Identifikasi Serangga pada Tanaman Kopi dengan Beberapa Vegetasi Tanaman di Kabupaten Dairi

16

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut AAK (1988) klasifikasi tanaman kopi adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Dycotyledoneae
Famili : Rubiaceae
Sub famili : Coffea
Genus : Coffea
Spesies : Coffea sp (AAK, 1988).
Batang dan cabang kopi berkayu, tegak lurus dan beruas-ruas. Tiap ruas
hampir selalu ditumbuhi kuncup. Tanaman ini mempunyai dua macam
pertumbuhan cabang, yaitu cabang Orthrotrop dan Plagiotrop. Cabang Orthrotrop
merupakan cabang yang tumbuh tegak seperti batang, disebut juga tunas air atau
wiwilan atau cabang air. Cabang ini tidak menghasilkan bunga atau buah. Cabang
Plagiotrop merupakan cabang yang tumbuh ke samping. Cabang ini menghasilkan
bunga dan buah (AAK, 1988).
Daun


kopi berbentuk bulat, ujungnya agak meruncing sampai bulat

dengan bagian pinggir yang bergelombang. Daun tumbuh pada batang, cabang
dan ranting. Pada cabang Orthrotrop letak daun berselang seling, sedangkan pada
cabang Plagiotrop terletak pada satu bidang. Daun kopi robusta ukurannya lebih
besar dari arabika (Wachjar, 1984).
Pada umumnya, tanaman kopi berbunga setelah berumur sekitar dua tahun.
Bunga kopi berukuran kecil. Mahkota berwarna putih dan berbau harum. Kelopak

Universitas Sumatera Utara

17

bunga berwarna hijau. Bunga tersusun dalam kelompok, masing-masing terdiri
dari 4-6 kuntum bunga. Tanaman kopi yang sudah cukup dewasa dan dipelihara
dengan baik dapat menghasilkan ribuan bunga. Bila bunga sudah dewasa, kelopak
dan mahkota akan membuka, kemudian segera terjadi penyerbukan. Setelah itu
bunga akan berkembang menjadi buah (AAK, 1988).
Buah kopi terdiri dari daging buah dan biji. Daging buah terdiri dari tiga
bagian yaitu lapisan kulit luar (eksokarp), lapisan daging buah (mesokarp), dan

lapisan kulit tanduk (endokarp) yang tipis, tetapi keras. Buah kopi yang muda
berwarna hijau, tetapi setelah tua menjadi kuning dan kalau masak warnanya
menjadi merah. Besar buah kira-kira 1,5 x 1 cm dan bertangkai pendek. Pada
umumnya buah kopi mengandung dua butir biji, biji tersebut mempunyai dua
bidang, bidang yang datar (perut) dan bidang yang cembung (punggung)
(AAK, 1988).
Syarat Tumbuh
Kopi di Indonesia saat ini umumnya dapat tumbuh baik pada ketinggian
tempat di atas 700 m di atas permukaan laut (dpl). Dalam perkembangannya
dengan adanya introduksi beberapa klon baru dari luar negeri, beberapa klon saat
ini dapat ditanam mulai di atas ketinggian 500 m dpl, namun demikian yang
terbaik seyogyanya kopi ditanam di atas 700 m dpl, terutama jenis kopi robusta.
Kopi arabika baik tumbuh dengan citarasa yang bermutu pada ketinggian di atas
1000 m dpl. Namun demikian, lahan pertanaman kopi yang tersedia di Indonesia
sampai saat ini sebagian besar berada di ketinggian antara 700 sampai 900 m dpl
(Prastowo. Et al.2013).

Universitas Sumatera Utara

18


Curah Hujan dan Lahan Curah hujan yang sesuai untuk kopi seyogyanya
adalah 1500 – 2500 mm per tahun, dengan rata-rata bulan kering 1-3 bulan dan
suhu rata-rata 15-25 derajat celcius dengan lahan kelas S1 atau S2 (Puslitkoka,
2006). Ketinggian tempat penanaman akan berkaitan juga dengan citarasa kopi.
Pertumbuhan dan produksi tanaman kopi sangat dipengaruhi oleh keadaan
iklim dan tanah, bibit unggul yang produksinya tinggi dan tahan terhadap hama
dan penyakit. Hal yang juga penting harus dipenuhi adalah pemeliharaan antara
lain: pemupukan, pemangkasan, pohon peneduh dan pemberantasan hama dan
penyakit (AAK, 1988).
Tanaman kopi menghendaki penyinaran matahari yang cukup panjang,
akan tetapi cahaya matahari yang terlalu tinggi kurang baik. Oleh karena itu
dalam praktek kebun kopi diberi naungan dengan tujuan agar intensitas cahaya
matahari tidak terlalu kuat. Sebaliknya naungan yang terlalu berat (lebat) akan
mengurangi pembuahan pada kopi. Produksi kopi dengan naungan sedang, akan
lebih tinggi dari pada kopi tanpa naungan. Kopi termasuk tanaman hari pendek
(short day plant), yaitu pembungaan terjadi bila siang hari kurang dari 12 jam
(Wachjar, 1984).
Keanekaragaman Serangga (Insect Diversity)
Keanekaragaman makhluk hidup dapat ditandai dengan adanya perbedaan

warna, ukuran, bentuk, jumlah, tekstur, penampilan, dan sifat-sifat lainnya.
Keanekaragaman dari makhluk hidup dapat juga terlihat dengan adanya
persamaan ciri antar makhluk hidup. Untuk dapat mengenal makhluk hidup
khususnya pada hewan berdasarkan ciri-ciri yang dimilikinya dapat dilakukan

Universitas Sumatera Utara

19

melalui Perangkap ciri-ciri morfologi, habitat, cara berkembang biak, jenis
makanan, tingkah laku, dan beberapa ciri lain yang dapat diamat (Michael, 1995).
Untuk mengetahui keanekaragaman jenis serangga pada suatu tempat
yakni menentukan indeks keanekaragamannya, sangat diperlukan pengetahuan
atau keterampilan dalam mengindentifikasi hewan (serangga). Bagi seseorang
yang sudah terbiasa pun dalam melakukan indentifikasi hewan sering
membutuhkan waktu yang lama, apalagi yang belum terbiasa. Karena itu untuk
kajian dalam komunitas dan indeks keanekaragaman sering didasarkan pada
kelompok hewan, misalnya, famili, ordo atau kelas dan hal ini pun dibutuhkan
cukup keterampilan dan pengalaman (Michael, 1995).
Serangga merupakan golongan hewan yang dominan di muka bumi

sekarang ini. Dalam jumlah, mereka melebihi semua hewan melata darat lainnya
dan praktis mereka terdapat dimana-mana (Borror dkk, 1992).
Ada 6 faktor yang saling berkait menentukan derajat naik turunnya
keanekaragaman jenis, yaitu :
1. Waktu.
Keragaman komunitas bertambah sejalan dengan waktu, berarti
komunitas tua yang sudah lama berkembang, lebih banyak terdapat organisme
dari pada komunitas muda yang belum berkembang. Dalam ekologi, waktu dapat
berjalan lebih pendek atau hanya sampai puluhan generasi. Skala ekologis
mencakup keadaan dimana jenis tertentu dapat bertahan dalam lingkungan tetapi
belum cukup waktu untuk menyebar sampai ketempat tersebut. Keragaman jenis
suatu komunitas bergantung pada kecepatan penambahan jenis melalui evolusi

Universitas Sumatera Utara

20

tetapi bergantung pula pada kecepatan hilang jenis melalui kepenuhan dan
emigrasi.
2. Heterogenitas ruang.

Semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin kompleks komunitas
flora dan fauna di tempat tersebut dan semakin tinggi keragaman jenisnya. Faktor
heterogenitas berlaku pada skala makro maupun mikro.
3. Kompetisi.
Terjadi apabila sejumlah organisme (dari spesies yang sama atau yang
berbeda) menggunakan sumber yang sama ketersediaannya kurang, atau walaupun
ketersediaan sumber tersebut cukup namun persaingan tetap terjadi juga bila
organisme-organisme itu memanfaatkan sumber tersebut, yang satu menyerang
yang lain atau sebaliknya.
4. Pemangsaan.
Pemangsaan yang mempertahankan komunitas populasi dari jenis bersaing
yang berbeda dibawah daya dukung masing-masing selalu memperbesar
kemungkinan hidup berdampingan sehingga mempertinggi keragaman, apabila
intensitas dari pemengsaan terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menurunkan
keragaman jenis.
5. Kestabilan iklim.
Makin stabil iklim akan lebih mendukung bagi keberlangsungan evolusi.
6. Produktifitas merupakan syarat mutlak untuk keanekaragaman yang tinggi
(Krebs, 1978).
Interaksi terjadi pada level komunitas, banyak terdapat variasi pada setiap

level organisasi (individu, populasi, spesies) dan mereka saling berinteraksi

Universitas Sumatera Utara

21

dengan banyak cara, sehingga interaksi yang terjadi sangat rumit dan kompleks.
Kegiatan pertanian mempengaruhi kuantitas dan tipe interaksi di antara organisme
karena kegiatan pertanian tersebut pada umumnya mengurangi komposisi dan
diversitas spesies
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Serangga
Semua serangga harus makan atau tidak mereka akan kelaparan. Banyak
aktivitas hewan yang berkaitan dengan makan, menemukan makanan dan
memakannya. Makanan adalah satu faktor yang sangat penting dalam menentukan
banyaknya hewan dan tempat ia hidup (penyebarannya) (AAK, 1993).
Respon serangga terhadap tanaman disebabkan oleh dua aspek, yaitu
karakteristik morfologi dan karakteristik fisiologi tanaman. Karakteristik
morfologi meliputi ukuran, bentuk, warna daun dan ada atau tidaknya sekresi
glandular yang menentukan tingkat penerimaan atau pemanfaatan oleh serangga.
Karakteristik fisiologi meliputi bahan kimia hasil dari proses metabolisme primer

dan metabolisme sekunder pada tanaman (Pedigo, 1991).
Perkembangan dan reproduksi serangga dapat dipengaruhi berbagai faktor
abiotik. Faktor ini mungkin menunjukkan pengaruhnya pada serangga baik secara
langsung maupun tidak langsung. (Melalui pengaruhnya pada organisme lain) dan
pada batas pendek atau jauh (cahaya, sebagai contoh, mungkin menimbulkan efek
yang cepat pada orientasi serangga saat mencari makanan, dan banyak
menyebabkanperubahan pada fisiologi serangga dalam antisipasi kondisi yang
merugikan pada beberapa bulan kedepannya) (Gillot, 1982).
Pada serangga poikilothermal, pada dasarnya metabolisme mereka sangat
dipengaruhi oleh temperatur lingkungan yaitu dengan interval temperatur yang

Universitas Sumatera Utara

22

mengijinkan untuk dapat bertahan hidup, temperatur lingkungan tertinggi, ratarata tinggi produksi panas dan konsumsi oksigen (Rockstein, 1973)
Kelimpahan individu dan kekayaan spesies serangga diperoleh pada setiap
lahan saat melakukan

penelitian keanekaragaman akan jelas terlihat berbeda


antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut dapat disebabkan

oleh

beberapa faktor yang saling berkaitan yaitu: umur tanaman, keadaan cuaca saat
pengambilan sampel, waktu pengambilan sampel dan keadaan habitat di sekitar
tanaman (penggunaan tanaman penutup tanah) (Rizali dkk,2002).
Serangga sering mempunyai ukuran dan penampilan yang mencolok dan
juga dapat memproduksi suara dan kadang-kadang bisa menjadi hama yang
merusak. Sebagian dari serangga ini tergolong fitofag, sementara yang lain hidup
di sampah atau serangga lainnya. Beberapa mengkonsumsi tanaman dan makanan
hewan sementara yang lain hidup di lumut dan tidak signifikan untuk pertanian.
Serangga ini sangat sensitif terhadap faktor lingkungan, seperti temperatur,
kelembaban, cahaya dan getaran (Kalshoven, 1981).

Universitas Sumatera Utara