TUGAS MAKALAH ASAS ASAS HUKUM PEMERINTAH

TUGAS MAKALAH
ASAS-ASAS HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH

OLEH
RASYIDAH MASDULHAK (S21301043)

PROGRAM PASCASARJNA MAGISTER ILMU HUKUM
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM SULTAN ADAM
BANJARMASIN
2014

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb,
Ucapan syukur tak pernah lupa kita haturkan kepada sang pencipta Allah SWT yang telah
memberikan saya kesehatan sehingga tanpa halangan yang berarti saya telah menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “ ASAS-ASAS HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH” yang
tentunya tak akan selesai dengan baik tanpa referensi dan literature yang sangat membantu
selesainya makalah ini.
Makalah ini berisi penjelasan mengenai apa saja asas-asas pemerintahan daerah yang
sekarang ini digunakan untuk membentuk pemerintahan daerah yang selaras dan seimbang.

Dan tentunya saya berharap dengan adanya makalh ini dapat menjadi referensi untuk temanteman sekalian.
pada dasarnya makalah ini masih sangat memiliki kekurangan baik dari segi penulisan
maupun dari isinya yang belum bisa saya perbaiki karena keterbatasan pengetahuan, untuk itu
saya sangat memerlukan respon pembaca baik berupa kritikan serta saran yang pastinya
sangat membangun dan sangat bermanfaat dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Terima kasih. Wassalam.

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pembagian kekuasaan Negara bertujuan supaya kekuasaan tidak bertumpuk pada satu
tangan/satu badan. Membagi kekuasaan dalam Negara menurut hukum pemerintahan
yang terbagi atas Negara kesatuan yaitu sentralisasi dan desentralisasi serta Negara
federal yang terbagi atas pemerintahan federal dan pemerintahan Negara bagian.
Limpahan kewenangan itu disebut otonomi daerah sedangkan daerah yang menerima
di sebut daerah otonom.
Indonesia adalah Negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah provinsi. Daerah
provinsi itu dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah
mempunyai pemerintahan daerah beserta asas-asas yang diatur dengan undangundang. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan asas tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam system prinsip Negara kesatuan
republic Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
provinsi,kabupaten dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota diatur
dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah,
hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan
secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

BAB II
PEMBAHASAN

LANDASAN HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH

1. UUD 1945
Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara kesatuan
berbentuk republik”. Dengan demikian, adanya daerah yang mempunyai kewenangan untuk
mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri harus diletakkan dalam kerangka negara
kesatuan bukan negara federasi.

Pasal 18 berbunyi sebagai berikut:
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi
itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan perwakilan
Rakyat Daerah yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi,
kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya. Kecuali urusan pemerintahan
yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Di dalam Pasal 18A UUD 1945, disebutkan bahwa hubungan wewenang antara pemerintah
pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan
kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan
keragaman daerah. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam

dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan
dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Selanjutnya, dalam Pasal 18B UUD 1945 ditegaskan bahwa (1) Negara mengakui dan
menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa
yang diatur dengan undang-undang; (2) Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Pasal 18 UUD 45 mengatur tentang pembagian wilayah negara kesatuan RI sebagai berikut: ”
pembagian daerah indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan sususnan
pemerintahnya ditetapkan dengan UU, dengan memandang dan mengingati dasar
pemsyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak/ hak usul-usul dalam daerahdaerah yang bersifat istimewa.

Masa Konstitusi RIS
Dalam Pasal 51 Konstitusi RIS
(1)

Penyeleggaraan pemerintahan tentang pokok-pokok yang terdaftar dalam lampiran
konstitusi dibebankan semata-mata kepad RIS

(2) Daftar lampiran penyelenggaraan pemeri ntahan yang tersebut dalam ayat (1) diubah, baik
atas permintan daerah-daerah bagian bersama-sama ataupun atas inisiatif pemerintah


federal,sesudah mendapatkan persetujuan/persesuaian dengan daerah-daerah bagian bersamasama, menurut acara yang ditetapkan dengan undang-undang federal.
Dalam konstitusi tersebt penagturan pemerintahan daerah tidak termasuk urusan
pemerintahan federal, akan tetapi menajdi urusan negara bagian masing-masing.

Pasal 47 Konstitusi RIS
”peraturan-peraturan ketatanegaraan negara-negara haruslah menjamin hak atas kehidupan
rakyat sendiri kepada pelbagai persekutuan rakyat didalam lingkungan daerah mereka dan
harus pula mengadakan kemungkinan untuk mewujudkan hal itu secara keseragaman aturan
tentang penyusunan itu secara demokrasi dalam daerah-daerah otonom.”
Pasal 65
”mengatur kedudukan daerah-daerah swapraja masuk dalam tugas dan kekuasan daerahdaerah bagian yang bersangkutan dengan pengertian, bahwa mengatur itu dilakukan dengan
kontrak yang diadakan antar daerah bagian dan daerah-daerah swapraja bersangkutan dan
bahwa dalam kontrak itu kedudukan istimewa swapraja akan diperhatikan dan bahwa tidak
ada satupun dari daerah-daerah swapraja yang sudah ada daapt dihapuskan atau diperkecil
bertentangan kehendaknya, kecuali untuk kepentinagn umum dan sesudah UU federal yang
menyatakan bahawa kepentingan umum menuntut penghapusan atau pengecualian itu,
memberi kuasa untuk itu kepada pemerintah daerah bagian bersangkutan.”

Masa UUDS 1950

Tentang pemerintahn daerah diatur dalam pasal 131, 132, dan 133.
Pasal 131
(1) Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah
tangganya sendiri, dengan bentuk susunan pemerintahanya ditetapkan dengan UU, dengan

memandang dan mengingati dasar pemusyawaratan dan dasar perwakilan dalam sistem
pemerintahan negara.
(2) Kepala daerah diberi otonomi seluas-luasnya untuk mengurus rumah tangganya sendiri.
(3) Dengan UU dapat diserahkan penyelenggaraan tugas-tugas kepada daerah-daerah yang tidak
termasuk dalam rumah tangganya.
Pasl 132
(1)

Kedudukan darah swapraja diatur dengan UU dengan ketentuan bahwa dalam bentuk
susunan pemerintahanya harus mengingat pula pasal 131, dasar-dasar pemusyawaratan dan
perwakilan dalam sistem pemerintahan negara.

(2) ...
(3) ...
Pasal 133

” Sambil menungu ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 132, maka
peraturan-peraturan yang sudah ada tetap berlaku,dengan pengertian bahwa pejabat lama
daerah bagian, yang tersebut dalam peraturan ini diganti”

UU No 22 tahun 1948
Daerah NKRI tersusun atas tiga tingaktan:


Provinsi



Kabupaten/kota ( kota besar)



Desa ( kota kecil )

Sesuai yurisidis fungsional pemerintahn NRI terdiri dari:
 Wilayah nasional merupakan wewenang pemerintahan pusat

 DT I wilayah provinsi wewenang pemerintahan provinsi
 DT II wilayah kabupaten/kota wewenang pemerintahan kabupaten/kota

 DT III wilayah desa yang merupkan pemerintahan desa.
Keempat wilayah tersebut disebut dengan otonom/swatantra yang menyelenggarakan
pemerintahan sendiri.

Latar belakang swatantra adalah:
 Apakan suatu urusan adalah urusanpusat atau daerah
 Keragaman kesatuan masyarakat hukum dan urusan otonomi tidak kongruen dengan urusan
hukum adat.
 Kepala daerah khusus harus dipilih langsung oleh rakyat dan harus mendapat pengesahan oleh
pemerintah
 Dibidang pengawasan pemerintah mengawasi DPRD + DPD menyangkut produk hukum
maupun tindakanya

Arti Dan Terminologi
Pasal 18 A UUD 45, diamanatkan tentang hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antara provinsi, kabupaten dan kota
diatur dengan UU dengan memeprhatikan kehususan dan keragaman daerah.

Pasal 18 B UUD 45 negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah
yang bersifat khusus, atau bersifat istimewa yang diatur dengan UU.
Tujuan pemrintahan daerah mempercepat terwujudanya kesejahteran masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya
saing dareah dengan mempertimbangkan prinsip demokrasi, pemeratan, keadilan,
keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah dalam NKRI.
 Peningkatan pelayanan dibidang pemerintahan, kemasyarakatan, dan pembangunan adalah hal
yang mendasar guna mendorong/ menunjang dinamika interaksi kehidupan masyarakat

seperti dalam hal rekomendasi, perijinan, dispensasi, hak berusaha, surat keterangan
kependudukan dan lain-lain.
 Pemberdayan dan peran serta masyarakat, peran serta masyarakat lebh menonjol yang dituntut
kreativitas masyarakat baik pengusaha, perencana, pengusah jasa, pengembang. Dalam
menuyusun konsep strategi pembangunan daerah dimana pemerintah hanya berperan sebatas
mempasilitasi dan mediasi.
 Peningkatan daya saing daerah, bertujuan untuk peningkatan daya saing daerah, guna
tercapainya keungulan lokal dan apabila dipupuk yang pada giliranya dapat menjadi
keunggulan daya saing nasional.
 Dengan politik hukum ini maka hal penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang bersifat otonom adalah pemberian kewenangan yang seluas-luasnya kepada adaerah

disertai dengan pemberian hak dan kewajiban tertentu
Sistem pemerintahan di Indonesia terdiri dari:
1.

Pemerintahan pusat yaitu pemerintah

2.

Pemerintahan daerah, seperti pemerintah provinisi dan pe merintah kabupaten/kota.

3.

Pemerintahan desa.

Hubungan Antar Kebijakan Politik, Mekanisme Pengawasan, Dan Pertanggung Jawaban
Pemerintah Daerah
UU

Kebijakan politik


Mekanisme

Pertangung

No 5 tahun 1974

Uniform birokratik

pengawasan
Persetujuan pejabat

jawaban
Kepada presiden

No. 22 tahun 1999

Demokratis,transparansi

yang berwenang
Sifatnya hanya

Tanggung jawab

No. 32 tahun 2004

, dan akuntabiitas
Kesetaraan check and

melaporkan
Sistem evaluasi

kepada DPRD
Hanya sebatas

balance

laporan

Hubungan Antar Kebijakan Politik, Asas Otonomi, dan Prinsip Penyelenggaraan
Pemerintah
UU

Kebijakan politik

Asas otonomi

Prinsip penyelenggaraan

No 5 tahun

Uniform

Nyata dan

pemerintahan
Desentralisasi,

1974

birokratik

bertanggung jawab

dekonsentrasi dan

Demokratis,transp

Luas, nyata, dan

pembantuan
Sama

tahun 1999

ara-nsi dan

bertanggung jawab

No. 32

akuntabilitas
Kesetaraan, check

Seluas-luasnya, nyata

tahun 2004

and balances

dan bertanggung

No. 22

Sama

jawab
Pemerintahan Daerah ( Regional Government ) khusus tentang asas pemerintahan daerah
saja
Terdapat istilah “pemerintahan daerah” yaitu satuan pemerintahan dibawah pemerintah pusat
yang memiliki wewenang pemerintahan sendiri.menurut UU No 5 tahun 1974

pemerintahandaerah adalah satuan pemerintahandibawah pemerintah pusat yang berhak
untuk mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangga
sendiri.
Dalam teori HTN dikenal dua bentuk pemerintahan daerah:
Pemerintahan daerah administratief yaitu suatu satuan pemerintahan daerah dibawah
pemerinthan pusat yang semata-mata hanya menyelenggarakan pemerintahan pusat
diwilayah-wilayah negara, dengan demikian pemerintahan daerah admisnistratief merupakan
perpanjangan tangan dari pemerintah pusat. Ciri-ciri dari pemerintahan daerah administratief
antra lain:
 Kedudukanya merupakan wakil dari pemerintah pusat yang ada didaerah
 Urusan pemerintahan yang diselengarakan pada hakeketnya adalah urusan-urusan pemerintah
pusat
 Bersifat administratief semata
 Pelaksana dari urusan pemeerintahan dijalankan oleh pejabat pemerintah pusat yang
ditempatkan didaerah
 Hubungan antara pemerintahan daerah dengan pemerintahan pusat seperti hubungan atasan dan
bawahan dalam rangka menjalankan perintah
 Seluruh penyelenggaran pemerintahan dibiayai dan mempergunakan sarana dan prasarana dari
pemerintah pusat
Pemerintahan daerah otonom, yaitu satuan pemerintahan daerah yang berada dibawah
pemerintahan pusat yang berhak atau berwenang menyelenggarkan pemerintahan sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat setempat. Dengan ciri-ciri adalah:
1)

Urusan pemerintahan pusat atau wewenang pemerintahan pusat yang diselenggarakan
pemerintahan daerah adalah wewenang pemerintahan pusat yang telah menjadi urusan rumah
tangga sendiri

2)

Pelaksanaan pemerintahan daerah dijalankan oleh pejabat-pejabat yang merupakan pegawaii
pemerintah daerah

3)

Penyelenggaraan urusan pemerintahan dijalankan atas dasar inisiatif atau prakarsa sendiri

4)

Hubungan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah adalah hubungan yang
sifatnya pengendalian dan pengawasan.

ASAS-ASAS PEMERINTAHAN DAERAH
1. Asas Desentralisasi
Asas penyelenggaraan otonomi daerah yang terpenting adalah desentralisasi (Latin:
decentrum). Desentralisasi dapat diartikan “lepas dari pusat” atau “ tidak terpusat”.
Desentralisasi sebagai suatu sistem yang dipakai dalam bidang pemerintahan merupakan
kebalikan dari sentralisasi. Dalam sistem sentralisasi, kewenangan pemerintah, di pusat

maupun di daerah, dipusatkan dalam tangan pemerintahan pusat. Pejabat-pejabat yang ada di
daerah hanya melaksanakan kehendak pemerintah pusat. Dalam sistem desentralisasi
sebagian kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lain untuk dilaksanakan.
Van Wijk dan Willem menyatakan bahwa delegasi merupakan penyerahan wewenang dari
pejabat yang satu kepada pejabat yang lainnya, atau dari badan administrasi satu kepada
badan administrasi negara. Desentralisasi sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka NKRI terdapat penyerahan wewenang.
Wewenang itu adalah penyerahan sebagian wewenang pusat ke daerah terhadap hal-hal
tertentu yang diatur dalam undang-undang.
Ada empat aspek yang menjadi tujuan desentralisasi atau otonomi daerah dalam menata
jalannya pemerintahan yang baik, (Mahfud, 2006:229) yaitu:
(1) dalam hal politik, untuk mengikutsertakan, menyalurkan inspirasi dan aspirasi
masyarakat, baik untuk kepentingan daerah sendiri maupun untuk mendukung kebijakan
nasional dalam rangka pembangunan proses demokrasi lapisan bawah.
(2) dalam hal manajemen pemerintahan, untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat
dengan memperluas jenis-jenis pelayanan dalam berbagai bidang kebutuhan masyarakat.
(3) dalam hal kemasyarakatan, untuk meningkatkan partisipasi serta untuk menumbuhkan
kemandirian masyarakat, dengan melakukan usaha empowerment masyarakat, sehingga
masyarakat makin mandiri dan tidak terlalu banyak tergantung pada pemberian pemerintah
serta memiliki daya saing yang kuat dalam proses pertumbuhan.
(4) dalam hal ekonomi pembangunan, untuk melancarkan pelaksanaan program
pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat yang makin meningkat.

Menurut Bagir Manan (1994:161-167), dasar-dasar hubungan antara pusat dan daerah dalam
kerangka desentralisasi ada empat macam, yaitu:
a. Dasar-dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara. UUD 1945
menghendaki kerakyatan dilaksanakan pada pemerintahan tingkat daerah. Ini berarti UUD
1945 menghendaki keikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan tingkat daerah,
keikutsertaan rakyat pada pemerintahan tingkat daerah hanya dimungkinkan oleh
desentralisasi.
b. Dasar pemeliharaan dan pengembangan prinsip-prinsip pemerintahan asli: pada tingkat
daerah, susunan pemerintahan asli yang ingin dipertahankan adalah yang sesuai dengan dasar
permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara.
c. Dasar kebhinekaan: “Bhineka Tunggal Ika”, melambangkan keragaman Indonesia,
otonomi, atau desentralisasi merupakan salah satu cara untuk mengendorkan “spanning” yang
timbul dari keragaman.
d. Dasar negara hukum: dalam perkembangannya, paham negara hukum tidak dapat
dipisahkan dari paham kerakyatan. Sebab pada akhirnya, hukum yang mengatur dan
membatasi kekuasaan negara atau pemerintah diartikan sebagai hukum yang dibuat atas dasar
kekuasaan atau kedaulatan rakyat.
e. Pada sistem pemerintahan yang terbaru tidak lagi banyak menerapkan sistem sentralisasi,
melainkan sistem otonomi daerah yang memberikan sebagian wewenang yang tadinya harus
diputuskan pada pemerintah pusat kini dapat diputuskan di tingkat pemerintah daerah.
Kelebihan sistem ini adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah
dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Namun
kekurangan dari sistem desentralisasi pada otonomi khusus untuk daerah adalah euforia yang
berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkan kepentingan golongan dan
kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut

terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat.
f. Pemberian kewenangan otonomi daerah kepada daerah didasarkan asas desentralisasi
dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Dengan demikian diharapkan
berimplikasi : pertama, Adanya keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan semua bidang
pemerintahan yang diserahkan dengan kewenangan yang utuh mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Kedua, Adanya perwujudan
tanggungjawab sebagai konsekuensi logis dari pemberian hak dan kewenangan tersebut
berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, berjalannya proses demokrasi,
dan mengupayakan terwujudnya keadilan dan pemerataan. Di sisi lain, kewibawaan
pemerintah akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan menyelenggarakan pelayanan publik
yang dapat memuaskan masyarakat serta memfasilitasi masyarakat dan dialog publik dalam
pembentukan kebijakan negara, sehingga pelayanan pemerintah kepada publik harus
transparan, terpercaya, serta terjangkau oleh masyarakat luas.
Kelebihan desentralisasi :
1. mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan.
2. dalam menghadapi masalah yang mendesak yang membutuhkan tindakan yang cepat,
daerah tidak perlu menunggu instruksi lagi dari pemerintah pusat.
3. dapat mengurangi birokrasi dalam arti buruk karena setiap kebutusan dapat segera
dilaksanakan.
4. mengurangi kemungkinan kesewenang-wenangan dari pemerintah pusat.
5. dapat memberikan kepuasan bagi daerah karena sifatnya lebih langsung.
Kelemahan desentralisasi :

1. karena besarnya organ-organ pemerintah, maka struktur pemerintahan bertambah
kompleks yang mempersulit koordinasi.
2. keseimbangan dan keserasian antara bermacam-macam kepentingan dan daerah dapat lebih
mudah terganggu.
3. dapat mendorong timbulnya fanatisme daerah.
4. keputusan yang diambil memerlukan waktu yang lama.
5. diperlukan biaya yang lebih banyak.
2. Asas Dekonsentrasi
Dekonsentrasi merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pejabatpejabat di daerah. Pelimpahan wewenang berdasarkan asas dekonsentrasi adalah tetap
menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, baik dari segi policy, perencanaan, pelaksanaan,
maupun pembiayaan.
Wewenang yang dilimpahkan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi ini adalah
(Penjelasan Pasal 14 UU No. 32 Tahun 2004):
Bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, seperti pekerjaan umum,
perhubungan, kehutanan, dan perkebunan.
Bidang pemerintahan tertentu yang meliputi: (1) perencanaan dan pengendalian
pembangunan regional secara makro; (2) pelatihan bidang tertentu, alokasi sumberdaya
manusia dan penelitian yang mencakup provinsi; (3) pengelolaan pelabuhan regional; (4)
pengendalian lingkungan hidup, promosi budaya/pariwisata; (5) penanganan penyakit
menular dan hama tanaman (6) perencanaan tata ruang provinsi.
Kewenangan daerah otonom Kabupaten/Kota setelah ada pernyataan dari daerah yang
bersangkutan tidak atau belum dapat melaksanakan kewenangannya.
Pelaksanaan kewenangan tersebut dilakukan dengan menselaraskan pelaksanaan otonomi
yang nyata, luas, dan bertanggung jawab.

Kelebihan dekonsentrasi adalah sebagai berikut :
1. Secara politis, eksistensi dekonsentrasi akan dapat mengurangi keluhan-keluhan daerah,
protes-protes daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat.
2. secara ekonomis, aparat dekonsentrasi dapat membantu pemerintah dalam merumuskan
perencanaan dan pelaksanaan melalui aliran informasi yang intensif yang disampaikan dari
daerah ke pusat. Mereka dapat diharapkan melindungi rakyat daerah dari eksploitasi ekonomi
yang dilakukan oleh sekelompok orang yang memanfaatkan ketidakacuhan masyarakat akan
ketidakmampuan masyarakat menyesuaikan diri dengan kondisi ekonomi modern.
3. dekonsentrasi memungkinkan terjadinya kontak secara langsung antara pemerintah dengan
yang diperintah/rakyat.
4. kehadiran perangkat dekonsentrasi di daerah dapat mengamankan pelaksanaan kebijakan
pemerintah pusat atau kebijakan nasional di bidang politik, ekonomi, dan administrasi
5. dapat menjadi alat yang efektif untuk menjamin persatuan dan kesatuan nasional.
3. asas sentralisasi
Sentralisasi yaitu sistem pemerintahan di mana segala kekuasaan dipusatkan di pemerintah
pusat.
Menurut J. In het Veld, kelebihan sentralisasi adalah :
1. menjadi landasan kesatuan kebijakan lembaga atau masyarakat.
2. dapat mencegah nafsu memisahkan diri dari negara dan dapat meningkatkan rasa
persatuan.
3. meningkatkan rasa persamaan dalam perundang-undangan, pemerintahan dan pengadilan
sepanjang meliputi kepentingan seluruh wilayah dan bersifat serupa.
4. terdapat hasrat lebih mengutamakan umum daripada kepentingan daerah, golongan atau
perorangan, masalah keperluan umum menjadi beban merata dari seluruh pihak.

5. tenaga yang lemah dapat dihimpun menjadi suatu kekuatan yang besar.
6. meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam penyelenggaraan pemerintahan meskipun
hal tersebut belum merupakan suatu kepastian.
Menurut J.T. van den Berg, kebaikan sentralisasi meliputi :
1. meletakkan dasar kesatuan politik masyarakat.
2. merupakan alat untuk memperkokoh perasaan persatuan.
3. mendorong kesatuan dalam pelaksanaan hukum.
4. membawa kepada penggalangan kekuatan.
5. dalam keadaan tertentu, sentralisasi dapat lebih efesien
Kelemahan sistem sentralisasi :
1. mengakibatkan terbengkalainya urusan-urusan pemerintahan yang jauh dari pusat.
2. menyuburkan tumbuhnya birokrasi (dalam arti negatif) dalam pemerintahan.
3. memberatkan tugas dan tanggungjawab pemerintah pusat.
4. Asas Tugas Pembantuan
Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari
pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten
kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu (Ketentuan Umum nomor 9, UU 32
Tahun 2004). Asas tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan
desa, dan dari daerah ke desa, untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan,
sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan
dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya. Pelaksanaan asas tugas
pembantuan ini dapat dilaksanakan di provinsi, kota, dan desa. Oleh karena itu, pemerintah
dalam melaksanakan asas tugas pembantuan ini, pusat dapat menerapkan di provinsi sampai

ke desa. Demikian juga provinsi dapat memberikan tugas pembantuan kepada daerah
kabupaten/kota sampai ke desa-desa. Pelaksanaan tugas pembantuan ini senantiasa untuk
memperkuat kedaulatan Indonesia sebagai negara kesatuan.
Tujuan diberikannya tugas pembantuan adalah :
1. untuk lebih meningkatkan efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan pembangunan serta
pelayanan umum kepada masyarakat.
2. bertujuan untuk memperlancar pelaksanaan tugas dan penyelesaian permasalahan serta
membantu mengembangkan pembangunan daerah dan desa sesuai dengan potensi dan
karakteristiknya.
Ada beberapa latar belakang perlunya diberikan tugas pembantuan kepada daerah dan desa,
yaitu :
1. adanya peraturan perundang-undangan yang membuka peluang dilakukannya pemberian
tugas pembantuan dari pemerintah kepada daerah dan desa dan dari pemerintah daerah
kepada desa (Pasal 18A UUD 1945 sampai pada UU pelaksananya : UU Nomor 32 Tahun
2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004).
2. adanya political will atau kemauan politik untuk memberikan pelayanan yang lebih baik
kepada seluruh lapisan masyarkat dengan prinsip lebih murah, lebih cepat, lebih mudah dan
lebih akurat.
3. adanya keinginan politik untuk menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan dan
pemberian pelayanan kepada masyarakat secara lebih ekonomis, lebih efesien dan efektif,
lebih transparan dan akuntabel.
4. kemajuan negara secara keseluruhan akan sangat ditentukan oleh kemajuan daerah dan
desa yang ada di dalam wilayahnya.
5. citra masyarakat akan lebih mudah diukur oleh masyarakat melalui maju atau mundurnya
suatu desa atau daerah. Citra inilah yang akan memperkuat atau memperlemah dukungan

masyarakat terhadap pemerintah yang sedang berkuasa (Sadu Wasistiono, 2006 : 2 – 3 ).
Menurut Ateng Syafrudin (dikutip Muhammad Fauzan, 2006 : 73), dasar pertimbangan
pelaksanaan asas tugas pembantuan antara lain :
1. keterbatasan kemampuan pemerintah dan atau pemerintah daerah.
2. sifat sesuatu urusan yang sulit dilaksanakan dengan baik tanpa mengikutsertakan
pemerintah daerah.
3. perkembangan dan kebutuhan masyarakat, sehingga sesuatu urusan pemerintahan akan
lebih berdaya guna dan berhasil guna apabila ditugaskan kepada pemerintah daerah.

Dampak dari Otonomi Daerah
 Dampak Positif Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan
otonomi daerah maka pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan
untuk menampilkan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya

wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari
pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya
sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang
didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut
memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta
membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata. Dengan
melakukan otonomi daerah maka kebijakan-kebijakan pemerintah akan
lebih tepat sasaran, hal tersebut dikarenakan pemerintah daerah cinderung
lebih menegeti keadaan dan situasi daerahnya, serta potensi-potensi yang
ada di daerahnya daripada pemerintah pusat. Contoh di Maluku dan Papua
program beras miskin yang dicanangkan pemerintah pusat tidak begitu
efektif, hal tersebut karena sebagian penduduk disana tidak bisa
menkonsumsi beras, mereka biasa menkonsumsi sagu, maka pemeritah
disana hanya mempergunakan dana beras miskin tersebut untuk
membagikan sayur, umbi, dan makanan yang biasa dikonsumsi
masyarakat. Selain itu, dengan sistem otonomi daerah pemerintah akan
lebih cepat mengambil kebijakan-kebijakan yang dianggap perlu saat itu,
tanpa harus melewati prosedur di tingkat pusat (Candra, 2011: 2).
 Dampak Negatif Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya
kesempatan bagi oknum- oknum di pemerintah daerah untuk melakukan
tindakan yang dapat merugikan Negara dan rakyat seperti korupsi, kolusi
dan nepotisme. Selain itu terkadang ada kebijakan-kebijakan daerah yang
tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan
pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkan
daerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti

Pornografi di tingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan sistem
otonomi daerah maka pemerintah pusat akan lebih susah mengawasi
jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang dengan sistem,
otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.
Otonomi daerah juga menimbulkan persaingan antar daerah yang
terkadang dapat memicu perpecahan. Contohnya jika suatu daerah sedang
mengadakan promosi pariwisata, maka daerah lain akan ikut melakukan
hal yang sama seakan timbul persaingan bisnis antar daerah. Selain itu
otonomi daerah membuat kesenjangan ekonomi yang terlampau jauh antar
daerah. Daerah yang kaya akan semakin gencar melakukan pembangunan
sedangkan daerah pendapatannya kurang akan tetap begitu- begitu saja
tanpa ada pembangunan. Hal ini sudah sangat mengkhawatirkan karena ini
sudah melanggar pancasila sila ke-lima, yaitu “Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia.” adalah Otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang- undangan (Candra, 2011: 3).

C. Masalah-masalah Hukum dalam Otonomi Daerah
 Masalah – masalah Hukum Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Menurut
Lubis (2003: 6), masalah-masalah tersebut terbagi sebagai berikut :

Ketidak – teraturan peraturan Yang dimaksud dengan ketidak-teraturan
peraturan di sini, ialah tidak sistematisnya proses perumusan kebijakan
( policy ) mengenai Pemerintahan Daerah dan Otonominya itu, jika
dibandingkan antara momen lahirnya UU No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Hubungan
Keuangan Pusat dan Daerah sebagai hasil desakan dan pukulan reformasi
dan euforia demokrasi di tahun 1998 dan 1999 dihubungkan dengan
moment lahirnya amandemen UUD 1945 (termasuk amandemen terhadap
pasal 18 UUD itu tentang Pemerintahan Daerah) sebagai hasil desakan
lanjut reformasi dan euforia demokrasi itu khususnya untuk mereformasi
konstitusi 1945 di tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002. Setelah keluarnya
UU mengenai Pemerintahan Daerah dan Keuangan Daerah timbul
masalah-masalah baru sebagai konsekwensi dari pergeseran garis
kebijakan politik dan perundang-undangan itu, Sedangkan disisi lain,
peraturan-peraturan untuk pelaksanaan tidak segera dilengkapi (organieke
verordeningen). Sebagai konsekuensi pemberlakuan sistem otonomi
daerah, dibentuk pula perangkat peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
daerah, yaitu Undang-Undang yang telah tersebut diatas yang kemudian
diganti dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU Nomor
33 Tahun 2004). Terasa kerunyaman bahkan kekurang-pastian hukum
mengenai status, posisi dan fungsi dalam konteks hubungan antara pusat
dan daerah, bahkan juga terasa adanya kesimpangsiuran pandangan dan

penafsiran mengenai hakekat otonomi daerah dalam Undang – Undang itu
(Argama, 2005: 5).

 Kerunyaman Transisional Kerunyaman ini ditandai oleh timbulnya
berbagai aktivitas yang dipoles dengan slogan reformasi dan euforia
demokrasi, yang pada hakekatnya adalah disebabkan oleh berbagai
ketentuan dalam Undang – Undang itu sendiri. Sebagai akibatnya, dalam
masa transisi di tahun 1999 dan berikutnya dengan kelahiran UU No. 22
dan No. 25 tahun 1999 itu, terjadi pergolakan poIitis-yuridis administratif
dalam hubungan antara Pusat dan Daerah. Bahkan antara Propinsi dengan
kabupaten / Kota, bahkan lagi antara sesama kabupaten / Kota itu sehingga
terjadi semacam terputusnya hubungan hierarkis secara vertikal dan juga
seperti hapusnya hubungan koordinator dan subordinatif di antara sesama
pemerintah di daerah itu. Tidak semua pihak legislatif maupun eksekutif
didaerah Kabupaten dan Daerah Kota itu dinilai “siap” dalam arti
menguasai pemahaman untuk menerapkan UU itu, dengan persepsi yang
sama. Terjadi sikap yang Ekstrim sedemikian, sehingga Daerah-daerah
Kabupaten dan Kota menganggap tidak ada hubungan administratif dan
fungsional sama sekali dengan Propinsi, dan beberapa KDH telah langsung
berhubungan dengan Pemerintah pusat tanpa “sekedar pemberitahuan atau
beri kabar pun” kepada Gubernur KDH Propinsi. Kemudian timbul
kecenderungan Kabupaten untuk mengeruk sebanyak mungkin sumber
PAD seakan-akan kepentingan kesejahteraan masyarakat dinomor duakan,
dan belum tentu terjamin bahwa pungutan-pungutan itu akan membalik
(feed back, melting process) sebagai biaya penanggulangan kepentingan
kesejahteraan rakyat (public service). Serta terjadi semacam rebutan

kedudukan antar kaum politisi dari Parpol dan kalangan aparat birokrat
yang telah meniti karir dengan jenjang pendidikan dan dengan jam terbang
pengalaman yang cukup lama untuk menduduki posisi-posisi eksekutif.
Bahkan disana sini terjadi money politics padahal menurut teriakan dan
pekik reformasi semula, KKN harus dikikis habis, khususnya suap
menyuap dalam hal pencalonan Kepala Daerah dan Wakilnya. Sampai saat
ini masih ada kasus money politics ini, yang belum tuntas pemerosesannya
secara yuridis (Lubis, 2003: 7).

BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bahwa pemerintahan daerah sesuai dengan ulasan makalah diatas yaitu pemerintahan daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya. Kecuali urusan pemerintahan yang oleh undangundang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat, serta memiliki landasan hokum yaitu
UUD 1945. Dan dengan adanya asas-asas yang menjadi pedoman dalam menjalankan
pemerintahan daerah menjadikan daerah otonom diharapkan dapat selaras dan seimbang
dalam pelaksanaannya.
Dari sekian banyak yang kami jelaskan di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa : Otonomi
daerah merupakan hak dan kewajiban suatu daerah untuk mengatur serta mengurus urusan
pemerintahan, kesejahteraan, dan kepentingan masyarakat di wilayahnya sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat itu sendiri. Wewenang pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi
daerah adalah pemerintah daerah melaksanakan sistem pemerintahanya sesuai prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dengan undang-undang pemerintah pusat dalam
ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dampak positif otonomi daerah adalah
memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang
dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam
menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih
banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Kebijakankebijakan pemerintah daerah juga akan lebih tepat sasaran dan tidak membutuhkan waktu
yang lama sehingga akan lebih efisien. Dampak negatif dari otonomi daerah adalah
munculnya kesempatan bagi oknum-oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai
pelanggaran, munculnya pertentangan antara pemerintah daerah dengan pusat, serta
timbulnya kesenjangan antara daerah yang pendapatannya tinggi dangan daerah yang masih
berkembang. Masalah – masalah hukum dalam otonomi daerah yang paling menonjol dari

pembahasan di atas yaitu ketidak-teraturan peraturan dan kerunyaman transisional yang
ditandai oleh berbagai aktivitas yang dipoles dengan slogan reformasi, serta euforia
demokrasi yang disebabkan oleh berbagai ketentuan dalam Undang – Undang itu sendiri.

B. SARAN
Diharapkan agar pemerintah daerah menggunakankan wewenangnya sesuai dengan tugas dan
tanggung jawab demi kelangsungan dan keteraturan daerah sesuai dengan asas-asas yang
menjadi pedoman daerah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia.com
elfi-indra.blogspot.com/2011/06/asas-asas-otonomi-daerah.html
ml.scribd.com/doc/44674416/Asas-Asas-Otonomi-Daerah
4iral0tus.blogspot.com/…/asas-penyelenggaraan-pemerintah-daerah.h…
paulusmtangke.wordpress.com/…/otonomi-daerah-landasan-hukum-a…