Pengaruh Variasi Komposisi Al2O3 Terhadap Sifat Fisis, Mekanis, Struktur Mikro, dan Fasa dalam Pembuatan Keramik Berbasis Bentonit dan Glass Bead Chapter III V

23

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian Tugas Akhir ini dilakukan di Laboratorium Keramik Pusat Penelitian
Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kawasan PUSPIPTEK,
Serpong, Tangerang Selatan.

3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian Tugas Akhir ini dilakukan selama 3 bulan, dimulai pada 01 Februari
sampai 05 Mei 2017.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Gelas ukur, berfungsi sebagai wadah toluena, aseton, aquades, dan serbuk
hasil wet milling.
2. Spatula, berfungsi sebagai alat untuk mengambil sampel yang berbentuk
serbuk.

3. Neraca digital, berfungsi sebagai alat untuk menimbang sampel.
4. Jar mill, berfungsi sebagai wadah untuk menggiling sampel serbuk.
5. Ball mill, berfungsi sebagai bola-bola untuk menggiling sampel serbuk di
dalam jar mill.
6. Saringan, berfungsi untuk menyaring hasil milling ke dalam gelas ukur.
7. Corong, berfungsi untuk menuangkan toluena dan sampel serbuk ke dalam
piknometer.
8. Hair dryer, berfungsi untuk mengeringkan piknometer dan sampel pelet hasil
pengujian true bulk density.
9. Plastik sampel, berfungsi sebagai wadah sampel baik dalam bentuk serbuk
maupun dalam bentuk pelet.

Universitas Sumatera Utara

24
10. Kertas label, berfungsi sebagai tempat untuk menulis nama sampel yang akan
ditempel pada plastik sampel.
11. Ultrasonic cleaner, berfungsi sebagai alat untuk membersihkan pori-pori dari
permukaan sampel pelet yang telah disinter dengan menggunakan gelombang
ultrasonic.

12. Piknometer (PYREX 50 ml), berfungsi untuk mengukur true density sampel
yang berbentuk sebuk.
13. Peralatan Archimedes, terdiri dari neraca digital, kawat penggantung sampel,
dan gelas ukur (pyrex 500ml) yang berisi aquades ¾ volume gelas ukur,
berfungsi untuk mengukur nilai bulk density dan porositas dari sampel yang
berbentuk pelet.
14. Jangka sorong digital, berfungsi untuk mengukur diameter sampel yang
berbentuk pelet.
15. Penjepit, berfungsi untuk menjepit sampel dan meletakkannya pada kawat
penggantung dalam mengukur bulk density dan porositas.
16. Penjepit krus, berfungsi untuk menjepit gelas ukur dan mengeluarkannya dari
dalam oven.
17. Amplas CW-1200, berfungsi untuk meratakan dan menghaluskan permukaan
sampel pelet sebelum pengujian kekerasan dan diamati menggunakan Optical
Microscope.
18. Bata tahan panas, berfungsi sebagai tempat untuk sampel pelet yang akan
disintering.
19. Magnetic stirrer, berfungsi sebagai alat untuk merebus sampel pelet sebelum
pengujian porositas.
20. High Energy Milling (HEM), berfungsi sebagai alat untuk menggiling dan

menghaluskan sampel serbuk yang telah di mixing.
21. Oven, berfungsi sebagai alat untuk mengeringkan dan menghilangkan kadar
toluena dari sampel serbuk setelah di milling.
22. Particle Size Analyzer (PSA) Cilas 1190, berfungsi sebagai alat untuk
mengetahui ukuran diameter partikel dari sampel serbuk hasil milling.
23. Molding, berfungsi sebagai cetakan sampel pelet yang berbentuk silinder dan
mempunyai diameter 16 mm.

Universitas Sumatera Utara

25
24. Universal Testing Machines (UTM), berfungsi sebagai alat untuk
mengkompaksi sampel dengan tekanan 80 kgf/cm2.
25. Thermolyne furnace high temperature, berfungsi sebagai alat untuk sintering
sampel pada suhu 900oC.
26. X-Ray Diffraction (XRD), berfungsi sebagai alat untuk analisis fasa yang
terbentuk dan struktur kristal dari sampel pelet hasil sinter.
27. Optical Microscope (OM), berfungsi untuk mengamati struktur mikro
permukaan sampel pelet hasil sinter.
28. Microhardness Tester (Hardness Vickers), berfungsi sebagai alat untuk

pengujian kekerasan dari sampel pelet hasil sinter.

3.2.2 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Serbuk bentonit, berfungsi sebagai bahan baku pembuatan keramik dalam
penelitian ini dan merupakan bahan teknis.
2. Glass bead, berfungsi sebagai bahan baku dalam pembuatan keramik pada
penelitian ini dan merupakan bahan teknis.
3. Al2O3 (Merck KGaA, Germany), berfungsi sebagai bahan tambahan yang
dicampurkan ke dalam bahan baku dengan variasi 0, 10, 20, dan 30 (wt%).
4. Toluena, berfungsi sebagai cairan yang digunakan pada proses wet milling agar
serbuk yang di milling terhindar dari oksidasi dan sebagai cairan untuk mengukur
true density dari campuran serbuk hasil milling.
5. Aseton, berfungsi sebagai cairan untuk membersihkan ball mill yang telah
digunakan sebelumnya.
6. Aquades, berfungsi sebagai cairan yang digunakan untuk mengukur bulk density
dan porositas dari pelet yang telah di sintering.
7. Resin epoksi Yukalac 157 BQTN-Ex, berfungsi sebagai bahan pengikat atau
perekat sampel serbuk hasil milling sebelum di kompaksi.
8. Katalis Metyl Etyl Keton Peroksida (MEKPO), berfungsi sebagai hardener untuk

mempercepat proses pengeringan resin.

Universitas Sumatera Utara

26

3.3 Diagram Alir Penelitian
Proses pembuatan keramik berbasis bentonit dan glass bead dengan variasi
komposisi Al2O3 yaitu 0, 10, 20 dan 30 (wt%) pada penelitian ini dimulai dengan
pencampuran (mixing) ketiga bahan, penggilingan basah (wet milling), pengeringan
didalam oven, kompaksi, sintering, dan karakterisasi. Diagram alir penelitian yang
dilakukan diperlihatkan pada Gambar 3.1.

Bentonit

Glass bead

Al2O3

Mixing dengan komposisi :

1. 50% Bentonit : 50% Glass bead : 0% Al2O3

Mixing

2. 45% Bentonit : 45% Glass bead : 10% Al2O3
Wet milling
(HEM 2 jam, media
Toluena)

3. 40% Bentonit : 40% Glass bead : 20% Al2O3
4. 35% Bentonit : 35% Glass bead : 30% Al2O3

Pengeringan
(100°C, 24 jam)
Karakterisasi :
- True density
- PSA

Serbuk
Dicetak dengan tekanan 80 kgf/cm2

(waktu : 2 menit)

Kompaksi

Suhu Sintering : 900°C
Holding time : 4 jam

Sintering

Pelet

Karakterisasi

Sifat Fisis :
- Bulk densisty
- Porositas
- Water absorption

Sifat Mekanis :
- Kekerasan


Analisis :
- Struktur mikro : OM
- Struktur kristal dan fasa : XRD

Gambar 8. Diagram Alir Penelitian

Universitas Sumatera Utara

27

3.4 Prosedur Penelitian
Adapun tahapan penelitian ini meliputi :
3.4.1 Preparasi Sampel
Pada penelitian ini, bahan utama yamg digunakan adalah bentonit, glass
bead, dan Al2O3 yang merupakan bahan teknis dan telah tersedia dalam bentuk
serbuk halus berukuran mikro. Diketahui ukuran partikel bentonit 15,68 µm,
glass bead 514,05 µm, dan Al2O3 102,68 µm yang merupakan hasil Particle Size
Analyzer (PSA). Kemudian masing-masing sampel tersebut ditimbang dengan
neraca digital, dimasukkan ke dalam plastik sampel, dan diberi nama dengan

kertas label. Gambar komposisi bahan terdapat pada lampiran 2.
Tabel 4. Komposisi bahan bentonit, glass bead, dan Al2O3
Nama
sampel
A
B
C
B

Perbandingan massa
bentonit : glass bead : Al2O3
(wt%)
50 : 50 : 0
45 : 45 : 10
40 : 40 : 20
35 : 35 : 30

Massa
bentonit
(gram)

6,0
5,4
4,8
4,2

Massa
glass bead
(gram)
6,0
5,4
4,8
4,2

Massa
Al2O3
(gram)
0
1,2
2,4
3,6


3.4.2 Proses Mixing
Dilakukan pencampuran serbuk bentonit, glass bead, dengan variasi
komposisi 0, 10, 20, 30 (wt%) Al2O3. Proses mixing dilakukan secara manual
dengan bantuan spatula selama 2 menit. Kemudian masing-masing hasil mixing
dimasukkan ke dalam jar mill untuk di milling menggunakan High Energy
Milling (HEM).

3.4.3 Proses Milling
Proses milling merupakan suatu proses penggilingan sampel dengan metode
metalurgi serbuk dengan cara menghancurkan serbuk menggunakan ball mill.
Proses milling pada penelitian ini menggunakan metode penggilingan basah (wet
milling) dengan media cairannya yaitu toluena. Penambahan toluena bertujuan
untuk menghindari proses oksidasi pada sampel. Sampel yang akan di milling
adalah sampel hasil mixing, dimana perbandingan antara massa sampel dengan
ball mill adalah 1 : 10 (wt%) atau 12 : 120 gram. Selanjutnya sampel dan ball

Universitas Sumatera Utara

28
mill dimasukkan ke dalam jar mill dan dituangkan toluena menggunakan gelas
ukur hingga serbuk dan ball mill terendam seluruhnya. Kemudian di milling
menggunakan High Energy Milling (HEM) dengan kecepatan 700 rpm selama 2
jam. Setelah selesai, serbuk hasil milling disaring untuk diambil ball millnya
kemudian serbuk dikeringkan. Tujuan dilakukannya proses milling adalah untuk
mendapatkan campuran serbuk yang halus dan homogen. Proses wet milling
terdapat pada lampiran 2.

3.4.4 Proses Pengeringan
Pengeringan adalah proses pemisahan sejumlah kecil zat cair untuk
menghilangkan kandungan sisa zat cair di dalam sampel. Setelah proses wet
milling selesai, kemudian serbuk basah dimasukkan ke dalam gelas ukur dan
dikeringkan di dalam oven dengan suhu 100oC selama 24 jam untuk
menghilangkan kadar toluena. Setelah serbuk menjadi kering, dilakukan
pengujian true density dengan menggunakan alat piknometer dan pengujian PSA
(Particle Size Analyzer) untuk mengetahui diameter ukuran partikel dari serbuk
hasil wet milling. Gambar serbuk kering hasil milling yang telah dikeringkan
didalam oven terdapat pada lampiran 2.

3.4.5 Proses Kompaksi
Pembuatan sampel uji dilakukan dengan metode die pressing (cetak tekan)
yaitu proses pembentukan sampel dengan cara penekanan. Sebelum serbuk hasil
milling dikompaksi, serbuk dicampur dengan resin epoksi sebanyak 5% dan
katalis sebanyak 3,2% dari berat sampel yang akan dibentuk. Penambahan resin
epoksi bertujuan sebagai bahan pengikat atau perekat serbuk hasil milling dan
katalis sebagai hardener untuk mempercepat proses pengeringan resin.
Kemudian serbuk dimasukkan ke dalam cetakan (molding) dan dilakukan
kompaksi dengan tekanan 80 kgf/cm2 pada suhu ruang menggunakan Universal
Testing Machines (HT-8346 Electric Control Unit) dan ditahan selama 2 menit.
Hasil cetakan berupa pelet dengan massa 2,5 gram, diameter 16 mm, dan tebal 6
mm. Proses kompaksi dan hasil kompaksi terdapat pada lampiran 2.

Universitas Sumatera Utara

29

3.4.6 Proses Sintering
Sintering adalah proses pemadatan dari sekumpulan serbuk pada temperatur
tinggi, mendekati titik leburnya, sehingga terjadi eliminasi pori, pertumbuhan butir,
peningkatan densitas dan penyusutan volume. Pada penelitian ini, sampel keramik
disinterring menggunakan Thermolyne furnace high temperature merk KSL-1700X
dengan temperatur maksimum 1200ºC. Sampel yang sudah dicetak disusun rapi
diatas bata tahan panas dan dimasukkan ke dalam furnace lalu disinter hanya pada
suhu 900ºC dan ditahan selama 4 jam dengan laju pemanasan 10oC/menit.
Setelah mencapai suhu 900ºC dan dipertahankan selama 2 jam kemudian
dilakukan pendinginan hingga suhu kamar yaitu dengan mematikan furnace tanpa
membukanya (pendinginan di dalam furnace). Hal ini dilakukan untuk menghindari
kemungkinan retak-retak pada sampel yang diakibatkan oleh panas yang berubah
tiba-tiba. Setelah mencapai suhu kamar di dalam furnace maka furnace dapat dibuka
untuk mengambil sampel dan kemudian sampel dikarakterisasi.
°C
3t
3C

4t
2t

2C

30t
1C

1t

0

min

Gambar 9. Diagram pemanasan dan pendinginan sampel di dalam furnace

3.4.7 Karakterisasi
Adapun karakterisasi sampel uji yang dilakukan adalah pengujian setelah
milling : true density dan Particle Size Analyzer (PSA) serta pengujian setelah
sintering : sifat fisis (bulk density, porositas, dan water absorption), struktur mikro
menggunakan Optical Microscope (OM), analisis fasa dan struktur kristal
menggunakan X-Ray Diffraction (XRD), serta sifat mekanis (Hardness Vickers).

Universitas Sumatera Utara

30

3.4.7.1 Pengujian setelah milling (serbuk)
a. True density
Pada pengujian true density, sampel yang akan diuji yaitu campuran serbuk
bentonit, glass bead, dan Al2O3. True density sampel diukur setelah mengalami
proses milling dan pengeringan. Pengujian true density dilakukan dengan
menggunakan piknometer dan toluena sebagai media cairan. Prosedur pengujian true
density menggunakan metode Archimedes adalah sebagai berikut:
1. Disiapkan bahan dan alat, antara lain : piknometer, toluena, spatula, kertas,
tissue, neraca digital, dan hair dryer.
2. Dinyalakan neraca digital pada posisi ON, kemudian tekan tombol REZERO, pastikan terbaca angka 0.
3. Ditimbang piknometer kosong dan dicatat massanya sebagai m1.
4. Ditimbang piknometer yang telah diisi penuh dengan toluena dan dicatat
massanya sebagai m2.
5. Dikosongkan piknometer dan dikeringkan menggunakan hair dryer agar
tidak ada toluena yang tersisa pada tabung piknometer.
6. Ditimbang piknometer yang telah diisi sampel serbuk yaitu 3,5 gram dan
dicatat massanya sebagai m3.
7. Dimasukkan toluena hingga penuh sampai tidak ada gelembung udara
ditutupnya dan ditunggu beberapa saat sampai seluruh serbuk mengendap dan
toluena yang tumpah membasahi dinding piknometer maupun tutupnya
dibersihkan dengan tissue hingga benar-benar kering lalu ditimbang dan
dicatat massanya sebagai m4.
8. Dihitung nilai true density menggunakan persamaan (2.1). � toluena yang
diguakan adalah � pada suhu runag 27oC yaitu 0,8669 g/cm3.

9. Dilakukan langkah di atas untuk sampel yang lainnya.

Gambar 10. Piknometer isi serbuk dan toluena

Universitas Sumatera Utara

31

b. Particle Size Analyzer (PSA)
Particle Size Analyzer (PSA) adalah alat untuk mengukur distribusi partikel.
Sampel yang akan diuji yaitu campuran serbuk bentonit, glass bead, dan Al2O3 yang
telah mengalami proses milling dan pengeringan. Metode yang digunakan adalah
Laser Diffraction (LAS) dengan prinsip dynamic light scattering (DLS). PSA yang
digunakan yaitu PSA Cilas 1190 yang dilengkapi dengan monitor dan CPU.
Prosedur kerjanya adalah sebagai berikut :
1. PSA dinyalakan.
2. Dilakukan proses pembersihan wadah sampel dengan menekan tombol
cleaning pada layar monitor, lalu menekan tombol 1 (stirrer unit), 2 (stirrer),
dan 3 (sample tank).
3. Input data pada layar komputer sesuai data sampel yang akan diuji.
4. Dilakukan proses background measurement dengan menekan tombol
background measurement pada layar komputer, ditunggu hingga beberapa
saat hingga dilayar muncul tanda berwarna hijau.
5. Sampel dimasukkan ke dalam wadah.
6. Menekan tombol 1, 2, dan 3 menunggu 1-2 menit agar sampel terpecah dan
tidak menggumpal.
7. Menjalankan

proses

perhitungan

distribusi

ukuran

partikel

dengan

perhitungan sebanyak 3 kali.
8. Setelah proses perhitungan selesai, file disimpan dalam bentuk pdf.

Gambar 11. Particle Size Analyzer (PSA) merk Cilas 1190

Universitas Sumatera Utara

32

3.4.7.2 Pengujian setelah sintering (pelet)
a. Bulk density
Pada pengujian bulk density, sampel yang akan diuji yaitu sampel pelet yang
telah disinter hanya pada suhu 900oC selama 4 jam. Pengujian bulk density dilakukan
dengan menggunakan metode Archimedes (ASTM C373-88) dan prosedur kerjanya
adalah sebagai berikut :
1. Disiapkan peralatan Archimedes (gelas ukur, aquades, neraca digital dan
kawat penggantung sampel), penjepit sampel, dan sampel pelet yang telah
dioven pada temperatur 100oC selama 1 jam.
2. Diletakkan tiang penyangga diatas neraca digital, meletakkan gelas ukur yang
berisi aquades (¾ volume gelas ukur) diatasnya, dan meletakkan kawat
penggantung pada penyangga sampai kawat tenggelam dalam aquades.
3. Diukur temperatur aquades menggunakan termometer.
4. Dikalibrasi neraca digital yang akan digunakan.
5. Dijepit dan diiletakkan pelet ke tempat sampel pada kawat penggantung,
kemudian dicatat hasilnya sebagai mk (massa kering).
6. Dijepit dan dimasukkan pelet ke tempat sampel yang berada didalam gelas
ukur yang berisi aquades, ditunggu beberapa saat sampai tidak ada
gelembung udara pada pelet, kemudian dicatat hasilnya sebagai mb (massa
basah).
7. Dihitung nilai bulk density sampel pelet menggunakan persamaan (2.3). �
aquades yang diguakan adalah � pada temperatur 28oC yaitu 0,996262 g/cm3.

8. Dilakukan langkah di atas untuk sampel yang lainnya.

Gambar 12. Peralatan Archimedes

Universitas Sumatera Utara

33

b. Porositas dan Water absorption
Pengujian porositas dan water absorption dilakukan untuk mengetahui
banyaknya persen pori dan serapan air pada sampel pelet yang telah disinter hanya
pada suhu 900oC selama 4 jam. Pengujian porositas dan water absorption
menggunakan metode Archimedes (ASTM C373-88) dengan prosedur kerja yaitu :
1. Disiapkan peralatan Archimedes (gelas ukur, aquades, neraca digital dan kawat
penggantung sampel), penjepit sampel, dan sampel pelet yang telah dioven pada
temperatur 100oC selama 1 jam.
2. Diletakkan tiang penyangga diatas neraca digital, meletakkan gelas ukur yang
berisi aquades (¾ volume gelas ukur) diatasnya, dan meletakkan kawat
penggantung pada penyangga sampai kawat tenggelam dalam aquades.
3. Dikalibrasi neraca digital yang akan digunakan.
4. Dijepit dan diletakkan pelet ke tempat sampel pada kawat penggantung,
kemudian dicatat hasilnya sebagai mk (massa kering).
5. Dijepit dan dimasukkan pelet ke tempat sampel yang berada didalam gelas ukur
yang berisi aquades, ditunggu beberapa saat sampai tidak ada gelembung udara
pada pelet, kemudian dicatat hasilnya sebagai mb (massa basah).
6. Direbus pelet menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit pada temperatur
100oC. Hal ini bertujuan untuk memasukkan air ke dalam pori-pori pelet.
7. Dijepit dan diletakkan pelet yang telah direbus ke tempat sampel pada kawat
penggantung, kemudian dicatat hasilnya sebagai mbu (massa basah di udara).
8. Dihitung nilai porositas dan water absorption sampel pelet menggunakan
persamaan (2.4) dan (2.5).
9. Dilakukan langkah di atas untuk sampel yang lainnya.

Gambar 13. Sampel direbus dengan magnetic stirrer

Universitas Sumatera Utara

34

c. Optical Microscope (OM)
Analisis dengan Optical microscope (OM) berfungsi untuk melihat struktur
mikro dari permukaan sampel pelet yang telah disinter hanya pada suhu 900oC
selama 4 jam dan dilakukan dengan menggunakan Optical microscope BESTSCOPE Pax-Com. Adapun prosedur pengamatan dari Optical Microscope yaitu :
1. Dihaluskan dan diratakan permukaan sampel dengan menggunakan amplas CW1200, 1500, dan 5000.
2. Dibersihkan permukaan sampel dengan menggunakan ultrasonic cleaner.
3. Diletakkan sampel diatas meja preparat.
4. Diamati permukaan sampel menggunakan Optical microscope (OM) dengan
perbesaran 400 kali, kemudian dilakukan pergeseran pada bagian tertentu dari
objek lalu difokuskan.
5. Diambil gambar hasil perbesaran yang telah fokus sebagai gambar yang akan
diamati bentuk dan ukuran permukaannya.

Gambar 14. Optical microscope (OM)

d. X-Ray Diffraction (XRD)
Analisa difraksi sinar-X menggunakan XRD Rigaku Smartlab dan dilakukan
untuk mengetahui perubahan pola difraksi sebelum dan setelah penambahan Al2O3.
Besaran-besaran yang diperlukan adalah letak puncak (2θ), intensitas relatifnya serta
data indeks miller untuk mengetahui parameter kisi, struktur kristal dan fasa-fasa
yang terbentuk pada sampel. Semua besaran ini dapat diketahui dengan melihat pola
difraksi yang diperoleh dari hasil analisa XRD. Sampel yang diuji XRD adalah
sampel pelet dengan penambahan 0 dan 30 (wt%) Al2O3 yang disinter hanya pada
suhu 900oC selama 4 jam. Dalam pembuatan keramik ini, analisa XRD bertujuan
untuk mengetahui fasa yang terbentuk sebelum dan sesudah penambahan Al2O3.

Universitas Sumatera Utara

35

Gambar 15. X-Ray Diffraction (XRD)

e. Kekerasan (Hardness Vickers)
Pengujian kekerasan sampel pelet yang telah disinter hanya pada suhu 900oC
selama 4 jam menggunakan metode pengukuran vickers dan dilakukan menggunakan
alat Microhardness Tester LECO LM-100AT. Prosedur pengujian Hardness Vickers
(ASTM E 384-99) yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Permukaan sampel dihaluskan dan diratakan dengan menggunakan amplas CW1200, 1500, dan 5000.
2. Sampel diuji kekerasannya dengan menggunakan mesin uji Microhardness
Tester metode pengukuran vickers.
3. Jejak (berbentuk belah ketupat) yang terbentuk setelah proses identasi diukur
diagonalnya dan secara otomatis langsung dapat diketahui berapa kekerasannya.
Dalam pengujian diberikan beban gaya sebesar 300 gram force dengan waktu
penahanan selama 13 sekon.
4. Nilai hardness dapat dihitung menggunakan persamaan (2.7) dalam skala HV.
5. Dilakukan langkah di atas untuk sampel yang lainnya.

Gambar 16. Micro Hardness Tester dengan metode pengukuran vickers

Universitas Sumatera Utara

36

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan keramik berbasis bentonit dan
glass bead dengan variasi penambahan Al2O3 sebanyak 0, 10, 20, dan 30 (wt%).
Serbuk hasil milling campuran ketiga bahan dijadikan pelet dan disinter hanya pada
suhu 900oC selama 4 jam. Adapun pengujian yang dilakukan adalah pengujian
setelah milling (serbuk) dan setelah sintering (pelet). Karakterisasi yang dilakukan
meliputi pengujian sifat fisis (densitas, porositas, water absorption), mengetahui
ukuran partikel menggunakan Particle Size Analyzer (PSA), analisis struktur mikro
menggunakan Optical microscope (OM), analisis fasa dan struktur kristal
menggunakan X-Ray Diffraction (XRD), pengujian kekerasan (Hardness Vickers).

4.1 Pengujian setelah milling (serbuk)
4.1.1 Pengujian true density
Pengujian true density untuk keramik berbasis bentonit dan glass bead
dengan penambahan 0, 10, 20, dan 30 (wt%) Al2O3 yang telah dimilling dengan
HEM selama 2 jam dan dikeringkan didalam oven pada suhu 100oC selama 24 jam
dilakukan berdasarkan prinsip Archimedes dengan menggunakan piknometer dan
toluena sebagai media cairan. Hasilnya merupakan nilai true density secara
eksperimen, sedangkan nilai true density campuran ketiga bahan secara teori dihitung
menggunakan persamaan (2.2). Nilai true density standart dari literature adalah
bentonit (2,70 g/cm3), glass bead (2,50 g/cm3), dan Al2O3 (3,96 g/cm3). Hasil
pengujian true density secara eksperimen dan teori disajikan pada tabel 5 dan
Gambar 17.
Tabel 5. Data hasil pengujian true density
Nama
sampel
A
B
C
D

Komposisi (wt%)
Bentonit
Glass bead
Al2O3
50
50
0
45
45
10
40
40
20
35
35
30

True density (g/cm3)
Eksperimen
Teori
2,28
2,60
2,30
2,74
2,31
2,87
2,32
3,01

Universitas Sumatera Utara

37

True density ((g/cm³)

3.2

eksperimen

3.0

teori

3.01

2.87
2.74

2.8
2.60

2.6
2.4

2.28

50 wt% bentonit + 50 wt% glass bead

2.30

2.31

2.32

10

20

30

2.2
2.0
0

Komposisi Al O (wt%)
Gambar 17. Hubungan antara true density campuran bentonit dan glass bead
terhadap penambahan Al2O3 secara eksperimen dan teori
Dari tabel 5 dan gambar 17 terlihat bahwa secara eksperimen maupun teori,
penambahan Al2O3 yang semakin banyak menyebabkan kenaikan nilai true density.
Hal ini dikarenakan nilai true density Al2O3 lebih besar dibandingkan nilai true
density bentonit maupun glass bead, sehingga penambahan Al2O3 meningkatkan
nilai true density campuran serbuk tersebut. Namun hasil true density eksperimen
masih lebih kecil disbanding true density teori yaitu sekitar 14 - 29 %. Hal ini
disebabkan karena tingkat pencampuran ketiga bahan dan distribusi partikelnya
belum homogen. Bahan keramik yang dibuat memiliki nilai true density antara 2,28 2,32 g/cm3 dan data hasil pengujian true density terdapat pada lampiran 3.

4.1.2 Particle Size Analyzer (PSA)
Distribusi ukuran partikel serbuk keramik campuran bentonit dan glass bead
dengan penambahan 0, 10, 20, dan 30 (wt%) Al2O3 dilakukan dengan menggunakan
alat PSA (Particle Size Analyzer) Merk Cilas-1190. Gambar 18 menunjukkan hasil
pengujian PSA yaitu ukuran diameter partikel campuran bentonit dan glass bead
dengan penambahan Al2O3 yang telah mengalami proses milling selama 2 jam

Universitas Sumatera Utara

38
menggunakan High Energy Milling (HEM) dan proses pengeringan didalam oven
dengan suhu 100oC selama 24 jam.

(a)

(b)

Universitas Sumatera Utara

39

(c)

(d)
Gambar 18. Grafik hubungan antara distribusi partikel terhadap ukuran diameter
partikel campuran bentonit dan glass bead dengan penambahan 0 wt%
Al2O3 (a) 10 wt% Al2O3 (b) 20 wt% Al2O3 (c) dan 30 wt% Al2O3 (d)

Universitas Sumatera Utara

40
Dari gambar 18 dapat dilihat bahwa dalam grafik a, b, c, dan d tingkat
pencampuran bahan masih belum homogen terlihat dari grafik distribusi yang belum
satu puncak. Hal ini bisa dikarenakan tingkat kekerasan ketiga bahan yang tidak
sama, durasi milling yang belum maksimum ataupun adanya aglomerasi atau
penggumpalan. Jika campuran bahan homogen maka histogram akan berbentuk
gausiaan (distribusi normal) dan bentuk histogram akan semakin kecil atau kurus.
Ukuran diameter partikel pada distribusi 10% artinya rata-rata nilai terkecil dari
ukuran partikelnya, distribusi 50% artinya nilai tengah (median) dari ukuran
partikelnya, distribusi 90% artinya rata-rata nilai terbesar dari ukuran partikelnya,
dan mean diameter artinya ukuran rata-rata diameter partikel secara keseluruhan.
Penambahan Al2O3 yang semakin banyak menyebabkan ukuran rata-rata
partikelnya semakin kecil. Hal ini dikarenakan Al2O3 memiliki ukuran partikel lebih
besar dari bentonit tetapi lebih kecil dari glass bead yaitu sebesar 102,68

m,

sedangkan bentonit 15,68 m dan glass bead 514,05 m (hasil PSA). Al2O3 juga
memiliki sifat yang rapuh (brittle), sehingga hasil milling dengan penambahan Al2O3
yang semakin banyak memiliki ukuran partikel yang semakin kecil dan halus. Bahan
keramik yang dibuat memiliki ukuran partikel antara 4,27 - 5,86 m dan data hasil
pengujian PSA (Particle Size Analyzer) terdapat pada lampiran 4.

4.2 Pengujian sifat fisis
4.2.1 Pengujian bulk density
Pengujian bulk density untuk keramik berbasis bentonit dan glass bead
dengan penambahan 0, 10, 20, dan 30 (wt%) Al2O3 yang disinter hanya pada suhu
900oC selama 4 jam dilakukan berdasarkan prinsip Archimedes (ASTM C373-88).
Hasil pengujian bulk density disajikan pada tabel 6.
Tabel 6. Data hasil pengujian bulk density
Nama sampel
A
B
C
D

Bentonit
50
45
40
35

Komposisi (wt%)
Glass bead
50
45
40
35

Al2O3
0
10
20
30

Bulk density (g/cm3)
2,16
2,36
2,38
2,39

Universitas Sumatera Utara

41

Bulk density ((g/cm³)

2.5
2.4

2.36

2.39

2.38

2.3
2.2

2.16

50 wt% bentonit + 50 wt% glass bead

2.1
2.0
0

10

20

30

Komposisi Al O (wt%)
Gambar 19. Hubungan antara bulk density bentonit dan glass bead terhadap
penambahan Al2O3 yang disinter hanya pada suhu 900oC selama 4 jam
Dari tabel 6 dan gambar 19 menunjukkan bahwa semakin banyak
penambahan Al2O3 menyebabkan kenaikan nilai bulk density atau keramik yang
dibuat cenderung bertambah padat. Fenomena ini menunjukkan bahwa saat proses
sintering, energi berupa panas mengaktifkan proses difusi antara butiran sehingga
terjadi pertumbuhan butir dan eliminasi pori yang ada diantara butir, akibatnya
terjadi proses densifikasi atau pemadatan yang diikuti dengan penyusutan volum
tetapi tidak diikuti perubahan massa (Sebayang, 2007). Bahan keramik yang dibuat
memiliki nilai densitas antara 2,16 - 2,39 g/cm3 dan data hasil pengujian bulk density
terdapat pada lampiran 3.

4.2.2 Pengujian porositas
Pengujian porositas untuk keramik berbasis bentonit dan glass bead dengan
penambahan 0, 10, 20, dan 30 (wt%) Al2O3 yang disinter hanya pada suhu 900oC
selama 4 jam dilakukan berdasarkan prinsip Archimedes (ASTM C373-88). Hasil
pengujian porositas disajikan pada tabel 7.

Universitas Sumatera Utara

42
Tabel 7. Data hasil pengujian porositas
Nama sampel
A
B
C
D

Bentonit
50
45
40
35

Komposisi (wt%)
Glass bead
50
45
40
35

Al2O3
0
10
20
30

Porositas (%)
9,82
7,02
6,17
5,57

11
9.82

Porositas (%)

10

50 wt% bentonit + 50 wt% glass bead

9
8
7.02

7

6.17
6

5.57

5
0

10

20

30

Komposisi Al O (wt%)
Gambar 20. Hubungan antara porositas bentonit dan glass bead terhadap
penambahan Al2O3 yang disinter hanya pada suhu 900oC selama 4 jam
Dari tabel 7 dan gambar 20 menunjukkan bahwa semakin banyak
penambahan Al2O3 menyebabkan penurunan nilai porositas atau keramik yang dibuat
memiliki porositas yang semakin kecil. Sehingga porositas memiliki korelasi
berbanding terbalik dengan densitas, dimana sampel yang cenderung padat memiliki
pori yang semakin kecil karena pengaruh proses sintering. Bahan keramik yang
dibuat memiliki nilai porositas antara 5,57 - 9,82 % dan data hasil pengujian
porositas terdapat pada lampiran 3.

Universitas Sumatera Utara

43

4.2.3 Pengujian water absorption
Pengujian water absorption untuk keramik berbasis bentonit dan glass bead
dengan penambahan 0, 10, 20, dan 30 (wt%) Al2O3 yang disinter hanya pada suhu
900oC selama 4 jam dilakukan berdasarkan prinsip Archimedes (ASTM C373-88).
Hasil pengujian porositas disajikan pada tabel 8.
Tabel 8. Data hasil pengujian water absorption
Komposisi (wt%)
Bentonit
Glass bead
50
50
45
45
40
40
35
35

Nama sampel
A
B
C
D

Al2O3
0
10
20
30

Water absorption (%)
5,01
3,19
2,76
2,46

Water absorption (%)

6
5

5.01

4

50 wt% bentonit + 50 wt% glass bead

3.19

3

2.76

2.46

2
1
0
0

10

20

30

Komposisi Al O (wt%)
Gambar 21. Hubungan antara water absorption bentonit dan glass bead terhadap
penambahan Al2O3 yang disinter hanya pada suhu 900oC selama 4 jam
Dari tabel 8 dan gambar 21 menunjukkan bahwa semakin banyak
penambahan Al2O3 menyebabkan penurunan nilai water absorption. Sehingga water
absorption memiliki korelasi berbanding terbalik dengan densitas dan berbanding
lurus dengan porositas, dimana sampel yang cenderung padat memiliki pori yang
semakin kecil sehingga menyerap air lebih sedikit. Bahan keramik yang dibuat
memiliki nilai water absorption antara 2,46 - 5,01 % dan data hasil pengujian water
absorption terdapat pada lampiran 3.

Universitas Sumatera Utara

44

4.3 Analisis struktur mikro menggunakan Optical Microscope (OM)
Analisis struktur mikro untuk keramik berbasis bentonit dan glass bead
dengan penambahan 0, 10, 20, dan 30 (wt%) Al2O3 yang disinter hanya pada suhu
900oC selama 4 jam dilakukan menggunakan Optical Microscope (OM). Pengamatan
mikrostruktur dilakukan dengan mengamati gambar morfologi permukaan sampel.
Hasil pengamatan dengan Optical Microscope (OM) ditunjukkan pada gambar 22.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 22. Gambar morfologi permukaan keramik berbasis bentonit dan glass bead
yang disinter hanya pada suhu 900oC selama 4 jam dengan penambahan
0 wt% Al2O3 (a) 10 wt% Al2O3 (b) 20 wt% Al2O3 (c) dan 30 wt% Al2O3
(d) pada perbesaran 400x
Berdasarkan hasil pengamatan Optical Microscope pada gambar 22 dapat
disimpulkan bahwa distribusi bentonit dan glass bead semakin merata dengan
penambahan Al2O3 yang semakin banyak. Hal ini disebabkan karena Al2O3 dapat
mengontrol dan mengimbangi pelelehan bentonit dan glass bead pada saat proses

Universitas Sumatera Utara

45
sintering (Barsoum, 2003). Dari morfologi permukaan sampel, gambar bagian gelap
adalah area lembah (pori) sedangkan bagian terang adalah area bukit (partikel
sampel). Ketidakseragaman ukuran pori dan ukurannya yang terlalu kecil,
menyebabkan Optical Microscope tidak memungkinkan menghitung luas pori dan
kedalaman secara spesifik, tetapi dapat melihat pori.
Dari keempat gambar terlihat bahwa semakin banyak Al2O3 menyebabkan
area gelap (diprediksi sebagai pori) semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan hasil
pengujian porositas pada tabel 7 dan gambar 20, bahwa semakin banyak Al2O3 yang
ditambahkan akan menyebabkan peningkatan densitas dan penurunan porositas.
Gambar hasil pengamatan morfologi permukaan dengan menggunakan Optical
Microscope terdapat pada lampiran 5.

4.4 Analisis X-Ray Diffraction (XRD)
Analisis fasa dan struktur kristal untuk keramik berbasis bentonit dan glass
bead dengan penambahan 0 dan 30 (wt%) Al2O3 yang disinter hanya pada suhu
900oC selama 4 jam dilakukan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD). Hasil
analisis X-Ray Diffraction (XRD) ditunjukkan pada gambar 23.

Gambar 23. Pola difraksi sinar-X pada keramik bentonit dan glass bead dengan
penambahan 0 dan 30 wt% Al2O3 yang disinter hanya pada suhu
900⁰C selama 4 jam

Universitas Sumatera Utara

46
Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa pada penambahan 0 dan 30 wt%
Al2O3 telah terbentuk dua fasa, yaitu anorthite (Al 2CaSi2O8) sebagai fasa mayor dan
microline (KAlSi3O8) sebagai fasa minor yang disinter hanya pada suhu 900oC
selama 4 jam. Fasa anorthite dan microline mempunyai struktur kristal triclinic
dengan parameter kisi untuk anorthite (a = 8.171 Å, b = 12.924 Å, dan c = 14.223 Å)
dan untuk microline (a = 8.0764 Å, b = 12.8471 Å, dan c = 6.9991 Å). Setelah
adanya penambahan Al2O3, fasa microline semakin meningkat diperlihatkan dengan
puncak microline yang semakin bertambah dan semakin tinggi. Hal ini disebabkan
karena microline termasuk alkali feldspar yaitu mineral alumino silikat yang
terbentuk pada suhu diatas 660oC dan memiliki kandungan dominan SiO2 untuk
tingkat saturasi alumina (Tuttle dan Bowen, 1958).
Fasa anorthite dan microline mempunyai tampilan seperti kaca (vitreous),
kuat, keras, tetapi rapuh (brittle) serta memilki nilai densitas masing-masing yaitu
2.752 g/cm3 dan 2.855 g/cm3. Selain itu, anorthite dan microline mempunyai nilai
kekerasan 6 skala mohs atau sekitar > 630 kgf/mm2 dan hal ini dapat dibuktikan dari
hasil pengujian kekerasan menggunakan metode Vickers. Data hasil analisis
menggunakan XRD terdapat pada lampiran 6.

4.5 Pengujian Kekerasan (Hardness Vickers)
Pengujian kekerasan untuk keramik berbasis bentonit dan glass bead dengan
penambahan 0, 10, 20, dan 30 (wt%) Al2O3 yang disinter hanya pada suhu 900oC
selama 4 jam dilakukan dengan metode Vickers menggunakan Microhardness Tester.
Hasil pengujian kekerasan disajikan pada tabel 9.
Tabel 9. Hasil pengujian kekerasan (Hardness Vickers)
Komposisi (wt%)
Nama sampel

Bentonit

Glass bead

Al2O3

A

50

50

0

B

45

45

10

Hardness
Vickers
(kgf/mm2)
486,26
499,05
499,05
551,83
579,37
583,47

Rata – rata
Hardness Vickers
(kgf/mm2)
494,78
571,55

Universitas Sumatera Utara

47

C

40

40

20

D

35

35

30

604,64
660,43
596,04
617,91
645,78
631,61

620,37
631,76

Kekerasan, HV (kgf/mm²)

700
650

631.76

620.37

600

571.55

550
494.78

500

50 wt% bentonit + 50 wt% glass bead

450
400
0

10

20

30

Komposisi Al O (wt%)
Gambar 24. Hubungan antara kekerasan bentonit dan glass bead terhadap
penambahan Al2O3 yang disinter hanya pada suhu 900oC selama 4 jam
Dari hasil pengujian kekerasan (HV) pada tabel 9 dan gambar 24
menunjukkan adanya korelasi berbanding lurus dengan penambahan Al2O3. Berarti
semakin banyak penambahan Al2O3 maka keramik campuran bentonit dan glass
bead cenderung bertambah padat, kuat dan keras. Bahan keramik yang dibuat
memiliki nilai kekerasan antara 494,78 - 631,76 kgf/mm2. Hasil pengujian kekerasan
ini membuktikan bahwa nilai kekerasan keramik berbasis bentonit dan glass bead
dengan penambahan Al2O3 mendekati nilai kekerasan dari fasa yang terbentuk dari
hasil analisis menggunakan XRD yaitu anorthite dan microline yang mempunyai
nilai kekerasan 6 skala mohs atau > 630 kgf/mm2. Gambar hasil pengujian kekerasan
(Hardness Vickers) terdapat pada lampiran 7.

Universitas Sumatera Utara

48
Berdasarkan hasil penelitian, maka nilai terbaik dari sampel adalah pada
sampel dengan penambahan 30 wt% Al2O3 yang disinter hanya pada suhu 900oC
selama 4 jam, dengan nilai densitas tertinggi yaitu 2,39 g/cm3, nilai porositas 5,57 %,
nilai water absorption 2,46 %, nilai kekerasan tertinggi yaitu 631,76 kgf/mm2, dan
ukuran rata-rata diameter partikel sebesar 4,27 μm. Berdasarkan hasil ini, sampel
berpotensi untuk diaplikasikan sebagai keramik lantai/ubin yang merupakan jenis
keramik konstruksi karena biasanya keramik berbasis feldspar dan tanah liat banyak
digunakan pada industri bahan bangunan. Contohnya adalah keramik lantai/ubin,
gerabah, gelas keramik, atap, kaca jendela, batu bata, semen, dan beton. Sifat-sifat
fisis keramik lantai/ubin yang ada dipasaran dengan keramik hasil penelitian
disajikan pada tabel 10. Karakteristik keramik lantai/ubin yang ada dipasaran
berdasarkan SNI ISO 13006 : 2010.
Tabel 10. Sifat-sifat fisis keramik lantai/ubin
NO
1
2
3
4
5

Sifat Fisis
Densitas (g/cm3)
Porositas (%)
Daya serap air (%)
Kekerasan (kgf/mm2)
Mutu

Keramik lantai/ubin
dipasaran
2,70 - 2,75
1-5
1-3
> 630
tahan asam dan basa

Keramik hasil
penelitian
2,39
5,57
2,46
631,76
tahan asam dan basa

Universitas Sumatera Utara

49

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dari hasil pengujian true density dan Particle Size Analyzer (PSA) untuk serbuk
keramik yang telah di milling selama 2 jam menggunakan HEM didapati bahwa
semakin banyak penambahan Al2O3 menyebabkan kenaikan nilai true density dan
ukuran rata-rata diameter partikelnya semakin kecil yaitu sebesar 4,27 µm.
2. Dari hasil pengujian sifat fisis dan mekanis didapati bahwa semakin banyak
penambahan Al2O3 dalam pembuatan keramik berbasis bentonit dan glass bead
menyebabkan nilai bulk density dan kekerasan cenderung semakin meningkat
sedangkan nilai porositas dan water absorption cenderung semakin menurun.
3. Kondisi optimum diperoleh pada penambahan 30 wt% Al2O3 yang disinter hanya
pada suhu 900⁰C selama 4 jam menghasilkan nilai bulk density 2,39 gr/cm³,
porositas 5,57%, water absorption 2,46 %, dan kekerasan 631,76 kgf/mm²
sehingga sampel berpotensi untuk diaplikasikan sebagai keramik lantai/ubin.
4. Hasil analisis fasa dan struktur kristal menggunakan XRD (X-Ray Diffraction)
pada keramik bentonit dan glass bead dengan penambahan 0 dan 30 (wt%) Al2O3
yang disinter hanya pada suhu 900⁰C terdapat 2 fasa yang terbentuk yaitu fasa
mayor anorthite (Al2CaSi2O8) dan fasa minor microline (KAlSi3O8) dengan
struktur kristal kedua fasa adalah triclinic.

5.2 Saran
1. Sebaiknya dilakukan pengujian SEM-EDX untuk melihat lebih jelas struktur
mikro dari permukaan sampel serta dapat mengetahui unsur yang terkandung
pada sampel.
2. Sebaiknya dilakukan pengujian DTA untuk mengetahui pengaruh suhu pada
reaksi perubahan fasa yang sesuai dengan bahan yang akan digunakan.

Universitas Sumatera Utara