Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah H. Abdul Manan Simatupang Kabupaten Asahan Chapter III V

BAB III
TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI
A. Pengertian Prestasi dan Wanprestasi
1. Prestasi
Prestasi merupakan hal yang harus dilaksanakan dalam suatu
perikatan. Pemenuhan prestasi merupakan hakikat dari suatu perikatan.
Kewajiban memenuhi prestasi dari debitur selalu disertai dengan
tanggung jawab (liability), artinya debitur mempertaruhkan harta
kekayaanya sebagai jaminan pemenuhan hutangnya kepada kreditur.
Meneurut ketentuan pasal 1131 dan pasal 1132 KUH Perdata, semua
harta kekayaan baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah
ada maupun yang akan ada menjadi jaminan pemenuhan hutangnya
terhadap kreditur, jaminan semacam ini disebut jaminan umum. 38
Pada prakteknya tanggung jawab berupa jaminan harta kekayaan
ini dapat dibatasi sampai jumlah yang menjadi kewajiban debitur untuk
memenuhinya

yang

disebutkan


secara

khusus

dan

tertentu

dalamperjanjian, ataupun hakim dapat menetapkan batas-batas yang
layak atau patut dalam keputusannya. Jaminan harta kekayaan yang
dibatasi ini disebut jaminan khusus.

39

Artinya jaminan khusus itu

hanya mengenai benda tertentu saja yang nilainya sepadan dengan nilai
hutang debitur, misalnya, rumah, dan kendaraan bermotor. Bila debitur
38


Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1990),

hal 17
39

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

tidak dapat memenuhi prestasinya maka benda yang menjadi jaminan
khusus inilah yang dapat diuangkan untuk memenuhi hutang debitur.
Prestasi merupakan sebuah esensi daripada suatu perikatan.
Apabila esensi ini tercapai dalam arti dipenuhi oleh debitur maka
perikatan itu berakhir. Agar Esensi itu dapat tercapai yang artinya
kewajiban tersebut dipenuhi oleh debitur maka harus diketahui sifatsifat dari prestasi tersebut, yakni :
a) Harus sudah tertentu dan dapat ditentukan
b) Harus mungkin
c) Harus diperbolehkan (halal)
d) Harus ada manfaatnya bagi kreditur
e) Bias terdiri dari suatu perbuatan atau serentetan perbuatan

Dengan demikian dapat dikatakan suatu perikatan melahirkan
kewajiban yang harus dilakukan oleh si berutang dan melahirkan hak
kepada si berpiutang untuk menuntut pelaksanaan kewajiban tersebut.
Kewajiban yang dilakukan oleh si berutang inilah yang disebut dengan
prestasi. Prestasi dalam perjanjian yang bersifat sepihak mengakibatkan
prestasi yang merupakan kewajiban yang hanya ada pada satu pihak
tanpa diperlukan kewajiban pihak yang lainnya. Dalam perjanjian yang
bersifat timbal balik, maka prestasi merupakan kewajiban yang harus
saling dipenuhi oleh para pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut
kepada satu pihak lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Dengan kata lain, prestasi merupakan kewajiban yang perlu
dipenuhi para pihak dalam suatu perjanjian. Dan prestasi sebagai bentuk
pelaksanaan dari sebuah perjanjian dapat berbentuk benda, tenaga atau
keahlian dan tidak berbuat sesuatu. Prestasi berupa benda harus
diserahkan kepada pihak lainnya. Penyerahan tersebut dapat berupa
penyerahan hak milik atau penyerahan kenikmatannya saja, sedangkan
prestasi yang berupa tenaga atau keahlian harus dilakukan oleh pihakpihak yang “menjual” tenaga atau keahliannya. Adapun prestasi yang

tidak berbuat seuatu adalah menuntut sikap pasif salah satu pihak atau
para pihak karena dia tidak dibolehkan melakukan sesuatu sebagaimana
yang diperjanjikan.
Walaupun pada umumnya prestasi para pihak secara tegas
ditentukan dalam perjanjian, prestasi tersebut juga dapat lahir karena
diharuskan oleh kebiasaan, kepatutan, atau undang-undang. Oleh karena
itu, prestasi yang harus dilakukan oleh para pihak telah ditentukan
dalam perjanjian atau diharuskan oleh kebiasaan, kepatutan, atau
undang-undang, tidak dilakukannya prestasi tersebut berarti telah terjadi
ingkar janji atau disebut wanprestasi.
2. Wanprestasi
Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang berarti
prestasi buruk. Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitor
dapat berupa empat macam, yaitu tidak melakukan apa yang disanggupi
akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

Universitas Sumatera Utara

sebagaimana dijanjikan, melakukan apa yang dijanjikannya tetapi
terlambat, dan melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh

dilakukannya.
Akibat dari wanprestasi itu biasanya dapat dikenakan sanksi berupa
ganti rugi, pembatalan perjanjian, peralihak risiko, maupun membayar
biaya perkara. Sebagai contoh seorang debitor dituduh melakukan
perbuatan

melawan

hukum,

lalai

atau

secara

sengaja

tidak


melaksanakan prestasi sesuai yang telah disepakati dalam perjanjian.
Jika terbukti, maka debitor harus mengganti kerugian yang meliputi
ganti rugi, bunga dan biaya perkaranya. Namun, debitor bisa saja
membela diri dengan alasan keadaan memaksa (overmacht/force
majeure), kelalaian kreditor sendiri atau kreditor telah melepaskan
haknya untuk menuntut ganti rugi. Untuk hal yang demikian debitor
tidak harus mengganti kerugian. Oleh karena itu, sebaiknya dalam
setiap perjanjian harus dicantumkan dengan jelas mengenai risiko,
wanprestasi dan keadaan memaksa
B. Jenis-jenis Prestasi dan Wanprestasi
Menurut ketentuan pasal 1234 KUH Perdata, tiap-tiap perikatan
adalah untuk memberikansesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk
tidak berbuat sesuatu.
Maka dari itu wujud prestasi itu berupa :
1. Memeberikan Sesuatu
Dalam Pasal 1235 dinyatakan :

Universitas Sumatera Utara

“Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah termasuk

kewajiban

si

berutang

untuk

menyerahkan

kebendaan

yang

bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah
yang baik, sampai pada saat penyerahannya.
Kewajiban yang terakhir ini adalah kurang atau lebih luas terhadap
perjanjian-perjanjiantertentu, yang akibat-akibatnya mengenai hal ini
ditunjuk dalam bab-bab yang bersangkutan”.
Pasal ini menerangkan tentang perjanjian yang bersifat konsensual

(yang lahir pada saat tercapainya kesepakatan) yang objeknya adalah
barang, dimana sejak saat tercapainya kesepakatan tersebut, orang yang
seharusnya menyerahkan barang itu harus tetap merawat dengan baik
barang tersebut sebagaimana layaknya memelihara barang kepunyaan
sendiri sama halnya dengan merawat barang miliknya yang lain, yang
tidak akan diserahkan kepada orang lain. 40
Kewajiban merawat barang dengan baik berlangsung sampai
barang tersebut diserahkan kepada orang yang harus menerimanya.
Penyerahan dalam pasal ini dapat berupa penyerahan nyata maupun
penyerahan yuridis. 41
2. Berbuat Sesuatu
Berbuat sesuatu dalam suatu perikatan yakni berarti melakukan
perbuatan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Jadi wujud

40

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum perikatan penjelasan makna pasal 1233 sampai
1456 BW, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 5.
41
J. Satrio, Hukum Perikatan, (Bandung : Alumni, 1999), hal. 84.


Universitas Sumatera Utara

prestasi

disini

adalah

melakukan

perbuatan

tertentu. 42

Dalam

melaksanakan prestasi ini debitur harus mematuhi apa yang telah
ditentukan dalam perikatan. Debitur bertanggung jawab atas perbuatan
yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diperjanjikan oleh para pihak.

Namun bila ketentuan tersebut tidak diperjanjikan, maka disini berlaku
ukuran kelayakan atau kepatutan yang diakui dan berlaku dalam
masyarakat. Artinya sepatutnya berbuat sebagai seorang pekerja yang
baik. 43
3. Tidak Berbuat Sesuatu
Tidak berbuat sesuatu dalam suatu perikatan yakni berarti tidak
melakukan suatu perbuatan seperti yang telah diperjanjikan.

44

Jadi

wujud prestasi disini adalah tidak melakukan perbuatan. Disini
kewajiban prestasinya bukan sesuatu yang bersifat aktif, tetapi justru
bersifat pasif yang dapat berupa tidak berbuat sesuatu atau membiarkan
sesuatu berlangsung. Disini bila ada pihak yang berbuat tidak sesuai
dengan perikatan ini maka ia bertanggung jawab atas akibatnya. 45

Wujud wanprestasi
Untuk menetapkan apakah seorang debitur telah melakukan

wanprestasi dapat diketahui melalui 3 (tiga) keadaan berikut : 46
1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali
42

Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hal. 19.
Ibid.
44
Ibid.
45
J.Satrio, Op. cit, hal. 52.
46
Abdulkadir Muhammad, Op. cit,, hal. 20.
43

Universitas Sumatera Utara

Artinya debitur tidak memenuhi kewajiban yang telah disanggupinya
untuk dipenuhi dalam suatu perjanjian atau tidak memenuhi kewajiban
yang ditetapkan undang-undang dalam perikatan yang timbul karena
undang-undang.
2. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru
Artinya debitur melaksanakan atau memenuhi apa yang diperjanjikan
atau yang ditentukan oleh undang-undang, tetapi tidak sebagaimana
mestinya menurut kualitas yang ditentukan dalam perjanjian atau
menurut kualitas yang ditetapkan oleh undang-undang.
3. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya
Artinya debitur memenuhi prestasi tetapi terlambat, waktu yang
ditetapkan dalam perjanjian tidak dipenuhi.
4. Prof. Subekti menambah lagi keadaan tersebut di atas dengan
“melakukan

sesuatu

yang

menurut

perjanjian

tidak

boleh

dilakukannya”.
C. Faktor-Faktor Penyebab Wanprestasi
Dalam pelaksanaan isi perjanjian sebagaimana yang telah
ditentukan dalam suatu perjanjian yang sah, tidak jarang terjadi
wanprestasi oleh pihak yang dibebani kewajiban (debitur) tersebut.
Tidak dipenuhinya suatu prestasi atau kewajiban (wanprestasi) ini dapat
dikarenakan oleh dua kemungkinan alasan. Dua kemungkinan alasan
tersebut anara lain adalah :

Universitas Sumatera Utara

1. Karena

kesalahan

debitur,

baik

karena

kesengajaan

ataupun

kelalaiannya
Kesalahan disini adalah kesalahan yang menimbulkan kerugian. 47
Dikatakan orang mempunyai kesalahan dalam preistiwa tertentu kalua
ia sebenarnya dapat menghindari terjadinya peristiwa yang merugikan
itu baik dengan tidak berbuat atau berbuat lain dan timbulanya kerugian
itu dapat dipersalahkan kepadanya. Dimana tetentu kesemuanya dengan
memperhitungkan keadaan dan suasana pada saat peristiwa itu terjadi.
Kerugian itu dapat dipersalahkan kepadanya (debitur) jika ada
unsur kesengajaan atau kelalaian dalam peristiwa yang merugikan itu
pada diri debitur yang dapat dipertanggung jawabkan kepadanya. Kita
katakab debitur sengaja kalua kerugian itu memang diniati dan
dikehendaki oleh debitur, sedangkan kelalaian adalah peristiwa dimana
seorang debitur seharusnya tahu atau patut menduga, bahwa dengan
perbuatan atau sikap yang diambil olehnya akan timbul kerugian. 48
Disini debitur belum tahu pasti apakah kerugian akan muncul atau
tidak, tetapi sebagai orang yang normal seharusnya tahu atau bias
menduga akan kemungkinan munculnya kerugian tersebut. Dengan
demikian

kesalahan

disini

berkaitan

dengan

masalah

“dapat

menghindari” (dapat berbuat atau bersikap lain) dan “dapat menduga”
(akan timbulnya kerugian). 49

47

J. Satrio, Op. cit, hal. 90.
Ibid, hal. 91.
49
Ibid.
48

Universitas Sumatera Utara

2.

Karena keadaan memaksa (Overmacht / force majure) , diluar
kemampuan debitur , atau debitur tidak bersalah.
Keadaan memaksa ialah keadaan dimana tidak dapat dipenuhinya
prestasi oleh pihak debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan karena
kesalahannya, peristiwa mana tidak dapat diketahui atau tidak dapat
diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan. 50Vollmar
menyatakan bahwa overmacht itu hanya dapat timbul dari kenyataankenyataan dan keadaan-keadaan tidak dapat diduga lebih dahulu.51
Dalam hukum anglo saxon (inggris) keadaan memaksa ini dilukiskan
dengan istilah “Frustration” yang berarti halangan, yaitu suatu keadaan
atau peristiwa yang terjadi diluar tanggung jawab pihak-pihak yang
membuat perikatan (perjanjian) itu tidak dapat dilaksanakan sama
sekali. 52
Dalam keadaan memaksa ini debitur tidak dapat dipersalahkan
karena keadaan memaksa tersebut timbul diluar kemauan dan
kemampuan debitur. Wanprestasi yang diakibatkan oleh keadaan
memaksa biasa terjadi karena benda yang menjadi objek perikatan itu
binasa atau lenyap, bias juga terjadi karena perbuatan debitur untuk
berprestasi itu terhalang seperti yang telah diuraikan di atas. Keadaan
memaksa yang menimpa benda objek perikatan bias menimbulakan
kerugian sebagian dan dapat juga menimbulkan kerugian total.

50

Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hal. 27.
Ibid. hal. 31.
52
Ibid. hal. 27.
51

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan keadaan memaksa yang menghalangi perbuatan debitur
memenuhi prestasi itu bias bersifat sementara maupun bersifat tetap. 53
Unsur-unsur yang terdapat dalam keadaan memaksa itu ialah : 54
a) Tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan
benda menjadi objek perikatan , hal ini tentunya bersifat tetap.
b) Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi
perbuatan debitur untuk berprestasi, ini dapat bersifat tetap atau
sementara.
c) Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu
membuat perikatan baik oleh debitur maupun oleh kreditur, jadi bukan
karena kesalahan para pihak , khususnya debitur.
Menngenai keadaan memaksa yang menjadi salah satu penyebab
timbulnya wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian. Dikenal dua
macam ajaran mengenai keadaan memaksa tersebut dalam ilmu hukum
, yaitu ajaran memaksa yang bersifat objektif dan subjektif. yang mana
ajaran mengenai keadaan memaksa (overmachtsleer) ini sudah dikenal
dalam hukum romawi, yang berkembang dari janji (beding) pada
perikatan untuk memberikan benda tertentu. 55

Dalam hal benda

tersebut karena adanya keadaan yang memaksa musnah maka tidak
hanya kewajibannya untuk menyerahkan tetapi seluruh perikatan
menjadi hapus, tetapi prestasinya harus benar-benar tidak mungkin

53

Ibid.
Ibid.
55
J. Satrio, Op. cit. hal. 254.
54

Universitas Sumatera Utara

lagi. 56 Pada awalnya dahulu hanya dikenal ajaran mengenai keadaan
memaksa yang bersifat objektif. Lalu dalam perkembangannya
kemudian muncul ajaran mengenai keadaan memaksa yang bersifat
subjektif.
(1). Keadaan memaksa yang bersifat objektif
Objektif artinya benda yang menjadi objek perikatan tidak
mungkin dapat dipenuhi oleh siapapun. 57Menurut ajaran ini debitur
baru bisa mengemukakan adanya keadaan memaksa (Overmacht) kalau
setiap orang dalam kedudukan debitur tidak mungkin untuk berprestasi
(Sebagaimana mestinya). 58 Jadi keadaan memaksa tersebut ada jika
setiap orang sama sekali tidak mungkin memenuhi prestasi yang berupa
benda objek perikatan itu. Oleh karena itu ukurannya “orang” (pada
umumnya) tidak bisa berprestasi bukan “debitur” tidak bias berprestasi,
sehingga

kepribadiannya,

kecakapan,

keadaanya,

kemampuan

finansialnya tidak dipakai sebagai ukuran, yang menjadi ukuran adalah
orang pada umumnya dan karenanya dikatakan memakai ukuran
objektif. 59
Dasar ajaran ini adalah ketidakmungkinan. Vollmar menyebutkan
keadaan memaksa ini dengan istilah “absolute overmacht” apabila
benda objek perikatan itu musnah diluar kesalahan debitur. 60 Marsch
and soulsby juga menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak mungkin
56

Ibid.
Abdulkadir Muhammad, Op. cit. hal. 28
58
J. Satrio, Loc. cit
59
Ibid. hal. 255.
60
Abdulkadir Muhammad, Loc. cit.

57

Universitas Sumatera Utara

dilaksanakan apabila setelah perjanjian dibuat terjadi perubahan dalam
hukum yang mengakibatkan bahwa perjanjian yang telah dibuat itu
menjadi melawan hukum jika dilaksanakan. 61 Dalam keadaan yang
seperti ini secara otomatis keadaan memaksa tersebut mengakhiri
perikatan karena tidak mungkin dapat dipenuhi. Dengan kata lain
perikatan menjadi batal, keadaan memaksa disini bersifat tetap. 62
(2). Keadaan Memaksa yang Bersifat Subjektif
Dikatakan subjektif dikarenakan menyangkut perbuatan debitur itu
sendiri, menyangkut kemampuan debitur sendiri, jadi terbatas pada
perbuatan atau kemampuan debitur. 63 Salah seorang sarjana yang
terkenal mengembangkan teori tentang keadaan memaksa adalah
houwing. Menurut pendapatnya dalam buku V (lima). Brakel keadaan
memaksa ada kalua debitur telah melakukan segala upaya yang menurut
ukuran yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan patut untuk
dilakukan, sesuai dengan perjanjian tersebut. 64 Yang dimaksud dengan
debitur oleh houwing adalah debitur yang bersangkutan. Disini tidak
dipakai ukuran “debitur pada umumnya” (objektif), tetapi debitur
tertentu, jadi subjektif. Oleh karena yang dipakai sebagai ukuran adalah
subjek debitur tertentu, maka kita tidak bisa melepaskan diri dari
pertimbangan “ debitur yang bersangkutan dengan semua ciri-cirinya”

61

Abdulkadir Muhammad, Op. cit. hal.29.
Ibid.
63
Ibid.
64
J. Satrio, Op. cit. hal 263.
62

Universitas Sumatera Utara

atau dengan perkataan lain kecakapan, tingkat sosial, kemampuan
ekonomis debitur yang bersangkutan turut diperhitungkan. 65
Dasar ajaran ini adalah kesulitan-kesulitan menurut ajaran ini
debitur itu masih mungkin memenuhi prestasi walaupun mengalami
kesulitan atau menghadapi bahaya. Vollmar menyebutnya dengan
istilah “relatieve overmacht”. Keadaan memaksa dalam hal ini bersifat
sementara. 66 Oleh karenanya perikatan tidak otomatis batal melainkan
hanya terjadi penundaan pelaksanaan prestasi oleh debitur. Jika
kesulitan yang menjadi hambatan pelaksanaan prestasi tersebut sudah
tidak ada lagi maka pemenuhan prestasi diteruskan.
Timbulnya ajaran mengenai keadaan memaksa seperti yang telah
diuraikan di atas dikarenakan keadaan memaksa tidak mendapatkan
pengaturan secara umum dalam Undang-Undang. 67 Karena itu hakim
berwenang meminta fakta yang terjadi (wanprestasi) bahwa debitur
sedang dalam keadaan memaksa (overmacht) atau tidak, sehingga
diketahui apakah debitur dapat dibebani kewajiban atas resiko atau
tidak atas wanprestasi tersebut.

65

Ibid. hal. 263.
Abdulkadir Muhammad, Op. cit. hal. 30.
67
Ibid. hal. 31.
66

Universitas Sumatera Utara

D. Pembelaan Terhadap Debitur yang Wanprestasi
Seorang debitur yang wanprestasi dapat membela diri dengan
mengajukan beberapa macam alasan untuk membebaskan dirinya dari
hukuman itu. Pembelaan tersebut ada tiga macam, yaitu : 68
1. Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa (overmacht atau force
majeur)
Dengan

mengajukan

pembelaan

ini,

debitur

berusaha

menunjukkan bahwa tidak terlaksananya apa yang dijanjikan itu
disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga, dan di
mana ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa
yang timbul di luar dugaan tadi.
Pasal 1244 dan 1245 KUHPer mengatur pembebasan debitur dari
kewajiban mengganti kerugian,karena suatu kejadian yang dinamakan
keadaan memaksa. Dua pasal tersebut merupakan doublure, yaitu dua
pasal yang mengatur satu hal yang sama. Jadi keadaan memaksa adalah
suatu kejadian yang tak terduga, tak disengaja dan tak dapat
dipertanggungjawabkan kepada debitur serta memaksa dalam arti
debitur terpaksa tidak menepati janjinya.
Ada keadaan tertentu di mana terjadi suatu peristiwa yang tak
terduga di luar kesalahan pihak debitur, tetapi segala akibat peristiwa

68

http://blogprinsip.blogspot.co.id/2012/10/pembelaan-debitur-yang-dituduh-lalai.html ,
Diakses tanggal 18 Mei 2017 , pukul 22.00 WIB

Universitas Sumatera Utara

itu harus dipikulkan kepadanya karena ia telah menyanggupinya atau
karena penanggungan segala akibat itu termaktub dalam sifatnya
perjanjian.
2. Mengajukan bahwa si berpiutang (kreditur) sendiri juga telah lalai
(exceptio non adimpleti contractus)
Dengan pembelaan ini si debitur yang dituduh lalai dan dituntut
membayar ganti rugi itu mengajukan di depan hakim bahwa kreditur
sendiri juga tidak menetapi janjinya. Dalam setiap perjanjian timbal
balik, dianggap ada suatu asas bahwa kedua pihak harus sama-sama
melakukan kewajibannya.
Prinsip ‘menyeberang bersama-sama’ dalam jual beli ditegaskan
dalam pasal 1478 KUHPerdata :
“Si pejual tidak diwajibkan memyerahkan barang-barangnya, jika si
pembeli belum membayar harganya, sedangkan si penjual tidak
mengizinkan penundaan pembayaran tersebut.”
Prinsip exceptio non adimpleti contractus ini tidak disebutkan dalam
pasal UU, melainkan merupakan hukum yurisprudensi, yaitu suatu
peraturan hukum yang telah diciptakan oleh para hakim.
3. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut
ganti rugi (pelepasan haka tau “rechtsverwerking”).
Merupakan suatu sikap pihak kreditur dari mana pihak debitur
boleh menyimpulkan bahwa kreditur itu sudah tidak akan menuntut
ganti rugi. Misalnya, si pembeli, meskipun barang yang diterimanya

Universitas Sumatera Utara

tidak

memenuhi

kwalitas,

tidak

menegur

si

penjual

atau

mengembalikan barangnya, tetapi barang itu dipakainya. Atau ia pesan
lagi barang seperti itu. Dari sikap tersebut dapat disimpulkan bahwa
barang itu sudah memuaskan si pembeli. Jika ia kemudian menuntut
ganti rugi atau pembatalan perjanjian, maka tuntutan itu sudah
selayaknya tidak diterima oleh hakim.
E. Akibat Hukum Dari Terjadinya Wanprestasi
1.

Akibat Hukum dari Wanprestasi karena Kesalahan Debitur
Sejak kapan debitur dapat dikatakan dalam keadaan sengaja atau
lalai tidak memenuhi prestasi, hal ini sangat perlu dipersoalkan, karena
wanprestasi tersebut memiliki konsekuensi atau akibat hukum bagi
debitur. Untuk mengetahui sejak kapan debitur itu dalam keadaan
wanprestasi maka perlu diperhatikan apakah di dalam perikatan yang
disepakati tersebut ditentukan atau tidak tenggang pelaksanaan prestasi.
Dalam perjanjian untuk memberikan sesuatu atau untuk melakukan
sesuatu pihak-pihak menentukan dan dapat juga tidak menentukan
tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi oleh debitur. Dalam
hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan
maka dipandang perlu untuk memperingatkan debitur guna memenuhi
prestasinya tersebut dan dalam hal tenggang waktu pelaksanaan
pemenuhan prestasi ditentukan maka menurut ketentuan pasal 1238

Universitas Sumatera Utara

KUH Perdata debitur dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang
ditentukan. 69
Pasal 1238 KUH Perdata :
“ Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat printah atau
dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau

demi

perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang
harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
Pasal ini menerangkan bahwa wanprestasi itu dapat diketahui dengan 2
(dua) cara, yaitu sebagai berikut : 70
a) Pemberitahahuan

atau

somasi,

yaitu

apabila

perjanjian

tidak

menentukan waktu tertentu kapan seorang dinyatakan wanprestasi atau
perjanjian tidak menentukan batas waktu tertentu yang dijadikan
patokan tentang wanprestasi debitur, harus ada pemberitahuan,
walaupun dalam pasal ini dikatakan surat perintah atau sejenis. Namun,
yang paling penting ada peringatan atau pemberitahuan kepada debitur
agar dirinya mengetahui bahwa dirinya dalam keadaan wanprestasi.
b) Sesuai dengan perjanjian, yaitu jika dalam perjanjian itu ditemukan
jangka waktu pemenuhan perjanjian dan debitur tidak memenuhi pada
waktu tersebut, dia telah wanprestasi.
Ketentuan pasal 1238 KUH Perdata ini hanya mengatur tentang
perikatan untuk memberikan sesuatu, sedangkan perikatan untuk
berbuat sesuatu tidak ada ketentuan spesifik semacam pasal ini. Namun
69
70

Ibid. hal. 21-22.
Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op. cit. hal. 8.

Universitas Sumatera Utara

ketentuan pasal ini dapat juga diikuti oleh perikatan untuk berbuat
sesuatu. 71 Sebaliknya ketentuan pasal 1238 KUH Perdata ini dapat
diperluas juga meliputi perikatan untuk bebrbuat sesuatu. Jadi dalam
penyusunan hukum perikatan nasional nanti ketentuan semacam pasal
ini dapat ditiru dan meliputi perikatan untuk memberikan sesuatu dan
perikatan untuk berbuat sesuatu. 72
Dalam perikatan untuk tidak berbuat sesuatu, prestasinya adalah
tidak berbuat sesuatu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Dalam hal
ini tidak perlu dipersoalkan apakah ditentukan jangka waktu atau tidak.
Karena sejak perikatan itu berlaku dan selama perikatan tersebut
berlaku, kemudian debitur melakukan perbuatan itu maka ia dinyatakan
telah lalai (wanprestasi). 73
Adapun akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi
adalah hukuman atau sanksi sebagai berikut : 74
(1) Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang telah diderita
oleh kreditur (Pasal 1234 KUH Perdata). Ketentuan ini berlaku untuk
semua perikatan. Apakah yang dimaksud dengan ganti rugi, kapan ganti
kerugian itu timbul, dana pa yang menjadi ukuran ganti kerugian
tersebut, dan bagaimana pengaturanya dalam undang-undang.
Pasal 1243 KUH Perdata :

71

Abdulkadir Muhammad, Loc. cit.
Ibid.
73
Ibid. hal. 23.
74
Ibid. hal. 24.
72

Universitas Sumatera Utara

“Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu
perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah
dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya atau jika
sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan
dan dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.”
Berdasarkan pasal ini, ada du acara penentuan titik awal penghitungan
ganti kerugian, yaitu sebagai berikut :
(a) Jika dalam perjanjian itu ditentukan jangka waktu, pembayaran ganti
kerugian mulai dihitung sejak pihak tersebut telah dinyatakan lalai,
tetapi tetap melaksanakannya.
(b) Jika dalam perjanjian tersebut telah ditentukan jangka waktu tertentu,
pembayaran ganti kerugian mulai dihitung sejak terlampauinya jangka
waktu yang telah ditentukan tersebut. 75
Yang dimaksud dengan ganti kerugian itu ialah ganti
kerugian yang timbul karena debitur melakukan wanprestasi karena
lalai. Ganti kerugian itu haruslah dihitung berdasarkan nilai uang, jadi
harus berupa uang bukan berupa barang. Berdasarkan pasal 1246 KUH
Perdata ganti kerugian terdiri dari 3 (tiga) unsur yakni :
(i)

Ongkos-ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan (cost), misalnya
ongkos cetak, biaya materai, biaya iklan.

(ii)

Kerugian karena kerusakan, kehilangan atas barang kepunyaan kreditur
akibat kelalaian debitur (damages). Kerugian disini adalah sungguh-

75

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op. cit. hal. 13.

Universitas Sumatera Utara

sungguh diderita, misalnya busuknya buah-buahan karena kelambatan
penyerahan, ambruknya sebuah rumah karena salah konstruksi sehingga
merusak perabot rumah tangga, lenyapnya barang karena terbakar.
(iii)

Bunga atau keuntungan yang diharapkan (interest). Karena debitur lalai,
kreditur kehilangan keuntungan yang diharapkannya.
Dalam ganti kerugian itu tidak senantiasa ketiga unsur itu
harus ada. Minimal ganti kerugian itu adalah kerugian yang
sesungguhnya diderita oleh kreditur (Unsur 2). 76 Meskipun debitur
telah melakukan wanprestasi dan diharuskan membayar sejumlah ganti
kerugian, undang-undang masih memberikan pembatasan-pembatasan
yaitu dalam hal ganti kerugian yang sebagaimana seharusnya dibayar
oleh debitur atas tuntutan kreditur. Pembatasan-pembatasan itu
diberikan undang-undang sebagai bentuk perlindungan terhadap debitur
dari perbuatan kesewenang-wenangan kreditur.
Pembatasan-pembatasan tersebut dapat dilihat pada pasal 1247 dan
1248 KUH Perdata.
Pasal 1247 KUH Perdata :
“si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi, dan bunga yang
nyata telah, atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu perikatan
dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan
sesuatu tipu daya yang dilakukan olehnya.”

76

Abdulkadir Muhammad, Op. cit. hal. 40.

Universitas Sumatera Utara

Pasal ini sebagai penegasan tentang pembatasan ganti
kerugian yang dapat dituntut dari debitur, yaitu kerugian yang nyatanyata telah dapat diperhitungkan pada saat perjanjian tersebut dibuat
oleh para pihak.

77

Pasal 1248 KUH Perdata :
“Bahkan jika hal dipenuhinya perikatan itu disebabkan tipu daya si
berutang, penggantian biaya, rugi , dan bunga sekedar mengenai
kerugian yang dideritanya oleh si berpiutang dan keuntungan yang
terhilang baginya hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat
langsung dari tak dipenuhinya perikatan.”
Pasal ini sebenarnya memberikan juga perlindungan kepada debitur
yang walaupun melakukan tipu daya terhadap kreditur, ganti kerugian
yang harus dibayarnya hanya meliputi kerugian langsung sebagai akibat
wanprestasinya debitur. 78
Dari ketentuan dua pasal ini dapat diketahui bahwa ada dua pembatasan
kerugian :
(a) Kerugian yang dapat diduga ketika membuat perikatan.
(b) Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi (lalai). 79
Selain pembatasan seperti yang telah diuraikan di atas, masih ada lagi
pembatasan pembayaran ganti rugi itu, yaitu dalam perjanjian yang
prestasinya berupa pembayaran sejumlah uang. Hal ini dapat kita lihat
pada ketentuan pasal 1250 KUH Perdata.
77

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op. cit. hal. 16.
Ibid.
79
Abdulkadir Muhammad, Op. cit. hal. 41.
78

Universitas Sumatera Utara

Pasal 1250 ayat 1 KUH Perdata :
“Dalam tiap-tiap perikatan yang semata-mata berhubungan dengan
pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya , rugi, dan bunga
sekedar disebabkan terlambatnya pelaksanaan, hanya terdiri atas
bunga yang ditentukan oleh undang-undang, dan tidak mengurangi
peraturan undang-undang khusus.
Penggantian biaya, rugi, dan bunga tersebut wajib dibayar, dengan
tidak usah dibuktikannya sesuatu kerugian oleh si berpiutang.
Penggantian biaya, rugi, dan bunga itu hanya harus dibayar terhitung
mulai dari ia diminta di muka pengadilan, kecuali dalam hal-hal
dimana undang-undang menetapkan bahwa ia berlaku demi hukum.”
Maksud pasal ini adalah bahwa setiap tagihan yang berupa uang,
yang pembayarannya terlambat dilakukan oleh pihak debitur, maka
tuntutan ganti kerugian tidak boleh melebihi keuntungan bunga
moratorium (bunga menurut undang-undang). 80
Bunga yang harus dibayar karena lalai ini disebut “moratoir
interest”, sebagai hukuman bagi debitur. 81 Moratoir berasal dari kata
“mora” Bahasa latin yang berarti lalai. Pembayaran ganti kerugian
sebesar bunga moratorium tersebut semata-mata digantungkan pada
keterlambatan pembayaran tersebut sehingga kreditur tidak perlu

80

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op. cit. hal. 18.
Abdulkadir Muhammad, Op. cit. hal. 43.

81

Universitas Sumatera Utara

dibebani untuk membuktikan dasar penuntutan ganti kerugian
tersebut. 82
Perhitungan besarnya ganti kerugian tersebut terhitung bukan pada
saat utang tersebut tidak dibayar atau lalainya debitur, melainkan mulai
dihitung sejak tuntutan tersebut diajukan ke pengadilan, kecuali jika
dalam keadaan tertentu undang-undang memberikan kemungkinan
bahwa perhitungan bunga tersebut berlaku demi hukum (mulai saat
terjadinya wanprestasi). 83
(1) Dalam perjanjian timbal balik (bilateral), wanprestasi dari satu pihak
memberikan hak kepada pihak lainnya untuk membatalkan atau
memutuskan perjanjian lewat hakim (pasal 1266 KUH Perdata).
Pasal 1266 KUH Perdata :
“Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuanpersetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak
memenuhi kewajibannya.”
Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi
pembatalan harus dimintakan kepada hakim,
Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai
tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam perjanjian.
Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, hakim adalah
leluasa untuk, menurut keadaan, atas permintaan si tergugat,
memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi
82
83

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Loc. cit.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

kewajibannya, jangka waktu mana namun itu tidak boleh lebih dari satu
bulan.”
Pasal ini menerangkan bahwa secara hukum wanprestasi
selalu dianggap sebagai syarat batal dalam suatu perjanjian sehingga
pihak yang merasa dirugikan karena pihak lain wanprestasi dapat
menuntut pembatalan perjanjian melalui pengadilan, baik karena
wanprestasi itu dicantumkan sebagai syarat batal dalam perjanjian
maupun tidak dicantumkan dalam perjanjian, jika syarat batal itu tidak
dicantumkan dalam perjanjian, hakim dapat memberi kesempatan
kepada pihak yang wanprestasi untuk tetap memenuhi perjanjian
dengan memberikan tenggang waktu yang tidak lebih dari satu bulan. 84
(2) Resiko beralih kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (pasal
1237 ayat 2 KUH Perdata).
Ketentuan ini hanya berlaku tapi perikatan untuk memberikan sesuatu.
Pasal 1237 KUH Perdata :
“Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan
tertentu, kebendaan itu semenjak perikatan dilahirkan adalah atas
tanggungan si berpiutang.
Jika si berutang lalai akan menyerahkannya, maka semenjak saat
kelalaiannya, kebendaan adalah atas tanggungannya.”

84

Ibid. hal. 29.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan pasal ini dapat kita lihat bahwa kelalaian debitur dalam
menyerahkan

kebendaan

mengalihkan

resiko

menjadi

atas

tanggunganya.
(3) Membayar biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim ( Pasal
181 ayat 1 HIR). Debitur yang terbukti melakukan wanprestasi tentu
dikalahkan dalam perkara. Ketentuan ini berlaku untuk semua
perikatan.
(4) Memenuhi perjanjian jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan
perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian (pasal 1267 KUH
Perdata). Ini berlaku untuk semua peikatan.
Pasal 1267 KUH Perdata :
“Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah
ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain
untuk memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut pembatalan
perjanjian, disertai pengantian biaya kerugian dan bunga.”
Pasal ini memberikan pilihan kepada pihak yang tidak menerima
prestasi dari pihak lain untuk memilih dua kemungkinan agar tidak
dirugikan, yaitu : 85
(a) Menuntut agar perjanjian tersebut dilaksanakan (agar prestasi tersebut
dipenuhi), jika hal itu masih memungkinkan; atau
(b) Menuntut pembatalan perjanjian.

85

Ibid. hal. 30.

Universitas Sumatera Utara

Pilihan tersebut dapat disertai ganti kerugian (biaya, rugi,dan
bunga) kalua ada alasan untuk itu, artinya pihak yang menuntut ini tidak
harus menuntut ganti kerugian, walaupun hal itu dimungkinkan
berdasarkan pasal 1267 ini. Berdasarkan pasal inilah sehingga banyak
sarjana menguraikan pilihan tuntutan kreditur tersebut menjadi 5 (lima)
kemungkinan tuntutan, yaitu :
(i)

Pemenuhan perjanjian;

(ii)

Pemenuhan perjanjian disertai ganti kerugian;

(iii)

Ganti kerugian saja;

(iv)

Pembatalan perjanjian;

(v)

Pembatalan perjanjian disertai ganti kerugian.
Kemungkinan tersebut di atas, sebenarnya terdapat kekeliruan
karena seharusnya tidak ada tuntutan ganti kerugian yang dapat berdiri
sendiri, karena ganti kerugian itu hanya dapat menyertai dua pilihan
utama yaitu melaksanakan perjanjian atau membatalkan perjanjian
sehingga hanya ada 4 (empat) kemungkinan, yaitu: 86
(a) Pemenuhan perjanjian;
(b) Pemenuhan perjanjian disertai ganti kerugian;
(c) Pembatalan perjanjian;
(d) Pembatalan perjanjian disertai ganti kerugian.
2. Akibat Hukum dari Wanprestasi karena keadaan memaksa

86

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Keadaan memaksa yang bersifat objektif dan bersifat tetap
secara otomatis mengakhiri perikatan, dalam arti kata perikatan itu
batal. 87 Jadi perikatan ini dianggap tidak pernah ada (seolah-olahtak
pernah dibuat). Jika suatu pihak telah melakukan pembayaran tersebut
harus dikembalikan kepadanya. Bila pembayaraan belum dilakukan,
pelunasannya tidak perlu dilaksanakan (dihentikan).
Dalam keadaan memaksa yang bersifat subjektif dan sementara
keadaan ini memberi akibat menangguhkan prestasi (mempunyai daya
menangguhkan) dan bila keadaan memaksa sudah berakhir maka
kewajiban berprestasi hidup kembali.
Bila prestasi tersebut sudah tidak mempunyai arti lagi untuk kreditur
maka perikatan menjadi gugur, dan pihak yang satu tidak dapat
menuntut pada pihak lain. Istilah batal dan gugur di atas mempunyai
arti yang berbeda.
Istilah batal menunjuk kepada tidak dipenuhinya salah satu sifat prestasi
yaitu harus mungkin dilaksanakan. Jika prestasi tidak mungkin
dilaksanakan, maka perikatan itu tidak akan mencapai tujuan, jadi batal
demi hukum. Sedangkan istilah gugur, prestasi memungkinakan untuk
mencapai tujuan perikatan, tetapi berhubung keadaan memaksa, tujuan
perikatan menjadi tidak tercapai karena terhalang oleh keadaan
memaksa, yang mengakibatkan prestasi menjadi tidak berarti. Pada

87

Abdulkadir Muhammad, Op. cit. hal. 32.

Universitas Sumatera Utara

perikatan yang gugur pihak yang satu tidak dapat menuntut kepada
pihak yang lainnya. 88

88

Ibid. hal. 33.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN RAWAT INAP
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH H.ABDUL MANAN SIMATUPANG
KABUPATEN ASAHAN
A. Implementasi Perjanjian Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum
Daerah H. Abdul Manan Simatupang Kabupaten Asahan.
Rumah Sakit Umum Daerah H.Abdul Manan Simatupang
merupakan Rumah Sakit Umum yang berada di Provinsi Sumatera
Utara yang tepatnya berada di Kota Kisaran, Kabupaten Asahan.
Rumah Sakit Umum Daerah H. Abdul Manan Simatupang terletak di
Jl. Sisingamangaraja No. 310 , Kisaran , Kabupaten Asahan yang mana
pada saat ini Rumah Sakit ini dipimpin oleh Dr.Edi Iskandar selaku
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah H.Abdul Manan Simatupang.
Rumah Sakit Umum Daerah H. Abdul Manan Simatupang
Kabupaten Asahan
dengan

diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten

mendapatkan

ijin

dari

bupati

dengan

503/IRS/BPPPM/0817/VI/2011 dan merupakan

No

Surat

salah satu Rumah

Sakit terbaik yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Asahan dalam
melayani kesejahteraan

masyarakatnya terutama dalam bidang

kesehatan .
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 34 tahun 2016, rumah sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Universitas Sumatera Utara

secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat.Rumah sakit juga dapat berfungsi sebagai tempat
untuk mengembangkan ilmu medis dan penyakit serta mengembangkan
pelayanan obat bagi pasien.Rumah sakit diharuskan memberi
pelayanan dengan kualitas yang baik agar kepuasan pasien dapat
tercapai.
Dalam Prosesnya perjanjian rawat inap yang terjadi antara pihak
pasien dengan pihak Rumah Sakit dan pihak pasien secara umum
dilakukan sesuai dengan Asas Konsensualisme dimana sehubungan
dengan saat lahirnya suatu perjanjian yang mengandung arti bahwa
perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat antara pihakpihak mengenai pokok perjanjian yang didukung dengan teori
pernyataan (utingstheori)dimana kesepakatan (toesteming) terjadi pada
saat yang menerima penawaran menyatakan bahwa ia menerima
penawaran itu.
Hal tersebut dilihat dari pihak yang menerima, dalam hal ini adalah
saat

pasien

yang

hendak

mendapatkan

pelayanan

kesehatan

menyatakan setuju untuk melakukan segala seuatu pelayanan kesehatan
yang ada di rumah sakit. Namun dalam teori ini ditemukan kelemahan
dimana teori ini sangatlah teoritis karena menyebabkan terjadinya
kesepakatan antara dua belah pihak yang dalam hal ini adalah pihak
pasien dengan pihak rumah sakit secara otomatis.

Universitas Sumatera Utara

Kelemahan dalam perjanjian tersebut lama kelamaan akan menjadi
batu sandungan bagi pihak rumah sakit dimana akan sangat besar
kemungkinan terjadinya wanprestasi dalam segala bentuk perjanjian
yang diterapkan antara pihak pasien dan pihak rumah sakit.
Berdasarkan fakta yang terjadi dilapangan dan dengan melihat dari
situasi yang ada pihak Rumah Sakit Umum Daerah H.Abdul Manan
Simatupang Kabupaten Asahan mengambil langkah preventif guna
mencegah ataupun meminimalisir terjadinya wanprestasi dalam segala
bentuk perjanjian dengan pihak pasien yang

dimana dalam hal

perjanjian Rawat inap yang dilakukan dengan pihak pasien
dilaksanakan secara tertulis, tidak lagi diberikan secara lisan, hal ini
disebabkan agar memudahkan bagi para pihak untuk membuktikan hak
dan kewajiban masing-masing pihak serta agar mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat.
Berdasarkan data yang diperoleh mengenai pasien yang
menjalani rawat inap dalam periode tahun 2010 - 2013 pasien yang
menjalani rawat inap adalah sebanyak 4325 (empat ribu tiga ratus dua
puluh lima ) pasien.Dan dalam kenyataanya masih ditemukan beberapa
kasus wanprestasi yang dilakukan oleh pihak pasien. Kasus-kasus
wanprestasi tersebut diantaranya:
a. Popi Astria , yang merupakan anak dari bapak Sahrul . masuk
rumah sakit pada 4 September 2013 dikarenakan Demam tinggi
, dan akan dirawat selama 5 (lima) hari di ruang melati kelas I

Universitas Sumatera Utara

dengan biaya perawatan satu malamnya Rp 100.000 ( seratus
ribu rupiah) . Pak Sahrul selaku orang tua dari Popi Astria
melakukan wanprestasi dikarenakan meninggalkan rumah sakit
tanpa izin dan tanpa sepengetahuan dari pihak Rumah Sakit saat
anaknya baru dirawat selama 2 (dua) hari . Pak Sahrul baru
membayar uang muka perawatansaja dan biaya perawatan
keseluruhannya belum dilunasi. Setelah diketahui penyebabnya,
pasien inidikatakan kurang mampu dan juga pasien tersebut
juga mempunyai pendidikanyang cukup rendah. Padahal
pemerintah telah memberikan keringananbagi pihak yang
kurang mampu atau orang miskin. Maka pihak Rumah Sakit
mencari informasi dan menyelidiki mengenaialamat dari pasien
tersebut yang telah melakukan wanprestasi tersebut.Hal ini
dapat dilihat dari bukti diri atau tanda pengenal pasien
yangditinggalkannya di Rumah Sakit Umum Daerah H.Abdul
Manan Simatupang Kabupaten Asahan.
b. Hasan Basri , Seorang pelajar Sekolah Menegah Atas yang
masuk Rumah Sakit pada 19 Oktober 2010 dikarenakan
kecelakaan saat mengendarai sepeda motor miliknya dan akan
dilakukan perawatan selama Satu minggu lamanya diruang
Mawar kelas II. Setelah sembuh dari masa perawatan , Bapak
Suryadi selaku ayah dan pihak penjamin bagi Hasan hanya
melakukan pembayaran baru setengahnya Rp. 525.000 (lima

Universitas Sumatera Utara

ratus dua puluh lima ribu rupiah) dari pembayaran penuh Rp.
1.050.000 (satu juta lima puluh ribu rupiah) dimana sisa
pembayaran dilakukan pada tanggal 25 Oktober 2010. Akan
tetapi pada tanggal yang telah dijanjikan Hasan belum juga
melunasinya .maka dari itu pihak rumah sakit melakukan
penagihan dengan mengirimkan surat penagihan kerumahnya.
Dari contoh tersebut dapat dilihat adanya hak dan kewajiban bagi
ke dua belah pihak yang melakukan perjanjian antara pihak rumah sakit
dengan pihak pasien. Dimana kewajiban pihak pasien adalah membayar
biaya perawatan sesuai jumlah yang ditentukan dalam surat perjanjian
sesuai dengan batas waktu yang ditentukan dalam surat perjanjian.
Bahwa kewajiban pasien itu adalah membayarkan uang muka dan
semua biaya perawatan dan penyembuhan selama dirawat dan pasien
wajib mematuhi segala peraturan dan tata tertib yang berlaku di Rumah
Sakit.
Bentuk perjanjian rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah
H.Abdul Manan Simatupang Kabupaten Asahan telah sesuai dengan
KUH Perdata tetapi pada tahap pelaksanaanya perjanjian tersebut belum
terjadi sesuai dengan peraturan karena masih ditemukannya pasien yang
melakukan wanprestasi.
Namun dalam periode tahun 2014-2017 Sudah tidak ditemukannya
perihal kasus wanprestasi yang dilakukan oleh pasien.Hal tersebut
dikarenakan diresmikannya program Badan Penyelenggara Jaminan

Universitas Sumatera Utara

Sosial Kesehatan atau biasa disebut BPJS Kesehatan oleh pemerintah.
BPJS Kesehatan bersama BPJS Ketenagakerjaan ( Dahulu bernama
Jamsostek) merupakan program pemerintah dalam kesatuan jaminan
kesehatan nasional (JKN) yang diresmikan pada tanggal 31 Desember
2013 , untuk BPJS Kesehatan itu sendiri mulai beroprasi sejak tanggal 1
Januari 2014 sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroprasi sejak 1
Juli 2014 yang berlandaskan hukum pada UU No 24 Tahun 2011
Tentang Badan Penyelengaraan Jaminan Sosial.
Terkait dengan fakta yang terjadi di lapangan sehubungan dengan
diresmikannya Program BPJS Kesehatan Menurut UU No 24 tahun
2011 proses perjanjian Rawat Inap di Rumah Sakit Daerah H.Abdul
Manan Simatupang Kabupaten Asahan kini dapat dilaksanakan melalui
2 (dua) cara yaitu: 89
1. Pasien Rawat Umum.
Pasien rawat umuum adalah pasien yang dianggap mampu
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dengan
biaya sendiri sehingga menjadi sumber penghasilan langsung
bagi rumah sakit.
2. Pasien Rawat dengan BPJS
Pasien rawat dengan menggungakan program BPJS merupakan
peserta jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS

89

Hasil wawancara dengan Dr. Edi Iskandar, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah H.
Abdul Manan Simatupang Kabupaten Asahan, Pada tanggal 10 Mei 2017.

Universitas Sumatera Utara

(Badan Jaminan Sosial) yang kita kenal sebelumnya sebagai PT
Askes.
Peserta BPJS terdiri dari dua kelompok, yaitu penerima
bantuan iuran (PBI) dan bukan penerima bantuan iuran (Non
PBI).Kelompok PBI diperuntukkan bagi fakir miskin dan orang
tidak mampu dimana iuran jaminan kesehatan ditanggungoleh
pemerintah.
Masyarakat yang sudah mendaftar sebagai peserta BPJS,
tidak perlu membayar ketika berobat di rumah sakit karena
sudah membayar iuran setiap bulannya. Iuran tersebut akan
dikelola oleh BPJS yang kemudian akan dibayarkan kepada
pihak rumah sakit secara bertahap.
Rumah Sakit Umum Daerah H.Abdul Manan Simatupang
Kabupaten Asahan termasuk dalam golongan fasilitas kesehatan tingkat
lanjutan dari program BPJS kesehatan bersamaan dengan Rumah Sakit
lainnya; terdiri dari RS Umum (RSU), RS Umum Pemerintah Pusat
(RSUP), RS Umum TNI, RS Umum Bhayangkara (POLRI), RS Umum
Swasta, RS Khusus, RS Khusus Jantung (Kardiovaskular), RS Khusus
Kanker (Onkologi), RS Khusus Paru, RS Khusus Mata, RS Khusus
Bersalin, RS Khusus Kusta, RS Khusus Jiwa, RS Khusus Lain yang
telah terakreditasi, RS Bergerak dan RS Lapangan, Balai Kesehatan,
terdiri dari: Balai Kesehatan Paru Masyarakat, Balai Kesehatan Mata
Masyarakat, Balai Kesehatan Ibu dan Anak, dan Balai Kesehatan Jiwa.

Universitas Sumatera Utara

B. Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Rawat Inap Di
Rumah Sakit Umum Daerah H.Abdul Manan Simatupang
Kabupaten Asahan
Dewasa ini hampir tidak ada bidang kehidupan masyarakat yang
tidak terjamah oleh hukum, baik sebagai kaidah maupun sikap tindak
manusiawi. Hal ini terutama disebabkan karena pada dasarnya manusia
mempunyai hasrat untuk hidup teratur, akan tetapi keteraturan bagi
orang lain tidaklah sama. Oleh karena itu diperlukan kaidah-kaidah
yang mengatur kehidupan bermasyarakat.Salah satu fungsi kaidah
hukum yang mengatur hubungan manusia adalah untuk mencapai
perdamaian melalui keserasian antara ketertiban dan ketentraman.
Begitu pula dalam bidang kesehatan, dengan makin pesatnya
perkembangan manusia dan makin canggihnya kemajuan tekhnologi di
bidang kedokteran, maka makin banyak pula masyarakat yang
membutuhkan pelayanankesehatan secara cepat kepada pelaksana
ataupun penyelenggara kesehatan. Dengan demikian agar kepentingankepentingan

masyarakat

dengan

kepentinganpelaksana

atau

kepentingan kesehatan tidak saling bertentangan dan tetap teratur, perlu
kiranya diadakan suatu kaidah yang mengaturnya, yaitu hukum
kesehatan.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58
tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,
yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian

Universitas Sumatera Utara

yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit
yang berorientasi kepada pelayananpasien, penyediaan obat yang
bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi
semua lapisan masyarakat. Tuntutan pasien dan masyarakat akanmutu
pelayanan farmasi, mengharuskan adanya perubahan pelayanan
dariparadigma lama (drug oriented) ke paradigma baru (patient
oriented) dengan filosofi pharmaceutical care (pelayanan kefarmasian).
Diberlakukanya

UU No 24 Tahun 2011 Tentang Badan

Penyelengaraan Jaminan Sosial oleh pemerintah yang di laksanakan
melalui program pelayanan kesehatan BPJS kesehatan yang dimana
BPJS Kesehatan ini merupakan Badan Hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan kesehatan yang diharapkan
menjadi angin segar bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam
mendaptakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kondisi sosial
yang dihadapinya.
BPJS kesehatan mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari
2014.Dimana semua penduduk Indonesia wajib menjadi peserta
jaminan kesehatan yang dikelola oleh BPJS, termasuk juga orang asing
yang telah bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah
membayar iuran.
Peserta BPJS kesehatan ada dua kelompok, yaitu:
1. Penerima Bantuan Iuran (PBI)

Universitas Sumatera Utara

Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah peserta jaminan kesehatan
bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana
diamanatkan UU SJSNyang iurannya dibayari pemerintah
sebagai program Jaminan Kesehatan.Peserta PBI adalah fakir
miskin yang ditetapkan oleh pemerintah dandiatur melalu
peraturan pemerintah dan seseorang yang mengalami cacat total
tetap dan tidak mampu.
2. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI)
Peserta bukan PBI (Non PBI) jaminan kesehatan terdiri atas
pekerja penerima upah dan anggota keluarganya; pekerja bukan
penerima upah dan anggota keluarganya; bukan pekerja dan
anggota keluarganya.
Bagi peserta kelompok PBI, iuran akan ditanggung sepenuhnya
olehpemerintah. Bagi peserta kelompok Non PBI, diwajibkan
membayar iuran jaminan kesehatan secara teratur untuk program
jaminan kesehatan.Pembayaran iuran dilakukan paling lambat setiap
tanggan sepuluh setiap bulannya.Seluruh penduduk Indonesia wajib
menjadi peserta BPJS kesehatan meskipun yang bersangkutan sudah
memiliki jaminan kesehatan lain. Pada tahun 2019, diharapkan seluruh
penduduk Indonesia sudah menjadi peserta BPJS kesehatan .
Untuk itu, Pemerintah Republik Indonesia telah berupaya
semaksimalmungkin dengan program pelayanan kesehatan yang ada
untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.Kegiatan-

Universitas Sumatera Utara

kegiatan yang demikian luasnya memerlukan keteraturan supaya
mencapai

sasarannya.Di

samping

itu,

diperlukan

juga

ilmu

pengetahuan, tenaga yang terampil, maupun dukungan administrasi dan
keuangan. Oleh karena itu dari segi keteraturannya antara lain
diperlukanperangkat hukum tertentu yang mencakup keseluruhan ruang
lingkup kesehatan, yaitu hukum kesehatan yang tidak terganggu atau
tercemar baik dari segi penerapan hukum perdata ataupun dari segi
penerapan hukum pidana selama aturan-aturan hukum itu mengatur
hubungan-hubungan hukum yang berkaitan pemelihara