Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif Terhadap Pemberdayaan Mustahiq di Kota Medan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Kemiskinan merupakan permasalahan yang sudah muncul dan biasanya

dialami suatu bangsa sejak lampau.

Kemiskinan erat kaitannya dengan

permasalahan sosial-ekonomi yang melibatkan dua golongan manusia, yaitu
golongan miskin dan golongan kaya. Prof. Mohd. Farid Wajdi (dalam Yusuf
Qardawi, 1996 : 43) menyatakan bahwa :
Pada bangsa apa pun peneliti mengarahkan perhatiannya, ia selalu hanya akan
menemukan dua golongan manusia yang tidak ada ketiganya, yaitu golongan
yang berkecukupan dan golongan yang melarat. Di balik itu selalu
didapatkan suatu keadaan yang sangat menarik, yaitu golongan yang
berkecukupan selalu semakin makmur tanpa batas, sedangkan golongan yang
melarat selalu semakin kurus sehingga hampir-hampir tercampak di atas

tanah, terhempas tak berdaya. Terancamlah bangunan masyarakat oleh
karena fundamennya goyang, sedangkan orang-orang yang hidup bermewahmewahan itu sudah tidak sadar mulai dari mana atap atasnya runtuh.
Manusia sejak dulu sudah memiliki sejarah kelam hubungan antara
golongan kaya dengan golongan miskin. Mesir pada zaman kunonya merupakan
surga di atas bumi ini. Apa saja tumbuh, dan dapat memberi makan berlipat
ganda bagi penduduknya. Tetapi golongan miskin di sana tidak mempunyai apa
yang bisa mereka makan, karena golongan kaya tidak meninggalkan sisa selain
ampas-ampas yang tidak berguna dan tidak mengobati lapar. Kemudian ketika
kelaparan melanda pada masa Dinasti XII, orang-orang miskin menjual diri
mereka kepada orang-orang kaya yang kemudian dijepit dan ditekan habishabisan (Qardawi, 1999: 43). Pernyataan dan bukti sejarah tersebut menunjukkan

1
Universitas Sumatera Utara

bahwa sejak dulu hubungan antara golongan kaya dengan golongan miskin yang
menciptakan keadaan ironis hingga pada zaman sekarang ini. Kaum yang
tergolong kaya mengalami krisis kepekaan sosial untuk saling berbagi kepada
golongan miskin sehingga membuat permasalahan kemiskinan yang ada menjadi
semakin parah, seperti kesenjangan (disparitas) antara golongan kaya dengan
golongan miskin yang semakin kontras.

Kemiskinan merupakan bahaya besar bagi umat manusia dan tidak sedikit
umat yang jatuh peradabannya hanya karena kefakiran.

Sabda Nabi ada

menyatakan bahwa kefakiran itu mendekati pada kekufuran (Qadir, 2001: 24).
Agama Islam mengajarkan umatnya untuk hidup saling berbagi dan membantu
satu sama lain untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan juga
di akhirat. Ditegaskan dalam Al-Qur’an, “Dan pada harta benda mereka ada hak
untuk orang miskin yang meminta, dan orang miskin yang tidak meminta,”
(Terjemahan QS. Az-Zariyat, 51:19).

Terjemahan ayat Al-Qur’an tersebut

mengingatkan manusia bahwa harta kekayaan tidak boleh hanya berada dalam
golongan orang kaya saja namun harus disalurkan ke golongan orang miskin juga,
sebab orang yang beriman adalah mereka yang menyadari bahwa di dalam harta
mereka terdapat hak-hak orang lain.
Persoalan kemiskinan merupakan hal yang membutuhkan perhatian
khusus


dalam

penanganannya

sebab

menyangkut

kehidupan

manusia.

Kemiskinan mengakar kepada permasalahan-permasalahan lain. Permasalahan

2
Universitas Sumatera Utara

kesenjangan dan ketimpangan (disparitas) sosial-ekonomi muncul sehubungan
dengan kemiskinan.

Yusuf Qadarwi (1996) dalam bukunya berjudul Hukum Zakat (Studi
Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadis),
dalam Islam salah satu upaya untuk mengentaskan atau meminimalisir masalah
kemiskinan adalah dengan cara mengoptimalkan pelaksanaan zakat.

Zakat

merupakan langkah penanggulangan kemiskinan yang tepat dimana mereka yang
memiliki dana lebih atau yang dikatakan mampu (muzakki) harus menyalurkan
sejumlah harta kepada mereka yang kekurangan atau yang membutuhkan
(mustahiq).
Zakat, sebagai rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang
mampu untuk membayarnya dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak
menerimanya. Dengan pengelolaan yang baik, zakat merupakan sumber dana
potensial yang dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh
masyarakat.

Secara sosiologi, zakat adalah refleksi dari rasa kemanusiaan,

keadilan, keimanan, serta ketaqwaan yang mendalam yang harus muncul dalam

sikap orang kaya. Zakat sangat erat kaitannya dengan masalah bidang sosial dan
ekonomi di mana zakat mengikis sifat ketamakan dan keserakahan si kaya.
Masalah bidang sosial di mana zakat bertindak sebagai alat yang diberikan Islam
untuk menghapuskan kemiskinan dari masyarakat dengan menyadarkan si kaya
akan tanggung jawab sosial yang mereka miliki, sedangkan dalam bidang
ekonomi

zakat mencegah penumpukkan kekayaan dalam tangan seseorang

(Kartika, 2007: 1-2).

3
Universitas Sumatera Utara

Selama ini dalam prakteknya, zakat yang disalurkan ke masyarakat lebih
didominasi oleh zakat konsumtif sehingga ketika zakat tersebut selesai
didistribusikan maka manfaat yang diterima oleh mustahiq hanya dapat digunakan
dalam kurun waktu yang singkat. Tujuan zakat tidak sekedar menyantuni orang
miskin secara konsumtif, tetapi mempunyai tujuan yang lebih permanen yaitu
mengentaskan kemiskinan (Qadir, 2001: 83-84). Pengentasan kemiskinan melalui

zakat juga memiliki arti mengurangi jumlah mustahiq dan menghasilkan para
muzakki yang baru. Berdasarkan tujuan tersebut maka pendistribusian zakat yang
lebih didominasi oleh zakat konsumtif harus ditinjau ulang kembali. Hal ini
bukan berarti pendistribusian zakat konsumtif tidak diperlukan lagi, namun dalam
mencapai tujuan zakat yaitu menangani dan mengentaskan kemiskinan akan lebih
efektif jika mendistribusikan zakat yang manfaatnya dapat didayagunakan dalam
jangka panjang oleh mustahiq.
Penanganan dan pengentasan kemiskinan tidak bisa dilakukan dengan
instan sebab perlu proses untuk mewujudkannya. Sehubungan dengan itu, zakat
yang dianggap sebagai langkah tepat dalam menangani kemiskinan adalah zakat
produktif. Zakat produktif adalah pemberian zakat yang dapat membuat para
penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus menerus, dengan harta zakat yang
telah diterimanya (Asnaini, 2008: 64).
Pendistribusian zakat produktif yang optimal bahkan maksimal akan
memberikan manfaat dan kegunaan bagi mustahiq dalam jangka panjang.
Pendayagunaan zakat produktif sesungguhnya mempunyai konsep perencanaan
dan

pelaksanaan


yang cermat

seperti

mengkaji

penyebab

kemiskinan,

4
Universitas Sumatera Utara

ketidakadaan modal kerja, dan kekurangan lapangan kerja, dengan adanya
masalah tersebut maka perlu adanya perencanaan yang dapat mengembangkan
zakat bersifat produktif tersebut. Pengembangan zakat bersifat produktif dengan
cara dijadikannya dana zakat sebagai modal usaha, untuk pemberdayaan ekonomi
penerimanya, dan supaya fakir miskin dapat menjalankan atau membiayai
kehidupannya secara konsisten. Dengan dana zakat tersebut fakir miskin akan
mendapatkan penghasilan tetap, meningkatkan usaha, mengembangkan usaha

serta mereka dapat menyisihkan penghasilannya untuk menabung (Sartika, 2008:
77).
Dana zakat untuk kegiatan produktif akan lebih optimal jika dilaksanakan
oleh Badan Amil Zakat (BAZ) sebab sebagai organisasi yang bertugas
melaksanakan pendistribusian, pendayagunaan, dan pengalokasian dana zakat
diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011.

Dalam melaksanakan

tugas-tugasnya tersebut, pendistribusian dana zakat tidak langsung diberikan
begitu saja oleh pihak Badan Amil Zakat kepada fakir miskin, melainkan terlebih
dahulu dilakukannya studi kelayakan;

menetapkan jenis usaha produktif;

melakukan bimbingan dan penyuluhan; melakukan pemantauan, pengendalian
dan pengawasan;

mengadakan evaluasi;


dan membuat laporan.

Dengan

melakukan prosedur-prosedur tersebut maka mustahiq benar-benar dapat
memanfaatkan dana zakat produktif untuk modal kerja sehingga memperoleh
pendapatan yang layak dan mandiri serta dapat membuka peluang berubah
menjadi muzakki.

5
Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian penulis tertarik untuk meneliti pada Badan Zakat Amil
Nasional

(BAZNAS)

Sumatera

Utara,


dimana

mendistribusikan zakat dalam bentuk produktif.

badan

zakat

ini

juga

Oleh karena itu Penulis

mengambil penelitian yang berjudul :
“Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan
Mustahiq di Kota Medan”

1.2


Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah diuraikan di

atas, maka perumusan masalah yang dapat diambil sebagai dasar penelitian ini
adalah :
1. Sejauh mana peran Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Sumatera Utara
dalam hal pemberdayaan mustahiq melalui pendistribusian zakat produktif di
Kota Medan ?
2. Apakah ada perbedaan pendapatan mustahiq sebelum dan sesudah menerima
zakat produktif ?

6
Universitas Sumatera Utara

1.3

Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1

Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini

adalah:
1. Untuk mengetahui peran Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Sumatera
Utara dalam pemberdayaan mustahiq dana zakat produktif di Kota Medan.
2. Untuk menganalisa pendapatan mustahiq sebelum dan sesudah menerima
zakat produktif.
1.3.2

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Dapat dijadikan acuan oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Sumatera
Utara untuk lebih mengoptimalkan pendayagunaan zakat produktif terhadap
pemberdayaan mustahiq.
2. Sebagai masukan informasi bagi Departemen Agama, Dinas Sosial, dan
lembaga-lembaga lainnya yang dalam tugasnya memiliki peran untuk
mengentaskan kemiskinan.
3. Sebagai masukan ilmu pengetahuan zakat khususnya mengenai zakat
produktif bagi masyarakat.
4. Memberikan sumber pemikiran, tambahan ilmu pengetahuan, dan bahan studi
bagi akademisi terutama bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi Departemen

7
Universitas Sumatera Utara

Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara, serta menjadi rujukan
penelitian selanjutnya.
5. Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan jejang
sarjana.

8
Universitas Sumatera Utara