Analisis Kadar Residu Pestisida Asefat Pada Biji Kakao dan Biji Cengkeh Menggunakan Kromatografi Gas

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kakao
2.1.1. Klasifikasi Tanaman Kakao
Tanaman kakao diklasifikasikan kedalam golongan sebagai berikut:
Divisi

: Spermatophyta

Anak divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa

: Malvales


Suku

: Sterculiaceae

Marga

: Theobroma

Jenis

: Theobroma cacao L.

2.1.2. Morfologi Tanaman Kakao
Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-pohon
yang tinggi, curah hujan tinggi, serta kelembapan tinggi dan relatif tetap. Tinggi
tanaman kakao jika dibudidayakan di kebun maka tinggi tanaman kakao umur 3
tahun mencapai 3 meter dan pada umur 12 tahun dapat mencapai 7 meter. Kakao
mempunyai akar tunggang berbentuk kerucut panjang, tumbuh lurus ke bawah
dan memiliki banyak cabang-cabang. Warna akarnya adalah kecoklatan.

Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas
vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut tunas ortotrop atau
tunas air, sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping disebut

Universitas Sumatera Utara

plagiotrop atau cabang kipas. Sama dengan sifat percabangannya, daun kakao
juga bersifat dimorfisme. Pada tunas ortotrop, panjang tangkai daunnya, yaitu 7,510 cm sedangkan pada tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya sekitar
2,5 cm. Bentuk helai daun bulat memanjang, ujung daun meruncing dan pangkal
daun runcing. Warna daun dewasa hijau tua bergantung pada kultivarnya. Panjang
daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10 cm. Permukaan daun licin dan mengkilap.
Bunga tanaman kakao bersifat kauliflori, artinya bunga tumbuh dan berkembang
dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut
semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan
bunga. Bunga kakao berwarna putih, ungu, atau kemerahan. Warna yang kuat
terdapat benang sari dan daun mahkota. Buah kakao berupa buah buni yang
daging bijinya sangat lunak. Kulit buah mempunyai sepuluh alur dan tebalnya 1-2
cm. Buah ketika muda berwarna hijau atau merah dan jika sudah masak akan
berwarna jingga (PPKKI,2004).


Gambar 1. Tanaman Kakao

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Kandungan Biji Kakao
Tabel 2.1. Komposisi kimia biji kakao
Komponen

Persentase %

Lemak

57

Air

3.2

Total Abu


4.2

Nitrogen
- Total Nitrogen

2.5

- Theobromin

1.3

- Kafein

0.7

Pati

9

Serat kasar


3.2

2.1.4. Manfaat Biji Kakao
Hampir semua orang mengenal cokelat yang merupakan bahan makanan favorit,
terutama bagi anak-anak dan remaja. Produk cokelat dihasilkan melalui tahapan
yang relatif panjang. Tanaman kakao akan menghasilkan buah kakao yang
didalamnya terdapat biji-bijian kakao.
Dari biji-bijian kakao ini, dengan perlakuan pascapanen melalui proses
pengolahan dan pengeringan akan dihasilkan biji-bijian kakao kering yang siap
dikirim ke pabrik pengolah. Oleh pengolah biji-bijian kakao diolah menjadi
produk-produk setengah jadi dan produk sudah jadi.
Adapun produk turunan biji kakao adalah sebagai berikut:
1. Lemak Cokelat murni (Cacao Butter )
Lemak kakao dikeluarkan dari inti biji dengan cara dikempa. Lemak kakao
digunakan untuk pembuatan permen cokelat.

Universitas Sumatera Utara

2. Bubuk Cokelat (Cacao Powder )

Bubuk cokelat terbuat dari bungkil/ampas biji cokelat yang telah dipisahkan
dengan lemak cokelatnya. Bungkil cokelat ini dikeringkan dan digiling halus
sehingga berbentuk tepung cokelat. Bubuk cokelat digunakan sebagai bahan
baku seperti cokelat makanan, permen yang mengandung cokelat, susu cokelat,
dan sebagainya (Wahyudi et al., 2008).

2.1.5. Hama dan Penyakit Tanaman Kakao
Hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman kakao ini sebagai
berikut:
a. Penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella Snellen)
Umumnya menyerang buah kakao yang masih muda dengan panjang sekitar 8 cm.
Gejala serangan baru tampak dari luar saat buah masak berupa kulit buah
berwarna pudar dan timbul belang berwarna jingga serta jika dikocok tidak
berbunyi. Jika dibelah, daging buahnya akan tampak berwarna hitam, biji-biji
melekat satu sama lain dengan warna hitam, keriput, dan ringan.
b. Kepik pengisap buah (Helopeltis antonii Sign)
Helopeltis dapat menimbulkan kerusakan terhadap tanaman kakao dengan cara

menusukkan alat mulutnya (stylet) ke dalam jaringan tanaman untuk mengisap
cairan sel-sel di dalamnya. Serangan pada buah muda dapat menyebabkan buah

mati. Bercak pada buah yang terserang berat akan menyatu, sehingga jika buah
dapat berkembang terus, permukaan kulit buah menjadi retak dan terjadi
perubahan bentuk yang dapat menghambat perkembangan biji di dalam buah.

Universitas Sumatera Utara

c. Penggerek batang atau cabang (Zeuzera coffeaen Nietn)
Larva Z. coffeae mulai menggerek dari bagian samping batang yang bergaris
tengah 3-5 cm dengan panjang liang gerek mencapai 40-50 cm. Akibat gerekan
larva tersebut, bagian tanaman di atas lubang gerek menjadi layu, kering, dan
mati, terutama batang atau cabang yang berukuran kecil.
d. Penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora Butl)
Penyakit ini menyerang buah kakao yang masih muda sampai dewasa. Tetapi
presentase serangan lebih banyak pada buah yang sudah dewasa. Buah yang
terinfeksi menunjukkan gejala terjadinya pembusukan disertai bercak cokelat
kehitaman dengan batas yang tegas. Perkembangan bercak cokelat cukup cepat,
sehingga dalam waktu beberapa hari seluruh permukaan buah menjadi busuk,
basah, dan berwarna cokelat kehitaman (PPKKI, 2004).

2.2. Cengkeh

2.2.1. Klasifikasi Tanaman Cengkeh
Tanaman cengkeh diklasifikasikan kedalam golongan sebagai berikut:
Divisi

: Spermatophyta

Anak divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Mrytales

Famili


: Myrtaceae

Genus

: Syzygium

Spesies

: Syzygium aromaticum

Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Morfologi Tanaman Cengkeh
Tanaman cengkeh ini berbentuk pohon, tingginya dapat mencapai 20-30 m, dapat
berumur lebih dari 100 tahun. Tajuk tanaman cengkeh umumnya berbentuk
kerucut, piramida, dengan batang utama menjulang ke atas. Daunnya kaku,
berwarna hijau atau hijau kemerahan, dan berbentuk elips dengan kedua ujung
runcing. Cengkeh memiliki empat jenis akar, yaitu akar tunggang, akar lateral,
akar serabut, dan akar rambut. Akar tunggang tumbuh lurus ke bawah dan sedikit
bercabang, sedangkan akar lateral tumbuh menyamping dan bercabang. Akar

serabut berukuran kecil, tumbuh menyamping dan ke bawah dengan jumlah yang
sangat banyak. Akar serabut ini memiliki banyak akar rambut berukuran sangat
kecil yang berfungsi sebagai penyerap air dan unsur hara.
Tanaman cengkeh mulai berbunga pada umur 4,5-8,5 tahun, tergantung
dari jenis dan lingkungannya. Bakal bunga berwarna hijau, berujung tumpul, dan
ruas di bawahnya sedikit membengkak, sedang bakal daun berwarna merah dan
berujung lancip (Najiyati & Danarti,1991).

Gambar 2. Tanaman Cengkeh

Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Kandungan Biji Cengkeh
Senyawa eugenol merupakan komponen utama yang terkandung dalam minyak
cengkeh dengan kandungan 70-96 %. Kualitas minyak cengkeh ditentukan oleh
kandungan senyawa eugenol tersebut, semakin tinggi kandungan eugenolnya
maka semakin baik kualitasnya. Senyawa eugenol mempunyai rumus molekul
C10H12O2.

2.2.4. Manfaat Biji Cengkeh

a. Dalam Industri Farmasi
Aktivitas eugenol sebagai antimikroba dan anti septik dimanfaatkan sebagai
bahan baku obat kumur, pasta gigi, dan cairan anti septik.
b. Dalam Industri Rokok
Sebagian besar cengkeh di Indonesia digunakan sebagai bumbu rokok kretek.
c. Dalam Industri Makanan
Cengkeh digunakan untuk keperluan sehari-hari dirumah tangga sebagai
penambah rasa dan aroma khususnya untuk memasak.

2.2.5. Hama dan Penyakit Tanaman Cengkeh
Hama dan penyakit yang menyerang tanaman cengkeh ini sebagai berikut:
a. Rayap (Rhino termitidae)
Hama yang termasuk serangga dari famili Termitidae. Bentuknya menyerupai
semut, berukuran panjang 0,3-0,8 cm. Rayap sangat menyukai sisa bahan organik
yang berada di daerah perakaran kayu atau akar yang tertinggal dalam tanah.
Hama ini menyerang bibit sampai tanaman dewasa, bagian yang diserang adalah

Universitas Sumatera Utara

kulit akar atau kulit pangkal yang tidak sehat atau terinfeksi cendawan. Tanaman
yang terserang rayap akan segera layu dan mati secara tiba-tiba.
b. Penggerek batang
Penggerek batang yang sering menyerang tanaman cengkeh adalah Nothopeus
fasciatipennis dan N. Hemipterus. Penggerek batang ini menyerang tanaman

cengkeh yang berumur lebih dari empat tahun dengan cara membuat liang-liang
gerekan pada pangkal batang dan hidup di dalamnya. Gejala serangan terlihat
pada kulit pangkal batang berupa lubang-lubang kecil berdiameter 3-5 cm yang
mengeluarkan cairan dan tepung gerek berwarna putih.
c. Kepik Helopeltis
Kepik Helopeltis antonii menyerang tanaman cengkeh dengan cara mengisap
cairan pucuk atau daun muda serta mengeluarkan racun yang dapat merusak
jaringan tanaman. Pucuk yang terserang biasanya akan mati dan daun-daun muda
berguguran (Najiyati & Danarti, 1991).

2.3. Pestisida
2.3.1. Sejarah Pestisida
Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun yang lalu
(2.500 SM) yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di
Sumeria. Sedangkan penggunaan bahan kimia beracun seperti Arsenic (As),
Mercury (Hg) dan serbuk Timah (Sn) diketahui mulai digunakan untuk
memberantas serangga pada abad ke-15.
Di Indonesia sejak tahun 1970 untuk mengatasi masalah hama digunakan
berbagai jenis dan formulasi pestisida dengan aneka bahan aktifnya. Senyawa

Universitas Sumatera Utara

karbon klor seperti Dichlorodiphenyltricloroethane (DDT) mulai banyak
dipergunakan. Kemudian menyusul insektisida berbahan aktif senyawa pospor
seperti Diazinon dan Malation (Wudianto, 1999).

2.3.2. Pengertian Pestisida
Pestisida (Inggris: pesticide) secara harfiah berarti pembunuh hama (pest: hama;
cide: membunuh). Menurut Pemerintah No. 7/1973, pestisida adalah semua zat

kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:
1. Mengendalikan atau mencegah hama atau penyakit yang merusak tanaman,
bagian tanaman, atau hasil-hasil pertanian;
2. Mengendalikan rerumputan;
3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan;
4. Mengendalikan atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau
ternak;
5. Mengendalikan hama-hama air;
6. Mengendalikan atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi, dengan penggunaan
pada tanaman, tanah, dan air (Djojosumarto, 2000).

Menurut The United States Environmental Pesticide Control Act, pestisida
adalah sebagai berikut.
1. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan,
mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang mengerat, nematoda,

Universitas Sumatera Utara

gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteri
atau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang.
2. Semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan
tanaman atau pengering tanaman (Djojosumarto, 2000).

2.3.3. Penggolongan Pestisida
Pestisida dapat dikelompokkan ke dalam beberapa pengklasifikasian.
2.3.3.1. Penggolongan pestisida berdasarkan asal bahan yang digunakan.
Berdasarkan asal bahan yang digunakan untuk membuat pestisida, maka pestisida
dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu:
1. Pestisida Sintetik adalah pestisida yang diperoleh dari hasil sintesa kimia,
contohnya organofosfat, organoklorin dan karbamat.
2. Pestisida Biologi adalah pestisida yang berasal dari jasad renik atau mikrobia,
contohnya jamur, bakteri atau virus.
3. Pestisida Alami adalah Pestisida yang berasal dari bahan alam
(Djojosumarto, 2008).

2.3.3.2. Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan.
Berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan, maka pestisida dapat dibedakan
menjadi enam golongan yaitu:
1. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa
mematikan semua jenis serangga.
2. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa
digunakan untuk memberantas dan mencengah fungi/cendawan.

Universitas Sumatera Utara

3. Herbisida adalah bahan yang mengandung senyawa beracun yang dapat
dimanfaatkan untuk membunuh tumbuhan penggangu yang disebut gulma.
4. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa beracun yang digunakan
untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat misalnya tikus.
5. Bakterisida adalah bahan yang mengandung senyawa beracun yang digunakan
untuk membunuh bakteri.
6. Nematisida adalah bahan yang mengandung senyawa beracun untuk
mengendalikan cacing (Wudianto, 1999).

2.3.4. Insektisida Organofosfat
Senyawa organofosfat pada saat ini hampir mencapai lebih dari 50% dari
insektisida yang terdaftar. Organofosfat adalah peracun syaraf yang membunuh
vertebrata dan invertebrata melalui penghambatan kerjanya enzim kolinesterase
tertentu didalam sistem syaraf. Insektisida adalah bahan yang mengandung
senyawa kimia beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga (Triharso,
2004).
Gejala

keracunan

yang

ditimbulkan

apabila

pestisida

golongan

organofosfat masuk kedalam tubuh manusia adalah timbul gerakan otot-otot
tertentu, penglihatan kabur, mata berair, mulut berbusa, banyak berkeringat, air
liur banyak keluar, mual, pusing, kejang-kejang, muntah-muntah, detak jantung
menjadi cepat, mencret, sesak nafas, otot tidak bisa digerakkan dan akhirnya
pingsan (Wudianto, 1998).

Universitas Sumatera Utara

2.3.5. Asefat
Sifat Fisika dan kimia:
a. Rumus bangun

:

b. Rumus molekul

: C4H10NO3PS

c. Nama umum

: Asefat /Acephate

d. Nama kimia

: 0,S-dimethyl acetyl phosphoramidothioate

e. Nama dagang

: Orthene 75SP, Orthene 400EC

f. Berupa padatan putih mudah larut dalam air
g. Titik cair

: 88-90

Asefat merupakan insektisida golongan organofosfat yang dikembangkan
oleh Chevron Chemical Co.,1969. Insektisida ini merupakan racun kontak
digunakan untuk mengendalikan penggerek batang cengkeh Nothopheus sp,
Helopelthis sp, Aphis sp, Artona catoxantha , Mttisa plana , ulat ubi kentang
Phtrorimaea

operculella ,

Crocidolomia

binotalis,

Plutella

xylostella ,

Pseudococcus citri, Chilo scharriphagus, Diatrae saccharalis, Heliothis sp, dan
Spodoptera litura (Baehaki, 1993).

Formula yang diperdagangkan adalah:
1. Orthene 75SP mengandung 75% Asefat
2. Orthene 400EC mengandung 32,39% Asefat

Universitas Sumatera Utara

2.3.6. Residu Pestisida dalam Tanaman
Residu pestisida adalah sisa pestisida, termasuk hasil perubahannya yang terdapat
pada atau dalam jaringan manusia, hewan, tumbuhan, air, dan tanah. Batas
maksimum residu pestisida (BMRP) adalah salah satu indeks konsentrasi
maksimum dari residu pestisida (ditetapkan dalam mg/kg) yang direkomendasikan
sebagai batasan yang diijinkan secara legal pada komoditi makanan. Dengan
alasan melindungi kesehatan manusia, setiap negara menerapkan dan menentukan
nilai BMRP yang ketat sehingga dapat digunakan sebagai alasan untuk memeriksa
dan membatasi produk-produk pertanian yang memasuki negaranya.
Pemerintah pada tahun 1996 memutuskan BMRP melalui keputusan
bersama

antara

Menteri

Kesehatan

dan

Menteri

No.881/MENKES/SKB/VIII/1996/dan711/Kpts/TP.270/8/96

tentang

Pertanian
batas

maksimum residu pestisida pada hasil pertanian telah ditetapkan nilai BMRP
(mg/kg), sekitar 2000 kombinasi antara bahan aktif pestisida dan komoditas
(Untung, 2000).

2.7. Kromatografi Gas
Kromatografi gas adalah suatu proses dimana suatu campuran dipisahkan menjadi
komponen-komponennya oleh fase gas yang bergerak melewati suatu fase
stasioner. Proses kromatografi memerlukan 2 jenis fase, fase yang pertama
dinamakan “fase diam (stationary phase)”, berupa zat padat atau zat cair, fase
kedua dinamakan “fase gerak (mobile phase)”, fase ini selalu bergerak mengalir
atau merembes melalui fase diam, berupa gas.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan atas perbedaan jenis kedua fase tersebut, maka kromatografi
gas dapat dibedakan atas:
1. Kromatografi gas-cair, yaitu kromatografi yang menggunakan fase gerak
berupa gas dan fase diam berupa cairan
2. Kromatografi gas-padat, yaitu kromatografi yang menggunakan fase gerak
berupa gas dan fase diam berupa padatan.

2.3.1. Prinsip Kerja Kromatografi Gas
Mekanisme kerja kromatografi gas adalah sebagai berikut. gas dalam silinder baja
bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom yang berisi fasa diam. Cuplikan berupa
campuran yang akan dipisahkan, biasanya dalam bentuk larutan, disuntikkan ke
dalam gas tersebut. Kemudian cuplikan dibawa oleh gas pembawa ke dalam
kolom dan di dalam kolom terjadi proses pemisahan. Komponen-komponen
campuran yang telah terpisahkan satu persatu meninggalkan kolom. Suatu
detektor diletakkan di ujung kolom untuk mendeteksi jenis maupun jumlah tiap
komponen campuran. Hasil pendeteksian direkam dengan recorder dan dinamakan
kromatogram yang terdiri dari beberapa peak (Hendayana, 2006).

Universitas Sumatera Utara

2.3.2. Sistem Kromatografi Gas

Gambar 3. Bagan sistem kromatografi gas

1. Gas Pembawa
Gas pembawa digunakan sebagai fase gerak. Gas-gas yang biasa digunakan
adalah Helium (He), Argon (Ar), Nitrogen (N2), dan Hidrogen (H2) (Hendayana,
2006).
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi gas pembawa adalah
a. Inert
b. Murni
c. Cocok dengan detektor yang digunakan (Bonelli, 1998).

Universitas Sumatera Utara

2. Sistem Penginjeksian Sampel
Tempat pemasukan cuplikan cair ke dalam pak kolom biasanya terbuat dari
tabung gelas di dalam blok logam panas. Cuplikan disuntikkan dengan bantuan
alat suntik melalui karet septum kemudian diuapkan di dalam tabung gelas.
(Hendayana, 2006).
3. Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan. Untuk kromatografi gas
dikenal dua jenis kolom yaitu kolom pak (packed column), dan kolom terbuka
(open tubular column). Dengan semakin panjangnya kolom diharapkan kolom
akan lebih efisien dan semakin bertambahnya panjangnya kolom maka perbedaan
waktu retensi senyawa satu terhadap lainnya akan bertambah yang akan memberi
dampak pada peningkatan selektivitas (Hendayana, 2006).
4. Detektor
Detektor digunakan untuk mendeteksi komponen-komponen yang telah
terpisahkan di dalam kolom kromatografi gas. Jenis detektor meliputi detektor
daya hantar panas (thermal conductivity detector ), detektor ionisasi nyala (flame
ionization detector ), detektor penangkap elektron (electron capture detector ),

detektor fotometri nyala (flame photometric detector ), dan detektor nyala alkali
(alkali flame detector ) (Hendayana,2006).
5. Recorder
Recorder berfungsi sebagai pengubah sinyal dari detektor menjadi bentuk
kromatogram. Dari kromatogram yang diperoleh dapat dilakukan analisa kualitatif
dan kuantitatif (Khopkar, 2003).

Universitas Sumatera Utara