Analisis Perkembangan Usaha Home Industry Makanan dan Minuman di Kota Binjai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau yang disingkat dengan UMKM
merupakan sektor riil yang bersentuhan langsung dengan sendi perekonomian di
masyarakat dalam aktivitas bisnis sehari-hari.Home industry adalah salah satu
bagian dariUMKM yang merupakan salah satu ujung tombak yang penting bagi
Indonesia untuk dapat menguasai pasar bebas di tahun mendatang. UMKM juga
telah menyelamatkan kondisi perekonomian Indonesia karena mampu menyerap
banyak tenaga kerja yang saat itu pengangguran atau terkena Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK). Selain itu, UMKM mampu bertahan di tengah guncangan
krisis moneter yang melambungkan harga barang- barang kebutuhan rumah
tangga pada masa itu. UMKM jelas memegang peranan vital dalam menjaga
ketahanan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Setiap negara memiliki definisi dan konsep UMKM yang berbeda-beda
tetapi secara umum sebuah usaha mikro mengerjakan lima (5) atau kurang pekerja
tetap sedangkan usaha kecil menengah bisa berkisar antara kurang dari 100
pekerja, misalnya di Indonesia. Selain menggunakan klasifikasi jumlah pekerja,
banyak negara yang juga menggunakan nilai aset tetap (tidak termasuk gedung
dan tanah) dan omzet dalam mendefisinikan UMKM (Tambunan, 2009).
Secara global dan di Indonesia sendiri, definisi dan karakteristik UMKM
diatur dalam berbagai perspektif yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Menurut World Bank, UMKM dapat dikelompokkan dalam tiga jenis,
yaitu Usaha Mikro (jumlah karyawan 10 orang), Usaha Kecil (jumlah
karyawan 30 orang), dan Usaha Menengah (jumlah karyawan hingga 300
orang). Dalam perspektif usaha, UMKM diklasifikasikan dalam empat
kelompok, yaitu :
a. UKM Sektor Informal atau dikenal dengan istilah LivelihoodActivities,
contohnya pedagang kaki lima dan warteg.
b. UKM Mikro atau MicroEnterprise adalah para UKM dengan
kemampuan sifat pengrajin, tetapi tidak memiliki jiwa kewirausahaan
dalam mengembangkan usahanya.
c. Usaha Kecil Dinamis (SmallDynamicEnterprise) adalah kelompok
UKM yang mampu berwirausaha dengan menjalin kerjasama
(menerima pekerjaan subkontrak) dan ekspor.
d. FastMovingEnterprise
kewirausahaan
adalah
UKM-UKM
yang
mempunyai
yang cakap dan telah siap untuk bertransformasi
menjadi usaha besar.
2. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang menyebutkan
bahwa :
a. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorang dan/atau
badan usaha perorangan dengan aset s/d Rp 50 Juta dan Omset
maksimum 300 juta per tahun.
Universitas Sumatera Utara
b. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari usaha menengah atau usaha besar dengan aset > 50 Juta500 Juta dan omset Rp 300 juta-Rp 2,5 Milyar per tahun.
•
Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan usaha kecil atau usaha besar dengan aset > Rp 500 Juta-Rp 10
Milyar dan omset > Rp 2,5 Milyar-Rp 50 Milyar per tahun.
3. Menurut Badan Pusat Statistik, kriteria usaha adalah:
a. Usaha Mikro, memiliki 1-4 orang tenaga kerja
b. Usaha Kecil, memiliki 5-19 orang tenaga kerja
c. Usaha Menengah, memiliki 20-99 orang tenaga kerja
d. Usaha Besar, memiliki di atas 99 orang tenaga kerja
4. Menurut Bank Indonesia, Usaha Kecil dan Menengah adalah perusahaan
industri dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Memiliki modal kurang dari Rp. 20 juta
b. Untuk satu putaran dari usahanya hanya membutuhkan dana Rp. 5 juta.
c. Suatu perusahaan atau perseorangan yang mempunyai total asset
maksimal Rp. 600 juta tidak termasuk rumah dan tanah yang ditempati.
Universitas Sumatera Utara
d. Omset tahunan lebih besar dari Rp. 1 milyar.
5. Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan, UMKM adalah
kelompok industri kecil modern, industri tradisional, dan industri kerajinan
yang mempunyai investasi modal untuk mesin-mesin dan peralatan
sebesar Rp. 70 juta ke bawah dan usahanya dimiliki oleh warga Negara
Indonesia.
2.1.1 Faktor yang Menghambat Perkembangan UMKM
Pengembangan UMKM di Indonesia belum terjadi secara maksimal karena
berbagai kendala. Ada dua faktor yang menghambat perkembangan UMKM yaitu
faktor internal dan eksternal.
A. Faktor Internal
Faktor internal yang menghambat perkembangan UMKM meliputi:
1.
Kurangnya Permodalan
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk
mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh
karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha
perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan
pada modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan
modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit
diperoleh, karena persyaratan secara administratif dan teknis yang
diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi.
Universitas Sumatera Utara
Sebenarnya di Indonesia sudah terdapat beberapa lembaga
keuangan, baik perbankan maupun non bank, yang dapat diandalkan
untuk membantu menyelesaikan permasalahan ini. Untuk skala mikro,
dikenal Lembaga Keuangan Mikro & Bank Perkreditan Rakyat (BPR),
yang merupakan representasi dari lembaga keuangan perbankan pada
skala mikro. Untuk lembaga keuangan non perbankan, terdapat lembaga
Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Sedangkan di tingkat Nasional, ada PT.
Permodalan Nasional Madan (Persero) yang melakukan pembinaan
terhadap lembaga keuangan mikro, baik yang berbentuk perbankan atau
non bank.Selain itu juga terdapat Perum Pegadaian dengan menawarkan
jasa bantuan keuangan bagi pengusaha skala mikro kecil menengah
melalui proses yang relatif sederhana dan cepat. Namun tentu saja
kemampuan finansial lembaga-lembaga tersebut tidak sesuai dengan
jumlah pengusaha skala kecil menengah (Wahyuni dkk, 2005).
Dalam kaitannya dengan permohonan kredit, untuk usaha dengan
skala kecil dan mikro, lembaga keuangan perbankan jelas tidak akan
menerima karena mereka mereka belum memiliki izin usaha dan
perbankan pastinya juga akan melihat kelayakan jenis usaha yang akan
diberikan kredit.
2.
Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan
merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan SDM usaha
kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan
Universitas Sumatera Utara
keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan
usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan
optimal. Disamping itu dengan keterbatasan SDM-nya, unit usaha
tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru
untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.
3.
Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga,
mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan
penetrasi pasar yang rendah, oleh karena produk yang dihasilkan
jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang
kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan
yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat
menjangkau internasional dan promosi yang baik.
Aspek lain yang membuat jaringan usaha dan akses pasar menjadi
terbatas sekali, yaitu UMKM dihadapkan pada persoalan cost of
production yang tinggi. Tingginya cost of production ini juga turut
dipengaruhi oleh mahalnya bahan baku, tingginya cost of transportation,
banyaknya
pungutan
liar
yang
mengatasnamakan
Organisasi
Kemasyarakatan Pemuda (OKP) serta retribusi lain yang irrasional dan
tumpang tindih. Tingginya cost ini membuat produk UMKM kalah
bersaing dengan produk-produk impor yang beredar bebas di pasar.
Barang-barang yang sebagian dipasok secara illegal ini tampil dengan
model dan desain yang lebih bagus, harga lebih murah dan mutu juga
Universitas Sumatera Utara
cukup baik. Maka, semakin terpuruklah produk UMKM Sumatera Utara
karena daya saing yang tak seimbang (Wahyuni dkk, 2005).
B. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan UMKM meliputi:
1.
Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Iklim usaha yang kondusif adalah iklim yang mendorong seseorang
melakukan investasi dengan biaya dan resiko serendah mungkin, dan
menghasilkan keuntungan jangka panjang yang tinggi (Tambunan, 2006).
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuh kembangkan Usaha Kecil dan
Menengah (UKM), meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan,
namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain
masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha
kecil dengan pengusaha-pengusaha besar.
Selain itu juga diperlukan perlindungan hukum dan jaminan keamanan
bagi pelaku UMKM untuk melakukan kegiatan usahanya. Persoalan
premanisme, biasanya kelompok preman ini mendatangi pelaku usaha dengan
meminta uang keamanan sehingga para pelaku UMKM pun memasukkan
biaya ini ke dalam cost produksinya dan akan menyebabkan harga barang
juga meningkat. Jika hal ini terjadi di semua pelaku usaha maka akan terjadi
biaya tinggi dan inflasi ekonomi di tingkat nasional.
Kasus-kasus sweeping dan premanisme menggambarkan kondusifitas
berusaha belum didukung adanya jaminan keamanan untuk keberlanjutan
Universitas Sumatera Utara
berusaha. Sekali lagi, pemerintah melalui aparat kepolisian diminta dengan
sangat bisa memberikan jaminan keamanan yang bisa menciptakan iklim
usaha yang sehat dengan tanpa gangguan dan tekanan dari berbagai pihak.
2.
Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka
miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan
usahanya sebagaimana yang diharapkan.
3.
Implikasi Otonomi Daerah
Ketentuan
tentang
pengurusan
perizinan
usaha
industri
dan
perdagangan telah diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No. 408/MPP/Kep/10/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Daftar Usaha Perdagangan (TDUP) dan Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP) yang berlaku selama perusahaan yang bersangkutan
menjalankan kegiatan usaha perdagangannya. Selain itu, ada juga Keputusan
Menteri Perindag No. 225/MPP/Kep/7/1997 tentang Pelimpahan Wewenang
dan Pemberian Izin di Bidang Industri dan Perdagangan sesuai dengan Surat
Edaran Sekjen No. 771/SJ/SJ/9/1997 ditetapkan bahwa setiap perusahaan
yang mengurus SIUP baik kecil, menengah dan besar berkewajiban
membayar biaya administrasi dan uang jaminan adalah 0 rupiah (nihil).
Artinya, perizinan tidak dikenakan biaya (Wahyuni dkk, 2005).
Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang
Otonomi Daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur
Universitas Sumatera Utara
dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mengalami
implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutanpungutan baru yang dikenakan pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jika
kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing Usaha
Kecil dan Menengah (UKM). Disamping itu semangat kedaerahan yang
berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi
pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.
Pemko Medan melalui Perda No. 10 Tahun 2002 mengeluarkan aturan
tentang Retribusi Izin Usaha Industri, Perdagangan, Gudang/Ruangan dan
Tanda Daftar Perusahaan. Perda ini menetapkan besarnya biaya yang harus
dikeluarkan dalam mengurus perizinan. Para pelaku usaha sebenarnya tidak
keberatan dalam mengurus masalah perizinan tetapi masalah yang timbul
adalah melalui besarnya dana yang dikeluarkan untuk mendapatkan izin
tersebut. Selain itu juga, waktu yang diperlukan dalam membuat perizinan
sangatlah lama. Padahal, untuk mendapatkan akses permodalan ke Lembaga
Keuangan, UMKM harus mempunyai legalitas dalam hal izin usaha itu
(Wahyuni dkk, 2005).
4.
Implikasi Perdagangan Bebas
Tahun 2015, akan mulai diberlakukan ASEAN Free Trade Area
(AFTA). Dengan adanya AFTA, maka Indonesia seharusnya sudah
mempersiapkan langkah terencana untuk menghadapi hal tersebut. Meski
demikian, AFTA sewarjanya dinilai bukan sebagai suatu ancaman yang
menakutkan bagi ekonomi Indonesia. AFTA merupakan momentum yang
Universitas Sumatera Utara
bisa menjadi titik balik bagi Indonesia untuk bisa unggul di kawasan ASEAN.
Dengan AFTA dan pembentukan masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, maka
Indonesia dapat mengambil peluang tersebut melalui pendayagunaan Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Ada 4 hal yang akan dilakukan pada
AFTA yaitu bebas aliran jasa, bebas investasi, bebas aliran modal, dan bebas
aliran tenaga kerja terampil. Keempat hal ini, mengakibatkan terjadinya
serbuan besar- besaran barang bahkan jasa asing yang masuk ke pasar
Indonesia, demikian pula sebaliknya. Barang- barang dari produsen Indonesia
bisa bebas masuk ke negara- negara ASEAN lainnya. Disinilah kesempatan
bagi produk- produk UMKM lokal Indonesia untuk bisa bersaing di pasar
global.
Dalam hal ini, mau tidak mau Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta
dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan
standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14000)
dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering
digunakan secara tidak adil oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff
Barrier for Trade). Untuk itu maka diharapkan UKM perlu mempersiapkan
agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan
kompetitif yang berkelanjutan.
Universitas Sumatera Utara
5.
Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan
tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun
internasional.Dalam memanfaatkan pasar global, UMKM kita bisa belajar ke
Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Ketiga negara tersebut memiliki UMKM
yang kontribusinya tinggi terhadap ekspor. Akses pemasaran yang tidak
tertembus UMKM ini juga sangat dipengaruhi lemahnya penguasaan
Teknologi Informasi (TI) oleh pelaku UMKM (Wahyuni dkk, 2005).
2.1.2
Hakikat Pentingnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Sektor bisnis merupakan sektor yang sangat berperan bagi negara yang
sedang berkembang. Usaha kecil merupakan sektor usaha yang banyak
mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan. Hal ini layak diterima usaha kecil
karena peranannya yang sangat dominan dalam pembangunan nasional Indonesia.
Beberapa peranan usaha kecil dalam pembangunan nasional Indonesia
antara lain :
1. Menyerap Tenaga Kerja
Jutaan orang Indonesia bekerja pada sektor usaha kecil. Pada saat
kesempatan kerja yang dirasakan semakin terbatas dibuktikan dengan tingginya
angka pengangguran, usaha kecil telah mampu berperan aktif dalam menekan
angka pengangguran tersebut. Contoh yang paling konkret adalah usaha kerajinan
yang banyak menyerap tenaga kerja. Produk kerajinan khas daerah pada
umumnya menggunakan peralatan sederhana.
Universitas Sumatera Utara
2. Penyedia Barang dan Jasa Bagi Masyarakat
Sebagian alat pemuas kebutuhan dan keinginan masyarakat dipenuhi dari
barang dan jasa yang dihasilkan oleh usaha kecil. Makanan, minuman, peralatan
rumah tangga, perabot dapur, berbagai jasa, dan lain-lain disediakan oleh usaha
kecil.
3. Penyedia Suku Cadang Bagi Usaha Skala Menengah dan Besar
Banyak suku cadang yang dibutuhkan oleh usaha menegah dan usaha
besar tidak diproduksi sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan. Banyak
pertimbangan usaha menengah dan usaha besar tidak memproduksi sendiri suku
cadang tersebut antara lain ;
a. Suku cadang tersebut dianggap hanya bagian kecil saja dari industri secara
keseluruhan.
b. Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi sendiri suku cadang yang
dibutuhkan tidak menutup kemungkinan lebih besar dibandingkan dengan
mendapatkannya dari usaha kecil.
c. Usaha menengah dan usaha besar ingin lrbih focus kepada bisnis utamanya
sehingga mereka mengabaikan bagian yang tidak merupakan hal pokok dari
bisnis utamanya tersebut.
d. Peralatan atau mesin yang harus disediakan dalam rangka menghasilkan
suku cadang tersebut tdak sebanding dengan output yang diperoleh yaitu
berupa suku cadang yang dihasilkan.
e. Realisasi dari rasa tanggung jawab terhadap pembinaan dan untuk menjadi
mitra bagi para pengusaha kecil.
Universitas Sumatera Utara
4. Mengurangi Urbanisasi
Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Banyak orang
yang pindah ke kota tanpa dibekali pengetahuan dan atau keterampilan yang
memadai. Mereka hanya berbekal tekad untuk mengadu peruntungan di kota.
Pada umumnya mereka terpengaruh oleh saudara taau tetangganya yang berhasil
setelah tinggal di kota. Kenyataan sering terjadi lain dari harapan semula.
Sesampainya di kota banyak yang semakin terpuruk. Kehidupannya di kota
tambah menderita dibandingkan sewaktu hidup di desa. Maka dengan banyaknya
usaha skala kecil yang didirikan sampai ke pelosok desa, akan mengurangi
kecenderungan untuk hijrah ke kota. Sehubungan dengan itu para pengusaha kecil
yang membuka usaha di desa, merupakan pahlawan bagi saudara dan tetangganya
sehingga terhindar dari ganasnya kehidupan di kota besar.
5. Mendayagunakan Sumber Ekonomi Daerah
Indonesia diakui oleh berbagai negara di dunia sebagai negara yang kaya
akan sumber alam. Tanah yang subur, laut yang mengandung potensi luar biasa,
pemandangan yang indah, dan melimpahnya sumber ekonomi yang tersimpan di
daerah-daerah. Sangat disayangkan sumber potensi yang nilainya sangat luar biasa
ini banyak yang belum mampu dimanfaatkan oleh penduduk di daerah yang
bersangkutan. Banyak bahan mentah hasil bumi Indonesia diolah oleh orang asing
menjadi barang jadi yang kemudian dijual kembali kepda rakyat Indonesia.
Kesadaran yang muncul dari para pemuda penerus bangsa telah mengubah
segalanya. Kekayaan daerah mampu dimanfaatkan oleh tangan-tangan terampil
pemuda setempat. Mereka mengubah hasil bumi Indonesia menjadi barang-barang
Universitas Sumatera Utara
yang memiliki nilai tambah, sehingga dapat dijual ke daerah lain bahkan diekspor
ke luar negri.
2.2
Sektor Home industry
Berbicara tentang UMKM, tentunya tidak terlepas dari sektor home
industry. Homeindustry pada umumnya golongan industri tradisional dengan
beberapa ciri khas utamanya, yakni : (1) sebagian besar dari pekerja adalah
anggota keluarga (istri dan anak) dari pengusaha atau pemilik usaha (family
workers) yang tidak dibayar; (2) proses produksi dilakukan secara manual dengan
keterampilan terbatas.; (3) kegiatan produksi sangat musiman mengikuti kegiatan
produksi di sektor pertanian yang pada umumnya sifatnya juga musiman; dan (4)
jenis produk yang dihasilkan pada umumnya dari kategori barang-barang
konsumsi sederhana seperti alat-alat dapur dari kayu dan bambu, pakaian jadi dan
alas kaki (Emilda Faisal, 2013).
2.2.1
Kendala PerkembanganHomeindustry
Industri Skala Kecil (ISK) dan Industri Skala Menengah (ISM) di negara-
negara maju memang sangat berbeda dengan industri kecil dan industri skala
menengah di Indonesia, yang sebagian besar terutama homeindustry masih sangat
terbatas akan SDM dan penguasaan teknologi, juga sebagian besar pekerja dan
pengusahanya hanya berpendidikan sekolah dasar saja. Mereka menggunakan
teknologi tradisional yang kebanyakan direkayasa sendiri. Akses informasi
mengenai pasar juga sangat minim. Sangat sedikit industri skala kecil terutama
homeindustry yang menggunakan sistem komputer lengkap dengan internet.
Padahal semua faktor-faktor ini sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas
Universitas Sumatera Utara
produk, efisiensi dalam proses produksi, dan fleksibilitas. Sebagian besar industri
skala kecil di Indonesia sangat dominan di sektor manufaktur. Sebagian besar
jumlah tenaga kerja di kelompok industri tersebut terdapat di homeindustry.
Selain itu juga, sebagian besar homeindustry berada di daerah pedesaan yang
kebanyakan dari mereka menjadikan ISK sebagai mata pencaharian sampingan
selain bertani.
Menurut Anderson (1982), salah satu faktor utama penyebab berkurangnya
peranan industri skala kecil, terutama dari kategori homeindustry, di negaranegara industri maju dengan tingkat pendapatan yang tinggi adalah akibat
pergeseran fungsi konsumsi masyarakat. Dengan perkataan lain, dalam kondisi
seperti ini industri skala kecil harus merubah spesialisasinya dari jenis-jenis
barang yang nilai elastisitas pendapatan dari permintaannya rendah (inferior
goods) ke jenis-jenis produk dengan nilai elastisitas pendapatan dari permintaan
yang tinggi (ferior goods). Faktor-faktor lain yang menurut Anderson (1982) juga
mengakibatkan jumlah industri skala kecil terutama homeindustry semakin kecil
di negara-negara yang tingkat pendapatannya sudah tinggi, adalah termasuk
semakin mahalnya harga bahan-bahan baku utama akibat praktek monopsoni dan
oligopsoni di pasar input oleh sekelompok industri skala besar. Pengaruh faktorfaktor tersebut akan lebih nyata pada tingkat industrialisasi yang lebih tinggi,
karena resources yang ada semakin terbatas, sementara jumlah pelaku ekonomi
semakin banyak dan kebutuhan konsumsi dan industri semakin besar (Tambunan,
1999).
Universitas Sumatera Utara
Di dalam suatu perekonomian, selain pertumbuhan unit usaha dan jumlah
tenaga kerja yang diserap oleh industri skala kecil, pentingnya industri skala kecil
juga diukur dengan pertumbuhan nilai output dan nilai tambah, serta peningkatan
produktivitas. Homeindustry memberikan kontribusi output dan nilai tambah yang
relatif lebih besar jika dibandingkan dengan industri kecil pada pembentukan
output dan nilai tambah dari industri skala kecil di sektor industri manufaktur.
Produktivitas tenaga kerja sangat erat kaitannya dengan jumlah dan jenis mesin
(termasuk di dalamnya jenis teknologi) yang digunakan di dalam proses
produksi,dan keterampilan tenaga kerja. Produktivitas dari suatu (atau berbagai)
faktor produksi merupakan salah satu indikator yang umum digunakan untuk
mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas dari suatu kegiatan produksi dalam
menggunakan faktor produksi tersebut. Berarti semakin tinggi produktivitas dari
faktor produksi yang digunakan di dalam suatu kegiatan produksi, semakin efisien
dan efektif pelaksanaan proses produksi tersebut. Tingkat produktivitas tenaga
kerja bisa berbeda antara unit usaha walaupun di dalam suatu kegiatan produksi
(sub-sektor) yang sama. Lebih rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja di
homeindustry dibandingkan di industri kecil disebabkan oleh tiga faktor utama,
yaitu:
1. Keterbatasan akan dana, berarti keterbatasan akan barang modal seperti mesin
dan teknologi modern;
2. Tingkat pendidikan tenaga kerja yang rendah; dan
3. Organisasi, pola manajemen dan metode produksi yang pada umumnya masih
sangat tradisional
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal teknologi, bentuk-bentuk permasalahannya yang dihadapi
pengusaha-pengusaha industri kecil dan homeindustry bervariasi, yang pada
umumnya erat kaitannya dengan masalah-masalah SDM dan dana. Ada dalam
bentuk peralatan-peralatan produksi yang digunakan masih tradisional, tidak
mampu melakukan penelitian dan pengembangan, keterampilan pekerja dalam
menggunakan teknologi yang ada terbatas, informasi tentang teknologi terbatas;
dan ada dalam bentuk dukungan instansi teknis dan perguruan tinggi dalam
pengembangan teknologi terbatas tidak ada.
Suatu kombinasi antara lemahnya penguasaan teknologi, rendahnya
kualitas SDM (pekerja dan manager), terbatasnya informasi khususnya mengenai
perubahan pasar, teknologi, dan peraturan-peraturan pemerintah maupun
mengenai perdagangan global, dan terbatasnya modal membuat pengusahapengusaha kecil sulit untuk mempertahankan, apalagi meningkatkan kualitas dan
jumlah produknya. Selanjutnya, ini berarti sulit bagi mereka untuk dapat
mempertahankan atau meningkatkan pangsa pasarnya di pasar ekspor maupun
domestik. Juga, dengan dana serta akses ke informasi mengenai perubahan
teknologi dan pasar yang terbatas dan kualitas SDM yang rendah, pengusahapengusaha kecil tidak dapat melakukan inovasi terhadap produk dan proses
produksinya, dan berarti tidak mampu mempertahankan atau meningkatkan daya
saing global produk-produk mereka.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Pemberdayaan UMKM
Cara mudah untuk memajukan UMKM dapat dilakukan dengan
pemberdayaan UMKM. Ini akan menjadi pilihan strategis untuk meningkatkan
taraf hidup sebagian besar rakyat Indonesia. Hal itu dilakukan mengingat
jumlah populasi UMKM yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pemberdayaan terhadap UMKM bisa dilakukan dengan beberapa peran berikut
dari pemerintah ;
1. Keberpihakan
Kecenderungan pemerintah dan pihak terkait untuk memberikan
dukungan pada kemajuan UMKM. Peningkatan program atau kegiatan yang
mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin, yaitu melalui
perluasan jangkauan dan kapasitas pelayanan Lembaga Keuangan Mikro
(LKM), baik pola pembiayaan konvensional maupun pola bagi hasil (Syariah),
dan peningkatan kemampuan pengusaha mikro dalam aspek manajemen usaha
dan teknis produksi.
Perluasan akses kepada sumber modal melalui : (a) pengembangan
produk dan jasa pembiayaan bukan bank; (b) peningkatan penjaminan kredit
khususnya untuk mendukung kebutuhan modal investasi; dan (c) penyusunan
kebijakan dan strategi nasional pengembangan LKM yang menyeluruh dan
terpadu.
Dalam hal ini juga termasuk penuntasan dan pengakuan status LKM
tradisional yang berbentuk bukan Bank dan bukan Koperasi diikuti dengan cara
pembinaannya. Selain itu juga perlu adanya semangat dan penyebarluasan jiwa
Universitas Sumatera Utara
kewirausahaan dan pengembangan system insentf bagi wirausaha baru,
terutama koperasi dan UMKM yang berbasis IPTEK.
2. Pemberdayaan
Proses pembangunan UMKM di mana pemilik dan pelaku UMKM
berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi
dan kondisinya. Pemberdayaan UMKM dapat terjadi bila pemilik dan
pelakunya berpartisipasi secara aktif.
Kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM secara umum diarahkan
untuk mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan,
penciptaan kesempatan kerja, peningkatan ekspor dan daya saing, serta
revitalisasi pertanian dan pedesaan yang menjadi prioritas pembangunan
nasional.
Dalam rangka mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan
kesenjangan, langkah dan kebijakan yang ditempuh adalah penyediaan
dukungan dan kemudahan untuk mengembangkan usaha ekonomi produktif
berskala mikro atau informal, terutama di kalangan dan atau di daerah
tertinggal. Pengembanagan usaha skala tersebut dilaksanakan melalui
peningkatan kapasitas usaha dan keterampilan pengelolaan usaha, peningkatan
akses akses ke lembaga keuangan mikro, serta sekaligus meningkatkan
kepastian dan perlindungan usahanya sehingga menjadi unit usaha yang lebih
mandiri, berkelanjutan dan siap untuk tumbuh dan bersaing.
Universitas Sumatera Utara
3. Perlindungan
Perlu dibuat aturan khusus tentang perlindungan UMKM setidaknya di
pasar dalam negri. Umumnya UMKM kalah standar produk secara global,
modal kurang, SDM rendah, pemain asing menguasai pasaran local dengan
harga lebih murah dan kemasan lebih menarik. Upaya peningkatan
produktivitas, mutu dan daya saing produk UKM juga ditempuh melalui
fasilitasi merek dan desain industri, sertifikasi desain dan HAKI. Melalui
fasilitasi semacam itu, produk UMKM menjadi lebih terjamin pemasarannya.
Desain UMKM yang baik akan diminati pasar dan memperoleh perlindungan
atas karya intelektual yang diciptakannya. Pengembangan desain, merek, dan
sertifikasi desain industri tersebut dilakukan dalam bentuk sosialisasi dan
pendampingan oleh tenaga ahli (konsultan).
4. Kemitraan
Kemitraan atau partnership adalah kerja sama UMKM dengan
badan_badan pemerintah, organisasi-organisasi nasional dan berbagai lembaga
swadaya masyarakat untuk membangun dan mengembangkan UMKM dari
tingkat desa hingga nasional. Kegiatan penumbuhan usaha baru juga didukung
oleh penyediaan insentif melalui kemitraan BUMN dengan usaha kecil dengan
memanfaatkan dana yang bersumber dari penyisihan laba BUMN bagian
pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
5. Subsidi
Dalam beberapa kasus, subsidi (bentuk bantuan keuangan) yang
dibayarkan kepada UMKM tetap dianggap perlu. Pengembangan ke depan
akan di fokuskan pada pengembangan sentra menjadi sentra unggulan.
Peningkatan pembinaan akan dilakukan dengan fasilitasi merek, desain,
sertifikasi desain industri , label halal, bantuan teknologi tepat guna (TTG), dan
ISO 9001. Bantuan TTG itu diharapkan dapat meningkatkan penerapan
teknologi untuk meningkatkan mutu dan daya saing produk UMKM.
Dalam rangka memperluas akses dan pangsa pasar koperasi dan UMKM
terus dilakukan promosi produk koperasi dan UMKM melalui pameran, baik
didalam damupun di luar negri. Kegiatan itu juga dilakukan dengan mendorong
partisipasi masyarakat dalam mengembangkan kegiatan promosi produk
koperasi dan UMKM.
6. Pajak
Aturan pajak untuk UMKM lebih diperingan dan dipermudah
prosedurnya. Meski tidak secara eksplisit dinyatakan dalam PP 46 tahun 2013,
sulit dipungkiri bahwa yang menjadi target pemajakan dalam ketentuan
perpajakan baru ini adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Terkait dengan UMKM, sebelumnya sudah ada ketentuan perpajakan yang
mengatur tarif khusus PPh untuk UMKM tetapi hanya berlaku untuk yang
berbentuk badan usaha.
Dalam undang-undang No.36 tahun 2008 (UU PPh) pasal 31 E
dinyatakan bahwa Wajib Pajak badan dalam negri dengan peredaran bruto
Universitas Sumatera Utara
sampai dengan 50 miliar rupiah mendapat fasilitas berupa pengurangan tariff
sebesar 50 persen dari tariff umum sebagaimana diatur dalam pasal 17 ayat (2)
UU PPh yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran
bruto sampai dengan Rp. 4,8 miliar.
7. Subsidi Bukan Harga
Subsidi bukan harga adalah bantuan yang akan diberikan kepada UMKM
diluar bantuan keuangan; bisa pelatihan, pengurusan izin, akses informasi,
akses pameran, dan lain-lain. Selanjutnya, untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi, khususnya usaha
skala mikro pada sektor informal, ditempuh langkah pemberdayaan usaha
mikro sebagai berikut : (1) pengembangan usaha mikro, termasuk yang
tradisional; (2) penyediaan skim pembiayaan dan peningkatan kualitas
keuangan mikro; (3) penyediaan insentif dan pembinaan usaha mikro; serta (4)
peningkatan kualitas koperasi untuk berkembang secara sehat sesuai dengan
jati dirinya dan membangun efisiensi kolektif bagi pengusaha mikro.
2.3.1 Model Pelayanan Kredit bagi UMKM
Menurut Dierdja (2008), di Indonesia saat ini berkembang empat (4)
model pelayanan kredit bagi UMKM, atau umum dikenal dengan sebutan
keuangan mikro. Empat model tersebut yaitu:
1. Pelayanan keuangan yang bertumpu pada mobilisasi dan penggalian
sumber dana dari tabungan anggota kelompok atau koperasi sebagai
pijakan untuk mengembangkan jasa pelayanan keuangan mikro.
Universitas Sumatera Utara
2. Keuangan mikro tumbuh berdasarkan keyakinan bahwa tujuan masyarakat
bergabung dengan suatu kelompok dimotivasi untuk memperoleh kredit.
3. Perbankan yang secara khusus didesain untuk menjalankan pelayanan
keuangan mikro, seperti BRI dan LKM lainnya, serta bank-bank umum
yang mengembangkan unit-unit layanan keuangan mikro.
4. Pelayanan keuangan yang memadukan pendekatan perbankan dan
kelompok swadaya masyarakat.
Lembaga keuangan mikro merupakan elemen yang penting dan efektif
bagi pengurangan kemiskinan. Akses yang telah diperbaiki dan provisi
tabungan, kredit, dan fasilitas asuransi yang efisien dapat membantu
masyarakat miskin dalam memperlancar konsumsi, mengatur risiko lebih baik,
membangun asetnya secara gradual dan membangun perusahaan dengan skala
ekonomis sehingga dapat meningkatkan kapasitas mereka dalam meningkatkan
kesejahteraan dan memperbaiki kualitas hidup. Tanpa akses ke lembaga
keuangan mikro, kebanyakan masyarakat miskin bergantung pada sumber
keuangan
informal
atau
bahkan
biaya
sendiri,
sehingga
membatasi
kemampuannya untuk berperan aktif dan memperoleh manfaat dari lembaga
keuangan mikro. Lembaga keuangan mikro dapat menyediakan cara yang
efektif
untuk
membantu
dan
memperdayakan
wanita
miskin,
yang
mengakibatkan proporsi masyarakat miskin menjadi signifikan. Lembaga
keuangan mikro dapat berkontribusi terhadap perkembangan semua sistem
keuangan melalui intergrasi pasar keuangan.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Penelitian Sebelumnya
Silalahi dan Ramdhansyah (2013) melakukan penelitian tentang
Pengembangan Model Pendanaan UMKM berdasarkan Persepsi UMKM. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan UMKM menghadapi banyak masalah dalam
hal pendanaan bisnis mereka, terutama dari sektor perbankan. Sehingga sumber
pembiayaan yang digunakan untuk meningkatkan modal mereka didominasi
oleh sektor keuangan non formal. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Syarif dan Budhiningsih (2009). Mereka melakukan penelitian
tentang Kajian Kontribusi Kredit Bantuan Perkuatan dan Mendukung
Permodalan UMKM. Berdasarkan hasil penelitian ini, masalah yang dihadapi
oleh UMKM adalah masalah permodalan. Untuk itu, mereka menyarankan
perlu dilakukan perubahan orientasi kredit program yang semula untuk
kepentingan pembangunan sektoral diarahkan kepada pemberdayaan UMKM,
pengembangan kelembagaan dan kelompok.
Penelitian
yang
ditulis
oleh
Deliana
Rehulina
(2015)
dalam
penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengembangan Ekonomi Kreatif di
Kabupaten Deli Serdang (Studi kasus : Kerajinan Tangan)”. Penelitian ini
bertujuan untukmenganalisis pengembangan ekonomi kreatif di Kabupaten
Deli Serdang dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Dalam penentuan sampel dengan menggunakan metode purposive sampling,
penelitian ini menggunakan data primer dengan kuesioner wawancara terhadap
30 responden usaha ekonomi kreatif yang berada di Kabupaten Deli
Serdang. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa pengembangan ekonomi
Universitas Sumatera Utara
kreatif yang berada di Kabupaten Deli Serdang mampu menyerap 1-30 tenaga
kerja pada industri kerajinan dan pendapatan rata-rata sebesar Rp 500.000,00 –
Rp 7.000.000,00 setiap bulannya. Penelitian ini menggunakan analisis SWOT
(Strength, Weakness, Opportunity, Treat) untuk mengetahui strategi yang tepat
dalam pengembangan ekonomi kreatif di Kabupaten Deli Serdang.
Utami Rukmana Sari (2014) dalam penelitiannya yang berjudul“Analsis
Kebutuhan Modal pada UMKM Sektor Makanan dan Minuman di Kota
Medan”.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola pembiayaan UMKM
pada sektor makanan dan minuman sebagian besar berasal dari dana sendiri
sehingga minim dalam hal permodalan. Untuk pengembangan usaha, para
pengusaha sektor makanan dan minuman memilih meminjam dana melalui
kredit bank dengan kebutuhan modal berkisar Rp. 5 juta - Rp.50 juta.
2.5 Kerangka Konseptual
Saat ini, permasalahan terbesar yang dihadapi UMKM selain dana
terbatas adalah tidak adanya arahan strategi yang visioner kedepan dari
pemerintah agar pelaku usaha kecil dapat mengembangkan usahanya.
Pemerintah harusnya memetakan kondisi UMKM di daerah saat ini, agar
mengetahui potensi pengembangannya sudah baik atau belum. Manajemen
usaha yang kurang baik dianggap wajar bagi kalangan usaha kecil karena
kurangnya tingkat pendidikan dalam mengelola usaha serta tidak adanya upaya
pemerintah dalam menyediakan balai pelatihan bagi tenaga kerja untuk skala
usaha kecil. Tidak hanya permodalan, UMKM juga harus memiliki manajemen
yang baik sehingga mampu bersaing di era perdagangan bebas nanti.
Universitas Sumatera Utara
Diperlukan suatu analisis untuk memetakan dan mengidentifikasi
beberapa faktor dan indikator kemajuan industri kecil. Menelusuri lebih jauh
sekat antara faktor internal dan eksternal untuk kemudian dianalisis bagaimana
mengatasinya yang pada akhirnya melahirkan suatu strategi pengembangan.
Konsep pemikiran yang dijadikan dasar dalam penelitian ini dijelaskan
pada gambar berikut:
Pemetaan Home industry
Potensi Pengembangan Home industry
Identifikasi Faktor Internal
Identifikasi Faktor Eksternal
(kekuatan / kelemahan )
( Peluang & hambatan )
Evaluasi Faktor Internal
Evaluasi Faktor Eksternal
(IFE)
(EFE)
Analisis SWOT
Rekomendasi Kebijakan dan Rancangan Program Strategis
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau yang disingkat dengan UMKM
merupakan sektor riil yang bersentuhan langsung dengan sendi perekonomian di
masyarakat dalam aktivitas bisnis sehari-hari.Home industry adalah salah satu
bagian dariUMKM yang merupakan salah satu ujung tombak yang penting bagi
Indonesia untuk dapat menguasai pasar bebas di tahun mendatang. UMKM juga
telah menyelamatkan kondisi perekonomian Indonesia karena mampu menyerap
banyak tenaga kerja yang saat itu pengangguran atau terkena Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK). Selain itu, UMKM mampu bertahan di tengah guncangan
krisis moneter yang melambungkan harga barang- barang kebutuhan rumah
tangga pada masa itu. UMKM jelas memegang peranan vital dalam menjaga
ketahanan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Setiap negara memiliki definisi dan konsep UMKM yang berbeda-beda
tetapi secara umum sebuah usaha mikro mengerjakan lima (5) atau kurang pekerja
tetap sedangkan usaha kecil menengah bisa berkisar antara kurang dari 100
pekerja, misalnya di Indonesia. Selain menggunakan klasifikasi jumlah pekerja,
banyak negara yang juga menggunakan nilai aset tetap (tidak termasuk gedung
dan tanah) dan omzet dalam mendefisinikan UMKM (Tambunan, 2009).
Secara global dan di Indonesia sendiri, definisi dan karakteristik UMKM
diatur dalam berbagai perspektif yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Menurut World Bank, UMKM dapat dikelompokkan dalam tiga jenis,
yaitu Usaha Mikro (jumlah karyawan 10 orang), Usaha Kecil (jumlah
karyawan 30 orang), dan Usaha Menengah (jumlah karyawan hingga 300
orang). Dalam perspektif usaha, UMKM diklasifikasikan dalam empat
kelompok, yaitu :
a. UKM Sektor Informal atau dikenal dengan istilah LivelihoodActivities,
contohnya pedagang kaki lima dan warteg.
b. UKM Mikro atau MicroEnterprise adalah para UKM dengan
kemampuan sifat pengrajin, tetapi tidak memiliki jiwa kewirausahaan
dalam mengembangkan usahanya.
c. Usaha Kecil Dinamis (SmallDynamicEnterprise) adalah kelompok
UKM yang mampu berwirausaha dengan menjalin kerjasama
(menerima pekerjaan subkontrak) dan ekspor.
d. FastMovingEnterprise
kewirausahaan
adalah
UKM-UKM
yang
mempunyai
yang cakap dan telah siap untuk bertransformasi
menjadi usaha besar.
2. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang menyebutkan
bahwa :
a. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorang dan/atau
badan usaha perorangan dengan aset s/d Rp 50 Juta dan Omset
maksimum 300 juta per tahun.
Universitas Sumatera Utara
b. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari usaha menengah atau usaha besar dengan aset > 50 Juta500 Juta dan omset Rp 300 juta-Rp 2,5 Milyar per tahun.
•
Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan usaha kecil atau usaha besar dengan aset > Rp 500 Juta-Rp 10
Milyar dan omset > Rp 2,5 Milyar-Rp 50 Milyar per tahun.
3. Menurut Badan Pusat Statistik, kriteria usaha adalah:
a. Usaha Mikro, memiliki 1-4 orang tenaga kerja
b. Usaha Kecil, memiliki 5-19 orang tenaga kerja
c. Usaha Menengah, memiliki 20-99 orang tenaga kerja
d. Usaha Besar, memiliki di atas 99 orang tenaga kerja
4. Menurut Bank Indonesia, Usaha Kecil dan Menengah adalah perusahaan
industri dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Memiliki modal kurang dari Rp. 20 juta
b. Untuk satu putaran dari usahanya hanya membutuhkan dana Rp. 5 juta.
c. Suatu perusahaan atau perseorangan yang mempunyai total asset
maksimal Rp. 600 juta tidak termasuk rumah dan tanah yang ditempati.
Universitas Sumatera Utara
d. Omset tahunan lebih besar dari Rp. 1 milyar.
5. Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan, UMKM adalah
kelompok industri kecil modern, industri tradisional, dan industri kerajinan
yang mempunyai investasi modal untuk mesin-mesin dan peralatan
sebesar Rp. 70 juta ke bawah dan usahanya dimiliki oleh warga Negara
Indonesia.
2.1.1 Faktor yang Menghambat Perkembangan UMKM
Pengembangan UMKM di Indonesia belum terjadi secara maksimal karena
berbagai kendala. Ada dua faktor yang menghambat perkembangan UMKM yaitu
faktor internal dan eksternal.
A. Faktor Internal
Faktor internal yang menghambat perkembangan UMKM meliputi:
1.
Kurangnya Permodalan
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk
mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh
karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha
perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan
pada modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan
modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit
diperoleh, karena persyaratan secara administratif dan teknis yang
diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi.
Universitas Sumatera Utara
Sebenarnya di Indonesia sudah terdapat beberapa lembaga
keuangan, baik perbankan maupun non bank, yang dapat diandalkan
untuk membantu menyelesaikan permasalahan ini. Untuk skala mikro,
dikenal Lembaga Keuangan Mikro & Bank Perkreditan Rakyat (BPR),
yang merupakan representasi dari lembaga keuangan perbankan pada
skala mikro. Untuk lembaga keuangan non perbankan, terdapat lembaga
Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Sedangkan di tingkat Nasional, ada PT.
Permodalan Nasional Madan (Persero) yang melakukan pembinaan
terhadap lembaga keuangan mikro, baik yang berbentuk perbankan atau
non bank.Selain itu juga terdapat Perum Pegadaian dengan menawarkan
jasa bantuan keuangan bagi pengusaha skala mikro kecil menengah
melalui proses yang relatif sederhana dan cepat. Namun tentu saja
kemampuan finansial lembaga-lembaga tersebut tidak sesuai dengan
jumlah pengusaha skala kecil menengah (Wahyuni dkk, 2005).
Dalam kaitannya dengan permohonan kredit, untuk usaha dengan
skala kecil dan mikro, lembaga keuangan perbankan jelas tidak akan
menerima karena mereka mereka belum memiliki izin usaha dan
perbankan pastinya juga akan melihat kelayakan jenis usaha yang akan
diberikan kredit.
2.
Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan
merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan SDM usaha
kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan
Universitas Sumatera Utara
keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan
usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan
optimal. Disamping itu dengan keterbatasan SDM-nya, unit usaha
tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru
untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.
3.
Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga,
mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan
penetrasi pasar yang rendah, oleh karena produk yang dihasilkan
jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang
kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan
yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat
menjangkau internasional dan promosi yang baik.
Aspek lain yang membuat jaringan usaha dan akses pasar menjadi
terbatas sekali, yaitu UMKM dihadapkan pada persoalan cost of
production yang tinggi. Tingginya cost of production ini juga turut
dipengaruhi oleh mahalnya bahan baku, tingginya cost of transportation,
banyaknya
pungutan
liar
yang
mengatasnamakan
Organisasi
Kemasyarakatan Pemuda (OKP) serta retribusi lain yang irrasional dan
tumpang tindih. Tingginya cost ini membuat produk UMKM kalah
bersaing dengan produk-produk impor yang beredar bebas di pasar.
Barang-barang yang sebagian dipasok secara illegal ini tampil dengan
model dan desain yang lebih bagus, harga lebih murah dan mutu juga
Universitas Sumatera Utara
cukup baik. Maka, semakin terpuruklah produk UMKM Sumatera Utara
karena daya saing yang tak seimbang (Wahyuni dkk, 2005).
B. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan UMKM meliputi:
1.
Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Iklim usaha yang kondusif adalah iklim yang mendorong seseorang
melakukan investasi dengan biaya dan resiko serendah mungkin, dan
menghasilkan keuntungan jangka panjang yang tinggi (Tambunan, 2006).
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuh kembangkan Usaha Kecil dan
Menengah (UKM), meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan,
namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain
masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha
kecil dengan pengusaha-pengusaha besar.
Selain itu juga diperlukan perlindungan hukum dan jaminan keamanan
bagi pelaku UMKM untuk melakukan kegiatan usahanya. Persoalan
premanisme, biasanya kelompok preman ini mendatangi pelaku usaha dengan
meminta uang keamanan sehingga para pelaku UMKM pun memasukkan
biaya ini ke dalam cost produksinya dan akan menyebabkan harga barang
juga meningkat. Jika hal ini terjadi di semua pelaku usaha maka akan terjadi
biaya tinggi dan inflasi ekonomi di tingkat nasional.
Kasus-kasus sweeping dan premanisme menggambarkan kondusifitas
berusaha belum didukung adanya jaminan keamanan untuk keberlanjutan
Universitas Sumatera Utara
berusaha. Sekali lagi, pemerintah melalui aparat kepolisian diminta dengan
sangat bisa memberikan jaminan keamanan yang bisa menciptakan iklim
usaha yang sehat dengan tanpa gangguan dan tekanan dari berbagai pihak.
2.
Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka
miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan
usahanya sebagaimana yang diharapkan.
3.
Implikasi Otonomi Daerah
Ketentuan
tentang
pengurusan
perizinan
usaha
industri
dan
perdagangan telah diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No. 408/MPP/Kep/10/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Daftar Usaha Perdagangan (TDUP) dan Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP) yang berlaku selama perusahaan yang bersangkutan
menjalankan kegiatan usaha perdagangannya. Selain itu, ada juga Keputusan
Menteri Perindag No. 225/MPP/Kep/7/1997 tentang Pelimpahan Wewenang
dan Pemberian Izin di Bidang Industri dan Perdagangan sesuai dengan Surat
Edaran Sekjen No. 771/SJ/SJ/9/1997 ditetapkan bahwa setiap perusahaan
yang mengurus SIUP baik kecil, menengah dan besar berkewajiban
membayar biaya administrasi dan uang jaminan adalah 0 rupiah (nihil).
Artinya, perizinan tidak dikenakan biaya (Wahyuni dkk, 2005).
Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang
Otonomi Daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur
Universitas Sumatera Utara
dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mengalami
implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutanpungutan baru yang dikenakan pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jika
kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing Usaha
Kecil dan Menengah (UKM). Disamping itu semangat kedaerahan yang
berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi
pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.
Pemko Medan melalui Perda No. 10 Tahun 2002 mengeluarkan aturan
tentang Retribusi Izin Usaha Industri, Perdagangan, Gudang/Ruangan dan
Tanda Daftar Perusahaan. Perda ini menetapkan besarnya biaya yang harus
dikeluarkan dalam mengurus perizinan. Para pelaku usaha sebenarnya tidak
keberatan dalam mengurus masalah perizinan tetapi masalah yang timbul
adalah melalui besarnya dana yang dikeluarkan untuk mendapatkan izin
tersebut. Selain itu juga, waktu yang diperlukan dalam membuat perizinan
sangatlah lama. Padahal, untuk mendapatkan akses permodalan ke Lembaga
Keuangan, UMKM harus mempunyai legalitas dalam hal izin usaha itu
(Wahyuni dkk, 2005).
4.
Implikasi Perdagangan Bebas
Tahun 2015, akan mulai diberlakukan ASEAN Free Trade Area
(AFTA). Dengan adanya AFTA, maka Indonesia seharusnya sudah
mempersiapkan langkah terencana untuk menghadapi hal tersebut. Meski
demikian, AFTA sewarjanya dinilai bukan sebagai suatu ancaman yang
menakutkan bagi ekonomi Indonesia. AFTA merupakan momentum yang
Universitas Sumatera Utara
bisa menjadi titik balik bagi Indonesia untuk bisa unggul di kawasan ASEAN.
Dengan AFTA dan pembentukan masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, maka
Indonesia dapat mengambil peluang tersebut melalui pendayagunaan Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Ada 4 hal yang akan dilakukan pada
AFTA yaitu bebas aliran jasa, bebas investasi, bebas aliran modal, dan bebas
aliran tenaga kerja terampil. Keempat hal ini, mengakibatkan terjadinya
serbuan besar- besaran barang bahkan jasa asing yang masuk ke pasar
Indonesia, demikian pula sebaliknya. Barang- barang dari produsen Indonesia
bisa bebas masuk ke negara- negara ASEAN lainnya. Disinilah kesempatan
bagi produk- produk UMKM lokal Indonesia untuk bisa bersaing di pasar
global.
Dalam hal ini, mau tidak mau Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta
dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan
standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14000)
dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering
digunakan secara tidak adil oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff
Barrier for Trade). Untuk itu maka diharapkan UKM perlu mempersiapkan
agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan
kompetitif yang berkelanjutan.
Universitas Sumatera Utara
5.
Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan
tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun
internasional.Dalam memanfaatkan pasar global, UMKM kita bisa belajar ke
Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Ketiga negara tersebut memiliki UMKM
yang kontribusinya tinggi terhadap ekspor. Akses pemasaran yang tidak
tertembus UMKM ini juga sangat dipengaruhi lemahnya penguasaan
Teknologi Informasi (TI) oleh pelaku UMKM (Wahyuni dkk, 2005).
2.1.2
Hakikat Pentingnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Sektor bisnis merupakan sektor yang sangat berperan bagi negara yang
sedang berkembang. Usaha kecil merupakan sektor usaha yang banyak
mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan. Hal ini layak diterima usaha kecil
karena peranannya yang sangat dominan dalam pembangunan nasional Indonesia.
Beberapa peranan usaha kecil dalam pembangunan nasional Indonesia
antara lain :
1. Menyerap Tenaga Kerja
Jutaan orang Indonesia bekerja pada sektor usaha kecil. Pada saat
kesempatan kerja yang dirasakan semakin terbatas dibuktikan dengan tingginya
angka pengangguran, usaha kecil telah mampu berperan aktif dalam menekan
angka pengangguran tersebut. Contoh yang paling konkret adalah usaha kerajinan
yang banyak menyerap tenaga kerja. Produk kerajinan khas daerah pada
umumnya menggunakan peralatan sederhana.
Universitas Sumatera Utara
2. Penyedia Barang dan Jasa Bagi Masyarakat
Sebagian alat pemuas kebutuhan dan keinginan masyarakat dipenuhi dari
barang dan jasa yang dihasilkan oleh usaha kecil. Makanan, minuman, peralatan
rumah tangga, perabot dapur, berbagai jasa, dan lain-lain disediakan oleh usaha
kecil.
3. Penyedia Suku Cadang Bagi Usaha Skala Menengah dan Besar
Banyak suku cadang yang dibutuhkan oleh usaha menegah dan usaha
besar tidak diproduksi sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan. Banyak
pertimbangan usaha menengah dan usaha besar tidak memproduksi sendiri suku
cadang tersebut antara lain ;
a. Suku cadang tersebut dianggap hanya bagian kecil saja dari industri secara
keseluruhan.
b. Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi sendiri suku cadang yang
dibutuhkan tidak menutup kemungkinan lebih besar dibandingkan dengan
mendapatkannya dari usaha kecil.
c. Usaha menengah dan usaha besar ingin lrbih focus kepada bisnis utamanya
sehingga mereka mengabaikan bagian yang tidak merupakan hal pokok dari
bisnis utamanya tersebut.
d. Peralatan atau mesin yang harus disediakan dalam rangka menghasilkan
suku cadang tersebut tdak sebanding dengan output yang diperoleh yaitu
berupa suku cadang yang dihasilkan.
e. Realisasi dari rasa tanggung jawab terhadap pembinaan dan untuk menjadi
mitra bagi para pengusaha kecil.
Universitas Sumatera Utara
4. Mengurangi Urbanisasi
Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Banyak orang
yang pindah ke kota tanpa dibekali pengetahuan dan atau keterampilan yang
memadai. Mereka hanya berbekal tekad untuk mengadu peruntungan di kota.
Pada umumnya mereka terpengaruh oleh saudara taau tetangganya yang berhasil
setelah tinggal di kota. Kenyataan sering terjadi lain dari harapan semula.
Sesampainya di kota banyak yang semakin terpuruk. Kehidupannya di kota
tambah menderita dibandingkan sewaktu hidup di desa. Maka dengan banyaknya
usaha skala kecil yang didirikan sampai ke pelosok desa, akan mengurangi
kecenderungan untuk hijrah ke kota. Sehubungan dengan itu para pengusaha kecil
yang membuka usaha di desa, merupakan pahlawan bagi saudara dan tetangganya
sehingga terhindar dari ganasnya kehidupan di kota besar.
5. Mendayagunakan Sumber Ekonomi Daerah
Indonesia diakui oleh berbagai negara di dunia sebagai negara yang kaya
akan sumber alam. Tanah yang subur, laut yang mengandung potensi luar biasa,
pemandangan yang indah, dan melimpahnya sumber ekonomi yang tersimpan di
daerah-daerah. Sangat disayangkan sumber potensi yang nilainya sangat luar biasa
ini banyak yang belum mampu dimanfaatkan oleh penduduk di daerah yang
bersangkutan. Banyak bahan mentah hasil bumi Indonesia diolah oleh orang asing
menjadi barang jadi yang kemudian dijual kembali kepda rakyat Indonesia.
Kesadaran yang muncul dari para pemuda penerus bangsa telah mengubah
segalanya. Kekayaan daerah mampu dimanfaatkan oleh tangan-tangan terampil
pemuda setempat. Mereka mengubah hasil bumi Indonesia menjadi barang-barang
Universitas Sumatera Utara
yang memiliki nilai tambah, sehingga dapat dijual ke daerah lain bahkan diekspor
ke luar negri.
2.2
Sektor Home industry
Berbicara tentang UMKM, tentunya tidak terlepas dari sektor home
industry. Homeindustry pada umumnya golongan industri tradisional dengan
beberapa ciri khas utamanya, yakni : (1) sebagian besar dari pekerja adalah
anggota keluarga (istri dan anak) dari pengusaha atau pemilik usaha (family
workers) yang tidak dibayar; (2) proses produksi dilakukan secara manual dengan
keterampilan terbatas.; (3) kegiatan produksi sangat musiman mengikuti kegiatan
produksi di sektor pertanian yang pada umumnya sifatnya juga musiman; dan (4)
jenis produk yang dihasilkan pada umumnya dari kategori barang-barang
konsumsi sederhana seperti alat-alat dapur dari kayu dan bambu, pakaian jadi dan
alas kaki (Emilda Faisal, 2013).
2.2.1
Kendala PerkembanganHomeindustry
Industri Skala Kecil (ISK) dan Industri Skala Menengah (ISM) di negara-
negara maju memang sangat berbeda dengan industri kecil dan industri skala
menengah di Indonesia, yang sebagian besar terutama homeindustry masih sangat
terbatas akan SDM dan penguasaan teknologi, juga sebagian besar pekerja dan
pengusahanya hanya berpendidikan sekolah dasar saja. Mereka menggunakan
teknologi tradisional yang kebanyakan direkayasa sendiri. Akses informasi
mengenai pasar juga sangat minim. Sangat sedikit industri skala kecil terutama
homeindustry yang menggunakan sistem komputer lengkap dengan internet.
Padahal semua faktor-faktor ini sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas
Universitas Sumatera Utara
produk, efisiensi dalam proses produksi, dan fleksibilitas. Sebagian besar industri
skala kecil di Indonesia sangat dominan di sektor manufaktur. Sebagian besar
jumlah tenaga kerja di kelompok industri tersebut terdapat di homeindustry.
Selain itu juga, sebagian besar homeindustry berada di daerah pedesaan yang
kebanyakan dari mereka menjadikan ISK sebagai mata pencaharian sampingan
selain bertani.
Menurut Anderson (1982), salah satu faktor utama penyebab berkurangnya
peranan industri skala kecil, terutama dari kategori homeindustry, di negaranegara industri maju dengan tingkat pendapatan yang tinggi adalah akibat
pergeseran fungsi konsumsi masyarakat. Dengan perkataan lain, dalam kondisi
seperti ini industri skala kecil harus merubah spesialisasinya dari jenis-jenis
barang yang nilai elastisitas pendapatan dari permintaannya rendah (inferior
goods) ke jenis-jenis produk dengan nilai elastisitas pendapatan dari permintaan
yang tinggi (ferior goods). Faktor-faktor lain yang menurut Anderson (1982) juga
mengakibatkan jumlah industri skala kecil terutama homeindustry semakin kecil
di negara-negara yang tingkat pendapatannya sudah tinggi, adalah termasuk
semakin mahalnya harga bahan-bahan baku utama akibat praktek monopsoni dan
oligopsoni di pasar input oleh sekelompok industri skala besar. Pengaruh faktorfaktor tersebut akan lebih nyata pada tingkat industrialisasi yang lebih tinggi,
karena resources yang ada semakin terbatas, sementara jumlah pelaku ekonomi
semakin banyak dan kebutuhan konsumsi dan industri semakin besar (Tambunan,
1999).
Universitas Sumatera Utara
Di dalam suatu perekonomian, selain pertumbuhan unit usaha dan jumlah
tenaga kerja yang diserap oleh industri skala kecil, pentingnya industri skala kecil
juga diukur dengan pertumbuhan nilai output dan nilai tambah, serta peningkatan
produktivitas. Homeindustry memberikan kontribusi output dan nilai tambah yang
relatif lebih besar jika dibandingkan dengan industri kecil pada pembentukan
output dan nilai tambah dari industri skala kecil di sektor industri manufaktur.
Produktivitas tenaga kerja sangat erat kaitannya dengan jumlah dan jenis mesin
(termasuk di dalamnya jenis teknologi) yang digunakan di dalam proses
produksi,dan keterampilan tenaga kerja. Produktivitas dari suatu (atau berbagai)
faktor produksi merupakan salah satu indikator yang umum digunakan untuk
mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas dari suatu kegiatan produksi dalam
menggunakan faktor produksi tersebut. Berarti semakin tinggi produktivitas dari
faktor produksi yang digunakan di dalam suatu kegiatan produksi, semakin efisien
dan efektif pelaksanaan proses produksi tersebut. Tingkat produktivitas tenaga
kerja bisa berbeda antara unit usaha walaupun di dalam suatu kegiatan produksi
(sub-sektor) yang sama. Lebih rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja di
homeindustry dibandingkan di industri kecil disebabkan oleh tiga faktor utama,
yaitu:
1. Keterbatasan akan dana, berarti keterbatasan akan barang modal seperti mesin
dan teknologi modern;
2. Tingkat pendidikan tenaga kerja yang rendah; dan
3. Organisasi, pola manajemen dan metode produksi yang pada umumnya masih
sangat tradisional
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal teknologi, bentuk-bentuk permasalahannya yang dihadapi
pengusaha-pengusaha industri kecil dan homeindustry bervariasi, yang pada
umumnya erat kaitannya dengan masalah-masalah SDM dan dana. Ada dalam
bentuk peralatan-peralatan produksi yang digunakan masih tradisional, tidak
mampu melakukan penelitian dan pengembangan, keterampilan pekerja dalam
menggunakan teknologi yang ada terbatas, informasi tentang teknologi terbatas;
dan ada dalam bentuk dukungan instansi teknis dan perguruan tinggi dalam
pengembangan teknologi terbatas tidak ada.
Suatu kombinasi antara lemahnya penguasaan teknologi, rendahnya
kualitas SDM (pekerja dan manager), terbatasnya informasi khususnya mengenai
perubahan pasar, teknologi, dan peraturan-peraturan pemerintah maupun
mengenai perdagangan global, dan terbatasnya modal membuat pengusahapengusaha kecil sulit untuk mempertahankan, apalagi meningkatkan kualitas dan
jumlah produknya. Selanjutnya, ini berarti sulit bagi mereka untuk dapat
mempertahankan atau meningkatkan pangsa pasarnya di pasar ekspor maupun
domestik. Juga, dengan dana serta akses ke informasi mengenai perubahan
teknologi dan pasar yang terbatas dan kualitas SDM yang rendah, pengusahapengusaha kecil tidak dapat melakukan inovasi terhadap produk dan proses
produksinya, dan berarti tidak mampu mempertahankan atau meningkatkan daya
saing global produk-produk mereka.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Pemberdayaan UMKM
Cara mudah untuk memajukan UMKM dapat dilakukan dengan
pemberdayaan UMKM. Ini akan menjadi pilihan strategis untuk meningkatkan
taraf hidup sebagian besar rakyat Indonesia. Hal itu dilakukan mengingat
jumlah populasi UMKM yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pemberdayaan terhadap UMKM bisa dilakukan dengan beberapa peran berikut
dari pemerintah ;
1. Keberpihakan
Kecenderungan pemerintah dan pihak terkait untuk memberikan
dukungan pada kemajuan UMKM. Peningkatan program atau kegiatan yang
mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin, yaitu melalui
perluasan jangkauan dan kapasitas pelayanan Lembaga Keuangan Mikro
(LKM), baik pola pembiayaan konvensional maupun pola bagi hasil (Syariah),
dan peningkatan kemampuan pengusaha mikro dalam aspek manajemen usaha
dan teknis produksi.
Perluasan akses kepada sumber modal melalui : (a) pengembangan
produk dan jasa pembiayaan bukan bank; (b) peningkatan penjaminan kredit
khususnya untuk mendukung kebutuhan modal investasi; dan (c) penyusunan
kebijakan dan strategi nasional pengembangan LKM yang menyeluruh dan
terpadu.
Dalam hal ini juga termasuk penuntasan dan pengakuan status LKM
tradisional yang berbentuk bukan Bank dan bukan Koperasi diikuti dengan cara
pembinaannya. Selain itu juga perlu adanya semangat dan penyebarluasan jiwa
Universitas Sumatera Utara
kewirausahaan dan pengembangan system insentf bagi wirausaha baru,
terutama koperasi dan UMKM yang berbasis IPTEK.
2. Pemberdayaan
Proses pembangunan UMKM di mana pemilik dan pelaku UMKM
berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi
dan kondisinya. Pemberdayaan UMKM dapat terjadi bila pemilik dan
pelakunya berpartisipasi secara aktif.
Kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM secara umum diarahkan
untuk mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan,
penciptaan kesempatan kerja, peningkatan ekspor dan daya saing, serta
revitalisasi pertanian dan pedesaan yang menjadi prioritas pembangunan
nasional.
Dalam rangka mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan
kesenjangan, langkah dan kebijakan yang ditempuh adalah penyediaan
dukungan dan kemudahan untuk mengembangkan usaha ekonomi produktif
berskala mikro atau informal, terutama di kalangan dan atau di daerah
tertinggal. Pengembanagan usaha skala tersebut dilaksanakan melalui
peningkatan kapasitas usaha dan keterampilan pengelolaan usaha, peningkatan
akses akses ke lembaga keuangan mikro, serta sekaligus meningkatkan
kepastian dan perlindungan usahanya sehingga menjadi unit usaha yang lebih
mandiri, berkelanjutan dan siap untuk tumbuh dan bersaing.
Universitas Sumatera Utara
3. Perlindungan
Perlu dibuat aturan khusus tentang perlindungan UMKM setidaknya di
pasar dalam negri. Umumnya UMKM kalah standar produk secara global,
modal kurang, SDM rendah, pemain asing menguasai pasaran local dengan
harga lebih murah dan kemasan lebih menarik. Upaya peningkatan
produktivitas, mutu dan daya saing produk UKM juga ditempuh melalui
fasilitasi merek dan desain industri, sertifikasi desain dan HAKI. Melalui
fasilitasi semacam itu, produk UMKM menjadi lebih terjamin pemasarannya.
Desain UMKM yang baik akan diminati pasar dan memperoleh perlindungan
atas karya intelektual yang diciptakannya. Pengembangan desain, merek, dan
sertifikasi desain industri tersebut dilakukan dalam bentuk sosialisasi dan
pendampingan oleh tenaga ahli (konsultan).
4. Kemitraan
Kemitraan atau partnership adalah kerja sama UMKM dengan
badan_badan pemerintah, organisasi-organisasi nasional dan berbagai lembaga
swadaya masyarakat untuk membangun dan mengembangkan UMKM dari
tingkat desa hingga nasional. Kegiatan penumbuhan usaha baru juga didukung
oleh penyediaan insentif melalui kemitraan BUMN dengan usaha kecil dengan
memanfaatkan dana yang bersumber dari penyisihan laba BUMN bagian
pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
5. Subsidi
Dalam beberapa kasus, subsidi (bentuk bantuan keuangan) yang
dibayarkan kepada UMKM tetap dianggap perlu. Pengembangan ke depan
akan di fokuskan pada pengembangan sentra menjadi sentra unggulan.
Peningkatan pembinaan akan dilakukan dengan fasilitasi merek, desain,
sertifikasi desain industri , label halal, bantuan teknologi tepat guna (TTG), dan
ISO 9001. Bantuan TTG itu diharapkan dapat meningkatkan penerapan
teknologi untuk meningkatkan mutu dan daya saing produk UMKM.
Dalam rangka memperluas akses dan pangsa pasar koperasi dan UMKM
terus dilakukan promosi produk koperasi dan UMKM melalui pameran, baik
didalam damupun di luar negri. Kegiatan itu juga dilakukan dengan mendorong
partisipasi masyarakat dalam mengembangkan kegiatan promosi produk
koperasi dan UMKM.
6. Pajak
Aturan pajak untuk UMKM lebih diperingan dan dipermudah
prosedurnya. Meski tidak secara eksplisit dinyatakan dalam PP 46 tahun 2013,
sulit dipungkiri bahwa yang menjadi target pemajakan dalam ketentuan
perpajakan baru ini adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Terkait dengan UMKM, sebelumnya sudah ada ketentuan perpajakan yang
mengatur tarif khusus PPh untuk UMKM tetapi hanya berlaku untuk yang
berbentuk badan usaha.
Dalam undang-undang No.36 tahun 2008 (UU PPh) pasal 31 E
dinyatakan bahwa Wajib Pajak badan dalam negri dengan peredaran bruto
Universitas Sumatera Utara
sampai dengan 50 miliar rupiah mendapat fasilitas berupa pengurangan tariff
sebesar 50 persen dari tariff umum sebagaimana diatur dalam pasal 17 ayat (2)
UU PPh yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran
bruto sampai dengan Rp. 4,8 miliar.
7. Subsidi Bukan Harga
Subsidi bukan harga adalah bantuan yang akan diberikan kepada UMKM
diluar bantuan keuangan; bisa pelatihan, pengurusan izin, akses informasi,
akses pameran, dan lain-lain. Selanjutnya, untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi, khususnya usaha
skala mikro pada sektor informal, ditempuh langkah pemberdayaan usaha
mikro sebagai berikut : (1) pengembangan usaha mikro, termasuk yang
tradisional; (2) penyediaan skim pembiayaan dan peningkatan kualitas
keuangan mikro; (3) penyediaan insentif dan pembinaan usaha mikro; serta (4)
peningkatan kualitas koperasi untuk berkembang secara sehat sesuai dengan
jati dirinya dan membangun efisiensi kolektif bagi pengusaha mikro.
2.3.1 Model Pelayanan Kredit bagi UMKM
Menurut Dierdja (2008), di Indonesia saat ini berkembang empat (4)
model pelayanan kredit bagi UMKM, atau umum dikenal dengan sebutan
keuangan mikro. Empat model tersebut yaitu:
1. Pelayanan keuangan yang bertumpu pada mobilisasi dan penggalian
sumber dana dari tabungan anggota kelompok atau koperasi sebagai
pijakan untuk mengembangkan jasa pelayanan keuangan mikro.
Universitas Sumatera Utara
2. Keuangan mikro tumbuh berdasarkan keyakinan bahwa tujuan masyarakat
bergabung dengan suatu kelompok dimotivasi untuk memperoleh kredit.
3. Perbankan yang secara khusus didesain untuk menjalankan pelayanan
keuangan mikro, seperti BRI dan LKM lainnya, serta bank-bank umum
yang mengembangkan unit-unit layanan keuangan mikro.
4. Pelayanan keuangan yang memadukan pendekatan perbankan dan
kelompok swadaya masyarakat.
Lembaga keuangan mikro merupakan elemen yang penting dan efektif
bagi pengurangan kemiskinan. Akses yang telah diperbaiki dan provisi
tabungan, kredit, dan fasilitas asuransi yang efisien dapat membantu
masyarakat miskin dalam memperlancar konsumsi, mengatur risiko lebih baik,
membangun asetnya secara gradual dan membangun perusahaan dengan skala
ekonomis sehingga dapat meningkatkan kapasitas mereka dalam meningkatkan
kesejahteraan dan memperbaiki kualitas hidup. Tanpa akses ke lembaga
keuangan mikro, kebanyakan masyarakat miskin bergantung pada sumber
keuangan
informal
atau
bahkan
biaya
sendiri,
sehingga
membatasi
kemampuannya untuk berperan aktif dan memperoleh manfaat dari lembaga
keuangan mikro. Lembaga keuangan mikro dapat menyediakan cara yang
efektif
untuk
membantu
dan
memperdayakan
wanita
miskin,
yang
mengakibatkan proporsi masyarakat miskin menjadi signifikan. Lembaga
keuangan mikro dapat berkontribusi terhadap perkembangan semua sistem
keuangan melalui intergrasi pasar keuangan.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Penelitian Sebelumnya
Silalahi dan Ramdhansyah (2013) melakukan penelitian tentang
Pengembangan Model Pendanaan UMKM berdasarkan Persepsi UMKM. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan UMKM menghadapi banyak masalah dalam
hal pendanaan bisnis mereka, terutama dari sektor perbankan. Sehingga sumber
pembiayaan yang digunakan untuk meningkatkan modal mereka didominasi
oleh sektor keuangan non formal. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Syarif dan Budhiningsih (2009). Mereka melakukan penelitian
tentang Kajian Kontribusi Kredit Bantuan Perkuatan dan Mendukung
Permodalan UMKM. Berdasarkan hasil penelitian ini, masalah yang dihadapi
oleh UMKM adalah masalah permodalan. Untuk itu, mereka menyarankan
perlu dilakukan perubahan orientasi kredit program yang semula untuk
kepentingan pembangunan sektoral diarahkan kepada pemberdayaan UMKM,
pengembangan kelembagaan dan kelompok.
Penelitian
yang
ditulis
oleh
Deliana
Rehulina
(2015)
dalam
penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengembangan Ekonomi Kreatif di
Kabupaten Deli Serdang (Studi kasus : Kerajinan Tangan)”. Penelitian ini
bertujuan untukmenganalisis pengembangan ekonomi kreatif di Kabupaten
Deli Serdang dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Dalam penentuan sampel dengan menggunakan metode purposive sampling,
penelitian ini menggunakan data primer dengan kuesioner wawancara terhadap
30 responden usaha ekonomi kreatif yang berada di Kabupaten Deli
Serdang. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa pengembangan ekonomi
Universitas Sumatera Utara
kreatif yang berada di Kabupaten Deli Serdang mampu menyerap 1-30 tenaga
kerja pada industri kerajinan dan pendapatan rata-rata sebesar Rp 500.000,00 –
Rp 7.000.000,00 setiap bulannya. Penelitian ini menggunakan analisis SWOT
(Strength, Weakness, Opportunity, Treat) untuk mengetahui strategi yang tepat
dalam pengembangan ekonomi kreatif di Kabupaten Deli Serdang.
Utami Rukmana Sari (2014) dalam penelitiannya yang berjudul“Analsis
Kebutuhan Modal pada UMKM Sektor Makanan dan Minuman di Kota
Medan”.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola pembiayaan UMKM
pada sektor makanan dan minuman sebagian besar berasal dari dana sendiri
sehingga minim dalam hal permodalan. Untuk pengembangan usaha, para
pengusaha sektor makanan dan minuman memilih meminjam dana melalui
kredit bank dengan kebutuhan modal berkisar Rp. 5 juta - Rp.50 juta.
2.5 Kerangka Konseptual
Saat ini, permasalahan terbesar yang dihadapi UMKM selain dana
terbatas adalah tidak adanya arahan strategi yang visioner kedepan dari
pemerintah agar pelaku usaha kecil dapat mengembangkan usahanya.
Pemerintah harusnya memetakan kondisi UMKM di daerah saat ini, agar
mengetahui potensi pengembangannya sudah baik atau belum. Manajemen
usaha yang kurang baik dianggap wajar bagi kalangan usaha kecil karena
kurangnya tingkat pendidikan dalam mengelola usaha serta tidak adanya upaya
pemerintah dalam menyediakan balai pelatihan bagi tenaga kerja untuk skala
usaha kecil. Tidak hanya permodalan, UMKM juga harus memiliki manajemen
yang baik sehingga mampu bersaing di era perdagangan bebas nanti.
Universitas Sumatera Utara
Diperlukan suatu analisis untuk memetakan dan mengidentifikasi
beberapa faktor dan indikator kemajuan industri kecil. Menelusuri lebih jauh
sekat antara faktor internal dan eksternal untuk kemudian dianalisis bagaimana
mengatasinya yang pada akhirnya melahirkan suatu strategi pengembangan.
Konsep pemikiran yang dijadikan dasar dalam penelitian ini dijelaskan
pada gambar berikut:
Pemetaan Home industry
Potensi Pengembangan Home industry
Identifikasi Faktor Internal
Identifikasi Faktor Eksternal
(kekuatan / kelemahan )
( Peluang & hambatan )
Evaluasi Faktor Internal
Evaluasi Faktor Eksternal
(IFE)
(EFE)
Analisis SWOT
Rekomendasi Kebijakan dan Rancangan Program Strategis
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
Universitas Sumatera Utara