Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Perilaku Seksual Pada Remaja di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan

(1)

INFORMED CONSENT Lampiran-1

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Perilaku Seksual Pada Remaja di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan

Oleh: Ismira Wulandari

Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang sedang melakukan penelitian dengan tujuan mengidentifikasi hubungan antara pola asuh orangtua perilaku seks pada remaja di kelurahan mangga kecamatan medan tuntungan.

Saya mengharapkan kesediaan Adik-adik untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini tidak memberikan dampak yang membahayakan. Jika Adik-adik bersedia maka saya akan memberikan kuesioner kepada Adik-adik untuk dijawab. Peneliti memohon kesediaan Adik-adik memberikan jawaban berdasarkan kuesioner dengan jujur apa adanya.

Partisipasi Adik-adik bersifat sukarela, sehingga Adik-adik bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apapun. Semua informasi yang Adik-adik berikan akan dirahasiakan dan hanya akan dipergunakan dalam penelitian ini.

Terimakasih atas partisipasi Adik-adik dalam penelitian ini.

Jika Adik-adik bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, maka silahkan menandatangani lembar persetujuan ini.

Medan, Juni 2013 Responden


(2)

Lampiran-2

A. Kuesioner Pola Asuh Orang tua di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan

Petunjuk

Pada halaman – halaman berikutnya terdapat sejumlah pertanyaan yang menyangkut cara – cara yang memungkinkan digunakan orangtua anda sehari – hari dalam usaha mendidik dan menanamkan disiplin. Untuk setiap pertanyaan harus diberikan tanda cheklis (√) ditempat yang menggambarkan keberlakuan pertanyaan tersebut dalam kehidupan anda sehari – hari. Keberlakuan untuk setiap pernyataan dapat dinyatakan sebagai berikut :

Sangat Sering Terjadi : SST Sering Terjadi : ST Jarang Terjadi : JT Tidak Pernah Terjadi : TPT

No. Pernyataan SST ST JT TPT

1. Orangtua saya melarang dengan keras bergaul dengan anak remaja laki – laki maupun

perempuan karena dapat menimbulkan kenakalan remaja

2. Orangtua saya dengan keras melarang saya untuk tidak boleh berpacaran

3. Orangtua menghukum, jika ketahuan menonton film – film yang berbaur pornografi


(3)

4. Orangtua saya dengan keras melarang saya bertanya tentang pendidikan seks bagi remaja karena dianggap tabu.

5. Orangtua menghukum saya jika ketahuan terlambat pulang dari sekolah.

6. Orangtua menekankan dengan keras bahwa anak-anaknya tidak boleh meninggalkan/ melalaikan kewajiban untuk beribadah kepada Tuhan YME 7. Orangtua melarang keras jika saya menginap/

tidur ditempat teman

8. Orangtua saya pernah menyampaikan informasi tentang perilaku seksual yang dapat membahayakan remaja

9. Orangtua membaca artikel tentang seks yang baik dan buku-buku pendidikan seks kepada saya, dan menerangkan hal tersebut kepada saya

10. Orangtua mengajarkan anaknya bagaimana bergaul dengan teman-teman sesama jenis maupun lawan jenis

11. Orangtua saya mengizinkan berpacaran dengan alasan harus diketahui oleh orangtua

12. Orangtua saya pernah menjelaskan tentang bahaya atau resiko berpacaran yang melewati batas kepada saya.

13. Orangtua setuju jika saya tidur dirumah teman, dengan alasan harus permisi pada orangtua

14 Orangtua saya pernah menjelaskan tentang organ-organ reproduksi kepada saya

15. Orangtua saya setuju jika mengikuti kemajuan tekhnologi, dengan alasan harus dalam batas yang


(4)

wajar

16. Orangtua tidak marah dan tidak melarang ketika saya pulang malam

17. Orangtua saya tidak ingin tahu tetang apa yang saya perbuat diluar rumah

18. Orangtua saya memberikan kebebasan penuh dalam berteman sejenis maupun lawan jenis

19. Orangtua saya tidak marah dan tidak melarang jika saya menginap dirumah teman tanpa permisi. 20. Orangtua tidak memberikan hukuman katika saya

melakukan kesalahan

Lampiran-3

B. Keusioner Perilaku Seksual Pada Remaja di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan

Petunjuk Pengisian : Saudara diharapkan untuk :

a. Menjawab setiap pertanyaan yang sudah tersedia dengan memeberikan tanda cheklis (√)

b. Semua pertanyaan harus di jawab semua

c. Setiap pertanyaan harus diisi dengan satu jawaban.

d. Bila ada yang kuramng mengerti bisa di tanyakn ke pada peneliti. Sangat Sering Terjadi : SST

Sering Terjadi : ST Jarang Terjadi : JT Tidak Pernah Terjadi : TPT


(5)

No. Pernyataan SST ST JT TPT 1 Apakah anda pernah berpegangan tangan saat

pacaran?

2. Apakah anda pernah menonton vidio porno ? 3. Apakah anda pernah melihat dan membaca majalah

berbau porno?

4. Apakah anda pernah makan berdua dengan pacar anda?

5. Apakah anda pernah jalan berdua ke mol dengan pacar anda?

6. Apakah anda pernah memeluk pacar anda? 7.. Apakah anda pernah mencium pipi , bibir pacar

anda?

8. Apakah anda pernah onani atau mansfurbasi ? 9. Apaka anda pernah mencium bagian leher dan

bagian sekitar dada pacar anda?

10. Apakah anda pernah bersetubuh dengan pacar anda?


(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Gurnarsa, Sigih D. 2008 Psikologo Praktis : Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia

Sarwono, Sarlito wirawan . 2010 Pengantar Umun Psikologi. Jakarta : Bulan Bintang

Sarwono, Sarlinto wirawan. 2010 Pergeseran Norma Prilaku Seksual Kaum Remaja . Jakarta : CV Rajawali

Arikunto, Suharsimi. 2006 Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Asdi Mahasatya

Hidayat, A Aziz 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika

Notoatmodjo, Soekidjo 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan . Jakarta : Salemba Medika

Schocib, moh (2010). Pola Asuh Orangtua. Jakarta : Rineka Cipta

Soelaiman, MI (2008). Moralitas, Prilaku Moral dan Perkembangan Moral. Jakarta : Universitas Indonesia ( UI Press)

Riduwan. 2010. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Penelitian Pemula. Bandung : ALFABETA

Hurlock, E.B 2006. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan Istiwijayanti), Jakarta : Erlanga

PKBI, United Nation Population dan BKKBN kebutuhan akan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja di 5 propinsi di Indonesia, Jakarta, PKBI, UNP dan BKKBN 2006.

Depkes RI, Kumpulan Materi Kesehatan Reproduksi, Ditjend Binkesga : Jakarta Pengaruh pola asuh orangtua terhadap anak, (2011, http: //Wengamba.com/ diperoleh tanggal 10 October 2011).

Tim Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka 2008.

Nugraha, Boyke Dian. 2009. Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta : Bumi Aksara

Nugraha, Boyke Dian. 2009. Masalah Seks dan Solusinya. Jakarta : Bumi Aksara BKKBN. 2010 . Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia 2008. Jakarta : BPS dan Marco International

Dianawati, ajen. 2009. Pendidikan Seks Untuk remaja. Jakarta : PT. Kawan Pustaka

Suryanto, Salamah. 2010. Riset Kebidana Metodologi Aplikasi. Jogjakarta : Mitra Cendikia

Sukardi. 2009. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta : PT. Bumi Aksara

Sekarrini, Loveria.2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Remaja di SMK Kesehatan di Kabupaten Bogor Tahun 2011. Skripsi. Program Sarjana Kesehatan Masyarakat. Depok : FKM UI.


(16)

Ariyanto, N. 2008. Hubungan Citra Tubuh dengan Perilaku Seksual dalam Berpacaran pada Remaja Putri. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Depok.

Darmasih, R. 2009. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja SMA di Surakarta. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Green L.W.,Kreuter M.W. 2000. Health Promotion Planning An educational adn Environmental Approach. Maylield Publishing Company.

Fuad C, Radiono, s; Paramastri. I, 2003, Pengaruh Pendidikan Kesehatan Seksual Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja dalam Upaya Pencegahan Penularan HIV/AIDS di Kodia Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat XIX/IXI – 60; UGM Yogyakarta.

Susi, 2012, Pola Asuh Keluarga dan Tipe Keperibadian Remaja di SMPN 7 Medan . skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Deviy, 2012, Pengaruh Pola Asuh Demokratis Orang Tuaterhadap Kemampuan Mengemukakan Pendapat Anakdi Dusun Losari Randusari Argomulyo Cangkringan Sleman. Skripsi. Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.


(17)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan pola asuh orangtua dengan perilaku seksual pada remaja di kelurahan mangga kecamatan medan tuntungan. Di dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel independen dan dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pola asuh orangtua, sedangkan variabel dependennya adalah perilaku seksual yang ada di kelurahan mangga kecamatan medan tuntungan.

Dari uraian tersebut, maka dapat digambarkan kerangka penelitian sebagai berikut:

Skema 3.1 Kerangka penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Pola asuh orangtua

Perilaku seksual remaja 1. Baik


(18)

2. Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Alat Ukur Skala Hasil ukur Variabel Independen

1 Pola asuh Suatu cara atau tindakan orangtua dalam mendidik anak Kuesioner yang terdiri dari 21 pertanyaan Dengan pilihan SST= sangat sering terjadi ST= sering terjadi JT= jarang terjadi TPT= Tidak pernah terjadi

Ordinal Dikatakan pola asuh orang tua baik apabila jumlah skor pertanyaan adalah lebih dari 42 dan pola asuh kurang baik apabila kurang dari 42

Variabel dependen 1 Perilaku

seksual remaja

Segala tingkah laku yang di dorong oleh

Kuesioner yang terdiri dari 10

Ordinal Perilaku remaja dikatakan


(19)

hasrat seksual yang dilakukan oleh pria dan waita tanpa ada ikatan yang sah menurut hukum dan agama penyataan 5 negatif 5 positif negative apabila hasil skor kuesioner responden 10-20. Perilaku remaja dikatakan psitif apabila hasil skor kuesioner responden 21-40 3. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara yang harus diuji lagi kebenarannya melalui penelitian (Ridwan, 2010).

Hipotesis yang diharapkan dari penelitian ini adalah hipotesis alternatif (Ha) yaitu : terdapat hubungan antara hubungan pola asuh orangtua dengan perilaku seksual pada remaja di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan. Tetapi apabila hipotesis nol (�0) maka tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orangtua dengan perilaku seksual pada remaja di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan.


(20)

BAB IV

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi yaitu untuk mengetahui hubungan yang terjadi pada sebuah fenomena dengan mengidentifikasi hubungan yang terjadi pada dua variabel (Suyanto & Salamah, 2009,).

2. Populasi dan Sampel

2.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah remaja di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan, selama bulan April sampai Juni 2013 yaitu sebanyak 256 orang remaja.

2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu sehingga dapat mewakili populasinya (Wahyuni, 2009). Tekhnik yang digunakan dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah “Simple Random Sampling“, yaitu metode penarikan sampel dimana masing-masing subjek atau unit populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel (Wahyuni, 2009). Tekhnik ini digunakan dengan asumsi bahwa anggota populasinya dianggap homogen, yaitu remaja Kelurahan Mangga dengan rentang usia (12 -20 )

Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus : Keterangan :


(21)

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi d

D = Ketetapan relatif yang ditetapkan oleh peneliti (0,05) Jadi sampel dalam penelitian ini adalah :

Diketahui : N = 256 d = 0,05 n = 84

�= N

1 + N (d2) �= 265

1+265 (0,12)c1 � = 84 orang

Jumlah sampel yang diperoleh adalah 84 orang. Jadi jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 84 orang remaja.

Teknik pengambilan sampel menggunakan pendekatan secara simple random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada pada populasi tersebut. Dilakukan dengan cara membuat undian pada kertas-kertas kecil, yang telah ditulis nama-nama remaja pada satu kertas-kertas undian. Kemudian kertas undian diambil secara acak sebanyak 84 buah.

Jadi nama remaja yang telah didapatkan dari kertas undian, dijadikan sampel pada penelitian ini. Dengan teknik pengambilan sampel acak ini, setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel.


(22)

Adapun Kriteria sampel yang dipakai adalah : 1. Remaja yang berusia 13-20 tahun.

2. Remaja yang memiliki orang tua 3. Tinggal serumah dengan orag tua 4. Remaja yang memiliki pasangan

5. Bersedia untuk berpartisipasi menjadi responden.

Sampel pada peneliti ini adalah anak remaja yang ada di kelurahan mangga Kecamatan Medan Tuntungan dan sesuai dengan kriteria yang tertera di atas.

. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Mangga kecamatan Medan Tuntungan. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena lokasi mudah dijangkau oleh peneliti, adanya populasi yang mencukupi untuk dijadikan responden, serta dilokasi ini juga belum pernah ada penelitian yang sama sebelumnya. Penelitian dilakukan pada April 2013 sampai dengan juni tahun 2013.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari Institusi Pendidikan Fakultas Keperawatan Sumatera Utara dan izin dari kepala lingkungan setempat (Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan). Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan prinsip etik penelitian, yaitu memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian, menjelaskan manfaat penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila


(23)

responden bersedia, maka calon responden dipersilahkan untuk menandatangani informed consent. Tetapi jika calon responden tidak bersedia, maka calon

responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri dalam penelitian. Responden juga berhak mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Responden memiliki kebebasan dari tindakan yang merugikan atau resiko, dan mendapat keadilan tanpa adanya diskriminasi, apabila responden tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian.Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden pada instrumen, tetapi menggunakan nomor kode. Data – data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

1. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data (Notoatmodjo, 2010). Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan jenis instrumen kuesioner Multiple choise dengan pilihan jawaban selalu, sering, kadang-kdang, dan tidak pernah (Nursalam, 2009).

Instrumen penelitian ini terdiri dari 3 macam kuesioner : a. Kuesioner data demografi

Kuesioner ini terdiri dari usia, jenis kelamin, suku, agama dan tingkat pendidikan diisi dengan membuat tanda check list (√) pada kotak yang disediakan dan usia diisi dengan mengisi titik-titik pada tempat yang disediakan.


(24)

b. Kusioner untuk pola asuh orangtua

Peneliti menggunakan 21 pernyataan untuk kuesioner pola asuh orangtua, dimana 9 pernyataan pola asuh otoriter, 6 pernyataan pola asuh demokratis, dan 6 pernyataan tentang pola asuh permisif. Kuesiner menggunakan skala likert dengan nilai 1 = tidak pernah terjadi, 2= jarang terjadi, 3= sering terjadi, 4= sangat sering terjadi. Sehingga dapat disimpulkan nilai minimum 21 sedangkan nilai maksimum 84.

Untuk pola asuh orang tua yaitu :

Berdasarkan rumus statistika p = rentang kelas (menurut sudjana, 2002) Banyak kelas

dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurang nilai terendah) maka didapat rentang = 84 dan banyak kelasnya = 2 sehingga P = 31.2. Dengan demikian pola asuh orang tua diri terbagi atas 2 kategori yaitu baik (21-52), buruk (53-84).

c. Kuesioner untuk perilaku seksual remaja

Peneliti menggunakan 10 pernyataan untuk kuesioner perilaku seksual , dimana 4 pernyataan positif dan 6 pernyataan negatif. Dimana 9 pernyataan pola asuh otoriter, 6 pola asuh demokratis, dan 6 pernyataan tentang pola asuh permisif. Pernyataan Kuesioner Pola Asuh Orang tua terdiri atas pernyataan positif. Kuesioner menggunakan skala likert dengan nilai 1 = tidak perna terjadi, 2= jarang terjadi, 3= sering terjadi, 4= sangant sering terjadi. Sehingga dapat disimpulkan nilai minimum 10 sedangkan nilai maksimum 40, sehingga


(25)

didapati nilai 10-25 remaja berprilaku buruk dan 26 sampai 40 berperilaku baik.

Berdasarkan rumus statistika p = rentang kelas (menurut sudjana, 2002) Banyak kelas

dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurang nilai terendah) maka didpat rentang = 40 dan banyak kelasnya = 2 sehingga P = 15 Dengan demikian perilaku seksual dibagi atas 2 kategori yaitu buruk (10-25) baik (26-40)

5. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian 6.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau keshahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2006). Uji validitas yang digunakan pada pengujian ini adalah validitas isi, yakni sejauh mana instrumen penelitian memuat rumusan-rumusan sesuai dengan isi yang dikehendaki menurut tujuan tertentu. Setelah dilakukan uji validitas oleh dosen keperawatan maka didapatkan hasil bahwa instrumen penelitian yang digunakan telah valid dan dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.

6.2 Uji Realibiltas

Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrumen maka dilakukanlah uji reliabilitas. Instrumen dikatakan reliabel apabila berapa kali pun data diambil, tetap akan sama. Uji reliabilitas ini dilakukan menggunakan SPSS 16 dengan metode Cronbach Alpha dengan perangkat lunak komputer untuk kuesioner


(26)

tingkat stres dan kuesioner pola asuh orangtua dan perilaku seksual remaja. Uji reliabilitas dilakukan pada 20 orang responden remaja di Kelurahan Sidomulyo. Uji ini dikatakan reliable apabila hasil > 0,6 dan dari data yang telah dikumpulkan kemudian dimasukan dalam perangkat lunak menggunakan rumus Cronbach Alpha dihasilkan 0.835, dan hasil ini didapati bahwa kusioner dikatakan reliable.

6. Prosedur Pengumpulan Data

Peneliti melakukan tahap awal dengan mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada Institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kemudian permohonan ijin yang diperoleh dikirim ketempat penelitian di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan. Setelah mendapatkan izin, peneliti menjelaskan kepada kepala Kelurahan Mangga Kecamatan Medan tuntungan tentang maksud dan tujuan dari penelian dan ketersediannya agar peneliti dapat berjumpa dengan calon responden.

Peneliti melakukan pengumpulan data dan penelitian serta menetukan responden sesuai dengan kriteria cukup banyak maka peneliti memilih calon responden secara acak. Setelah mendapatkan calon responden selanjutnya peneliti menjumpai responden dari rumah kerumah dan di bantu bapak kepala lingkungan dan setelah itu peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian serta proses pengisian kuesioenr. Kemudian calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani surat persetujuan sebagai responden dalam penelitian ini. Setelah itu responden di minta mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti. Responden diberi kesempatan untuk bertanya selama pengisian kuesioner, bila yang tidak di mengerti sehubungan dengan pernyataan yang ada dalam kuesioner. Setelah


(27)

semua responden mengisi kuesioner tersebut, maka seluruh data di kumpulkan untuk dianalisa.

7. Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul dengan melalui beberapa tahap, yaitu editing untuk memeriksakan data responden dan memastikan bahwa semua jawaban telah diisi, kemudian data yang sesuai diberi kode untuk memudahkan melakukan tabulasi dan analisa data, selanjutnya memasukkan (entry) data ke komputer dan dilakukan pengolahan data dengan mengunakan tehnik komputerisasi. Analisa data selain menggunakan analisa data frekuensi dan distribusi untuk mengetahui adanya hubungan antara pola asuh dengan prilaku seks remaja digunakan analisa spearmen.

Analisa data yang dilakukan adalah analisa univariat

Analisis ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel penelitian. Data dari Hubungan pola asuh orangtua dengan perilaku seks pada remaja di kelurahan mangga kecamatan medan tuntungan dijelaskan dengan nilai jumlah dan persentase masing kelompok. Penyajian masing-masing variabel dengan menggunakan tabel dan diinterpretasikan berdasarkan hasil yang diperoleh.

Analisis univariat

Data demografi dianalisis disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Sedangkan data hasil analisa pola asuh orangtua serta analisa perilaku remaja usia 12-20 tahun juga disajikan dalam bentuk frekuensi dan persentase. Perilaku seksual remaja dianalisa dalam bentuk skala ordinal, yaitu


(28)

skor data hasil kuesioner didistiribusikan kedalam 2 kategori, positif dan negatif. Untuk analisa Perilaku remaja dengan rentang sebesar 10 dan jumlah kategori 2 maka diperoleh panjang kelas sebesar 5. Dengan P = 10 dan nilai terendah = 5 sebagai batas bawah kelas interval pertama, pemberian skor adalah sebagai berikut :

Pertanyaan Negatif Nilai

Sangat Sering Terjadi : SS T 1

Sering Terjadi: ST 2

Jarang Terjadi : JT 3

Tidak Pernah Terjadi : TJT 4

Pertanyaan Positif:

Sangat Sering Terjadi : SS T 4

Sering Terjadi: ST 3

Jarang Terjadi : JT 2

Tidak Pernah Terjadi : TJT 1

Analisis bivariat digunakan untuk membuktikan hipotesa penelitian, yaitu adakah hubungan antara Pola asuh orang tua (demokratis, otoriter, permisif) dengan perilaku seksual pada remaja di kelurahan mangga kecamatan medan tuntungan. Uji statistik untuk analisa bivariat dilakukan menggunakan uji statistic spearman

Analisis bivariat

Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 sampai +1. Sifat

nilai koefisien korelasi adalah plus (+) atau minus (-) yang akan menunjukkan arah korelasi. Makna sifat korelasi:


(29)

1. Korelasi positif (+) berarti jika variabel pertama mengalami kenaikan maka variabel kedua juga akan mengalami kenaikan.

2. Korelasi negatif (-) berarti jika variabel pertama mengalami kenaikan maka variabel kedua akan mengalami penurunan.

Sifat korelasi akan menentukan arah korelasi. Keeratan korelasi dapat dikelompokkan sebagai berikut:

0,00- 0,199: Kekuatan hubungan sangat lemah 0,20- 0,399: Kekuatan hubungan lemah

0,40- 0,599: Kekuatan hubungan sedang 0,60- 0,799: Kekuatan hubungan sangat kuat 0,80- 1,000: Kekuatan hubungan sangat kuat sekali

Uji distribusi normal adalah uji untuk mengukur apakah data kita memiliki distribusi normal sehingga dapat dipakai dalam statistik parametrik (statistik inferensial). Cara yang biasa dipakai dalam uji normalitas adalah dengan menggunakan Uji Kolmogorov Smirnov. Dalam hal ini uji kesesuaian antara distribusi sampel (observasi) dengan distribusi teoritis tertentu (normal).

Uji Normality

Lazimnya uji ini digunakan untuk kenormalan data. Bila p (signifikansi) >0.05 maka distribusi tersebut normal. Namun kebalikannya bila p (signifikansi) <0.05 maka distribusi tersebut tidak normal. (Wahyuni, Arlinda S, 2010).

Berikut merupakan hasil dari uji normalitas yang telah dilakukan. Berdasarkan Uji Kolmogorov Smirnov tersebut, diperoleh nilai sinifikansinya untuk pola asuh orang tua adalah 0,001. Sedangkan untuk perilaku seksual nilai


(30)

signifikansinya 0,000. Kedua nilai tersebut < 0,05, ,maka distribusinya tidak normal.

Berdasarkan nilai dari uji normalitas tersebut, maka untuk menguji hubungan variabel bebas dan variabel terkait, digunakan Uji Korelasi Spearman.

Nilai p menginterpretasikan nilai signifikan, jika nilai p < 0,05 maka terdapat hubungan bermakna antar variabel yang diuji dan jika nilai p > 0,05 maka tidak terdapat hubungan yang bermakna antara variabel yang diuji (Notoadmojo, 2005).


(31)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian

Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian mengenai data demografi responden dan hubungan pola asuh orangtua terhadap perilaku seksual remaja di Kelurahan Mangga Kecamatan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan, yang didapat dari pengumpulan data pada bulan Mei 2013 di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan. Adapun jumlah seluruh responden dalam penelitian ini adalah 84 responden yang terdiri dari 43 responden laki-laki dan 41 responden perempuan.

Berikut ini merupakan penjabaran deskripsi dari frekuensi dan persentase yang didapat dari pengumpulan data peneliti yaitu karakteristik responden serta hubungan pola asuh orang tua terhadap perilaku seksual remaja di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan.

5.1.1 Analisa Univariat

Analisa univariat menggambarkan distribusi frekuensi dari kategori variabel yang menjadi perhatian dalam penelitian ini.

5.1.1.1 Karaterristik Responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia responden remaja yang di jadikan responden mayoritas dengan usia 17-20 tahun (58,4%), usia ini dikatakan usia remaja akhir. Mayoritas jenis kelamin responden remaja didaerah Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan terdiri dari laki laki 43 orang (51,2 %). Mayoritas agama islam yaitu sebesar 58 responden dan bersuku batak ( 48,8 %),


(32)

dan tingkat pendidikan dari responden sendiri mayoritas adalah SMA atau tamat SMA 53 orang (63,1 %). Distribusi dan frekuensi data demografi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden remaja di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan (n =84)

Data Demografi Frekuensi(n) Persentase (%) Umur

12 – 13 ( remaja awal) 14 – 16 ( remajaTengah) 17 – 20 ( remaja akhir)

7 28 49 18,3 23,3 58,4 Jenis Kelamin

Laki – laki Perempuan 43 41 51,2 48,8 Agama Islam Kristen Protestan Kristen Katolik 58 20 6 69,0 23,8 7,1 Suku Batak Jawa Aceh Minang Melayu 41 28 7 4 4 48,8 33,3 8,3 4,8 4,8 Tingkat pendidikan SMP SMA 31 53 36,9 63,1


(33)

Tabel 5.2 Hasil distribusi Frekuensi dan Persentasi berdasarkan jawaban pertanyaan pola asuh responden remaja di Kelurahan mangga Kecamatan Medan

Tuntungan (n =84)

No Pertanyaan SST ST JT TPT

% % % %

1 Orangtua saya melarang dengan keras bergaul dengan anak remaja laki-laki maupun perempuan karena dapat menimbulkan kenakalan remaja.

2,4% 16,7% 54,8% 26,2%

2 Orangtua saya dengan keras melarang saya untuk tidak boleh berpacaran

2,4% 19,0% 50,0% 28,6%

3 Orangtua menghukum, jika ketahuan menonton film – film yang berbaur pornografi

1,2% 16,7% 13,1% 69,0%

4 Orangtua saya dengan keras melarang saya bertanya tentang pendidikan seks bagi remaja karena dianggap tabu.

1,2% 4,8% 20,2% 73,8%

5 Orangtua menghukum saya jika ketahuan terlambat pulang dari sekolah.

1,2% 7,1% 19,0% 72,6%

6 Orangtua menekankan dengan keras bahwa anak-anaknya tidak boleh meninggalkan/ melalaikan kewajiban untuk beribadah kepada Tuhan YME

3,6% 15,5% 48,8% 32,1%

7 Orangtua melarang keras jika saya menginap/ tidur ditempat teman

22,6% 29,8% 41,7% 6,0%

8 Orangtua saya pernah menyampaikan informasi tentang perilaku seksual yang dapat membahayakan remaja.

1,2% 21,4% 9,5% 67,9%

9 Orangtua membaca artikel tentang seks yang baik dan buku-buku pendidikan seks kepada saya, dan menerangkan hal tersebut kepada saya


(34)

Tabel 5.3 Hasil distribusi Frekuensi dan Persentasi berdasarkan jawaban pernyataan pola asuh responden remaja di Kelurahan mangga Kecamatan Medan

Tuntungan (n =84)

No Pertanyaan SST ST JT TPT

10 Orangtua mengajarkan anaknya bagaimana bergaul dengan teman-teman sesama jenis maupun lawan jenis.

% % % %

2,4% 16,7% 63,1% 17,9%

11 Orangtua saya mengizinkan berpacaran dengan alasan harus diketahui oleh orangtua

1,2% 1,2% 6,0% 91,7%

12 Orangtua saya pernah menjelaskan tentang bahaya atau resiko berpacaran yang melewati batas

kepada saya.

4,8% 11,9% 54,8% 28,6%

13 Orangtua setuju jika saya tidur dirumah teman, dengan alasan harus permisi pada orangtua

1,2% 44,0% 40,5% 14,3% 14 Orangtua saya pernah menjelaskan tentang

organ-organ reproduksi kepada saya

1,2% 2,4% 10,7% 85,7% 15 Orangtua saya setuju jika mengikuti kemajuan

tekhnologi, dengan alasan harus dalam batas yang wajar.

7,1% 17,9% 61,9% 13,1%

16 Orangtua tidak marah dan tidak melarang ketika saya pulang malam

2,4% 34,5% 40,5% 22,6% 17 Orangtua saya tidak ingin tahu tetang apa yang

saya perbuat diluar rumah

2,4% 92,9% 4,8% - 18 Orangtua saya memberikan kebebasan penuh

dalam berteman sejenis maupun lawan jenis

6,0% 29,8% 58,3% 6,0% 19 Orangtua saya tidak marah dan tidak melarang jika

saya menginap dirumah teman tanpa permisi.

2,4% 23,8% 36,9% 36,9% 20 Orangtua tidak memberikan hukuman katika saya

melakukan kesalahan

3,6% 44,0% 48,8% 3,6% 21 Orang tua saya tidak ingin tahu tentang apa yang

saya perbuat diluar rumah


(35)

Tabel 5.4 Hasil distribusi Frekuensi dan Persentasi berdasarkan jawaban pernyataan perilaku seksual responden remaja di Kelurahan mangga Kecamatan

Medan Tuntungan (n =84)

No Pertanyaan SST ST JT TPT

% % % %

1 Apakah anda pernah berpegangan tangan saat pacaran?

3,6% 19,0% 72,6% 4,8% 2 Apakah anda pernah menonton vidio porno

bersama pacar anda ?

2,4% - 10,7% 86,9%

3 Apakah anda pernah melihat dan membaca majalah berbau porno?

2,4% 19,0% 73,8% 4,8% 4 Apakah anda pernah memeluk pacar anda? 2,4% 28,6% 59,5% 9,5% 5 Apakah anda pernah jalan berdua ke mol dengan

pacar anda?

2,4% 15,5% 78,6% 3,6% 6 Apakah anda pernah makan berdua dengan pacar

anda?

3,6% 58,3% 38,1% -

7 Apakah anda pernah mencium pipi pacar anda? 3,6% 26,2% 63,1% 7,1% 8 Apakah anda pernah mencium bibir pacar anda? 10,7% 28,6% 48,8% 11,9% 9 Apakah anda pernah mencium bagian leher dan

bagian sekitar dada pacar anda?

9,5% 25,0% 9,5% 56,0% 10 Apakah anda pernah bersetubuh dengan pacar

anda?

9,5% 23,8% 8,3% 58,3%

5.1.1.2Distribusi Pola Asuh Orangtua

Berdasarkan tabel dibawah dapat dilihat bahwa pola asuh orang tua yang memiliki remaja di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan mempunyai 2 katagori yaitu positif dengan nilai >42 dan negatif <42. Dari 84 sampel, maka di peroleh pola asuh orang tua di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan adalah katagori positif yaitu 48 orang (57.1%)


(36)

Tabel 5.6 : Distribusi Pola Asuh Orang tua di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan (n=84)

Pola Asuh Orang tua Frekuensi Persentase (%) Buruk 36 42.9%

Baik 48 57.1 %

5.1.1.3Distribusi Perilaku Seksual Remaja

Berdasarkan pada tabel, maka perilaku seksual pada remaja di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan mempunyai 2 katagori yaitu perilaku negatif memilki total skor 20 dan perilaku positif memiliki total skor 40. Maka berdasarkan hasil penelitian diperoleh remaja yang berperilaku berperilaku positif 78 orang (89.8)

Tabel 5.7 : Distribusi perilaku seksual remaja di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan (n=84)

Perilaku seksual Frekuensi Persentase (%) Negatif 6 10.2

Positif 78 89.8

5.1.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan signifikan antara pola asuh orang tua dengan perilaku seksual remaja di Kelurahan Kecamatan Medan Tuntungan dengan menggunakan Uji Statistik Spearman.

Dari hasil penelitian maka diperoleh nilai signifikansinya p = 0.01 yang menunjukkan bahwa korelasi antara Pola asuh orang dengan perilaku seksual remaja di kelurahan mangga kecamatan medan tuntungan adalah bermakna, karena suatu hubungan di katakan bermakna jika nilai p<0,05.


(37)

Interprestasi hasil uji hipotesa berdasarkan kekuatan kolerasai bahwa nilai 0,00-0,199 dengan interprestasi sangat lemah yaitu dalam kategorik , 0,20-0,399 dengan interprestasi lemah, 0,40-0,599 dengan interprestasi sedang, 0,60-0,799 dengan interprestasi kuat, dan 0,80-1,000 dengan interprestasi sangat kuat. Dari hasil penelitian dengan menggunakan uji kolersi Spearman diperoleh koefisien kolerasi antara variabel kolerasi dan perilaku seksual remaja (rxy) 0.521 memiliki kekuatan korelasi yang sedang

Tabel 5.8 : Hasil uji statistik Spearmen pola asuh orang tua dengan perilaku seksual remaja (n=84)

Korelasi Koefisien Korelasi Sig. 2-(Tailed)

Pola asuh orang tua dengan perilaku seksual remaja

0,521 0,001

5.2. PEMBAHASAN 5.2.1 Pola Asuh Orang tua

Berdasarkan hasil penelitian pola asuh orang tua di Kelurahan Mangga di Kecamatan Medan Tuntungan diperoleh pola asuh demokratis 48 responden (57.1%) positif.

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari Endang (2007) yang menunjukan bahwa dari 144 responden, sebanyak


(38)

135 responden (93,5%) yang memiliki pola asuh orang tua demokratis. hal ini menunjukan bahwa pola asuh demokratis banyak digunakan oleh orang tua.

Berdasarkan hasil analisis data oleh Deviy (2012) diperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang positif pola asuh demokratis 144 (52%).

Menurut Shocib (2010) orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk berbuat keputusan secara bebas, berkomunikasi dengan lebih baik, mendukung anak untuk memiliki kebebasan sehingga anak mempunyai kepuasan, dan sedikit menggunakan hukuman badan untuk mengembangkan disiplin.

Menurut Astuti (2005), pola asuh demokrasi dapat mendorong anak untuk mandiri, tapi orang tua tetap menetapkan batas dan kontrol serta memiliki dampak positif yaitu anak-anak akan merasa bahagia, mempunyai kontrol diri dan rasa percaya didirinya terpupuk, bisa mengatasi stress, punya keinginan untuk berprestasi dan bisa berkomunikasi dengan baik. Orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis akan berusaha mengajak anak agar terbiasa menerima konsekuensi secara logis dalam setiap tindakannya sehingga anak akan menghindari keburukan karena dia sendiri merasakan akibat perbuatan buruk itu, bukan karena desakan orang tuanya.

5.2.2 Perilaku Seksual Remaja

Hasil penelitian mengenai perilaku seksual remaja di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan dari 84 responden (89,2%) mayoritas berperilaku positif, hasil penelitian diatas dibuktikan oleh hasil penelitian dari Meyana (2011)


(39)

menunjukan bahwa perilaku seksual remaja dari 84 responden (95,5%) berperilaku positif.

Dan hasil penelitian mengenai perilaku seksual remaja didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari Endang (2007), bahwa dari 144 responden, 125 responden (86,8%) yang memiliki perilaku remaja yang positif. Dan hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth Estin (2009), dari 53 responden, 46 responden (86,8%) memiliki perilaku seksual positif

Menurut Sarwono (2007), perilaku seksual merupakan tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tetarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Sebagian dari tingkah laku itu memang tidak berdampak apa-apa, terutama jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang dapat ditimbulkannya. Akan tetapi, pada sebagian perilaku seksual yang lain dampaknya bisa cukup serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah, ketegangan mental, dan kebingungan akan peran sosial.

Proporsi responden penelitian yang dilakukan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan remaja adalah perilaku seksual dengan katagori positif yaitu pernah makan berdua dengan pacar (61.9%) didukung oleh data demografi mayoritas responden remajan berusia antara 17 – 20 tahun (58,4 %) dengan jenis kelamin laki-laki (51,2%), agaman islam (69,0 %), dengan suku batak (48,8 %) jenjang pendidikan SMA (63,1 %). Penelitian ini didukung oleh penelitian Meyana (2011) yang menayatakan bahwa dari 88 responden mayoritas


(40)

pendidikan SMA (51.1%). Didukung oleh hasil data dari Lestari Endang (2007) menyatakan agaman islam (5.76%) suku batak (59.7%). Penelitian ini juga didukung dan dibuktikan dari hasil penelitian Fuad (2003) bahwa yang menunjukkan usia remaja ketika pertama kali mengadakan hubungan seksual aktif bervariasi antara usia 14 – 23 tahun dan usia terbanyak adalah antara 17 – 18 tahun, dan didukung oleh penelitian Ariyanto (2008) mengungkapkan bahwa (16,7%) remaja melakukan makan berdua dengan pacar (61.9). Penelitian lain yang mendukung diungkapkan oleh Sekarrini (2011) yang menyatakan bahwa 39,3% berperilaku seksual dalam kategori ringan seperti pernah makan berdua dengan pacar.

Berdasarkan hasil data dan wawancara sekaligus observasi dapat dilihat kusioner responden remaja didapati perilaku seksual remaja dikelurahan mangga ada yang berperilaku negatif perna bersetubuh dengan pacar (35.3%), tetapi karna hasil data kusioner perilaku seksual remaja di kelurahan mangga berilaku seksual positif yaitu pernah makan berdua dengan pacar (61.9%), mayoritas remaja berperilaku seksual positif. Pasangan remaja mengatakan sehabis makan bersama pacar remaja itu langsung pulang kerumah.

5.2.3 Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Perilaku Seksual Remaja

Pada penelitian ini pola asuh dibagi atas tiga tipe yaitu demokrasi , otoriter, permisif. Untuk menghubungkan ketiga pola asuh diatas dengan perilaku seksual


(41)

Dari hasil analisis data didapat nilai dengan taraf signifikansi ( p value p= 0.01 ) artinya bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh orangtua dengan perilaku seksual remaja di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan dengan kekuatan korelasi yang sedang yaitu sebesar (0,521)

Menurut Peneliti Kekuatan korelasi sedang karna adanya mayoritas penduduk di kelurahan mangga kecamatan medan tuntungan menggunakan pola asuh orang tua demokratis kepada anak remajanya sehingga mayoritas remaja di kelurahan mangga berpola perilaku seksual positif dan adanya hubungan yang harmonis serta komunikasi dan perilaku yang baik anak remaja dengan orang tua. Menurut Green (2003), perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong. Didukung oleh hasil penelitian Seotjiningsih (2006) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah remaja adalah hubungan orang tua remaja, tekanan negatif teman sebaya, pemahaman tingkat agama (religiusitas), dan eksposur media pornografi memiliki pengaruh yang signifikan, baik langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku seksual pranikah remaja.

Menurut Hurlock (1978) menyatakan bahwa perlakuan orang tua terhadap anak akan mempengaruhi sikap anak dan perilakunya. Keberhasilan pembentukan karakter pada anak ini salah satunya dipengaruhi oleh pola asuh orang tua.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth Estin (2009), bahwa dari analisis statistika diperoleh nilai signifikan (p value) sebesar 0,000 sehingga lebih kecil dari nilai (α) = 0,05. Hal ini berarti Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara pola


(42)

asuh orang tua terhadap perilaku seksual remaja.Didukung oleh hasil penelitian oleh Deviy (2012) diperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang positif pola asuh demokratis orang tua berpengaruh terhadap kemampuan mengemukakan pendapat anak 144 (52%). Dengan nilai nilaikoefisien korelasi product moment (0,397) dan koefisien determinasi (15,8%)

Dari hasil penelitian di atas, berbading terbalik dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari Endang (2007), bahwa dari analisis statistika diperoleh nilai signifikan (p value) sebesar 0,07 sehingga lebih besar dari nilai (α) = 0,05. Hal ini menunjukkan Ho gagal ditolak sehingga disimpulkan tidak ada hubungan pola asuh orangtua terhadap perilaku seksual remaja.

Sebaliknya, Menurut pendapat Lauritsen (1994) bahwa pola asuh orang tua baik otoriter maupun demokrasi, permisif tidak ada hubungan yang signifikan terhadap perilaku seksual remaja. Karena seperti pola asuh otoriter yang diterapkan di kalangan keluarga yang artinya berdampak buruk pada remaja, ketika diteliti bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter tidak berdampak apa-apa pada anak remajanya. Remaja tersebut juga tidak ada berpengaruh terhadap pergaulan bebas, yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja. Didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Susi 87 (97.6%) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pola asuh keluarga dengan tipe kepribadian remaja di SMP Negeri 7 Medan dengan nilai signifikasi 0,332 dengan menggunakan analisa chi-square

Orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis didalam teori mengatakan berdampak lebih baik pada remaja, artinya remaja menjadi mandiri,


(43)

anak akan merasa bahagia, mempunyai kontrol diri dan rasa percaya dirinya terpupuk, bisa mengatasi stress, punya keinginan untuk berprestasi dan bisa berkomunikasi dengan baik, tetapi dari hasil penelitian orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis pada anak remaja, mengakibatkan remaja tersebut menjadi ketergantuan terhadap orangtuanya. Tidak bisa mengambil keputusan atau pun tindakan yang tepat untuk dirinya. Anak remaja tersebut karena banyak nasehat tentang perilaku-perilaku remaja yang menyimpang terhadap seksual akan lebih ingin mengetahui lebih jauh apa yang hal apa yang dijelaskan orang tuanya tersebut (Hurlock, 1978)


(44)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian maka dapat diambil kesimpulan mengenai Pola Asuh Orangtua terhadap Perilaku Seksual Remaja di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan.

1. Kesimpulan

1.1 Hasil penelitian menunjukan bahwa dapat diketahui mayoritas responden berusia antara 17 – 20 tahun (58,4 %), dengan jenis kelamin laki-laki (51,2%), agaman islam (69,0 %), dengan suku batak (48,8 %) jenjang pendidikan SMA (63,1 %), Pola asuh yang digunakan orang tua responden mayoritas memiliki pola asuh demokratis adalah 48 orang atau (57,1 %) dan data menunjukan bahwa mayoritas memiliki pola orang tua yang hasilnya adalah positif. Hasil penelitian mengenai perilaku seksual remaja menunjukan bahwa perilaku seksual remaja (89.2%) positif dan data menunjukan bahwa mayoritas memiliki perilaku seksual yang hasilnya adalah positif.

1.2 Hasil uji sperman diperoleh p= 0.01 yang berarti Ha diterima, artinya bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh orangtua dengan perilaku seksual remaja di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan dengan kekuatan korelasi yang sedang yaitu sebesar (0,521)


(45)

. Hasil penelitian ini didapati bahwa pola asuh orangtua yang baik akan menghasilkan perilaku yang baik pada perilaku remaja termasuk pola seksual remaja yang sering menyimpang.

2. Saran

2.1Untuk Pelayanan Keperawatan

Dalam pelayanan keperawatan disarankan agar lebih mampu memahami perilaku yang menyimpang dan keterkaitannya dengan pola asuh orangtua. Serta dapat meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan keperawatan yang mencakup memberikan pendidikan kesehatan dan penyuluhan kepada remaja-remaja dalam mencegah penyimpangan seksual yang tidak diinginkan seperti penyuluhan perilaku seksual apa yang sepantasnya dilakukan dan tidak dapat dilakukan oleh remaja. Tujuannya agar remaja dapat mengantisipasi dan memahami hal-hal yang dapat merugikan remaja itu sendiri.

2.2Untuk Pendidikan Keperawatan

Dalam pendidikan keperawatan perlu diketahui bahwa pentingnya pengaruh pola asuh orangtua dengan perilaku seksual remaja yang menyimpang ataupun tidak.

2.3Untuk Penelitian Selanjutnya

Untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pola asuh orangtua dengan perilaku menyimpang pada remaja lainnya selain perilaku seks remaja di harapkan peneliti lebih memperbanyak kuesioner mengenai perilaku seksual pada remaja, serta menggunakan lebih banyak responden dan meneliti dibeberapa tempat yang berbeda agar hasilnya lebih representatif.


(46)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pola Asuh Orangtua 1.1. Defenisi Pola Asuh

Dalam pengelompokan pola asuh terdiri dari dua kata yaitu ‘‘pola’’ dan ‘‘asuh’’. Menurut Kamus Bahasa Indonesia ‘‘pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap’’. Sedangkan kata ‘‘asuh berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu; melatih dan sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga’’. Dengan kata lain kata asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan , perawatan, dukungan, dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalankan hidupnya secara sehat

Jadi pola asuh adalah merupakan cara orangtua bertindak sebagai orangtua terhadap anak-anaknya dimana mereka melakukan serangkaian usaha aktif (Gunarsa, 2008). Sementara menurut Shochib (2010) pola asuh adalah orang yang melaksanakan tugas bimbingan, memimpin atau memimpin atau mengelolah. Pengasuhan yang dimaksud disini adalah pengasuhan anak.

1.2. Defenisi Orangtua

Orangtua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orangtua mempunyai tanggung jawab mendidik, mengasuh dan


(47)

membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan masyarakat.

Pengertian orangtua di atas tidak terlepas dari pengertian keluarga, karena orangtua merupakan bagian keluarga besar yang sebagian besar telah tergantikan oleh keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak.

Berdasarkan Undang – Undang no.10 tauhun 1972 keluarga terdiri atas ayah , ibu dan anak karena ikatan darah dan hukum. Perlu diingat hubungan orangtua memiliki hubungan yang kuat dan orangtua diidentik sebagai tempat atau lembaga pengasuhan yang saling terkait dan memiliki fungsi peranan dalam mengasuh.

Menurut Gunarsa (2008) dalam keluarga yang ideal (lengkap) ada dua individu yang memainkan peran penting yaitu peran ayah dan peran ibu. Secara umum peran kedua individu tersebut adalah :

a. Peran ibu

1. Memenuhi kebutuhan biologis dan fisik.

2. Merawat dan mengurus keluarga dengan sabar, mesra dan Konstinten. 3.Mendidik, mengatur dan mengendalikan anak.

4. Menjadi contoh dan teladan bagi anak. b. Peran ayah

1. Ayah sebagai pencari nafkah.

2. Ayah sebagai suami yang penuh perhatian dan memberi rasa aman. 3. Ayah berpartisipasi dalam pendidikan anak.

4. Ayah sebagai pelindung atau tokoh yang tegas, bijaksana, Mengasihi keluarga.


(48)

Orangtua juga memiliki peran yang sangat penting dalam mengajar, mendidik, menjaga serta memberi contoh bimbingan kepada anak–anak untuk mengetahui, mengenal, mengerti dan akhirnya dapat menerapkan tingkah yang sesuai dengan nilai – nilai dan norma – norma yang ada di dalam masyarakat. Pola asuh yang ditanamkan tiap keluarga berbeda dengan keluarga lainnya. Hal ini tergantung dari pandangan pada diri tiap orang tua (Gunarsa, 2008).

Pengaruh pola asuh orangtua dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian sangatlah besar, artinya banyak faktor yang berpengaruh dalam proses perkembangan anak. Salah satu adalah pola asuh yang diterapkan oleh orang tua pada anaknya. Dalam menerapkan pola asuh yang sukses berbeda dengan menerapkan pola asuh yang efektif. Pola asuh yang sukses adalah jika orangtua tertarik pada kesuksesan, mereka cenderung menekan pada power mereka sebagai orangtua dan hanya peduli pada apa yang dilakukan anak dimana hal tersebut merupakan sesuatu yang diinginkan orangtua untuk dikerjakan anak segera. Sedangkan pola asuh yang efektif adalah dimana orangtua mendapatkan prilaku yang diinginkan dan juga hubungan dengan anaknya terdapat rasa hormat dan saling percaya Hersey & Blanchard (1978) dalam Soelaiman (2008).

Dengan kata lain pola asuh orangtua terhadap anak adalah merupakan suatu interaksi antara otangtua dan anak selama mengadakan kegiatan pengasuhan yang berarti orangtua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma –norma yang berlaku dalam lingkungan setempat dan masyarakat.


(49)

1.3. Macam – macam Tipe Pola Asuh Orangtua

Orangtua memiliki berbagai macam fungsi, salah satunya adalah dalam pengasuhan anaknya. Dalam mengasuh orang tua di pengaruhi oleh budaya yang ada di lingkingannya. Disamping itu orangtua memili sikap - sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengararahkan anak–anaknya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anak yang berbeda-beda, karena orangtua memiliki pola asuhan tertentu dalam pengasuhannya (Gunarsa 2008). Tipe pola asuh terdiri dari dua dimensi prilaku yaitu Directive Behavior dan Supportive Behavior. Directive Behavior melibatkan komunikasi searah di mana orangtua menguraikan peran dan memberitahu anak tentang apa yang harus mereka lakukan, di mana, kapan dan bagaimana mereka melakukan suatu tugas. Supportive Behavior melibatkan komunikasi dua arah dimana orangtua mendengarkan anak, memberikan dorongan, membesarkan hati, memberikan teguran positif dan membantu mengarahkan prilaku anak (Shochib 2010).

Beberapa pendapat mengenai tipe pola asuh diantaranya sebagai berikut : a.Tipe pola asuh menurut Elizabet B Hurlock (2006).

Ada beberapa sikap orangtua dalam dalam mengasuh anaknya antara lain: 1. Melindungi secara berlebihan.

2. Perlindungan orangtua yang berlebihan mencakup pengasuhan dan pengendalian anak yang berlebihan.


(50)

3. Permisivitas

Permisivitas terlihat pada orangtua yang membiarkan anak berbuat sesuka hati dengan sedikit pengendalian.

4. Memanjakan

Permisivitas yang berlebih memanjakan membuat anak egois dan menuntut. 5. Penolakan

Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan anak atau dengan sikap bermusuhan yang terbuka.

6. Penerimaan

Penerimaan orangtua ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang pada anak, orangtua yang menerima, memperhatikan perkembangan anak dan memperhitungkan minat anak.

7. Dominasi

Anak yang didominasi oleh salah satu atau kedua orangtua bersifat jujur, sopan dan berhati – hati, tetapi cenderung malu, patuh dan mudah dipengaruhi orang lain, mengalah dan sangat sensitif.

8. Tunduk pada anak

Orangtua yang tunduk pada anaknya membiarkan anaknya mendominasi mereka dan rumah mereka.

9. Favoritisme

Meskipun mereka berkata mereka mencintai semua anak dengan sama rata, kebanyakan orangtua mempunya favorit. Hal ini membuat mereka lebih


(51)

menuruti dan mencintai anak favoritnya daripada anak yang lain dari keluarga.

10. Ambisi orangtua

Hampir semua orangtua memiliki ambisi yang sangat tinggi kepada anak, sehingga tidak realistis. Ambisi ini dipengaruhi oleh ambisi orangtua yang tidak tercapai dan hasrat orang tua supaya anak mereka naik ditangga sosial. b. Tipe pola asuh menurut Hersey dan Blanchard dalam soelaiman (2008) terdiri dari empat tipe pola asuh yaitu :

1. Telling

Telling merupakan perilaku orangtua yang derective – nya tinggi dan supportive – nya rendah, karena dikarakteristikan dengan komunikasi satu arah antara orangtua dan anak. Dimana orangtua menentukan peran anak dan mengatakan apa, bagaimana, kapan dan dimana anak harus melakukan berbagai tugas.

2. Selling

Perilaku oragtua yang derective dan supportive tinggi disebut Selling, karena sebahagian besar arahan yang diberikan oleh orangtua. Orangtua juga berusaha melalui kemunikasi dua arah yang membolehkan anak untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan dukungan serta dorongan.

3. Participating

Merupakan perilaku orangtua yang derective – nya rendah dan supportive – nya tinggi, karena orangtua dan anak saling berbagi dalam membuat keputusan


(52)

melalui komunikasi dua arah. Anak memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk berbagi ide tentang bagaimana suatu masalah itu dipecahkan dan membuat kesepakatan dengan orangtua apa yang harus dilakukan.

4. Delegating

Perilaku oragtua yang derective dan supportive rendah, karena meskipun orangtua tetap menetapkan apa yang harus dilakukan dalam menghadapi suatu masalah, namun anak diperbolehkan untuk menjalankan apa yang diinginkannya dan memutuskan kapan, dimana dan bagaimana mereka melakukan suatu hal.

c. Tipe pola asuh menurut Marcolm Hardy dan Steve Heyes dalam Gunarsa (2008) mengemukakan empat macam pola asuhyang dilakukan orangtua dalam keluarga yaitu :

1. Autikratis (otoriter)

Ditandai dengan adanya aturan- aturan yang kaku dari orangtua dan kebebasan anak sangat dibatasi.

2. Demokrasi

Dintandai dengan adanya sikap terbuka antara orangtua dan anak. 3. Permisif

Ditandai dengan adanya adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berprilaku sesuai dengan keinginan sendiri.

4. Laissez faire

Ditandai dengan sikap acuh tak acuh orangtua terhadap anaknya.

Dari berbagai macam tipe pola asuh yang dikemukakan di atas peneliti hanya mengemukakan tiga macam pola asuh saja menurut Stewart dan


(53)

Koch (1983: 178) yaitu : pola asuh Otoriter, Demokratis, Permisif. Hal tersebut dilakukan agar pembahasan lebih terfokus dan jelas.

1.3.1 Pola Asuh Otoriter

Pola asuh Otoriter adalah suatu bentuk pola asuh yang menuntut anak agar patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orangtua tanpa ada bertanya dan mengemukakan pendapatnya sendiri (Gunarsa, 2008) . Pola asuh otoriter adalah pengasuhan yang kaku, dictator, dan memaksa untuk selalu mengikuti orangtua tanpa banyak alasan. Perilaku dalam berinteraksi pola asuh otoriter ini tegas, dan suka menghukum, serta mengekang keinginan anak. Jadi apabila seorang anak menentang atau membantah maka orangtua tidak segan - segan akan diberikan hukuman. Dalam hal ini kebebasan anak sangatlah dibatasi. Apa saja yang dilakukan seorang anak harus sesuai dengan keinginan orangtua bukan dari kesadaran dari anak. Pola asuh otoriter dapat berdampak buruk pada anak, yaitu anak merasa tidak bahagia, ketakutan, tidak terlatih untuk berinisiatif, selalu tegang, cenderung ragu,tidak mampu menyelesaikan masalah (kemampuan problem solving- nya buruk), kemampuan komunikasinya buruk, serta mudah gugup. Akibat seringnya mendapat hukuman dari orangtua. Anak menjadi tidak disiplin dan nakal, pola asuh otoriter ini anak diharuskan untuk berdisiplin karena keputusan dan peraturan ada ditangan orangtua.

Komunikasi yang terjadi dalam pola asuh ini adalah komunikasi searah, dimana orangtualah yang memberikan tugas dan menentukan berbagai aturan tanpa memperhitungkan keadaan dan keinginan anak. Perintah yang diberikan berorientasi pada sikap keras orangtua, karena tanpa sikap keras itu anak tidak


(54)

akan melaksanakan tugas dan kewajibanya. Jadi anak melakukan perintah karena takut bukan karena kesadaran dan keinginan sendiri.

1.3.2 Pola Asuh Demokratis

Menurut Shocib (2010) pola asuh demokratis adalah suatu bentuk pola asuh yang memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun kebebasan itu tidak sepenuhnya diberikan tetapi tetap dalam pengendalian, bimbingan dan penuh pengertian antara orantua dan anak serta memberikan arahan yang mana boleh dilakukan dan yang mana tidak boleh dilakukan. Dengan kata lain pola asuh demokratis ini memberikan kebebasan kepada anak untuk mengemukakan pendapat, dan melakukan apa yang diinginkan dengan tidak melewati batas atau atiuran – aturan yang telah ditetapkan antara orangtua dan anak.

Pola asuh demokratis ini ditandai dengan :

Adanya sikap terbuka antara orangtua kepada anak sehingga dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga.

a. Menentukan peraturan dan disiplin dengan memperhatikan dan mempertimbangkan alasan – alasan yang dapat diterima dipahami dan dimengerti oleh anak yang disetujui bersama.

b. Menentukan peraturan dan disiplin dengan memperhatikan dan mempertimbangkan alasan – alasan yang dapat diterima dipahami dan dimengerti oleh anak yang disetujui bersama.

c. Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan dan yang tidak baik agar ditinggalkan.


(55)

d. Anak diberikan kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan dan keinginan serta belajar untuk menaggapi pendapat orang lain.

e. Terdapatnya komunikasi yang baik antara orantua dan anak.

Dalam pola asuh demokratis ini, anak akan mampu mengembangkan kontrol terhadap prilakunya sendiri dengan hal – hal yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini mendorong anak untuk mampu berdiri sendiri, bertanggungjawab dan yakin terhadap diri sendiri.

Shochib juga berpendapat bahwa dalam pola asuh demokratis menjadikan adanya komunikasi dialogis antara orangtua dan anak, dengan adanya kehangatan membuat anak remaja diterima oleh orangtua, sehingga memungkinkan mereka untuk memahami, menerima dan menginternalisasikan “pesan’’nilai moral yang di upayahkan untuk diapresiasikan berdasarkan pertimbangan anak remaja tersebut.

1.3.3 Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif adalah bentuk pola asuh yang tidak membimbing anak ke pola perilaku yang menyetujui segala tingkah laku anak termasuk keinginan – keinginan yang sifatnya segera dan tidak diberikan hukuman. Anak tidak diberikan batasan atau kendali yang mengatur, apa saja boleh dilakukan dan mereka diijinkan untuk mengambil keputusan sendiri dan berbuat sesuai dengan kehendak mereka sendiri (Hurlock, 2006).

Pola asuh permisif ditandai dengan : a. Orang tua yang memanjakan anak.


(56)

c. Segala keinginan anak selalu dipenuhi. d. Memberi kepercayaan penuh kepada anak.

1.4 Karakteristik – karakteristik anak berdasarkan pola asuh orangtua Menurut Gunarsa (2009) karakteristik – karakteristik remaja berdasarkan pola asuh adalah :

a. Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak remaja yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stess, mempunyai minat terhadap hal – hal baru dan kooperaktif terhadap orang lain.

b. Pola asuh Otoriter akan menghasilkan karakteristik – karakteristik anak remaja yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar morma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.

c. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik – karakteristik anak remaja yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri dan kurang matang secara sosial. 1.5Cara pengasuhan orangtua untuk mempererat hubungan dengan anak

Menirut Nakita (2008) cara pengasuhan orangtua mempererat hubungan antara orangtua dengan anak remajanya yaitu :

a. Menyediakan waktu untuk remaja

Komunikasi yang baik memerlukan waktu yang berkualitas dan ini yang terkadang tidak dipikirkan oleh orangtua. Bila orangtua bisa memberikan


(57)

waktu yang berkualitas bagi anaknya, maka itu berarti ia sudah mengasihi dan memperhatikan anaknya.

b. Berkomunikasi secara pribadi

Berbicara dengan remaja bukan hanya sekedar basa basi apa kabarnya sehari ini. Akan tetapi, sebaiknya orangtua juga bisa menyelami perasaan senang, sedih, marah maupun keluh kesah remaja.

c. Menghargai remaja

Hargai keberadaan remaja, jangan hanya menganggapnya sebagai anak kecil. Karena dalam beberapa hal tertentu ada yang lebih diketahui remaja daripada orangtua.

d. Mengerti remaja

Dalam komunikasi dengan remaja, orangtua sebaiknya berusaha untuk mengerti dunia remaja, memandang posisis mereka, mendengarkan apa ceritanya dan apa keinginannya.

e. Menciptakan hubungan yang baik

Hubungan yang baik dapat mempersempit jurang pemisah antara orangtua dengan remaja.

f. Berikan sentuhan/ledekatan fisik dan kontak mata

Remaja akan merasakan kasih sayang dan kehangatan orangtua bila orangtua (ayah dan ibu) menyentuh, melakukan kontak mata dan fisik dengan remaja.


(58)

Orangtua sebaiknya belajar untuk menjadi pendengar aktif bagi anaknya. Cara ini akan membuat remaja merasa penting dan berharga. Selain itu remaja akan belajar untuk mengenali, menerima dan mengerti perasaan mereka sendiri, serta menemukan cara mengatasi masalahnya.

2. Remaja

2.1Defenisi Remaja

Remaja adalah sebagai masa peralihan dari masa anak – anak ke masa dewasa (Kesrepro, 2011). Menurut Gunarsa (2008) remaja merupaka batasan remaja dengan batasan–batasan yang dikelompokan menjadi :

a. Usia 12 – 14 tahun disebut remaja awal. b. Usia 15 – 17 tahun disebut remaja. c. Usia 18 – 21 tahun disebut remaja lanjut.

Menurut WHO (World Health Organization) adalah suatu masa dimana :

a. Individu berkembah dari saat pertama kali ia menunjukan tanda – tanda seksual sekunder sampai saat ini mencapai pematangan seksual.

b. Individu mengalami psikologi dan pola identifikasi dari kanak – kanak menjadi dewasa.

c. Terjadi peralihan dan ketergantungan sosial ekonomi yang penuh dengan keadaan yang relatif lebih mandiri.

WHO menetapkan batasan usia 10 – 20 tahun sebagai batasan usia remaja. Dengan membagi menjadi dua bagian dimana remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15 – 20 tahun (Sarwono, 2010).


(59)

2.2 Ciri – ciri Masa Remaja

Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya. Gunarsa (2010) menyatakan

ciri–ciri tertentu yaitu:

a. Masa remaja sebagai periode yang penting. b. Masa remaja sebagai periode peralihan. c. Masa remaja sebagai periode perubahan. d. Masa remaja sebagai periode bermasalah. e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan. g. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.

Gunarsa (2001) menyebutkan bahwa masa remaja sebagai masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung antara umur 12–21 tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 18- 21 tahun adalah masa remaja akhi (Monks, et al. 2002). 2.3 Tahap Perkembangan Remaja

Dalam proses penyesuaian diri menuju dewasa ada Menurut Sarwono (2010) ada tiga tahap perkembangan remaja yaitu :

a. Remaja Awal (Early Adolescence) 12-15 tahun

Remaja pada tahap ini masih terheran–heran akan perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan–dorongan yang menyertai perubahan–


(60)

perubahan itu. Mereka cepat tertarik pada lawan jenis, ingin bebas serta mulai berfikir abstrak dan sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa b. Remaja Madya (Middle Adolescence) 15-18 tahun

Remaja pada tahap ini mulai mencari identitas diri serta sangat membutuhkan kawan – kawan . Ia sangat senang bila banyak teman yang menyukai nya. Ada kecendrungan ‘‘ Narcictis” yaitu mencintai diri sendiri. c. Remaja Akhir (Late Adolescence) 18-21 tahun

Remaja pada tahap ini adalah masa kondolisasi menuju dewasa dengan ditandai dengan pancapaian lima hal yaitu :

a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi – fungsi inteleknya.

b. Mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan dalam pengalaman – pengalaman baru.

c. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi. d. Egosentrisisme.

e. Tumbuh “dinding’’ yang memisahkan tubuh pribadinya dengan masyarakat umum.

2.4 Perkembangan Fisik Remaja

Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat. Dalam perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks sekunder. Berikut ini adalah uraian lebih lanjut mengenai kedua hal tersebut


(61)

1. Ciri-ciri seks primer

Dalam modul kesehatan reproduksi remaja (Depkes, 2002) disebutkan bahwa ciri-ciri seks primer pada remaja adalah:

a. Remaja laki-laki Remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila telahmengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi padaremaja laki-laki usia antara 10-15 tahun.

b. Remaja perempuan Jika remaja perempuan sudah mengalami menarche (menstruasi),menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak mengandung darah.

2. Ciri-ciri seks sekunder

Menurut Sarwono (2003), Ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja adalah sebagai berikut :

a. Remaja laki-laki

a) Bahu melebar, pinggul menyempit

b) Petumbuhan rambut disekitar alat kelamin, ketiak, dada, tangan, dan kaki c) Kulit menjadi lebih kasar dan tebal

d) Produksi keringat menjadi lebih banyak e) Remaja perempuan

f) Pinggul lebar, bulat, dan membesar, puting susu membesar dan menonjol, serta berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.


(62)

g) Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang pori-pori bertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif. h) Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan

menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu, lengan, dan tungkai.

i) Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu.

Menurut Kurt Lewin dalam Sarwono (2010) asa tingkahlaku yang akan selalu terdapat pada remaja yaitu :

a. Pemalu dan perasa, tapi sekaligus juga cepat marah dan agresif.

b. Remaja terus menerus merasakan pertentangan antar sikap, nilai, gaya hidup dan ideologi. Keadaan ini remaja yang berada di ambang peralihan antara masa anak – anak dan dewasa, sehingga remaja disebut manusia maginal dalam arti anak bukan, dewasa pun bukan.

c. Konflik sikap, nilai dan ideologi tersebut muncul dalam bentuk ketegangan emosi yang meningkat.

d. Ada kencendrungan pada remaja untuk mengambil posisi sangat ekstrem dan mengubah kelakuannya secara drastis, akibatnya sering muncul radikal dan memberontak di kalangan remaja.

e. Bentuk – bentuk khusus dari tingkah laku remaja pada individu yang berbeda ditentukan oleh sifat.

2.5 Kondisi yang Mempengaruhi Konsep Diri Remaja a. Usia kematangan.


(63)

b. Remaja yang lebih matang lebih awal, yang diperlakukan hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik.

c. Penampilan diri

Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik.

d. Kepatutan seks

Kepatutan seks remaja dalam penampilan diri, minat dan prilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidak patutan seks membuat remaja sadar diri dan hal ini memberikan buruk pada prilakunya.

e. Hubungan keluarga

Remaja yang mempunyai hubungan erat dengan anggota keluarga akan mengidentifikasi diri dengan orang lain, dan ingin mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya.

f. Teman sebaya

Teman sebaya sengan mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara : 1. Konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang

konsep teman – temanya tentang dirinya.

2. Remaja berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri - ciri kepribadian


(64)

Semasa anak – anak remaja didorong untuk kreatif dalam bermain dan tugas – tugas akedemisnya, mengembangkan perasaan individualitas dan identitas pengaruh yang baik tentang konsep diri.

2.6 Perilaku Seksual Remaja

2.6.1 Defenisi Perilaku Seksual Remaja

Prilaku seksual adalah tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk – bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksual dapat berupa orang baik sejenis maupun dengan lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Dianawati, 2007).

Menurut Gunarsa (2008) ada beberapa prilaku seksual yang belum saatnya remaja melakukan seksual secara wajar yaitu :

a. Masturbasi atau onani

Kebiasaan buruk yang berupa manipulasi terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang seringkali menimbulkan goncangan pribadi yang emosi.

b. Berpacaran dengan berbagai prilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan – sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongn seksual.

c. Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya menunjukan dorongan tersebut ke kegiatan lain


(65)

yang sebenarnya yang masih dapat dikerjakan, contoh menonton dan membaca buku pornografi.

2.6.2 Perkembangan Perilaku Seksual Remaja

Perkembangan masa remaja memiliki pengaruh besar sebagaimana perwujudan dari perkembangan prilaku seksual pada remaja. Seorang remaja membutuhkan banyak informasi untuk dapat membuat keputusan yang penting tentang seks. Remaja juga harus belajar untuk membuat keputusan sendiri dan tidak terpaksa melakukan sesuatu yang tidak mereka kehendaki atau sesuatu yang belum pasti. Yang paling penting, Remaja seharusnya merasa senang terhadap diri mereka dan tubuh mereka sendiri (Sarwono, 2010).

Pada kehidupan psikologis remaja, perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan jenis. Terjadinya peningkatan perhatian remaja terhadap lawan jenis sangat dipengaruhi oleh faktor perubahan-perubahan fisik selama periode pubertas (Santrock, 2003). Remaja perempuan lebih memperlihatkan bentuk tubuh yang menarik bagi remaja laki-laki, demikian pula remaja pria tubuhnya menjadi lebih kekar yang menarik bagi remaja perempuan (Sarwono, 2004).

Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis. Matangnya fungsi-fungsi seksual maka timbul pula dorongandorongan dan keinginan-keinginan untuk pemuasan seksual. Sebagian besar dari remaja biasanya sudah mengembangkan perilaku seksualnya dengan lawan jenis dalam bentuk pacaran atau percintaan. Bila ada kesempatan para remaja melakukan sentuhan fisik,


(66)

mengadakan pertemuan untuk bercumbu bahkan kadang-kadang remaja tersebut mencari kesempatan untuk melakukan hubungan seksual (Gunarsa, 2008).

Meskipun fungsi seksual remaja perempuan lebih cepat matang dari pada laki-laki, tetapi pada perkembangannya remaja laki-laki lebih aktif secara seksual dari pada remaja perempuan. Banyak ahli berpendapat hal ini dikarenakan adanya perbedaan sosialisasi seksual antara remaja perempuan dan remaja laki-laki. Bahkan hubungan seks sebelum menikah dianggap ”benar” apabila orang-orang yang terlibat saling mencintai ataupun saling terikat. Mereka sering merasionalisasikan tingkah laku seksual mereka dengan mengatakan pada diri mereka sendiri bahwa mereka terhanyut cinta. Sejumlah peneliti menemukan bahwa remaja perempuan, lebih daripada remaja laki-laki, mengatakan bahwa alasan utama mereka aktif secara seksual adalah karena jatuh cinta (Santrock, 2003).

Menurut Havighurst tahu 1961 dalam Hurlock (2006) menjelaskan tentang tugas–tugas perkembangan prilaku seksual remaja sebagai berikut :

a. Menerima keadaan fisik dirinya sendiri dan menggunakan tubuhnya secara lebih efektif.

b. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya.

c. Mencapai suatu hubungan dan pergaulan yang lebih matang. d. Dapat menjalankan peren sosial maskulin dan feminim e. Berprilaku sosial yang bertanggung jawab.


(67)

f. Mempersiapkan diri untuk memiliki karir atau pekerjaan yang memiliki konsekuensi ekonomi dan financial.

g. Mempersiapkan perkawinan dan membentuk keluarga.

h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berprilaku sesuai dengan norma yang ada di masyarakat.

Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus dilakukan pengertian dan pengetahuan.

2.6.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah Remaja faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja adalah :

a. faktor internal (pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku, kerentanan yang dirasakan terhadap resiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia, agama, dan status perkawinan),

b. faktor eksternal (kontak dengan sumber-sumber informasi, keluarga, sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu), (Sarwono, 2010).

Faktor pendorong prilaku seksual menurut Sarwono (2010) yaitu : a. Faktor agama

Merosotnya kepercaan terhadap agama. b. Perbedaan jenis kelamin.


(68)

d. Faktor sosial ekonomi

Seperti rendahnya pendapatan dan tarif pendidikan, besarnya keluarga dan rendahnya nilai agama di masyarakat yang bersangkutan.

e. Citra diri yang menyangkut keadaan tubuh (body images) dan kontrol diri.

2.6.4 Faktor – Faktor Keluarga yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja

a. Peran dan fungsi keluarga

Orangtua memiliki peran yang sangat penting dalam upayah pengembangan kepribadian anak. Pengasuhan orangtuan yang penuh kasih sayang, dan pendidikan tentang nilai – nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikan merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggotan masyarakat yang sehat, sehingga keluarga merupakan lembaga pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut.

b. Status Sosial Ekonomi

Keadaan sosial-ekonomi memiliki peranan penting terhadap perkembangan psikososial anak. Di mana bila perekonomian keluarga cukup, maka lingkungan material yang dihadapi remaja di dalam keluarganya itu lebih luas untuk mengembangkan bermacam – macam kecakapan yang tidak dicapai. Orang tua jiga dapat mencurahkan perhatian yang lebih dalam kepada pendidikan anaknya dengan tidak disulitkan dengan kebutuhan primer kehidupan manusia.


(69)

c. Keutuhan Keluarga

Merupakan salah satu faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual remaja. Yang dimaksud dengan keutuhan keluarga adalah keutuhan struktur keluarga di mana di dalam keluarga tersebut ada ayah, ibu, dan anak- anak. Jika tidak ada keduanya atau pun tidak ada salah satu nya maka suatu keluarga tidak utuh lagi. Selain itu ada juga ada keutuhan interaksi keluargas sehingga di dalam keluarga berlangsung interaksi sosial yang wajar dan harmonis.

d. Sikap dan Kebiasaan Orangtua

Cara–cara dan sikap–sikap yang ditanamkan orangtua memegang penting dalam pergaulan anak. Hal ini disebabkan karena keluarga merupakan sebuah kelompok sosial dengan tujuan–tujuan, struktur dan norma–norma, dinamika kelompok, termasuk dinamika kepemimpinan yang sangat mempengaruhi suasana interaksi keluarga, serta dapat merangsang perkembangan ciri–ciri tertentu pada pribadi anaknya. e. Status Anak

Status anak dapat mempengaruhi psikososialnya di dalam keluarga. Artinya status sosial adalah kedudukan anak di dalam keluarga, seperti anak tunggal, anak sulung atau anak bungsu di antara saudaranya. 2.6.5 Bentuk–bentuk Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja

a. Berpegangan Tangan

Perilaku seksual ini biasanya dapat menimbulkan keinginan untuk mencoba aktifitas seksual lainnya tercapai.


(70)

b. Berpelukan

Perilaku seksual berpelukan akan membuat jantung berdegup lebih cepat dan menimbulkan rangsangan seksual pada individu

c. Cium Kering

Perilaku ciuman kering berupa sentuhan pipi dengan pipi dan pipi dengan bibir. Dampak dari ciuman ini menimbulkan imajinasi dan perilaku menjadi berkembang, damping itu juga dapat menimbulkan keinginan untuk melanjutkan kebentuk aktifitas seksual lainnya yang lebih dapat dinikmati.

d. Ciuman Basah

Aktifitas ciuman basah berupa sentuhan bibir dengan bibir. Dampak dari ciuman bibir ini menimbulkan sensasi seksual yang kuat dan menimbulkan dorongan seksual, hingga tidak terkendali dan apabila dilakukan terus menerus akan menimbulkan perasaan ingin mengulanginya kembali.

e. Meraba bagian tubuh yang sensitif

Merupakan suatu keinginan untuk meraba atau menyentuh bagian organ yang sensitif seperti payudara, vagina dan penis. Dampak dari sentuhan ini akan menimbulkan rangsangan seksual sehingga melemahnya kontril diri dan akal sehat akibatnya bisa melakukan aktifitas seksual selanjutnya seperti Intercource.

f. Petting

Merupakan aktifitas keselurahan seksual non Intercource (hingga menempelkan alat kelamin). Dampaknya menimbulkan ketagihan.


(71)

g. Oral Seksual

Oral seksual pada laki – laki adalah ketika seseorang menggunakan bibir, pada penis dan sekitarnya, sedangkan pada wanita melibatkan bagian disekitar vulva yaitu labia, klitoris dan bagian dalam vagina.

h. Intercource atau bersenggama

Merupakan aktifitas seksual dengan memasukan alat kelamin laki – laki kedalam alat kelamin perempuan, dampak dari hubungan perilaku seksual pranikah adalah perasaan bersalah dan berdosa terutama pada pertama kali, ketagihan, kehamilan sehingga terpaksa menikah dan aborsi, kematian dan kemandulan akibat aborsi, resiko terkena HIV dan PMS, sangsi sosial, agama serta norma, hilangnya keperawanan dan keperjakaan, merusak masa depan (terpaksa drop out sekolah)


(72)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar belakang

Bentuk pola asuh orang tua terhadap anak merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai norma-norma yang berlaku di masyarakat (Shochib, 2010).

Pola asuh sangat mempengaruhi peran dan fungsi keluarga. Pengaruh keluarga dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian anak sangat besar karena keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama di mana anak dapat berinteraksi, tempat anak belajar, dan menyatakan dirinya sebagai makhluk sosial. Keluarga juga dapat memberikan dasar pembentukan tingkah laku watak moral dan pendidikan anak (Kartono, 2011).

Menurut David (1992) dalam Shochib tahun 2010 suatu keluarga ditandai dengan adanya orang tua, baik ayah maupun ibu. Orang tua sebagai koordinator keluarga harus berprilaku positif. Jika anak menentang otoritas, segera ditertipkan karena di dalam keluarga terdapat aturan-aturan yang telah disepakati bersama.

Orang tua memiliki tanggung jawab dalam prilaku seksual anaknya. Sehingga orang tua dituntut untuk bisa menjelaskan prilaku seksual anaknya, jika anak – anak mengajukan pertanyaan tentang masalah seks, pertanyaan itu harus dijawab dengan sebenarnya dan diberi informasi tulisan yang benar, termasuk dengan gambar, artinya orang tua perlu memberikan pengertian kepada anak sebagai


(1)

BAB 3. Kerangka Penelitian

1. Kerangka Penelitian ... 32

2. Definisi Operasional ... 33

BAB 4. Metodologi Penelitian 1. Desain Penelitian ... 35

2. Populasi Penelitian ... 35

3. Sampel Penelitian ... 35

4. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

5. Pertimbangan Etik ... 37

6. Instrumen Penelitian ... 38

7. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 40

8. Pengumpulan Data ... 42

9. Analisa Data ... 43

BAB 5. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian ... 46

2. Pembahasan ... 55

BAB 6. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan ... 70

2. Saran ... 70

Daftar Pustaka ... 71 Lampiran

1. Informed Consent 2. Instrumen Penelitian

3. Surat Izin Pengambilan Data Penelitian 4. Jadwal Penelitian

5. Taksasi Dana

6. Surat Uji validitas Kuesioner Penelitian 7. Tabel Uji Reliabilitas

8. Tabel Analisa Data 9. Daftar Riwayat Hidup


(2)

DAFTAR SKEMA


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penyebab Dispepsia ………... 9

Tabel 3.1 Defenisi Operasional... 33

Tabel 4.1 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ……... 42

Tabel 4.2 Uji Statistik Analisa Data ... 44 Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Semester dan Suku

Mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU Jalur Regular Angkatan 2008-2011 Bulan Juli 2012 (n=74) ...

47

Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Usia Mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU Jalur Regular Angkatan 2008-2011 Bulan Juli 2012 (n=74) ……...

48

Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Tingkat Stres, Keteraturan Makan, Makanan dan Minuman Iritatif dan Riwayat

Penyakit (Gastritis) dan Sindroma Dispepsia Mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU Jalur Regular Angkatan 2008-2011 Bulan Juli 2012 (n=74) ………...

49

Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Tingkat Stres dan Sindroma Dispepsia Mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU jalur regular angkatan 2008-2011 Bulan Juli 2012 (n=74) ...

50

Tabel 5.5 Distribusi Responden Menurut Keteraturan Makan dan Sindroma Dispepsia Mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU jalur regular angkatan 2008-2011Bulan Juli 2012 51


(4)

(n=74) ……….. Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Makanan dan Minuman

Iritatif dan Sindroma Dispepsia Mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU jalur regular angkatan 2008-2011 Bulan Juli 2012 (n=74) ………...………

51

Tabel 5.7 Distribusi Responden Menurut Riwayat Penyakit (Gastritis atau Ulkus Peptikum) dan Sindroma Dispepsia Mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU jalur regular angkatan

2008-2011 Bulan Juli 2012 (n=74) ………...…… 52

Tabel 5.8 Hasil Seleksi Kandidat ……… 53

Tabel 5.9 Tabel Baku Emas ……… 53

Tabel 5.10 Hasil Uji Interaksi ……… 54


(5)

Title : Parenting Relationship with Parents In Teen Sexual Behavior in the Village District of MedanTuntunganMango

StudentName : IsmiraWulandari

Nim : 081101035

Major : Nursing Year : 2013

Abstract

Parenting is the way parents act as a parent for his children where they perform a series of active business while adolescent sexual behavior is behavior that is driven by sexual desire, both with the opposite sex or same sex. This study uses a descriptive research design correlative with 84 respondents. Sampling technique is random sampling technique. The purpose of this study was to determine the relationship between parenting parents with adolescent sexual behavior in the Village District of Medan Tuntungan Mango . This study used a questionnaire instrument regarding parenting and sexual behavior. The statistical test used is the Spearman correlation test with significance level (p <0,05). The results obtained showed that the majority of respondents (57.1%) had a democratic parenting, adolescent sexual behavior the majority of respondents in the positive category (89.8%) there was a significant relationship between parenting parents with adolescent sexual behavior with a value of p = 0.001 (p <(0,05).


(6)

Judul : Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Perilaku Seksual Pada Remaja di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan

Nama mahasiswa : Ismira Wulandari

Nim : 081101035

Jurusan : S1 Keperawatan

Tahun : 2013

Abstrak

Pola asuh merupakan cara orangtua bertindak sebagai orangtua terhadap anak-anaknya dimana mereka melakukan serangkaian usaha aktif sedangkan prilaku seksual remaja adalah tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelatif dengan 84 responden. Teknik pengambilan sampling adalah teknik random sampling. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara pola asuh orangtua dengan perilaku seksual remaja di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan.. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner mengenai pola asuh dan perilaku seksual. Uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi Spearman dengan taraf signifikan (p<0,05). Hasil penelitian diperoleh menunjukkan bahwa mayoritas responden (57,1%) memiliki pola asuh demokrasi, Perilaku seksual remaja mayoritas responden dalam kategori positif (89,8%) terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orangtua dengan perilaku seksual remaja dengan nilai p=0,001 (p <(0,05). Kata kunci: pola asuh orangtua, perilaku seksual, remaja