Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif Terhadap Pemberdayaan Mustahiq di Kota Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teori

2.1.1

Pengertian Zakat
Zakat menurut syara’,

berarti hak yang wajib dikeluarkan dari harta.

Harta yang dikeluarkan menurut syara’, dinamakan zakat karena harta itu akan
bertambah dan memelihara dari kebinasaan (Wahbah, 1995: 83). Selain itu, zakat
menurut syara’ (istilah), adalah nama suatu ibadah wajib yang dilaksanakan
dengan memberikan sejumlah kadar tertentu dari harta milik sendiri kepada orang
yang berhak menerimanya menurut yang ditentukan syariat Islam (Kartika, 2006:
10).
Zakat


dalam

pelaksanaannya

dapat

diartikan

sebagai

sebuah

mekanisme yang mampu mengalirkan kekayaan yang dimiliki oleh kelompok
masyarakat mampu (the have) kepada kelompok masyarakat yang tidak
mampu

(the

have not).


Zakat

juga

bertindak

sebagai

pendistribusian

pendapatan dari wajib zakat (muzakki) kepada penerima zakat (mustahiq).
Zakat merupakan instrumen utama pengentasan

kemiskinan

dalam

ajaran


Islam. Abu Zahrah (dalam Garry, 2011: 38) menyatakan sesungguhnya zakat,
sejak semula, diwajibkan untuk mengatasi kemiskinan.

9
Universitas Sumatera Utara

2.1.2

Landasan Hukum Zakat
Kata Zakat dalam bentuk ma’rifah (definisi) disebut tiga puluh kali di

dalam Quran, di antaranya dua puluh tujuh kali disebutkan dalam satu ayat
bersama salat. Sebagian ahli mengatakan terdapat 82 kali kata zakat disebutkan di
Quran. Hal ini menunjukkan bahwa perintah untuk melaksanakan zakat sangat
wajib dilaksanakan bagi golongan yang mampu (muzakki). Berikut beberapa
landasan hukum zakat baik dari ajaran Islam maupun hukum negara yang telah
ditetapkan sebagai berikut:
1. Al-Qur’an
a. At - Taubah : 10
Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu

membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka,
sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka dan
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
b. Al - Baqarah : 43
Artinya : “Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta
orang-orang yang rukuk.”
c. Al - An’am : 141
Artinya : “Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan
yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam
buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak

10
Universitas Sumatera Utara

sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia
berbuah, dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan
dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
2. As - Sunah
Hadis diriwayatkan oleh Bukhari (No. 7) dan Muslim (No. 20) dari Abdullah

bin Umar, Rasulullah Saw. bersabda, “Islam didirikan atas lima sendi,
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji ke baitullah dan berpuasa di bulan
Ramadhan.”
Rasulullah Saw. bersabda, “Ajaklah mereka kepada syahadah (persaksian)
tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa aku adalah
utusan Allah. Jika mereka mentaatinya, maka beritahukanlah bahwa Allah
mewajibkan atas mereka shalat lima waktu sehari semalam. Dan jika mereka
telah mena’atinya, maka beritahukanlah bahwa Allah telah mewajibkan atas
mereka shadaqah (zakat) dari harta mereka yang diambil dari orang-prang
kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang faqir mereka.” (HR. Bukhari
No. 1308)
3. Ijma’
Kewajiban membayar zakat juga diperkuat oleh ijma’ para sahabat. Khalifah
Abu Bakar, pada awal pemerintahannya dihadapkan dengan satu masalah
besar yaitu munculnya golongan yang enggan membayar zakat, sedang

11
Universitas Sumatera Utara


mereka mengaku islam.

Berdasarkan ijtihadnya yang didukung sahabat-

sahabat lain, maka tanpa ragu beliau mengambil tindakan tegas yaitu
memerangi golongan pembangkang tersebut.

Dan kewajiban ini terus

berlangsung sampai khalifah-khalifah berikutnya (Asnaini, 2008: 35).
Menurut Muhammad Yusuf (2009: 22), adapun dalil berupa ijma’ulama ialah
adanya

kesepakatan

semua

(ulama)

umat


Islam

disemua

Negara

kesepakatannya bahwa zakat adalah wajib. Landasan hukum zakat menurut
undang-undang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 yang
sebelumnya menggunakan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999.
2.1.3

Syarat Zakat
Syarat wajib zakat ialah sebagai berikut (Wahbah, 1995: 98-114):

1. Merdeka.
Menurut kesepakatan ulama, zakat tidak wajib atas hamba sahaya karena
hamba sahaya tidak mempunyai hak milik. Pada dasarnya, menurut jumhur,
zakat diwajibkan atas tuan karena dialah yang memiliki harta hambanya. Oleh
karena itu, dialah yang wajib mengeluarkan zakatnya, seperti halnya harta

yang berada di tangan syarik (partner) dalam sebuah usaha perdagangan.
2. Islam.
Menurut ijma’, zakat tidak wajib atas orang kafir karena zakat merupakan
ibadah mahdhah yang suci sedangkan orang kafir bukan orang yang suci.
Mazhab Syafi’i, berbeda dengan mazhab-mazhab lainnya, yang mewajibkan

12
Universitas Sumatera Utara

orang murtad yang mengeluarkan zakat hartanya sebelum riddahnya terjadi,
yakni harta yang dimilikinya ketika dia masih menjadi seorang muslim.
3. Baligh dan Berakal.
Keduanya di pandang sebagai syarat oleh Mahzab Hanafi. Dengan demikian,
zakat tidak wajib di ambil dari harta anak kecil dan orang gila sebab keduanya
tidak termasuk dalam ketentuan orang yang wajib mengerjakan ibadah seperti
shalat dan puasa. Sedangkan menurut Jumhur, keduanya bukan merupakan
syarat. Oleh karena itu zakat wajib di keluarkan oleh anak kecil dan orang
gila. Zakat tersebut dikeluarkan oleh walinya.
4. Harta yang dikeluarkan adalah harta yang wajib dizakati.
Harta yang mempunyai kriteria ini ada lima jenis, yaitu: a) uang, emas, perak,

baik berbentuk uang logam maupun uang kertas; b) barang tambang dan
barang temuan; c) barang dagangan; d) hasil tanaman dan buah-buahannya;
dan e) menurut jumhur, binatang ternak yang merumput sendiri atau menurut
Mazhab Maliki, binatang yang diberi makan oleh pemiliknya. Harta yang
dizakati disyaratkan produktif, yakni berkembang sebab salah satu makna
zakat adalah berkembang dan produktivitas tidak dihasilkan kecuali dari
barang-barang yang produktif. Menurut jumhur, maksud berkembang disini
ialah bahwa harta tersebut disiapkan untuk dikembangkan, baik melalui
perdagangan maupun diternakkan (jika berupa binatang).

13
Universitas Sumatera Utara

5. Harta yang dizakati telah mencapai nisab atau senilai dengannya.
Maksudnya ialah nisab yang ditentukan oleh syara’ sebagai tanda kayanya
seseorang dan kadar-kadar yang mewajibkannya zakat.
6. Harta yang dizakati adalah milik penuh.
Mazhab Hanafi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan harta milik ialah
harta yang dimiliki secara utuh dan berada di tangan sendiri yang benar-benar
dimiliki. Mazhab Maliki berpendapat bahwa yang dimaksud dengan harta

yang dimiliki secara utuh ialah harta yang dimiliki secara asli dan hak
pengeluarannya berada di tangan pemiliknya. Mazhab Syafi’i berpendapat
bahwa yang dimaksud dengan harta yang dimiliki secara penuh ialah harta
yang dimiliki secara asli, penuh dan ada hak untuk mengeluarkannya.
Mazhab Hambali berpendapat bahwa harta yang dizakati harus merupakan
harta yang dimiliki secara asli dan bisa dikeluarkan sesuai dengan keinginan
pemiliknya.
7. Kepemilikian harta telah mencapai setahun, menurut hitungan tahun
qamariyah.
Pendapat ini berdasarkan hadis Nabi saw. yang diriwayatkan dari ‘Ali oleh
Abu Dawud, yaitu: “Tidak ada zakat dalam suatu harta sampai umur
kepemilikannya mencapai setahun.” (HR. Abu Daud No. 1342)

14
Universitas Sumatera Utara

8. Harta tersebut bukan merupakan harta hasil utang.
Menurut pendapat yang paling sahih, adapun hutang yang tidak berkaitan
dengan hak para hamba, seperti hutang nazar,


kafarat, dan haji, tidak

mencegah kewajiban zakat. Begitu juga hutang tidak mencegah kewajiban
sepersepuluh (untuk tanaman dan buah-buahan) kewajiban, pajak dan kafarat.
9.

Harta yang akan dizakati melebihi kebutuhan pokok.

2.1.4

Jenis-Jenis Zakat

2.1.4.1 Zakat Fitrah
Zakat ini wajib dikeluarkan seusai bulan Ramadhan sebelum shalat ‘Id,
sedangkan bagi orang yang mengeluarkan zakat fitrah setelah dilaksanakan sholat
‘Id maka apa yang ia berikan bukanlah termasuk zakat fitrah tetapi merupakan
sedekah, hal ini sesuai dengan Hadis Nabi SAW dari Ibnu Abbas, ia berkata,
“Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah itu sebagi pembersih bagi orang yang
berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perkataan yang kotor dan sebagai makanan
bagi orang miskin. Karena itu, barang siapa mengeluarkannya sesudah sholat
maka dia itu adalah salah satu shadaqoh biasa (Hadis Abu Daud dan Ibnu Majah)
(Kartika, 2007: 22).
Adapun jenis makanan yang wajib dikeluarkan sebagai bentuk zakat fitrah
adalah makanan pokok bagi orang yang mengeluarkan zakat fitrah atau makanan
pokok di daerah tempat berzakat fitrah seperti beras, jagung, tepung sagu, dan
sebagainya. Banyaknya zakat fitrah untuk perorangan satu Sha’ (2,5 kg/3,5 liter)

15
Universitas Sumatera Utara

dari bahan makanan untuk membersihkan puasa dan mencukupi kebutuhan orangorang miskin di hari raya Idul Fitri (Kartika, 2007: 22)
Menurut Yusuf Qardhawi ada dua hikmah zakat fitrah, ialah sebagai
berikut (Kartika, 2007: 22-23):
1. Membersihkan

kotoran

selama

menjalankan

puasa,

karena

selama

menjalankan puasa seringkali orang terjerumus pada perkataan dan perbuatan
yang tidak ada manfaatnya serta melakukan perbuatan-perbuatan yang
dilarang oleh Allah.
2. Menumbuhkan rasa kecintaan kepada orang-orang miskin dan orang-orang
yang membutuhkan. Dengan memberi zakat fitrah kepada orang-orang miskin
dan orang-orang yang membutuhkan akan membawa mereka kepada
kebutuhan dan kegembiraan, bersuka cita pada hari raya.
Adapun tempat mengeluarkan zakat fitrah yang lebih diutamakan zakat
fitrah dikeluarkan di tempat muzakki tinggal dan berpuasa, sedangkan jika dia
puasa Ramadhan di luar negeri karena perjalanan atau lainnya maka dia
mengeluarkan zakat fitrah di negeri tempat dia berpuasa. Pembayaran zakat fitrah
dapat dipindahkan ke tempat atau daerah lain jika penduduk di tempat atau daerah
tersebut amat memerlukannya dibandingkan dengan penduduk di tempat atau
daerah pemberi zakat (Kartika, 2007: 24).

16
Universitas Sumatera Utara

2.1.4.2 Zakat Maal (Harta)
Maal (harta) menurut bahasa ialah segala sesuatu yang diinginkan sekali
oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya, sedangkan maal (harta)
menurut hukum Islam adalah segala sesuatu yang dapat dipunyai (dikuasai) dan
dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut kebiasaannya (Kartika, 2007: 24).
Zakat harta/zakat maal ialah zakat yang dikenakan atas harta (maal) yang
dimiliki oleh seorang atau lembaga dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan. Macam-macam harta yang wajib dikeluarkan zakatnya
adalah (Kartika, 2007: 25):
1. Emas, Perak, dan Uang (Simpanan)
Semua ulama sepakat bahwa harta yang berupa emas dan perak dikeluarkan
zakatnya, karena secara syariat Islam memandang emas dan perak potensial
hidup dan berkembang.

Nisab zakat emas adalah 20 dinar, yakni setara

dengan 85 gram emas murni, sedangkan untuk nishab zakat perak adalah 200
dirham, yaitu setara dengan 672 gram perak. Zakat tidak diwajibkan pada
emas, kecuali jika sudah mencapai 20 mitsqal (biji). Begitu pula zakat tidak
wajib dikeluarkan pada perak, kecuali jumlahnya sudah mencapai nilai 200
dirham, artinya jika seseorang telah memiliki emas atau perak yang nilainya
telah mencapai nisabnya dan telah memiliki selama satu tahun maka sudah
terkena kewajiban membayar zakat sebesar 2,5%, sesuai dengan Hadis Nabi
Saw., “Apabila kamu telah memiliki 200 dirham (perak) dan telah mengalami
ulang tahun (haul), maka zakatnya 5 dirham. Dan kamu tidak mempunyai

17
Universitas Sumatera Utara

apa-apa (mengenai emas) sehingga kamu telah memiliki 20 dinar dan telah
mengalami ulang tahun, maka zakatnya ½ dinar.

Jika lebih, maka

diperhitungkanlah seperti itu” (HR. Abu Daud dari Ali Bin Abi Thalib ra No.
1343). Pada hadis lain yang diriwayatkan oleh Ibn Majah dari Aisyah bahwa
Rasulullah Saw. mengambil setiap duapuluh dinar setengah dinar dan setiap
empat puluh dinar satu dinar (Abdul, 2006: 34).
Menurut Yusuf Qardawi (1996) dalam bukunya Hukum zakat, jika perhiasan
yang khusus untuk pemakaian yang mubah seperti perhiasan perempuan yang
tidak berlebih-lebihan dan cincin perak seorang laki-laki maka tidak wajib
dikeluarkan zakatnya karena perhiasan tersebut tidak merupakan harta yang
berkembang (Qardawi, 1996: 296). Namun jika perhiasan tersebut melebihi
batas kewajaran maka harus dibayar zakatnya karena kepemilikan perhiasan
sama dengan menimbun dan menyimpan sesuatu harta. Begitu juga dengan
perhiasan emas yang dipakai atau dimiliki oleh lelaki wajib dibayar zakatnya
sebab haram bagi dirinya, sementara cincin perak tidak dikenakan kewajiban
zakat karena halal dipakai oleh lelaki. Banyaknya zakat untuk perhiasan
emas dan perak adalah 2,5%.
Untuk segala macam bentuk simpanan uang seperti tabungan, deposito, cek,
obligasi, saham atau surat berharga lainnya termasuk dalam kategori
penyimpanan emas dan perak, sehingga penetapan nishab dan besarnya zakat
disetarakan dengan ketentuan zakat pada emas dan perak.

Artinya jika

seseorang memiliki bermacam-macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya

18
Universitas Sumatera Utara

lebih besar atau sama dengan nishab (85 gram emas/672 gram perak) maka ia
telah terkena kewajiban zakat (2,5%).
2. Hasil Pertanian
Hasil pertanian yang dikenakan zakat adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau
tanaman yang bernilai ekonomis seperti padi, biji-bijian, umbi-umbian, sayursayuran, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, daun-dauanan, dan
kacang-kacangan.

Nisabnya telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw. dalam

hadis beliau, “Harta yang kurang dari lima awsaq (hitungan berat) tidak
diwajibkan untuk mengeluarkan sedekah.” (HR. Muttafaq Alaih: Bukhari
No. 1366 dan Muslim No. 1629). Satu wasq sama dengan 60 sha’. Lima
awwaq senilai dengan 300 Sha’ sama dengan 900 kam atau 653 kam atau 653
kg gabah/520 kg beras.

Jika hasil pertanian merupakan makanan pokok

seperti beras, jagung, gandum, kurma, dan lain-lain maka nishabnya setara
dengan 653 kg gabah/ 520 kg beras dari hasil pertanian tersebut, tetapi jika
jasil pertanian berupa buah-buahan, sayur-saturan, daun, bunga, dan lain-lain
maka nishabnya disetarakan dengan harga nishab makanan pokok yang paling
utama di Negara yang bersangkutan.
Dalam sistem pertanian saat ini komponen biaya yang dikeluarkan oleh petani
tidak hanya sekedar air tetapi biaya-biaya lain sperti insektisida, pupuk,
perawatan, dan lain-lain. Oleh karena itu, kadar zakat yang wajib dilkeluarkan
berbeda-beda mengikuti sistem yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
air.

Apabila pengairannya dilaksanakan tanpa mengeuarkan pembiayaan,

19
Universitas Sumatera Utara

kadar zakat yang wajib dikeluarkan adalah 10%; jika pengairannya
dilaksanakan

dengan

mengeluarkan

biaya

yang

tinggi,

seperti

mengikutsertakan tenaga manusia untuk mengarut sirkulasi airnya dengan
menggunakan peralatan atau harus membeli air, kadar zatnya adalah 5 %; jika
pengairan dilaksanakan dengan menggunakan kedua sistem tersebut maka
kadar zakatnya adalah 7,5%; jika sistem pengairannya tidak diketahui maka
kadar zakat yang wajib dikeluarkan sebanyak 10%.
Sebagian para ulama berpendapat bahwa wajib zakat hasil pertanian adalah
hari ketika hasil pertanian tersebut dipanen. Seperti firman Allah Swt., Dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada
fakir miskin). (QS AL-An’am [6] : 14) (Abdul, 2006: 40 ).
3. Hasil Perternakan
Hasil peternakan yang dimaksud adalah binatang ternak yang meliputi
kambing/domba/biri-biri, sapi/kerbau/kuda, dan unta.

Syaratnya adalah:

sampai nisab, telah dimiliki satu tahun, digembalakan (diurus sepanjang tahun
untuk memperoleh susu, bibit baru, pembiakan dan dagingnya), dan tidak
dipekerjakan (Qardawi, 1996: 170).
a. Nisab Kambing/Domba/Biri-biri.
Nisab kambing/domba/biri-biri adalah 40 ekor, artinya jika jumlahnya
sudah mencapai 40 ekor maka wajib dikeluarkan zakatnya dan jika
jumlahnya belum mencapai 40 ekor maka tidak wajib mengeluarkan
zakatnya. Berikut nisab zakat kambing/domba/biri-biri berdasarkan hadis

20
Universitas Sumatera Utara

Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh HR. Bukhari (No. 1362) dari
Anas bin Malik:


Dari jumlah 40 – 120 ekor, zakatnya satu ekor kambing;



Dari jumlah 121 – 200 ekor, zakatnya dua ekor kambing;



Dari jumlah 201 – 300 ekor, zakatnya tiga ekor kambing;



Selanjutnya, setiap pertambahan 100 ekor, zakatnya satu ekor
kambing.

b. Nisab Sapi/Kerbau/Kuda
Nisab kerbau dan kuda disetarakan dengan nisab sapi, yaitu 30 ekor.
Berikut nisab zakat sapi/kerbau/kuda berdasarkan hadis Rasulullah Saw.
yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi (No. 565) dan Abu Daud (No. 1345)
dari Muadz bin Jabbal ra :


Jumlah 30 – 39 ekor, zakatnya 1 ekor tabii’, yaitu sapi betina atau
jantan yang berumur setahun lebih;



Jumlah 40 – 59 ekor, zakatnya 1 ekor musinnah, yaitu sapi betina atau
jantan yang berumur dua tahun lebih;



Jumlah 60 – 69 ekor, zakatnya 2 ekor sapi betina atau jantan tabii’;



Jumlah 70 – 79 ekor, zakatnya 1 ekor sapi betina musinnah dan 1 ekor
sapi jantan tabii’;



Jumlah 80 – 89 ekor, zakatnya 2 ekor sapi betina musinnah;



Jumlah 90 – 99 ekor, zakatnya 3 ekor sapi jantan tabii’;



Jumlah 100 – 119 ekor, zakatnya 1 ekor sapi betina tabii’ dan 2 ekor
sapi musinnah;

21
Universitas Sumatera Utara



Jumlah 120 – 129 ekor, zakatnya 4 ekor sapi betina tabii’ dan 3 ekor
sapi musinnah;



Jumlah 130 ekor, zakatnya 3 ekor sapi betina, tabii’ atau 4 ekor sapi
musinnah;



Selanjutnya setiap penambahan 30 ekor, zakatnya satu ekor tabii’, dan
setiap ada tambahan 40 ekor, zakatnya 1 ekor sapi musinnah.

c. Nisab Unta
Nisab unta yaitu 5 ekor. Apabila belum mencapai jumlah tersebut maka
tidak wajib mengeluarkan zakat. Berikut nisab zakat unta (Abdul, 2006:
37) :


5 – 9 ekor, zakatnya satu ekor domba/kambing;



10 – 14 ekor, zakatnya dua ekor domba/kambing;



15 – 19 ekor, zakatnya tiga ekor domba/kambing;



20 – 24 ekor, zakatnya empat ekor domba/kambing;



25 – 35 ekor, zakatnya satu ekor Binta Makhad, yaitu unta betina yang
berumur 1 tahun masuk tahun ke-2 atau Ibn Labun, yaitu unta jantan
yang berumur 2 tahun masuk tahun ke-3;



36 – 45 ekor, zakatnya satu ekor Binta Labun, yaitu unta betina yang
berumur 2 tahun masuk tahun ke-3;



46 – 60 ekor, zakatnya satu ekor Hiqqah, yaitu unta yang berumur 3
tahun masuk tahun ke-4;



61 – 75 ekor, zakatnya satu ekor Jaz’ah, yaitu unta yang berumur 4
tahun masuk tahun ke-5;



76 – 90 ekor, zakatnya dua ekor Bintan Labun;

22
Universitas Sumatera Utara



91 – 120 ekor, zakatnya dua ekor Hiqqah;



Selanjutnya, para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah unta yang
lebih dari 120 ekor.

d. Nisab Ternak Unggas (Ayam, Bebek, Burung, dan Lain-Lain) dan
Perikanan
Nisab zakat ternak unggas tidak sama dengan nisab kambing, sapi,
ataupun unta sebab zakat ini dihitung berdasarkan skala usahanya. Nisab
zakat ternak unggas dan perikanan ialah setara dengan 85 gram emas maka
berkewajiban

mengeluarkan

zakat

sebesar

2,5%

sehingga

dapat

digolongkan ke dalam zakat perniagaan.
4. Hasil Perniagaan
Harta perdagangan adalah semua yang dapat diperjualbelikan dalam rangka
mendapatkan keuntungan baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian,
makanan, hewan ternak, mobil, perhiasan, dan lain-lain yang diusahakan oleh
perseorangan maupun oleh usaha persekutuan seperti CV, firma, koperasi,
yayasan, perseroan terbatas, dan sebagainya. Syarat wajibnya yaitu, sudah
berlalu masanya setahun, berjumlah minimal tertentu atau sampai senisab,
bebas dari hutang, dan lebih dari kebutuhan pokok (Qardawi, 1996: 314).
Nisab harta perdagangan/perniagaan yaitu 2,5% atau 1/40.

Tahun

perdagangan/perniagaan dihitung dari mulai berniaga. Pada tiap-tiap akhir
tahun dihitung, apabila cukup satu nisab maka wajib dibayarkan zakatnya.
Harta perniagaan/perdagangan yang wajib dizakati adalah kekayaan dalam
bentuk uang, uang tunai atau simpanan di bank, dan piutang. Bentuk-bentuk

23
Universitas Sumatera Utara

harta tersebut setelah dikurangi dengan kewajibannya seperti pajak dan hutang
yang harus dibayar ketika jatuh tempo, maka wajib dikeluarkan zakatnya.
5. Hasil Tambang (Ma’din)
Menurut syara’, ma’din adalah benda-benda yang telah diciptakan oleh Allah
di dalam bui seperti emas, perak, tembaga, timah, intan, minyak, belerang, ter,
batu bara, kapur, dan sebagainya. Kewajiban untuk menunaikan zakat pada
barang-barang tambang iadalah setiap barang itu selesai diolah dan tidak perlu
berlaku satu tahun asalkan telah mencapai nisab. Nisab pada barang-barang
tambang sama dengan emas (85 gram) dan perak (672 gram), sedangkan
kadarnya pun sama, yaitu 2,5%.
6. Barang Temuan (Rikaz)
Tiap-tiap orang yang mendapat harta rikaz, yaitu harta milik orang-orang
dahulu kala yang ditanam di dalam tanah dan wajib dikeluarkan zakatnya pada
ketika itu juga. Hadis Rasulullah Saw. ketika ditanya tentang barang temuan
dan beliau menjawab, “apabila ditemukan pada jalan yang ramai atau pada
daerah yang berpenghuni maka umumkanlah selama satu tahun.

Jika

pemiliknya datang maka harta itu menjadi haknya, jika pemiliknya tidak ada
maka menjadi milikmu. Tetapi, jika harta itu ditemukan pada jalan mati
(tanah yang tidak bertuan) atau daerah tak berpenghuni maka barang temuan
tersebut tahanlah dan juga pada rikaz wajib dikeluarkan seperlima (20%)”
(HR. Nasaai No. 2448).

24
Universitas Sumatera Utara

7. Zakat Profesi
Zakat profesi memang belum familiar dalam khazanah keilmuan Islam klasik.
Maka dari itu, hasil profesi dikategorikan sebagai jenis harta wajib zakat
berdasarkan kias (analogi) atas kemiripan (syabbah) terhadap karakteristik
harta zakat yang telah ada, yakni: (1) model memperoleh harta penghasilan
(profesi) mirip dengan panen (hasil pertanian), sehingga harta ini dapat
dikiaskan pada zakat pertanian berdasarkan nisab (653 kg gabah kering giling
atau setara dengan 522 kg beras) dan waktu pengeluaran zakatnya (setiap kali
panen), (2) model harta yang diterima sebagai penghasilan berupa uang,
sehingga jenis harta ini dapat dikiaskan pada zakat harta (simpanan atau
kekayaan) berdasarkan kadar zakat yang harus dibayarkan, yaitu 2,5%
(http://zakat.or.id)
8. Zakat Saham dan Obligasi
Jika suatu lembaga yang berkaitan telah membayar zakat sahamnya
sebagaimana yang telah ditentukan dalam zakat perniagaan, pemilik saham
tidak lagi wajib mengeluarkan zakat sahamnya, sebab untuk mencegah agar
tidak terjadi pengeluaran zakat 2 kali. Apabila lembaga tidak mengeluarkan
zakatnya maka pemilik saham berkewajiban membayar zakat dengan cara
sebagai berikut:
a. Jika pemilik saham memperjualbelikan sahamnya maka kadar zakatnya
2,5% dari harga pasar yang sah pada waktu zakat dikeluarkan;

25
Universitas Sumatera Utara

b. Jika pemilik saham mengambil sahamnya hanya untuk mendapatkan zakat
keuntungan (tahun sahamnya) maka pembayaran zakatnya :


Jika bisa mengetahui kadar harga yang ditentukan bagi setiap saham
dari jumlah keseluruhan aset diwajibkan membayar 2,5% dari nilai
saham;



Jika pemilik tidak dapat mengetahui jumlah asetnya hendaknya
menggabungkan keuntungan saham tersebut dengan kekayaan lainnya
dalam hitungan haul dan nisab 2,5%. Dengan demikian ia bebas dari
segala tanggungan.

Menurut syarat Islam, jual beli obligasi diharamkan karena ada unsur riba.
Walaupun begitu pemiliknya tetap memiliki kewajiban membayar zakat dari
total nominal obligasi yang dimilikinya.

Caranya adalah dengan

menggabungkan kekayaan-kekayaan yang lain dalam perhitungan nisab dan
haul, kemudian membayar 2,5% jumlah keseluruhannya tanpa bunga.
9.

Rezeki Tidak Terduga dan Undian (Kuis) Berhadiah
Harta kekayaan yang diperoleh sebagai rezeki tidak terduga atau memperoleh
hadiah dari suatu undian/kuis berhadiah yang tidak memiliki unsur judi,
merupakan salah satu alas an terjadinya kepemilikan harta yang diqiyaskan
dengan rikaz. Berdasarkan kesepakatan ulama, jika suatu hadiah mencapai
nisab, yaitu setara 85 gram emas maka kewajiban atas hadiah yang
diperolehnya itu dengan membayar zakat yang besarnya 2,5 %, sedangkan

26
Universitas Sumatera Utara

waktu pembayarannya pada saat menerima hadiah tersebut setelah dikurangi
biaya atau pajak.
2.1.5

Golongan yang Berhak Menerima Zakat (Mustahiq)
Bedasarkan firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 60, Sayid

Muhammad Rasyid Ridha membagi 8 golongan yang berhak menerima zakat
dalam dua bagian (Asnaini, 2008: 47-48):
1. Kepada individu-individu. Dalam bagian ini ada 6 kelompok yang berhak
menerima zakat:
a. Golongan fakir yang terlantar dalam kehidupan karena ketiadaan alat dan
syarat-syaratnya, maksudnya adalah kebutuhan pokoknya tidak mencukupi
atau tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi kehidupannya.
b. Golongan miskin yang tidak berpunya apa-apa. Orang yang kehidupannya
dalam keadaan kekurangan.
c. Golongan para pegawai zakat, yang bekerja untuk mengatur pemungutan
dan pembagian zakat.
d. Golongan orang-orang yang perlu dihibur hatinya, yang memerlukan
bantuan materi atau keuangan untuk mendekatkan hatinya kepada Islam.
Golongan ini disebut juga mu’allaf. Tujuan diberikan zakat adalah untuk
memantapkan keislaman mereka, disamping mendorong orang-orang
selain mereka agar mengikuti jejaknya.

27
Universitas Sumatera Utara

e. Golongan orang-orang yang terikat oleh hutang (Gharimin), yang tidak
menyanggupi untuk membebaskan dirinya dari hutang itu. Adapun hutang
yang dimaksud ialah hutang yang mubah, bukan termasuk maksiat, dan
untuk kepentingan umat Islam.
f. Golongan orang-orang yang terlantar dalam perjalanan (Ibnu al-Sabil),
yang memerlukan bantuan ongkos untuk kehidupan dan kediamannya dan
untuk pulang ke daerah asalnya dan bukan dalam perjalan maksiat.
2. Kepada kepentingan umum dari masyarakat dan negara.

Mereka berhak

menerima zakat:
a. Untuk pembebasan dan kemerdekaan, bagi masing-masing diri (individu)
atau bagi sesuuatu golongan atau sesuatu bangsa, yang dinamakan fi alriqab.
b. Untuk segala kepentingan, masyarakat dan negara, bersifat pembangunan
dalam segala lapangan atau pembelaan perjuangan yang dinamakan fi
sabili Allah.
2.1.6

Tujuan Zakat
Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh Islam di balik kewajiban

zakat adalah sebagai berikut (Kartika, 2007: 12):
1. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya ke luar dari kesulitan
hidup dan penderitaan.

28
Universitas Sumatera Utara

2. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh gharim, ibnu sabil
dan mustahiq dan lain-lainnya.
3. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesame umat Islam dan
manusia pada umumnya.
4. Menghilangkan sifat kikir pemilik harta kekayaan.
5. Membersihkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang
miskin.
6. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam
suatu masyarakat.
7. Mengembangkan rasa tanggung jawab social pada diri seseorang, terutama
pada mereka yang mempunyai harta.
8. Mendidik manusia untuk berdisplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan
hak orang lain yang ada padanya.
9. Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial.
2.1.7

Lembaga Pengelola Zakat
Dalam surah at-Taubah ayat 60 terkandung makna bahwa terdapat delapan

golongan yang berhak menerima zakat, salah satunya adalah golongan amil zakat
atau orang-orang yang bertugas mengurusi zakat. Sedangkan dalan surah atTaubah ayat 103 menjelaskan bahwa zakat itu diambil (dijemput) dari orangorang yang wajib mengeluarkan zakat (muzakki) untuk kemudian diberikan
kepada orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahiq).

Pihak yang

29
Universitas Sumatera Utara

menjemput atau mengambil zakat itu yang dinamakan petugas zakat atau amil.
Hal tersebut menguatkan bahwa keberadaan petugas zakat atau amil zakat sangat
penting dalam pengumpulan dan pendistribusian zakat. Petugas zakat atau amil
zakat umumnya berbentuk organisasi, badan, atau lembaga dalam menjalankan
tugasnya.

Menurut Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri

Agama nomor 29 Tahun 1991 / 47 Tahun 1991 tentang pembinaan Badan Amil
Zakat, Infaq dan Shadaqoh, pada pasal 6 bahwa fungsi utama lembaga pengelola
zakat adalah sebagai wadah pengelola, penerima, pengumpulan, penyaluran dan
pendayaguna zakat, infaq dan shadaqoh dalam rangka peningkatan kesejahteraan
masyarakat sebagai wujud partisipasi umat Islam dalam pembangunan nasional
serta

sebagai

pembinaan

dan

pengembangan

swadaya

masyarakat

(www.cakzainul.blogspot.com).
Menurut UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, lembaga
pengelola zakat di Indonesia terbagi atas dua yakni:
1.

Badan Amil Zakat (BAZ)
BAZ merupakan badan/lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh
pemerintah dimana kepengurusannya terdiri atas unsur masyarakat dan
pemerintah. Badan Amil Zakat (BAZ) di tingkat nasional disebut dengan
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang tugasnya mengelola zakat
secara nasional.

Dalam menjalankan tugasnya, BAZNAS dibantu oleh

beberapa BAZNAS tingkat provinsi dan BAZNAS tingkat kabupaten/kota.
Selain itu BAZNAS juga membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang

30
Universitas Sumatera Utara

berada

di

berbagai

kantor/instansi

pemerintah

untuk

memudahkan

pengumpulan zakat terutama pada pegawai pemerintahan dalam menunaikan
zakat.
2. Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Lembaga Amil Zakat atau LAZ (Garry, 2011) adalah institusi pengelolaan
zakat yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat yang bergerak dibidang
da'wah, pendidikan, sosial atau kemaslahatan umat Islam, dan dikukuhkan,
dibina dan dilindungi oleh pemerintah. Kegiatan LAZ adalah mengumpulkan,
mendistribusikan dan mendayagunakan dana

zakat

dari

masyarakat.

Lembaga Amil Zakat yang dibentuk oleh Ormas Islam, Yayasan dan atau
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bertaraf nasional dan beroperasi
secara nasional, dikukuhkan dengan Keputusan Menteri Agama.

Selain

Lembaga Amil Zakat tingkat pusat atau yang beroperasi di tingkat nasional,
terdapat pula LAZ yang didirikan swadaya oleh masyarakat dan tidak terdaftar
di Kementrian Agama.
2.1.8

Zakat dalam Perspektif Sosial Ekonomi
Keadilan sosial ekonomi menekankan adanya keseimbangan dalam

ekonomi dan terbebasnya dari berbagai bentuk kepincangan sosial yang
berpangkal dari kepincangan ekonomi. Zakat merupakan sub sistem keadilan
sosial ekonomi yang ditegakkan oleh ajaran al-Qur’an, baik dilihat dari perspektif
keadilan Tuhan maupun keadilan sosial ekonomi. Zakat sebagai instrumen dari
sistem keadilan diartikan memberikan kepada seseorang apa yang menjadi

31
Universitas Sumatera Utara

haknya, maka keadilan sosial dapat diartikan memberikan kepada masyarakat apa
yang menjadi haknya atas dasar kepatutan dan keseimbangan (Qadir, 2001: 151152).
Pelaksanaan zakat dilakukan dengan mentransfer kekayaan golongan kaya
ke golongan yang membutuhkan sehingga harta/kekayaan yang ditransferkan
tersebut dapat digunakan oleh golongan yang membutuhkan untuk dikonsumsi
dan atau diproduksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa zakat selain merupakan
pelaksanaan ibadah kepada Allah tapi juga mempunyai arti ekonomi.
Dalam perspektif sosial ekonomi, pelaksanaan zakat yang tepat dapat
memperkecil gap antara golongan kaya dengan golongan miskin, memakmurkan
dan memberdayakan golongan miskin, mengurangi kemiskinan yang kemudian
berdampak kepada keseimbangan ekonomi sehingga dapat mencegah terjadinya
kecemburuan dan kerawanan sosial dalam masyarakat.
2.1.9

Pengaruh Zakat Terhadap Perekonomian
Sebagaimana diketahui bahwa pengaruh zakat sangat signifikan dalam

mengentaskan kemiskinan. Akan tetapi, sesungguhnya maksud dan tujuan zakat
tidak terbatas pada pengentasan kemiskinan dengan memberikan bantuan yang
mendesak dan juga berkesinambungan, melainkan memperluas kepemilikan
dengan memperbanyak volume kepemilikan dan juga megubah orang-orang
miskin menjadi orang yang berkecukupan seumur hidup. Selain itu, zakat dapat
merubah dan meningkatkan perekonomian masyarakat kecil sebgaimana

32
Universitas Sumatera Utara

seseorang pedagang yang mampu memiliki toko dan segala hal yang berkaitan
dengan pekerjaannya (Qardawi, 2005: 77).
Zakat dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk modal bagi usaha kecil.
Dengan demikian, zakat memiliki pengaruh yang sangat besar dalam berbagai hal
kehidupan umat, di antaranya adalah pengaruh dalam bidang ekonomi. Pengaruh
zakat yang lainnya adalah terjadinya pembagian pendapatan secara adil kepada
masyarakat Islam. Dengan kata lain, pengelolaan zakat secara profesional dan
produktif dapat ikut membantu perekonomian masyarakat lemah dan membantu
pemerintah dalam meningkatkan perekonomian negara, yaitu terberdayanya
ekonomi umat (Fajri, 2010: 14).
2.1.10 Pendayagunaan Zakat
Pendayagunaan zakat sangat erat kaitannya dengan pendistribusian zakat
tersebut.

Oleh karena itu, pendistribusian zakat akan berpengaruh terhadap

pendayagunaan zakatnya, semakin tepat pendistribusiannya maka semakin
optimal pendayagunaannya. Secara umum, pendayagunaan zakat dilihat dari segi
distribusinya terbagi atas dua yaitu, distribusi zakat konsumtif dan distribusi zakat
produktif.

Berdasarkan Buku Pedoman Zakat yang diterbitkan Ditjen Bimas

Islam dan Urusan Haji Departemen Agama (2002: 244), pendistribusian zakat
dikategorikan dalam empat bentuk, yaitu (Arief, 2006: 153-154):
1. Distribusi bersifat ‘konsumtif tradisional’, yaitu zakat dibagikan kepada
mustahik untuk dimanfaatkan secara langsung, seperti zakat fitrah yang

33
Universitas Sumatera Utara

diberikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau
zakat mal yang dibagikan kepada para korban bencana alam.
2. Distribusi bersifat ‘konsumtif kreatif’, yaitu zakat diwujudkan dalam bentuk
lain dari barangnya semula, seperti diberikan dalam bentuk alat-alat sekolah
atau beasiswa.
3. Distribusi bersifat ‘produktif tradisional’, di mana zakat diberikan dalam
bentuk berang-barang ang produktif seperti kambing, sapi, alat cukur, dan lain
sebagainya. Pemberian dalam bentuk ini akan dapat menciptakan suatu usaha
yang membuka lapangan kerja bagi fakir miskin.
4. Distribusi dalam bentuk ‘produktif kreatif’, yaitu zakat diwujudkan dalam
bentuk permodalan bergulir, baik untuk pemodalan proyek sosial, seperti
pembangunan sosial, seperti pembangunan sekolah, sarana kesehatan atau
tempat ibadah maupun sebagai modal usaha untuk membantu atau bagi
pengembangan usaha para pedagang atau pengusaha kecil.
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa penyaluran/pendistribusian zakat
konsumtif kurang efektif dalam mengurangi kemiskinan sebab hanya bertahan
dalam jangka pendek sehingga pendayagunaan zakat kurang optimal. Namun
metode penyaluran zakat oleh lembaga atau badan amil zakat semakin
berkembang yaitu metode distribusi zakat produktif.
Pendayagunaan zakat produktif adalah menyalurkan zakat kepada
mustahik secara produktif. Zakat produktif yang didistribusikan tersebut menjadi
modal untuk mengembangkan usahanya tersebut sehingga mustahik dapat

34
Universitas Sumatera Utara

memenuhi kebutuhan hidupnya dalam jangka panjang. Hal ini juga menunjukkan
bahwa pendistribusian zakat produktif sangat efektif dalam meningkatkan
kesejahteraan golongan tidak mampu sehingga dapat mengurangi kemiskinan,
sebab zakat produktif tersebut memberikan manfaat dalam jangka panjang.
Penerapan pendistribusian zakat secara produktif membantu mewujudkan
keadilan dan pengentasan kemiskinan dalam mewujudkan keadilan sosial dan
pertumbuhan ekonomi masyarakat (Qadir, 2001: 163).

Dalam kaitan dengan

pendistribusian zakat yang bersifat produktif, Yusuf Qardawi (1996) berpendapat
bahwa pemerintah

Islam diperbolehkan membangun pabrik-pabrik atau

perusahaan-perusahaan dari uang zakat untuk kemudian kepemilikan dan
keuntungannya bagi kepentingan fakir miskin sehingga akan terpenuhi kebutuhan
hidup mereka sepanjang masa. Peran pemerintah disini dapat digantikan oleh
Badan Amil Zakat dan atau Lembaga Amil Zakat yang kuat, amanah, dan
professional.
Pendayagunaan zakat harus memberikan dampak positif bagi mustahiq,
baik dari segi ekonomi maupun sosial. Dari sisi ekonomi, mustahiq dituntut
untuk dapat hidup layak dan mandiri, sedangkan dilihat dari sisi sosial, mustahiq
dimotivasi untuk dapat hidup sejajar dengan masyarakat lainnya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa zakat tidak hanya bersifat suatu amalan yang didistribusikan
untuk hal-hal konsumtif saja, namun juga untuk kepentingan mustahiq yang
bersifat produktif dan kreatif.

35
Universitas Sumatera Utara

Kekurangan modal bukan merupakan satu-satunya kelemahan golongan
miskin dalam membangun usahanya, tetapi juga kemauan untuk maju, kesiapan
mental, dan kesiapan manajemen usaha. Pada tahap awal pendistribusian zakat
terutama zakat produktif, pihak amil zakat/BAZ/LAZ memberikan pemberdayaan
dalam bentuk pembinaan yaitu mendidik dan mengarahkan mustahik agar
memiliki keinginan untuk maju dan berkembang, kemudian mendampingi
mustahik dalam menjalankan usahanya sehingga kegiatan usahanya tersebut dapat
berjalan dengan baik dan agar para mustahik semakin meningkatkan kualitas
keimanan dan keislamannya (Hafidhuddin, 2002: 149-150).
Pendayagunaan zakat melalui program-program zakat bersifat konsumtif
hanya berlaku dalam jangka pendek, sedangkan program pemberdayaan melalui
distribusi zakat produktif ini harus diutamakan. Makna pemberdayaan dalam arti
yang luas ialah memandirikan mitra, sehingga mitra dalam hal ini mustahiq tidak
selamanya tergantung kepada amil.
2.1.11 Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam
Zakat produktif adalah zakat di mana harta atau dana zakat yang diberikan
kepada para mustahik tidak dihabiskan akan tetapi dikembangkan dan digunakan
untuk membantu usaha mereka, sehingga sengan usaha tersebut mereka dapat
memenuhi kebutuhan hidup secara terus-menerus (Asnaini, 2008: 64). Al-Qur’an,
al-Hadis dan Ijma’ tidak menyebutkan secara tegas tentang cara pemberian zakat
apakah dengan cara konsumtif atau produktif. Dapat dikatakan tidak ada dalil
naqli dan sharih yang mengatur tentang bagaimana pemberian zakat itu kepada

36
Universitas Sumatera Utara

para mustahik. Ayat 60 surat at-Taubah (9), oleh sebagian besar ulama dijadikan
dasar hukum dalam pendistribusian zakat. Namun ayat ini hanya menyebutkan
pos-pos di mana zakat harus diberikan. Tidak menyebutkan cara pemberian zakat
kepada pos-pos tersebut.
Teknik pelaksanaan pembagian zakat bukan sesuatu yang mutlak, akan
tetapi dinamis, dapat disesuaikan dengan kebutuhan di suatu tempat.

Dalam

artian perubahan dan perbedaan dalam cara pembagian zakat tidaklah dilarang
dalam Islam karena tidak ada dasar hukum yang secara jelas menyebutkan cara
pembagian zakat tersebut.
Di Indonesia misalnya, BAZIS DKI Jakarta berdasarkan hasil lokakarya
Zakat, menentukan kebijakan pembagian zakat sebagai berikut (Tim Penelitian
dan Seminar Zakat DKI, 20 Juni 1975):
1. Pembagian zakat harus bersifat edukatif, produktif dan ekonomis, sehingga
pada akhirnya penerima zakat menjadi tidak memerlukan zakat lagi, bahkan
menjadi wajib zakat.
2. Hasil pengumpulan zakat selama belum dibagikan kepada mustahiq dapat
merupakan dana yang bias dimanfaatkan bagi pembangunan, dengan disimpan
dalam bank pemerintah berupa deposito, sertifikat atau giro biasa.
Menurut kiai Sahal (2003) melalui Badan Pengembangan Masyarakat
Pesantren (BPPM) Pati pengelolaan dana zakat kepada kaum fakir miskin melalui
pendekatan kebutuhan dasar bertujuan mengetahui kebutuhan dasar masyarakat
(fakir miskin), sekaligus mengetahui apa latar belakang kemiskinan itu. Apabila

37
Universitas Sumatera Utara

si miskin itu mempunyai keterampilan menjahit, maka diberi mesin jahit, kalau
keterampilannya mengemudi becak, si fakir miskin itu diberi becak. Maka dalam
hal ini, member motivasi kepada masyarakat miskin juga merupakan sesuatu yang
sangat mendasar, agar mereka mau berusaha dan tidak sekedar menunggu uluran
tangan orang kaya. KH Sahal juga melembagakan dana zkat melalui koperasi.
Dana zakat yang terkumpul tidak langsung diberikan dalam bentuk uang.
Mustahik diserahi zakat berupa uang, tetapi kemudian ditarik kembali sebagai
tabungan si miskin untuk keperluan pengumpulan modal. Menurutnya cara ini,
mereka (fakir miskin) dapat menciptakan pekerjaan dengan modal yang
dikumpulkan dari harta zakat.
Begitu pula Dompet Dhuafa Republika sebagai salah satu lembaga zakat
non

pemerintah,

pengembangan

sejak

bulan

pemberdayaan

Desember

zakat

model

1999

telah

kelompok

mengagendakan
dengan

program

Masyarakat Mandiri yang telah dilaksanakan pada awal tahun 2000. Sebagian
dana ZIS yang terkumpul diproduktifkan dengan meninjamkannya kepada sasaran
Masyarakat Mandiri untuk dijaikan modal usaha dan pengembangan usaha bagi
mereka.

Memang belum terlalu tampak hasilnya akan tetapi ini merupakan

langkah awal yang perlu diperhatikan dan ditekuni oleh lembaga zakat khususnya,
karena dengan zakat produktif akan memungkinkan masyarakat lebih merasakan
betapa besarnya makna dan fungsi zakat bagi mereka.
Apa yang telah dilakukan oleh Bazis DKI, BPPM (Pati) dan Dompet
Dhuafa

Republika

Jakarta

adalah

memproduktifkan

dana

zakat.

Memproduktifkan atau membudidayakan zana zakat pada prinsipnya tidaklah

38
Universitas Sumatera Utara

bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam. Khusunya pada pensyari’atan
zakat. Karena zakat produktif akan membuat harta di bumi ini berputar di antara
semua manusia, tidak hanya pda sebagian orang, apalagi di antara orang-orang
kaya saja. Dimana hal ini sangat dilarang dalam Islam, sebagaimana firman Allah
dalam surat al-Hasyr (59) ayat 7 yang artinya: “Apa saja harta rampasan yang
diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka
adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin
dan orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta
itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”
Salah satu tujuan zakat adalah agar harta benda tidak menumpuk pada satu
golongan saja, dinikmati orang-orang kaya sedang orang-orang miskin larut
dengan ketidakmampuannya dan hanya menonton saja. Dalam berbagai bidang
kehidupan fakir miskin harus diperhitungkan dan diikutsertakan apalagi jumlah
mereka tidaklah sedikit. Di bidang ekonomi, sosial, pendidikan dan lainnya, agar
tidak terjadi gejolak ekonomi, kesenjangan sosial dan masyarakat yang
terbelakang karena kebodohan dan rendahnya tingakt pendidikan mayarakat.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan melaksanakan zakat produktif.
Karena bila zakat selalu atau semuanya diberikan dengan cara konsumtif, maka
bukannya mengikutsertakan mereka tetapi malah membuat mereka malas dan
selalu berharap kepada kemurahan hati si kaya, membiasakan mereka tangan di
bawah, meminta dan menunggu belas kasihan. Padahal ini sangat tidak disukai
dalam ajaran Islam.

39
Universitas Sumatera Utara

Islam sangat menganjurkan supaya umatnya berusaha agar dapat
melaksanakan ajaran agama dengan baik, termasuk dapat membayar zakat, infak
dan sedekah serta ibadah-ibadah lain yang dalam pelaksanaannya diperlukan
biaya atau dana dan kemampuan secara materil.

Anjuran berusaha ini

sebagaimana terkandung dalam surat al-Mulk (67) ayat 15 yang artinya: “Dialah
yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala
penjurunya dan amaknlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah
kamu (kembali setelah) dibangkitkan” dan dalam surat al-Jumu’ah (62) ayat 10
yang artinya: “Maka apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu
di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
supaya kamu beruntung.”
Perintah “berjalanlah ke segala penjurunya” dan “bertebaranlah kamu di
muka bumi” adalah perintah untuk berusaha dan bekerja. Anjuran berusaha inilah
hendaknya diiringi dengan bantuan dan pertolongan modal untuk berusaha atau
mengembangkan usaha mereka karena sudah pasti yang namanya fakir miskin
tidak memiliki kemampuan yang lebih untuk membiayai usaha yang dapat
menjamin hidupnya di masa depan karena hartanya hanya cukup untuk
membiayai hidupnya sehari-hari.
Dikutip dalam bukunya Asnaini yang berjudul Zakat Produktif Dalam
Persepektif Hukum Islam, pemaknaan zakat seperti ini pada dasarnya telah
dilakukan sejak lama, Imam Nawawi dalam kitab al -Majmu’ mengatakan bahwa
“Apa yang diberikan kepada orang fakir dan miskin, hendaknya dapat
mengeluarkan mereka dari lembah kemiskinan kepada taraf hidup yang layak

40
Universitas Sumatera Utara

(cukup), yaitu sejumlah pemberian yang dapat dijadikan dasar untuk mencapai
suatu tingkat hidup tetentu” (Asnaini, 2008).
Hukum zakat produktif adalah boleh bahkan sangat dianjurkan bila
dikaitkan dengan situasi dan kondisi negara Indonesia saat ini.

Upaya

melaksanakan pengelolaan zakat secara produktif akan mewujudkan fungsi zakat
yang sebenarnya.

Masyarakat Indonesia akan dapat membantu mengatasi

kemiskinan yang saat ini sedang dihadapi, karena masyarakat akan mandiri
khususnya dalam mengatasi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.

2.2

Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah beberapa penilitian terdahulu yang berkaitan dengan

judul penelitian ini :
1. Mila Sartika (2008) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh
Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan Mustahik pada LAZ
Yayasan Solo Peduli Surakarta.” Variabel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendapatan mustahiq sebagai variabel dependen dan jumlah dana
(zakat) untuk kegiatan produktif sebagai variabel independen. Hasil penelitian
ini

adalah menunjukkan bahwa jumlah dana zakat berpengaruh terhadap

pendapatan mustahiq. Semakin tinggi jumlah bantuan yang diberikan maka
semakin tinggi pula tingkat pendapatan mustahiq.
2. Garry Nugraha Winoto (2011) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Dana Zakat Produktif Terhadap Keuntungan Usaha Mustahik Penerima Zakat

41
Universitas Sumatera Utara

(Studi Kasus BAZ Kota Semarang).

Hasil penelitian melalui metode

deskriptif menunjukkan bahwa dalam menghimpun dana zakat selain dari
individu, BAZ Kota Semarang juga mendirikan UPZ di beberapa instansi
pemerintah dan pendistribusian dilakukan melalui beberapa program terutama
zakat produktif disalurkan dalam bentuk qardhul hasan untuk modal usaha
dan sumbangan hewan ternak untuk dibudidayakan.

Selain itu, hasil

penelitian ini juga menunjukkan bahwa tedapat perbedaan antara pendapatan
usaha, keuntungan usaha, dan pengeluaran rumah tangga mustahik, sebelum
dan sesudah menerima bantuan modal. Zakat produktif juga memberikan
pengaruh terhadap pendapatan dan keuntungan usaha mustahiq sehingga
berpengaruh kepada pengeluaran rumah tangganya.
3. Ria

Norita

(2011)

melakukan

penelitian

dengan

judul

“Pengaruh

Pendayagunaan Zakat Dan Infak Terhadap Pemberdayaan Ekonomi Kaum
Dhuafa Pada Lembaga Kemanusiaan Nasional Pos Keadilan Peduli Umat
Cabang Medan.” Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dana zakat dan
infak yang disalurkan untuk kegiatan produktif secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap jumlah pendapatan yang diperoleh kaum dhuafa.
4. Ahmad Fajri Panca Puta (2010) melakukan penelitian yang berjudul
“Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif Terhadap Pemberdayaan Mustahiq
Pada

Badan

Pelaksana

Urusan

Zakat

Amwal

Muhammadiyah

(BAPELURZAM) Pimpinan Cabang Muhammadiyah Weleri Kabupaten
Kendal.”

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendayagunaan zakat

produktif memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pemberdayaan

42
Universitas Sumatera Utara

mustahiq.

Selain itu, hasil skor kuisioner membuktikan bahwa pihak

BAPELURZAM cabang Weleri sudah baik dalam medayagunakan zakat,
namun perlu peningkatan dalam pemberdayaan mustahiq melalui pelatihan.
5.

Wina Meylani (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh
Pendayagunaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah Sebagai Modal Kerja Terhadap
Indikator Kemiskinan dan Pendapatan Mustahiq.”

Hasil penelitian

menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa pada taraf nyata 1 persen, variabelvariabel yang berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pendapatan
per kapita mustahiq adalah pendapatan mustahiq yang diperoleh dari usaha
yang menggunakan dana dari Program Ikhtiar dan variabel dummy keaktifan
bekerja mustahiq. Namun, besarnya modal/pembiayaan yang diterima dan
banyaknya mustahiq melakukan pembiayaan melalui Program Ikhtiar tidak
memiliki dampak yang signifikan terhadap pendapatan per kapita mustahiq.
Selain itu, variabel jumlah tanggungan berpengaruh signifikan, namun
berhubungan negatif dengan pendapatan per kapita mustahiq.

2.3

Kerangka Konseptual
BAZNAS

Sumatera

Utara

sebagai

mendistribusikan zakat kepada mustahiq.

badan

yang

bertugas

untuk

Pendistribusian dana zakat dalam

bentuk produktif kepada mustahiq merupakan langkah yang efektif untuk
membantu kehidupan mustahiq sebab dana zakat produktif memiliki fungsi dan
manfaat yang berkesinambungan. Dana zakat produktif tersebut digunakan untuk

43
Universitas Sumatera Utara

hal-hal produktif seperti untuk keperluan pengembangan usaha, sehingga
memberikan pengaruh terhadap pendapatan mustahiq, yang dapat dilihat dari
perbedaan tingkat pendapatan mustahiq sebelum dan setelah menerima zakat
produktif.

BAZNAS Sumatera
Utara

Mustahiq

Pendapatan Mustahiq

Pendapatan sebelum
menerima zakat
produktif

Pendapatan setelah
menerima zakat
produktif

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4

Hipotesis
Hipotesis dapat didefinisikan sebagai pendapat, jawaban atau dugaan yang

bersifat sementara dari suatu persoalan yang diajukan yang kebenarannya masih
perlu dibuktikan lebih lanjut. Sekali hipotesis dibuat, maka diperlukan pengujian
sebab walau bagaimanapun hipotesis masih merupakan jawaban-jawaban,

44
Universitas Sumatera Utara

pendapat-pendapat, penyataan-pernyataan, ataupun dugaan-dugaan yang masih
meragukan untuk dapat menjadi suatu kebenaran (Teguh, 1