Persepsi Karyawan dan Pengunjung Terhadap Implementasi Kawasan Tanpa Rokok Di Rumah Sakit Umum Kabanjahe

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat

mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang
Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, rokok adalah
salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap dan/atau
dihirup asapnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica
dan spesies lainnya atau sintetisnya, yang asapnya mengandung nikotin dan tar
dengan atau tanpa bahan tambahan. Rokok dapat berbentuk rokok kretek, rokok
putih, cerutu atau bentuk lainnya.
Di dalam produk tembakau terbakar terutama rokok, terdapat lebih dari 4.000
zat kimia berbahaya, diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif (dapat
menyebabkan ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. Rokok dapat
menyebabkan kanker paru yang merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia.
Perokok berisiko 2-4 kali lebih besar terkena PJK dan berisiko lebih tinggi untuk

kematian mendadak. Bagi perokok pasif, risiko terkena penyakit kanker 30% lebih
besar dibandingkan dengan yang tidak terpapar asap rokok. Selain itu rokok juga
dapat menyebabkan penyakit lain seperti impotensi, penyakit darah, efisema, stroke,
dan gangguan kehamilan dan janin yang sebenarnya dapat dicegah. Berdasarkan hal
tersebut dapat dikatakan bahwa berdasarkan kandungannya, rokok yang merupakan

Universitas Sumatera Utara

olahan tembakau ialah suatu bahan konsumsi manusia yang berbahaya dan menjadi
masalah bagi kesehatan manusia (Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012).
Efek penggunaan tembakau menyebabkan kematian lebih dari 100 juta orang
pada abad ke-20. Jika kecenderungan penggunaan tembakau tetap dibiarkan, dapat
dipastikan pada abad ke-21, efek penggunaan tembakau dapat menyebabkan
kematian hingga 1 milyar orang. Pada tahun 2011, penggunaan tembakau membunuh
hampir 6 juta orang, dengan hampir 80% dari kematian ini terjadi di negara
berpenghasilan rendah dan menengah (Tobacco Atlas, 2012).
Penggunaan tembakau dalam bentuk apapun berbahaya, termasuk kebiasaan
merokok. Berdasarkan laporan WHO tahun 2011, lebih dari setengah pemakai rokok
meninggal diakibatkan oleh penyakit yang berhubungan dengan rokok itu sendiri.
Sedangkan asap rokok secara tidak langsung telah membunuh sekitar 600.000 orang

yang tidak merokok (perokok pasif) dengan risiko tertinggi adalah paparan terhadap
janin, bayi, anak-anak, wanita, dan wanita hamil di berbagai tempat seperti di rumah,
tempat kerja, dan tempat umum lainnya. Data WHO memperlihatkan bahwa
Indonesia telah menjadi negara dengan jumlah perokok ke-4 terbesar di dunia setelah
negara Cina, Rusia, dan Amerika Serikat. (Tobacco Atlas, 2012).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, prevalensi
penduduk dengan umur di atas 15 tahun yang merokok setiap hari di Indonesia adalah
sebesar 28.2%, sedangkan di Provinsi Sumatera Utara sebesar 29.7%. Jika dilihat
berdasarkan kelompok umur, prevalensi perokok saat ini paling tinggi berada pada
kelompok umur 45-54 tahun (38.2%), diikuti nomor dua terbanyak berada pada

Universitas Sumatera Utara

kelompok umur 25-34 tahun (37.2%). Di Provinsi Sumatera Utara, berdasarkan
frekuensi pengonsumsian rokok, prevalensi perokok yang berumur di atas 15 tahun
yang merokok setiap hari adalah sebesar 29.7%, sedangkan prevalensi perokok yang
berumur di atas 15 tahun yang merokok kadang-kadang adalah sebesar 6.0%.
Berdasarkan jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap per hari di Provinsi
Sumatera Utara, prevalensi perokok berumur di atas 15 tahun mayoritas menghisap
11-20 batang rokok (49.7%). Berdasarkan umur pertama kali merokok, prevalensi

perokok berumur di atas 15 tahun di Sumatera Utara yang pertama kali merokok
terbanyak berada pada kelompok umur pada umur 15-19 tahun (43.1%), yakni
dimulai pada usia remaja (Riskesdas, 2010).
Menurut Riskesdas (2010), salah satu sasaran program perilaku sehat dan
pemberdayaan

masyarakat

adalah

menurunnya

prevalensi

perokok

serta

meningkatnya lingkungan sehat bebas rokok di sekolah, tempat kerja dan tempat
umum. Indonesia sebagai salah satu anggota WHO SEARO (World Heatlh

Organization South-East Asia Regional Office) menargetkan selama tahun 2000-2010
harus dilakukan berbagai upaya agar total konsumsi rokok di kawasan ini turun
setidaknya 1% setahun. Jumlah perokok pada anak-anak, wanita, dan kelompok
miskin juga diharapkan turun masing-masing 1% dalam setahun.
Beberapa alasan di atas menyebabkan diperlukannya penyelenggaraan
pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk
tembakau bagi kesehatan yang diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan
kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan disebabkan tidak ada

Universitas Sumatera Utara

batas aman terhadap Asap Rokok Orang Lain (AROL) sehingga sangat penting untuk
menerapkan 100% KTR demi menyelamatkan kehidupan (TCSC, 2010).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 Tentang
Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi
Kesehatan, dalam rangka penyelenggaraan pengamanan bahan yang mengandung zat
adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan, pemerintah pusat dan pemerintah
daerah wajib mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok (selanjutnya disingkat KTR).
Beberapa tempat yang dinyatakan sebagai KTR antara lain fasilitas pelayanan
kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah,

angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.
Pada realisasinya, sangat sulit untuk menerapkan lingkungan sehat bebas rokok
di berbagai tempat seperti disebutkan di atas. Keadaan ini disebabkan selain karena
aturan yang telah ditetapkan terkait dengan rokok tidak terealisasi sebagaimanamestinya di dalam pengimplementasiannya, ada banyak aturan lainnya yang terbukti
berhasil mengontrol secara tegas mengenai pengonsumsian rokok di negara lain
belum dapat diterapkan di Indonesia. Kontroversi yang terjadi perihal keberadaan
rokok membuat pemerintah tidak dapat bergerak banyak dalam menerapkan aturan
terkait rokok seperti aturan-aturan yang sudah berlaku secara tegas di negara-negara
lain. Sedangkan aturan-aturan terkait rokok yang telah disahkan di Indonesia belum
dapat terealisasi dengan baik diakibatkan belum terdapat sanksi yang tegas bagi yang
melanggar aturan terkait rokok tersebut (TCSC-Policy Paper Seri 4, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Rumah sakit sebagai salah satu sarana pelayanan masyarakat merupakan salah
satu tempat yang dinyatakan sebagai KTR. Pemerintah melalui Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, menyatakan bahwa
seluruh lingkungan rumah sakit merupakan KTR. Namun aturan ini juga belum dapat
direalisasikan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan oleh tidak kuatnya
himbauan yang berlaku karena tidak didukung oleh aturan tertulis di rumah sakit.

Berdasarkan data yang diperoleh dari American Non-smoker’s Right Fondation
(2013), sudah ada sekitar 3570 rumah sakit, sistem layanan kesehatan, dan klinik di
United State yang telah mengadopsi kebijakan kawasan 100% tanpa rokok untuk
melindungi karyawan, pengunjung, dan pasien dari paparan asap rokok. Dari laporan
tersebut dinyatakan bahwa kebijakan KTR merupakan cara yang efektif dan mudah
untuk memperbaiki perilaku masyarakat menjadi lebih baik.
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Gerry Wheeler dan
kawan-kawan dari Association of Schools of Public Health diketahui bahwa
kebijakan KTR telah berhasil diimplementasikan di UAMS (University of Arkansas
for Medical Sciences) dan ACH (Arkansas Children’s Hospital) sehingga pemerintah
negara bagian Arkansas melalui UU nomor 134 tahun 2005 mewajibkan semua
rumah sakit di Arkansas sebagai KTR (ASPH, 2007).
Contoh lainnya juga terdapat di Indonesia tepatnya di Kota Samarinda.
Meskipun belum terdapat Peraturan Daerah (Perda) tentang KTR, namun satuan kerja
perangkat daerah (SKPD) di lingkungan Pemkab Berau menerapkan aturan larangan
merokok. Salah satu instansi yang menerapkan aturan tersebut adalah RSUD Abdul

Universitas Sumatera Utara

Rivai. Larangan tersebut berlaku bagi seluruh pengunjung, tenaga medis, maupun

tenaga non medis. Direktur rumah sakit tersebut menyatakan bahwa aturan tersebut
diterapkan lebih dahulu bagi seluruh karyawan, sehingga dapat menjadi contoh bagi
pengunjung rumah sakit untuk tidak merokok. Untuk mengimplementasikan
peraturan tersebut, pihak rumah sakit telah membentuk suatu panitia khusus,
kemudian mensosialisasikan aturan tersebut kepada kurang lebih 521 karyawan
rumah sakit, serta meminta seluruh karyawan untuk menandatangani fakta integritas
sehingga bila melanggar aturan karyawan tersebut akan diberikan sanksi yang tegas
sesuai dengan apa yang telah ditetapkan panitia (Samarinda Pos Online, 2013).
Kabanjahe merupakan salah satu kecamatan yang menjadi ibukota Kabupaten
Karo di Sumatera Utara yang belum memiliki Perda KTR. Penduduk yang bertempat
tinggal di Kabanjahe mayoritas berasal dari suku Karo. Masyarakat suku Karo
merupakan masyarakat yang menjadikan kegiatan merokok sebagai bagian dari
budaya yang tak terlepas dari kehidupan bermasyarakatnya.
Rumah Sakit Umum (RSU) Kabanjahe merupakan salah satu rumah sakit yang
berdiri di Kabupaten Karo, dan terletak di Jalan Kapten Selamat Ketaren Nomor 8,
Kabanjahe. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit pemerintah dengan status rumah
sakit kelas C yang telah terakreditasi selama 3 tahun dengan 5 pelayanan dasar, yakni
pelayanan administrasi dan manajemen, pelayanan rekam medis, pelayanan
keperawatan, pelayanan instalasi gawat darurat (IGD) dan pelayanan medis. Rumah
sakit ini kini dalam proses menuju akreditasi lanjutan dengan 12 jenis pelayanan serta


Universitas Sumatera Utara

peningkatan kelas menjadi kelas B. Rumah sakit ini merupakan salah satu rumah
sakit yang menerapkan kebijakan KTR meskipun masih berupa himbauan.
Berdasarkan pengamatan penulis pada tanggal 5 Juni 2012 mulai pukul 11.30
WIB sampai pukul 16.30 WIB, penulis melihat bahwa rata-rata pengunjung rumah
sakit, terutama pendamping pasien yang berjenis kelamin laki-laki dengan bebas
dapat merokok, baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Kegiatan merokok
tetap berjalan meskipun sudah ada beberapa poster larangan merokok terpampang di
dinding rumah sakit. Tidak ada peringatan yang diberikan petugas kesehatan kepada
pengunjung rumah sakit yang merokok saat itu, bahkan salah seorang petugas
kesehatan terlihat berjalan dengan rokok yang menyala di tangannya.
Berdasarkan wawancara singkat dengan beberapa karyawan yang berada di
rumah sakit ini pada tanggal 27 Februari 2013 pukul 13.30 WIB, penulis
mendapatkan informasi bahwa di seluruh ruangan rawat inap rumah sakit sebenarnya
telah ditempelkan himbauan untuk tidak merokok. Namun penulis menemukan
bahwa himbauan tersebut tidak terdapat di seluruh ruangan. Menurut seorang petugas
kebersihan, beberapa kertas himbauan tersebut mungkin sudah rusak dan tidak diganti
lagi. Selain itu menurutnya himbauan seringkali diberikan karyawan rumah sakit bagi

pengunjung yang merokok di lingkungan rumah sakit, namun tidak dihiraukan.
Asbak rokok juga disediakan di beberapa ruangan pegawai di rumah sakit. Ini
menandakan bahwa RSU Kabanjahe belum dapat dikatakan sebagai KTR seperti
yang telah diwajibkan di seluruh rumah sakit berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Universitas Sumatera Utara

1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dirumuskan permasalahan penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana persepsi
karyawan dan pengunjung terhadap implementasi Kawasan Tanpa Rokok di Rumah
Sakit Umum Kabanjahe tahun 2013.

1.3

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan persepsi karyawan dan pengunjung

terhadap implementasi Kawasan Tanpa Rokok di Rumah Sakit Umum Kabanjahe
tahun 2013.

1.4

Manfaat Penelitian

1.

Sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah dalam usaha merancang dan
menerapkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di tempat yang telah ditentukan.

2.

Sebagai masukan kepada Pimpinan Rumah Sakit Umum dalam usaha
merancang dan menerapkan aturan Kawasan Tanpa Rokok di seluruh
lingkungan rumah sakit.


3.

Menambah pengetahuan penulis dalam penelitian lapangan dan pembuatan
karya ilmiah.

4.

Memperkaya khasanah Ilmu Kesehatan Masyarakat terutama dalam konsentrasi
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

5.

Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara