku, kerentanan
yang dirasakan terhadap resiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup,
pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia, agama, dan status
perkawinan),
b. faktor eksternal (kontak dengan sumber-sumber informasi, keluarga,
sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku
tertentu), (Sarwono, 2010).
Faktor pendorong prilaku seksual menurut Sarwono (2010) yaitu :
a. Faktor agama
Merosotnya kepercaan terhadap agama.
b. Perbedaan jenis kelamin.
c. Kampanya Keluarga Berencana (KB).

Universitas Sumatera Utara

38

d. Faktor sosial ekonomi
Seperti rendahnya pendapatan dan tarif pendidikan, besarnya keluarga
dan rendahnya nilai agama di masyarakat yang bersangkutan.
e. Citra diri yang menyangkut keadaan tubuh (body images) dan kontrol
diri.
2.6.4 Faktor – Faktor Keluarga yang Mempengaruhi Perilaku Seksual
Remaja
a. Peran dan fungsi keluarga
Orangtua memiliki peran yang sangat penting dalam upayah
pengembangan kepribadian anak. Pengasuhan orangtuan yang penuh
kasih sayang, dan pendidikan tentang nilai – nilai kehidupan, baik
agama maupun sosial budaya yang diberikan merupakan faktor yang
kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggotan
masyarakat yang sehat, sehingga keluarga merupakan lembaga
pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
b. Status Sosial Ekonomi
Keadaan

sosial-ekonomi

memiliki

peranan

penting

terhadap

perkembangan psikososial anak. Di mana bila perekonomian keluarga
cukup, maka lingkungan material yang dihadapi remaja di dalam
keluarganya itu lebih luas untuk mengembangkan bermacam – macam
kecakapan yang tidak dicapai. Orang tua jiga dapat mencurahkan
perhatian yang lebih dalam kepada pendidikan anaknya dengan tidak
disulitkan dengan kebutuhan primer kehidupan manusia.

Universitas Sumatera Utara

39

c. Keutuhan Keluarga
Merupakan salah satu faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual
remaja. Yang dimaksud dengan keutuhan keluarga adalah keutuhan
struktur keluarga di mana di dalam keluarga tersebut ada ayah, ibu,
dan anak- anak. Jika tidak ada keduanya atau pun tidak ada salah satu
nya maka suatu keluarga tidak utuh lagi. Selain itu ada juga ada
keutuhan interaksi keluargas sehingga di dalam keluarga berlangsung
interaksi sosial yang wajar dan harmonis.
d. Sikap dan Kebiasaan Orangtua
Cara–cara dan sikap–sikap yang ditanamkan orangtua memegang
penting dalam pergaulan anak. Hal ini disebabkan karena keluarga
merupakan sebuah kelompok sosial dengan tujuan–tujuan, struktur dan
norma–norma, dinamika kelompok, termasuk dinamika kepemimpinan
yang sangat mempengaruhi suasana interaksi keluarga, serta dapat
merangsang perkembangan ciri–ciri tertentu pada pribadi anaknya.
e. Status Anak
Status anak dapat mempengaruhi psikososialnya di dalam keluarga.
Artinya status sosial adalah kedudukan anak di dalam keluarga, seperti
anak tunggal, anak sulung atau anak bungsu di antara saudaranya.
2.6.5 Bentuk–bentuk Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja
a. Berpegangan Tangan
Perilaku seksual ini biasanya dapat menimbulkan keinginan untuk
mencoba aktifitas seksual lainnya tercapai.

Universitas Sumatera Utara

40

b. Berpelukan
Perilaku seksual berpelukan akan membuat jantung berdegup lebih cepat
dan menimbulkan rangsangan seksual pada individu
c. Cium Kering
Perilaku ciuman kering berupa sentuhan pipi dengan pipi dan pipi dengan
bibir. Dampak dari ciuman ini menimbulkan imajinasi dan perilaku
menjadi berkembang, damping itu juga dapat menimbulkan keinginan
untuk melanjutkan kebentuk aktifitas seksual lainnya yang lebih dapat
dinikmati.
d. Ciuman Basah
Aktifitas ciuman basah berupa sentuhan bibir dengan bibir. Dampak dari
ciuman bibir ini menimbulkan sensasi seksual yang kuat dan menimbulkan
dorongan seksual, hingga tidak terkendali dan apabila dilakukan terus
menerus akan menimbulkan perasaan ingin mengulanginya kembali.
e. Meraba bagian tubuh yang sensitif
Merupakan suatu keinginan untuk meraba atau menyentuh bagian organ
yang sensitif seperti payudara, vagina dan penis. Dampak dari sentuhan ini
akan menimbulkan rangsangan seksual sehingga melemahnya kontril diri
dan akal sehat akibatnya bisa melakukan aktifitas seksual selanjutnya
seperti Intercource.
f. Petting
Merupakan aktifitas keselurahan seksual non Intercource (hingga
menempelkan alat kelamin). Dampaknya menimbulkan ketagihan.

Universitas Sumatera Utara

41

g. Oral Seksual
Oral seksual pada laki – laki adalah ketika seseorang menggunakan bibir,
pada penis dan sekitarnya, sedangkan pada wanita melibatkan bagian
disekitar vulva yaitu labia, klitoris dan bagian dalam vagina.
h. Intercource atau bersenggama
Merupakan aktifitas seksual dengan memasukan alat kelamin laki – laki
kedalam alat kelamin perempuan, dampak dari hubungan perilaku seksual
pranikah adalah perasaan bersalah dan berdosa terutama pada pertama
kali, ketagihan, kehamilan sehingga terpaksa menikah dan aborsi,
kematian dan kemandulan akibat aborsi, resiko terkena HIV dan PMS,
sangsi

sosial,

agama

serta

norma,

hilangnya

keperawanan

dan

keperjakaan, merusak masa depan (terpaksa drop out sekolah)

Universitas Sumatera Utara