Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Lingkungan Dalam Pemberitaan Kabut Asap di Harian Waspada Edisi 01 September – 13 November 2015

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan teori sebagai landasan kerangka berfikir
yang mendukung masalah secara sistematis. Untuk itu perlu disusun kerangka
teori yang akan memuat pokok-pokok pikiran yang dapat menggambarkan dari
sudut mana masalah penelitian akan dibahas (Narawi : 1995 : 39). Dalam
penelitian ini, peneliti mengkaji pemberitaan lingkungan hidup di surat kabar
dengan menggunakan metode analisis isi yang termasuk dalam kajian objektif.
Barelson (1952) menjelaskan bahwa analisis isi adalah suatu teknik penelitian
yang dilakukan secara objektif, sistematis dan deskripsi kuantitatif dari isi
komunikasi yang tampak (manifest). Salah satu ciri penting dari analisis isi adalah
objektif. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari suatu isi secara
apa adanya, tanpa adanya campur tangan dari peneliti. Peneliti menghilangkan
bias, keberpihakan, atau kecenderungan tertentu dari peneliti. Ada dua aspek
penting dari objektifitas, yakni validitas dan reliabilitas (Eriyanto : 2011: 15).
Kriyantono (2007: 45) menyatakan bahwa fungsi teori dalam riset adalah
membantu periset menerangkan fenomena sosial atau fenomena alami yang
menjadi pusat perhatiannya. Teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi
dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan
menjabarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala

tersebut. Adapun teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah:
2.1.1 Komunikasi
Komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari bahasa
latin communis yang berarti sama, communico, communicatio, atau communicare
yang berarti membuat sama (to make common). Menurut Menurut Judy C.
Pearson dan Paul E. Nelson, pengertian Komunikasi adalah proses memahami dan
berbagi makna (Mulyana : 2010: 46).

8
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

9

Harold Lasswell (Mulyana : 2010: 69) menggambarkan proses komunikasi
meliputi lima unsur yaitu :
1. Komunikator (who)
Who dapat diartikan sebagai sumber atau komunikator yang menjadi pihak
penyampai pesan atau informasi, dapat berupa individu, kelompok,
organisasi, maupun suatu negara.

2. Pesan (says what)
Says merujuk kepada apa yang dijelaskan atau isi pesan dari sebuah proses
komunikasi, pesan ini disampaikan kepada komunikan atau pihak yang
menerima pesan. Pesan dapat berupa simbol verbal maupun non verbal,
nilai, gagasan, teks, dan lain sebagainya.
3. Media (in which channel)
Sarana atau saluran yang mendukung terjadinya proses komunikasi antara
komunikator kepada komunikan baik secara langsung ataupun tidak
langsung (melalui media cetak atau elektronik).
4. Komunikan (to whom)
Merupakan orang yang menerima pesan atau informasi yang disampaikan
komunikator, komunikan dapat berupa individu, kelompok, maupun
organisasi. Komunikan disebut juga sebagai pendengar (listener),
khalayak (audience), penafsir ataupun penyandi balik (decoder).
5. Efek (with what effect)
Dampak atau efek yang terjadi akibat pesan yang disampaikan kepada
komunikan oleh komunikator. Efek tersebut dapat berupa perubahan sikap,
tingkah laku, atau bertambahnya pengetahuan.
Berdasarkan paradigma Lasswell tersebut dapat disimpulkan bahwa
komunikasi merupakan proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada

komunikan melalui media atau saluran yang menimbulkan efek tertentu. Pesan
yang disampaikan oleh pengirim kepada penerima pesan dapat dikemas dengan
cara verbal (tulisan, dan perkataan) atau nonverbal (simbol).

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

10

2.1.2 Komunikasi Massa
Pengertian komunikasi massa merujuk kepada pendapat Tan dan Wright,
yaitu

bentuk

komunikasi

yang


menggunakan

saluran

(media)

dalam

menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak,
bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen dan menimbulkan efek
tertentu (Ardianto:2004: 3). Pendapat lain yang lebih rinci dikemukakan oleh
Gerbner, menurut Gerbner Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang
berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang berkelanjutan serta luas
dimiliki orang dalam masyarakat industri. Dari definisi Gerbner, tergambar bahwa
komunikasi massa itu menghasilkan suatu produk berupa pesan-pesan
komunikasi. Produk tersebut disebarkan, didistribusikan kapada khalayak luas
secara terus menerus dalam jarak waktu yang tetap, misalnya harian, mingguan,
dwi mingguan atau bulanan. Proses memproduksi pesan tidak dapat dilakukan
perorangan, melainkan harus oleh lembaga, dan membutuhkan teknologi tertentu,
sehingga komunikasi massa akan banyak dilakukan oleh masyarakat industri

(Ardianto, 2004 : 4).
Definisi lain komunikasi massa yang dikemukakan Michael W Gamble
dan Teri Kwal Gamble (Nurudin, 2004: 7-8) akan semakin memperjelas apa itu
komunikasi massa. Menurut mereka sesuatu bisa didefinisikan sebagai
komunikasi massa jika mencakup:
1. Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern
untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepada
khalayak yang luas dan tersebar. Pesan itu disebarkan melalui media
modern pula antara lain surat kabar, majalah, televisi, film atau gabungan
diantara media tersebut.
2. Komunikator dalam komunikasi massa dalam menyebarkan pesanpesannya bermaksud mencoba berbagai pengertian dengan jutaan orang
yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lain. Anonimitas
audience dalam komunikasi massa inilah yang membedakan pula dengan
jenis komunikasi yang lain, bahkan pengirim dan penerima pesan tidak
saling mengenal satu sama lain.
3. Pesan adalah publik, artinya bahwa pesan ini bisa didapatkan dan diterima
oleh banyak orang, oleh karena itu diartikan milik publik.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

11

4. Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti
jaringan, ikatan atau perkumpulan. Dengan kata lain, komunikatornya
tidak berasal dari seseorang, tetapi lembaga. Lembaga ini pun biasanya
berorientasi pada keuntungan bukan organisasi suka rela atau nirlaba.
5. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper (pentapis informasi).
Artinya, pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh
sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media
massa. Ini berbeda dengan komunikasi antar pribadi, kelompok atau
publik dimana yang mengontrol tidak oleh sejumlah individu. Beberapa
individu dalam komunikasi massa ikut berperan dalam membatasi,
memperluas pesan yang disiarkan.
6. Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda. Kalau dalam
jenis komunikasi lain, umpan balik bisa bersifat langsung.
2.1.3 Surat Kabar
Keberadaan surat kabar di Indonesia ditandai dengan perjalanan panjang
melalui lima periode yakni masa penjajahan belanda, masa penjajahan jepang,

menjelang masa kemerdekaan dan awal kemerdekaan, zaman orde lama serta orde
baru (Ardianto, 2004 ; 101). Surat kabar sebagai media massa dalam orde baru
mempunyai misi menyebarluaskan pesan-pesan pembangunan dan sebagai alat
mencerdaskan rakyat indonesia. Menurut Effendy, surat kabar adalah lembaran
tercetak yang memuat laporan yang terjadi di masyarakat dengan ciri-ciri ;
publisitas (isi surat kabar tersebut disebarluaskan kepada publik), periodisitas
(surat kabar terbit secara teratur setiap hari, seminggu sekali atau dua mingguan),
universalitas (isi surat kabar tersebut bersifat umum yang menyangkut segala
aspek kehidupan) dan aktualitas (yang dimuat surat kabar mengenai permasalahan
aktual) (Effendy : 1993: 34). Sementara itu, Suwardi berpendapat umumnya isi
dari suatu surat kabar terdiri dari berita utama yang terletak di halaman depan,
berita biasa, rubrik opini, reportase, wawancara, feature, iklan, cerita pendek,
cerita bergambar, dan lain-lain. Semua komponen itu diramu sedemikian rupa
agar pembaca tertarik membaca dan menjadi pelanggan surat kabar itu (1993: 26).
Dari empat fungsi media massa (informasi, edukasi, hiburan, dan
persuasif), fungsi yang paling menonjol dari surat kabar adalah informasi. Hal ini
sesuai dengan tujuan utama khalayak membaca surat kabar, yaitu keingintahuan
akan setiap persitiwa yang terjadi di sekitarnya. Oleh karena itu sebagian besar
Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

12

rubrik surat kabar terdiri dari berbagai jenis berita. Namun demikian, fungsi
hiburan surat kabar pun tidak terabaikan karena tersedianya rubrik artikel ringan,
feature (laporan perjalanan, laporan tentang profil seseorang yang unik), rubrik
cerita bergambar atau komik, serta cerita bersambung. Begitu pula dengan
fungsinya mendidik dan mempengaruhi dapat ditemukan pada artikel ilmiah, tajuk
rencana atau editorial dan rubrik opini. Fungsi pers, khususnya surat kabar pada
perkembangannya bertambah, yakni sebagai alat kontrol sosial yang konstruktif.
Adapun ciri-ciri surat kabar sebagaimana yang dipaparkan oleh Ardianto
(2004: 104-106) sebagai berikut :
a. Publisitas
Surat kabar diperuntukkan umum, karenanya berita, tajuk rencana, artikel
dan lain-lain harus menyangkut kepentingan umum bukan kepentingan
pribadi dan kelompok.
b. Universalitas
Menunjukkan bahwa surat kabar harus memuat aneka berita mengenai
kejadian-kejadian di seluruh dunia dan tentang segala aspek kehidupan

manusianya. Contoh universalitas surat kabar seperti beragam rubrik yang
terdapat dalam surat kabar dan cakupan beritanya yang terdiri dari lokal,
regional, nasional, maupun internasional.
c. Aktualitas
Ciri aktualitas yang dimaksud dengan disini ialah kecepatan penyampaian
laporan mengenai kejadian di masyarakat kepada khalayak. Bagi surat
kabar, aktualitas ini merupakan faktor yang amat penting karena
menyangkut persaingan dengan surat kabar lain dan berhubungan dengan
nama baik surat kabar yang bersangkuntan.
d. Periodisitas
Periodisitas merupakan penerbitaan surat kabar yang dilakukan secara
periodik, teratur. Tidak menjadi soal apakah terbitnya itu sehari sekali,
seminggu sekali, sehari dua kali atau tiga kali seperti di negara-negara
yang sudah maju, syaratnya ialah harus teratur.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

13


e. Terdokumentasikan
Dari berbagai fakta yang disajikan surat kabar dalam bentuk berita, atau
artikel, dapat dipastikan ada beberapa diantaranya yang oleh pihak-pihak
tertentu diarsipkan atau dibuat menjadi kliping.
Menurut konteks jurnalistik, ada tiga produk jurnalistik yang terdapat
dalam isi surat kabar (Djuroto : 2004: 46) Produk jurnalistik tersebut adalah berita
(news), pandangan, ulasan, komentar (opinion), dan iklan atau perkenalan yang
bersifat propaganda (advertisement).
1. Berita (news)
Menurut Michael V. Charnley, berita adalah laporan tercepat mengenai
fakta dan opini yang menarik atau penting, atau kedua-duanya bagi sejumlah
besar orang (Sumadiria : 2005 : 64). Dengan adanya pemberitaan, masyarakat
kemudian akan mengetahui segala informasi yang sedang terjadi di seluruh aspek
kehidupannya. Hal inilah yang mengharuskan berita-berita yang disajikan tiaptiap institusi media harus berdasarkan fakta yang terjadi dan harus disampaikan
secara objektif tanpa melibatkan pendapat pribadi penulis berita. Adapun
pengklasifikasian berita menurut jenisnya terdiri atas lima hal, yakni:
1. Straight news (berita langsung) adalah laporan langsung mengenai suatu
peristiwa. Biasanya, berita jenis ini ditulis dengan unsur-unsur yang
dimulai dari 5W+1H (what, who, when, where, why dan how).

2. Depth

news

(pengembangan

berita)

merupakan

kelanjutan

atau

pengembangan dari adanya sebuah berita yang masih belum selesai
pengungkapannya dan bisa dilanjutkan kembali.
3. Investigative news (penggalian berita) merupakan laporan yang berisikan
atau memusatkan pada sejumlah masalah dan bersifat kontroversi. Dalam
laporan investigasi, para wartawan melakukan penyelidikan untuk
memperoleh fakta yang tersembunyi demi mengungkapkan kebenaran.
4. Interpretative news (penjelasan berita) adalah bentuk berita yang
penyajiannya merupakan gabungan antara fakta dan interpretasi. Dalam
penulisannya, boleh dimasukkan uraian, komentar dan sebagainya yang

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

14

ada kaitannya dengan data yang diperoleh dari suatu peristiwa atau
kejadian yang dilihatnya.
5. Feature (karangan khas) adalah bagian dari penyajian berita yang cara
menulisnya dapat mengabaikan pegangan utama dalam penulisan berita;
atau penyajian berita yang berbentuk human interest (ketertarikan
manusiawi).
Berita-berita yang telah siap untuk disajikan ke hadapan para pembaca
dapat diklasifikasikan berdasarkan sifatnya. Bila berita tersebut dianggap sangat
layak diletakkan di halaman depan surat kabar, maka berita itu disebut berita
utama (headline). Biasanya berita yang menjadi headline sebuah surat kabar
dibuat dengan menggunakan huruf relatif lebih besar dengan judul yang dapat
menarik

perhatian

para

pembaca.

Sedangkan

berita

yang

ditampilkan

mendampingi berita utama sehingga tampak semarak berita yang ada pada
halaman depan disebut sebagai berita non-utama. Namun, bukan berarti berita
tersebut tidak penting tetapi mungkin tidak hangat di masyarakat. Berita yang
menjadi headline merupakan isu utama dalam sebuah surat kabar. Isu berita
headline merupakan berita yang aktual, penting, menarik perhatian masyarakat
dan sedang hangat di tengah masyarakat. Memang, setiap peristiwa yang dianggap
dapat menarik minat pembaca, selalu dijadikan headline atau diletakkan pada
halaman depan surat kabar. Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa
umumnya pembaca ketika akan membaca atau membeli sebuah surat kabar, yang
pertama dilihatnya adalah headline berita pada hari itu atau berita-berita yang ada
di halaman depannya. Penyajian sebuah isu dalam pemberitaan di media seperti
surat kabar dipengaruhi visi dan misi institusi media yang bersangkutan serta
segmentasi pembaca dari institusi media tersebut.
Kompetensi pihak yang dijadikan narasumber berita dalam mendapatkan
informasi yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu kronologi peristiwa
juga mempengaruhi isi berita yang disampaikan maupun keberpihakan media
tersebut terhadap pihak-pihak tertentu. Narasumber berita dapat berasal dari apa
yang dilihat oleh wartawan itu sendiri atau dari narasumber yang menguasai
persoalan, atau hanya sekedar kedekatannya dengan media yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

15

Narasumber jelas merupakan bagian penting dari proses kerja jurnalistik. Dalam
berbagai literatur tentang jurnalisme, narasumber disebutkan sebagai orang yang
membawakan informasi tentang suatu peristiwa. Melalui narasumber, jurnalis
mendapatkan informasi yang dibutuhkan terkait dengan tema pemberitaan yang
sedang dikerjakan. Karena itu, pilihan narasumber oleh media pers atau jurnalis,
dapat dijadikan indikator untuk melihat cara pandang media mengenai suatu isu
tertentu. Kehadiran narasumber, khususnya dalam produk jurnalisme yang
mengedepankan fakta-fakta psikologi, atau fakta-fakta yang dikonstruksi dari
keterangan narasumber, sangat kentara. Alur demi alur yang membingkai fakta
media, dan kemudian didistribusikan pada setiap alinea, dibangun berdasarkan
pernyataan narasumber. Umumnya pernyataan narasumber yang dianggap paling
menarik, berbobot, eksklusif, dikutip dan ditempatkan pada lead atau teras berita.
Tidak jarang juga dijadikan judul berita.
Herbert Strentz mengungkapkan ada dua peringatan menyangkut
kompetensi narasumber berita. Pertama, reporter tidak boleh mengandaikan
bahwa, karena posisi atau pengalaman, narasumber berita yang harus tahu
memang benar-benar tahu dan dapat memberikan informasi. Mengenai peringatan
pertama, Webb dan Salancik seperti yang dikutip Strentz, meringkaskan empat
kondisi yang membuat reporter tidak boleh begitu saja mempercayai informasi
yang diberikan oleh narasumber:
a) Narasumber

mungkin

tidak

tahu

tentang

informasi

yang

dikehendaki reporter;
b) Narasumber mungkin memiliki informasi dan mau membaginya,
tetapi mungkin kurang pandai berbicara atau kurang memiliki
konsep untuk mengatakannya;
c) Narasumber mungkin memliki informasi yang dikehendaki tetapi
tidak ingin membaginya; dan
d) Narasumber mungkin mau membagi informasi, tetapi tidak mampu
mengingatnya. Peringatan kedua, kompetensi narasumber berita
tidak perlu dikaitkan dengan metode perolehan berita. Mengenai
peringatan ini, kompetensi relatif dari narasumber berita harus
menentukan metode pengumpulan berita yang paling mungkin

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

16

akan

menghasilkan

informasi

yang

dikehendaki.

(https://kippas.wordpress.com/category/jurnal-kupas-edisi-i)

2. Pandangan atau Pendapat (opinion)
Pada sebuah surat kabar tersedia kolom atau rubrik yang berfungsi untuk
menampung pendapat atau pandangan. Ini merupakan perwujudan dari institusi
pers sebagai lembaga kontrol sosial. Opini dalam surat kabar tersebut dapat
berasal dari masyarakat luas yang disebut pendapat umum (public opinion) dan
yang berasal dari media itu sendiri dinamakan pendapat redaksi (desk opinion)
(Djuroto : 2004 : 67) Pendapat umum adalah pendapat, pandangan atau pemikiran
lain dari masyarakat untuk menanggapi atau membahas suatu permasalahan yang
dimuat dalam pemberitaan sebuah media. Pendapat umum ini biasanya disajikan
dalam tiga bentuk, yaitu komentar, artikel, dan surat pembaca. Sementara opini
penerbit merupakan pandangan, pendapat atau opini dari redaksi terhadap suatu
masalah yang terjadi di tengah masyarakat, dan dijadikan sajian dalam
penerbitannya. Opini penerbit sering juga disebut sebagai “Suara Redaksi” dan
biasanya ditulis dalam beberapa bentuk, seperti tajuk rencana atau editorial,
pojok, catatan kecil, dan karikatur. Untuk memisahkan secara tegas antara berita
dan opini maka tajuk rencana, karikatur, pojok, artikel, komentar dan surat
pembaca ditempatkan dalam satu halaman khusus. Inilah yang disebut halaman
opinion (opinion page).
3. Periklanan (advertising)
Periklanan adalah kegiatan memasok perhatian penghasilan bagi
perusahaan penerbitan pers dengan jalan menjual kolom-kolom yang ada pada
surat kabar dalam bentuk advertensi (advertising). Iklan dalam penerbitan media
dibagi dua jenis, iklan umum dan iklan khusus. Iklan umum, artinya iklan yang
diperuntukkan bagi kepentingan bisnis, misalnya iklan promosi. Sedangkan iklan
khusus adalah iklan yang diperuntukkan bagi kegiatan sosial. Misalnya,
pengumuman, iklan keluarga, iklan layanan masyarakat dan sebagainya (Djuroto :
2004 : 83).

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

17

Surat kabar dapat dikelompokkan menjadi beberapa katagori. Dilihat dari
ruang lingkupnya, maka katagorisasinya adalah surat kabar nasional, regional, dan
lokal. Ditinjau dari bentuknya, ada bentuk surat kabar biasa dan tabloid.
Sedangkan dilihat dari bahasa yang digunakan, ada surat kabar berbahasa
Indonesia, Inggris, dan bahasa daerah. Berdasarkan skala penerbitannya, dapat
dikelompokkan menjadi surat kabar nasional, diantaranya Kompas, Suara
Pembangunan, Media Indonesia, Republika, Suara Karya. Surat kabar regional,
diantaranya Pikiran Rakyat (Jawa Barat), Jawa Pos, dan Surabaya Pos (Jawa
Timur), Suara Merdeka (Jawa Tengah), Waspada (Sumatera Utara), Bali Pos
(Bali). Surat kabar lokal, diantaranya adalah Bandung Pos (Bandung-Jabar), Pos
Kota (Jakarta), Kedaulatan Rakyat (Yogyakarta). Surat kabar bentuk tabloid
adalah Bintang, Citra, Nova, Wanita Indonesia, Bola, GO (Gema Olahraga). Surat
kabar berbahasa Inggri, diantaranya The Jakarta Post (Ardianto, 2004 :106-107).
Harian Waspada merupakan salah satu surat kabar tertua di Kota Medan,
surat kabar ini terbit pertama kali di Kota Medan pada tanggal 11 januari 1947.
Ketika itu Kota Medan masih dikuasai NICA denga jumlah penduduk berkisar 200
ribu jiwa. Selama perjalanannya, surat kabar ini sudah banyak mengalami pasang
surut. Surat kabar Waspada didirikan oleh H. Mohammad Said dengan biaya
sendiri. Dasar tujuan diterbitkannya kala itu adalah untuk mempertahankan
Proklamasi 17 Agustus 1945. Sejak awal terbitnya, surat kabar Waspada secara
terang-terangan dan konsekuen mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Surat kabar Waspada membaktikan kerjanya dengan jalan menyajikan beritaberita serta meneruskan keterangan resmi pemerintah Republik Indonesia dari
ibukota tentang situasi revolusi dan mengemukakan pendapat yang mengukuhkan
keyakinan akan suksesnya perjuangan dalam waktu singkat. Keberadaan surat
kabar ini pada awal terbit sangat bermanfaat sebagai alat penting

dalam

melancarkan perjuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apalagi pada
waktu itu negara sangat kekurangan alat-alat berupa media penerangan untuk
dapat tetap menjaga hubungan antara sesama pejuang kemerdekaan dan
gerilyawan yang terpencar di berbagai daerah.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

18

Keberadaan Waspada sebagai surat kabar republik yang tidak mau
menyiarkan berita-berita untuk kepentingan NICA mendapat tantangan dari
pemerintah Belanda. Bahkan tidak jarang surat kabar Waspada harus menghadapi
teror dari pemerintah Belanda. Antara tahun 1947-1949, Waspada seringkali
mengalami pembredelan karena menyiarkan berita-berita yang menguntungkan
perjuangan Republik Indonesia. Selama masa awal kemerdekaan Indonesia,
Waspada harus hidup secara “gali lubang tutup lubang”. Langkahnya kertas koran
juga menjadi kesulitan utama yang mengakibatkan Waspada hanya terbit dengan
jumlah 1000 eksemplar, bahkan kadang-kadang hanya 300 eksemplar. Setelah
keadaan mulai membaik beberapa tahun kemudian, Waspada mulai menerima
distribusi kertas sebanyak 5000 eksemplar sehari dan terus bertambah hingga
mencapai 25.000 eksemplar di tahun 1956.
Harian Waspada sempat juga tidak terbit selama beberapa minggu akibat
ketidaklancaran distribusi kertas koran disertai dengan ketegangan suhu politik
dan pemberontakan Daud Beureuh di Aceh antara tahun 1955-1956. para pembaca
Waspada harus beralih ke surat kabar lain yang mulai banyak terbit di Medan.
Setelah terbit kembali, Waspada membutuhkan beberapa minggu untuk menarik
kembali pelanggan yang loyalitas membaca Waspada. Penurunan oplah penjualan
surat kabar Waspada juga sempa terjadi pada akhir 1956 pada saat Pemberontakan
Rakyat Republik Indonesia (PRRI) yang dipimpin oleh Kolonel Simbolon di
Sumatera Utara. Secara terang-terangan Waspada menyatakan penentangan
terhadap aksi tersebut. Segera setelah pemberontakan PRRI meletus di TapanuliLabuhan Batu, kelompok tersebut menyatakan Waspada sebagai bacaan terlarang.
Surat kabar Waspada yang masuk ke daerah tersebut dibakar, bahkan orang yang
membawanya ikut dihukum dan dipukuli. Oplah penjualan surat kabar Waspada
mengalami penurunan dari 25.000 eksemplar menjadi 20.000 eksemplar.
Seiring dengan kondisi keamanan negara yang berangsur-angsur pulih dan
penurunan tingkat buta huruf sejak Agustus 1966, permintaan menjadi pelanggan
surat kabar Waspada terus meningkat. Daerah penyebaran dan agennya juga
bertambah. Kini Waspada mampu menyediakan lebih dari 600.000 eksemplar
dengan daerah penyebaran mulai dari Medan dankawasan Sumatera Utara,

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

19

Nanggroe Aceh Darussalam, Riau dan Jakarta. Harian Waspada setiap harinya
terbit dengan jumlah minimal 20 halaman. Rubrik yang mengisi surat kabar ini
antara lain Rubrik Medan Metropolitan, Nusantara, Luar Negeri, Sport, Ekonomi
Bisnis, Opini, dan Rubrik Sumatera Utara yang berisi informasi dari berbagai
daerah di Sumatera Utara. Ada juga Rubrik Nanggroe Aceh Darussalam yang
memuat berita berita seputar daerah Banda Aceh, Sigli, Bireue dan
Lhokseumawe.
Harian Waspada setiap harinya terbit dengan jumlah minimal 20
Halaman. Rubrik yang mengisi harian ini antara lain Rubrik Medan Metropolitan,
Nusantara, Luar Negeri, Sport, Ekonomi Bisnis, Opini, dan Rubrik Sumatera
Utara yang memuat berita dari berbagai daerah di Sumatera Utara, serta Rubrik
Nanggroe Aceh Darusalam yang memuat berita dari berbagai daerah di Banda
Aceh,

Sigli,

Bireun,

dan

Lhoksemawe

(http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16665).
2.1.4 Jurnalisme Lingkungan
“Jurnalistik adalah istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yakni :
“journalistiek”, dan dalam bahasa Inggris “journalistic” atau “journalism”, yang
bersumber pada perkataab “journal” sebagai terjemahaan dari bahasa latin
“diurnal”, yang berarti “harian” atau “setiap hari”. Onong Uchjana Effendy
mengemukakan secara sederhana jurnalistik dapat didefinisikan sebagai teknik
mengelola berita mulai dari mendapatkan bahan sampai pada menyebar luaskan
kepada masyarakat (Effendy, 1993: 66). Sumadiria berpendapat bahwa secara
teknis jurnalistik adalah kegiatan menyiapkan, mencari mengumpulkan,
mengelola, menyajikan dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada
khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya (2005:65).
Jurnalisme lingkungan, meskipun diakui sebagai spesialisasi baru, tetaplah
jurnalisme yang harus bertolak dari aturan, norma, dan etika baku di dalam
jurnalistik. Menurut Muhammad Badri, dalam konteks ini jurnalisme lingkungan
didefinisikan sebagai proses-proses untuk mencari, mengumpulkan, mengolah,
dan menyajikan berbagai informasi tentang peristiwa, isu, kecenderungan, dan

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

20

praktik dalam kehidupan bermasyarakat yang berhubungan dengan dunia nonmanusia di mana manusia berinteraksi di dalamnya, yakni dunia lingkungan hidup
dalam pengertian yang umum. Jurnalisme lingkungan hidup mempunyai ciri yang
mampu meneropong interaksi saling mempengaruhi antara komponen, aktor,
faktor, dan kepentingan yang mempengaruhi lingkungan hidup, dengan orientasi
utama pada dampak-dampak negatifnya (www.ruangdosen.wordpress.com)
Peliputan yang terkait dengan masalah lingkungan hidup haruslah
menyusur akar masalah sampai tuntas, dan melihat permasalahan dari berbagai
sisi yang holistik. Menurut Yayan, pengertian jurnalisme lingkungan juga
berkaitan dengan pengertian komunikasi lingkungan. Komunikasi lingkungan,
jika merujuk uraian Robert Cox dalam bukunya Environmental Communication
And The Public Sphere, adalah studi dan praktik tentang bagaimana individu,
lembaga, masyarakat, serta budaya membentuk, menyampaikan, menerima,
memahami dan menggunakan pesan tentang lingkungan serta tentang hubungan
timbal-balik antara manusia dengan lingkungan (Agus : 2014: 2).
Menurut Muhammad Badri (Agus: 2014: 8), tujuan jurnalisme lingkungan dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Membantu masyarakat untuk mendapatkan kesadaran sosial atas apa yang
terjadi terhadap lingkungan mereka.
2. Membantu masyarakat mendapatkan informasi yang memadai untuk
memutuskan sikap.
3. Menggerakkan masyarakat untuk bertindak dan terlibat dalam pelestarian
lingkungan hidup.
4. Menekan pemerintah dan DPR untuk mempertimbangkan informasi
lingkungan hidup sebagai landasan tindakan dan kebijakan yang akan
diambil.
5. Memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah dan DPR tentang
pelestarian lingkungan atau pengendalian praktik-praktik yang merusak
lingukangan.
Permasalahan yang kerapkali terjadi dilapangan adalah media massa yang
memiliki fungsi mendidik terasa kurang dalam membuka kesadaran masyarakat
tentang pentingnya menjaga serta mengawal kelestarian lingkungan hidup karena
lebih menonjolkan aspek kontrol sosialnya.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

21

Maka dari itu, Atmakusumah (1996 : 17) mencoba merumuskan kewajibankewajiban wartawan dalam melakukan peliputan tentang lingkungan hidup.
1. Wartawan yang menaruh minat pada masalah lingkungan harus terus
menerus mendalami permasalahan-permasalahan mendasar sambil terus
menerus mengikuti perkembangan aktual bidang lingkungan.
2. Memihak lingkungan hidup akan terlegitimasi jika disertai dengan
pemahaman masalah. Untuk memperoleh peliputan yang baik, wartawan
harus berorientasi ke lapangan dan harus mempuyai komitmen,
mempunyai pengetahuan umum yang luas dan pengetahuan yang khusus,
serta mempunyai pengetahuan teknis dalam mengemas berita di media
cetak dalam bentuk yang cocok bagi masyarakat di masa sekarang.
3. Wartawan harus menguasai metode elementer suatu peliputan atau
penelitian, karena bobot dari suatu berita adalah reportase langsung ke
lapangan atau fakta dalam suatu konteks yang berperspektif dan benar.
4. Wartawan sangat diharapkan ketetapannya dalam menuliskan
pemberitaan tentang lingkungan, khususnya yang berkaitan dengan
istilah-istilah ilmiah.
5. Perkembangan hukum lingkungan perlu juga dicermati oleh para
wartawan dalam rangka pengembangan pengetahuan akan masalahmasalah aktual.
6. Wartawan harus mengutamakan manusia atau penduduk yang terkena
masalah dan bersikap think globally, act locally.
7. Dalam keberpihakannya pada kaum yang lemah, pers harus bertindak fair,
karena tanpa hal itu pers tidak membantu memecahkan persoalan.
8. Wartawan harus lebih sering turun ke lapangan agar laporannya
komperhensif dan lengkap.
Hutan-hutan di Kalimantan dan Sumatera telah habis dibabat untuk
kepentingan jangka pendek tanpa mempertimbangkan serta menjaga kelestarian
lingkungan. Pemberitaan tersebut meliputi berbagai dimensi seperti dimensi
politik, sosial, ekonomi dan ekologi. Jurnalisme lingkungan adalah sebuah konsep
jurnalistik yang memberitakan masalah lingkungan hidup dan solusinya, beritaberita yang disajikan lebih mengutamakan masalah kesinambungan lingkungan
hidup. Pers mempunyai peran dalam pengelolaan lingkungan hidup. Menurut M.
Soemadi Wonohito SH, pemimpin umum Harian Kedaulatan Rakyat, peranan
pers lingkungan tersebut adalah (Abrar:1993:6) :

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

22

1. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya lingkungan
hidup yang baik dan sehat.
Al Gore menyatakan bahwa Media memiliki tanggung jawab untuk
menyebarkan informasi dan pendidikan agar dapat memberitahu kepada
masyarakat tidak hanya akan apa yang sedang terjadi melainkan juga
kenapa hal tersebut bisa terjadi dan apa artinya untuk kita hari ini dan di
masa yang akan datang. The media have a responsibility to inform and to
educate, to tell us not only what is happening today but also why it is
happening and what it will mean to us today and tomorrow (Rademakers :
2004 :8). Hester dan Wai Lan berpendapat pers menginformasikan kepada
mayarakat pengetahuan terhadap lingkungan hidup dengan informasi yang
akurat dan tepat. Dalam hal ini pers tidak saja menginformasikan tentang
lingkungan yang baik dan sehat tetapi juga memberikan pendidikan secara
tidak langsung yaitu kesadaran masyarakat terhadap lingkungan di masa
mendatang (Haswari : 2010 : 6). Inti dari pemberitaan lingkungan adalah
masalah kesadaran yang perlu ditumbuhkan kepada masyarakat luas.
Pemberitaan lingkungan hidup terkadang mengandung istilah yang tidak
dimengerti oleh orang awam. Oleh sebab itu penjelasan tentang istilah
tersebut menjadi penting. Informasi lingkungan hidup yang tidak
memberikan gambaran yang jelas hanya akan membingungkan khayalak
dan menjadi mubazir (Atmakusumah:1996:21). Secara umum, agar
informasi lingkungan hidup mudah dipahami oleh pembacanya, penyajian
berita sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah dipahami, tidak
banyak menggunakan grafik dan angka, mengungkapkan proses biologi,
kimia dan fisika secara sederhana serta memberikan kutipan dialog yang
hidup (Abrar:1993:16).
2. Mengangkat isu kemungkinan adanya pencemaran serta bahayanya.
Pers berperan sebagai agen pengawas masalah lingkungan. Ketika sebuah
lingkungan teranacam akibat eksploitasi manusia. Pers bersiaga dengan
memberitakan masalah tersebut kepada masyarakat disertai dengan
beragam informasi tentang dampak dan bahaya yang akan terjadi tentang
kerusakan/pencemaran lingkungan tersebut. Sebelumnya dalam berita

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

23

yang dijabarkan, sudut pemberitaan tentang masalah lingkungan perlu
dijelaskan sehingga memudahkan untuk melihat masalah dengan lebih
jelas. Dengan memberitakan isu tersebut, diharapkan akan dilakukan
tindakan untuk mengatasi masalah tersebut. Menjadi mediator di antara
pihak-pihak yang terkait.
Pers menjadi mediator bagi pihak-pihak yang terkait masalah lingkungan
hidup. Pers menyatukan berbagai pendapat dari berbagai narasumber yang
terlibat pada masalah tersebut. Misalnya LSM dengan pengusaha
perkebunan kelapa sawit dan pemerintah daerah dalam menyikapi
mengenai isu lingkungan tersebut. Peran mediator ini juga disebutkan oleh
R. Gregory yaitu “…the news media help develop the public’s perception
of health or environmental risk by facilitating a two-way conversation
between technical expert and the public and from the public to the scientist
and government or industry decision makers” (Rademakers : 2004 :6).
Menurut Abrar seperti yang disebutkan di awal, pemberitaan tentang
masalah lingkungan hidup mengandung konflik dengan pihak-pihak yang terkait.
Sepadan dengan itu, Lisa Rademakers mengatakan “…environmental journalism
has been a complex beat, encompassing more than just the environment often,
politics, economics, and social issues play a part”. Banyaknya aktor yang terlibat
pada masalah lingkungan, membuat peran pers sebagai mediator menjadi penting.
Pers mengakomodasikan pendapat dan informasi yang perlu diketahui oleh publik
ataupun oleh pengambil kebijakan. Oleh sebab itu wartawan lingkungan hidup
dituntut untuk melakukan kinerja profesional dalam menyajikan berita lingkungan
hidup.
Pers tidak membangun berita sendirian, melainkan dengan ketelibatan
pihak-pihak lain. Oleh sebab itu wartawan lingkungan perlu mengembangkan
jaringan narasumber yang berkaitan dengan masalah lingkungan, yaitu
(Atmakusumah : 1996:58) :
1. Lembaga Swadaya Masyarakat, baik lokal, nasional dan internasional
yang pro lingkungan hidup. LSM mempunyai jaringan yang kuat berupa
informasi dan akses ke masyarakat, advokasi, dan konfirmasi yang

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

24

terpecaya dalam menghadapi masalah lingkungan. Contoh LSM : Walhi,
Greenpeace, WWF, dan sebagainya
2. Lembaga Pemerintahan baik di tingkat daerah seperti pemerintahan daerah
setempat, tingkat nasional seperti departemen kehutanan maupun lembaga
pemerintahan

yang

spesifik

seperti

Badan

Pengendali

Dampak

Lingkungan (Bapedal), LBN (Lembaga Biologi Nasional) dan sebagainya.
3. Lembaga Internasional seperti UNEP, World Bank, UNDP, UNESCO dan
sebagainya yang turut berperan dalam masalah lingkungan.
4. Pusat Studi Lingkungan yang berada di perguruan tinggi. PSL ini berada
di dalam lingkungan akademisi yang menyikapi masalah lingkungan
hidup. Selain itu, peneliti turut menambahkan poin ke-empat dan ke-lima
dari narasumber yang perlu dikembangkan dalam meliput masalah
lingkungan. Menurut Lisa Rademakers dalam thesisnya mengatakan :
“Environmental issues can range from those associated with the natural
environment of the earth or those assosiated with environmental threats to
the health of living things”. Bahan baku berita lingkungan hidup adalah
realitas lingkungan hidup seperti polusi udara, penggundulan hutan,
pencemaran air, masalah kesehatan masyarakat dan sebagainya, yang
membedakan persoalan lingkungan hidup dengan yang lain adalah juga
kompleksitasnya karena melibatkan tidak hanya informasi teknis, tetapi
juga ekonomi, politik dan pertimbangan sosial (atmkusumah:1996:38)
Tabel 2.1
Kategori Pemberitaan Lingkungan menurut Noviriyanto
Detwiler (2004)
1. Kualitas udara
2. Kualitas air
3. Populasi manusia
4. Zat addiktif
5. Sumber energi
6. Margasatwa dan kawasan
konservasi
7.Pergerakan
organisasi
lingkungan

FON (1996)
1.
Udara
bersih
dan
penghijauan
2. Perlindungan daerah liar
3. Pencemaran air
4. Erosi tanah dan ekologi
agrikultur
5. Pencemaran udara an
penanganannya
6. Pencemaran sampah padat

Baskoro (2003)
1.
Berkaitan
dengan
pencemaran lingkungan di
darat, udara, dan laut
2.
Berkaitan
dengan
pelestarian hutan, mahluk
hidup dan keanekaragaman
hayati
3. Berkaitan dengan aspek
kebijakan (policy), undang-

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

25

8. Fenomena alam alami

7.Masalah-malasah
lingkungan
8. Iklim yang tidak normal
dan bencana alam
9. Penggunaan produk dan
teknologi
yang
ramah
lingkungan
10. Organisasi lingkungan
dan aktivitasnya

undang, peraturan dan hukum
lingkungan.
4.Berkaitan dengan
masalah teknologi yang
berhubungan dengan
pelestarian/persoalan

(sumber : http://e-journal.uajy.ac.id/1916/)
Tabel di atas menjelaskan bahwa berita-berita lingkungan hidup adalah
berita yang memuat persoalan atau permasalahan lingkungan hidup di dalamnya.
Abrar menyatakan bahwa selain itu berita lingkungan juga bisa mengundang
konflik kepentingan berbagai pihak. Sehingga dalam penerapannya berita
lingkungan hidup selain membutuhkan ketrampilan jurnalistik yang standar, juga
membutuhkan pengetahuan yang cukup komperhensif tentang hubungan alam,
manusia, pembangunan dan ekonomi secara holistik, dampak fisik dan sosial
kerusakan lingkungan hidup termasuk bagaimana cara menanggulangi kerusakan
lingkungan hidup tersebut (1993: 9).
2.1.5 Kode Etik Jurnalisme Lingkungan
Ditinjau dari segi bahasa, kode etik berasal dari dua bahasa, yaitu “kode”
berasal dari bahasa Inggris “code” yang berarti sandi, pengertian dasarnya dalah
ketetuan atau petunjuk yang sistematis. Sedangkan “etika” berasal dari bahasa
Yunani “ethos” yang berarti watak atau moral. Dari pengertian itu, kemudian
dewasa ini kode etik secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan atau
kumpulan etika dengan kata lain, kode etik jurnalistik adalah himpunan etika
profesi kewartawanan. Wartawan selain dibatasi oleh ketentuan hukum, seperti
Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, juga harus berpegang kepada kode
etik jurnalistik. Tujuannya adalah agar wartawan bertanggung jawab dalam
menjalankan profesinya, yaitu mencari dan menyajikan informasi. Di Indonesia
terdapat banyak kode etik jurnalistik. Hal tersebut dipengaruhi oleh banyaknya

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

26

organisasi wartawan di Indonesia, untuk itu kode etik juga berbagai macam,
antara lain Kode Etik Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia (KEJ-PWI), Kode
Etik Wartawan Indonesia (KEWI), Kode Etik Jurnalistik Aliansi Jurnalis
Independen (KEJ-AJI), Kode Etik Jurnalis Televisi Indonesia, dan lainnya.
Kode Etik Jurnalistik menempati posisi yang sangat vital bagi wartawan,
bahkan dibandingkan dengan perundang-undangan lainnya yang memiliki sanksi
fisik sekalipun, Kode Etik Jurnalistik memiliki kedudukan yang sangat istimewa
bagi wartawan. M. Alwi Dahlan sangat menekankan betapa pentingnya Kode Etik
Jurnalistik bagi wartawan. Menurutnya, Kode Etik setidak-tidaknya memiliki lima
fungsi, yaitu:
a. Melindungi keberadaan seseorang profesional dalam berkiprah di
bidangnya;
b. Melindungi masyarakat dari malpraktik oleh praktisi yang kurang
profesional;
c. Mendorong persaingan sehat antarpraktisi;
d. Mencegah kecurangan antar rekan profesi;
e. Mencegah

manipulasi

informasi

oleh

narasumber

(https://id.wikipedia.org/wiki/Kode_etik_jurnalistik).
Joseph L. Blast (2000) dalam artikel 'Environmental Journalism: A Little
Knowledge is Dangerous' mengatakan bahwa pengetahuan tentang lingkungan
serba sedikit yang dimiliki jurnalis justru membahayakan. Hal ini muncul karena
hanya sedikit wartawan yang memiliki latar belakang pengetahuan ilmiah
sehingga mereka rentan terhadap manipulasi para aktifis lingkungan karena di
satu sisi mengabaikan pendapat ilmiah para pakar. Ketidaksiapan sumber daya
manusia dalam sebuah institusi media kemudian menjadi salah satu kendala
terwujudnya jurnalisme lingkungan yang baik. Untuk itu, Para akademisi dan
praktisi media yang tergabung dalam Center of Journalism, memiliki kesadaran
akan perlunya sebuah standar etik khusus bagi jurnalisme lingkungan. Pada tahun
1998, dilakukan ratifikasi code of ethics dalam event 6th World Congress of

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

27

Environmental Journalism yang diselenggarakan di Colombo, Sri Lanka. Adapun
poin-poin yang diratifikasi:
1. Jurnalis lingkungan harus menginformasikan kepada publik tentang halhal yang menjadi ancaman bagi lingkungan mereka, baik yang berskala
global, regional, maupun lokal.
2. Tugas para jurnalis adalah untuk meningkatkan kesadaran publik akan isuisu lingkungan. Jurnalis harus berusaha untuk melaporkan dari beragam
pandangan yang berkaitan dengan lingkungan.
3. Tugas jurnalis tidak hanya membangun kewaspadaan masyarakat akan
hal-hal yang mengancam lingkungan mereka, tetapi juga menempatkan hal
tersebut sebagai upaya pembangunan berkelanjutan. Jurnalis harus
berusaha untuk menuliskan solusi-solusi untuk persoalan lingkungan.
4. Jurnalis harus mampu memelihara jarak dari berbagai kepentingan baik itu
kepentingan perusahaan, pemerintah, politisi, dan organisasi sosial dengan
tidak memasukkan kepentingan mereka. Sebagai aturan, jurnalis harus
melaporkan sebuah isu dari berbagai sisi, terutama isu lingkungan yang
syarat dengan kontroversi.
5. Jurnalis harus menghindar sejauh mungkin dari informasi yang sifatnya
spekulatif/dugaan

dan

komentar-komentar

tendensius.

Ia

harus

memastikan otentisitas narasumber, baik dari kalangan industri, aparat
pemerintah, atau dari aktivis lingkungan.
6. Jurnalis lingkungan harus mengembangkan keadilan akses informasi dan
membantu pihak-pihak, baik institusi maupun perorangan untuk
mendapatkan informasi tersebut.
7. Jurnalis harus menghargai dan menjamin hak hak dari individu (korban)
yang terkena dampak kerusakan lingkungan, bencana alam, dan
sejenisnya.
8. Jurnalis lingkungan tidak boleh ragu untuk mengoreksi informasi yang ia
yakini

sebagai

sebuah

kebenaran,

atau

untuk

menghilangkan

keseimbangan opini publik dengan hanya menganalisis aspek tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

28

Jurnalisme lingkungan mengedepankan masalah-masalah lingkungan
dalam pemberitaannya. Lingkungan tempat tinggal manusia dan mahkluk lainnya
tak luput dari kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Kerusakan
tersebut terdiri dari eksploitasi laut, reklamasi, penebangan liar, aktivitas
pertambangan ilegal dan termasuk pembakaran hutan dan lahan yang
menyebabkan kabut asap. Marakanya pembangunan yang tak mengikutsertakan
konsep keberlanjutan menjadi salah satu akibat dari kerusakan lingkungan. Maka
dari itu Abrar menyatakan bahwa jurnalisme lingkungan adalah cara-cara
jurnalistik yang mengedepankan masalah lingkungan hidup yang berpihak kepada
kesinambungan lingkungan hidup (Abrar, 1993: 9).
Jurnalis lingkungan hidup perlu berpihak kepada lingkungan hidup dimana
kelestarian lingkungan hidup adalah tempat dimana manusia tinggal dan
bergantung pada alam. Pemberitaan mengenai lingkungan hidup sebaiknya tuntas
dan memasukkan solusi ke dalam pemberitaannya. Solusi yang tuntas ini bisa
dilihat dari hubungan antara beberapa kegiatan manusia dengan bidang ekonomi,
ekologi dan energi. Oleh sebab itu surat kabar merupakan media yang cocok
untuk memuat berita lingkungan hidup, dimana surat kabar dapat memberikan
kesempatan kepada pembacanya untuk mengembangkan daya analisisnya.
(Abrar:1993:6)
2.1.6 Surat Kabar Sebagai Media Penyebar Informasi Lingkungan
Fungsi media massa juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun
1999 Tentang Pers. Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang tersebut berbunyi : “Pers
nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan
kontrol sosial”. Sementara peranan pers nasional sebagai media untuk
mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, benar
dan melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum serta memperjuangkan keadilan dan
kebenaran dinyatakan dalam pasal 6 (point c,d,e) Undang-Undang tersebut.
Sesuai perannya, surat kabar dapat digunakan untuk menyampaikan
informasi lingkungan. Penyebaran informasi lingkungan sangat diperlukan

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

29

mengingat berbagai kegiatan pembangunan memiliki kaitan erat dengan isu
lingkungan dan isu lingkungan memiliki kaitan erat dengan kualitas hidup
manusia. Surat kabar bersama media massa lainnya terbukti berperan membangun
kesadaran publik akan pentingnya upaya mengelola lingkungan yang dapat
meningkatkan kualitas hidup manusia. Menurut Atmakusumah, surat kabar ikut
menyumbang berbagai pengetahuan yang berkaitan dengan masalah lingkungan
untuk membangkitkan kesadaran itu.
Lembaga Pers Dr. Sutomo (Atmakusumah 1996:27) mengungkapkan, media
massa memiliki tiga misi utama di bidang lingkungan:
1. Menumbuhkan kesadaran masyarakat akan masalah-masalah lingkungan.
Kesadaran

dibidang

pemeliharaan

kelestarian

lingkungan

dapat

ditumbuhkan dengan informasi yang disuguhkan media massa khususnya
surat kabar.
2. Merupakan wahana pendidikan untuk masyarakat dalam menyadari
perannya dalam mengelola lingkungan hidup, hal ini dikarenakan banyak
masyarakat yang belum mengetahui perannya sebagai penjaga ekosistem
lingkungan sehingga media massa diharapkan dapat memberikan
pengertian tersebut kepada masyarakat.
3. Memiliki hak mengoreksi dan mengontrol dalam masalah pengelolaan
lingkungan hidup.
Assegaff (1996:12) mengungkapkan, dari sekian banyak masalah
pembangunan dewasa ini, lingkungan merupakan objek pemberitaan yang kian
mendapat sorotan. Menurutnya, kecenderungan ini muncul karena persoalan
lingkungan memiliki keterkaitan erat dengan berbagai kegiatan pembangunan.
Disamping masyarakat semakin menyadari arti penting lingkungan yang baik bagi
mereka. Hal tersebut menjadikan masyarakat lebih tertarik pada berita-berita
mengenai penciptaan pelestarian lingkungan, dan proyek-proyek yang berupaya
memulihkan lingkungan yang rusak seperti proyek reboisasi lahan kritis,
perbaikan daerah aliran sungai, pencemaran industri dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

30

Menurut Assegaff, tulisan tentang lingkungan di surat kabar biasanya
dalam bentuk berita, feature dan tajuk rencana. Menurutnya, dalam pemberitaan
masalah lingkungan akhir-akhir ini tengah berkembang bentuk jurnalistik baru
yang dikenal sebagai jurnalistik proses. Bentuk jurnalistik ini tidak hanya
memberitakan fakta suatu peristiwa yang terjadi, akan tetapi juga memotret secara
mendalam proses yang berlangsung yang telah menciptakan peristiwa tadi.
Jurnalistik proses, contohnya, menggambarkan ancaman terjadinya penggurunan
di daerah-daerah subur dengan tujuan memberitahu sejak dini kepada masyarakat
tentang bahaya yang sedang mengancamnya. Dalam tulisannya, wartawan
mengungkapkan bagaimana proses tersebut terjadi, apa penyebabnya dan
tindakan-tindakan perbaikan dan pencegahan apa yang sedini mungkin dapat
diambil pemerintah dan lembaga terkait, sekaligus menyadarkan masyarakat
tentang apa yang harus dilakukan untuk mencegah gangguan yang mengancam
kelestarian kemampuan alam. Beranjak dari pemahaman tersebut, Assegaff
menyarankan,

penulisan

masalah

lingkungan

sebaiknya

menggabungkan

jurnalistik proses dan model penulisan mendalam (in-depth reporting), sebagai
salah satu jenis penulisan feature. Hal tersebut disebabkan karena, menurutnya,
penulisan dalam bentuk feature atau berita yang hanya mengungkapkan
kenyataan-kenyataan

kerusakan

lingkungan

kurang

dapat

menggerakkan

penghayatan masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian kemampuan
lingkungan. (Assegaff 1996:12)
Sementara tulisan feature yang menyertakan jurnalistik proses lebih dapat
menggambarkan pentingnya upaya membina kelestarian kemampuan lingkungan.
Menurut Friedman (Atmakusumah:1996: 21), untuk membuat tulisan yang lebih
mendalam tentang lingkungan, penulisan jurnalistik lingkungan perlu menjawab
pertanyaan lebih dari satu “what”, “who”, “why” dan “how”. Misalnya, apabila
terjadi suatu peristiwa alam, penulis laporan tidak hanya mencari informasi
tentang “apa yang terjadi”, melainkan juga siapa yang melakukan dan terdampak,
kenapa hal tersebut bisa terjadi dan bagaimana proses kejadian tersebut serta
proses pemulihannya.
2.1.7 Analisis Isi

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

31

Analisis isi (content analysis) merupakan teknik penelitian alternatif bagi
kajian komunikasi yang cenderung lebih banyak mengarah pada sumber (source)
maupun penerima pesan (receiver). Pendekatan penelitian ini mengedepankan
penyajian data secara terstruktur serta memberikan gambaran rinci tentang objek
penelitian berupa pesan komunikasi. Pesan itu sendiri jika mengacu pada Leewin
dan Jewit (Birowo, 2004 :147) terdiri dari komponen : words, actions, pictures,
sehingga penelitian dengan teknik analisis isi sebenarnya memiliki wilayah yang
luas untuk menggali masalah-masalah yang ada dalam objek penelitian
komunikasi.
Analisis isi adalah teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi
yang dapat ditiru (replicable) dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya.
Analisis isi berhubungan dengan komunikasi atau isi komunikasi. Analisis isi
merupakan penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu
informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Pelopor analisi isi adalah
Harold D. Lasswell dalam bukunya yang berjudul analisis isi dalam media massa
(Bungin, 2008:157), yang memelopori teknik symbol coding, yaitu mencatat
lambang atau pesan secara sistematis, skemudian diberi interpretasi. Analisis isi
tidak dapat diberlakukan

pada semua penelitian sosial. Analisis isi dapat

dipergunakan jika memiliki syarat berikut :
1. Data yang tersedia sebagian besar terdiri dari berbagai bahan yang
terdokumentasi (buku, surat kabar, pita rekaman, naskah/manuscript).
2. Ada keterangan pelengkap atau kerangka teori tertentu yang menerangkan
tentang dan sebagai metode pendekatan terhadap data tersebut.
3. Peneliti memiliki kemampuan teknis untuk mengolah bahan/data yang
dikumpulkannyakarena sebagian dokumentasi tersebut sangat spesifik.
4. Langkah berikutnya adalah memililih unit analisis yang akan dikaji,
memilih objek penelitian yang menjadi sasaran analisis. Kalau objek
penelitian b

Dokumen yang terkait

PELANGGARAN KODE ETIK JURNALISTIK DALAM PEMBERITAAN BENCANA (ANALISIS ISI BERITA KABUT ASAP SUMATERA DI MEDIA ONLINE KOMPAS.COM PERIODE 18 AGUSTUS 2015 – 10 NOVEMBER 2015)

4 38 149

Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Lingkungan Dalam Pemberitaan Kabut Asap di Harian Waspada Edisi 01 September – 13 November 2015

5 43 91

JURNALISME LINGKUNGAN DALAMPEMBERITAAN SEPUTAR EKSPLOITASI HUTAN DI JURNALISME LINGKUNGAN DALAM PEMBERITAAN SEPUTAR EKSPLOITASI HUTAN DI INDONESIA (Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Lingkungan dalam Pemberitaan Eksploitasi Hutan di Indonesia pada SKH Komp

0 2 15

PENDAHULUAN JURNALISME LINGKUNGAN DALAM PEMBERITAAN SEPUTAR EKSPLOITASI HUTAN DI INDONESIA (Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Lingkungan dalam Pemberitaan Eksploitasi Hutan di Indonesia pada SKH Kompas April – Mei 2010).

0 2 44

PENUTUP JURNALISME LINGKUNGAN DALAM PEMBERITAAN SEPUTAR EKSPLOITASI HUTAN DI INDONESIA (Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Lingkungan dalam Pemberitaan Eksploitasi Hutan di Indonesia pada SKH Kompas April – Mei 2010).

0 2 111

Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Lingkungan Dalam Pemberitaan Kabut Asap di Harian Waspada Edisi 01 September – 13 November 2015

0 0 9

Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Lingkungan Dalam Pemberitaan Kabut Asap di Harian Waspada Edisi 01 September – 13 November 2015

0 0 2

Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Lingkungan Dalam Pemberitaan Kabut Asap di Harian Waspada Edisi 01 September – 13 November 2015

0 0 7

Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Lingkungan Dalam Pemberitaan Kabut Asap di Harian Waspada Edisi 01 September – 13 November 2015

0 0 3

Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Lingkungan Dalam Pemberitaan Kabut Asap di Harian Waspada Edisi 01 September – 13 November 2015

0 0 1