Pengaruh Dividend Policy, Cash Holdings, Profitability, dan Institutional Ownership terhadap Firm Value pada Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori
2.1.1 Teori Sinyal
Isyarat atau sinyal menurut Brigham dan Houston (2010) adalah
suatu tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan yang
memberikan petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen
memandang prospek perusahaan. Teori ini mengungkapkan bahwa
investor dapat membedakan antara perusahaan yang memiliki nilai
tinggi dengan perusahaan yang memiliki nilai rendah. Perusahaan yang
profitable memberikan signal tentang perusahaannya yang relatif tidak
mudah mengalami kebangrutan dan bentuk lain dari financial distress,
dibanding dengan perusahaan yang kurang profitable. Optimisme
perusahaan akan prospek yang lebih baik di masa depan akan
ditunjukkan dengan peningkatan harga saham.
Teori sinyal muncul karena adanya informasi asimetris.
Informasi asimetris adalah situasi dimana manajer memiliki informasi
yang berbeda mengenai prospek perusahaan daripada yang dimiliki
investor. Kondisi ini dapat dilihat dari reaksi harga saham ketika
manajemen mengumumkan peningkatan pembayaran dividen. Dengan

demikian, pihak manajemen berpikir bahwa harga saham saat ini
sedang overvalue. Apabila hal yang dipikirkan tersebut terjadi, maka

8
Universitas Sumatera Utara

manajemen tentu akan berpikir lebih baik menawarkan saham baru,
sehingga dapat dijual dengan harga yang lebih mahal dari yang
seharusnya. Di sisi lain, apabila perusahaan menawarkan saham baru,
pemodal akan menafsirkan bahwa salah satu kemungkinannya adalah
harga saham saat ini sedang terlalu mahal (sesuai dengan persepsi pihak
manajemen). Sebagai akibatnya para pemodal akan menawar harga
saham baru tersebut dengan harga yang lebih rendah. Karena itu emisi
saham baru dapat menurunkan harga saham.

2.1.2. Teori Keagenan
Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa teori keagenan
menyangkut dua pihak yaitu agent dan principal. Agent adalah pihak
yang mengelola perusahaan. Principal adalah pemilik perusahaan atau
penyetor dana. Biaya keagenan adalah biaya implisit yang muncul

karena adanya konflik atau benturan kepentingan antara pemegang
saham (pemilik) dan manajer (agen).
Manajer selaku yang dipercaya oleh pemilik perusahaan
seharusnya

menentukan

kebijakan

yang

dapat

meningkatkan

kepentingan pemegang saham yaitu memaksimalkan nilai perusahaan
(Brigham dan Houston, 2010). Namun dalam praktiknya tidak jarang
manajer mengesampingkan kemakmuran pemegang saham dengan cara
memperbesar kapasitas skala perusahaan yaitu dengan ekspansi atau
membeli


perusahaan

lain

dengan

motif

untuk

menghindari

9
Universitas Sumatera Utara

pengambilalihan oleh perusahaan lain (Martono dan Harjito, 2010).
Manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingannya sendiri
dan


bukan

memaksimalkan

mengakibatkan

tingginya

nilai

cost

perusahaan.
perusahaan

Hal
dan

ini


akan

mengurangi

kesejahteraan pemegang saham.
Masalah keagenan juga potensial terjadi antara pemegang saham
(melalui manajer) dengan kreditur. Pada perusahaan yang mengalami
kebangkrutan, maka sebagian laba dan aset merupakan milik kreditur.
(Martono dan Harjito, 2010). Dalam situasi seperti ini, maka harus
segera mengambil keputusan yaitu dengan menglikuidasi perusahaan
atau dengan melakukan reorganisasi. Umumnya kreditur akan memilih
untuk menglikuidasi perusahaan yaitu menjual seluruh aset karena
ketika perusahaan dilikuidasi maka dana yang menjadi hak nya dapat
segera kembali. Disisi lain, para manajer memilih untuk reorganisasi
untuk mempertahankan eksistensi perusahaan serta pekerjaannya.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa ada 3 asumsi
yang mendasari terjadinya teori keagenan yaitu :
1. Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung
oleh principal untuk memonitor perilaku para agent, yaitu
untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku

agent, contohnya seperti biaya audit dan biaya untuk
menetapkan rencana kompensasi manajer, pembatasan
anggaran, dan aturan – aturan operasi.
2. Bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh agent
untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang
menjamin bahwa agent akan bertindak untuk kepentingan
principal. Contohnya seperti biaya yang dikeluarkan oleh
10
Universitas Sumatera Utara

manajer untuk menyediakan laporan keuangan kepada
pemegang saham.
3. Residual loss, yaitu pengurangan kekayaan pemilik akibat
adanya perbedaan antara keputusan manajemen dan
keputusan yang seharusnya dibuat untuk memaksimalkan
kekayaan pemilik.

Ketiga hal diatas menyatakan bahwa sangat besar kemungkinan
para menajer melakukan tindakan-tindakan yang hanya mementingkan
pribadinya sementara itu disisi lain pemegang saham cenderung tertarik

pada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka dalam
perusahaan.
Sejauh ini biaya-biaya yang ditimbulkan akibat masalah
keagenan sulit untuk diukur. Namun reaksi dari masalah keagenan
dapat kita lihat melalui pasar. Sebagai contoh jika manajemen disuatu
perusahaan terbukti menyimpang terlalu jauh sehingga merugikan
pemegang saham, maka pasar akan bereaksi melalui turunnya harga
pasar perusahaan tersebut sehingga pada akhirnya manajemen akan
tersingkir dari posisi yang telah diberikan.

2.1.3 Firm Value (Nilai Perusahaan)
Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan
melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham
(Brigham, 2010). Nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat
berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar (Keown, et al,
2011). Nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh

11
Universitas Sumatera Utara


calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Harga yang bersedia
dibayar oleh calon pembeli diartikan sebagai harga pasar atas
perusahaan itu sendiri. Di bursa saham, harga pasar berarti harga yang
bersedia dibayar oleh investor untuk setiap lembar saham perusahaan.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa nilai perusahaan merupakan
persepsi investor terhadap perusahaan selalu dikaitkan dengan harga
saham.
Meningkatnya nilai perusahaan adalah sebuah prestasi, yang
sesuai

dengan

keinginan

para

pemiliknya,

karena


dengan

meningkatnya nilai perusahaan, maka kesejahteraan para pemilik
perusahan juga meningkat. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi
keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi
menunjukkan tingkat kemakmuran pemegang saham (Horne, 2012).
Nilai perusahaan yang tinggi juga akan membuat para pemegang
saham percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun
juga pada prospek perusahaan di masa depan.
Brigham

dan

Houston

(2010)

menyatakan

bahwa


nilai

perusahaan dapat diukur dengan tiga cara berikut :
a. Price to Earning Ratio (Rasio harga/laba)
Rasio harga/laba membandingkan antara harga saham
(yang diperoleh dari pasar modal) dan laba per lembar
saham yang diperoleh pemilik perusahaan (disajikan
dalam laporan keuangan). Semakin tinggi nilai Price to
Earning Ratio, maka prospek pertumbuhan perusahaan
semakin baik dan risikonya relatif lebih rendah.

12
Universitas Sumatera Utara

b. Price to Cash Flow Ratio (Rasio harga/arus kas)
Rasio harga/arus kas membandingkan harga per lembar
saham dengan arus kas per saham. Dimana nilai arus kas
per saham diperoleh dari laba bersih ditambah penyusutan
dan amortisasi dibagi dengan jumlah saham beredar.

c. Price to Book Value Ratio (Rasio nilai pasar/nilai buku)
Rasio nilai pasar terhadap nilai buku didefinisikan
sebagai harga pasar suatu saham dibagi dengan nilai
bukunya. Nilai pasar dipengaruhi oleh besarnya
permintaan dan penawaran saham bersangkutan di pasar
bursa. Sementara nilai buku diartikan sebagai total
ekuitas dibagi dengan total saham yang beredar
(outstanding share).
PBV juga menunjukkan seberapa jauh perusahaan mampu
menciptakan nilai perusahaan. Perusahaan yang berjalan baik
umumnya mempunyai PBV di atas 1, yang menunjukkan nilai pasar
lebih tinggi dari nilai bukunya. Semakin tinggi PBV suatu perusahaan
maka akan semakin tinggi pula return sahamnya.
PBV mempunyai beberapa keunggulan sebagai berikut :
a. Nilai buku mempunyai ukuran intutif yang relatif stabil yang dapat
diperbandingkan dengan harga pasar. Investor yang kurang percaya
dengan metode discounted cash flow dapat menggunakan price
book value sebagai perbandingan.
b. Nilai buku memberikan standar akuntansi yang konsisten untuk
semua perusahaan. PBV dapat diperbandingkan antara perusahaanperusahaan yang sama sebagai petunjuk adanya under atau
overvaluation.

13
Universitas Sumatera Utara

c. Perusahaan-perusahaan dengan earning negatif, yang tidak bisa
dinilai dengan menggunakan price earning ratio (PER) dapat
dievaluasi menggunakan PBV.

2.1.4. Dividend Policy (Kebijakan Dividen)
“Dividen adalah pembagian laba kepada para pemegang saham
dari suatu perusahaan secara proporsional sesuai dengan jumlah
lembar saham yang dipegang oleh masing-masing pemilik “(Stice,
Stice, Skousen, 2009 : 902).
Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh
perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen
atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan
investasi di masa datang (Sartono, 2010). Dividen dapat dibagikan
dalam bentuk tunai (cash dividend), aset yang lain (property
dividend), surat hutang (notes dividend), ataupun saham (stock
dividend).
Kebijakan dividen didasarkan pada pertimbangan kepentingan
pemegang saham dan juga kepentingan perusahaan.

Kebijakan

dividen penting karena dua alasan, yaitu:
1. pembayaran dividen akan mempengaruhi harga saham.
2. laba yang ditahan (retained earning) biasanya merupakan sumber

tambahan modal sendiri yang terbesar dan terpenting untuk
pertumbuhan perusahaan.

14
Universitas Sumatera Utara

Kedua alasan tersebut membuat kebijakan dividen harus
diputuskan secara hati-hati dan teliti agar kedua alasan tersebut dapat
terpenuhi secara optimal. Keown, et al, (2011) mengatakan ada tiga
pandangan teori yang biasa digunakan sebagai landasan dalam
menentukan kebijakan dividen. Ketiga teori tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Dividend Irrelevance Theory
Pendukung utama teori ini adalah Merton Miller dan
Franco Modigliani (MM). Mereka berpendapat bahwa
nilai sebuah perusahaan akan tergantung hanya pada
kemampuan perusahaan memperoleh laba dari aset
perusahaan, bukan pada bagaimana laba tersebut akan
dibagi menjadi dividen dan saldo laba ditahan.
2. A Bird In The Hand Theory
Teori ini dicetuskan oleh Myron Gordon dan John Lintner
yang berpendapat bahwa pembagian dividen berpengaruh
secara positif terhadap nilai perusahaan. Teori ini
mengacu pada konsep time value of money dimana
dividen saat ini seharusnya memiliki nilai yang lebih
tinggi dibanding capital gain di masa depan.
3. Tax Preference Theory
Teori ini menyebutkan bahwa sebenarnya pembagian
dividen merugikan investor. Hal ini dikarenakan adanya
pajak yang harus dibayar ketika dividen dibagikan. Lain
halnya dengan capital gain yang tidak perlu membayar
pajak sampai saham terjual. Sesuai dengan konsep time
value of money maka pembayaran pajak pada masa yang
akan datang lebih menguntungkan dibandingkan dengan
pembayaran pajak pada saat ini dengan jumlah yang
sama.

Kebijakan dividen yang dikatakan optimal akan tercermin pada
peningkatan harga saham. Secara umum, manajer tidak ingin
menerbitkan saham biasa yang baru. Pertama, saham baru melibatkan

15
Universitas Sumatera Utara

biaya penerbitan yaitu, komisi, fee dan seterusnya dan biaya-biaya
tersebut dapat dihindari dengan menggunakan laba ditahan untuk
membiayai kebutuhan likuiditas perusahaan. Ketidaksamaan informasi
mengakibatkan investor memandang emisi baru saham biasa sebagai
isyarat negatif sehingga menurunkan pengharapan investor mengenai
prospek perusahaan di masa depan. Hasil akhirnya adalah bahwa
pengumuman emisi saham biasanya mengakibatkan penurunan harga
saham.
Dividen perusahaan dapat diiukur dengan Dividend Payout Ratio
(DPR). DPR menunjukkan rasio dividen yang dibagikan perusahaan
dengan laba bersih yang dihasilkan perusahaan (Subramanyam &
Wild, 2010:45). DPR yang tinggi akan menguntungkan pemegang
saham namun pihak perusahaan tidak mengharapkan hal tersebut
terjadi karena dapat memperlemah keuangan internal sehingga laba
ditahan semakin berkurang. Di sisi lain DPR yang kecil akan
merugikan pemegang saham dan menguntungkan perusahaan melalui
internal financial yang semakin kuat.
Aspek utama dari kebijakan dividen perusahaan adalah
menentukan alokasi laba yang tepat antara pembayaran dividen dengan
penambahan laba ditahan perusahaan (Horne dan Wachowicz, 2012).
Faktor yang dapat dan harus dianalisis perusahaan dalam praktik
ketika melakukan pendekatan terhadap keputusan dividen :
1. Kebutuhan dana bagi perusahaan

16
Universitas Sumatera Utara

2. Likuiditas perusahaan
3. Kemampuan untuk meminjam
4. Pembatasan-pembatasan dalam perjanjian hutang
5. Pengendalian perusahaan

2.1.5. Cash Holdings
“Kas adalah salah satu aset yang siap dikonversikan menjadi aset
jenis lainnya. Oleh karena karakteristik tersebut, maka kas merupakan
aset yang paling mungkin untuk digunakan dan dibelanjakan dengan
tidak tepat” (Kieso Weygandt, 2007). Bahkan, karena besarnya
volume transaksi tunai, sejumlah kesalahan dapat terjadi pada
pelaksanaan dan pencatatan kas. Untuk melindungi kas dan menjamin
pencatatan akuntansi kas, pengendalian internal atas kas merupakan
hal yang mutlak.
Kas ini merupakan aset yang tidak dapat menghasilkan “laba”,
dalam arti tidak bisa untuk mendapatkan laba secara langsung dalam
operasi perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha
pengelolaan (manajemen) kas yang efektif dan efisien sehingga
pemanfaatan kas tersebut dapat optimal.
Kas merupakan salah satu aset yang memiliki tingkat likuiditas
paling tinggi, yaitu memenuhi kewajiban-kewajiban yang harus
segera dipenuhi atau kewajiban jangka pendek. Semakin besar jumlah
kas yang tersedia di perusahaan, maka makin tinggi pula

17
Universitas Sumatera Utara

likuiditasnya. Namun, persediaan kas yang terlalu besar yang berarti
likuiditasnya tinggi bukan berarti perusahaan tersebut baik. Adanya
kas yang terlalu besar berakibat pemanfaatan kas tersebut kurang
efisien karena kas tersebut menganggur dan tidak menghasilkan
keuntungan. Oleh karena itu, tingkat kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan (rentabilitas) menjadi rendah. Dengan
demikian perusahaan akan berusaha agar rentabilitasnya tinggi namun
tidak mengabaikan tingkat likuiditasnya.
Ketersediaan kas dalam perusahaan merupakan hal yang mutlak.
Setiap saat, perusahaan harus memiliki persediaan kas minimal yang
harus ada atau sering disebut persediaan besi (safety cash). Persediaan
kas minimal ini bertujuan untuk menjaga agar kelangsungan operasi
perusahaan tetap terjamin dan dapat memenuhi kewajiban finansial
perusahaan apabila sewaktu-waktu harus dibayar. Kewajiban finansial
ini dapat berupa hutang lancar maupun biaya-biaya baik biaya tetap
maupun biaya variabel yang harus segera dibayar untuk kelangsungan
operasi perusahaan. Jumlah uang kas minimal yang harus ada di
perusahaan berbeda-beda. Hal ini sangat tergantung pada besar
kecilnya perusahaan dan kemampuan perusahaan tersebut.
2.1.6. Profitability (Profitabilitas)
Profitabilitas

merupakan

salah

satu

faktor

yang

dapat

mempengaruhi nilai perusahaan. Profitabilitas adalah kemampuan
perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan,

18
Universitas Sumatera Utara

total aset maupun modal sendiri (Sartono, 2012). Laba perusahaan
selain merupakan indikator kemampuan perusahaan memenuhi
kewajiban bagi para penyandang dananya, juga merupakan elemen
dalam menciptakan nilai perusahaan yang menunjukkan prospek
perusahaan pada masa yang akan datang.
Analisis

profitabilitas

merupakan

analisis

kemampuan

perusahaan dalam mendayagunakan kekayaan yang ada untuk
menghasilkan laba pada periode tertentu yang diukur melalui rasiorasio profitabilitas. (Brigham 2010). Rasio profitabilitas yang
digunakan dalam penelitian ini adalah rasio pengembalian atas ekuitas
(ROE) karena merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang
pemegang saham. Bila profitabilitas suatu perusahaan meningkat
maka investor akan memiliki ekspektasi dan kepercayaan lebih
terhadap perusahaan. Para investor beranggapan bahwa perusahaan
yang mempunyai profit besar akan menghasilkan return yang besar
pula. Semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
laba, maka akan menaikkan nilai perusahaan yang ditunjukkan
dengan kenaikan harga saham perusahaan.
ROE merupakan perbandingan antara laba bersih sesudah pajak
dengan total ekuitas. ROE merupakan suatu pengukuran dari
penghasilan (income) yang tersedia bagi para pemilik perusahaan
(baik pemegang saham biasa maupun pemegang saham preferen) atas
modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan. ROE

19
Universitas Sumatera Utara

memperlihatkan sejauh manakah perusahaan mengelola modal sendiri
secara efektif, mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah
dilakukan pemilik modal sendiri atau pemegang saham perusahaan.

2.1.7. Institutional Ownership (Kepemilikan Institusional)
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham oleh pihakpihak yang berbentuk institusi seperti yayasan, bank, perusahaan
asuransi, perusahaan investasi, dana pensiun, perusahaan berbentuk
perseroan (PT), dan institusi lainnya. Institusi biasanya dapat
menguasai mayoritas saham karena mereka memiliki sumber daya
yang lebih besar dibandingkan dengan pemegang saham lainnya. Oleh
karena menguasai saham mayoritas, maka pihak institusional dapat
melakukan pengawasan terhadap kebijakan manajemen lebih kuat
dibandingkan dengan pemegang saham lain.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan
institusional

memiliki

peranan

yang

sangat

penting

dalam

meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan
pemegang saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu
menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan
yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional
terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah
percaya terhadap tindakan manipulasi laba. Monitoring tersebut

20
Universitas Sumatera Utara

tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham.
Pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan
melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal.
Tingkat

kepemilikan

institusional

yang

tinggi

akan

menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor
institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic
manajer. Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka
semakin

besar

pula

kekuatan

suara

dan

dorongan

untuk

mengoptimalkan nilai perusahaan.
Kepemilikan institusional memiliki kelebihan antara lain:
1. Memiliki profesionalisme dalam menganalisis informasi sehingga
dapat menguji keandalan informasi.
2. Memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan
lebih ketat atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan.

2.2. Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan nilai
perusahaan, antara lain :
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No.
1.

Nama
Peneliti
Pardede,
Ernita
Sartika
(2015)

Judul
Penelitian
Analisis
Pengaruh
Keputusan
Pendanaan,
Kebijakan
Dividen,
Keputusan

Variabel
Penelitian
Variabel
Dependen :
Nilai Perusahaan
Variabel
Independen :
1. Keputusan

Hasil Penelitian
Secara Parsial :
1.

Keputusan pendanaan dan
kebijakan deviden
berpengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap
nilai perusahaan

21
Universitas Sumatera Utara

2.

3.

4.

Fenty
Kerryanto
(2015)

Cintamy
Praninta
Putri
(2014)

Sujoko dan
Soebintoro
(2007)

Investasi, dan
Profitabilitas
Terhadap
Nilai
Perusahaan
Manufaktur
Sektor
Industri
Barang
Konsumsi
yang terdaftar
di BEI Tahun
2011-2013
Pengaruh
Mekanisme
Corporate
Governance,
Struktur
Kepemilikan,
Cash
Holdings
Terhadap
Nilai
Perusahaan
Pada Sektor
Manufaktur
di BEI Tahun
2010-2013
Analisis
Pengaruh
Rasio
Profitabilitas
Terhadap
Nilai
Perusahaan
Manufaktur
Sub-sektor
Otomotif dan
Komponen di
BEI

Pengaruh
Struktur
Kepemilikan
Saham,
Leverage,
Faktor Intern
Dan Faktor
Ekstern
Terhadap
Nilai
Perusahaan
(Studi

Pendanaan
2.Kebijakan
Deviden
3.Keputusan
Investasi
4.Profitabilitas

2.

Keputusan investasi dan
ROE berpengaruh positif
dan signifikan terhadap nilai
perusahaan

Secara simultan :
Keputusan pendanaan, kebijkan
deviden, keputusan investasi, dan
ROE berpengaruh signifikan
terhadap nilai perusahaan
Variabel
Dependen :
Nilai perusahaan
Variabel
Independen :
1. Dewan Direksi
2. Komisaris
Independen
3. Kepemilikan
Manajerial
4.Cash Holdings

Variabel
Dependen :
1. Nilai
Perusahaan
Variabel
Independen :
1.Net Profit
Margin (NPM)
2. Earning Per
Share (EPS)
3.Return On
Assets (ROA)
4.Return On
Equity (ROE)
Variabel
Dependen :
Nilai Perusahaan
Variabel
Independen :
1.Kepemilikan
institusional
2.Kepemilikan
manajerial
3.Suku bunga
4.Keadaan pasar

1.

Dewan direksi, komisaris
independen, dan cash
holdings berpengaruh positif
terhadap nilai perusahaan

2.

Kepemilikan manajerial
tidak berpengaruh terhadap
nilai perusahaan.

1.

NPM dan ROA berpengaruh
positif terhadap nilai
perusahaan.

2.

EPS dan ROE tidak
memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap nilai
perusahaan.

1.

Kepemilikan institusional,
suku bunga, dan leverage
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap nilai
perusahaan.
Kepemilikan manajerial
tidak berpengaruh signifikan
terhadap nilai perusahaan
Keadaan pasar modal,
pertumbuhan pasar,
profitabilitas, pembayaran
deviden, ukuran perusahaan,

2.

3.

22
Universitas Sumatera Utara

empirik pada
perusahaan
manufaktur
dan non
manufaktur di
Bursa Efek
Jakarta)

5.

Sukirni,
Dwi
(2012)

Kepemilikan
Manajerial,
Kepemilikan
Institusional,
Kebijakan
Deviden Dan
Kebijakan
Hutang
Analisis
Terhadap
Nilai
Perusahaan

modal
5.Pertumbuhan
pasar
6.Profitabilitas
7.Pembayaran
deviden
8.Ukuran
perusahaan
9.Pangsa pasar
relatif
10.Leverage
Variabel
Dependen :
Nilai Perusahaan
Variabel
Independen :

dan pangsa pasar relatif
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap nilai
perusahaan.

1.

2.

1.Kepemilikan
Manajerial
3.
2.Kepemilikan
Insitusional
3.Kebijakan
Deviden

4.

4.Kebijakan
Hutang

6.

Zangina
Isshaq,
Godfred A.
Bokpin,
Joseph
Mensah
Onumah
(2009)

Corporate
governance,
ownership
structure,
cash
holdings, and
firm value on
the Ghana
Stock
Exchange

Variabel
Dependen :
Firm Value
Variabel
Independen:
1. Corporate
governance
(Board size,
Board
Independennce,
board intensity),
2.ownerships
Structure
3.cash holding

1.

2.

Kepemilikan manajerial
berpengaruh negatif secara
signifikan terhadap nilai
perusahaan
Kepemilikan institusional
dan kebijakan hutang
berpengaruh positif secara
signifikan terhadap nilai
perusahaan
Kebijakan deviden
berpengaruh positif secara
tidak signifikan terhadap
nilai perusahaan
kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional,
kebijakan deviden dan
kebijakan hutang
berpengaruh secara
bersama-sama terhadap nilai
perusahaan.
Board size, board
independen, board intensity,
DPR, dan leverage
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap firm
value.
cash holdings tidak
berpengaruh signifikan
terhadap firm value.

Variabel
Kontrol:
leverage, DPR,
Tobins Q)
7.

Taimi
Megameno
Engombe

Dividend
Policy and Its
Impact on

Variabel
Dependen :
Firm Value

Dividend payout ratio berpengaruh
positif terhadap nilai perusahaan

23
Universitas Sumatera Utara

(2014)

8.

Chen, Li-Ju
Chen,
Shun-Yu
(2011)

Firm Value:
A Review of
Theories and
Empirical
Evidence
The influence
of
profitability
on firm value
with capital
structure as
the mediator
and firm size
and industry
as
moderators

Variabel
Independen :
Deividend Policy
Variabel
Dependen :
Firm Value
Variabel
Independen :
Profitability

1. Profitabilitas memiliki hubungan
yang signifikan positif dengan nilai
perusahaan.
2. profitabilitas memiliki pengaruh
signifikan negatif pada leverage.

Variabel
Intervening:
Capital Structure
Variabel
Moderator:
1.Firm Size
2.Industry

Sumber : data diolah oleh peneliti

2.3. Kerangka Konseptual
Salah

satu

tujuan

manajer

keuangan

adalah

memaksimumkan

kemakmuran pemegang saham melalui maksimalisasi nilai perusahaan
(Sartono, 2012). Kemakmuran pemegang saham akan meningkat apabila
harga saham yang dimilikinya meningkat. Sementara itu harga pasar saham
menunjukkan nilai perusahaan.
Investor yang melakukan investasi mengharapkan return berupa capital
gain ataupun dividen. Dividen merupakan pembagian laba kepada para
pemegang saham dari suatu perusahaan secara proporsional sesuai dengan
jumlah lembar saham yang dipegang oleh masing-masing pemilik (Stice,
Stice, Skousen, 2009). Perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan
bagi perusahaannya tetapi dengan membayarkan dividen kepada para investor

24
Universitas Sumatera Utara

maka akan mengurangi sumber dana internal perusahaan, sehingga kedua
tujuan tersebut selalu bertentangan.
Manajer yang sekaligus pemegang saham akan meningkatkan nilai
perusahaan karena dengan meningkatkan nilai perusahaan, maka nilai
kekayaannya sebagai pemegang saham akan meningkat juga. Tetapi jika
manajer tidak terlibat dalam kepemilikan saham, maka mereka hanya
memikirkan gaji serta kebutuhan akan barang mewah dan menyumbangkan
dana perusahaan untuk nama baik pribadinya tetapi atas beban pemegang
saham lainnya (Brigham dan Houston, 2010). Perusahaan harus dapat
mengalokasikan laba bersihnya dengan bijaksana untuk memenuhi dua
kepentingan yang berbeda. Pembuatan keputusan yang tepat dalam kebijakan
dan pembayaran dividen dapat memaksimalkan nilai perusahaan dan nilai para
pemegang saham.
Perusahaan harus memiliki persediaan kas minimal yang bertujuan untuk
menjaga agar kelangsungan operasi perusahaan tetap terjamin dan dapat
memenuhi kewajiban finansialnya apabila sewaktu-waktu harus dibayar.
Namun perusahaan yang memiliki persediaan kas yang terlalu besar juga tidak
baik, karena kas tersebut tidak dapat menghasilkan laba secara langsung
apabila hanya didiamkan saja (idle fund). Sementara para investor ingin agar
uang yang mereka tanamkan menghasilkan return yang tinggi. Jadi manajer
keuangan berperan penting dalam mengambil kebijakan untuk menentukan
jumlah kas optimal yang dimiliki perusahaan sehingga para investor dapat
melihat situasi ini sebagai sebuah sinyal yang menggambarkan efektifitas

25
Universitas Sumatera Utara

manajemen perusahaan dalam mengelola dananya dan menjadi andil dalam
menentukan naik turunnya nilai perusahaan.
Profitabilitas

merupakan

kemampuan

suatu

perusahaan

dalam

menghasilkan laba. Kemampuan membayar dividen erat hubungannya dengan
kemampuan perusahaan memperoleh laba. Jika perusahaan memperoleh laba
yang besar, maka kemampuan membayar dividen juga besar. Oleh karena itu,
dengan dividen yang besar akan meningkatkan nilai perusahaan (Martono dan
Harjito, 2010).
Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam mempengaruhi
kebijakan perusahaan dan memonitor kinerja manajemen sehingga dapat
menghalangi perilaku opportunistic manajer. Semakin besar kepemilikan yang
dimiliki

institusional

maka

semakin

besar

juga

dorongan

untuk

mengoptimalkan nilai perusahaan.
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka kerangka konseptual dapat digambarkan
sebagai berikut :

26
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

Variabel Independen
Dividend Policy
H1

Cash Holdings
H2

H3

Variabel Dependen
Firm Value

Profitability
H4

Institusional
Ownership

H5

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa penelitian ini menggunakan
variabel independen (X) yaitu Dividend Policy, Cash Holdings, Profitability,
dan Institutional Ownership sedangkan variabel dependen (Y) yaitu Firm
Value.

27
Universitas Sumatera Utara

2.4. Hipotesis Penelitian
2.4.1. Pengaruh Dividend Policy terhadap Firm Value
Teori sinyal menyatakan bahwa faktor internal perusahaan yaitu
kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Kenaikan
dividen sering diikuti dengan kenaikan harga saham sehingga
meningkatkan nilai perusahaan. Berdasarkan Theory Bird In The hand,
besarnya dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham akan
menjadi daya tarik bagi pemegang saham karena sebagian investor
menilai dividen bersifat lebih pasti. Banyaknya investor yang
berinvestasi di perusahaan tersebut dapat menyebabkan meningkatnya
harga saham sehingga dengan meningkatnya harga saham akan
meningkatkan nilai perusahaan itu sendiri. Jadi kebijakan dividen yang
ditetapkan oleh perusahaan dapat mempengaruhi nilai perusahaan.
Dari pernyataan di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut :
H1 : Dividend Policy berpengaruh positif terhadap Firm Value.

2.4.2. Pengaruh Cash Holdings terhadap Firm Value
Kas merupakan salah satu aset yang memiliki tingkat likuiditas
paling tinggi. Semakin besar jumlah kas yang tersedia di perusahaan,
maka makin tinggi pula likuiditasnya. Namun, persediaan kas yang
terlalu besar yang berarti likuiditasnya tinggi bukan berarti perusahaan
tersebut baik. Adanya kas yang terlalu besar berakibat pemanfaatan

28
Universitas Sumatera Utara

kas tersebut kurang efisien karena kas tersebut menganggur dan tidak
menghasilkan keuntungan. Jadi manajer keuangan berperan penting
dalam mengambil kebijakan untuk menentukan jumlah kas optimal
yang dimiliki perusahaan sehingga para investor dapat melihat situasi
ini sebagai sebuah sinyal yang menggambarkan efektifitas manajemen
perusahaan dalam mengelola dananya dan menjadi andil dalam
menentukan naik turunnya nilai perusahaan. Dari pernyataan di atas
maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2 : Cash Holdings berpengaruh terhadap Firm Value.

2.4.3. Pengaruh Profitability terhadap Firm Value
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba
dalam hubungannya dengan penjualan, total aset maupun modal
sendiri (Sartono, 2012). Bila profitabilitas suatu perusahaan meningkat
maka investor akan memiliki ekspektasi dan kepercayaan lebih
terhadap perusahaan. Para investor beranggapan bahwa perusahaan
yang mempunyai profit besar akan menghasilkan return yang besar
pula. Semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
laba, maka akan menaikkan nilai perusahaan yang ditunjukkan dengan
kenaikan harga saham perusahaan. Dari pernyataan di atas maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H3 : Profitability berpengaruh positif terhadap Firm Value.

29
Universitas Sumatera Utara

2.4.4. Pengaruh Institutional Ownership terhadap Firm Value
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham oleh pihakpihak yang berbentuk institusi seperti yayasan, bank, perusahaan
asuransi, perusahaan investasi, dana pensiun, perusahaan berbentuk
perseroan (PT), dan institusi lainnya. Institusi biasanya dapat
menguasai mayoritas saham karena mereka memiliki sumber daya
yang lebih besar dibandingkan dengan pemegang saham lainnya. Oleh
karena menguasai saham mayoritas, maka pihak institusional dapat
melakukan pengawasan terhadap kebijakan manajemen lebih kuat
dibandingkan dengan pemegang saham lain.
Investor institusional sering disebut sebagai investor yang
canggih

(sophisticated

investor)

karena

dianggap

memiliki

kemampuan untuk mengendalikan perilaku manajemen dalam kegiatan
operasional perusahaan dan lebih dapat menggunakan informasi
periode sekarang dalam memprediksi laba masa depan dibandingkan
dengan investor non intitusional.
Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan
usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional
sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Semakin
besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka semakin besar pula
kekuatan suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan.
Dari pernyataan di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:

30
Universitas Sumatera Utara

H4 : Dividend Policy berpengaruh positif terhadap Firm Value.

2.4.5. Pengaruh Dividend Policy, Cash Holdings, Profitability, dan
Institutional Ownership terhadap Firm Value
Nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh
calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Harga yang bersedia
dibayar oleh calon pembeli diartikan sebagai harga pasar atas
perusahaan itu sendiri. Di bursa saham, harga pasar berarti harga yang
bersedia dibayar oleh investor untuk setiap lembar saham perusahaan.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa nilai perusahaan merupakan
persepsi investor terhadap perusahaan selalu dikaitkan dengan harga
saham. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan,
diantaranya Dividend Policy, Cash Holdings, Profitability, dan
Institutional Ownership
Besarnya dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham
akan menjadi daya tarik bagi pemegang saham karena sebagian
investor menilai dividen bersifat lebih pasti. Banyaknya investor yang
berinvestasi di perusahaan tersebut dapat menyebabkan meningkatnya
harga saham sehingga dengan meningkatnya harga saham akan
meningkatkan nilai perusahaan itu sendiri.
Jumlah kas optimal yang dimiliki perusahaan merupakan sebuah
sinyal bagi investor yang menggambarkan efektifitas manajemen

31
Universitas Sumatera Utara

perusahaan dalam mengelola dananya dan menjadi andil dalam
menentukan naik turunnya nilai perusahaan.
Bila profitabilitas suatu perusahaan meningkat maka investor
akan memiliki ekspektasi dan kepercayaan lebih terhadap perusahaan.
Semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba,
maka akan menaikkan nilai perusahaan yang ditunjukkan dengan
kenaikan harga saham perusahaan.
Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan
usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional
sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Semakin
besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka semakin besar pula
kekuatan suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan.
Dari pernyataan di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H5 : Dividend Policy, Cash Holdings, Profitability, dan
Institutional Ownership berpengaruh secara simultan terhadap Firm
Value.

32
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Implikasi Struktur Kepemilikan Dan Keputusan Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan:Metode Structural Equation Modeling(SEM) : Studi empiris perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia

0 5 142

Analisis pengaruh struktur kepemilikan,Keputusan Investasi,Keputusan Pendanaan,Dan Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan

0 5 144

Pengaruh Dividend Policy, Cash Holdings, Profitability, dan Institutional Ownership terhadap Firm Value pada Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 3 101

Pengaruh Dividend Policy, Cash Holdings, Profitability, dan Institutional Ownership terhadap Firm Value pada Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 11

Pengaruh Dividend Policy, Cash Holdings, Profitability, dan Institutional Ownership terhadap Firm Value pada Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Pengaruh Dividend Policy, Cash Holdings, Profitability, dan Institutional Ownership terhadap Firm Value pada Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 7

Pengaruh Dividend Policy, Cash Holdings, Profitability, dan Institutional Ownership terhadap Firm Value pada Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 3

Pengaruh Dividend Policy, Cash Holdings, Profitability, dan Institutional Ownership terhadap Firm Value pada Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 14

Pengaruh Corporate Governance, Profitability, Dan Foreign Ownership Terhadap Dividend Policy Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2014-2016

0 1 10

PENGARUH INSTITUTIONAL OWNERSHIP TERHADAP FIRM VALUE MELALUI DIVIDEND POLICY PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2013-2015

0 0 12