Persepsi Karyawan dan Pengunjung Terhadap Implementasi Kawasan Tanpa Rokok Di Rumah Sakit Umum Kabanjahe

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Rokok

2.1.1 Pengertian Rokok
Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat
mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Rokok adalah salah
satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap, dan/atau dihirup
asapnya. Yang termasuk dalam jenis-jenis rokok antara lain rokok kretek, rokok
putih, cerutu atau bentuk lainnya. Rokok dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum,
Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan

tar, dengan atau tanpa bahan tambahan (Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun
2012).
Hasil buangan aktivitas merokok adalah asap rokok. Harrisons dalam Sitepoe
(2000) membagi jenis asap rokok berdasarkan komponen dan berdasarkan
sumbernya. Berdasarkan komponen yang dihisap, asap rokok terdiri dari 2 yakni 85%
berupa komponen gas yang lekas menguap dan sisanya berupa komponen yang

terkondensasi menjadi komponen partikulat. Berdasarkan sumbernya, asap rokok
terdiri dari 2, yakni yang dihisap melalui mulut (mainstream smoke) dan yang
terbentuk dari ujung rokok yang terbakar ataupun yang dihembuskan oleh perokok
(sidestream smoke). Sidestream smoke ini merupakan asap yang jika terhirup oleh

orang yang tidak merokok akan menyebabkan ia menjadi seorang perokok pasif.

Universitas Sumatera Utara

Di dalam rokok terdapat lebih dari 4000 zat kimia serta lebih dari 43 zat
penyebab kanker. Dua diantaranya merupakan zat yang dominan berbahaya yakni
nikotin dan tar. Nikotin adalah zat atau bahan senyawa pyrrolidine yang terdapat
dalam Nikotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang
bersifat adiktif (dapat menyebabkan ketergantungan). Sedangkan tar merupakan
kondensat asap yang bersifat karsinogenik dan merupakan total residu yang
dihasilkan saat rokok dibakar setelah dikurangi nikotin dan air (Peraturan Pemerintah
Nomor 109 Tahun 2012).
Bahan-bahan kimia berbahaya lainnya yang terkandung dalam rokok antara
lain:
1.


Sianida, merupakan senyawa kimia yang mengandung kelompok cyano.

2.

Benzene atau dikenal sebagai bensol, merupakan senyawa kimia organik yang
mudah terbakar dan tidak berwarna.

3.

Cadmium, merupakan sebuah logam yang bersifat sangat beracun dan
radioaktif.

4.

Metanol (alkohol kayu) atau dikenal sebagai metil alkohol, merupakan alkohol
paling sederhana.

5.


Asetilena, merupakan senyawa kimia tak jenuh yang juga merupakan
hidrokarbon alkuna yang paling sederhana.

6.

Amonia, merupakan zat yang bersifat sangat beracun dalam kombinasi dengan
unsur-unsur tertentu dan dapat ditemukan di mana saja.

Universitas Sumatera Utara

7.

Formaldehida, merupakan cairan yang sangat beracun yang digunakan untuk
mengawetkan mayat.

8.

Hidrogen sianida, merupakan zat beracun yang digunakan sebagai fumigan
untuk membunuh semut, pembuat plastik, dan pestisida.


9.

Arsenik, merupakan salah satu bahan yang terdapat dalam racun tikus.

10.

Karbon monoksida, merupakan bahan kimia beracun yang ditemukan dalam
asap buangan mobil (Wikipedia, 2012)
Dapat dikatakan bahwa berdasarkan kandungannya, rokok yang merupakan

produk tembakau ialah suatu bahan konsumsi manusia yang berdampak buruk bagi
kesehatan manusia (Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012)

2.1.2 Pengertian dan Sejarah Merokok
Harrisons dalam Sitepoe (2000) menyatakan bahwa perilaku merokok
merupakan aktivitas membakar tembakau dan kemudian menghisap asapnya, baik
menggunakan rokok maupun pipa. Pada saat merokok, temperatur pada ujung rokok
yang terselip pada bibir perokok adalah sekitar 30ºC.
Rokok memiliki sejarah yang panjang dan bervariasi. Amstrong (1991)
menyebutkan bahwa para arkeolog mulai meneliti perlengkapan untuk merokok sejak

zaman Romawi-Yunani. Masyarakat kulit merah Indian telah menggunakan pipa
sebagai bagian dari ritual upacara sejak berabad-abad yang lalu. Pada tahun 1942,
Christoper Colombus menulis dari Kepulauan Bahamas bahwa ia melihat seseorang
yang menghisap sejenis “daun kering” yang tampak populer pada masa itu ketika

Universitas Sumatera Utara

mendayung kanonya melewati pulau-pulau. Di dunia barat, aktivitas menghisap
tembakau berawal sekitar abad ke-15.
Pada abad ke-16, aktivitas merokok di Inggris berawal dari adanya kiriman
daun tembakau yang diterima Sir Walter Raleigh oleh Sir Francis Drake dari Amerika
disertai cara pemakaiannya, yakni menekan daun kering ke dalam pipa, menyulutnya
dengan api, dan menghisap asapnya yang kemudian menjadi populer di negara
tersebut. Pada abad ke-17, aktivitas merokok telah menyebar ke seluruh Eropa berkat
pengaruh dari para dokter pada masa itu yang menganggap tembakau dapat
menyembuhkan berbagai penyakit. Kemudian penyebaran aktivitas merokok
berkembang dari satu negara ke negara lainnya melalui jalur perdagangan dan
peperangan. Dan pada akhir abad ke-19, rokok telah dibuat dengan mesin modern
yang dapat menghasilkan ribuan batang rokok dalam hitungan menit (Armstrong,
1991).


2.1.3 Perokok
Perokok terdiri atas dua, yakni perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif
adalah orang yang secara langsung menghisap asap rokok melalui mulut, sedangkan
perokok pasif adalah orang yang bukan perokok tetapi terpaksa menghisap atau
menghirup asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok lain (Kemenkes RI, 2011).
Conrad dan Miller dalam Sitepoe (2000) menyatakan bahwa seseorang dapat
menjadi perokok, baik melalui dorongan psikologis maupun fisiologis. Melalui
dorongan psikologis, merokok dirasakan seperti rangsangan seksual, dianggap

Universitas Sumatera Utara

sebagai

suatu

ritual,

menunjukkan


kejantanan

(kebanggaan),

mengalihkan

kecemasan, dan menunjukkan kedewasaan. Melalui dorongan fisiologis, perokok
akan terus ingin merokok akibat adanya nikotin yang membuat rasa ketagihan
(adiksi).
Armstrong (1991) menyebutkan bahwa pada masa remaja yang merupakan
tahap di mana pada umumnya perokok pertama kali mulai merokok dengan alasan
paling umum untuk merokok adalah sebagai usaha pencitraan diri. Citra seorang
perokok dianggap jantan, perkasa, penuh gaya, percaya diri, dan tahu bagaimana
menikmati hidup. Namun sebaliknya, terdapat fakta-fakta tentang rokok dirasakan
oleh masyarakat pada umumnya, termasuk para perokok itu sendiri, antara lain:
1.

Tidak seorang pun menyukai aroma asap rokok yang melekat di pakaian,
rambut, bahkan aroma yang berasal dari nafas si perokok.


2.

Tidak seorang pun menyukai asap rokok yang masuk ke mata.

3.

Tidak seorang pun menyukai bau ruangan yang penuh asap rokok.

4.

Tidak seorang pun menyukai rasa dalam mulutnya yang ditimbulkan akibat
aktivitas merokok.

5.

Tidak seorang pun suka melihat asbak yang dipenuhi puntung rokok.

6.

Tidak seorang pun menyukai suara batuk seorang perokok berat yang berusaha

untuk melegakan dada dan tenggorokannya.

7.

Tidak seorang pun secara sukarela memilih mematirasakan indera pengecap
dan penciumannya ataupun menyulitkan dirinya sendiri.

Universitas Sumatera Utara

Dengan kata lain, pada umumnya masyarakat tidak menyukai dampak yang
ditimbulkan dari aktivitas merokok, namun berbagai faktor lainnya lebih kuat dalam
menarik masyarakat untuk merokok. Salah satu faktornya adalah biro periklanan yang
sangat gencar mempromosikan rokok. Perusahaan rokok melalui iklan yang
menampilkan berbagai hal menarik dari rokok, berusaha menarik masyarakat untuk
mencoba dan menjadikan aktivitas merokok sebagai bagian dari aktivitasnya seharihari dan melupakan dampak buruknya (Armstrong, 1991).

2.1.4 Dampak Aktivitas Merokok
Ogden dalam Saputra (2011) mengklasifikasikan dampak perilaku merokok ke
dalam dua jenis, yakni :
a.


Dampak Positif
Merokok merupakan kegiatan yang memiliki sangat sedikit dampak positif.

Merokok bisa menimbulkan mood positif yang dapat menolong individu menghadapi
keadaan yang susah. Dampak positif lainnya yakni menurunkan tingkat ketegangan,
membantu memusatkan pikiran (konsentrasi), membantu dalam mendapatkan
dukungan sosial, dan menimbulkan sensasi menyenangkan.
b.

Dampak Negatif
Merokok dapat menyebabkan berbagai dampak negatif bagi individu maupun

masyarakat, terutama di bidang kesehatan. Merokok bukan merupakan penyebab
suatu penyakit, tetapi merupakan pemicu ataupun timbulnya jenis-jenis penyakit
tertentu. Dapat disimpulkan bahwa merokok bukan penyebab utama terjadinya

Universitas Sumatera Utara

kematian, tetapi lebih kepada faktor pemicu timbulnya penyakit atau gangguan

kesehatan akibat aktivitas merokok yang secara berakumulasi akan berakhir kepada
kematian.
Sitepoe (2000) menyebutkan beberapa penyakit ataupun gangguan kesehatan
akibat merokok antara lain:
1.

Nyeri kepala

2.

Penyakit kardiovaskuler

3.

Penyakit neoplasma (terutama kanker)

4.

Penyakit saluran pernafasan

5.

Terganggunya perkembangan janin

6.

Keguguran dan kematian bayi pada ibu hamil

7.

Tekanan darah tinggi

8.

Penurunan tingkat kesuburan (fertilitas) dan nafsu seksual

9.

Penyakit maag

10.

Gangguan pembuluh darah (thromboangiitis obliterans)

11.

Penurunan frekuensi pengeluaran air seni

12.

Gangguan penglihatan Amblyopia

13.

Vasokonstriksi pembuluh darah tepi pada kulit

14.

Iritasi mata, hidung, dan tenggorokan.
Bagi perokok pasif, risiko bahaya yang ditimbulkan dari menghisap asap rokok

tiga kali lebih besar daripada perokok aktif. Setyo Budiantoro dari Ikatan Ahli
Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) mengatakan, sebanyak 25 persen zat

Universitas Sumatera Utara

berbahaya yang terkandung dalam rokok akan masuk ke tubuh perokok, sedangkan
75 persen sisanya beredar di udara bebas dan akan berisiko masuk ke tubuh orang di
sekelilingnya (Wikipedia, 2012).
Asap rokok yang timbul dari aktivitas merokok terbukti dapat membahayakan
kesehatan individu, masyarakat, dan lingkungan, sehingga perlu dilakukan tindakan
perlindungan terhadap paparan asap rokok (Kemenkes RI, 2011).

2.1.5 Regulasi Rokok
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, pengamanan rokok
merupakan semua atau serangkaian kegiatan dalam rangka mencegah dan/atau
menangani dampak penggunaan rokok terhadap kesehatan, baik langsung maupun
tidak langsung. Dalam rangka penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan,
peran masyarakat diarahkan untuk meningkatkan dan mendayagunakan kemampuan
yang ada pada masyarakat. Peran masyarakat dapat dilakukan oleh perorangan,
kelompok, badan hukum atau badan usaha, dan lembaga atau organisasi yang
diselenggarakan oleh masyarakat. Peran masyarakat dilaksanakan melalui :
a.

pemikiran dan masukan berkenaan dengan penentuan kebijakan dan/atau
pelaksanaan program pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa
produk tembakau bagi kesehatan;

b.

penyelenggaraan, pemberian bantuan, dan/atau kerjasama dalam kegiatan
penelitian dan pengembangan pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif
berupa produk tembakau bagi kesehatan;

Universitas Sumatera Utara

c.

pengadaan dan pemberian bantuan sarana dan prasarana bagi penyelenggaraan
pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi
kesehatan;

d.

keikutsertaan
penyebarluasan

dalam

pemberian

informasi

bimbingan

kepada

dan

masyarakat

penyuluhan
berkenaan

serta
dengan

penyelenggaraan pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa
produk tembakau bagi kesehatan;
e.

dan kegiatan pengawasan dan pelaporan pelanggaran yang ditemukan dalam
rangka penyelenggaraan pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif
berupa produk tembakau bagi kesehatan.
Susanti (2011) menyebutkan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh beberapa

organisasi non-pemerintah seperti Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok
(LM3), Yayasan Jantung Indonesia, Yayasan Kanker Indonesia (YKI), dan
Komunitas Peduli Kawasan Tanpa Rokok (KPKTR) Kota Semarang dalam rangka
pengamanan rokok. Usaha tersebut antara lain :
1.

Menerbitkan buletin secara berkala mengenai bahaya merokok, perilaku
merokok, dan upaya berhenti merokok.

2.

Menerbitkan buku secara berkala yang berkaitan dengan bahaya merokok,
perilaku merokok, dan upaya berhenti merokok.

3.

Memberikan penyuluhan secara berkesinambungan ke berbagai institusi, seperti
institusi pemerintah, swasta, dan pendidikan.

Universitas Sumatera Utara

4.

Mendukung dan melakukan penelitian yang berkaitan dengan bahaya rokok dan
perilaku merokok.

5.

Mendirikan klinik untuk berhenti merokok seperti klinik yang didirikan
Yayasan Jantung Indonesia yang bekerjasama dengan Rumah Sakit Jantung
Harapan Kita.

6.

Advokasi Regulasi KTR yaitu mendorong pemerintah atau instansi yang terkait
untuk membuat regulasi atau kebijakan yang mampu melindungi masyarakat
dari bahaya rokok.

7.

Kampanye yaitu melakukan sosialisasi dan menyadarkan masyarakat terhadap
bahaya rokok, baik bagi diri sendiri maupun masyarakat lain melalui mediamedia yang efektif.

8.

Membangun komunikasi dan komunitas dengan segenap elemen masyarakat
yang mempunyai rasa kepedulian terhadap perlindungan masyarakat dari
bahaya rokok.
Prabandari dan kawan kawan (2009) menyebutkan organisasi Tobacco Control

Support Center - Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI)

bekerjasama dengan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) dan World
Health Organization (WHO) Indonesia melaporkan empat alternatif kebijakan yang

terbaik untuk pengendalian rokok, yaitu :
1.

Menaikkan pajak (65% dari harga eceran)

2.

Melarang bentuk semua iklan rokok

Universitas Sumatera Utara

3.

Mengimplementasikan 100% KTR di tempat umum, tempat kerja, tempat
pendidikan

4.

Memperbesar peringatan merokok dan menambahkan gambar akibat kebiasaan
merokok pada bungkus rokok.

2.2

Pengertian Implementasi
Steiner dan Miner (1997) menyebutkan bahwa implementasi mengarah pada

aktivitas apapun yang dibutuhkan untuk mengaktifkan manusia dan menggunakan
berbagai jenis sumber daya untuk mencapai rencana yang telah disusun dalam proses
perencanaan. Perilaku manusia dalam melaksanakan aktivitasnya merupakan suatu
hasil kompleks dari berbagai faktor.
Implementasi berfungsi membentuk suatu hubungan yang memungkinkan
tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan publik diwujudkan sebagai outcome
(hasil akhir) dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah (Solichin, 2008).
Steiner dan Miner (1997) menyatakan bahwa variabel yang memengaruhi
keberhasilan suatu implementasi antara lain komunikasi dan sumber daya. Perilaku
pekerjaan yang menyimpang dari peran yang diharapkan akan menjadi penyebab
kegagalan implementasi.

2.3

Kawasan Tanpa Rokok

2.3.1 Pengertian Kawasan Tanpa Rokok
Kawasan Tanpa Rokok yang selanjutnya disingkat dengan KTR, merupakan
ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan

Universitas Sumatera Utara

memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, disebutkan bahwa tempat
umum, sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat
proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah, dan angkutan umum
dinyatakan sebagai KTR dan pemerintah daerah wajib mewujudkannya. Pimpinan
atau penanggung jawab tempat-tempat yang dinyatakan sebagai KTR wajib
menetapkan dan menerapkan KTR.

2.3.2 Prinsip Dasar KTR
WHO dalam Tobacco Free Initiative Bab 8 (2010) menyebutkan bahwa
peraturan KTR yang efektif adalah yang dapat dilaksanakan dan dipatuhi. Agar
peraturan KTR dapat dilaksanakan (diimplementasikan) dan dipatuhi, perlu dipahami
prinsip-prinsip dasar KTR. Prinsip dasar tersebut antara lain :
1.

Asap rokok orang lain mematikan.

2.

Tidak ada batas aman bagi paparan asap rokok orang lain.

3.

Setiap warga negara wajib dilindungi secara hukum dari paparan asap rokok
orang lain.

4.

Setiap pekerja berhak atas lingkungan tempat kerja yang bebas dari asap rokok
orang lain.

5.

Hanya lingkungan tanpa asap rokok 100% yang dapat memberi perlindungan
penuh bagi masyarakat.

6.

Pembuatan ruang merokok dengan ventilasi/filtrasi udara tidak efektif.

Universitas Sumatera Utara

Beberapa hal yang menjadi prinsip dasar pengembangan KTR menurut WHO
(2010) antara lain :
1.

Semua orang berhak dilindungi kesehatannya dari paparan asap rokok.

2.

KTR merupakan upaya efektif untuk melindungi seluruh masyarakat dari asap
rokok orang lain.

3.

Perlu peraturan berbentuk legislasi yang mengikat secara hukum.

4.

Untuk mencapai keberhasilan dalam penegakan dan penerapan KTR diperlukan
perencanaan yang baik dan SDM yang memadai.

5.

LSM dan Lembaga Profesi mempunyai peran yang penting.

6.

Pelaksanaan peraturan, penegakkan hukum, dan dampak KTR harus dimonitor
dan dievaluasi.

2.3.3 Dasar Hukum KTR
Beberapa dasar hukum terkait KTR di Indonesia, antara lain :
1.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan,
yakni :
a.

Pada pasal 10 dinyatakan bahwa setiap orang berkewajiban menghormati
hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik
fisik, biologi, maupun sosial.

b.

Pada pasal 11 dinyatakan bahwa setiap orang berkewajiban berperilaku
hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan
kesehatan yang setinggi-tingginya.

Universitas Sumatera Utara

c.

Pada pasal 113 ayat (1) dan (2)
Pada ayat 1 tertulis mengenai pengamanan penggunaan bahan yang
mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan
membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan
lingkungan.
Pada ayat 2 yaitu zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan,
dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan
kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya.

d.

Pasal 115 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang KTR antara lain fasilitas pelayanan
kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat
ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum serta tempat lain
yang ditetapkan. Ayat 2 yaitu pemerintah daerah wajib menetapkan KTR
di wilayahnya.

2.

Undang-Undang Republik

Indonesia

Nomor

8

Tahun

1999

tentang

Perlindungan Konsumen
a.

Pada pasal 2 tertulis mengenai perlindungan konsumen berasaskan
manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen,
serta kepastian hukum.

b.

Pada pasal 3 dinyatakan bahwa perlindungan konsumen bertujuan
menumbuhkan

kesadaran

pelaku

usaha

mengenai

pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

Universitas Sumatera Utara

bertanggung jawab dalam berusaha dan meningkatkan kualitas barang
dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.
3.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
a.

Pada pasal 44 ayat 1 dinyatakan bahwa pemerintah wajib menyediakan
fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi
anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak
dalam kandungan.

b.

Pada pasal 45 ayat 1 dan 2. Pada ayat 1 tertulis mengenai orang tua dan
keluarga bertanggung jawab menjaga kesehatan anak dan merawat anak
sejak dalam kandungan. Pada ayat 2 dinyatakan bahwa dalam hal orang
tua dan keluarga yang tidak mampu melaksanakan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pemerintah wajib
memenuhinya.

c.

Pada pasal 59 dinyatakan bahwa pemerintah dan lembaga negara lainnya
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan
khusus kepada anak dalam situasi darurat seperti anak yang menjadi
korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika,dan zat adiktif
lainnya

(napza).

Berdasarkan

pasal

ini

berkaitan

juga

dengan

perlindungan anak dari asap rokok dan penggunaan rokok.

Universitas Sumatera Utara

4.

Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada pasal 1 ayat 21
dinyatakan bahwa bahan berbahaya dan beracun adalah zat, energi, dan/atau
komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak
lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta
kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
5.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
yang terdapat pada pasal 46 ayat 3 yang terutama menyatakan siaran iklan niaga
dilarang melakukan promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat
adiktif serta promosi rokok yang memperagakan wujud rokok.

6.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi
Manusia
a.

Pada pasal 69 ayat 1 dinyatakan bahwa setiap orang wajib menghormati
hak asasi manusia orang lain, moral, etika, dan tata tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ayat 2 menyatakan setiap hak
asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung
jawab untuk menghormati hak asasi orang lain serta menjadi tugas
pemerintah

untuk

menghormati,

melindungi,

menegakkan,

dan

memajukannya.
b.

Pada pasal 70 dinyatakan bahwa dalam menjalankan hak dan
kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

Universitas Sumatera Utara

ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
7.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, terutama pada pasal 29 ayat pertama dinyatakan bahwa setiap rumah
sakit mempunyai kewajiban memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit
sebagai KTR.

8.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara yaitu pada pasal 2 dinyatakan bahwa
pengendalian pencemaran udara meliputi pengendalian dari usaha dan/atau
kegiatan sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak,
dan sumber tidak bergerak spesifik yang dilakukan dengan upaya pengendalian
sumber emisi dan/atau sumber gangguan yang bertujuan untuk mencegah
turunnya mutu udara ambien.

9.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang
Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau
bagi Kesehatan yaitu:
a.

Pasal 2 ayat 2 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pengamanan
penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau
bagi kesehatan bertujuan untuk: melindungi kesehatan perseorangan,
keluarga, masyarakat, dan lingkungan dari bahaya bahan yang

Universitas Sumatera Utara

mengandung karsinogen dan zat adiktif dalam produk tembakau yang
dapat menyebabkan penyakit, kematian, dan menurunkan kualitas hidup;
melindungi penduduk usia produktif, anak, remaja, dan perempuan hamil
dari dorongan lingkungan dan pengaruh iklan dan promosi untuk inisiasi
penggunaan dan ketergantungan terhadap bahan yang mengandung zat
adiktif

berupa

produk

tembakau;

meningkatkan

kesadaran

dan

kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya merokok dan manfaat hidup
tanpa merokok; dan melindungi kesehatan masyarakat dari asap rokok
orang lain.
b.

Pasal 8 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pengamanan bahan
yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan
meliputi: produksi dan impor; peredaran; perlindungan khusus bagi anak
dan perempuan hamil; dan KTR.

c.

Pasal 31 menyatakan bahwa selain pengendalian iklan produk tembakau
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, iklan di media luar ruang harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut: tidak diletakkan di KTR; tidak
diletakkan di jalan utama atau protokol; harus diletakkan sejajar dengan
bahu jalan dan tidak boleh memotong jalan atau melintang; dan tidak
boleh melebihi ukuran 72 m2 (tujuh puluh dua meter persegi).

d.

Pasal 49 menyatakan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pengamanan
bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi
kesehatan, pemerintah dan pemerintah daerah wajib mewujudkan KTR.

Universitas Sumatera Utara

e.

Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa KTR sebagaimana dimaksud dalam
pasal 49 antara lain: fasilitas pelayanan kesehatan; tempat proses belajar
mengajar; tempat anak bermain; tempat ibadah; angkutan umum; tempat
kerja; dan tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan. Ayat 4
menyatakan pimpinan atau penanggung jawab tempat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib menerapkan KTR.

f.

Pasal 52 menyatakan bahwa pemerintah daerah wajib menetapkan KTR
di wilayahnya dengan Peraturan Daerah.

10.

Instruksi Menteri Kesehatan Nomor 84/ Menkes/ Inst/ II/ 2002 tentang KTR di
Tempat Kerja dan Sarana Kesehatan

11.

Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 4/U/1997 tentang
Lingkungan Sekolah Bebas Rokok.

12.

Instruksi

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

161/Menkes/Inst/III/1990 tentang Lingkungan Kerja Bebas Asap Rokok.
13.

Keputusan Bersama Menteri Kesehatan Nomor 188 dan Menteri Dalam Negeri
RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang pedoman pelaksanaan KTR.
a.

Pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa KTR meliputi fasilitas pelayanan
kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat
ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya
yang ditetapkan. Ayat 2 menyatakan bahwa pimpinan atau penanggung
jawab tempat-tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
menetapkan dan menerapkan KTR.

Universitas Sumatera Utara

b.

Pasal 4 menyatakan bahwa KTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar,
tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum dilarang
menyediakan tempat khusus untuk merokok dan merupakan KTR yang
bebas dari asap rokok hingga batas terluar.

c.

Pasal 5 ayat 1 menyatakan bahwa KTR sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) tempat kerja dan tempat umum dapat menyediakan
tempat khusus untuk merokok. Ayat 2 menyatakan bahwa tempat khusus
untuk merokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan :
1.

Merupakan ruang terbuka atau ruang yang berhubungan langsung
dengan udara luar sehingga udara dapat bersirkulasi dengan baik.

2.

Terpisah dari gedung/tempat/ruang utama dan ruang lain yang
digunakan untuk beraktivitas.

3.

Jauh dari pintu masuk dan keluar.

4.

Jauh dari tempat orang berlalu-lalang.

2.3.4 Tujuan Penetapan KTR
Penetapan KTR memiliki beberapa tujuan, antara lain menumbuhkan kesadaran
bahwa merokok merugikan kesehatan, menurunkan angka perokok dan mencegah
perokok pemula, mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih bebas dari asap
rokok, serta menurunkan angka kesakitan dan/atau kematian dengan cara mengubah

Universitas Sumatera Utara

perilaku masyarakat untuk hidup sehat (Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor
35 Tahun 2012).

2.3.5 Implementasi KTR
Aturan terkait KTR telah banyak diterapkan, baik secara internasional maupun
nasional. Di negara-negara maju seperti Amerika, Australia, dan beberapa negara di
Eropa mulai gencar menerapkan KTR secara efektif. Di Amerika, Pemerintah Kota
New York telah mengeluarkan Undang-Undang Bebas Asap Rokok sejak tahun 2002
yang mengatur tentang KTR termasuk di restoran. Di Australia, terdapat aturan
pencabutan SIM pengendara yang sedang merokok di kendaraannya apabila di
dalamnya ada anak berumur di bawah 16 tahun. Beberapa kota yang berhasil
menerapkan peraturan terkait KTR secara efektif dengan penegakan hukum yang
ketat serta diikuti tingkat kepatuhan masyarakat dan pelaku bisnis yang cukup tinggi
yakni Kota New York dan Irlandia (TCSC-Policy Paper , 2012).
Pedoman pelaksanaan KTR sendiri telah ditetapkan di Indonesia sejak tahun
2011. Melalui perumusan MOU (Memorandum of Understanding) antara Menteri
Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri, terciptalah Peraturan Bersama Menteri
Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri terkait pedoman pelaksanaan KTR.
Di Indonesia telah terdapat 59 kabupaten/kota di 23 provinsi yang telah
memiliki peraturan terkait KTR. Peraturan itu diwujudkan ke dalam beberapa bentuk,
antara lain berupa peraturan daerah, surat edaran gubernur, dan/atau peraturan
bupati/walikota (Health Compas, 2013).

Universitas Sumatera Utara

DKI Jakarta sebagai ibu kota Negara Indonesia merupakan salah satu kota yang
telah menetapkan aturan terkait KTR. Pemerintah DKI Jakarta telah menunjukkan
usahanya dalam mengembangkan aturan KTR dengan memperbaharui Peraturan
Gubernur Nomor 75 Tahun 2005 terkait Kawasan Dilarang Merokok menjadi aturan
yang lebih detail dalam perangkatnya melalui Peraturan Gubernur Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Nomor 88 Tahun 2010 (TCSC-Policy Paper , 2012).
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara juga telah mulai menetapkan aturan
tentang KTR yakni pada Perkantoran di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera
Utara melalui Peraturan Gubernur Nomor 35 Tahun 2012. Peraturan ini berlaku sejak
tanggal 10 September 2012. Di dalam aturan tersebut dinyatakan bahwa KTR adalah
tempat atau area yang telah dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau
kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk
tembakau. Area yang disebutkan untuk larangan merokok tersebut antara lain taman
perkantoran, tempat parkir, lapangan apel/upacara, lobby, ruang kerja, ruang rapat,
ruang sidang/ seminar, gudang, kantin, lift, dan kamar mandi.
Tempat-tempat yang dinyatakan KTR pada umumnya telah dilengkapi dengan
himbauan untuk tidak merokok di kawasan tersebut, baik berupa poster, stiker,
simbol larangan merokok, teguran, maupun aturan tertulis. Namun dalam
implementasi ataupun penerapannya, KTR belum dapat diterapkan sesuai dengan
aturan yang telah berlaku. Hal ini disebabkan berbagai faktor, antara lain tidak
kuatnya hukum yang mengikat aturan tersebut disebabkan tidak adanya sanksi yang
tegas serta kesadaran masyarakat yang rendah mengenai kegiatan merokok yang tidak

Universitas Sumatera Utara

hanya dapat merugikan kesehatan individu tetapi juga masyarakat secara luas (TCSCPolicy Paper , 2012).

2.4

Persepsi
Persepsi merupakan proses yang dilakukan manusia dalam mengorganisasi dan

menafsirkan kesan indera yang dimiliki dalam rangka untuk memberikan makna
kepada lingkungan. Persepsi seseorang tidak hanya dapat berbeda dari kenyataan
obyektif, tetapi juga dapat memungkinkan adanya ketidaksepakatan. Persepsi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain karakteristik individu, karakteristik
situasi, dan karakteristik target (Robbins, 2010).

Faktor dalam Situasi :
- waktu
- keadaan tempat
- keadaan sosial
Faktor pada Pemersepsi :

Faktor pada Target :

- sikap

- hal yang baru

- kepribadian

- gerakan

- motif

- bunyi

- kepentingan atau minat

- ukuran

- pengalaman masa lalu

- latar belakang

- harapan

- kedekatan

Persepsi

Gambar 2.1 Diagram Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi (Robbins,
2006)

Universitas Sumatera Utara

Notoatmodjo (2005) membagi faktor yang memengaruhi persepsi ke dalam 2
bagian, yakni faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yakni faktor yang
melekat pada objeknya, antara lain :
a.

Kontras: cara termudah untuk menarik perhatian adalah dengan membuat
kontras, baik pada warna, ukuran, bentuk, atau gerakan.

b.

Perubahan intensitas: perubahan suara atau cahaya dari intensitas tinggi ke
rendah akan menarik perhatian.

c.

Pengulangan: meski pada awalnya stimulus tentang suatu hal tidak masuk
dalam rentang perhatian, dengan pengulangan maka hal tersebut lama-kelamaan
akan mendapat perhatian.

d.

Sesuatu yang baru: suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian
daripada sesuatu yang telah diketahui sebelumnya.

e.

Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak: suatu stimulus yang menjadi
perhatian orang banyak akan lebih mudah menarik perhatian.
Faktor internal yakni faktor yang terdapat pada orang yang mempersepsikan

stimulus tersebut, antara lain :
a.

Pengalaman/pengetahuan: pengalaman masa lalu ataupun pengetahuan dari apa
yang dipelajari sebelumnya akan menyebabkan terjadinya perbedaan dalam
menginterpretasikan stimulus yang diterima.

b.

Harapan: harapan terhadap sesuatu akan memengaruhi persepsi terhadap suatu
stimulus.

Universitas Sumatera Utara

c.

Kebutuhan: kebutuhan akan menyebabkan suatu stimulus dapat masuk dalam
rentang perhatian dan menyebabkan perbedaan cara menginterpretasikan
stimulus tersebut.

d.

Motivasi: motivasi akan memengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu
stimulus.

e.

Emosi: emosi seperti rasa takut-berani, sedih-senang, marah, dan sebagainya,
akan memengaruhi persepsi seseorag terhadap suatu stimulus.

f.

Budaya: seseorang dengan latar budaya yang sama akan menginterpretasikan
orang-orang dalam kelompoknya secara berbeda, tetapi akan mempersepsikan
orang-orang di luar kelompoknya sebagai “sama saja”.

2.5

Kerangka Berpikir
Sesuai dengan tujuan penelitian dan tinjauan kepustakaan, maka kerangka

berpikir dapat digambarkan sebagai berikut :

Masukan
- PERSEPSI KARYAWAN
RUMAH SAKIT
- PERSEPSI PENGUNJUNG
RUMAH SAKIT

Keluaran

IMPLEMENTASI
KAWASAN TANPA ROKOK

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan definisi variabel
sebagai berikut :
a.

Persepsi karyawan rumah sakit adalah bagaimana karyawan rumah sakit dapat
menggunakan indera yang dimilikinya dalam menggambarkan dan menafsirkan
sesuatu untuk mendapatkan suatu makna di mana hasil penafsiran tersebut
dapat berbeda dari masing-masing karyawan rumah sakit (subjektif) maupun
dari kenyataan objektif yang ada. Persepsi yang akan diteliti dipengaruhi oleh
faktor internal, yakni pengalaman/pengetahuan, kebutuhan, motivasi, emosi,
budaya, dan harapan.

b.

Persepsi pengunjung rumah sakit adalah bagaimana pengunjung rumah sakit
dapat menggunakan indera yang dimilikinya dalam menggambarkan dan
menafsirkan sesuatu untuk mendapatkan suatu makna di mana hasil penafsiran
tersebut dapat berbeda dari masing-masing pengunjung rumah sakit (subjektif)
maupun dari kenyataan objektif yang ada. Persepsi yang akan diteliti
dipengaruhi oleh faktor internal, yakni pengalaman/pengetahuan, kebutuhan,
motivasi, emosi, budaya, dan harapan.

c.

Implementasi KTR adalah aktivitas yang dilakukan, baik oleh individu,
kelompok, masyarakat, lembaga, maupun pemerintah dalam menggunakan
sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan terkait adanya peraturan yang
melarang kegiatan yang berhubungan dengan rokok di suatu wilayah tertentu
yang telah ditentukan.

Universitas Sumatera Utara