Analisis Perbedaan Abnormal Retun dan Trading Volume Activity Sebelum dan Sesudah ReverseStock Split di Bursa Efek Indonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Uraian Teoritis

2.1.1

Teori Efisiensi Pasar
Konsep efisiensi pasar membahas bagaimana pasar merespon informasi-

informasi yang masuk dan bagaimana informasi tersebut selanjutnya bisa
mempengaruhi pergerakan harga saham (Tandelin, 2001:111). Pasar modal yang
efisien didefinisikan sebagai pasar modal yang sekuritas-sekuritasnya telah
mencerminkan semua informasi yang mungkin terjadi dengan cepat dan akurat.
Pemodal selalu memasukkan informasi yang tersedia dalam keputusan mereka
sehingga terefleksikan pada harga yang mereka transaksikan (Ang dalam
Wafiyah, 2005).
Konsep efisiensi pasar menghubungkan antara informasi dan harga saham
yang sering dinyatakan sebagai hipotesa pasar yang efisien. Reverse stock split

merupakan informasi yang mempengaruhi harga saham. Teori ini yang pada
akhirnya digunakan untuk menjawab apakah pasar bereaksi terhadap informasi
pengumuman reverse stock split.
Masing-masing bentuk efisiensi pasar terkait erat dengan sejauh mana
penyerapan informasi. Semakin cepat pasar bereaksi terhadap informasi yang ada,
semakin cepat potensi pasar tersebut untuk mencapai kondisi efisien
(Gumanti, 2011:329). Tiga bentuk efisiensi pasar tersebut adalah:

13
Universitas Sumatera Utara

1.

Efisiensi Pasar Bentuk Lemah (Weak-Form Efficiency)
Efisiensi pasar bentuk lemah adalah dimana harga-harga mencerminkan
semua informasi yang ada pada catatan harga yang bersifat historis atau di
waktu yang lampau. Suatu pasar dideskripsikan sebagai efisien bentuk
lemah (weak form efficient) bila tidak mungkin membuat keuntungan
abnormal (kecuali secara kebetulan) dengan menggunakan harga-harga
yang terjadi dimasa lalu untuk memformulasikan keputusan membeli dan

menjual

(Sharpe, et al., 2005:87). Penelitian tentang random walk

menunjukkan bahwa sebagian besar pasar modal paling tidak efisien
dalam bentuk ini (Husnan, 1994:251).
2.

Efisiensi Pasar Bentuk Setengah Kuat (Semistrong-From Efficient)
Efisiensi pasar bentuk setengah kuat adalah bentuk efisiensi pasar yang
lebih komprehensif dimana harga-harga bukan hanya mencerminkan harga
di

waktu yang lampau, tetapi mencerminkan semua informasi yang

dipublikasikan

seperti

stock


split,

penerbitan

saham

baru,

pengumuman laba dan deviden, perkiraan tentang laba perusahaan,
perubahan

praktek praktek akuntansi, dan merger. Suatu pasar

dideskripsikan sebagai efisien bentuk semi kuat (semistrong-form
efficient) bila tidak mungkin untuk membuat

keuntungan

abnormal


(kecuali secara kebetulan) dengan menggunakan informasi yang tersedia
untuk publik untuk memformulasikan keputusan membeli dan menjual
(Sharpe, et al., 2005:87). Pada pasar yang efisien dalam bentuk setengah
kuat ini, investor tidak dapat berharap mendapatkan abnormal return

14
Universitas Sumatera Utara

jika

strategi

perdagangan yang

dilakukan

hanya

didasari


oleh

informasi yang telah dipublikasikan, sebaliknya jika pasar tidak
efisien, maka akan ada lag dalam proses penyesuaian harga terhadap
informasi baru dan ini dapat digunakan investor untuk mendapatkan
return abnormal (Tandelilin, 2001:115).
3.

Efisiensi Pasar Bentuk Kuat (Strong-Form Efficiency)
Efisiensi pasar bentuk kuat adalah dimana harga tidak hanya
mencerminkan semua informasi

yang

dipublikasikan, tetapi juga

informasi yang bisa diperoleh dari analisa fundamental tentang perusahaan
dan perekonomian. Suatu pasar dideskripsikan sebagai efisien bentuk kuat
(strong-form efficient) bila tidak mungkin membuat keuntungan abnormal

(kecuali secara kebetulan) dengan menggunakan informasi apa saja untuk
membuat keputusan membeli dan menjual (Sharpe, et al., 2005:87).
Dalam hal ini semua informasi baik yang terpublikasi atau tidak
dipublikasikan sudah tercermin dalam harga sekuritas saat ini (Tandelilin,
2001:115)

2.1.2

Reverse Stock Split
Pada dasarnya ada dua jenis pemecahan yang dapat dilakukan yaitu

pemecahan saham naik (split-up) dan pemecahan saham turun (split-down) atau
yang biasa dikenal dengan reverse stock split. Reverse stock split adalah
perubahan nilai nominal per lembar saham dan mengurangi jumlah saham yang
beredar sesuai dengan faktor pemecahan misalnya 1:2, 1:3 dan 1:4. Reverse stock

15
Universitas Sumatera Utara

split biasanya dilakukan ketika harga saham dinilai terlalu rendah, sehingga

dianggap tidak memiliki prospek yang cukup baik (Van Horne et al., 2007:291).
Perusahaan juga memiliki alasan lain dalam melakukan reverse split salah
satunya terhindar dari delisting di pasar modal. Noermohamed (2012) menyatakan
bahwa
Reverse stock splits are just as stock splits an interesting topic to
investigate, but get less attention, because forward stock splits seem to
occur more often. In the USA the number of stock splits and reversed stock
splits seem to be equal for the past few years. Academics in the field study
why companies consider and execute reverse stock splits. Several studies
reported a number of possible reasons like moving the share price to an
optimal range conform to the trading range hypothesis. Another reason
for managers is to enhance its image among investors (conform to the
signaling hypothesis) by reducing transaction costs for shareholders and
avoiding to be delisted from the stock exchange.
Sebagai ilustrasi, sebuah perusahaan sebelum melakukan reverse stock
split memiliki 300.000 lembar saham dengan nilai par $5, kemudian perusahaan
memutuskan untuk melakukan reverse stock split 3:1 yaitu 3 saham lama menjadi
1 saham baru. Setelah melakukan reverse stock split, nilai par per lembar saham
akan menjadi $15 ($5 x 3) dan saham yang beredar akan menjadi 100.000 lembar
saham (300.000 lembar saham / 3).

Perubahan nilai nominal tersebut hanya mengakibatkan pengurangan
jumlah lembar saham, tetapi tidak mengubah jumlah modal ditempatkan dan
modal disetor (paid in capital). Dengan kata lain, seperti halnya aksi stock split,
aksi penggabungan saham juga tidak akan mengurangi atau menambah nilai
investasi dari pemegang saham/investor. Penggabungan saham (reverse split)
tidak dipahami sebagaimana pemecahan saham (stock split), karena banyak yang
percaya bahwa perusahaan memilih untuk menggabungkan saham bertujuan untuk

16
Universitas Sumatera Utara

meningkatkan image saham dan meningkatkan pemasaran saham (Han dalam
Wafiyah, 2005).
Beberapa faktor yang mendorong emiten melakukan aksi korporat reverse
split diantaranya adalah untuk membuat harga saham menjadi lebih tinggi dari
sebelumnya, menyejajarkan harga saham dengan saham-saham sejenisnya atau
yang dianggap memiliki karakteristik yang sama, menaikkan posisi saham dari
saham yang masuk kategori papan pengembangan ke papan utama, serta
membentuk harga saham yang lebih wajar (Susiyanto dalam Wafiyah, 2005).
Sedangkan menurut Lihua Jing dalam Mardiyanti dan Khasanah (2011),

dalam penelitiannya menyatakan empat alasan utama perusahaan (emiten)
melakukan reverse split adalah sebagai berikut: (1) Reverse split akan mengurangi
biaya transaksi, jumlah lembar saham akan berkurang menyebabkan biaya
transaksi juga berkurang. (2) Reverse split akan memperbaiki fleksibilitas harga
saham baru (new issue) ketika dibutuhkan. Perusahaan (emiten) yang melakukan
reverse split akan mengurangi nilai nominal sahamnya, sehingga ketika
perusahaan tersebut akan menerbitkan saham baru perusahaan tersebut tidak perlu
menetapkan nilai nominal untuk saham barunya. (3) Reverse split akan
meningkatkan investor institusional dan internasional. Perusahaan yakin bahwa
dengan melakukan penggabungan saham akan meningkatkan profil perusahaan di
mata investor institusional. (4) Direktur percaya bahwa dengan reverse split
rentang harga saham yang digunakan dapat membawa nilai saham yang
sesungguhnya.

17
Universitas Sumatera Utara

2.1.3

Abnormal Return

Abnormal return adalah kelebihan dari actual return atas expected

return (Gumanti, 2011:57). Actual return adalah keuntungan (return)

yang

sesungguhnya terjadi dan expected return adalah keuntungan (return) yang
diharapkan akan diterima oleh para investor. Return yang diharapkan oleh
para investor tidak selamanya sama dengan return yang sesungguhnya diterima
dan sangat mungkin berlainan dengan apa yang diharapkan. Selisih return akan
positif jika return yang didapatkan lebih besar dari return yang diharapkan atau
return yang dihitung. Selisih return akan bernilai negatif apabila return yang
didapatkan lebih kecil dari return yang diharapkan atau yang dihitung (Jogiyanto,
2008:433).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa abnormal return terjadi karena dipicu oleh
adanya kejadian atau peristiwa tertentu misalnya hari libur nasional, kejadian –
kejadian luar biasa, stock split, reverse stock split, penawaran perdana dan lainlain. Formulasi abnormal return adalah sebagai berikut: (Jogiyanto, 2008:433).
ARi.t= Ri.t– E(Ri.t)
dimana :
ARi,t


= abnormal return saham i pada periode t

Ri,t

= return sesungguhnya yang terjadi untuk saham i periode t

E(Ri,t) = return ekspektasi yang terjadi untuk saham i periode t

Rumus menghitung actual return untuk mengetahui perbandingan antara
harga saham hari ini dengan harga saham sebelumnya yaitu dengan persamaan:
Rit =

�� − ��−�
��−�

18
Universitas Sumatera Utara

dimana:
Rit

= Actual return atau return yang sesungguhnya terjadi untuk saham i periode t

Pt

= Harga saham pada periode t

Pt-1

= Harga saham pada pada periode t-1

Penelitian Brown dan Warner dalam Hendrawijaya Dj (2009) menyatakan
bahwa return ekspektasi merupakan return yang harus diestimasi. Mengestimasi
expexted return dapat menggunakan tiga model:
1.

Mean-Adjusted Model
Mean Adjusted Model menganggap return bernilai konstan yang sama
dengan rata-rata return realisasi sebelumnya selama periode estimasi.
E(

dimana:

�� ) =

∑ ��


E(Rit) = return ekspektasi sekuritas ke-i pada waktu t
Rit

= actual return sekuritas ke-i pada waktu t

T

= periode estimasi

Periode estimasi (estimation period) merupakan periode sebelum periode
peristiwa. Periode peristiwa (event period) disebut juga dengan periode
pengamatan atau jendela peristiwa (event window).
2.

Market Model
Market model dalam menghitung return ekspektasi dilakukan dengan dua
tahap yaitu membentuk model ekspektasi dengan menggunakan data
realisasi selama periode estimasi dan menggunakan model ekspektasi
untuk mengestimasi return ekspektasi di periode jendela. Model

19
Universitas Sumatera Utara

ekspektasi dapat dibentuk dengan menggunakan teknik regresi OLS
(Ordinary Least Square) dengan persamaan:
E(Rit)= αi+ βi.Rmt+ εit
dimana:
E(Rit) = return realisasi sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-j
αi

= intercept untuk sekuritas ke-i

βi

= koefisien slope yang merupakan beta dari sekuritas ke-i

Rmt

= return indeks pasar pada periode estimasi ke-j

εit

= kesalahan residu sekuritas i pada peride estimasi ke t.

Return pasar dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
�� =

Keterangan :





�−�

�−�

= return pasar
= Indeks Harga Saham Gabungan periodet

3.

−1

= Indek Harga Saham Gabungan periodet-1

Market Adjusted Model.
Market adjusted model menganggap bahwa penduga yang terbaik untuk
mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat
tersebut. Dengan menggunakan model ini, tidak perlu menggunakan
periode estimasi untuk membentuk model estimasi karena return sekuritas
yang diestimasi sama dengan return indeks pasar.
E(Rit) = Rmit

20
Universitas Sumatera Utara

dimana :
E(Rit) = Expected return sekuritas ke-i pada peristiwa ke-t
Rmit

= Return pasar dari sekuritas ke-i pada peristiwa ke-t

Dalam penelitian ini, expected return dihitung dengan menggunakan
Market Adjusted Model karena model ini mengestimasi sekuritas sebesar return
indeks pasarnya sehingga tidak perlu menggunakan periode estimasi. Hal ini
dilakukan untuk meyakinkan peneliti bahwa reaksi yang terjadi adalah akibat dari
peristiwa yang diamati bukan karena peristiwa lain yang bisa mempengaruhi
peristiwa yang diamati.

2.1.4

Trading Volume Activity
Likuiditas saham merupakan indikator dan reaksi pasar terhadap suatu

pengumuman yang diukur dengan Trading Volume Activity (TVA). Trading
Volume Activity atau aktifitas volume perdagangan merupakan suatu instrumen
yang dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar modal terhadap informasi
melalui parameter pergerakan aktifitas volume perdagangan di pasar modal
(Suryawijaya dalam Wafiyah, 2005).
Pengamatan terhadap aktivitas volume perdagangan dilakukan disekitaran
tanggal pengumuman corporate action. Menurut Widayanto dan Sunarjanto
dalam Laksmana dan Bagja (2014)
Trading volume is measure the volume of a particular stock traded,
indicates the ease of stock trading. The amount of trading volume variable
determined by observing stock trading activity that can be seen through
indicator Trading Volume Activity (TVA). TVA is an indicator that can be
used to look at the stock market reaction to information through TVA
calculation doing by comparing total share traded in a given period with
total share outstanding of the company at the same tim). After TVA each

21
Universitas Sumatera Utara

stock is known, then calculated the average TVA for the period
surrounding the announcement date.
Sedangkan

Husnan

dalam

Wafiyah

(2005)

mengukur

kegiatan

perdagangan saham melalui indikator TVA yang digunakan untuk melihat apakah
investor individual menilai laporan keuangan informatif, dalam arti apakah
informasi tersebut membuat keputusan perdagangan di atas keputusan
perdagangan yang normal.
TVA (Trading Volume Activity) suatu saham merupakan penjumlahan dari
setiap transaksi perdagangan yang dilakukan oleh para pelaku pasar. Proses
penjumlahan ini mencerminkan adanya perbedaan pandangan (asimetri) di antara
investor mengenai nilai suatu saham. Volume perdagangan terjadi karena adanya
perbedaan pendapat (differing beliefs) di antara investor mengenai berapa nilai
saham sesungguhnya. Oleh karena itu kenaikan volume perdagangan saham
merefleksikan seberapa jauh terjadinya asimetri informasi di antara para investor
sebagai reaksi atas suatu pengumuman yang dipublikasikan.
Perhitungan

TVA

(Trading

Volume

Activity)

dilakukan

dengan

membandingkan jumlah saham perusahaan yang diperdagangkan dalam suatu
periode tertentu dengan keseluruhan jumlah saham beredar perusahaan tersebut
pada kurun waktu yang sama. Perubahan volume perdagangan saham di pasar
modal menunjukkan aktifitas perdagangan saham dan mencerminkan keputusan
investasi investor (Wismar’in dalam Wafiyah, 2005). Berikut formulasi
menghitung tingkat aktivitas perdagangan saham (TVA) untuk masing-masing
emiten (Paula dan Kananlua, 2012):

22
Universitas Sumatera Utara

TVA =











��



Setelah TVA masing-masing

� ��



saham

tersebut diketahui, kemudian

��



� �




� �

� �

menghitung rata-rata TVA saham sebelum dan sesudah pemecahan saham. Ratarata TVA dapat dihitung dengan

cara membagi

jumlah

TVA

dengan

banyaknya periode (n). Berikut rumus menghitung rata-rata TVA:

ATVA =

∑�
�=1 ��

Keterangan :
ATVA

= Rata-rata Trading Volume Activity pada perusahaan i pada waktu t

∑�=1 ��

= Jumlah total Trading Volume Activity

N

2.1.5

= jumlah periode

Signaling Theory
Asimetri informasi (information asymmetric) merupakan informasi privat

yang hanya dimiliki oleh investor-investor yang mendapat informasi saja
(informed investor). Asimetri informasi akan terjadi jika manajemen tidak secara
penuh menyampaikan semua informasi yang diperoleh tentang semua hal yang
dapat mempengaruhi perusahaan ke pasar, maka pada umumnya pasar akan
merespon informasi tersebut sebagai suatu sinyal yang tercermin dari perubahan
harga saham (Schweitzer dalam Wafiyah, 2005).
Sinyal yang ingin ditunjukan oleh emiten yang melakukan reverse stock
split adalah sinyal positif yang menandakan bahwa sahamnya memiliki kualitas
yang lebih dari harga yang ditunjukannya. Harga yang rendah dengan mudah
diasosiasikan dengan rendah kualitasnya, dengan melakukan reverse stock split,

23
Universitas Sumatera Utara

emiten ingin menghindari persepsi tersebut dan menunjukkan kinerja dan
prospeknya. Di luar itu, perusahaan kadang menggunakan reverse stock split
sebagai alat untuk menarik perhatian pasar (Savitri dan Martani, 2006).
Namun sinyal yang tersampaikan adalah sinyal negatif berupa persepsi
investor akan future earnings dan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan
harga sahamnya di masa mendatang. Apabila perusahaan memutuskan untuk
melaksanakan reverse stock split, perusahaan dianggap tidak optimis dalam
menilai kinerjanya di masa datang. Perusahaan dianggap tidak mampu untuk
menaikkan harga sahamnya dengan cara menunjukan kinerja. Hasil dari persepsi
ini diterapkan dalam reaksi investor yang secara empiris telah dibuktikan
menyebabkan terjadinya abnormal return yang negatif terutama disekitar hari
pengumuman (Van Horne, et al., 2007:296)

2.1.6

Trading Range Theory
Menurut Trading range theory, perusahaan melakukan reverse stock split

agar harga sahamnya berada pada range perdagangan yang lebih baik. Pada
umumnya perusahaan melakukan reverse stock split karena merasa harga
sahamnya sangat murah dan jumlah saham yang beredar sudah terlampau banyak.
Oleh karena itu, perusahaan berkeinginan untuk meningkatkan harga sahamnya
menjadi lebih mahal, dengan maksud untuk memberi kesan bonafit (harga
sahamnya tidak berkesan murahan). Dengan memiliki harga baru yang lebih
menarik bagi investor untuk membelinya, diharapkan volume perdagangan dapat
meningkat. Peningkatan volume perdagangan merupakan salah satu indikasi
terjadinya peningkatan likuiditas saham (Fransiska dan Purwaningsih, 2011).

24
Universitas Sumatera Utara

2.2

Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa peneliti yang menjadikan reverse stock split sebagai

objek yang mereka teliti, diantaranya adalah:
1.

Penelitian yang dilakukan oleh Paula dan Kananlua (2012) meneliti

perbedaan abnormal return dan trading volume activity saham sebelum dan
sesudah reverse split. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah tidak ada
perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah peristiwa reverse split.
Sedangkan, hasil dari penelitian trading volume activity menunjukan adanya
perbedaan trading volume activity sebelum sesudah peristiwa reverse split.
2.

Penelitian yang dilakukan oleh Ningrum dan Indarto (2012) meneliti

analisis kinerja saham perusahaan go public sebelum dan sesudah aksi reverse
stock split (studi kasus di Bursa Efek Indoneisa). Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan trading volume activity dan bid-ask spread sebagai parameter
penelitian. Maka Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukan adanya
perbedaan

antara trading volume activity

saham

sebelum

dan

sesudah

pelaksanaan reverse stock split. Dan juga terdapat perbedaan bid-ask spread
sebelum dan sesudah pelaksanaan reverse stock split.
3.

Penelitian yang dilakukan oleh Fransiska dan Purwaningsih (2011)

meneliti perbedaan likuiditas saham sebelum dan sesudah reverse stock split
(studi empiris pada Bursa Efek Indonesia). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
adalah terdapat perbedaan likuiditas saham yang signifikan antara sebelum dan
sesudah reverse stock split.

25
Universitas Sumatera Utara

4.

Penelitian yang dilakukan oleh Mardiyanti dan Khasanah (2011) meneliti

studi komparatif harga, likuiditas dan risiko saham sebelum dan sesudah
melakukan stock split dan reverse stock split. Maka hasil dari penelitian ini adalah
bahwa terdapat perbedaan signifikan harga saham sebelum dan sesudah peristiwa
stock split dan reverse stock split. Kemudian tidak terdapat perbedaan spread
saham sebelum dan sesudah stock split tetapi terdapat perbedaan spread saham
sebelum dan sesudah reverse stock split. Dan terdapat perbedaan risiko saham
sebelum dan sesudah stock split dan reverse stock split.
5.

Penelitian yang dilakukan Lihua Jing (2003) dengan judul an event study

of reverse stock split in Hongkong market meneliti abnormal return disekitar
pengumuman reverse split, trading volume setelah reverse split, pengaruh reverse
split terhadap tick size, dan pengaruh reverse split terhadap optimal stock price
range. Maka hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa abnormal return
sebelum pengumuman reverse split adalah negatif. Sedangkan, trading volume
setelah reverse split meningkat signifikan. Sebaliknya, tick size mengalami
penurunan setelah reverse split. Dan terakhir reverse split berpengaruh negatif
terhadap optimal stock price range.
Dari uraian penelitian terdahulu, maka ringkasan penelitian terdahulu
dapat diketahui pada tabel berikut ini:

26
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Variabel
Penelitian

No

Nama Peneliti

Judul Penelitian

1.

Azizan Paula
dan Paulus
Suluk Kananlua
(2012)

Perbedaan
Abnormal Return
dan Trading
Volume Activities
Saham Sebelum
dan Sesudah
Reverse Split

Independen:
Reverse Split

Dwi Indah Septi
Ningrum dan
Indarto (2012)

Analisis Kinerja
Saham
Perusahaan Go
Public
Sebelum dan
Sesudah Aksi
Reverse Stock
Split

Independen:
Reverse Stock
Split

2.

Dependen:
Abnormal
Return dan
Trading Volume
Activity

Dependen:
Trading Volume
activity dan BidAsk Spread

Teknik
Analisis
Data
Analisis uji
beda dua
rata-rata
(Paired
sample t
test)

Uji t
berpasangan

Hasil
Penelitian
Tidak ada
perbedaan
abnormal
return
sebelum dan
sesudah
peristiwa
reverse split
dan terdapat
perbedaan
trading
volume
activity
sebelum
sesudah
peristiwa
reverse split.
Ada
perbedaan
antara trading
volume
activity saham
sebelum dan
sesudah
pelaksanaan
reverse stock
split dan
terdapat
perbedaan
bid-ask spread
sebelum dan
sesudah
pelaksanaan
reverse stock
split.

27
Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.1
Nama Peneliti

3.

Lusiana Fransiska
dan Anna
Purwaningsih
(2011)

Perbedaan
Likuiditas Saham
Sebelum dan
Sesudah Reverse
Stock Split

Independen:
Reverse Split

Umi Mardiyanti
dan Khusfatun
Khasanah (2011)

Studi komparatif
harga, likuiditas
dan risiko saham
sebelum dan
sesudah melakukan
stock split dan
reverse stock split

Independen:
Stock Split dan
Reverse split

4.

Judul Penelitian

Variabel
Penelitian

No

Teknik
Analisis
Data
Uji
Wilcoxon

Dependen:
Likuiditas
Saham

Dependen:
Harga, likuiditas
dan Risiko
Saham

Analisis uji
beda dua
rata-rata
(Paired
sample t
test) dan
Uji
Wilcoxon

Hasil
Penelitian
Terdapat
perbedaan
likuiditas
saham
yang
signifikan
antara
sebelum
dan
sesudah
reverse
stock split.
1. Terdapat
perbedaan
signifikan
harga
saham
sebelum
dan
sesudah
peristiwa
stock split
dan
reverse
stock split
2. Tidak
terdapat
perbedaan
spread
saham
sebelum
dan
sesudah
stock split
3. Terdapat
perbedaan
spread
saham
sebelum
dan
sesudah
reverse
stock split

28
Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.1
No

5.

Nama Peneliti

Lihua Jing (2003)

Judul Penelitian

An Event Study of
Reverse Stock Splits
In Hongkong
Market

Variabel
Penelitian

Independen:
Reverse Split
Dependen:
Abnormal
Return,
Trading
Volume, Tick
Size, Optimal
Stock Price
Range

Teknik
Analisis
Data

T-Statistic
Test dan
CrossSectional
Regression

Hasil
Penelitian
4. Terdapat
perbedaan
risiko saham
sebelum dan
sesudah
stock split
dan reverse
stock split
1. Reverse
split
berpengaruh
negatif
terhadap
abnormal
return.
2. Trading
Volume
meningkat
signifikan
setelah
reverse split.
3. Tick size
mengalami
penurunan
setelah
reverse split.
4. Reverse
split
berpengaruh
negatif
terhadap
optimal
stock price
range

Sumber: berbagai jurnal dan penelitian ilmiah

2.3

Kerangka Konseptual
Reverse stock split merupakan salah satu bentuk corporate action. Di

pasar modal informasi mengenai corporate action akan bernilai apabila dengan
adanya informasi tersebut dapat menyebabkan investor melakukan transaksi di
pasar modal yang tercemin pada perubahan harga saham dan tingkat aktivitas
perdagangan saham (Paula dan Kananlua, 2012). Perubahan harga saham diukur

29
Universitas Sumatera Utara

dengan abnormal return dan tingkat aktivitas perdagangan saham diukur dengan
trading volume activity.
Abnormal return merupakan selisih

antara return yang sesungguhya

terjadi dengan return yang diharapkan (Jogiyanto, 2003:433). Abnormal return
yang positif ditandai dengan return yang sesungguhnya terjadi lebih tinggi dari
return yang diharapkan. Sebaliknya, abnormal return yang negatif ditandai
dengan return yang sesungguhnya terjadi lebih rendah dari return yang
diharapkan. Jika investor menanggapi aksi reverse split sebagai informasi yang
menunjukan kinerja dan prospek perusahaan yang baik di masa yang akan datang
dan bisa menjanjikan return yang lebih tinggi maka hal ini akan meningkatkan
abnormal return atau abnormal return positif. Sebaliknya, jika investor menilai
bahwa reverse split sebagai rasa kurang percaya diri manajemen terhadap harga
pada masa depan yang dapat bertambah sebagai hasil dari peningkatan pendapatan
dan tidak dapat menjanjikan return di masa yang akan datang maka reverse split
tidak akan meningkatkan abnormal return atau abnormal return negatif.
Trading volume activity (TVA) merupakan tingkat aktivitas volume
perdagangan

saham

yang

dapat

dilihat

dengan

membandingkan saham

perusahaan yang diperdagangkan pada waktu t dengan saham perusahaan
yang beredar pada waktu t. Trading volume activity digunakan untuk melihat
apakah preferens investor secara individual menilai pengumuman reverse split
sebagai sinyal positif atau negatif untuk membuat keputusan perdagangan saham
(Paula dan Kananlua, 2012). Apabila para investor menanggapi reverse split
sebagai sinyal positif maka investor akan memperjualbelikan saham perusahaan

30
Universitas Sumatera Utara

tersebut sehingga transaksi ini akan meningkatkan trading volume activity.
Sebaliknya, jika investor menilai reverse split sebagai sinyal negatif maka
investor tidak akan memperjualbelikan saham perusahaan tersebut sehingga
reverse split tidak dapat meningkatkan trading volume activity.
Berdasarkan uraian teoritis dan tinjauan penelitian terdahulu yang
dikemukakan oleh peneliti, maka kerangka konseptual pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:

Abnormal Return
Sebelum Reverse
Stock Split

Trading Volume
Activity Sebelum
Reverse Stock
Split

Abnormal Return
Sesudah Reverse
Stock Split



Trading Volume
Activity Sesudah
Reverse Stock
Split



Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian teoritis yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang

dikemukakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1.

Terdapat perbedaan abnormal return

pada saat sebelum dan sesudah

reverse stock split.
2.

Terdapat perbedaan trading volume activity pada saat sebelum dan
sesudah reverse stock split.

31
Universitas Sumatera Utara