Analisis Residu Pestisida Triazofos pada Biji Kopi Kering Menggunakan Kromatografi Gas FPD
ANALISIS RESIDU PESTISIDA TRIAZOFOS
PADA BIJI KOPI KERING MENGGUNAKAN
KROMATOGRAFI GAS FPD
TUGAS AKHIR
DUMARIS TAMBA
122401058
PROGRAM STUDI D-3 KIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
ANALISIS RESIDU PESTISIDA TRIAZOFOS
PADA BIJI KOPI KERING MENGGUNAKAN
KROMATOGRAFI GAS FPD
Diajukan untuk melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya
Oleh:
DUMARIS TAMBA
122401058
PROGRAM STUDI D-3 KIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
PERSETUJUAN
Judul : Analisis Residu PestisidaTriazofos pada
Biji Kopi Kering Menggunakan Kromatografi Gas FPD
Kategori : Tugas Akhir
Nama : Dumaris Tamba
Nomor Induk Mahasiswa : 122401058
Program studi : Diploma Tiga (D-3) Kimia
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Disetujui di Medan, Juli 2015
Program Studi D-3 Kimia FMIPA USU Pembimbing,
Ketua,
Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si Dr.Hamonangan N, M.Sc
NIP . 195509181987012001 NIP. 195606241983031002
Disetujui Oleh
Departemen KimiaFMIPA USU Ketua,
Dr. Rumondang Bulan, MS NIP : 195408301985032001
(4)
PERNYATAAN
ANALISIS RESIDU PESTISIDA TRIAZOFOS
PADA BIJI KOPI KERING
MENGGUNAKAN
KROMATOGRAFI GAS FPD
TUGAS AKHIR
Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil karya saya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2015
DUMARIS TAMBA 122401058
(5)
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas rahmat dan kuasa-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul “Analisis Residu Pestisida Triazofos pada Biji Kopi Kering Menggunakan Kromatografi Gas FPD” tepat pada waktunya.
Dengan penuh rasa syukur penulis mengucapkan terimakasih mendalam kepada Ayahanda Junar Tamba dan Ibunda tercinta Hotmi Haro Munthe, terimakasih atas dukungan dan dorongan moril maupun material yang telah diberikan dengan tiada henti. Dan juga kepada saudara penulis Rones, Rudipsi, Joy, Anni, Evrin telah menjadi motivator terhebat penulis.
Penulis juga menghaturkan rasa terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU.
2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU.
3. Ibu Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si selaku Ketua Program Studi D-3 Kimia FMIPA USU.
4. BapakDr,HamonanganNainggolanM.Sc selaku Dosen Pembimbing yang telahdengantulusmemberikanbimbingankepadapenulisdanbersedia
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membantu penulisan tugas akhir ini.
5. Bapak Ir. Sabirinselaku Manager Mutu Di LaboratoriumAnalisaPestisida. 6. Bapak Miftah Elfahmi,S.TP selaku Manager Teknis Di Laboratorium
Analisa Pestisida.
7. Bapak FahriRiswal, S.Si, Kakak Eva Yanti Manihuruk, ST, Kakak Nur Indah, S.Si, Kakak Elviani Sinaga, S.TP, Kakak Kartinatra Purba, A.md , Ibu Hasanah.
8. Bapak Ir.Henry HM Pardede selaku seksi Jaringan laboratorium, Bapak Kusharyanto, S.Si,MP selaku kepala sub bagian tata usaha dan karyawan lainnya yang tidak mungkin kami sebutkan namanya satu persatu.
(6)
9. Teman-teman mahasiswa/i D3 Kimia Stambuk 2012, Khususnya KAN‟012.
10.Semoga kiranya Tuhan membalas kebaikan semua pihak yang telah bersedia membantu. Dalam penulisan tugas akhir ini masih banyak kekurangan dan kesalahan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penyusun. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penyusun harapkan demi penyempurnaan tugas akhir ini.
Medan, Juli 2015
Penyusun
(7)
ANALISIS KADAR RESIDU PESTISIDA ASEFAT PADA BIJI
KAKAO DAN BIJI CENGKEH MENGGUNAKAN
KROMATOGRAFI GAS
ABSTRAK
Telah dilakukan pengujian kadar residu pestisida asefat pada biji kakao dan biji cengkeh dengan menggunakan kromatografi gas. Kromatografi gas dilengkapi dengan detektor FPD, kolom DB5, gas pembawa H2 dengan laju alir 75 kPa. Suhu
kolom yang digunakan 100 -250 , suhu injektor 230 , dan suhu detektor 250 . Dari hasil yang diperoleh pada biji kakao A 0.0144 mg/kg dan kakao B 0.0144 mg/kg, sedangkan pada biji cengkeh A 0.0003 mg/kg dan cengkeh B 0.0007 mg/kg, menunjukkan nilai ini tidak melampaui batas maksimum residu pestisida yang telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Pertanian No. 24/Permentan/SR. 140/4/2011 tentang teknis pendaftaran dan perizinan pestisida yaitu apabila nilai ADI untuk manusia ≤ 0.015 mg/kg (sama dengan tingkat residu yang diperkirakan aman ≤ 1 ppm).
(8)
DETERMINATION OF RESIDUES PESTICIDES IN COCOA
BEANS AND SEEDS CENGKEH USING GAS
CHROMATOGRAPHY
ABSTRACT
Determination of acephate pesticide residues in cocoa and clove seeds using gas chromatography. Gas chromatography equipped with FPD detector, column DB5, H2 carrier gas with a flow rate of 75 kPa. Column temperature used 100 ° C-250 °
C, a temperature of 230 ° C injector and detector temperature of 250 ° C. From the results obtained in cocoa beans A 0.0144 mg / kg and cocoa B 0.0144 mg / kg, while the seed cloves A 0.0003 mg / kg and cloves B 0.0007 mg / kg, indicating this value does not exceed the maximum limits of pesticide residues that have been established by Regulation of the Minister of Agriculture No. 24 / Permentan / SR. 140/4/2011 of technical registration and licensing of pesticides that if the value of the ADI for humans ≤ 0015 mg / kg (equal to the estimated safe level of residue ≤ 1 ppm).
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak v
Abstract vi
Daftar isi vii
Daftar Gambar ix
Daftar Lampiran x
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 4
1.3. Tujuan 4
1.4. Manfaat 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman kopi 5
2.1.1. Buah Kopi 6
2.1.2. Pemeliharaan Tanaman Kopi
2.1.3. Waktu pemupukan 8
2.1.4. Manfaat buah kopi 9
2.1.4. Pestisida 10
2.1.5. Batas residu pestisida 12
2.2. Triazofos 13
2.2.1. Cara kerja triazofos 14
2.3. Kromatografi gas 15
2.3.1. Prinsip dasar kromatografi gas 15
(10)
BAB 3 BAHAN DAN METODE
3.1. Alat-alat 21
3.2. Bahan-bahan 22
3.3. Prosedur kerja 22
3.3.1. Prosedur sampel 22
3.3.2. Pemakaian alat kromatografi gas 23
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil 25
4.2. Pembahasan 26
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 27
5.2. Saran 28
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
(11)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.Buah kopi 5
Gambar 2.Biji kopi 6
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.Gambar instrument kromatografi gas 30
Lampiran 2.Gambarperangkatpendukunglainnya 31
Lampiran 3.KromatogrambakupembandingTriazofos 32
Lampiran 4.Kromatogram hasil perolehan kembali pada sampel 33
(13)
ANALISIS KADAR RESIDU PESTISIDA ASEFAT PADA BIJI
KAKAO DAN BIJI CENGKEH MENGGUNAKAN
KROMATOGRAFI GAS
ABSTRAK
Telah dilakukan pengujian kadar residu pestisida asefat pada biji kakao dan biji cengkeh dengan menggunakan kromatografi gas. Kromatografi gas dilengkapi dengan detektor FPD, kolom DB5, gas pembawa H2 dengan laju alir 75 kPa. Suhu
kolom yang digunakan 100 -250 , suhu injektor 230 , dan suhu detektor 250 . Dari hasil yang diperoleh pada biji kakao A 0.0144 mg/kg dan kakao B 0.0144 mg/kg, sedangkan pada biji cengkeh A 0.0003 mg/kg dan cengkeh B 0.0007 mg/kg, menunjukkan nilai ini tidak melampaui batas maksimum residu pestisida yang telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Pertanian No. 24/Permentan/SR. 140/4/2011 tentang teknis pendaftaran dan perizinan pestisida yaitu apabila nilai ADI untuk manusia ≤ 0.015 mg/kg (sama dengan tingkat residu yang diperkirakan aman ≤ 1 ppm).
(14)
DETERMINATION OF RESIDUES PESTICIDES IN COCOA
BEANS AND SEEDS CENGKEH USING GAS
CHROMATOGRAPHY
ABSTRACT
Determination of acephate pesticide residues in cocoa and clove seeds using gas chromatography. Gas chromatography equipped with FPD detector, column DB5, H2 carrier gas with a flow rate of 75 kPa. Column temperature used 100 ° C-250 °
C, a temperature of 230 ° C injector and detector temperature of 250 ° C. From the results obtained in cocoa beans A 0.0144 mg / kg and cocoa B 0.0144 mg / kg, while the seed cloves A 0.0003 mg / kg and cloves B 0.0007 mg / kg, indicating this value does not exceed the maximum limits of pesticide residues that have been established by Regulation of the Minister of Agriculture No. 24 / Permentan / SR. 140/4/2011 of technical registration and licensing of pesticides that if the value of the ADI for humans ≤ 0015 mg / kg (equal to the estimated safe level of residue ≤ 1 ppm).
(15)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman pertanian sering diganggu oleh organisme pengganggu tanaman yang secara ekonomis sangat merugikan petani. Organisme pengganggu tanaman atau tumbuhan ini dikenal sebagai hama tanaman, penyakit tanaman, dan gulma (tumbuhan pengganggu). Organisme penganggu tanaman atau tumbuhan sering disebut OPT (Djojosumanto.P,2000).
Pestisida sering digunakan sebagai pilihan utama untuk memberantas organisme penganggu tanaman. Sebab, pestisida mempunyai daya bunuh yang tinggi, penggunaannya mudah, dan hasilnya cepat untuk diketahui. Namun bila aplikasinya kurang bijaksana dapat membawa dampak pada pengguna, hama sasaran, maupun lingkungan yang sangat berbahaya (Wudianto.R,1988).
Pestisida secara harafiah berarti pembunuh hama yang meliputi produk produk yang digunakan di bidang pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan atau kesehatan hewan, perikanan, dan kesehatan masyarakat.
(16)
Pengertian pestisida menurut Peraturan Pemerintah No.7/1973 Adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang di pergunakan untuk:
a. Mengendalikan atau mencegah hama atau penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman, atau hasil-hasil pertanian;
b. Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak di inginkan;
c. Mengendalikan rerumputan (Djojosumanto,P.2000).
Kopi (coffea sp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea yang juga dalam pertumbuhan dan untuk menghasilkan panen yang baik dibantu oleh pemakaian pestisida. Buah kopi biasanya di perdagangkan dalam bentuk kopi beras, yaitu kopi kering yang sudah terlepas dari daging buah dan kulit arinya (Najiyati.S,1990).
Namun, di sisi lain pemakaian pestisida yang berlebihan dan dilakukan secara terus- menerus pada setiap musim tanaman akan berpotensi menyebabkan kerugian antara lain residu pestisida akan terakumulasi dalam produk-produk pertanian dan perairan, penurunan produktivitas serta keracunan pada manusia dan hewan (Aditya,2007).
Untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan adanya residu pestisida dalam makanan perlu dilakukan monitoring pemeriksaan residu
pestisida yang dikembangkan dibandingkan terhadap batas maksimum residu pestisida yang diinginkan.
(17)
Kromatografi gas sendiri adalah merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam suatu campuran. Pada kromatografi gas terdapat dua fasa yaitu fasa gerak dan fasa diam. Fasa gerak berupa gas, fasa diam berupa cairan atau padatan (Rohman,2007).
Atas dasar inilah penulis membuat tugas akhir yang berjudul „ANALISIS
RESIDU PESTISIDA TRIAZOFOS PADA BIJI KOPI KERING
MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS FPD‟. untuk mengetahui apakah
residu pestisida yang terdapat di dalam biji kopi kering yang di analisis memenuhi batas maksimum residu yang telah di tetapkan oleh Permentan No.24 Tahun 2011.
(18)
1.2. Permasalahan
Permasalahannya adalah apakah residu pestisida Triazofos yang terdapat di dalam biji kopi kering sesuai dengan batas maksimum residu pestisida yang sudah di tetapkan oleh Peraturan Menteri Pertanian No.24/Permenta/SR.140/4/2011?
1.3. Tujuan
- Untuk mengetahui apakah residu pestisida Trizofos pada biji kopi kering telah sesuai dengan peraturan yang telah di tetapkan oleh Peraturan Menteri Pertanian No.24/Permenta/SR.140/4/201
- Menganalisis residu pestisida triazofos pada biji kopi kering menggunakan kromatografi gas FPD
1.4. Manfaat
- Dapat mengetahui apakah residu pestisida triazofos pada biji kopi kering telah sesuai dengan peraturan yang di tetapakan oleh Peraturan Menteri Pertanian No.24/Permenta/SR.140/4/2011
- Dapat mengetahui metode yang digunakan dalam menganalisis residu pestisida Triazofos
(19)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Kopi
Kopi adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuh tegak, bercabang dan tingginya dapat mencapai 12 m. Kopi diperkenalkan di indonesia pertama kali oleh VOC antara tahun 1969-1699. Kopi bukan hanya sekedar minuman segar dan berkhasiat, tetapi juga mempunyai arti ekonomi yang cukup penting (Najiyati.S,1990).
Gambar 1. Tanaman kopi
Kopi merupakan suatu jenis tanaman tropis, yang dapat tumbuh di mana saja, terkecuali pada tempat-tempat yang terlalu tinggi dengan temperatur yang sangat dingin atau daerah-daerah tandus yang memang tidak cocok bagi kehidupan tanaman. Panen kopi tidak dapat dijalankan hanya sekali saja, melainkan mengikuti gelombang bunga yaitu yang terjadi 3-4 kali dalam setahun.
(20)
panen akan berlangsung dari bulan mei sampai dengan bulan Agustus tahun berikutnya. Masaknya buah kopi ada yang cepat ada pula yang lambat, sedang yang lambat ini sangat tergantung pada iklim dan jenisnya (AAK,1988).
2.1.1. Buah Kopi
Buah kopi biasanya dipasarkan dalam bentuk kopi beras, yaitu kopi kering yang sudah terlepas dari daging buah dan kulit arinya. Sebagian besar, buah terdapat pada cabang primer atau sekunder sebagaimana halnya dengan bunga. Dari bunga sampai menjadi buah itu masak, makan waktu 7-9 bulan. Buah kopi yang muda berwarna hijau, tetapi setelah tua menjadi kuning dan kalau masak warnanya menjadi merah. Besar buah kira-kira 11/2 × 1 cm dan bertangkai pendek.
Pada umumnya buah kopi mengandung 2 butir biji, biji tersebut mempunyai 2 bidang, bidang yang datar (perut) dan bidang yang cembung (punggung). Tetapi adakalanya hanya ada satu butir biji yang bentuknya bulat panjang yang disebut kopi lanang. Biji terdiri dari kulit biji yang merupakan selaput tipis membalut biji yakni yang disebut perak atau kulit ari.
.
(21)
Putih lembaga (endosperma). Pada permukaan biji yang datar saluran yang arahnya memanjang dan kedalam, merupakan lubang yang panjang sama dengan bijinya. Sejajar dengan saluran itu terdapat satu lubang yang berukuran lebih sempit dan merupakan satu kantong yang tertutup. Di sebelah kantong terdapat lembaga (embrio) dengan sepasang daun tipis dan dasar akar yang berwarna putih (AAK,1988).
2.1.2. Pemeliharaan Tanaman Kopi
Pemeliharaan merupakan salah satu tahap budi daya kopi yang sangat penting dalam menentukan produktivitas tanaman. Pemupukan pada tanaman bertujuan untuk mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman dan memperbaiki kondisi tanah sehingga perakaran dapat tumbuh baik serta dapat menyerap hara dalam jumlah yang cukup.
Kutu dompolan (Pseudococcus citri) merupakan hama yang sering menyerang tanaman kopi dengan cara menghisap cairan kuncup bunga, buah muda, ranting dan daun muda. Serangan hama ini dapat menimbulkan pertumbuhan tanaman terhenti, daun-daun menguning, calon bunga gagal menjadi bunga, dan buah rontok.
Pengendalian kutu dompolan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu secara biologis, mekanis, dan kimiawi.
a. Secara biologis, dengan melepaskan parasit Angyrus grenii, dan Leptomastix abyssinica, predator kumbang Symnus apiciflatus, S.roepkei, Cryptolaemus mentrousieri. Selain melepaskan musuh alami, juga dengan
(22)
memberantas semut yang suka membawa kutu terutama pada musim kemarau.
b. Secara mekanis, dengan memangkas bagian yang terserang, kemudian dibakar. Selain itu, juga dengan membuang atau tidak menanam pohon pelindung yang disukai oleh hama tersebut seperti gamal (Glirisida maculata).
c. Secara kimiawi, dengan penyemprotan insektisida. Insektisida yang dianjurkan antara lain Anthio 330 EC, Hostation 40 EC, Nogos 50 EC,
Orthene 75 SP, Sevin 85 g, dan supracide 40 EC dengan dosis sesuai
petunjuk (Najiyati.S,1990).
2.1.3. Waktu pemupukan
Pada umumnya pemupukan kopi diberikan 2 kali dalam satu tahun. Terkecuali kopi muda, sebagai starter dapat diberikan lebih dari 2 atau 3 kali, hal ini mengingat kondisi tanaman yang bersangkutan. Pupuk yang mengandung N diberikan 2 kali. Sedang yang mengandung P dan K diberikan sekali pada akhir musim penghujan atau permulaan musim kemarau, yakni pada bulan maret sampai bulan mei. Sedang N yang sebagiannya diberikan pada akhir musim kemarau atau permulaan musim penghujan, yakni sekitar akhir bulan oktober atau november (AAK,1988).
(23)
2.1.4. Manfaat buah kopi 1. Kopi Instan (soluble coffee)
Kopi instan dibuat dengan cara mengambil esktrak dari kopi yang telah mengalami proses penyangraian. Metoda ini pertama kali diperkenalkan oleh Morgenthaler di Switzerland pada tahun 1938. Kopi yang telah digiling diekstrak dengan menggunakan tekanan tertentu alat pengekstrak. Temperatur air yang digunakan pada waktu mengambil ekstrak adalah 2000C. Komponen kering yang terdapat pada kopi hasil ekstraksi adalah 15%. Kemudian hasil esktraksi dikeringkan dengan menggunakan spra y dried atau freeze dried (Belitz dan Grosch, 1987).
2. Kopi Bubuk
Kopi bubuk merupakan proses pengolahan kopi yang paling sederhana. Dimana biji kopi yang telah disangrai kemudian dihancurkan dan dikemas. Pembuatan kopi bubuk banyak dilakukan petani, pedagang pengecer, industri kecil dan pabrik. Pembuatan kopi bubuk oleh petani biasanya hanya dilakukan secara tradisional dengan alat-alat sederhana. Hasilnya pun hanya bisa dikonsumsi sendiri atau dijual bila ada pesanan. Pembuatan kopi bubuk bisa dibagi ke dalam dua tahap yaitu tahap penyangraian dan tahap penggilingan
(Najiyanti dan Danarti, 1997).
2. Kopi Celup(Coffee Bags)
Kopi celup sama halnya seperti teh celup. Pada kopi celup biji kopi yang telah dihancurkan kemudian dimasukkan ke dalam suatu kemasan yang berbentuk seperti filter (saringan). Dengan adanya kopi celup maka ampas yang biasanya
(24)
dihasilkan pada waktu kopi diseduh dengan air panas akan berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali.
4. Kopi Blending (Kopi Campuran)
Blending merupakan suatu proses penambahan bahan-bahan lain ke dalam kopi yang bertujuan untuk meningkatkan rasa dari kopi yang dihasilkan. Blending memungkinkan pergantian perubahan selera dalam biji kopi dan penggantian jenis kopi jika ada kesulitan dalam penawaran/harga. Proses pencampuran sering dilakukan pada waktu biji kopi disangrai, contoh bahan-bahan yang sering dicampurkan pada kopi adalah jagung, gandum, rye dan sebagainya
(Belitz dan Grosch, 1987).
2.1.5. Pestisida
Pestisida adalah substansi yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Kata pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan cida yang berarti pembunuh. Jadi secara sederhana pestisida diartikan sebagai pembunuh hama yaitu tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi, bakteri, virus, nematode, tikus, burung, dan hewan lain yang dianggap merugikan.
Menurut Permenkes RI, No.258/Menkes/per/III/1973 pestisida merupakan semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang di pergunakan untuk memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil pertanian, memberantas gulma, mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman yang tidak termasuk pupuk, mematikan dan mencegah hama-hama liar, memberantas hama-hama air,
(25)
memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat angkutan, mencegah dan memberantas binatang-binatang termasuk serangga yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air (Untung,K,2007).
Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga. Untuk membunuh serangga insektisida masuk dalam tubuh serangga melalui lambung , kontak, dan alat pernafasan.
a. Insektisida dapat meracuni lambung (stomach posions) bila insektisida masuk dalam tubuh bersama bagian tanaman yang dimakannya. Akibatnya alat pencernaan akan terganggu. Insektisida seperti ini sangat efektif untuk mengendalikan serangga yang mulutnya bertipe penggigit dan pengunyah.
b. Insektisida kontak (contact poisons) akan masuk ketubuh serangga melalui kutikulanya.
c. Insektisida masuk ketubuhnya melalui pernapasan. Sebagai misal fumigas hama gudang dapat mematikan hama yang mengisap gas beracun dari fumigan.
Sedangkan dilihat dari cara kerjanya, insektisida dibedakan atas peracun fisik, peracun protoplasma, peracun pernapasan.
a. Insektisida peracun fisik akan menyebabkan dehidrasi, yaitu keluarnya cairan tubuh dari dalam tubuh serangga.
b. Insektisida peracun protoplasma dapat mengendapkan protein dalam tubuh serangga
(26)
c. Insektisida peracun pernapasan dapat menghambat aktifitas enzim pernapasan (Wudianto.R,1988).
2.1.6. Batas Residu Pestisida
Residu pestisida adalah sisa pestisida, termasuk hasil perubahannya yang terdapat pada atau dalam jaringan manusia, hewan, air, udara atau tanah. Batas maksimum residu pestisida adalah batas maksimum kandungan residu pestisida di dalam produk pertanian tertentu yang diizinkan oleh pemerintah. Kandungan residu pestisida di atas batas maksimum residu pestisida dianggap berbahaya bagi kesehatan manusia yang mengkonsumsi atau terpapar oleh produk pertanian tersebut.
Disamping manfaat yang diperoleh dari penggunaan pestisida untuk peningkatan produksi pertanian, sebagai bahan racun pestisida pada keadaan tertentu memiliki risiko yang besar bagi kesehatan manusia, ternak/hewan, kelompok organisme lain dan lingkungan hidup.
Dengan alasan melindungi kesehatan manusia, setiap negara menerapkan dan menentukan nilai batas maksimum residu pestisida yang ketat sehingga dapat digunakan sebagai alasan untuk memeriksa dan membatasi produk-produk pertanian yang memasuki negaranya. Pemerintah pada tahun 1996 memutuskan batas residu maksimum pestisida melalui keputusan bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian No.:
(27)
Tentang Batas Maksimum Residu Pestisida pada hasil pertanian melalui SKB tersebut telah ditetapkan nilai BMR (mg/kg), sekitar 2000 kombinasi antara bahan aktif pestisida dan komoditas (Untung.K,2000)
2.2. Triazofos
Nama Umum : Triazofos
Rumus Molekul : C12H16N3O3PS
Nama Kimia : o,o-dietil o- (1-phenyl-1H 1, 2, 4-triazol-3-il) fosforotiot
Massa Relatif : 313.31
Nama Dagang :Hostation 40 EC
Struktural Formula :
Bentuknya : Cairan
Warna : Kekuningan
(28)
Mudah terbakar, berbahaya jika terhirup dan kontak dengan kulit, beracun jika tertelan. Triazofos adalah insektisida spektrum luas organofosfat dan akarisida dengan kontak dan tindakan perut. Triazofos mengontrol kutu daun, thrips, pengusir hama, kumbang, ulat, tungau laba-laba dan lalat putih pada tanaman
lapangan, sayuran, tanaman hias dan pohon buah-buahan
(http://www.gharda.com/products/agrochemicals/insecticides_triazophos.html). 2.2.1. Cara kerja Triazofos
Triazofos merupakan pestisida golongan organofosfat yang dimana organofosfat adalah kelompok insektisida yang paling banyak digunakan di dunia ini. Organofosfat tidak persisten atau bioakumulasi di lingkungan. Senyawa organofosfat pertama dikenal pada tahun 1854, namun karena sifatnya yang toksik maka senyawa ini baru muncul kembali pada tahun 1930-an. Tetraethyl pyrophosphate (TEPP) adalah insektisida organofosfat yang pertama kali digunakan. Senyawa organofosfat diperoleh dari asam fosfor. Senyawa tersebut merupakan senyawa yang paling toksik dari semua pestisida yang digunakan terhadap hewan vertebrata. Organofosfat termasuk senyawa yang tidak stabil dan dapat rusak dengan cepat di lingkungan. Lebih dari 100.000 senyawa organofosfat telah di saring untuk keperluan insektisida, namun lebih dari 100 jenis telah dipakai untuk pemakaian komersial.
Senyawa organofosfat adalah racun yang menyerang saraf dimana targetnya adalah serangga. Kebanyakan dari pestisida organofosfat adalah insektisida meskipun juga terdapat beberapa jumlah untuk senyawa herbisida dan fungisida. Organofosfat bekerja dengan menghambat enzim yang penting bagi
(29)
sistem saraf. Asetilkolin akan rusak dan tidak dapat aktif dalam beberapa detik disebabkan oleh enzim kolinesterase. Ketika terpapar dengan organofosfat, enzim tersebut tidak dapat berfungsi dan dapat menyebabkan gangguan pada ujung saraf.
2.3. Kromatografi Gas
Kromatografi gas pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna. Tehnik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen organik maupun komponen anorganik.
Gas Chromatography (GC) merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam suatu campuran. GC merupakan tehnik instrumental yang saat ini merupakan alat utama yang digunakan oleh laboratorium untuk melakukan analisis. GC dapat diotomatisasi untuk analisis sampel-sampel padat, cair dan gas. Sampel padat dapat diekstraksi atau dilarutkan dalam suatu pelarut sehingga dapat diinjeksikan kedalam sistem GC demikian juga sampel gas yang dapat langsung diambil dengan penyuntik yang ketat terhadap gas (Rohman,2007).
2.3.1. Prinsip Dasar Kromatografi Gas
Dasar pemisahan secara kromatografi gas ialah penyebaran sampel diantara dua fase, yaitu fase diam yang permukaannya luas dan fase lain berupa gas yang melewati fase diam. Kromatografi gas ialah cara pemisahan campuran yang didasarkan atas perbedaan pola pergerakan dari suatu kompoen campuran dengan mengalirkan arus gas melalui fase diam berupa zat padat (kromatografi gas padat).
(30)
Jika fase diam berupa zat cair cara tadi disebut kromatografi gas cair. Fase cair diselaputkan berupa lapisan tipis pada zat padat yang lembam dan pemisahan didasarkan pada partisi sampel yang masuk dan keluar dari lapisan zat cair ini (Bonelli,1998).
Nitrogen, argon, atau bahkan hidrogen yang digerakkan dengan tekanan melalui pipa yang berisi fase diam. Untuk pemisahan secara kromatografi, fase diam cair berada sebagai lapisan tipis yang diserap atau diikat secara kimia oleh penyangga padat yang dikemas di dalam pipa logam, kaca, atau plastik yang berdiameter kecil (Gritter,1991).
2.3.2. Komponen kromatografi gas
Alat kromatografi gas terdiri dari atas 7 bagian, yaitu:
1. Silinder tempat gas pembawa/pengangkut 2. Pengatur aliran dan pengatur tekanan 3. Tempat injeksi sampel
4. Kolom
5. Oven kolom
6. Detektor 7. Rekorder
(31)
Gambar 3. Diagram Blok Kromatografi Gas
1. Gas pengangkut
Gas pengangkut (carier gas) ditempatkan dalam silinder bertekanan tinggi. Biasanya tekanan dari silinder sebesar 150 atm. Tetapi tekanan ini sangat besar untuk digunakan secara langsung. Gas-gas yang sering dipakai adalah helium, argon. Gas tersebut sangat baik, tidak mudah terbakar, tetapi sangat mahal. H2 mudah terbakar, sehingga harus berhati-hati dalam
pemakaiannya. Kadang –kadang digunakan juga CO2.
2. Pengatur aliran dan pengatur tekanan
Ini disebut pengatur atau pengurang dragger. Drager bekerja baik pada 2,5 atm, dan mengalirkan massa aliran dengan tetap. Tekanan lebih pada tempat masuk dari kolom diperlukan untuk mengalirkan cuplikan masuk ke dalam kolom.
(32)
3. Tempat injeksi
Tempat injeksi dari alat GC selalu dipanaskan. cara memasukkan cuplikan yang baik ialah dengan menaikkan suhu pemanas tempat suntik dan memperkecil ukuran cuplikan. Cuplikan bantuann disuntikkan dengan bantuan suntik melalui karet septum kemudian diuapkan di dalam tabung gelas (Hendayana,2006).
4. Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan. Ada 2 jenis kolom pada kromatografi gas yaitu kolom kemas dan kolom kapiler. Kolom kemas terdiri atas fase cair yang tersebar pada permukaan penyangga yang lembam (inert) yang terdapat dalam tabung yang relatif besar (diameter dalam 1-3mm). Kolom kapiler jauh lebih kecil (diameter dalam 0,10-0,53 mm) dan dinding kapiler bertindak sebagai penyangga lembam untuk fase diam cair. Fase diam ini dilapiskan pada dinding kolom atau bahkan dapat bercampur dengan sedikit penyangga lembam yang sangat halus untuk memperluas luas permukaan efektif. Tabung terbuat dari silica (SiO3)
dengan kemurnian yang sangat tinggi. Panjang kolom 5-60 m dengan tebal lapisan film 0,05-1 mikron (Rohman.A,2000).
5. Oven kolom
Kolom terletak dalam sebuah oven dalam instrumen. Suhu oven harus diatur dan sedikit di bawah titik didih sampel. Jika suhu diatur terlalu tinggi, cairan fase diam bisa teruapkan, juga sampel akan larut pada suhu tinggi dan bisa mengalir terlalu cepat dalam kolom sehingga menjadi terpisah.
(33)
6. Detector
Pada detector komponen-komponen cuplikan yang telah terpisah dideteksi. Ini berarti bahwa sejumlah karakteristik dari senyawa-senyawa organik diukur (Sastrohamidjoj.H,1985). Fungsi umumnya mengubah sifat-sifat molekul dari senyawa organik menjadi arus listrik kemudian arus listrik tersebut diteruskan ke rekorder untuk menghasilkan kromatogram.
7. Recorder
Recorder berfungsi sebagai pengubah sinyal dari detektor yang diperkuat melalui elektrometer menjadi bentuk kromatogram. Dari kromatogram yang diperoleh dapat dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dengan cara membandingkan waktu retensi sampel dengan standar. Analisis kuantitatif dengan menghitung luas area maupun tinggi dari kromatogram. Hasil rekorder adalah sebuah kromatogram berbentuk puncak-puncak dengan pola yang sesuai dengan kondisi sampel dan jenis detektor yang digunakan.
(34)
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1.Alat-alat
Adapun alat-alat yang digunakan antara lain: a. Neraca analitik
b. Erlenmeyer 250 ml pyrex
c. Pipet volume 25 ml pyrex
d. Pipet tetes e. Spatula f. Labu alas
g. Rotarievaporator h. Kertas saring i. Vortex
j. Tabung reaksi pyrex
k. Rak tabung reaksi
l. Botol vial 5 ml pyrex
m. Alu dan lumping
n. Gas chromatography (GC) FPD 1900 Simadzu
o. Corong p. Bola karet q. Tissue gulung
(35)
3.2. Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan antara lain a. Sampel biji kopi A
b. Sampel biji kopi B c. Sampel biji kopi C d. Aseton
e. Diklorometana
f. Pelarut isooktan : toluena (90:10 %) g. Larutan standart triazofos 1,10120 N h. Gas pembawa H2
i. Seperangkat alat Kromatografi Gas dengan detektor FPD
3.3. Prosedur kerja 3.3.1. Prosedur Sampel
a. Ditumbuk kopi sampai halus
b. Dimasukkan kedalam Erlenmeyer
c. Dilarutkan dengan pelarut aseton : diclorometana (50:50 v/v) d. Dididiamkan selama satu malam
e. Disaring menggunakan kertas saring whatman
f. Dipipet sebanyak 20 ml menggunakan pipet volume kedalam labu alas g. Dipekatkan dengan menggunakan rotarievaporator
h. Dimasukkan kedalam tabung reaksi i. Dihomogenkan
(36)
j. Dipaskan menjadi 5ml dengan menambahkan pelarut isooktan:toluene (90:10 %)
k. Dimasukkan kedalam tabung berskala 5ml l. di injeksikan kealat kromatografi gas
3.3.2. Pemakaian Alat Kromatografi Gas
a. Hidupkan kromatografi gas (GC) dan computer. b. Aktifkan software chemstation ,ada dua cara:
1. Double klik icon instrument 1 online yang ada di desktop,atau 2. Klik icon start All program Agilent chemstation
instrument online .
c. Tunggu sampai software chemstation tampil di layar monitor .Perhatikan lampu remote yang ada GC .Lampu remote ini yang mengindikasikan komunikasi antara GC dengan computer.
d. Perhatikan metode yang sedang online.
e. Untuk memilih method, yaitu, klik Method Load method kemudian pilih metode yang akan digunakan untuk analisa.
f. Setelah memilih method tampilan layar akan berubah,perhatikan tulisan “not ready” yang berwarna merah.
g. Tunggu sampai tulisan “not ready” yang berwarna merah menjadi
“ready” dan berwarna hijau yang menandakan bahwa GC sudah siap
di gunakan untuk analisa sampel.
h. Sebelum melakukan analisa (injek sampel), ada beberapa hal yang harus di perhatiakan,
(37)
1. Klik Run control info sampel.
2. Kemudian akan muncul window path subdirectory
menunjukkan folder dimana file akan di simpan, sedangkan signal 1/signal 2 adalah nama dari file data injeksi (file chromatogram) .
3. Operator name, subdirectory dan signal 1/signal 2 dapat di isi sesuai dengan keinginan pengguna GC (operator) .
4. Lalu klik OK.
i. Jika sampel sudah siap di analisa tekan tombol “start” yang ada pada GC. Lihat lampu Run pada GC. Setelah selesai lampu Run akan padam kembali.
j. Setelah selesai analisa (Run), klik view data analysis.
k. Untuk melihat data hasil injeksi click file load signal. Kemudian akan muncul di window beberapa file. Cari file data hasil injeksi berdasarkan sampel info.
l. Untuk melihat hasil injeksi klik icon preview, yang kemudian akan muncul di window.
(38)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.Data Percobaan
Tabel 4.1. Waktu retensi baku pembanding pestisida Triazofos
No Jenis baku pembanding Konsentrasi(ng/L Waktu retensi
1 Triazofos 1,10120 19,265
Tabel 4.2. Perolehan kembali (Recovery) baku pembanding triazofos yang ditambahkan dalam biji kopi
No Nama sampel Kadar baku
pembanding (ppm)
“Recovery”
1 Kopi 119 A 1.10120 0.958
2 Kopi 119 B 1.10120 0.956
3 Kopi 100A 1.10120 0.996
4 Kopi 100 B 1.10120 0.998
5 Kopi 149 A 1.10120 0.999
(39)
Dimana tabel diatas menyatakan bahwa senyawa triazofos tidak terdeteksi dalam biji kopi kering, dimana triazofos akan terdeteksi pada waktu retensi 19.265 menit. Dan pada hasil perolehan kembali pada biji kopi kering tidak ada yang menunjukkan waktu retensi tersebut.
4.2. Pembahasan
Pengujian residu pestisida triazofos pada biji kopi yang diambil dari beberapa di kabupaten sidikalang memberikan hasil negatif atau tidak ditemukan residu pestisida triazofos. Hal ini sangatlah baik sesuai dengan peraturan Permentan N0.24 Tahun 2011 tentang batas residu pestisida yaitu Apabila nilai ADI untuk manusia ≤ 0,015 mg/kg/hari (sama dengan tingkat residu yang diperkirakan aman ≤ 1 ppm) untuk pendaftaran penggunaan insektisida dan pada:
1. tanaman/komoditas padi, jagung dan/atau, kedelai 2. tanaman/komoditas sayuran
3. tanaman/komoditas buah-buahan yang dikonsumsi tanpa dikupas kulitnya 4. tanaman/komoditas bahan minuman
5. penyimpanan hasil pertanian 6. budidaya perikanan dan produknya
Kadar residu triazofos pada biji kopi kering ditentukan dengan kromatografi gas menggunakan Flame Photometric Detektor (FPD). Dalam penentuan ini digunakan detektor FPD karena mempunyai selektivitas yang tinggi terhadap analisis sampel yang mengandung senyawa sulfur dan fosfor. Pengunaanya dalam bidang pestisida, plastik, dan minyak bumi. Pada analisa
(40)
kadar residu pestisida dengan metode kromatografi gas langkah yang pertama dilakukan adalah mencari kondisi optimum dan kesesuaian sistem kromatografi gas yang akan digunakan agar sistem dapat memisahkan residu pestisida Triazofos dalam biji kopi dengan baik.
Tabel 4.3. Kondisi optimal sistem kromatografi gas dalam pemisahan residu pestisida triazofos pada biji kopi.
Parameter Kondisi optimal
Kolom Kapiler DB5, panjang 30 m x 0.320 mm
Fase gerak Gas H2
Laju alir gas pembawa 75 kPa
Suhu Kolom 100 -250
Suhu detector 250
Suhu injector 230
Detektor FPD
Residu triazofos pada biji kopi kering diatas tidak terdeteksi oleh kromatografi gas memiliki beberapa faktor yaitu pertama, pemakaian pestisida digunakan dalam jumlah yang sedikit, yang kedua biasanya penggunaan insektisida yang mengandung P dan K dilakukan hanya sekali setahun pada akhir musim penghujan atau permulaan musim kemarau yakni pada bulan maret sampai bulan mei, sehingga pengujian residu pestisida yang dilakukan pada biji kopi kering yang sudah melewati beberapa kali pencucian akan sedikit atau bahkan tidak terdeteksi.
(41)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan untuk analisis residu triazofos pada biji kopi kering menyatakan bahwa biji kopi tidak terdapat adanya residu pestisida. Dimana senyawa triazofos terdeksi pada waktu retensi 19.265 menit dan pada sampel biji kopi tidak ditemukan waktu retensi yang sama.
Kadar residu pestisida triazofos pada biji kopi tidak melalui ambang batas maksimum residu pestisidayang telah ditetapkan oleh peraturan Menteri Pertanian N0.24/SR.140/4/2011 tentang pendaftaran dan perizinan pestisida sama dengan tingkat residu perkiraan aman ≤ 1ppm.
(42)
5.2. Saran
Diharapkan agar petani di indonesia menggunakan pestisida untuk produk pertanian sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah agar tidak terjadi kerugian baik pada lingkungan maupun yang mengkonsumsi hasil pertanian tersebut.
Diharapkan kepada Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan memberi penyuluhan kepada petani agar mengetahui penggunaan pestisida yang baik pada tanaman.
(43)
DAFTAR PUSTAKA
Akk. 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Bonelli, J.E1988. Dasar Kromatografi Gas. Terbitan kelima. Bandung: Penerbit ITB
Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Gritter,J.R., dkk. 1991. Pengantar Kromatografi . Terbitan Kedua. Bandung: Penerbit ITB
Hasinu, J.V. 2012. Residu Pestisida Produk Sayuran Segar di Kota Ambon. Tanggal akses 28 Maret 2015.
Http:// www.gharda.com/products/agrochemicals/insecticidestriazophos. html. Najiyati, S. & Danarti. 1990. Kopi Budidaya dan Penanganan Pascapanen. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya.
Sastrohamidjojo, H. 1985. Kromatografi. Edisi Pertama. Yogyakarta: Penerbit Liberty Yogyakarta.
Untung, K. 2007. Kebijakan Perlindungan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Wudianto, R, 1988. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Edisi Revisi. Jakarta: PT Penebar Swadaya, Anggota IKAPI.
(44)
Lampiran 1. Gambar instrument kromatografi gas
Seperangkat instrument kromatografi gas Simadzu 2010 dan computer (Hewlett-packard)
(45)
Lampiran 2. Gambar perangkat pendukung lainnya
Neraca analitik Sonikator
(46)
(47)
Lampiran 4. Kromatogram sampel biji kopi 100 A
(48)
4.2. Kromatogram sampel biji kopi 119 A
(49)
4.5. Kromatogram sampel biji kopi 149 A
(1)
Lampiran 1. Gambar instrument kromatografi gas
Seperangkat instrument kromatografi gas Simadzu 2010 dan computer (Hewlett-packard)
(2)
Lampiran 2. Gambar perangkat pendukung lainnya
Neraca analitik Sonikator
(3)
(4)
Lampiran 4. Kromatogram sampel biji kopi 100 A
(5)
4.2. Kromatogram sampel biji kopi 119 A
(6)
4.5. Kromatogram sampel biji kopi 149 A