Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Lingkungan Dalam Pemberitaan Kabut Asap di Harian Waspada Edisi 01 September – 13 November 2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Lingkungan hidup telah menjadi isu utama hampir di seluruh negara di
dunia. Perubahan iklim beserta dampak yang ditimbulkannya bagi kesehatan dan
keselamatan setiap penghuni Bumi tanpa terkecuali membuat semua pihak
semakin sadar betapa terancamnya lingkungan hidup secara global dan betapa
terlambatnya kita bergerak untuk mengatasinya. Masalah lingkungan hidup tidak
dapat berdiri sendiri, melainkan selalu dikaitkan dengan aspek-aspek lain seperti
politik, ekonomi, pendidikan, sosial budaya, teknologi, energi maupun masalah
lainnya.
Indonesia termasuk salah satu negara di dunia yang memiliki
permasalahan lingkungan yang kompleks, mulai dari banjir, longsor, penumpukan
sampah, pencemaran sungai dan udara, eksploitasi sumber daya migas, serta
kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan kabut asap. Semua Permasalahanpermasalahan diatas dapat dipastikan selalu terjadi setiap tahun. Di antara semua
permasalahan lingkungan yang terjadi di tahun 2015 kemarin, kabut asap
merupakan permasalahan yang paling mencuri perhatian masyarakat Indonesia
bahkan dunia karena peristiwa ini menyebar hingga ke negara lain seperti
Malaysia dan Singapura.
Kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan kabut asap ternyata telah
terjadi sejak tahun 1967. Setiap tahun permasalahan ini terus berulang bahkan

semakin parah. Rekapitulasi luas kebakaran hutan per provinsi di Indonesia tahun
2010-2015 dalam situs Kementerian Lingkungan Hidup juga menunjukkan hal itu.
Dibandingkan tahun 2010, luas lahan terbakar meningkat puluhan kali lipat. Di
Jambi, contohnya, di tahun 2010, lahan terbakar hanya 2,5 ha. Tahun 2014
meningkat menjadi 3.470 ha. Sementara tahun 2015 ini, kebakaran di Jambi
dalam satu bulan terakhir telah menyebar ke areal seluas 40.000 ha. Sebanyak
33.000 ha di antaranya merupakan kebakaran gambut yang masih terus meluas.
Kerugian yang ditimbulkan dari bencana ini sangat besar. Kerugian yang terjadi

1
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

2

akibat bencana asap itu tidak hanya materi yang tak terhitung nilainya, tetapi juga
kerusakan lingkungan dan menurunnya kualitas kesehatan masyarakat. Bencana
asap itu bahkan telah merenggut seorang anak kecil akibat terpapar asap pekat
yang terjadi di Pekanbaru, Kamis pekan lalu. Belum lagi puluhan ribu orang di
wilayah Sumatera dan Kalimantan yang menderita infeksi saluran pernapasan

akut

(ISPA)

karena

terpapar

asap

(http://sains.kompas.com/read/2015/09/14/16272971/Kabut.Asap.Kebakaran.Huta
n.Setengah.Abad.Kita.Abai). Sumber lain menyatakan kebakaran hutan yang
terjadi tahun ini menyebabkan lebih dari 2,6 juta hektar hutan, lahan gambut dan
lahan lainnya terbakar, jumlah ini setara dengan 4,5 kali lebih luas dari Pulau Bali.
Dampak pada wilayah yang terbakar termasuk hilangnya kayu atau produk nonkayu, serta sebagai habitat satwa. Meski belum dianalisa secara penuh, kerugian
lingkungan terkait keanekaragaman hayati diperkirakan bernilai sekitar $295 juta
pada tahun 2015 dan untuk total kerugian yang disebabkan oleh permasalahan
kabut asap adalah $15.72 milyar atau setara dengan dua kali biaya yang
dibutuhkan untuk merekonstruksi kerusakan akibat tsunami Aceh 2004.
(www.worldbank.org).

Fenomena kabut asap sebagai imbas dari terbakarnya hutan dan lahan di
wilayah Sumatera dan Kalimantan dapat mengancam keberlangsungan kehidupan
satwa dan tumbuhan, manusia yang merupakan bagian dari alam juga terancam
karena kerusakan alam ini. Pada kutipan berita di Harian Waspada edisi 12
September 2015 yang berjudul “Bernafas Dalam Kabut” menyebutkan bahwa
kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan kabut asap tebal sangat
mengganggu aktivitas warga. Di dalam teks berita ini juga disampaikan bahwa
kabut asap telah sampai ke Malaysia. Seorang narasumber yang merupakan warga
negara Indonesia yang menetap di Malaysia menyayangkan lambatnya pemerintah
Indonesia dalam menangani permasalahan ini.
Pemberitaan terkait kabut asap yang melanda wilayah Sumatera dan
Kalimantan ini telah menyita perhatian media lokal, nasional maupun
internasional. Pada Harian Republika edisi 08 Oktober 2015 kabut asap
diberitakan secara eksklusif dengan posisi penempatan berita yang strategis yaitu

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

3


dengan penempatan satu halaman penuh di headline, Harian Republika membuat
halaman headline seakan-akan berkabut hingga nyaris tidak bisa dibaca. Media
massa internasional juga memberikan perhatian khusus akan permasalahan kabut
asap ini, seperti BBC UK, Huffington Post, CNN, Reuters dan media massa
internasional lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya Indonesia saja
yang dirugikan akibat permasalahan kebakaran hutan dan lahan yang
menyebabkan kabut asap ini, mengingat Indonesia mempunyai hutan hujan
terbesar kedua setelah Amazon yang menyimpan persediaan oksigen untuk
seluruh penduduk Bumi.
Peran media massa melalui jurnalisme lingkungan, yang dalam hal ini
sebagai bagian dari Civil Society tentunya sangat penting dalam kerangka
pengelolaan lingkungan. Substansi dari hal ini telah sangat jelas diatur di dalam
Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers maupun Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Kurniawan,
2006:4). Pers atau Media Massa turut memberikan ruang bagi isu lingkungan
hidup melalui berita jurnalisme lingkungan. Pers pada dasarnya adalah agen
masyarakat untuk mengontrol kekuasaan dan memperjuangkan kepentingankepentingan publik. Penyelamatan lingkungan hidup adalah bagian dari
kepentingan publik itu, maka dari itu Jurnalisme lingkungan adalah bagian dari
bentuk tanggung jawab pers untuk memperjuangkan kepentingan publik. Isu

kerusakan lingkungan

hidup, pemanasan global, perubahan iklim merupakan

beberapa isu yang diangkat

oleh media masa menjadi produk berita. Berita

jurnalisme lingkungan yang dimuat oleh media massa akan lebih berarti jika
memperkenalkan

jurnalisme

lingkungan

hidup

yang

berpihak


kepada

kesinambungan lingkungan hidup (Abrar, 1993:9).
Peliputan terhadap objek berita dalam jurnalisme lingkungan dilakukan
secara terus menerus, dengan begitu bisa memberikan pemahaman secara utuh
objek berita yang sedang diliput serta lebih bagus lagi dengan memuat berita
secara

komperhensif,

dengan

kajian

multidisipliner.

Liputan

jenis


itu,

membutuhkan kerja keras, riset yang ketat, dukungan basis data yang kuat, dan
kutipan-kutipan yang cerdas, dengan begitu jurnalisme lingkungan hidup dapat

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

4

membawa peran penting pers sebagai kontrol sosial sekaligus pendidikan sosial.
Jurnalisme lingkungan hidup haruslah dapat berpihak kepada kesinambungan
lingkungan hidup. Media harus menyajikan berita-berita peristiwa sehari-hari
yang dapat dipercaya, lengkap, cerdas, dan akurat; mereka tidak berbohong, herus
memisahkan antara fakta dan opini, harus melaporkan dengan cara yang
memberikan arti secara internasional, dan harus lebih sekadar menyajikan faktafakta dan harus melaporkan kebenaran (Hikmat, Purnama : 2005:21). Dalam
konteks pengelolaan lingkungan tentunya mengembangkan dan memanfaatkan
komunikasi dan informasi tidak hanya dipahami sebagai upaya penyediaan

informasi dan upaya memberikan informasi lingkungan secara linier satu arah,
dari atas ke bawah (top down) atau sebaliknya (bottom up), tapi bagaimana
pertukaran arus informasi terjadi secara interaktif (dialogis).
Joseph L. Blast (2000) dalam artikel 'Environmental Journalism: A Little
Knowledge is Dangerous' mengatakan bahwa pengetahuan tentang lingkungan
serba sedikit yang dimiliki jurnalis justru membahayakan. Hal ini muncul karena
hanya sedikit wartawan yang memiliki latar belakang pengetahuan ilmiah
sehingga mereka rentan terhadap manipulasi para aktifis lingkungan karena di
satu sisi mengabaikan pendapat ilmiah para pakar. Ketidaksiapan sumber daya
manusia dalam sebuah institusi media kemudian menjadi salah satu kendala
terwujudnya jurnalisme lingkungan yang baik. Untuk itu, Para akademisi dan
praktisi media yang tergabung dalam Center of Journalism, memiliki kesadaran
akan perlunya sebuah standar etik khusus bagi jurnalisme lingkungan. Pada tahun
1998, dilakukan ratifikasi code of ethics dalam event 6th World Congress of
Environmental Journalism yang diselenggarakan di Colombo, Sri Lanka. Di
dalam kode etik tersebut terdapat ketentuan-ketentuan pemberitaan lingkungan
hidup yang berpihak pada pembangunan berkelanjutan namun tetap berlandaskan
pada metode jurnalisme baku. Kode etik jurnalisme lingkungan inilah yang
kemudian dijadikan acuan bagi peneliti untuk meneliti analisis isi penerapan
jurnalisme lingkungan dalam pemberitaan kabut asap di Harian Waspada.


Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

5

Surat kabar layaknya media massa lainnya, memiliki fungsi informasi,
edukasi, hiburan, dan persuasif namun yang paling menonjol dari keempat fungsi
tersebut adalah fungsi informasi. Khalayak pembaca berlangganan atau membeli
surat kabar karena pada umumnya mereka memerlukan informasi mengenai
berbagai hal dan peristiwa yang terjadi, bagaimana gagasan atau pikiran orang
lain, apa yang dilakukan orang lain, apa yang dikatakan orang lain dan lain
sebagainya. Selain itu, rubrik surat kabar yang dikenal beragam membuat surat
kabar dianggap sebagai media yang lengkap untuk menyebarkan isu-isu sosial,
politik, budaya, termasuk isu-isu tentang lingkungan hidup. Media massa
khususnya surat kabar memiliki peran yang cukup signifikan dalam menyebarkan
pentingnya isu-isu lingkungan ke tengah-tengah masyarakat.
Sebagai surat kabar yang telah lama berdiri di Kota Medan yaitu semenjak
tahun 1947 Harian Waspada dianggap tepat untuk dijadikan objek penelitian, hal

ini sebagai asumsi bahwa Harian Waspada telah memberikan kepercayaan atau
kredibilitas yang baik di tengah masyarakat. Harian Waspada merupakan salah
satu surat kabar tertua di Kota Medan. Selama lebih dari 60 tahun berdiri, Harian
Waspada juga merupakan salah satu surat kabar lokal yang konsisten dalam
melakukan pemberitaan mengenai lingkungan hidup. Sepanjang tahun 2015, titik
api mulai ditemukan di Sumatera Selatan dan Riau pada bulan September.
Sementara itu pada bulan November, titik api mulai berkurang seiring dengan
masuknya musim penghujan. Terdapat 161 teks berita tentang kabut asap yang
melanda Pulau Sumatera dan Kalimantan yang dimuat Harian Waspada
(terhitung dari 01 september – 13 November 2015). Pemberitaan tersebut terdiri
dari rubrik Sumatera Utara, rubrik Nanggroe Aceh Darusalam, Opini, Tajuk
Rencana, dan rubrik lainnya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode
analisis isi kuantitatif yang berusaha untuk mengukur aspek-aspek tertentu dari isi
yang dilakukan secara kuantitatif.
Beberapa penelitian pernah dilakukan berkenaan dengan pemanfaatan
media massa, khususnya surat kabar dalam menginformasikan isu lingkungan.
Salah satunya apa yang dilakukan oleh Sekretariat Kerjasama Pelestarian Hutan
Indonesia (SKEPHI) dalam studi analisis isinya pada tahun 1995. Hasil studi

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

6

tersebut menjelaskan bahwa hampir semua surat kabar besar lokal dan nasional
menyediakan ruang untuk berbagai pemberitaan lingkungan. Dua surat kabar yang
menjadi media penyebar utama isu-isu lingkungan adalah Kompas dan Media
Indonesia. Beberapa penelitian mengenai kajian terhadap berita lingkungan dalam
media menemukan bahwa media massa seringkali tak berpihak pada lingkungan
hidup itu sendiri. Media massa memandang persoalan lingkungan hidup masih
terpisah dengan isu lain seperti sosial, ekonomi, politik. Artikel berita yang
disajikan secara teknis harus cermat, bertanggung jawab, objektif dan berimbang.
Penelitian lainnya adalah studi analisis yang dilakukan oleh Eko
Kurniawan (2006). Dalam studinya tersebut, Eko melakukan studi analisis isi
mengenai pemberitaan lingkungan yang dilakukan surat kabar lokal di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung kemudian implikasinya terhadap kebijakan
pengelolaan lingkungan khususnya di Kabupaten Bangka. Sampai saat ini belum
ada penelitian yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana penerapan jurnalisme
ligkungan hidup pada surat kabar lokal di Kota Medan.
Uraian-uraian di atas menarik minat dan menjadi motivasi tersendiri bagi
peneliti untuk mengkaji bagaimana Harian Waspada menerapkan ketentuanketentuan jurnalisme lingkungan dalam pemberitaan kabut asap 2015.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah penerapan jurnalisme lingkungan di Harian Waspada
dalam pemberitaan kabut asap yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan?
2. Bagaimanakah posisi penempatan pemberitaan kabut asap pada Harian
Waspada serta jenis-jenis berita yang paling banyak muncul ?
3. Bagaimanakah frekuensi penggunaan narasumber dalam pemberitaan
kabut asap pada Harian Waspada ?

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

7

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui penerapan jurnalisme lingkungan di Harian Waspada dalam
pemberitaan kabut asap yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan
2. Mengetahui posisi penempatan pemberitaan kabut asap pada Harian
Waspada serta jenis-jenis berita yang paling banyak muncul.
3. Mengetahui frekuensi penggunaan narasumber dalam pemberitaan kabut
asap pada Harian Waspada

1.4 Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi besar dalam
menambah ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan peneliti mengenai
jurnalisme lingkungan.
2. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah
ilmu pengetahuan dalam dunia komunikasi khususnya, serta memberi
manfaat dan menjadi bahan acuan untuk penelitian selanjutnya di
departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.
3. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi
bersama khususnya bagi peneliti untuk dapat memahami lebih jauh
tentang peran media massa dalam pemberitaan jurnalisme lingkungan
khususnya pada isu kabut asap sekaligus memberikan kontribusi positif
bagi para praktisi media massa.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

PELANGGARAN KODE ETIK JURNALISTIK DALAM PEMBERITAAN BENCANA (ANALISIS ISI BERITA KABUT ASAP SUMATERA DI MEDIA ONLINE KOMPAS.COM PERIODE 18 AGUSTUS 2015 – 10 NOVEMBER 2015)

4 38 149

Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Lingkungan Dalam Pemberitaan Kabut Asap di Harian Waspada Edisi 01 September – 13 November 2015

5 43 91

JURNALISME LINGKUNGAN DALAMPEMBERITAAN SEPUTAR EKSPLOITASI HUTAN DI JURNALISME LINGKUNGAN DALAM PEMBERITAAN SEPUTAR EKSPLOITASI HUTAN DI INDONESIA (Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Lingkungan dalam Pemberitaan Eksploitasi Hutan di Indonesia pada SKH Komp

0 2 15

PENDAHULUAN JURNALISME LINGKUNGAN DALAM PEMBERITAAN SEPUTAR EKSPLOITASI HUTAN DI INDONESIA (Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Lingkungan dalam Pemberitaan Eksploitasi Hutan di Indonesia pada SKH Kompas April – Mei 2010).

0 2 44

PENUTUP JURNALISME LINGKUNGAN DALAM PEMBERITAAN SEPUTAR EKSPLOITASI HUTAN DI INDONESIA (Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Lingkungan dalam Pemberitaan Eksploitasi Hutan di Indonesia pada SKH Kompas April – Mei 2010).

0 2 111

Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Lingkungan Dalam Pemberitaan Kabut Asap di Harian Waspada Edisi 01 September – 13 November 2015

0 0 9

Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Lingkungan Dalam Pemberitaan Kabut Asap di Harian Waspada Edisi 01 September – 13 November 2015

0 0 2

Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Lingkungan Dalam Pemberitaan Kabut Asap di Harian Waspada Edisi 01 September – 13 November 2015

0 1 25

Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Lingkungan Dalam Pemberitaan Kabut Asap di Harian Waspada Edisi 01 September – 13 November 2015

0 0 3

Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Lingkungan Dalam Pemberitaan Kabut Asap di Harian Waspada Edisi 01 September – 13 November 2015

0 0 1