Analisis Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2015

(1)

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH: 101000249

ERRA PUTRI SIREGAR

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

ERRA PUTRI SIREGAR NIM : 101000249

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

(4)

ABSTRAK

Penerapan Kawasan Tanpa Rokok merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Penerapan Kawasan Tanpa Rokok ini perlu diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Salah satu rmah sakit di kota medan yang telah menerapkan KTR di lingkungan rumah sakit adalah RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

Penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok (KTR) di RSUD Dr. pirngadi Kota Medan. Informan dalam penelitian ini ada 7 orang, yaitu 5 orang pegawai rumah sakit dan 2 orang pengunjung rumah sakit yang ditentukan secara purposive. Pengumpulan data meliputi data primer dengan cara wawancara secara mendalam (in-depth interview) dan telah dokumentasi sebagai cara untuk mengumpulkan data.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat ini rumah sakit belum mengimplementasikan KTR sesuai peraturan dan belum secara menyeluruh termasuk peran aktif. Pelaksanaan KTR hanya sebatas penyampaian informasi dalam bentuk pemasangan spanduk, stiker, dan informasi operator. Saat ini tidak terdapat pelaksana khusus. Peran serta petugas dalam penerapan KTR adalah menginformasikan, melarang, menegur dan menyuruh keluar bila ada pengunjung yang merokok. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa larangan merokok hanya diterapkan didalam ruangan RSUD Dr. Pirngadi Medan, hal ini menyebabkan masih ditemukannya perokok di halaman RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Disarankan kepada petugas agar dapat memperbanyak spanduk yang menarik dan juga diletakkan di pintu pagar rumah sakit, memberikan sosialisasi berbagai peraturan- peraturan KTR dan segala yang berhubungan dengan kebijakan internal, memberikan informasi informasi larangan merokok di lingkungan RSUD Dr. Pirngadi Medan agar lebih sering memasang pengeras suara yang menghimbau setiap pengunjung untuk tidak merokok.


(5)

ABSTRACT

The Application of Smoking Area is to protect the public against the risk of health problems because the environment threated by smoke pollution. The Application of Smoking Area should be organized in health care facilities such as hospitals. One of the city's hospitals have implemented KTR terrain in the hospital environment is Hospital Dr. Pirngadi Medan.

This study is a survey research with qualitative approach that aimed to analyze the implementation of the policy non-smoking area (KTR) in Hospital Dr Pirngadi Medan. Informants in this study were 7 of them, namely five hospital’s employees and two visitors to the hospital determined by purposive. Data collection includes primary data by means of in depth interviews and have documentation as a way to collect data.

The results showed that at this time the hospital has not been implemented according to the rules KTR and and yet thoroughly including active role. Implementation KTR only limited delivery of information in the form of installation of banners, stickers, and carrier information. Currently there are no special executor. Participation of officer in the implementation KTR is informed, prohibit, reprimanded and sent out when there are visitors who smoke. The results showed that the smoking ban only applied in indoor Hospital Dr. Pirngadi field, this led to found of smokers in the yard Hospital Dr. Pirngadi field is still exist.

It is suggested to the officer in order to reproduce the attractive banners and also placed at the gate of the hospital, providing socialization various regulations KTR and everything related to internal policies, provide information to ban smoking in the Hospital Dr. Pirngadi field so that more often install loudspeakers to urging every visitor to not smoke.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Erra Putri Siregar Tanggal Lahir : Langsa

Tempat : 14-03-1991 Suku Bangsa : Batak

Agama : Islam

Nama Ayah : Erwinsyah Siregar, SE Suku Bangsa Ayah : Batak

Nama Ibu : Ratnawati, SE Suku Bangsa Ibu : Aceh

Pendidikan Formal

1. Tahun 1997-2003 : SD Negeri No. 5 Langsa 2. Tahun 2003-2006 : SLTPN 1 Langsa

3. Tahun 2006-2009 : SMA Negeri No. 3 Langsa. 4. Tahun 2010-2015 : Fakultas Kesehatan Masyarakat


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena melalui karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2015” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir selesainya skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU).

2. dr. Heldy B.Z, M.P.H., selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan dan selaku dosen penguji I yang telah memberikan arahan, bimbingan dan koreksi kepada penulis dalam penulisan skripsi.

3. Dr. Juanita, SE, M.Kes., selaku Dosen Pembimbing I sekaligus Ketua Penguji yang telah memberikan usulan, bimbingan dan arahan kepada penulis dengan sabar demi penulisan skripsi sehinga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik. 4. dr. Rusmalawaty, M.Kes.,selaku Dosen Pembimbing II yang telah


(8)

dan arahan kepada penulis yang berguna untuk skripsi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. dr. Fauzi, SKM., selaku dosen penguji II yang telah memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan skripsi.

6. Para Dosen dan Staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK). 7. Direktur RSUD DR. Pirngadi Medan yang telah memberikan ijin kepada

penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.

8. Kepala Sub Bagian Kepegawaian RSUD Dr. Pirngadi Medan dan seluruh staf yang telah bersedia membantu dan memberi dukungan bagi Penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

9. Teristimewa kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, Ayahanda Erwinsyah Siregar, SE dan Ibunda Ratnawati, SE yang senantiasa mendoakan saya, memberikan kasih sayang dan semangat, dukungan, dan materi selama ini. Juga kepada Kakanda dan Adinda tersayang, yaitu Kakanda Dara Tursina Siregar serta Adinda Muhammad Ikhsan Siregar yang senantiasa mendukung serta selalu mendo’akan penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Terimakasih atas dukungan dari sahabat- sahabat saya yang di aceh, terkhusus kepada Tino Roso Wibowo, Rully Faisal Siregar, Fitra Siregar, Tia Zahraini, Silvia, Khairul Husna, dan seluruh teman yang tidak dapat saya sebutkan satu- persatu.

11.Rekan-rekan stambuk 2010 yang juga sudah alumni, mudah-mudahan sudah dapat pekerjaan yang sesuai.


(9)

12.Teman-teman angkatan saya di Departemen AKK yang sudah alumni yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu.

13.Teman- teman terdekat saya di FKM USU, terkhusus buat sahabat- sahabat penulis Sukaria Nababan, Wanda Ferbrita Purba, Erna Sinaga, dan Chairin Sarah yang selalu memberikan semangat dan bantuan kepada penulis serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, semoga Allah SWT senantiasa memberkahi kehidupan kita semua.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih untuk kritik dan saran yang disampaikan secara ilmiah untuk perbaikan menuju yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi siapapun yang membacanya dan bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Januari 2015 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan ...

i

Abstrak ...

ii

Abstrack ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ...

v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

Daftar Gambar ... xii

BAB I PENDAHULUAN ...

1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...

13

2.1 Rokok ... 13

2.1.1 Pengertian Rokok ... 13

2.1.2 Kandungan Rokok ... 14

2.1.3 Jenis Rokok ... 15

2.1.4 Bahaya Rokok Pada Tubuh ... 18

2.2 Perilaku Merokok ... 21

2.2.1 Definisi ... 21

2.2.2 Jenis Perokok ... 23

2.2.3 Tahapan Dalam Perilaku Merokok ... 23

2.2.4 Tipe- Tipe Perilaku Merokok ... 24

2.3 Sejarah Munculnya Rokok ... 26

2.4 Rumah Sakit ... 29

2.4.1 Definisi ... 29

2.5 Kebijakan ... 30

2.5.1 Definisi ... 30

2.5.2 Teori Implementasi Kebijakan ... 32

2.5.3 Faktor Pendukung Implementasi... 39

2.5.4 Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan ... 41

2.5.5 Upaya Mengatasi Hambatan Implementasi Kebijakan ... 43


(11)

2.6.1 Definisi ... 44

2.6.2 Landasan Kebijakan KTR ... 44

2.7 Kerangka Pikir ... 47

BAB III METODE PENELITIAN ... 48

3.1 Jenis Penelitian ... 48

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 48

3.2.2 Waktu Penelitian... 48

3.3 Informan Penelitian ... 48

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 49

3.5 Jenis Dan Sumber Data ... 50

3.6 Definisi Operasional ... 50

3.7 Instrumen Penelitian ... 52

3.8 Metode Analisa ... 52

3.9 Tehnik Analisa Data ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 53

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53

4.1.1 Lokasi dan Sejarah RSUD Dr. Pirngadi ... 53

4.1.2 Visi dan Misi RSUD Dr. Pirngadi ... 53

4.1.3 Struktur Organisasi ... 54

4.1.3.1 Tugas Pokok dan Fungsi ... 54

4.1.3.2 Struktur Organisasi RSUD Dr. Pirngadi ... 54

4.2 Karakteristik Informan ... 55

4.3 Kebijakan KTR di RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 56

4.3.1 Distribusi Status Merokok Informan ... 56

4.3.2 Pernyataan Pegawai tentang Pengetahuan Informan akan KTR di RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 57

4.3.3 Pernyataan Pegawai RS tentang Surat Edaran dan Terlaksananya Sosialisi di RSUD Dr. Pirngadi ... 58

4.3.4 Pernyataan Pegawai tentang Pelaksanaan KTR di RS ... 59

4.3.5 Pernyataan Pegawai tentang Alasan Pentingnya menjadikan RS sebagai KTR ... 60

4.3.6Pernyataan Pegawai tentang Kawasan Tanpa Rokok telah menjadi Ketetapan di RS ... 61

4.3.7Pernyataan Pegawai tentang Ada atau Tidaknya Sanksi bagi yang Melanggar Kebijakan KTR ... 62

4.3.8 Pernyataan Pegawai tentang Hambatan serta Solusi RS dalam Pengimplementasian Kawasan Tanpa Rokok ... 63

4.3.9 Pernyataan Pengunjung tentang Pandangannya terhadap Rokok serta Efek yang dirasakan secara Pribadi ... 64

4.3.10Pernyataan Pengunjung tentang KTR serta Pelaksanaannya di RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 65 4.3.11Pernyataan Pengunjung tentang Dampak KTR bagi Kesehatan 66


(12)

4.3.12Pernyataan Pengunjung tentang Pentingnya Promosi Kasawan Tanpa Rokok kepada Pengunjung RSUD Dr. Pirngadi Medan 66 4.3.13Pernyataan Pengunjung tentang Ada atau Tidaknya Pelanggaran

yang terjadi setelah Pemberlakuan KTR di RSUD Dr. Pirngadi

Medan ... 67

4.3.14Pernyataan Pengunjung tentang Ada atau Tidaknya Sanksi bagi yang Melanggar Kebijakan KTR ... 68

4.3.15Pernyataan Pengunjung tentang Saran untuk Perbaikan Pelaksanaan KTR ... 69

BAB V PEMBAHASAN ... 70

5.1 Pengetahuan Informan akan KTR ... 70

5.2 Pemberian Informasi dari Pihak RS kepada setiap Pegawai RS tentang Peraturan KTR... 71

5.3 Pelaksanaan KTR di RS ... 73

5.4 Alasan Penting untuk Menjadikan RS sebagai Kawasan Tanpa Rokok 74 5.5 Kawasan Tanpa Rokok telah menjadi Ketetapan di RS ... 76

5.6 Hambatan serta Solusi RS dalam Pengimplementasian Kawasan Tanpa Rokok ... 77

5.7 Pandangannya terhadap Rokok serta Efek yang dirasakan secara Pribadi ... 80

5.8 Pengetahuan akan KTR Mempengaruhi Pelaksanaan KTR di RS ... 81

5.9 Kesadaran akan Dampak KTR bagi Kesehatan Pengunjung ... 83

5.10Pentingnya Promosi Kasawan Tanpa Rokok kepada Pengunjung RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 83

5.11Pelanggaran yang terjadi setelah Pemberlakuan KTR ... 84

5.12Sanksi Bagi yang Melanggar Kebijakan KTR ... 86

5.13Perbaikan Pelaksanaan KTR ... 87

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

6.1 Kesimpulan ... 89

6.2 Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran

Lampiran 1. Pedoman Wawancara

Lampiran 2.

Surat Permohonan Izin Penelitian


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Distribusi Informan RSUD Dr. Pirngadi Medan ... ... 57 Tabel 4.2 Status Merokok dari Informan ... ... 57 Tabel 4.3 Matriks Pernyataan Pegawai tentang Pengetahuan informan akan

KTR yang ada di RSUD DR. Pirngadi Medan ... ... 58 Tabel 4.4 Matriks Pernyataan Pegawai RS tentang Surat Edaran dan

Terlaksananya Sosialisai di RSUD Dr. Pirngadi Medan ... ... 59 Tabel 4.5 Matriks Pernyataan Pegawai tentang Pelaksanaan KTR di RS ... 60 Tabel 4.6 Matriks Pernyataan Pegawai tentang Alasan Pentingnya

menjadikan RS sebagai KTR... ... 61 Tabel 4.7 Matriks Pernyataan Pegawai tentang Kawasan Tanpa Rokok telah

menjadi Ketetapan di RS ... ... 62 Tabel 4.8 Matriks Pernyataan Pegawai tentang Ada atau Tidaknya Sanksi

bagi yang Melanggar Kebijakan KTR ... 63 Tabel 4.9 Matriks Pernyataan Pegawai tentang Hambatan serta Solusi RS

dalam Pengimplementasian Kawasan Tanpa Rokok ... 64 Tabel 4.10 Matriks Pernyataan Pengunjung tentang Pandangannya terhadap

Rokok serta Efek yang dirasakan secara Pribadi ... 65 Tabel 4.11 Matriks Pernyataan Pengunjung tentang KTR serta Pelaksanaannya

di RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 66 Tabel 4.12 Matriks Pernyataan Pengunjung tentang Dampak KTR bagi

Kesehatan ... 67 Tabel 4.13 Matriks Pernyataan Pengunjung tentang Pentingnya Promosi

Kasawan Tanpa Rokok kepada Pengunjung RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 67 Tabel 4.14 Matriks Pernyataan Pengunjung tentang Ada atau Tidaknya

Pelanggaran yang terjadi setelah Pemberlakuan KTR di RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 68 Tabel 4.15 Matriks Pernyataan Pengunjung tentang Ada atau Tidaknya Sanksi

bagi yang Melanggar Kebijakan KTR ... 69 Tabel 4.16 Matriks Pernyataan Pengunjung tentang Saran untuk Perbaikan


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar2.1


(15)

ABSTRAK

Penerapan Kawasan Tanpa Rokok merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Penerapan Kawasan Tanpa Rokok ini perlu diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Salah satu rmah sakit di kota medan yang telah menerapkan KTR di lingkungan rumah sakit adalah RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

Penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok (KTR) di RSUD Dr. pirngadi Kota Medan. Informan dalam penelitian ini ada 7 orang, yaitu 5 orang pegawai rumah sakit dan 2 orang pengunjung rumah sakit yang ditentukan secara purposive. Pengumpulan data meliputi data primer dengan cara wawancara secara mendalam (in-depth interview) dan telah dokumentasi sebagai cara untuk mengumpulkan data.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat ini rumah sakit belum mengimplementasikan KTR sesuai peraturan dan belum secara menyeluruh termasuk peran aktif. Pelaksanaan KTR hanya sebatas penyampaian informasi dalam bentuk pemasangan spanduk, stiker, dan informasi operator. Saat ini tidak terdapat pelaksana khusus. Peran serta petugas dalam penerapan KTR adalah menginformasikan, melarang, menegur dan menyuruh keluar bila ada pengunjung yang merokok. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa larangan merokok hanya diterapkan didalam ruangan RSUD Dr. Pirngadi Medan, hal ini menyebabkan masih ditemukannya perokok di halaman RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Disarankan kepada petugas agar dapat memperbanyak spanduk yang menarik dan juga diletakkan di pintu pagar rumah sakit, memberikan sosialisasi berbagai peraturan- peraturan KTR dan segala yang berhubungan dengan kebijakan internal, memberikan informasi informasi larangan merokok di lingkungan RSUD Dr. Pirngadi Medan agar lebih sering memasang pengeras suara yang menghimbau setiap pengunjung untuk tidak merokok.


(16)

ABSTRACT

The Application of Smoking Area is to protect the public against the risk of health problems because the environment threated by smoke pollution. The Application of Smoking Area should be organized in health care facilities such as hospitals. One of the city's hospitals have implemented KTR terrain in the hospital environment is Hospital Dr. Pirngadi Medan.

This study is a survey research with qualitative approach that aimed to analyze the implementation of the policy non-smoking area (KTR) in Hospital Dr Pirngadi Medan. Informants in this study were 7 of them, namely five hospital’s employees and two visitors to the hospital determined by purposive. Data collection includes primary data by means of in depth interviews and have documentation as a way to collect data.

The results showed that at this time the hospital has not been implemented according to the rules KTR and and yet thoroughly including active role. Implementation KTR only limited delivery of information in the form of installation of banners, stickers, and carrier information. Currently there are no special executor. Participation of officer in the implementation KTR is informed, prohibit, reprimanded and sent out when there are visitors who smoke. The results showed that the smoking ban only applied in indoor Hospital Dr. Pirngadi field, this led to found of smokers in the yard Hospital Dr. Pirngadi field is still exist.

It is suggested to the officer in order to reproduce the attractive banners and also placed at the gate of the hospital, providing socialization various regulations KTR and everything related to internal policies, provide information to ban smoking in the Hospital Dr. Pirngadi field so that more often install loudspeakers to urging every visitor to not smoke.


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan dengan upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan nasional merupakan usaha meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkesinambungan. Upaya besar bangsa Indonesia dalam meluruskan kembali arah pembangunan nasional yang telah dilakukan menuntut reformasi total kebijakan pembangunan di segala bidang. Pembangunan pada hakikatnya adalah perubahan yang terus-menerus yang merupakan kemajuan dan perbaikan menuju ke arah tujuan yang ingin dicapai (Depkes, 1999)

Penelitian menunjukkan bahwa kesehatan individu atau masyarakat lebih banyak bergantung pada pilihan gaya hidup ketimbang unsur bawaan keluarga. Aktivitas yang dianggap sebagai perilaku berisiko terhadap kesehatan yaitu pemakaian tembakau, minum alkohol berlebihan, penggunaan obat terlarang, dan aktivitas seksual yang tidak aman. Popularitas rokok menjadi fenomena abad ke - 20. Jumlah perokok melonjak sejak awal tahun 1900-an tidak lama setelah diperkenalkannya teknologi produksi massal yang baru ditambah dengan gencarnya kampanye periklanan (Litin, 2003)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan menjelaskan bahwa rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan atau dihirup asapnya, termasuk rokok


(18)

kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman

nicotiana tabacum, nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan.

Beberapa penyakit yang ditimbulkan akibat merokok antara lain gangguan impotensi dan beberapa jenis kanker. Baik perokok itu sendiri maupun orang yang tidak merokok namun terpapar asap rokok. Menurut survei Global Youth Tobacco Survey (GTS) Indonesia pada tahun 2006 sebanyak (81,6%) pelajar usia SMP di Jakarta tercemar asap rokok di luar rumah, ironisnya, di dalam rumahpun mereka punya pengaruh yang besar untuk tercemari. Data terkini menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara terbesar mengkonsumsi rokok menempati urutan ke-5 di dunia. Jumlah perokok di Indonesia mencapai (34,5%) pada tahun 2004 atau sekitar 60 juta jiwa (Aditama, 2006)

Menurut WHO (2008) dalam lima tahun terakhir posisi Indonesia diantara negara-negara dengan jumlah perokok terbanyak didunia telah bergeser dari negara ke-5 menjadi negara ke-3 terbanyak di dunia dengan jumlah perokok 65 juta orang atau 28% per penduduk, diperkirakan 225 miliar batang rokok yang dihisap per tahun.

Menurut World Health Organisation (WHO, 2003), prevalensi perokok tiap hari pada lima provinsi tertinggi ditemukan di Provinsi Kalimantan Tengah (36,0%), diikuti dengan Kepulauan Riau (33,4%), Sumatera Barat (33,1%), Nusa Tenggara Timur dan Bengkulu masing-masing (33%) dan Provinsi Aceh sebesar (31,9%) (Kemenkes, 2010). Prevalensi penduduk umur 15 tahun ke atas yang merokok tiap hari sebesar (28,2%). Rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap


(19)

tiap hari lebih dari separuh (52,3%) perokok adalah 1-10 batang dan sekitar (20%) sebanyak 11-20 batang per hari (Riskesdas, 2010)

Masalah rokok pada hakikatnya sudah menjadi masalah nasional bahkan internasional. Dampaknya menyangkut bidang ekonomi dan kesehatan manusia. Perilaku merokok tidak hanya merugikan perokok, tetapi juga orang yang ada di sekitarnya yang bukan perokok (perokok pasif). Rokok merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Diperkirakan hingga menjelang 2030 kematian akibat merokok akan mencapai 10 juta per-tahunnya dan di negara-negara berkembang diperkirakan tidak kurang sekitar 70% kematian yang disebabkan oleh rokok (Kemenkes RI, 2011)

Dari sudut ekonomi, di satu pihak memang jelas penjualan rokok akan meningkatkan devisa negara. Tetapi dipihak yang lain harus pula dihitung kerugian yang ditimbulkannya secara ekonomis. Para ahli Bank Dunia memperkirakan kerugian bersih akibat konsumsi rokok di dunia mencapai angka 200 trilyun dollar AS pertahun. Separuh kerugian ini terjadi di negara berkembang. Perhitungan para ahli, setiap konsumsi tembakau 1.000 ton akan terjadi kerugian ekonomi dunia sebanyak 27,2 juta dollar AS (Aditama, 2001)

Dari aspek kesehatan, merokok sangat tidak memberi manfaat bagi pemakainya. Rokok mengandung 4000 zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan, seperti nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik, bahkan juga formalin (TCSC, 2012)

Asap rokok tidak hanya menyerang para perokok saja, melainkan juga menyerang orang-orang yang ada di sekitar perokok oleh karena terhirup asap


(20)

rokok (perokok pasif). Konsentrasi zat berbahaya didalam tubuh perokok pasif lebih besar karena racun yang terhisap melalui asap rokok perokok aktif tidak terfilter. Sedangkan racun rokok dalam tubuh perokok aktif terfilter melalui ujung rokok yang dihisap (WHO, 2008)

Kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia masih menimbulkan perdebatan yang panjang, mulai dari hak asasi seorang perokok, fatwa haram merokok di tempat umum sampai dengan dampak anti rokok terhadap perekonomian dan tenaga kerja di Indonesia. Kebijakan merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan tembakau atau lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok (Prabandari, 2009)

Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) bekerjasama dengan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) dan World Health Organization (WHO) Indonesia melaporkan empat alternatif kebijakan yang terbaik untuk pengendalian tembakau, yaitu menaikkan pajak (65% dari harga eceran), melarang bentuk semua iklan rokok, mengimplementasikan 100% kawasan tanpa rokok di tempat umum, tempat kerja, tempat pendidikan, serta memperbesar peringatan merokok dan menambahkan gambar akibat kebiasaan merokok pada bungkus rokok (Prabandari, 2009)

Salah satu upaya untuk mengatasi masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh asap rokok atau perilaku merokok yang salah diperlukan kegiatan pemberdayaan masyarakat atau program yang bisa melindungi perokok pasif. Kegiatan itu adalah dengan membentuk suatu kawasan yang bebas dari asap rokok


(21)

(TCSC, 2012)

Negara-negara maju seperti Amerika, Australia dan beberapa negara di Eropa mulai gencar menerapkan KTR secara efektif, sebagai contoh yaitu Australia saat ini sedang menggodok aturan pencabutan SIM kepada pengendara yang sedang merokok dikendaraannya dan didalamnya ada anak berumur di bawah 16 tahun. Pemerintah Kota New York mengeluarkan Undang-undang Bebas Asap Rokok pada tanggal 30 Desember 2002 yang mengatur tentang KTR termasuk di restoran. Beberapa negara di kawasan Asia tenggara juga sangat ketat dalam melaksanakan KTR di wilayahnya (TCSC, 2012)

WHO mengadakan Sidang Majelis Kesehatan Dunia ke 56 pada bulan Mei 2003 yang dihadiri 191 negara anggota dari WHO, dengan suara bulat mengadopsi Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau/Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). FCTC ini berlaku efektif sejak tanggal 27 Februari 2005. Pemerintah mempunyai kewajiban dan kewenangan untuk melindungi masyarakat, dan yang merupakan pokok-pokok kebijakan FCTC seperti peningkatan cukai, larangan iklan menyeluruh, penerapan KTR, peringatan kesehatan dalam bentuk gambar, program berhenti merokok dan pendidikan masyarakat (TCSC, 2012)

Namun, Indonesia hingga saat ini menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang belum menjadi peserta FCTC, sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara yang belum menandatangani dan meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Rata-rata perokok menghabiskan 10-11 batang per hari di tahun 2004 (TCSS-IAKMI, 2008)


(22)

Salah satu terobosan penting yang dilakukan oleh pemerintah baru-baru ini adalah perumusan Memorandum Of Understanding (MOU) antara Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan yang menekankan pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri dituangkan dalam surat bernomor 188/MENKES/PB/I/2011 dan Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa rokok. Peraturan bersama ini sebenarnya sudah menyebutkan adanya sanksi bagi pihak pelanggar, namun masih perlu diperkuat dengan petunjuk operasional dan konsistensi implementasinya dilapangan (TCSC, 2012)

Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta dan

Swisscontact Indonesia Foundation bekerja sama dengan Lembaga Demografi Universitas Indonesia (LDUI), menunjukkan bahwa (98%) responden menyatakan dukungannya terhadap peraturan Kawasan Dilarang Merokok (KDM), diikuti dengan (93%) responden menyatakan telah mengetahui adanya Peraturan Daerah ini. Saat ini kebijakan larangan merokok di tempat umum di Indonesia menjadi kebijakan daerah, meskipun belum semua daerah sudah membuat kebijakan ini. Ada pula beberapa kabupaten kota yang membuat semacam peraturan dari walikota atau bupati, namun hal ini belum terlalu kuat dalam penerapan sanksi dan juga implementasinya (TCSC, 2012)

Penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebenarnya selama ini telah banyak diupayakan oleh berbagai pihak baik lembaga/institusi pemerintah maupun swasta dan masyarakat. Namun pada kenyataannya upaya yang telah


(23)

dilakukan tersebut jauh tertinggal dibandingkan dengan penjualan, periklanan/promosi dan atau penggunaan rokok (Juanita, 2011)

Kesehatan merupakan hak azasi manusia yang diamanatkan oleh Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Amanat Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 115, menetapkan Kebijakan KTR. KTR adalah area atau ruangan yang dilarang untuk melakukan kegiatan seperti produksi, penjualan, iklan, promosi dan atau penggunaan rokok. Tujuannya adalah agar dapat melindungi kesehatan masyarakat dilingkungan dengan memastikan bahwa tempat-tempat yang umum bebas dari jangkauan asap rokok. Adapun tempat-tempat umum yang dimaksud meliputi : a) fasilitas tempat pelayanan kesehatan, b) tempat belajar mengajar, c) tempat bermain anak, d) tempat ibadah, e) angkutan umum, f) tempat kerja, serta g) tempat-tempat yang telah ditentukan.

Dasar hukum kawasan tanpa rokok di Indonesia cukup banyak, yaitu Undang-Undang No. 23/1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, UU No.8/1999 tentang perlindungan konsumen, UU No. 23/2002 tentang perlindungan anak, UU No. 32/2002 tentang penyiaran, Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 41/1999 tentang pengendalian pencemaran udara, PP RI No. 19/2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan, Instruksi Menteri Kesehatan RI No. 459/MENKES/INS/VI/1999 tentang kawasan bebas rokok pada sarana kesehatan. dan Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 4/U/1997 tentang lingkungan sekolah bebas rokok.

KTR merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, baik individu, masyarakat, parlemen, maupun pemerintah untuk melindungi generasi


(24)

sekarang maupun yang akan datang. Komitmen bersama dari berbagai elemen akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan KTR. Hanya Undang-Undang atau PERDA KTR yang dapat memberikan perlindungan hukum bagi bukan perokok terhadap paparan asap rokok orang lain (TCSC, 2012)

Undang-Undang/PERDA tentang lingkungan Bebas Asap Rokok memiliki kekuatan untuk melindungi masyarakat dari kesakitan dan kematian akibat paparan asap rokok orang lain. Lingkup undang-undang bervariasi antar negara, sebagian merupakan peraturan di tingkat nasional yang berlaku untuk seluruh wilayah negara, sementara beberapa negara lain memiliki UU Bebas Asap Rokok di tingkat negara bagian. Sesuai PP 19/2003 yang masih berlaku di Indonesia sampai saat ini, kewenangan untuk membuat UU Kawasan Tanpa Rokok berada pada pemerintah daerah dalam bentuk PERDA.

Di beberapa wilayah di Indonesia KTR sudah berjalan dengan baik, misalnya Kota Bandung dengan Perda No. 03 Tahun 2005, Kota Bogor dengan Perda No. 08 Tahun 2006, Kota Palembang dengan Perda No. 07 Tahun 2009, Kota Padang Panjang dengan Perda No. 08 Tahun 2009, Kota Surabaya dengan Perda No. 05 Tahun 2008 dan Peraturan Walikota (Perwali) No. 25 tahun 2009, Provinsi D.I Yogyakarta dengan Peraturan Gubernur Provinsi Yogyakarta No. 42 Tahun 2009, serta beberapa daerah lainnya.

Pemerintah Daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya. Saat ini Kota Medan sudah memiliki Perda No. 03 tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Penetapan KTR bertujuan: a) terciptanya ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat; b) memberikan perlindungan kepada masyarakat dari


(25)

dampak buruk rokok baik langsung maupun tidak langsung; dan menciptakan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat.

Peraturan mengenai KTR juga terdapat dalam Undang-Undang RI tentang Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 BAB VIII pasal 29 ayat 1 bagian m, n dan t, serta ayat 2 dan 3. Menyebutkan (m) menghormati dan melindungi hak-hak pasien, (n) melaksanakan etika Rumah Sakit, (t) memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok. Ayat (2) menyebutkan; Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi admisnistratif berupa: a). teguran; b). teguran tertulis, atau c). denda dan pencabutan izin rumah sakit. Ayat (3) menyebutkan; Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan atau sering disingkat RSUPM beralamat di Jl. Prof. HM Yamin SH No. 47 Medan yang merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan di Kota Medan yang berstatus milik pemerintah Kota Medan. RSU Dr. Pirngadi Kota Medan didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda dengan nama GEMENTE ZIEKEN HUIS pada tanggal 11 Agustus 1928.

Bidang manajemen RSUD Dr Pringadi Medan (RSUDPM) membuat suatu aturan seperti larangan merokok, larangan penjualan rokok, serta diberlakukannya tulisan- tulisan dilarang merokok pada setiap ruangan di dalam lingkungan rumah sakit. Pihak manajemen menggerakkan petugas keamanan (satpam) untuk ikut melakukan sosialisasi penerapan kawasan tanpa rokok. Tugas dari para satpam


(26)

adalah menegur secara halus/sopan kepada setiap pengunjung dan keluarga pasien yang merokok untuk tidak merokok (metrosiantar, 2014)

Menurut hasil observasi peneliti, RSUD Dr. Pirngadi Medan telah melaksanakan kawasan tanpa rokok yang di mulai dengan sebuah himbauan dan tanda-tanda/simbol larangan merokok. Terlihat dari beberapa lokasi rumah sakit terdapat poster-poster di beberapa ruangan rumah sakit, serta spanduk larangan merokok pun terpajang di kantin rumah sakit meskipun kantin itu sendiri masih saja menjual rokok.

Para pegawai rumah sakit mengaku bahwa KTR telah dilaksanakan di rumah sakit tersebut. Namun masih terlihat jelas di beberapa lokasi/ruangan yang digunakan sebagai tempat untuk merokok belum dapat dikatakan layak/memenuhi syarat sebagai ruangan khusus merokok, karena dapat kita lihat jelas dari ventilasi, pintu yang sering terbuka, serta sampah puntungan rokok yang masih saja dibuang sembarangan.

Alur pemikiran dari dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dengan adanya kebijakan mengenai kawasan tanpa rokok serta sarana dan prasarana dapat mendukung terjadinya sebuah proses-proses seperti penyuluhan dan serta sebuah sanksi yang tegas yang kemudian akan mendukung terjadinya implementasi kawasan tanpa rokok. Narasumber dimintai keterangannya mengenai pengetahuannya terhadap ada atau tidak adanya kebijakan-kebijakan KTR khususnya bagi rumah sakit sehingga nantinya dari hasil penelitian atas pengetahuan mereka maka dapat diketahui sejauh mana mereka berperan dalam


(27)

kebijakan KTR terhadap pengimplementasian kebijakan tersebut serta bagaimana komitmen mereka terhadap implementasi KTR tersebut.

Namun jelas terlihat di RSUD Dr. Pirngadi Medan bahwa penegasan dalam bentuk sanksi bagi para pelanggar kebijakan belum sampai kepada sanksi yang tegas. Dari pembahasan di atas, maka perlu adanya analisis implementasi KTR di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan untuk mengetahui sejauh apa pelaksanaan KTR telah di laksanakan serta untuk mengetahui seberapa besar dukungan agar dapat memperkuat pelaksanaan KTR agar dapat dijadikan sebagai suatu program.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana implementasi kebijakan KTR di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pingadi Kota Medan Tahun 2014?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi atau pelaksanaan kebijakan KTR (Kawasan Tanpa Rokok) di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2014.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Dapat digunakan sebagai bahan referensi dan bahan bacaan untuk menambah pengetahuan tentang kawasan tanpa rokok


(28)

2. Dapat sebagai masukan dan informasi bagi RSUD Dr. Pirngadi Medan untuk menanggulangi masalah rokok

3. Bagi RSUD Dr. Pirngadi Medan dapat sebagai rancangan strategi menciptakan kawasan tanpa rokok di rumah sakit tersebut


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rokok

2.1.1 Pengertian Rokok

Rokok adalah lintingan atau gulungan tembakau yang digulung/dibungkus dengan kertas, daun, atau kulit jagung, sebesar kelingking dengan panjang 8-10 cm, biasanya dihisap seseorang setelah dibakar ujungnya. Rokok merupakan pabrik bahan kimia berbahaya. Hanya dengan membakar dan menghisap sebatang rokok saja, dapat diproduksi lebih dari 4000 jenis bahan kimia. 400 diantaranya beracun dan 40 diantaranya bisa berakumulasi dalam tubuh dan dapat menyebabkan kanker. Rokok juga termasuk zat adiktif karena dapat menyebabkan adiksi (ketagihan) dan dependensi (ketergantungan) bagi orang yang menghisapnya. Dengan kata lain, rokok termasuk golongan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, Alkohol, dan Zat Adiktif).

Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan tahun terakhir, bungkusan- bungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan kesehatan yang memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari merokok, misalnya (walaupun pada kenyataannya itu hanya tinggal hiasan, jarang sekali dipatuhi).


(30)

2.1.2 Kandungan Rokok

Berikut adalah beberapa baha

1.

2.

kimia di antaranya bersifat

3. cyano.

4.

terbakar dan tidak berwarna.

5.

6.

sebagai metil alkohol.

7.

hidrokarbon alkuna yang paling sederhana.

8.

kombinasi dengan unsur- unsur tertentu.

9.

mengawetkan mayat.

10.

membunuh semut. Zat ini juga digunakan sebagai zat pembuat plastik dan pestisida.

11.

12.


(31)

2.1.3 Jenis Rokok

Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembedaan ini didasarkan atas da

Rokok berdasarkan bahan pembungkus:

1.

2.

3.

4.

tembakau.

5. Rokok putih: rokok yang isinya hanya daun tembakau,terkadang ada yang diberi aroma tertentu untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

6. Rokok kretek: rokok yang bahan bakunya berupa daun tembakau dan cengkeh.

7. Rokok Klembak: rokok yang bahan bakunya berupa tembakau, cengkeh dan kemenyan.

Rokok berdasarkan bahan baku atau isi:

1.

yang diber

2.

dan tertentu.


(32)

3. Rokok Klembak: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh, dan efek rasa dan aroma tertentu.

Rokok berdasarkan proses pembuatannya:

1.

cara bantu sederhana.

2.

menggunakan mesin. Sederhananya, material rokok dimasukkan ke dalam berupa rokok batangan. Saat ini mesin pembuat rokok telah mampu menghasilkan keluaran sekitar enam ribu sampai delapan ribu batang rokok per menit. Mesin pembuat rokok, biasanya, dihubungkan dengan berupa rokok batangan namun telah dalam bent pembungkus rokok yang mampu menghasilkan keluaran berupa rokok dalam pres, sat yang mampu menghasilkan SKT karena terdapat perbedaan diameter pangkal dengan diameter ujung SKT. Pada SKM, lingkar dan lingkar

3. Rokok Non Filter: rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus.


(33)

Sigaret Kretek Mesin sendiri dapat dikategorikan kedalam 2 bagian :

1. Sigaret Kretek Mesin Full Flavor (SKM FF): rokok yang dalam proses pembuatannya ditambahkan aroma rasa yang khas. Contoh: Gudang Garam International, Djarum Super dan lain-lain.

2. Sigaret Kretek Mesin Light Mild (SKM LM): rokok mesin yang menggunakan kandungan tar dan nikotin yang rendah. Rokok jenis ini jarang menggunakan aroma yang khas. Contoh: A Mild, Clas Mild, Star Mild, U Mild, L.A. Lights, Surya Slims dan lain-lain.

Rokok berdasarkan penggunaa

1.

2.

terdapat gabus. Dilihat dari komposisinya :

1. Bidis: Tembakau yang digulung dengan daun temburni kering dan diikat dengan benang. Tar dan karbon monoksidanya lebih tinggi daripada rokok buatan pabrik. Biasa ditemukan di Asia Tenggara dan India.

2. Cigar: Dari fermentasi tembakau yang diasapi, digulung dengan daun tembakau. Ada berbagai jenis yang berbeda di tiap negara. Yang terkenal dari Havana, Kuba.

3. Kretek: Campuran tembakau dengan cengkeh atau aroma cengkeh berefek mati rasa dan sakit saluran pernapasan. Jenis ini paling berkembang dan banyak di Indonesia.


(34)

4. Tembakau langsung ke mulut atau tembakau kunyah juga biasa digunakan di Asia Tenggara dan India. Bahkan 56 persen perempuan India menggunakan jenis kunyah. Adalagi jenis yang diletakkan antara pipi dan gusi, dan tembakau kering yang diisap dengan hidung atau mulut.

5. Shisha atau hubbly bubbly: Jenis tembakau dari buah-buahan atau rasa buah-buahanyang disedot dengan pipa dari tabung. Biasanya digunakan di Afrika Utara, TimurTengah, dan beberapa tempat di Asia. Di Indonesia, shisha sedang menjamur seperti dikafe- kafe.

2.1.4 Bahaya rokok pada tubuh

Berbagai macam anggota tubuh dapat terkena penyakit yang disebabkan oleh merokok. Berikut adalah bagian- bagian tubuh dan penyakit yang ditimbulkan akibat merokok :

1. Mata

Rokok dapat menyebabkan katarak dan menyebabkan kebutaan. Resiko perokok adalah tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan bukan perokok.

2. Mulut, tenggorokan, pita suara, dan esophagus

Rokok dapat menyebabkan kanker pada bagian tubuh mulut, tenggorokan, pusat suara, dan esophagus dan dapat menyebabkan penyakit gusi, pilek, dan kerongkongan kering. Lebih dari 90% penderita kanker mulut adalah perokok dan tingkat kematian penderita kanker mulut pada perokok lebih besar 20 sampai dengan 30 kali dibandingkan dengan penderita kanker mulut yang bukan perokok.


(35)

3. Gigi

Pada perokok, resiko menderita periodontitis (gusi terbakar yang mengarah ke infeksi dan akan merusak jaringan halus dan tulang) sebesar 10 kali lebih tinggi.

4. Paru- paru

Penyakit yang mungkin diderita oleh perokok pada fungsi tubuh paru-paru adalah kanker paru- paru, pneumonia, bronkhitis, asma, dan batuk kronis. Kematian akibat kanker paru- paru yang disebabkan oleh rokok diperkirakan berkisar lebih dari 80%. Selain itu, studi di Finlandia, menunjukkan bahwa merokok pasif menyumbang timbulnya penyakit asma pada orang dewasa. Dan di Inggris, studi yang dilakukan oleh National Asma Campaign menunjukkan bahwa rokok memicu serangan asma pada 80% penderita.

5. Perut

Penyakit akibat merokok yang menyerang perut adalah kanker perut dan lambung. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat resiko kanker perut berbanding lurus dengan jumlah dan lama merokok.

6. Ginjal

Kanker ginjal dapat juga menyerang perokok dan kanker ini lebih sering ditemukan di antara perokok dibandingkan dengan yang tidak merokok.

7. Pankreas

Tingkat kesembuhan kanker pankreas tidak lebih dari 4% pada penderita yang lebih dari lima tahun menderita kanker ini.


(36)

8. Kantung Kemih

Kanker kandung kemih merupakan salah satu resiko yang dapat diderita oleh perokok.

9. Leher Rahim

Kanker juga dapat menyerang di bagian leher rahim pada penderita perokok.

10. Kehamilan

Pada ibu hamil, merokok dapat menyebabkan bayi lahir prematur, berat badan lahir rendah dan keguguran. Menurut WHO, wanita merokok pada negara maju adalah 15%, pada negara berkembang adalah 8%. Sedangkan di Amerika Serikat, wanita perokok mencapai 15%-30% dan sebagian dari mereka adalah wanita hamil.

11. Tulang

Merokok dapat menyebabkan tulang rapuh. 12. Darah

Resiko terkena kanker darah (leukemia) pada perokok adalah 1,53 sedangkan pada mantan perokok adalah 1,39. Setelah diketahui mengenai bahaya rokok terhadap tubuh, maka pemerintah mengatur kebijakan mengenai penyelenggaraan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2003 pada bab 2 yang membahas penyelenggaran pengamanan rokok yang berisi bahwa setiap orang yang memproduksi rokok wajib memberikan informasi kandungan kadar nikotin dan tar setiap batang yang di produksinya.


(37)

2.2 Perilaku Merokok 2.2.1 Definisi

Merokok merupakan overt behavior dimana perokok menghisap gulungan tembakau. Hal ini seperti dituliskan dalam kertas Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa merokok adalah menghisap gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas (KBBI, 1990). Lebih jauh lagi Poerwadarminta (2007), mendefinisikan merokok sebagai menghisap rokok. Fakhrurrozi mengidentifikasi merokok sebagai overt behavior karena merokok merupakan perilaku yang nampak. Sebagai overt behavior merokok merupakan perilaku yang dapat terlihat karena ketika merokok individu melakukan suatu kegiatan yang nampak yaitu menghisap asap rokok yang dibakar ke dalam tubuh. Hal ini senada dengan pendapat Armstrong (2007), merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar. Definisi perokok menurut WHO untuk sekarang adalah mereka yang merokok setiap hari untuk jangka waktu minimal 6 bulan selama hidupnya.

Merokok merupakan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan serius hingga membawa kematian. Merokok dapat merusak paru- paru, bronkhi, otak, pembuluh darah jantung, dan organ- organ lain. Kebiasaan merokok berhubungan dengan penyakit- penyakit yang berisiko tinggi seperti bronkhitis kronis atau radang saluran pernafasan, asma, radang paru-paru (pneumonia), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), emfisema, pengerasan arteri (arteriosklerosis), stroke, jantung koroner, tukak lambung, kanker paru- paru, mulut, tenggorokan, dan nasofaring.


(38)

Selain itu, juga dapat merusak sperma dan menyebabkan impotensi, memicu penggumpalan darah sehingga sirkulasi darah tidak lancar. Pada wanita hamil dapat memperbesar risiko keguguran, kematian pada janin atau menimbulkan kecacatan pada bayi. Merokok juga dapat meningkatkan sekresi lendir di seluruh saluran pernafasan meningkat, memperlambat gerakan bulu- bulu getar (cilia) pada dinding saluran nafas bahkan silia dapat terbakar karena efek panas dari asap rokok. Hal tersebut mengurangi kemampuan silia dan lendir untuk mengeluarkan kontaminan (benda asing) menjadi berkurang, dinding saluran nafas meradang yang akhirnya dapat berkembang menjadi kanker.

Rokok membuat banyak orang yang menghisapnya ketagihan dan susah untuk berhenti. Bahkan akibat ketagihan tersebut jumlah rokok yang dihisap cenderung bertambah. Hal tersebut dapat terjadi karena rasa nikmat yang dipengaruhi oleh zat nikotin yang bersifat adiktif (membuat orang kecanduan) sehingga membuat ketergantungan merokok. Padahal dibalik rasa nikmat tersebut nikotin merupakan zat racun yang menyebabkan berbagai penyakit. Di antara efek negatif nikotin adalah menyebabkan peningkatan tekanan darah, kecepatan denyut jantung dan penyempitan pembuluh darah (vasokonstriksi) termasuk pembuluh darah koroner. Tekanan darah yang tinggi dapat mempercepat terjadinya kerusakan otak, pembuluh darah, mata, dan ginjal. Gangguan pada pembuluh darah koroner memicu penyakit jantung koroner dan akhirnya terjadi serangan jantung.


(39)

Gejala- gejala kecanduan yang terjadi jika individu berhenti merokok meliputi: Mudah tersinggung, gelisah, mudah cemas, gugup, kesadaran dan perhatian menurun, gangguan tidur, dan cepat lapar. Gejala- gejala ini bisa terjadi setelah beberapa jam seseorang berhenti merokok, sehingga inilah yang menyebabkan seseorang kembali merokok dalam waktu singkat. Gejala- gejala ini mencapai puncaknya pada hari- hari awal ketika berhenti merokok, dan mungkin mereda dalam beberapa minggu. Namun bagi sebagian orang, gejala ini akan tetap bertahan selama berbulan bulan.

2.2.2 Jenis Perokok

Perokok dibagi menjadi 2, yaitu: 1) Perokok Aktif

Perokok Aktif adalah seseorang yang dengan sengaja menghisap lintingan atau gulungan tembakau yang dibungkus biasanya dengan kertas, daun, dan kulit jagung. Secara langsung mereka juga menghirup asap rokok yang mereka hembuskan dari mulut mereka. Tujuan mereka merokok pada umumnya adalah untuk menghangatkan badan mereka dari suhu yang dingin. Tapi seiring perjalanan waktu pemanfaatan rokok disalah artikan, sekarang rokok dianggap sebagai suatu sarana untuk pembuktian jati diri bahwa mereka yang merokok adalah keren.

2) Perokok Pasif

Perokok Pasif adalah seseorang atau sekelompok orang yang menghirup asap rokok orang lain. Telah terbukti bahwa perokok pasif mengalami risiko gangguan kesehatan yang sama seperti perokok aktif, yaitu orang yang menghirup


(40)

asap rokoknya sendiri.

2.2.3 Tahapan dalam Perilaku Merokok

Sebelum menjadi perokok, seseorang melalui beberapa tahapan yang dilaluinya terlebih dahulu. Levental dan Clearly mengungkapkan terdapat empat tahap dalam perilaku merokok sehingga seseorang menjadi perokok, yaitu:

a. Tahap Perpatory, seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari hasil bacaan. Hal- hal ini menimbulkan minat untuk merokok.

b. Tahap Initiation, tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok.

c. Tahap Becoming a Smoker, apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak empat batang per hari maka ia mempunyai kecenderungan menjadi perokok.

d. Tahap Maintenance of Smoking, tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek psikologis yang menyenangkan.

2.2.4 Tipe-tipe Perilaku Merokok

Terdapat berbagai pembagian tipe perilaku merokok yang dibedakan berdasarkan berbagai aspek, diantaranya sebagai berikut.

A. Berdasarkan tempat aktivitas merokok dilakukan, berdasarkan tempat di mana seseorang menghisap rokok. Mu’tadin (2002), menggolongkan tipe perilaku merokok menjadi:


(41)

a). Kelompok homogen (sama- sama perokok), secara berkelompok mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di area merokok.

b). Kelompok heterogen (merokok di tengah orang- orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompok, orang sakit, dll).

2). Merokok di tempat- tempat yang bersifat pribadi

a). Kantor atau kamar tidur pribadi. Perokok memilih tempat tempat seperti ini sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang mencekam.

b). Toilet, perokok jenis ini dapat digolongkam sebagai orang yang suka berfantasi.

B. Berdasarkan manajemen terhadap afeksi yang ditimbulkan rokok

Menurut Silvan dan Tomkins (2002), ada empat tipe perilaku merokok berdasarkan management theory of affect, keempat tipe tersebut adalah:

1) Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif

a) Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan.

b) Stimulation to pick them up, perilaku merokok hanya dilakukan sekedar menyenangkan perasaan.

c) Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang diperoleh dari memegang rokok


(42)

2) Tipe perokok yang dipengaruhi perasaan negatif, banyak orang yang merokok untuk mengurangi perasaan negatif yang dirasakannya. Misalnya, merokok bila marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelemat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi dengan tujuan menghindari perasan yang tidak enak.

3) Tipe perokok yang adiktif, perokok yang sudah adiksi akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang

4) Tipe perokok yang sudah menjadi kebiasaan, mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena sudah menjadi kebiasaan.

C. Berdasarkan jumlah rokok yang dihisap dalam sehari

Menurut Smet (1994), tipe perokok yang dapat diklasifikasikan menurut banyak rokok yang dihisap menjadi tiga tipe, yaitu:

1). Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang dalam sehari 2). Perokok sedang yang menghisap 5 - 14 batang rokok dalam sehari 3). Perokok ringan yang menghisap 1 - 4 batang rokok dalam sehari.

2.3 Sejarah munculnya Rokok

Rokok bukan sesuatu yang baru di dunia ini, melainkan sesuatu yang memang telah ada sejak lam rokok memang telah lama ada. Manusia di dunia yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti


(43)

memuja dewa atau roh. Pada abad 16, Ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata.

Abad 17 para pedagang Spanyol masuk ke Turki dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk negara-negara Islam. Telah banyak riset yang membuktikan bahwa rokok sangat menyebabkan ketergantungan, di samping menyebabkan banyak tipe

Ada pun sejarah yang menjelaskan bahwa sejarah rokok dimulai dari mengunyah tembakau dan mengisap tembakau melalui sebuah pipa yang dilakukan warga asli benua Amerika (Maya, dkk) sejak 1.000 tahun sebelum masehi. Mereka melaksanakan tradisi membakar tembakau yang bertujuan untuk menunjukkan persahabatan dan persaudaraan saat beberapa suku yang berbeda berkumpul, serta sebagai ritual pengobatan.

Tidak lama satelah itu kru Columbus membawa tembakau beserta tradisi mengunyah dan membakar lewat pipa ini ke peradaban di Inggris. Namun yang lebih berperan adalah seorang diplomat dan petualang Perancis yang menyebarkan popularitas rokok di seantero Eropa, orang ini adalah Jean Nicot, istilah nikotin yg kita ketahui selama ini berasal dari kata Nicot. Tetapi ada catatan sejarah rokok yang lain bahwa tradisi rokok dan merokok yang lebih tua berasal dari Turki


(44)

semenjak periode dinasti Ottoman. Setelah permintaan tembakau mengalamai kenaikan dan lonjakan di Eropa, budidaya tembakau mulai dipelajari dengan serius terutama tembakau Virginia yang ditanam di Amerika.

Rolfe adalah orang pertama yang berhasil menanam tembakau dalam skala besar, yang kemudian diikuti oleh perdagangan dan pengiriman tembakau dari AS ke Eropa. Sejarah rokok di Indonesia muncul pada tahun 1880, Haji Jamahri dari Kudus adalah orang yang pertama kali meramu tembakau dengan cengkeh. Tujuan awalnya adalah mencari obat penyakit asma yang dideritanya, namun pada akhirnya rokok racikan Jamahri menjadi terkenal. Istilah Kretek adalah sebutan khas untuk menamai rokok asal Indonesia, istilah ini berasal dari bunyi rokok saat disedot yang diakibatkan oleh letupan cengkeh yang berbunyi kretek.

Sejarah lainnya menyebutkan bahwa rokok pertama kali muncul dengan bentuk yang kita lihat sekarang ini kurang lebih muncul pada tahun 1492 M ketika pelaut Spanyol melihat pohon tembakau ketika para pelaut menemukan benua Amerika. Sejak itu rokok mulai menyebar begitu cepat di Eropa tepatnya di akhir abad ke-16 dan terus mendunia sampai Raja Inggris James I mulai melarang keras peredaran rokok, dia mengeluarkan pengumuman pada tahun 1604 M tentang pelarangan rokok, di Rusia pada tahun 1634 dikeluarkan peraturan yang sangat keras terhadap para perokok, penjual serta pembeli yang tertangkap diberi hukuman berupa dipotong hidungnya serta dicambuk badannya, apabila merokok lagi maka akan diasingkan ke Siberia atau dihukum mati.

Pada awal abad ke-17 negara-negara seperti: Denmark, Swedia, Austria serta Nigeria mengeluarkan peraturan tentang larangan rokok, adapun kemunculan


(45)

rokok pertama kali di negara-negara Islam di akhir tahun ke-110 H, dibawa pertama kali oleh kaum Nashara (al-Asyribah wa Ahkamuha karya DR.Majid Abu Rikhiyyah, juga al-Mausu'ah al-Muyassarah I/489 oleh Muhammad Syafiq Girbal).

Dari anggapan sebagai obat penyembuh, lambang persahabatan dan persaudaraan, rokok kemudian berkembang menjadi simbol kejantanan pria. Hal ini ditandai sejak dijadikannya rokok sebagai ransum wajib setiap prajurit saat Perang Dunia Pertama. Karena fakt terbukti, rokok pada jamannya pernah diiklankan dengan menggunakan beragam model, dari bayi hingga dokter, tetapi sekarang ini fakta rokok yang berbahaya terhadap kesehatan telah dibenarkan oleh medis, misalnya menimbulka sehingga dampaknya memang sekarang hampir tidak ada iklan yg muncul tentang rokok.

Begitu banyak harta dan uang yang telah habis tanpa bekas yang telah dihabiskan manusia untuk menghisap rokok, tidak heran apabila begitu banyak negara yang pendapatan utamanya dari cukai rokok. Banyak orang yang tahu akan kandungan kimia berbahaya dan beracun dari rokok, namun kandungan yang paling akrab ditelinga kita dari batang rokok ini adalah Nikotin yang dikatakan oleh para ilmuan sangat berbahaya bahkan 50 mg dari Nikotin ini apabila masuk kedalam aliran darah akan dapat mengancam nyawa seseorang.


(46)

2.4 Rumah Sakit 2.4.1 Definisi

Undang-undang Republik Indonesia tentang Rumah Sakit no. 44 tahun 2009 BAB I pasal 1 menyebutkan bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Menurut buku pedoman penyelenggaraan pelayanan rumah sakit, Rumah sakit adalah semua sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat, tindakan medik, yang dilaksanakan selama 24 jam melalui upaya kesehatan perorangan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Rumah sakit adalah gedung tempat merawat orang sakit, gedung tempat menyediakan dan memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi berbagai masalah kesehatan. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (Siregar, 2004)


(47)

2.5 Kebijakan 2.5.1 Definisi

Istilah kebijakan publik adalah terjemahan istilah bahasa Inggris yaitu

Public Policy, kata policy ada yang menerjemahkan menjadi kebijakan (Wibawa, 1994) dan ada juga yang menerjemahkan menjadi kebijaksanaan (Islamy, 2001). Meskipun belum ada kesepakatan apakah policy diterjemahkan menjadi Kebijakan ataukah kebijaksanaan akan tetapi tampaknya kecenderungan yang akan datang untuk policy digunakan istilah kebijakan maka dalam modul ini, untuk public policy diterjemahkan menjadi kebijakan publik.

a. Thomas R. Dye

Thomas R. Dye mendefinisikan kebijakan publik sebagai berikut:

Public Policy is whatever the government choose to do or not to do (Kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu). Menurut Dye, apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu, maka tentunya ada tujuannya, karena kebijakan publik merupakan tindakan pemerintah. Apabila pemerintah memilih untuk tidak melakukan sesuatu, inipun merupakan kebijakan publik, yang tentunya ada tujuannya. Sebagai contoh: becak dilarang beroperasi di wilayah DKI Jakarta, bertujuan untuk kelancaran lalu-lintas, karena becak dianggap mengganggu kelancaran lalu-lintas, di samping dianggap kurang manusiawi. Akan tetapi, dengan dihapuskannya becak, kemudian muncul ojek sepeda motor. Meskipun ojek sepeda motor ini bukan termasuk kendaraan angkutan umum, tetapi Pemerintah DKI Jakarta tidak melakukan tindakan untuk melarangnya. Tidak adanya tindakan untuk melarang ojek ini


(48)

dapat dikatakan belum adanya kebijakan publik yang dapat dikategorikan sebagai tidak melakukan sesuatu.

b. James E. Anderson

Anderson mengatakan: Public Policies are those policies developed by governmental bodies and officials. (Kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah).

c. David Easton

David Easton memberikan definisi kebijakan publik sebagai berikut: Public policy is the authoritative allocation of values for the whole society

(Kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai secara sah kepada seluruh anggota masyarakat).

d. Kesimpulan

a. Kebijakan publik dibuat oleh pemerintah yang berupa tindakan-tindakan pemerintah.

b. Kebijakan publik baik untuk melakukan atau tidak meiakukan sesuatu itu mempunyai tujuan tertentu.

c. Kebijakan publik ditujukan untuk kepentingan masyarakat.

2.5.2 Teori Implementasi Kebijakan

Implementasi yang merupakan terjemahan dari kata implementation, berasal dari kata kerja to implement. Menurut Webster’s Dictionary (2008), kata

to implement berasal dari bahasa Latin implementum dari asal kata impere dan

plere. Kata implore dimaksudkan to fill up, to fillin, yang artinya mengisi penuh; melengkapi, sedangkan plere maksudnya to fill, yaitu mengisi. Dalam Webster’s


(49)

Dictionary (2008) selanjutnya kata to implement dimaksudkan sebagai: (1) to carry into effect; accomplish. (2) to provide with the means for carrying out into effect or fulfilling; to give practical effect to. (3) to provide or equip with implements.

Pertama, to implement dimaksudkan membawa ke suatu hasil (akibat); melengkapi dan menyelesaikan. Kedua, to implement dimaksudkan menyediakan sarana (alat) untuk melaksanakan sesuatu. Ketiga, to implement dimaksudkan menyediakan atau melengkapi dengan alat. Sehubungan dengan kata implementasi di atas, Pressman dan Wildavsky mengemukakan bahwa,

ímplementation as tocarry out, accomplish fulfill produce,complete. Maksudnya: membawa, menyelesaikan, mengisi, menghasilkan, melengkapi (Tachan, 2008)

Jadi secara etimologis implementasi itu dapat dimaksudkasn sebagai suatu aktivitas yang bertalian dengan penyelesaian suatu pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat) untuk memperoleh hasil. Apabila pengertian implementasi di atas dirangkaikan dengan kebijakan publik, maka kata implementasi kebijakan publik dapat diartikan sebagai aktivitas penyelesaian atau pelaksanaan suatu kebijakan publik yang telah ditetapkan/disetujui dengan penggunaan sarana (alat) untuk mencapai tujuan kebijakan.

Dengan demikian, dalam proses kebijakan publik implementasi kebijakan merupakan tahapan yang bersifat praktis dan dibedakan dari formulasi kebijakan yang dapat dipandang sebagai tahapan yang bersifat reoritis. Anderson mengemukakan bahwa: policy implementation is the application of thepolicy by thegovernment’s administrative machinery to the problem. Kemudian Edward III


(50)

mengemukakakan bahwa: Policy implementation, …is the stage of policy making between the establishment of a policy…and the consequences of the policy for the people whom it affects (Tachan, 2008). Sedangkan Grindle (2008) mengemukakan bahwa: implementation a general process of administrative action that can be investigated at specific program level.

Dari uraian di atas diperoleh suatu gambaran bahwa implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan administratif yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan/disetujui. Kegiatan ini terletak di antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika yang top-down, maksudnya menurunkan/menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang bersifat konkrit atau mikro. Sedangkan formulasi kebijakan mengandung logika bottom up, dalam arti proses ini diawali dengan pemetaan kebutuhan publik atau pengakomodasian tuntutan lingkungan lalu diikuti dengan pencarian dan pemilihan alternatif cara pemecahannya, kemudian diusulkan untuk ditetapkan.

Implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik. Biasanya implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakan dirumuskan dengan tujuan yang jelas. Implementasi adalah suatu rangkaian aktifitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana yang diharapkan (Gaffar, 2009)

Rangkaian kegiatan tersebut mencakup persiapan seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interpretasi dari kebijakan tersebut, misalnya dari sebuah undang-undang muncul sejumlah Peraturan Pemerintah, Keputusan


(51)

Presiden, maupun Peraturan Daerah, menyiapkan sumber daya guna menggerakkan implementasi termasuk di dalamnya sarana dan prasarana, sumber daya keuangan, dan tentu saja siapa yang bertanggung jawab melaksanakan kebijakan tersebut, dan bagaimana mengantarkan kebijakan secara konkrit ke masyarakat.

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya, dan untuk mengimplementasikan kebijakan publik tersebut maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program- program atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk UU atau Perda adalah jenis kebijakan yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa langsung dioperasionalkan antara lain Keputusan Presiden, Instruksi Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Kepala Daerah, Keptusan Kepala Dinas, dll (Dwijowijoto, 2004)

Sabatier (1979) menjelaskan makna implementasi ini dengan mengatakan bahwa memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian- kejadian dan kegiatan- kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman- pedoman kebijakan negara, yang mencakup baik usaha- usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian- kejadian (Wahab, 1997)


(52)

Pengertian implementasi di atas apabila dikaitkan dengan kebijakan adalah bahwa sebenarnya kebijakan itu tidak hanya dirumuskan lalu dibuat dalam suatu bentuk positif seperti undang- undang dan kemudian didiamkan dan tidak dilaksanakan atau diimplmentasikan, tetapi sebuah kebijakan harus dilaksanakan atau diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan- tujuan tertentu dengan sarana- sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu (Sunggono, 1994). Proses implementasi kebijakan publik baru dapat dimulai apabila tujuan- tujuan kebijakan publik telah ditetapkan, program- program telah dibuat, dan dana telah dialokasikan untuk pencapaian tujuan kebijakan tersebut.

Edward III mengajukan pendekatan masalah implementasi dengan terlebih dahulu mengemukakan dua pertanyaan pokok, yakni: (i) faktor apa yang mendukung keberhasilan implementasi kebijakan dan (ii) faktor apa yang menghambat keberhasilan implementasi kebijakan. Berdasarkan kedua pertanyaan tersebut dirumuskan empat faktor yang merupakan syarat utama keberhasilan proses implementasi, yakni komunikasi, sumber daya, sikap birokrasi atau pelaksana dan struktur organisasi, termasuk tata aliran kerja birokrasi. Empat faktor tersebut menjadi kriteria penting dalam implementasi suatu kebijakan.

Dijelaskan oleh Edward III secara singkat bahwa pedoman yang tidak akurat, jelas atau konsisten akan memberikan kesempatan kepada Implementors membuat diskresi. Diskresi ini bisa langsung dilaksanakan atau dengan jalan membuat petunjuk lebih lanjut yang ditujukan kepada pelaksana tingkat bawahnya. Jika komunikasi tidak baik maka diskresi ini akan memunculkan


(53)

disposisi. Namun Komunikasi yang terlampau detail akan mempengaruhi moral dan independensi implementor, bergesernya tujuan dan terjadinya pemborosan sumber daya seperti keterampilan, kreatifitas, dan kemampuan adaptasi. Sumber daya saling berkaitan dengan komunikasi dan mempengaruhi disposisi dalam implementasi. Demikian juga disposisi dari implementor akan mempengaruhi bagaimana mereka menginterpertasikan komunikasi kebijakan baik dalam menerima maupun dalam mengelaborasi lebih lanjut ke bawah rantai komando.

Menurut Teori Implementasi Kebijakan Edward III yang dikutip oleh winarno, faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan, yaitu :

1) Komunikasi.

Ada tiga hal penting yang dibahas dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan (clarity). Faktor pertama yang mendukung implementasi kebijakan adalah transmisi. Seorang pejabat yang mengimlementasikan keputusan harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaanya telah dikeluarkan. Faktor kedua yang mendukung implementasi kebijakan adalah kejelasan, yaitu bahwa petunjuk-petunjuk pelaksanaan kebijakan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi komunikasi tersebut harus jelas. Faktor ketiga yang mendukung implementasi kebijakan adalah konsistensi, yaitu jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas.


(54)

2) Sumber-sumber.

Sumber-sumber penting yang mendukung implementasi kebijakan meliputi: staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaan pelayanan publik.

3) Kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku-tingkah laku (sikap birokrasi).

Kecenderungan dari para pelaksana mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu yang dalam hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal.

4) Struktur birokrasi.

Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan, baik itu struktur pemerintah dan juga organisasi-organisasi swasta (Winarno, 2002). Menurut Teori Proses Implementasi Kebijakan menurut Van Meter dan Horn yang dikutip oleh Winarno, faktor-faktor yang mendukungimplementasi kebijakan yaitu:

(a) Ukuran-ukuran dan tujuan kebijakan.

Dalam implementasi, tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran suatu program yang akan dilaksanakan harus diidentifikasi dan diukur karena implementasi tidak dapat berhasil atau mengalami kegagalan bila tujuan-tujuan itu tidak dipertimbangkan. (a) Sumber-sumber Kebijakan: Sumber-sumber yang dimaksud


(55)

adalah mencakup dana atau perangsang (incentive) lain yang mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif. (b) Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan Implementasi dapat berjalan efektif bila disertai dengan ketepatan komunikasi antar para pelaksana. (c) Karakteristik badan-badan pelaksana: Karakteristik badan-badan pelaksana erat kaitannya dengan struktur birokrasi. Struktur birokrasi yang baik akan mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan. (d) Kondisi ekonomi, sosial dan politik: Kondisi ekonomi, sosial dan politik dapat mempengaruhi badan-badan pelaksana dalam pencapaian implementasi kebijakan. (e) Kecenderungan para pelaksana.

2.5.3 Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan bila dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan (Winarno, 2002). Adapun syarat-syarat untuk dapat mengimplementasikan kebijakan negara secara sempurna menurut Teori Implementasi Brian W. Hogwood dan Lewis A.Gun yang dikutip oleh Wahab, yaitu :

a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak akan mengalami gangguan atau kendala yang serius. Hambatan- hambatan tersebut mungkin sifatnya fisik, politis dan sebagainya.

b. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber- sumber yang cukup memadai.


(56)

d. Kebijaksanaan yang akan diimplementasikan didasarkan oleh suatu hubungan kausalitas yang handal.

e. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnnya.

f. Hubungan saling ketergantungan kecil.

g. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. h. Tugas- tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat. i. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.

j. Pihak- pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna (Wahab, 1997)

Intensitas kecenderungan-kecenderungan dari para pelaksana kebijakan akan mempengaruhi keberhasilan pencapaian kebijakan (Winarno, 2002). Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak hanya ditujukan dan dilaksanakan untuk intern pemerintah saja, akan tetapi ditujukan dan harus dilaksanakan pula oleh seluruh masyarakat yang berada di lingkungannya. Menurut James Anderson yang dikutip oleh Sunggono, masyarakat mengetahui dan melaksanakan suatu kebijakan publik dikarenakan :

(1) Respek anggota masyarakat terhadap otoritas dan keputusan- keputusan badan- badan pemerintah

(2) Adanya kesadaran untuk menerima kebijakan

(3) Adanya keyakinan bahwa kebijakan itu dibuat secara sah, konstitusional, dan dibuat oleh para pejabat pemerintah yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan


(57)

(4) Sikap menerima dan melaksanakan kebijakan publik karena kebijakan itu lebih sesuai dengan kepentingan pribadi

(5) Adanya sanksi- sanksi tertentu yaang akan dikenakan apabila tidak melaksanakan suatu kebijakan (Sunggono,1994)

2.5.4 Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan

Menurut Sunggono, implementasi kebijakan mempunyai beberapa faktor penghambat, yaitu:

a. Isi kebijakan

Pertama, implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isi kebijakan, maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci, sarana- sarana dan penerapan prioritas, atau program- program kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada. Kedua, karena kurangnya ketetapan intern maupun

ekstern dari kebijakan yang akan dilaksanakan. Ketiga, kebijakan yang akan diimplementasiakan dapat juga menunjukkan adanya kekurangan- kekurangan yang sangat berarti. Keempat, penyebab lain dari timbulnya kegagalan implementasi suatu kebijakan publik dapat terjadi karena kekurangan kekurangan yang menyangkut sumber daya- sumber daya pembantu, misalnya yang menyangkut waktu, biaya/dana dan tenaga manusia.

b. Informasi

Implementasi kebijakan publik mengasumsikan bahwa para pemegang peran yang terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu atau sangat berkaitan untuk dapat memainkan perannya dengan baik. Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat adanya gangguan komunikasi.


(58)

c. Dukungan

Pelaksanaan suatu kebijakan publik akan sangat sulit apabila pada pengimlementasiannya tidak cukup dukungan untuk pelaksanaan kebijakan tersebut.

d. Pembagian Potensi

Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu kebijakan publik juga ditentukan aspek pembagian potensi diantara para pelaku yang terlibat dalam implementasi. Dalam hal ini berkaitan dengan diferensiasi tugas dan wewenang organisasi pelaksana. Struktur organisasi pelaksanaan dapat menimbulkan masalah-masalah apabila pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang disesuaikan dengan pembagian tugas atau ditandai oleh adanya pembatasan-pembatasan yang kurang jelas (Sunggono, 1994). Adanya penyesuaian waktu khususnya bagi kebijakan-kebijakan yang kontroversial yang lebih banyak mendapat penolakan warga masyarakat dalam implementasinya.

Menurut Anderson, faktor- faktor yang menyebabkan anggota masyarakat tidak mematuhi dan melaksanakan suatu kebijakan publik, yaitu :

a) Adanya konsep ketidakpatuhan selektif terhadap hukum, dimana terdapat beberapa peraturan perundang- undangan atau kebijakan publik yang bersifat kurang mengikat individu- individu

b) Karena anggota masyarakat dalam suatu kelompok atau perkumpulan dimana mereka mempunyai gagasan atau pemikiran yang tidak sesuai atau bertentangan dengaan peraturan hukum dan keinginan pemerintah


(59)

c) Adanya keinginan untuk mencari keuntungan dengan cepat diantara anggota masyarakat yang mencenderungkan orang bertindak dengan menipu atau dengan jalan melawan hukum

d) Adanya ketidakpastian hukum atau ketidakjelasan ukuran kebijakan yang mungkin saling bertentangan satu sama lain, yang dapat menjadi sumber ketidakpatuhan orang pada hukum atau kebijakan publik

e) Apabila suatu kebijakan ditentang secara tajam (bertentangan) dengan sistem nilai yang dianut masyarakat secara luas atau kelompok- kelompok tertentu dalam masyarakat (Sunggono, 1994)

Suatu kebijakan publik akan menjadi efektif apabila dilaksanakan dan mempunyai manfaat positif bagi anggota-anggota masyarakat. Dengan kata lain, tindakan atau perbuatan manusia sebagai anggota masyarakat harus sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah atau negara. Sehingga apabila perilaku atau perbuatan mereka tidak sesuai dengan keinginan pemerintah atau negara, maka suatu kebijakan publik tidaklah efektif.

2.5.5 Upaya Mengatasi Hambatan Implementasi Kebijakan

Peraturan perundang- undangan merupakan sarana bagi implementasi kebijakan publik. Suatu kebijakan akan menjadi efektif apabila dalam pembuatan maupun implementasinya didukung oleh sarana- sarana yang memadai. Adapun unsur- unsur yang harus dipenuhi agar suatu kebijakan dapat terlaksana dengan baik, yaitu :


(60)

a. Peraturan hukum ataupun kebijakan itu sendiri, di mana terdapat kemungkinan adanya ketidakcocokan antara kebijakan-kebijakan dengan hukum yang tidak tertulis atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.

b. Mentalitas petugas yang menerapkan hukum atau kebijakan. Para petugas hukum (secara formal) yang mencakup hakim, jaksa, polisi, dan sebagainya harus memiliki mental yang baik dalam melaksanakan (menerapkan) suatu peraturan perundang- undangan atau kebijakan. Sebab apabila terjadi yang sebaliknya, maka akan terjadi gangguan- gangguan atau hambatan- hambatan dalam melaksanakan kebijakan/peraturan hukum.

c. Fasilitas, yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan suatu peraturan hukum. Apabila suatu peraturan perundang- undangan ingin terlaksana dengan baik, harus pula ditunjang oleh fasilitas- fasilitas yang memadai agar tidak menimbulkan gangguan- gangguan atau hambatan- hambatan dalam pelaksanaannya.

d. Warga masyarakat sebagai objek, dalam hal ini diperlukan adanya kesadaran hukum masyarakat, kepatuhan hukum, dan perilaku warga masyarakat seperti yang dikehendaki oleh peraturan perundang-undangan (Sunggono, 1994)

2.6 KTR 2.6.1 Definisi

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, atau mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau. Penetapan Kawasan


(61)

Tanpa Rokok merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap resiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok.

2.6.2 Landasan Kebijakan KTR

1. Undang-Undang yg mengatur Kawasan tanpa rokok (KTR)

Pada tahun 2009, pemerintah mengeluarkan Undang- Undang tentang kesehatan Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 pada pasal 115 yang membahas kebijakan mengenai kawasan tanpa rokok. Peraturan tentang penetapan kawasan tanpa rokok dikeluarkan oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan yang didalamnya dijelaskan secara singkat mengenai kandungan zat berbahaya yang terkandung didalam rokok, penyelenggaraan pengamanan rokok (terdapat ketentuan kawasan tanpa rokok pada pasal 22), serta peran masyarakat dalam upaya penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan.

Dalam upaya mewujudkan Indonesia sehat, pemerintah mengeluarkan Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No.188/Menkes/PB/I/2011 No.7 Tahun 2011 Tentang Pedoman Kawasan Tanpa Rokok untuk menyempurnakan peraturan-peraturan sebelumnya. Undang-undang Republik Indonesia tentang Rumah Sakit No. 44 Tahun 2009 dalam BAB VIII mengenai kewajiban dan hak pada pasal 29 ayat 1(t)memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok”, ayat 2 “Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi admisnistratif”, dan ayat 3 “Ketentuan lebih lanjut mengenai


(62)

kewajiban Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri”.

2. Undang-Undang Hak Asasi Manusia

Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang- Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dijelaskan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, Pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Namun, Dalam Pasal 1 ayat 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang- undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Oleh karena itu, beberapa orang beranggapan bahwa merokok merupakan hak asasi manusia. Setiap orang berhak mendapatkan kebebasannya untuk merokok. Namun, dapat diketahui bahwa merokok juga merugikan orang lain karena jelas asap rokok dapat mengganggu pernafasan dan kesehatan orang- orang


(63)

yang berada disekitarnya. Terwujudnya Kawasan Tanpa Rokok di semua Tatanan (Terlaksananya Implementasi).

2.7 Kerangka Pikir Penelitian

Z

Gambar 2.1 Kerangka Pikir INPUT

1. Pengetahuan tentang KTR 2. Pelaksanaan

KTR di RS 3. Kebijakan KTR

(tertulis dan tidak tertulis)

4. infrastruktur Kawasan Tanpa Rokok

5. Media promosi tentang larangan merokok/KTR

PROSES

1. Diterapkannya Kawasan Tanpa Rokok.

2. Sosialisasi kebijakan KTR baik secara langsung (tatap muka) maupun tidak langsung (melalui media cetak, elektronik)

3. Terpasangnya

pengumuman kebijakan KTR melalui poster, tanda larangan merokok, mading, surat edaran, pengeras suara.

OUTPUT Terwujudnya Kawasan Tanpa Rokok di semua Tatanan (Terlaksananya


(1)

Oxford University, 2006. Journal of Smoke Free In Hospital Area.

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok

Prabandari, YS, dkk. 2009. Kawasan Tanpa Rokok sebagai Alternative Pengendalian Tembakau Studi Efektivitas Penerapan Kebijakan Kampus Bebas Rokok terhadap Perilaku dan Status Merokok Mahasiswa di Fakultas Kedokteran UGM. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 12(04): 218-225.

Profil Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan Tahun 2012. Riset Kesehatan Dasar (RIKESDA) Tahun 2010.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi,1999. Metode Penelitian Survei. cetakan Kedua, Edisi Revisi, Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia.

Sitepoe, M. 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Penerbit Gramedia: Jakarta Solichin, Abdul Wahab. 1997. Analisis Kebijakan : Dari Formulasi ke

Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta : PT. Bumi Aksara

Sugiono, 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Jilid I, Cetakan I, Bandung: Alfabeta

Tobacco Control Support Centre (TCSC). 2012. Kawasan Tanpa Rokok dan Implementasinya – policy paper Seri 4. Jakarta: TCSC

Wikipedia. Kebijakan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Diakses pada tanggal 24

november 2014.

Winarno, Budi, 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo.

Winarno, Budi, 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Buku Kita.

WHO-Tobacco Free Iniviate, 2010. Perlindungan Terhadap Paparan Asap Rokok Orang Lain (Kawasan Tanpa Rokok) – Tobacco Intiative Bab 8. Jakarta: TFI

WHO (World Health Organization), 2008. MPOWER Upaya Pengendalian Konsumsi Tembakau. Diakses tanggal 22 September 2014


(2)

Diakses tanggal 13 Oktober 2014

Diakses tanggal 14 Oktober 2014.

Diakses tanggal 15

Oktober 2014.

http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/49_Peraturan%20Bersama_Menkes%2 0Mendagri_KTR.pdf. Diakses tanggal 15 Oktober 2014 (koran online metro siantar)


(3)

Lampiran

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. PIRNGADI MEDAN

TAHUN 2015

A. Karakteristik Pegawai Identitas Responden

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis kelamin : 4. Pangkat/ Golongan : 5. Status di rumah sakit :

1. Apakah anda perokok?

Daftar Pertanyaan untuk Pegawai Rumah Sakit

2. Apakah Bapak/ Ibu sebelumnya pernah mengetahui tentang adanya kawasan tanpa rokok di rumah sakit ini?

3. Sejauh apa pengetahuan Bapak/ Ibu tentang surat edaran dan terlaksananya sosialisasi di RSUD Dr. Pirngadi Medan?

4. Apakah peraturan kebijakan kawasan tanpa rokok di rumah sakit ini telah dilaksanakan?

5. Menurut Bapak/ Ibu hal apa yang menjadi alasan untuk menjadikan rumah sakit ini menjadi kawasan tanpa rokok?

6. Bagaimana pendapat Bapak/ Ibu tentang kawasan tanpa rokok yang telah menjadi ketetapan suatu aturan rumah sakit?

7. Adakah sanksi bagi pegawai yang melanggar peraturan?

8. Menurut Bapak/ Ibu apa yang menjadi penghambat terlaksananya KTR dengan baik serta bagaimana solusinya terhadap penghambat yang ada?


(4)

B.Karakteristik Pasien/ Pengunjung Identitas Responden

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis kelamin : 4. Pangkat/ Golongan : 5. Status di rumah sakit :

1. Apakah anda perokok?

Daftar Pertanyaan untuk Pasien/Pengunjung Rumah Sakit

2. Bagaimana pandangan anda tentang rokok, serta apa efek yang dirasakan secara pribadi akan rokok itu sendiri?

3. Apakah Bapak/ Ibu sebelumnya pernah mendengar kawasan tanpa rokok (KTR)? Jika penah, bagaimana pandangan/komentar anda tentang pelaksanaan kawasan tanpa rokok di RS ini?

4. Menurut Bapak/ Ibu apakah KTR memiliki dampak bagi kesehatan? 5. Seberapa pentingkah Promosi KTR bagi anda?

6. Apakah setelah diberlakukannya KTR ini masih saja ada yang merokok di rumah sakit ini?

7. Apakah pihak rumah sakit memberikan sanksi kepada pengunjung/ petugas yang merokok? Jika ada, bentuk penegasan seperti apa sajakah yang telah dilakukan oleh pihak rumah sakit?

8. Menurut bapak / Ibu solusi (saran) apa yang dapat Bapak/ Ibu berikan untuk pihak RS melakukan perbaikan kedepannya?


(5)

(6)