Pembuatan dan Karakterisasi Keramik Alumina dengan Aditif Glass Bead Chapter III V

23

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Keramik, Pusat Penelitian
Fisika-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPF-LIPI) Kawasan
PUSPITEK Serpong, Tangerang Selatan.
3.1.2 Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada 6 Januari 2017 – 06 Mei 2017.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Peralatan yamg digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Timbangan/ Neraca digital
Berfungsi sebagai alat untuk menimbang massa sampel, dua digit di
belakang koma
2. Alat Penggiling (Ball Milling)
Berfungsi untuk menghaluskan atau menggiling campuran serbuk
agar homogen
3. Saringan

Berfungsi untuk memisahkan sampel setelah proses penggilingan
4. Spatula
Berfungsi untuk memindahkan sampel serbuk dan mengaduk sampel
5. Glass Beaker (beaker Glass)
Berfungsi sebagai wadah sampel setelah di milling dan wadah untuk
pengeringan
6. Oven
Berfungsi untuk mengeringkan sampel
7. Carver Press
Berfungsi mencetak bahan sampai berbentuk pelet. Dengan tekanan 8
ton dan ditahan selama 1 menit pada suhu kamar.

Universitas Sumatera Utara

24

8. Cetakan Sampel (Molling)
Berfungsi sebagai tempat untuk mencetak berupa sampel uji silinder
9. Jangka Sorong (Digital Caliper)
Berfungsi untuk mengukur diameter dan tebal dengan tingkat

ketelitian mencapai 1/100 mm
10. Tungku pembakaran suhu tinggi (High Temperatur Furnace)
Berfungsi untuk tempat pembakaran sampel dalam proses sintering,
dengan kapasitas sintering 1100℃, 1150℃, 1200℃, 1250℃,
1300℃, 1400℃
11. Hand Mortar
Berfungsi untuk menghaluskan sampel
12. OM (Optical Microscopy)
Berfungsi untuk menganalisa mikro struktur sampel
13. Alat uji kekerasan (Vickers)
Berfungsi untuk mengetahui nilai kekerasan yang terdapat pada
sampel
14. XRD
Berfungsi untuk melihat struktur fasa dari sampel
3.2.2 Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a.

Serbuk � 2 �3


Berfungsi sebagai bahan baku dalam pembuatan sampel penelitian

b.

Serbuk ���2

Berfungsi sebagai aditif dalam pembuatan sampel penelitian
c.

Celuna
Berfungsi sebagai perekat

d.

Aquades
Berfungsi sebagai pelarut

Universitas Sumatera Utara

25


3.3 Diagram Alir Penelitian
Diagram alir penelitian yang akan dilakukan adalah :
Al2O3

Glass Bead (SiO2)

Mixing dengan
komposisi:
95 % Al2O3, 5 %
1.
Glass bead (SiO2)
90 % Al2O3, 10 %
2.
Glass bead (SiO2)

Mixing

Ball Milling selama 24 Jam


Pengeringan (100 0C)

Pencetakan Sampel
P = 8 ton, T = 30 0C, t = 1 menit

Sintering (ditahan selama 2 jam)
1100℃, 1150℃, 1200℃, 1250℃, 1300℃, 1400℃

Karakterisasi antara lain:
1. Densitas
2. Penyusutan
3. Kekerasan
4. Mikroskop Optik
5. XRD

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan
Gambar 12. Diagram alir penelitian


Universitas Sumatera Utara

26

3.4 Prosedur Percobaan
Dalam penelitian ini langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai
berikut:

3.4.1 Penentuan Komposisi
Tabel 3. Komposisi pembuatan sampel
Komposisi
% Al2O3
% Glass Bead
I
95
5
II
90
10
3.4.2 Pembuatan Sampel

1) Penimbangan
Tiap jenis bahan ditimbang sesuai dengan berat komposisi yang sudah
ditentukan menggunakan timbangan/neraca digital.
2) Penggilingan dan pencampuran
Penggilingan dan pencampuran dilakukan dengan menggunakan Ball
Milling. Cara ini dipakai supaya diperoleh keseragaman bentuk ukuran
partikelnya. Waktu penggilingan yang dibutuhkan dalam operasi ini adalah 24
jam. Hal ini dilakukan untuk setiap variasi komposisi. Proses penghalusan ada
dua cara, yaitu dengan cara basah dan cara kering. Proses penghalusan yang
digunakan dengan cara basah. Penggilingan ini berfungsi untuk mencampur
bahan menjadi homogen.
3) Pengeringan
Campuran yang sudah digiling dipindahkan ke beaker glass. Pengeringan
dilakukan untuk melepaskan sejumlah molekul H2O sehingga akan mengurangi
kandungan sisa zat air dalam zat padat tersebut. Pengeringan dilakukan dalam
oven pada suhu 100℃. Sampel yang telah dimasukkan dalam oven harus
benar-benar kering. Serbuk yang telah kering digerus dengan hand mortar
supaya mudah untuk melakukan percetakan.
4) Pembentukan
Proses kompaksi ini merupakan proses pembentukan keramik alumina

dengan memasukkan serbuk ke dalam cetakan (mold). Proses kompaksi pada
umumnya dilakukan dengan penekanan satu arah. Pada penekanan satu arah,

Universitas Sumatera Utara

27

penekan atas bergerak ke bawah. Jenis dan macam produk yang dihasilkan oleh
proses metalurgi serbuk dan tingkat kepadatan yang baik. Proses kompaksi
serbuk meliputi pengepresan suatu bentuk di dalam cetakan untuk mencegah
terjadinya retakan maka sebelum kompaksi alumina dicampurkan dengan
celuna sebanyak 3 % dari berat total serbuk, yang berfungsi sebagai perekat
(binder). Kemudian di aduk rata dan selanjutnya di kompaksi dengan gaya 10
ton dengan waktu 1 menit pada suhu kamar. Hasil sampel berbentuk silinder
(pelet) dan dilakukan dengan menggunakan alat cetak tekan (Dry Pressing).
5) Sintering
Sintering merupakan suatu proses pembakaran yang bertujuan untuk saling
mengikatkan butiran-butiran dan menurunkan porositas yang dilakukan pada
suhu tinggi dan untuk memperoleh benda jadi keramik yang kompak dan kuat
sesuai spesifikasi yang diinginkan. Sintering juga dapat didefenisikan sebagai

proses pemadatan serbuk keramik (grain body) pada temperatur tinggi untuk
menjadi keramik yang lebih padat (dense ceramic). Proses sintering memerlukan
suhu yang tinggi karena oksida-oksida yang dibakar biasanya memiliki ikatan
yang kuat sehingga difusivitas pergerakan atomnya rendah. Selama sintering,
terjadi proses penghilangan perekat (binder).
Proses difusi terjadi berupa gerakan dari atomnya sepanjang permukaaan
atau didaerah batas butir (grain boundary) atau melalui volume dari material.
Selanjutnya akan terjadi penyusutan dan terbentuk fasa keramik yang lajunya
tergantung dari waktu dan temperatur sintering. Titik kontak antara partikel
tumbuh oleh karena difusi atom-atom. Difusi secara keseluruhan menghasilkan
penyusutan yang diiringi pengurangan porositas.
Pembakaran sampel pada penelitian ini dilakukan didalam tunggu
pembakaran suhu tinggi (High Temperatur Furnace) dengan variasi temperatur:
1100℃, 1150℃, 1200℃, 1250℃, 1300℃, 1400℃. Agar tidak terjadi retakan
pada suatu pembakaran maka furnace terlebih dahulu diset pada suhu400℃.
Lalu ditahan kemudian dinaikkan pada suhu sintering yang ditentukan dengan
waktu penahanan 2 jam untuk setiap variasi.

Universitas Sumatera Utara


28

3. 5 Pengujian Sampel
Pada penelitian ini proses karakterisasi dilakukan dengan melakukan pengukuran
densitas, kekerasan (hardness), penyusutan, mikroskop optik (Optical Microscope)
dan X-Ray Difractometer (XRD).
3.5.1 Uji Densitas
Pada penelitian ini pengukuran densitas dilakukan dengan menggunakan
metode langsung. Pada masing-masing pelet keramik alumina (Al 2O3) yang telah
disintering dengan High Temperature Furnace (tungku pemanas suhu tinggi),
dilakukan analisa densitas sampel pelet dengan cara menimbang massa keramik
alumina (Al2O3) menggunakan neraca digital dan menghitung diameter dan tebal
dengan menggunakan jangka sorong untuk memperoleh volume dari keramik.
Pengukuran ini dilakukan melalui perbandingan massa keramik alumina (Al 2O3)
dengan volume keramik alumina (Al 2O3), kemudian nilai densitas diperoleh dengan
menggunakan persamaan (2.1)

3.5.2 Uji Kekerasan (Hardness Vickers)
Uji kekerasan vickers menggunakan indentor piramida intan yang pada
dasarnya berbentuk bujur sangkar. Angka kekerasan vickers didefenisikan sebagai

beban dibagian luas permukaan lekukan. Pada prakteknya, luas ini dihitung dari
pengukuran mikroskopik panjang diagonal jejak. Hv dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan (2.2)
Langkah pengujian vickers sebagai berikut:
1. Menyiapkan sampel yang akan diamati
2. Sampel ditanam di dalam resin (mounting)
3. Permukaan sampel dihaluskan dengan menggunakan amplas
4. Menempatkan spesimen pada stage alat uji. Menentukan posisi sampel
yang akan di uji.
5. Sampel di uji kekerasannya dengan menggunakan mesin uji yang
menggunakan microhardness tester metode vickers.
6. Jejak (berbentuk belah ketupat) yang terbentuk setelah proses identasi
diukur diagonalnya dan secara otomatis langsung dapat diketahui
kekerasannya.

Universitas Sumatera Utara

29

3.5.3 X-Ray Difractometer (XRD)
Dalam penelitian ini, karakterisasi struktur kristal sampel uji dilakukan
dengan metode difraksi sinar-x. Tujuan dilakukannya pengujian analisa struktur
kristal adalah untuk mengetahui fasa-fasa apa saja yang terbentuk selama proses
pembuatan sampel uji. XRD adalah suatu peralatan yang dapat memberikan datadata difraksi suatu bahan dan besar kuantitas intensitas difraksi pada sudut-sudut
difraksi 2�. Secara umum prinsip kerja XRD dapat ditunjukkan pada gambar 13.

Gambar 13. Skema Alat uji XRD
Keterangan dan prosedur gambar skema alat uji XRD:
1. A adalah generator tegangan tinggi yang berfungsi sebagai catu daya
sumber sinar X (B)
2. Sampel (C) diletakkan diatas tatakan (D) yang dapat diatur
3. Sinar-X dari sumbar (B) didifraksi oleh sampel menjadi berkas sinar
kofergen yang terfokus di celah (E), kemudian masuk ke alat pencacah
(F)
4. D dan F dihubungkan secara mekanis. Jika (F) berputar 2� maka D
berputar sebesar �.

5. Intensitas difraksi sinar-X yang masuk dalam plat pencacah (F),
dikonversikan dengan alat kalibrasi (G) dalam signal tegangan yang
disesuaikan dan direkam oleh recorder (H) dalam bentuk kurva.
6. Dari pengujian ini diproleh grafik hubungan 2� dengan intensitas pola
struktur dari berbagai puncak.
7. n� = 2 �ℎ

sin � dapat ditentukan jarak ke kisi (d)

Universitas Sumatera Utara

30

8. Nilai-nilai d yang telah dihitung dicocokkan dengan nilai d pada JCPDS
yang sesuai dengan fase-fase kristal yang terbentuk pada campuran bahan
yang dibuat.

3.5.4 Optical Microscopy (OM)
Pengamatan struktur morfologi dengan Mikroskop BS-6000AT digital yang
tujuannya adalah untuk mengamati persebaran material pada material keramik.
Mikroskop BS-6000AT memiliki kemampuan memperbesar benda 40x dan juga
pencahayaan dapat diatur dengan mudah.

Universitas Sumatera Utara

31

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakterisasi
Karakterisasi yang akan diamati dalam penelitian pengaruh penambahan glass bead
pada pembuatan keramik alumina terhadap temperatur sintering meliputi densitas,
kekerasan (hardness), penyusutan, mikroskop optik (Optical Microscope) dan X-Ray
Difraktometer (XRD).

4.1.1 Densitas
Pengukuran densitas untuk pengaruh penambahan glass bead (5 dan 10) %wt pada
pembuatan keramik alumina terhadap temperatur sintering dilakukan dengan
menggunakan metode pengukuran dimensi dan volume. Hasil pengukuran densitas
diperlihatkan pada Tabel 4 dan Gambar 14.
Tabel 4. Data hasil uji densitas keramik alumina dengan variasi komposisi glass bead
(5 dan 10) %wt terhadap temperatur sintering (℃)
Komposisi glass bead (% wt)
ρ (gr/cm3)
Temperatur Sintering (℃)
1100
5
1,54
1150
5
1,58
1200
5
1,61
1250
5
1,65
1300
5
1,77
1400
5
1,90
1100
10
1,59
1150
10
1,63
1200
10
1,78
1250
10
1,80
1300
10
2,10
1400
10
2,56
Dari tabel 4 diperoleh hasil pengukuran densitas menunjukkan nilai densitas
berbanding lurus dengan suhu sintering, karena selama sintering berlangsung terjadi
proses difusi dan pemadatan. Peningkatan temperatur sintering yang dilakukan juga
menambah peningkatan nilai densitas keramik. Hal ini disebabkan karena terjadi
pemadatan diantara partikel-partikelnya, sehingga ikatan bahan sampel tersebut
semakin kuat (Ristic, 1990). Densitas merupakan perbandingan massa dengan
volume benda, dimana setelah proses sintering terjadi penyusutan sehingga volume

Universitas Sumatera Utara

32

benda semakin berkurang maka nilai densitasnya cenderung naik. Densitas 10%
glass bead lebih tinggi dibandingkan dengan densitas yang 5% glass bead, karena
selama proses sintering glass bead akan meleleh dan menutup pori-pori, semakin
banyak peleburan glass bead maka makin banyak pori-pori yang tertutup. Hal ini
berakibat pada kenaikan densitas.
Perbandingan densitas untuk pengaruh penambahan glass bead (5 dan 10)
%wt pada pembuatan keramik alumina terhadap temperatur sintering dapat dibuat
grafik hubungan antara nilai pada Gambar 14.

Gambar 14. Grafik hubungan densitas keramik alumina dengan variasi komposisi
glass bead (5 dan 10)%wt terhadap temperatur sintering (℃)
Densitas untuk komposisi 5% glass bead pada temperatur sintering 1100℃
yaitu 1,54 gr/cm3, pada

temperatur sintering 1150℃ yaitu 1,58 gr/cm3, pada

temperatur sintering 1200℃ yaitu 1,61 gr/cm3, pada temperatur sintering 1250℃
yaitu 1,65 gr/cm3, pada

temperatur sintering 1300℃ yaitu 1,77 gr/cm3, pada

temperatur sintering 1400℃ yaitu 1,90 gr/cm3.
Densitas untuk komposisi 10% glass bead pada temperatur sintering 1100℃
yaitu 1,59 gr/cm3, pada

temperatur sintering 1150℃ yaitu 1,63 gr/cm3, pada

temperatur sintering 1200℃ yaitu 1,78 gr/cm3, pada temperatur sintering 1250℃
yaitu 1,80 gr/cm3, pada

temperatur sintering 1300℃ yaitu 2,1 gr/cm3, pada

temperatur sintering 1400℃ yaitu 2,56 gr/cm3.
Dari aditif yang digunakan dengan komposisi 10% glass bead yang memberikan
densitas yang paling tinggi pada suhu 1400℃ yaitu 2,56 gr/cm3.

Universitas Sumatera Utara

33

4.1.2 Kekerasan (Hardness Vickers)
Pengujian kekerasan (Hardness) untuk pengaruh penambahan glass bead (5
dan 10) %wt pada pembuatan keramik alumina terhadap temperatur sintering
dilakukan dengan menggunakan metode Vickers dengan alat Vickers Hardness
AMH43 untuk mengetahui nilai kekerasan yang terdapat pada sampel. Hasil
pengukuran kekerasan keramik alumina diperlihatkan pada Tabel 5 dan pada Gambar
15.
Tabel 5. Data hasil uji kekerasan keramik alumina dengan variasi komposisi glass
bead (5 dan 10) %wt terhadap temperatur sintering (0C)
Variasi glass bead
(% wt)
5
10
5
10

Variasi Suhu (0C)

Hardness (HV)

1300
1300
1400
1400

261,33
458,49
558,26
580,40

Perbandingan kekerasan alumina dengan aditif glass bead (5 dan 10) %wt pada
temperatur sintering dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Gambar 15. Grafik hubungan kekerasan dari keramik alumina dengan variasi
komposisi glass bead (5 dan 10) %wt terhadap temperatur sintering (℃)
Grafik pada Gambar 15 terlihat nilai kekerasan mengalami kenaikan seiring
dengan kenaikan temperatur sintering. Untuk setiap sampel di atas terlihat bahwa
keramik alumina dengan 5% glass bead pada temperatur sintering 1300℃ memiliki
tingkat kekerasan yaitu 261,33 HV, pada temperatur 1400℃ tingkat kekerasan yaitu
558,26 HV. Keramik alumina 10% glass bead temperatur sintering 1300 0C memiliki
tingkat kekerasan yaitu 458,49 HV, pada temperatur 1400℃ tingkat kekerasan yaitu

Universitas Sumatera Utara

34

580,40 HV. Kekerasan tertinggi diperoleh dengan komposisi 10% glass bead pada
temperatur sintering 1400℃ yaitu sebesar 580,40 HV. Hal ini karena keramik
alumina dengan glass bead 10% memiliki densitas tertinggi pada temperatur
sintering 1400℃. Kekerasan dibawah 1300℃ tidak dapat terukur karena sampel
masih lunak (belum mencapai sintering).

4.1.3 Penyusutan
Dilakukan pengukuran penyusutan untuk pengaruh penambahan glass bead
(5 dan 10) %wt pada pembuatan keramik alumina terhadap temperatur sintering.
Sintering dilakukan dengan variasi temperatur 1100℃, 1150℃, 1200℃, 1250℃,
1300℃, 1400℃ dengan holding time 2 jam dan heating rate 10℃/menit. Hasil
pengukuran nilai penyusutan ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Data hasil uji nilai penyusutan dari keramik alumina dengan variasi
komposisi glass bead (5 dan 10) %wt terhadap temperatur sintering (℃)
Temperatur sintering
(℃)
1100
1150
1200
1250
1300
1400
1100
1150
1200
1250
1300
1400

Komposisi glass bead
(% wt)
5
5
5
5
5
5
10
10
10
10
10
10

Penyusutan (%)
2,27
2,99
3,65
5,68
6,04
6,46
1,01
2,13
4,42
5,96
10,54
15,23

Menurut R. Simanjuntak (2011), pada dasarnya proses densifikasi pada
proses sintering telah menyebabkan terjadinya penyusutan, besar penyusutan ini
bergantung pada besarnya temperatur dan lamanya waktu pembakaran. Penyusutan
(shrinkage) mengakibatkan sampel keramik alumina dengan aditif 5% glass bead
dan alumina dengan aditif 10% glass bead mengalami perubahan atau pengurangan
dimensi baik massa maupun volume sampel. Keadaan ini berhubungan dengan
proses densifikasi (pemadatan) yang terjadi saat proses sintering. Proses ini meliputi
difusi atom-atom yang mengarah kepada pergerakan dari batas butir dimana ikatan

Universitas Sumatera Utara

35

terjadi antar partikel-partikel yang berdekatan sehingga membentuk pertumbuhan
leher yang mengakibatkan pusat partikel bergerak semakin dekat. Tahap penyusutan
inilah yang menyebabkan penurunan massa dan volume setelah sintering. Hal ini
sesuai dengan penelitian Juliana Anggono, et al. (2008) yang mengatakan proses
sintering sangat mempengaruhi perubahan dimensi sampel (shrinkage). Semakin
tinggi temperatur sintering maka nilai penyusutannya semakin meningkat. Hal ini
dikarenakan oleh transport massa (difusi) atom antar partikel yang menyebabkan
terbentuknya butir dan eliminasi pori. Grafik hubungan antara nilai penyusutan
dengan temperatur sintering diperlihatkan pada Gambar 16.

Gambar 16 Grafik hubungan penyusutan dari keramik alumina dengan variasi
komposisi glass bead (5 dan 10) %wt terhadap temperatur sintering (℃)
Gambar 16 menunjukkan bahwa semakin tinggi variasi komposisi glass bead
yang digunakan, maka semakin besar penyusutan yang dialami sampel keramik
alumina. Peningkatan temperatur sintering juga mengakibatkan kecenderungan
penyusutan keramik alumina seiring dengan peningkatan temperatur sintering. Grafik
pada Gambar 16 juga terlihat bahwa penyusutan keramik alumina dengan aditif 10%
glass bead lebih besar dibandingkan penyusutan pada keramik alumina dengan aditif
5% glass bead. Hal ini disebabkan karena proses densifikasi pada keramik alumina
dengan aditif 10% glass bead lebih cepat sehingga penyusutan (shrinkage) pada
sampel lebih banyak dari penyusutan keramik alumina dengan aditif 5%.

.

Universitas Sumatera Utara

36

4.1.4. Mikroskop Optik (Optical Microscope)
Hasil pengamatan struktur morfologi dengan menggunakan Microscope BS6000 AT pada sampel keramik dengan aditif 5% disintering pada suhu 1300℃ dan
pada suhu 1400℃ ditunjukkan pada Gambar 17.

(a)

(b)

Gambar 17. Hasil foto Optical Microscope pada penambahan glass bead 5%
disintering pada suhu (a) 1300℃ dan (b)1400℃
Dari hasil foto Optical Microscope dengan perbesaran 40 kali, permukaan
struktur sampel dengan penambahan 5% glass bead pada temperatur sintering
1300℃ dan 1400℃. Bahan material pada sampal ini belum merata ataupun menyatu,
karena masih terdapat banyak pori-pori yang ada pada sampel tersebut.
Pada sampel keramik dengan aditif glass bead 10% disintering pada suhu
1300℃ dan pada suhu 1400℃ ditunjukkan pada Gambar 18.

(a)

(b)

Gambar 18 Hasil foto Optical Microscope pada penambahan glass bead 10%
disintering pada suhu (a)1300℃ dan (b)1400℃.

Universitas Sumatera Utara

37

Dari hasil foto optical microscope dengan perbesaran 40 kali, permukaan
struktur sampel dengan penambahan 10% glass bead pada temperatur sintering
1300℃ dan 1400℃. Bahan material pada sampel ini sudah bisa dikatakan menyatu
atau sudah merata. Karena semakin banyak peleburan glass bead maka makin
banyak pori-pori yang tertutup dan selama proses sintering glass bead akan meleleh
dan menutupi pori-pori.
Berdasarkan hasil pengamatan Optical Microscope dapat ditentukan ukuran
butir rata-rata untuk perubahan pengaruh penambahan glass bead (5 dan10) %wt
pada pembuatan keramik alumina terhadap temperatur sintering dan data ukuran butir
(grain size) ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Data hasil uji nilai grain size dari keramik alumina dengan variasi
komposisi glass bead (5 dan 10) %wt terhadap temperatur sintering (℃)
Komposisi SiO2 (%wt)

Temperatur sintering (℃)

Grain size (��)

5%

1300

12,2

5%

1400

11,0

10 %

1300

10,6

10 %

1400

9,3

Gambar 19. Grafik hubungan grain size dari keramik alumina dengan variasi
komposisi glass bead (5 dan 10) %wt terhadap temperatur sintering (℃)
Gambar 19 menunjukkan bahwa semakin tinggi variasi komposisi glass bead yang
digunakan, maka semakin besar grain size pada sampel keramik alumina. Untuk
setiap sampel di atas terlihat bahwa keramik alumina dengan 5% glass bead pada

Universitas Sumatera Utara

38

temperatur sintering 1300℃ memiliki grain size yaitu 12,2 ��, pada temperatur

1400℃

memiliki grain size yaitu 11,0 ��. Keramik alumina 10% glass bead

temperatur sintering 1300℃ memiliki grain size yaitu 10,6 ��, pada temperatur
1400℃ memiliki grain size yaitu 9,3 ��. Peningkatan temperatur sintering

mengakibatkan grain size menurun pada keramik alumina. Hal ini disebabkan karena
semakin tinggi temperatur sintering maka hasil pengamatan strukturnya terlihat lebih
rata.

4.1.5 X-Ray Difractometer (XRD)
Analisis XRD dilakukan untuk mengetahui perubahan fasa struktur bahan dan
mengetahui fasa-fasa apa saja yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji.
Hasil analisis difraksi sinar-X (XRD) untuk perubahan pengaruh penambahan 5%
glass bead pada temperatur sintering 1300℃ dan 1400℃ suhu dapat dilihat pada
Gambar 20.

Gambar 20. Hasil pengujian XRD dengan penambahan 5% glass bead pada
temperatur sintering (a)T=1300℃, (b) T=1400℃
Dari Gambar 20 dapat dilihat bahwa hasil pada pola XRD dengan penambahan
glass bead 5% dengan temperatur sintering 1300℃ diperoleh 20 peak/puncak
tertinggi dan peak yang tertinggi dari diantara puncak-puncak yang ada pada gambar

Universitas Sumatera Utara

39

diatas adalah pada hkl (113) dengan 2-theta 43,357. Dari hasil pengujian XRD,
puncak-puncak yang terbentuk menunjukkan adanya fasa dominan Alumina (Al O )
2

3

dan fasa minor (SiO2). Tampaknya tidak terjadi reaksi dari kedua bahan tersebut,
karena tidak menunjukkan adanya fasa selain kedua fasa tersebut.
Penambahan glass bead 5% dengan temperatur sintering 1400℃ diperoleh 21
peak/puncak tertinggi dan peak yang tertinggi dari diantara puncak-puncak yang ada
pada gambar diatas adalah pada hkl (113) dengan 2-theta 43,358. Dari hasil
pengujian XRD, puncak-puncak yang terbentuk menunjukkan adanya fasa dominan
Alumina (Al O ) dan fasa minor (SiO2). Tampaknya tidak terjadi juga reaksi dari
2

3

kedua bahan tersebut, karena tidak menunjukkan adanya fasa selain kedua fasa
tersebut.
Hasil analisis difraksi sinar-X (XRD) untuk perubahan pengaruh penambahan 10%
glass bead pada temperatur sintering 1300℃ dan 1400℃ dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Hasil pengujian XRD dengan penambahan 10% glass bead pada
temperatur sintering (a)13000C, (b) 14000C
Dari gambar 21 dapat dilihat bahwa hasil pada pola XRD dengan penambahan
glass bead 10% dengan temperatur sintering 1300 0C diperoleh 24 peak/puncak
tertinggi dan peak yang tertinggi dari diantara puncak-puncak yang ada pada gambar

Universitas Sumatera Utara

40

diatas adalah pada hkl (104) dengan 2-theta 35,175. Dari hasil pengujian XRD,
puncak-puncak yang terbentuk menunjukkan adanya fasa dominan Alumina (Al O )
2

3

dan fasa minor (SiO2, AlO2).
Penambahan glass bead 10% dengan temperatur sintering 1400℃ diperoleh 20
peak/puncak tertinggi dan peak yang tertinggi dari diantara puncak-puncak yang ada
pada gambar diatas adalah pada hkl (104) dengan 2-theta 35,141. Dari hasil
pengujian XRD, puncak-puncak yang terbentuk menunjukkan adanya fasa dominan
Alumina (Al O ) dan fasa minor (SiO2).
2

3

Universitas Sumatera Utara

41

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian diatas diperoleh kesimpulan yaitu:
1. Dari hasil pengujian pembuatan keramik alumina dengan aditif glass bead
maka nilai aditif glass bead yang optimum dengan penambahan 10% dengan
nilai suhu sintering yang optimun pada 1400℃.
2. Dari hasil pengujian dengan penambahan aditif glass bead 5% pada suhu
1400℃ memiliki nilai densitas 1,90 gr/cm3, nilai kekerasan 558,26 HV, nilai
penyusutan 6,46%,dan hasil analisa XRD fasa dominan adalah fasa adalah
fasa Al2O3 (corondum) dan fasa minornya adalah fasa SiO2.
Hasil pengujian dengan penambahan aditif glass bead 10% pada suhu 1400℃
memiliki nilai densitas 2,56 gr/cm3, nilai kekerasan 580,4 HV, nilai
penyusutan 15,23%,dan hasil analisa XRD fasa dominan adalah fasa adalah
fasa Al2O3 (corondum) dan fasa minornya adalah fasa SiO2, AlO2. Dari hasil
pengujian ini, semakin banyak penambahan glass bead dengan semakin
tinggi suhu sintering yang digunakan maka densitas, kekerasan pun semakin
meningkat.

Universitas Sumatera Utara

42

5.2 Saran
1. Sebaiknya dilakukan pengujian sebelum ditambahkan aditif supaya dapat
diketahui perbedaannya
2. Perlu dilakukan variasi penambahan glass bead lebih besar dari 10% dan
peningkatan suhu sintering di atas suhu 1400℃

Universitas Sumatera Utara